Anda di halaman 1dari 35

KOLANGITIS

PENDAHULUAN
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot
ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu demam,
ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan Charcot triad.
Charcot

mendalilkan

bahwa

empedu

stagnankarena

obstruksi

saluran

empedu

menyebabkan perkembangan kolangitis.


Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang
membawa empedu dari hepar kekandung empedu dan usus. Bakteri yang sering dikultur pada
empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterococcus,
Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang dikultur hanya sekitar
15% kasus.(1,2,4)
Patofisiologi kolangitis sekarang ini dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor, yaitu
cairan empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan intraduktal yang
terjadi menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan sistem limfatik perihepatik
yang menyebabkan bakterimia.(3)
Pada tahun 1959, Reynolds dan Dargon menggambarkan keadaan yang berat pada
penyakit ini dengan menambahkan komponen syok sepsis dan gangguan kesadaran. (3, 4)
ANATOMI
v DUKTUS SISTIKUS
Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta hepatis yang
mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis duktus sistikus mulai dari kollum
vesika fellea, kemudian berjalan ke postero-kaudal di sebelah kiri kollum vesika fellea. Lalu
bersatu dengan duktus hepatikus kommunis membentuk duktus koledokus. Mukosa duktus
ini berlipat-lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudinal
terlihat sebagai valvula disebut valvula spiralis (Heisteri).
v DUKTUS HEPATIKUS
Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus papillaris lobus kaudatus.
Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3 cm terletak disebelah ventral arteri
hepatika propria dexter dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan duktus sistikus
menjadi duktus koledokus.(5)

v DUKTUS KOLEDOKUS
Duktus koledokus mempunyai panjang kira kira 7 cm dibentuk oleh persatuan
duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis,

dimana dalam

perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian (5)


Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus wirsungi
membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars desenden duodeni
membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut papilla duodeni major.(5)

Gambar. 1. Anatomi saluran empedu


ETIOLOGI
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi struktur
saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat penyebab obstruksi,
kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi. Kasus obstruksi akibat
keganasan hanya 25-40% yang hasil kultur empedunya positif. Koledokolitiasis menjadi
penyebab tersering kolangitis.(3,8)
Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian manipulasi
saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi penyakit saluran
biliaris telah menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain itu pemakaian jangka
panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh cairan biliaris yang kental dan
debris biliaris yang menyebabkan kolangitis.(3)
EPIDEMIOLOGI

Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi menyebabkan


kesakitan dan kematian. Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%. Kolangitis ini dapat
ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan perbandingan antara lakilaki dan perempuan tidak ada yang dominan diantara keduanya. Berdasarkan usia dilaporkan
terjadi pada usia pertengahan sekitar 50-60 tahun.
MANIFESTASI KLINIK
Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua elemen
tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan kolangitis supuratif
tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga menunjukkan penurunan kesadaran
dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cameron, demam di temukan pada lebih
dari 90 persen kasus, ikterus pada 67 persen kasus dan nyeri abdomen hanya pada 42 persen
kasus.(3)
Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran
empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus, demam dan
mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia. Biakan darah yang
diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah positif pada 40 sampai 50
persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae adalah
organisme tersering yang didapatkan pada biakan darah. Organisme lain yang dibiakan dari
darah adalah spesies Enterobacter, Bacteroides, dan Pseudomonas.
Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering ditemukan,
demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari empedu yang
terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi adalah Bacteroides
fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial terakhir dibandingkan saat
koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang tersering.(3,9)
DIAGNOSIS
Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam, ikterus,
dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin dan demam
dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning pada kulit dan mata
didapatkan pada sekitar 80% penderita.(1,3,8)
B.

Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali, ikterus,


gangguan kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi. (4,9)
C.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian besar
pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau trombositopenia
kadang kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah. Sebagian besar
penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi
pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum
juga meningkat yang menggambarkan proses kolestatik. (3, 4, 9)
Beberapa pemeriksaan radiologis pasien dengan kolangitis adalah:
1.

Foto polos abdomen


Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos abdomen

jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu saluran empedu yang
terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang dapat dilihat. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar hidrops, kandung empedu kadang juga dapat
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara
dalam usus besar, di fleksura hepatika.(3,13)
2.

Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema
karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal
kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur
empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi.(3,12,13)

Gambar. 2 Menunjukkan ultrasonografi dari duktus

intrahepatik yang mengalami dilatasi


3. CT-Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung
empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu yang
mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.

Gambar 3. CT scan yang menunjukkan dilatasi duktus biliaris (panah


hitam) dan
dilatasi duktus pankreatikus (panah putih), dimana keduanya terisi oleh musin
4. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang menggunakan
lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal. Endoscope Retrograde
Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan penyebab dan letak
sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan
mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.

Gambar. 4 Menunjukkan endoscope Cholangiopancreotography


(ERCP) dimana menunjukkan duktus biliaris yang berdilatasi

pada bagian tengah dan distal (dengan gambaran feeling defect)


5. Skintigrafi
Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati dan
kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan spesifitas sekita
90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat duktus empedu dan duktus
sistikus, namun skintigrafi bilier tidak dapat mengidentifikasi batu saluran empedu atau
hanya dapat memberikan informasi sesuai dengan letak anatominya. Agent yang digunakan
untuk melakukan test skintigrafi adalah derivat asam iminodiasetik dengan label
6.

99m

Tc.

Kolesistografi oral
Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui

prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang lebih jelas.
Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes. Kemudian kontras tadi
diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan di ekskresi ke dalam empedu dan
dikirim ke kandung empedu.
7.

Kolangiografi
Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan

kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan patologi
biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif. Jadi, kolangiografi
jarang diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan dengan demikian harus ditunda sampai
menghilangnya sepsi. Kekecualian utama adalah pasien yang datang dengan kolangitis
supuratif, yang tidak berespon terhadap antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi
segera mungkin diperlukan untuk menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi retrograd
endoskopik ataupun kolangiografi transhepatik perkutan dapat digunakan untuk menentukan
anatomi atau patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis
pada sekitar 5 persen pasien. Dengan demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus
diberikan sebelum instrumentasi pada semua kasus.
DIAGNOSIS BANDING
1.

Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu
yang terjebak di dalam kantong Hartmann. Pada keluhan utama dari kolesistikus akut adalah
nyeri perut di kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah
skapula. Biasanya ditemukan riwayat kolik dimasa lalu, yang pada mulanya sulit dibedakan
dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda
rangsang peritoneal berupa nyeri tekan dan defans muskuler otot dinding perut. Kadang-

kadang empedu yang membesar dapat diraba. Pada sebagian penderita, nyeri disertai mual
dan muntah.7
2.

Pankreatitis
Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang keluar dari
saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan kenyang atau setelah
minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai secara perlahan. Nyeri dirasakan
di daerah pertengahan epigastrium dan biasanya menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri
berkurang bila pasien duduk membungkuk dan bertambah bila terlentang. Muntah tanpa mual
dulu sering dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah kosong.
Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai demam,
takikardia, dan leukositosis.7,9
3. Hepatitis
Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari hepatitis
A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B merupakan hepatitis yang
paling sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut pada kuadran kanan atas sampai di
ulu hati. Kadang disertai mual, muntah dan demam. Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan
infeksi akut. Sebagian menjadi sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang
fatal. (2, 9)
PENATALAKSANAAN
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah konservatif.
Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan antiobiok dimulai.
Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat dengan antibiotik oral. Dengan
kolangitis supuratif dan syok septik mungkin memerlukan terapi di unit perawatan insentif
dengan monitoring invasif dan dukungan vasopresor.
Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan bakteriologi
yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan penicillin telah dianjurkan.
Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk melawan basil gram negatif yang sering
ditemukan dan memberikan antivitas sinergistik melawan enterokokus. Penambahan
metronidazole atau clindamycin memberikan perlindungan antibakterial terhadap anaerob
bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan antibiotik. Perlindungan antibiotik jelas
diubah jika hasil biakan spesifik dan kepekaan telah tersedia.

Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk terapi
kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis antibiotik
saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja mencakup organisme
yang ditemukan dengan infeksi

saluran biliaris, tetapi juga yang dieksresikan dalam

konsentrasi tinggi ke dalam cairan empedu.


DEKOMPRESI BILIARIS
Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akut akan berespon
terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes fungsi hati
kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien tidak menunjukkan
perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris
darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris segera paling
baik dilakukan secara non operatif baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:(2,3)
a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah semakin
buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran empedu dan nanah serta
membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa nasobilier. Apabila batu
duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik
mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi
terlebih dahulu.(7,12)
b.

Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada batu
kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua
tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter
berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai
dengan penyulit(7)
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah penghancuran batu saluran
empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi dengan pencitraan
flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi endoskopik dan pemasangan kateter
nasobiliaris untuk memasukkan material kontras. Terapi dilanjutkan sampai terjadi
penghancuran yang adekuat atau telah diberikan pelepasan jumlah gelombang kejut yang
maksimum.(3, 7, 9)
c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)

Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah
satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat
pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada
saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil
batu intrahepatik.(7,13)
ADAPUN PEMBEDAHAN-PEMBE DAHAN YANG DILAKUKAN :
A.

Kolesistektomi Terbuka
Karl Legenbach dari Jerman telah melakukan kolesistektomi elektif yang pertama
pada tahun 1882. Lebih dari satu abad kolesistektomi terbuka dijadikan standar untuk metode
terapi pembedahan

pada sistem empedu. Kolesistektomi membutuhkan anestesi umum

kemudian dilakukan irisan pada bagian anterior dinding abdomen dengan panjang irisan 12
20 cm. (10)
Tekhnik operasi untuk kolesistektomi terbuka
Tidak ada aturan yang kaku tentang jenis insisi yang terbaik. Insisi digaris tengah,
paramedian kanan, transversal dan insisi subkostal dapat dilakukan, tergantung pada pilihan
ahli bedah. Kriteria penting adalah pemaparan yang adekuat untuk diseksi serta eksplorasi.
Pilihannya adalah insisi subkostal kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi yang paling serba
guna dalam diseksi kandung empedu dan saluran empedu.(3,12)

Gambar insisi untuk pembedahan sistem bilier


Terdapat sedikit perbedaan pendapat tentang pengangkatan kandung empedu secara
antegrad (diseksi dimulai di fundus) atau retrograd (diseksi dimulai di porta). Jika anatomi
porta tidak dikaburkan oleh peradangan yang parah, maka pilihannya adalah memulai diseksi
pada porta. Dengan traksi pada kandung empedu menggunakan klem yang dipasang di
fundus dan kantung Hartman, peritoneum yang menutupi segitiga Calot diinsisi dan
disisihkan dengan diseksi tumpul. Arteri sistikus diidentifikasi, diligasi ganda atau diklem
ganda, dan lalu dipotong, meninggalkan puntung sekurangnya 1sampai 2 mm.3

Gambar langkah-langkah teknik kolesistektomi


Pemotongan arteri mempermudah identifikasi saluran sistikus. Memperhatikan
anomali yang sering terjadi adalah penting pada tahapan ini. Anomali yang cukup sering
adalah masuknya saluran sistikus ke saluran hepatik kanan, anomali lain adalah masuknya
saluran hepatik asesorius kanan yang cukup besar ke saluran sistikus. Sangat penting bahwa
struktur saluran yang dipotong sampai anatomi sistem saluran yang tepat telah diketahui.
Persambungan saluran sistikus dengan saluran empedu harus ditunjukkan secara jelas. Jika
kandung empedu mengandung batu kecil atau lumpur, saluran sistikus diikat dengan jahitan
atau klem tunggal pada tempat keluarnya dari kandung empedu, untuk mencegah batu atau
lumpur masuk ke dalam saluran empedu selama diseksi. Menegakkan anatomi pada tahap
operasi ini dilakukan dengan kolangiografi operatif.(3,12)
* Kolangiografi operatif
Kolangiografi operatif dilakukan secara rutin karena dua alasan. Pertama, untuk
mendapatkan peta anatomik di daerah yang sering mengalami anomali. Kedua yang sama
pentingnya adalah untuk menyingkirkan batu saluran empedu yang tidak dicurigai, dengan
insidensi setinggi 5 sampai 10 persen.
Kolangiografi dilakukan dengan menggunakan salah satu dari sekian banyak kanula
kolangiografik yang dapat digunakan (Berci, Lehman, Colangiocath, dll). Pilihannya adalah
kolesistektomi terbuka adalah kanula Berci bersudut untuk mempermudah insersi dan fiksasi.
Insisi dibuat disaluran sistikus pada titik yang aman setelah persambungan sistikus dan
saluran empedu (biasanya sekurangnya 2,0 cm). Insisi harus cukup besar untuk memasukkan
kanula atau kateter, yang dapat diinsersikan jika empedu terlihat mengalir dari lumen. Kanula
lalu dipertahankan di tempatnya dengan hemoklip medium atau klem khusus. Material
kontras untuk kolangiografi adalah hypaque 25 persen. Sistem operasi yang paling disukai
untuk kolangiografi, menggunakan fluorokolangiografi dengan penguatan citra (image
intensifier) serta monitor televisi . Ini memungkinkan pengisian saluran empedu secara
lambat dan pemaparan multiple sistem saluran saat sedang diisi.(3,10)
* Laparoskopi Kolesistektomi

Kolesistektomi laparoskopi adalah cara yang invasif untuk mengangkat batu empedu
dengan menggunakan teknik laparoskopi. Prosedur menjadi populer pada tahun 1988 dan
telah berkembang dengan cepat. Indikasi

untuk

operasi adalah batu empedu, polip

simtomatik dan penyulit akibat batu. Kontraindikasinya adalah sepsis abdomen, gangguan
pendarahan, kehamilan dan tidak mampu melihat

saluran empedu. Teknik ini adalah

perawatan yang singkat dan dapat kembali beraktifitas dengan normal. Penyulitnya adalah
adanya cidera saluran empedu, perdarahan, kebocoran empedu dan cidera akibat trokar (3)

Gambar 5 Lokasi kanula untuk kolesistektomi laparoskopi.

Gambar 6. Lokasi kanula dan susunan awal untuk kolesistektomi laparoskopi

Gambar 7 . Kolesistektomi Laparoskopik


Keterangan gambar :
A. Tempat trokar
B.

Fundus ditahan/dipegang dan cephalad diretraksi untuk mengekspos/mengenai kandung


empedu proksimal dan ligamentum hepotoduadenale. Selain itu bagian posterolateral
infundibulum di retraksi untuk dapat mengenai segitiga Calot

C.

Segi tiga Calot dibuka dan leher kandungan empedu dan bagian duktus sistikus di diseksi.
Klip dipindahkan pada hubungan antara duktus sistikus dengan kandungan empedu

D.

Pembukaan kecil dibuat didalam duktus sistikus dan kateter kolangiogram di insersi

E.

Duktus sistikus dan arteri sistikus dibagi

F.

Gambar intraoperatif yang menunjukkan bagian lateral infundibulum kandungan empedu,


nampak segitiga Calot yang sudah didiseksi begitu juga dengan arteri sistikus
* Eksplorasi koledokus; laparoskopi eksplorasi duktus empedu
Umumnya, batu duktus empedu dideteksi intraoperatif dengan kolangiografi
intraoperatif atau ultrasonografi dan dilakukan dengan cara laparoskopi eksplorasi koledokus
yang merupakan bagian dari tekhnik kolesistetomi laparoskopi. Pasien dengan batu duktus
empedu dideteksi sebelum operasi, biasanya dengan klirens endoskopik. Namun, kurang
berhasil sehingga batu di duktus harus dilakukan dengan kolesistektomi.13
Jika batu pada duktus empedu kecil, mungkin dapat dibilas ke dalam duodenum
dengan mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi setelah sfingter Oddi direlaksasikan
dengan glukagon. Jika irigasi (pengaliran) tidak berhasil, dapat dilakukan pemasangan kateter
balon melalui duktus sistikus dan turun ke duktus empedu.13

Gambar 8 laparoskopi eksplorasi duktus empedu. Laparoskopi eksplorasi koledokus.


Keterangan Gambar :
I. Keranjang transistik dengan menggunakan fluoroskopi
A.

Keranjang digunakan sebagai tempat batu dan terbuka

B.

Batu ditempatkan dikeranjang kemudian dipindahkan dari duktus sistikus


II. Koledoskopi transistik dan pemindahan batu

C.

Keranjang dilewati oleh beberapa saluran pada skopik dan batu dapat dilihat dibawahnya

D.

Batu entrapped

E.

Pernyataan dari koledoskopik


III. Koledoktomi dan pemindahan batu

F.

Insisi kecil dibuat pada duktus empedu

G.

Duktus empedu dibersihkan batunya dengan koledoskopik

H.

Pemasangan T. Tube dibagi kiri duktus empedu yang berhubungan dengan dinding abdomen
untuk dekompersi empedu
KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi
(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:

A. Abses hati piogenik


Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan
dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua sebagai komplikasi
penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran empedu intrahepatik
menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multiple.7
B.

Bakteremia , sepsis bakteri gram negatif(9)


Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi
bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab terjadinya
kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15%.
C. Peritonitis sistem bilier
Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis. Jika
empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang mempunyai
resiko tinggi yang sangat fatal.
D.

Kerusakan duktus empedu


Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau pada

eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang sangat fatal
adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.
E.

Perdarahan
Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami

trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang terjadi kadang susah
untuk dikontrol.
D.

Kolangitis asendens dan infeksi lain


Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada pembedahan sistem

bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus empedu dan usus besar
bagian asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif

sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak
adekuat.
Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah abses
subprenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam beberapa hari setelah
operasi.
Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien yang diterapi
dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah:
* Perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)
* Sepsis
PROGNOSIS
Tergantung berbagai faktor antara lain :
Pengenalan dan pengobatan diri
Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti dengan
drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris.
Respon terhadap terapi
Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan (misalnya
antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik.
Namun sebaliknya, respon yang jelek akan memperberat penyakit tersebut.
Kondisi Kesehatan Penderita
Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu faktor yang menentukan
prognosis penyakit ini. Biasanya penderita yang baru pertama kali mengalaminya dan
berespon baik terhadap terapi yang diberikan, prognosisnya akan baik.9
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.

Debas, T. Haile, Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and Management, p : 208-203


Sabiston C, Davidm Textbook of Surgery, WB. Sauders company, 1968, p : 1154 1161
Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta, 1997, hal :

476-479
4. Shojamanes, Homayoun, Mo, Cholangitis, in : http:/www.emidicine.com7 2006, p : 1-10
5. Luhulima, JW, dr, Prof, Abdomen, Anatomi II, Bagian Antomi FKUH, Makassar, 2001. hal
: 28-29
6. Piutz R, Pabst R, Atlas Anatomi Manusia, Edisi 20, EGC, Jakarta, 1997, hal : 144-145
7. De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997 hal : 776-778.
8. Kaminstein, David, MD, Cholangitis, in : http://www.healthatoz.com 2006, p : 1-8
9. Josh, J. Adams, Cholangitus, in http://www.emidiche.com 2006, p : 1-11
10. Northon A, Jeffery, Balinger, Randal R, Chang EA, et al, Surgery Basic Science and Clinical
Evidence, Part I, New York, Sprinset Comp, 2000, p : 568-574

11. Patel A, Lambiase L, Decarli. A, Fazel; A Pancreas, in : http://www.geogle.com, 2005. p : 1


5
12. Burkitt G, Quick C, Gatt D. Management of gallstone disease in essensial surgery, second
edition, New York ; Churchill Livingstone, 1996, P : 215-220
13. Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of Surgery,
Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2000, p : 1203-1213

ingga dekade ke-6, 20% wanita dan 10% pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita. Dalam
masyarakat Barat, batu yang terbanyak ditemukan adalah batu kolesterol atau campuran
kolesterol-kalsium bilirubin. Patogenesisnya tidak seluruhnya dimengerti. namun faktorfaklor yang dapat membentuk empedu litogenik mencakup peningkatan kandungan
kolesterol, berkurangnya asam empedu dan stasis biliaris. Pada sebagian besar kasus, batu
empedu adalah asimtomatik dan hanya 10% mengalami gejala setelah 5 tahun. Batu empedu
menyebabkan 3 kelainan utama: kolesistitis, kolik biliaris dan koledokolitiasis.
KOLESISTITIS
Impaksi batu empedu dalam duktus sistikus merupakan penyebab tersering dari kolesistitis.
Penyebab yang lebih jarang mencakup infeksi primer misalnya Salmonella typhi atau Ascaris
lumbricoides, trauma, pembedahan, kemoterapi dan TPN.
Gambaran
klinis
Gejala: Nyeri kuadran kanan atas, seringkali dengan penyebaran ke bahu kanan, mual,
muntah
dan
demam.
Tanda: Nyeri tekan kuadran kanan alas, nyeri tekan kandung empedu yang dapat
diperlihatkan pada inspirasi (Tanda Murphy), kandung empedu biasanya tidak dapat diraba
dan
ikterus
pada
sebagian
kecil
pasien.
Investigasi FBC biasanya memperlihatkan suatu leukositosis Sinar-X abdomen
memperlihatkan batu radioopak pada sebagian kecil kasus dan kadang-kadang suatu sentinelloop atau adanya udara dalam cabang-cabang biliaris US memperlihatkan batu kandung
empedu dan penebalan dart mukosa Skaning radio-isotopik (HIDA; PIPIDA) berguna
dalam
menemukan
obstruksi
dart
duktus
sistikus.
Penyulit Empiema, gangren dan perforasi kandung empedu, pankreatitis, abses perihepatik,
piemia
porta
dan
septikemi.
Penatalaksanaan Mula-mula suportif dengan cairan iv, analgetik dan antibiotik, misalnya
amoksisilin dan tobramisin. Kolesistektomi yang dilakukan setelah pasien stabil merupakan
pengobatan terpilih walaupun waktu dilakukannya pembedahan yaitu kolesistektomi dini atau
tertunda (interval) masih kontroversial dan bergantung pada kondisi dan usia pasien.
Kolesistektomi
perkutaneus
dapat diindikasikan pada pasien yang sakit berat.
KOLIK
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh impaksi batu dalam duktus sistikus.

BILIARIS

Gambaran
klinis
Gejala: Nyeri yang menetap di epigastrium atau kuadran kanan atas yang biasanya
menghebat
selama
2-3
jam
sebelum
mereda.
Nyeri yang lebih dari 6 jam menyokong pada kolesistitis. Sering ditemukan mual dan
muntah.
Investigasi Diagnosis sebagian besar ditegakkan secara klinis terutama karena batu empedu
sangatlah sering terjadi. Banyak pasien dengan batu empedu dan dispepsia tidak tertolong
dengan kolesistektomi dan pada banyak pasien, rasa tidak enak di perut disebabkan oleh IBS
(sindrom fleksura hepatik) Kenaikan transien dari bilirubin dan fosfatase alkali menyokong
diagnosis kolik biliaris Skintigrafi biliaris dapat memperlihatkan obstruksi duktus sistikus
apabila dilakukan sewaktu serangan.
Penatalaksanaan Berikan analgesia hingga serangan berlalu. Morfin meningkatkan tekanan
sfingter Oddi dan harus dihindari. Kolesistektomi diindikasikan pada pasien yang kuat
menjalani pembedahan. Pada pasien yang tidak kuat atau menolak pembedahan, dapat
diberikan terapi pelarutan batu empedu dengan asam ursodeoksikolat untuk pasien dengan
batu radiolusen berdiameter kurang dari 1,5 cm dan dengan kandung empedu yang rnasih
berfungsi pada kolesistograti oral. Pelarutan komplit terjadi kira-kira 30% pada 12 bulan.
KOLEDOKOLITIASIS
Batu duktus koledokus paling sering berasal dari batu kandung empedu, namun dapat
terbentuk di dalam saluran empedu akibat striktur biliaris, kolangitis sklerotika primer atau
sekunder
atau
pada
penyakit
Caroli.
Gambaran
klinis
Dapat
asimtomatik
Gejala: mencakup kolik biliaris, nyeri intermiten atau konstan di kuadran kanan atas, mual
dan
muntah.
Tanda: ikterus yang berfluktuasi, nyeri tekan kuadran kanan atas dan kandung empedu yang
teraba pada 15% kasus. Demam dan rigor mengindikasikan kolangitis.
Investigas! FBC memperlihatkan suatu leukositosis dan LFT menunjukkan kenaikan
bilirubin, fosfatase alkali dan gama GT; tidak jarang dijumpai sedikit kenaikan dari
transaminase Sering tedadi pemanjangan PT Sinar-X abdomen mungkin memperlihatkan
batu opak atau yang jarang, memperlihatkan udara di dalam cabang-cabang biliaris US
dapat memperlihatkan dilatasi cabang-cabang biliaris, namun tidak sensitif dalam mengenali
batu
di
dalam
CBD
yang
biasanya
memerlukan
ERCP
atau
PTC.
Penyullt Pankreatitis, kolangitis, septikemi, abses hepatik dan kolangitis sklerotika sekunder
atau
sirosis
biliaris.
Penatalaksanaan Pertama-tama berikan analgesia, cairan iv dan antibiotik (misalnya
amoksisilin atau tobramisin). Pengangkatan batu paling baik dengan ERCP, sfingterotomi dan
ekstraksi dengan dengan keranjang atau balon Dormia. Batu yang besar dapat dilarutkan atau
dikurangi ukurannya dengan methyl-tert-butyl- ether atau mono-octanion yang diberikan
melalui suatu selang nasobitiaris. Fragmentasi batu secara mekanik dengan litotripsi mungkin
terbukti sebagai alternatif yang berguna.

Kolelitiasis
(Ur)
Written by Nila Kurnia Ramdani
Thursday, 15 September 2011 15:05
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kolelitiasis (batu empedu) merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju
dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan adanya perubahan keadaan
sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis
khususnya ultrasonografi, maka prevalensi penyakit batu empedu di negara-negara
berkembang cenderung meningkat1.
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat tiap tahunnya
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di
Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.Insiden batu
kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian.
Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada
waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain2.
Sebagian besar pasien dengan batu kandung empedu tidak mengalami gejala
(asimptomatis).nejm. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan
bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis
penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat sampai yang ringan atau samar
bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone)3.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru maka banyak penderita
batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan
terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya
tindakan pengobatan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.
1.2. Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi, anatomi, fisiologi, epidemiologi, patogenesis,
patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan
1.3. Tujuan Penulisan
1. Memahami definisi, anatomi, fisiologi, epidemiologi, patogenesis, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, terapi dan komplikasi batu empedu.
2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Mataram-RSUP Mataram.
1.4. Metode Penelitian
Referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa
referensi.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kolelitiasis


Kolelitiasis atau batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang
membentuk suatu material yang menyerupai batu yang dapat ditemukan dalam kandung
empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada keduaduanya3.

Gambar 1. Lokasi Batu empedu


2.2. Anatomi kandung empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat
dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu terletak tepat
dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu terdiri atas fundus, korpus, infundibulum, dan
kolum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar,
dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung tulang rawan
costa IX kanan.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum inter lobaris. Saluran ini
kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat
cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
empedu sebelum disalurkan ke duodenum. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus.

Gambar 2. Anatomi sistem hepatobilier


Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V.
cystica mengalirkan darah langsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil
dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu5.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum
sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju
kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus5.
2.3. Fisiologi Kandung Empedu
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200
ml/hari.Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan,
empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di akan mengalami
pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu
dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang
kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 8090%..
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian
masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu
dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal
yaitu :
- Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan

merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini


yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
- Neurogen :Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari
kandung empedu.
- Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai
Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan
empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal
memegang peran penting dalam perkembangan inti batu1.
Empedu
Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organic dan elektrolit yang secara normal
disekresi oleh hepatosit. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam
empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan
produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali
produksi normal kalau diperlukan.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
- Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena
asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pancreas serta asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
- Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan
yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
2.4. Patogenesis Pembentukan Batu Empedu
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan
supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mucus.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang

abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai


kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air
dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu
banyak sekresi kolesterol dalam terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah
kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel
hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh.
Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun,
akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus
sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan
sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik
empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau
tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar
yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995
sebagai berikut :
1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai:
- Batu Kolesterol Murni
- Batu Kombinasi
- Batu Campuran (Mixed Stone)
1. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya
paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :
- Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium
- Batu pigmen murni
1. Batu empedu lain yang jarang
Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :
- Batu Kolesterol
- Batu Campuran (Mixed Stone)
- Batu Pigmen3.
Batu Kolesterol
Pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase :

a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak
larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah
larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh
kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam
empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini
kolesterol akan mengendap.4Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai
berikut :
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih
banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum
terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).
-

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar


chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu
kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa
tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu


Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen
bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada
peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap
karena perubahan rasio dengan asam empedu.
c. Fase pertumbuhan batu
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu
cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa
keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang
terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian
total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan
tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari
mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.

Batu bilirubin/Batu pigmen


Batu bilirubin /pigmen biasanya terjadi akibat proses hemolitik atau infestasi E.Coli
atau ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin bebas yang
mungkin dapat menjadi Kristal kalsium bilirubin. (kapita selekta)
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi
bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.
Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia
Coli.
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh
bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu
pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan
Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.
2.5. Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di Indonesia
tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (syamsuhidayat). Peningkatan insiden
batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut 5 Fs : female
(wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty (empat
puluh tahun).
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus
tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang.
Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu. Insiden
pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu banyak. Avni Sali membuktikan
bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu, tetapi secara tidak langsung
mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh peneliti dari Jepang yang
menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat biasanya menderita batu jenis kolesterol,
sedangkan yang dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga
berperan dimana apabila keluarga menderita batu empedu kemungkinan resiko untuk
menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal2.

2.6. Faktor Resiko


Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak
faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko
tersebut antara lain:
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu
empedu bisa berjalan dalam keluarga 10. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai,
di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih
sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga
sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia.
1. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit
penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin
bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu,
sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.
1. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan
4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara
di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia Sementara di
Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki.
1. Obesitas
Pada orang yang mengalami obesitas dengan indeks massa tubuh (BMI) tinggi maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu sangat tinggi sehingga akan menurunkan
garam empedu dan mengurangi kontraksi atau pengososnagn kandung empedu.
1. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan
terhadap unsure kimia empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
1. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis.
1. Riwayat Keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar.

1. Nutrisi intravena jangka lama


Nutrisi IV dalam janggka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
2.7. Manifestasi klinis
Gejala utama pada kolelitiasis tanpa komplikasi adalah kolik bilier, yang disebabkan
oleh obstruksi collum kandung empedu akibat adanya batu. Terjadi nyeri hebat dan episodik
yang terletak di epigastrium atau kuadran kanan atas. Nyeri sering dirasakan pada saat makan
atau pada waktu malam. Pasien biasanya mengeluh nyerinya menjalar sampai ke punggung
yang disertai nausea dan vomiting. Apabila terjadi komplikasi kolesistitis akut, tanda awalnya
adalah kolik bilier dan terdapat nyeri kolik yang persisten pada kabdomen kuadran kanan atas.
Kadar bilirubin meningkat sampai 4 mg per desiliter pada kolelitiasis tanpa komplikasi.
Sedangkan Frank Jaundice biasanya tidak dijumpai kecuali pada keadaan terjadinya Mirizzis
syndrome (obstruksi kandung empedu akibat penekanan eksternal oleh batu dalam gallbladder
atau duktus sistikus), concomitant koledokolitiasis dan komplikasi lain sperti perforasi
gallbladder.
2.7.1. Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)
a. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri
abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra, 2007). Studi perjalanan
penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benarbenar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan
intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan
kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.
b. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri
lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya
dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah
beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik
biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.

Gambar 3. Tanda klinis pada batu empedu


Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini
berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah
kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan
inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama
antara 30 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat
menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat
menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang
merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
2.7.2. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan
atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul
serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang
sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang
biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam
dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala
trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.

Gambar 4. Obstruksi batu pada gallbladder dan manifestasi klinis


Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi
mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai
dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu,
dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati.
Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus
koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu.
Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.
2.8. Diagnosis
Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan tanda klinis yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik. Selain itu diperlukan pemeriksaan penunjang untuk
kepastian diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah :
a. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi
komplikasi kolesistitis akut bias didapatkan lekositosis, kenaikan kadar bilirubin darah
dan fosfatase alkalui. Apabila terjadi sindrom mirizzi akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu.
a. Pemeriksaan radiologis
- Foto polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat
pada foto polos abdomen.

- Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai
98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah
mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus.
Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi
kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari
berbagai segi keuntungannya, pemeriksaan USG sebaiknya dipakai sebagai langkah
pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu
tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung
empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu
intraduktal.

Gambar 5. Hasil USG pada pasien kolelitiasis


- Tomografi computer
Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek
gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena
mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.
- Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawankawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam
mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin
serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak
diekskresi ke saluran empedu.

Gambar 6. Kolesistografi pada kandung empedu


2.9. Komplikasi Kolelitiasis
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi
yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis
kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu,
abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan
mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.
Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan
sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan
manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus
atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas
yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa
tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau
dengan pergerakan dan dapat menjalar ke punggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat
disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada
pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda
klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang
dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan
mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.
Kolesistitis Kronis
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering
mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan
dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti
koledokolitiasis, pankreatitis dan kolangitis.

Pankreatitis Akut
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul
pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar
spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis
koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis8.
2.10. Penatalaksanaan Kolelitiasis
A. Tindakan operatif
1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan
pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu
empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif.
Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone akhirnya akan
menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa
pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan
berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya
Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan
sebagainya.
2. Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang
saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko
tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi dengan kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah :
- Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
- Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang
menyertai, kesulitan teknik operasi dan
- Tersangka adanya pankreatitis.
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan

kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.
B. Tindakan non operatif
1. Terapi Disolusi
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu
melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo,
Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan1.
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada
sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg berat
badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut
sering timbul rekurensi kolelitiasis.
Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :
- Wanita hamil
- Penyakit hati yang kronis
- Kolik empedu berat atau berulang-ulang
- Kandung empedu yang tidak berfungsi.
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan
hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat
(UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau
gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah
kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat
badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan
kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari1.
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a
reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu
yang lama serta tidak selalu berhasil.
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.
Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu
menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung
empedu juga menjadi lebih mudah.
Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu
melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi

beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.


1. Kriteria Munich :
- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
- Penderita tidak sedang hamil.
- Batu radiolusen
- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu
- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.
2. Kriteria Dublin :
- Riwayat keluhan batu empedu
- Batu radiolusen
- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila
multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal2.
- Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.
Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita karena
dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita.
Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya
ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita dapat dilakukan
terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus
menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit,
serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga
merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal hati akan
diperberat dengan pemberian asam empedu dalam jangka panjang.
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam
kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di
hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati,
penebalan dinding dan atropi kandung empedu7.
C. Dietetik
Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi
istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil
kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan
secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh1.
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu
tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan

gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan2.


Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka
diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan
sangat membantu.
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :
- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.
- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
- Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.
- Makanan yang tidak merangsang.
Pencegahan
Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya menghindari makanan
berkolesterol tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani
DAFTAR PUSTAKA
1. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam
Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
2. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2000.380-4.
3. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery .
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.
4. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
5. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of Surgery, edisis ke-2. Jakarta:
EGC, 1996. 121-123
6. Strasberg,Steven M. 2008. Acute Calculous Cholecystitis. N EnglJ Med 358;26.
Download from:http//www.nejm.org. November 17,2009.
7. Mansjoer A. et.al, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
8. Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed. London :
Blackwell Scientific Publication, 1993.
9. Fahriyanti, Isma. 2009. Referat:Kolelitiasis.KKM Bagian Bedah RSUP Mataram-FK

UNRAM
10. Nasrullah A. 2009. Laporan Kasus:Koledokolitiasis. KKM Bagian Bedah RSUP
Mataram-FK UNRAM
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu
yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus
hepatikus, empedu masuk

Anda mungkin juga menyukai