PENDAHULUAN
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot
ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu demam,
ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan Charcot triad.
Charcot
mendalilkan
bahwa
empedu
stagnankarena
obstruksi
saluran
empedu
v DUKTUS KOLEDOKUS
Duktus koledokus mempunyai panjang kira kira 7 cm dibentuk oleh persatuan
duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis,
dimana dalam
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian besar
pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau trombositopenia
kadang kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah. Sebagian besar
penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi
pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum
juga meningkat yang menggambarkan proses kolestatik. (3, 4, 9)
Beberapa pemeriksaan radiologis pasien dengan kolangitis adalah:
1.
jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu saluran empedu yang
terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang dapat dilihat. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar hidrops, kandung empedu kadang juga dapat
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara
dalam usus besar, di fleksura hepatika.(3,13)
2.
Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema
karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal
kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur
empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi.(3,12,13)
99m
Tc.
Kolesistografi oral
Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui
prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang lebih jelas.
Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes. Kemudian kontras tadi
diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan di ekskresi ke dalam empedu dan
dikirim ke kandung empedu.
7.
Kolangiografi
Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan
kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan patologi
biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif. Jadi, kolangiografi
jarang diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan dengan demikian harus ditunda sampai
menghilangnya sepsi. Kekecualian utama adalah pasien yang datang dengan kolangitis
supuratif, yang tidak berespon terhadap antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi
segera mungkin diperlukan untuk menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi retrograd
endoskopik ataupun kolangiografi transhepatik perkutan dapat digunakan untuk menentukan
anatomi atau patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis
pada sekitar 5 persen pasien. Dengan demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus
diberikan sebelum instrumentasi pada semua kasus.
DIAGNOSIS BANDING
1.
Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu
yang terjebak di dalam kantong Hartmann. Pada keluhan utama dari kolesistikus akut adalah
nyeri perut di kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah
skapula. Biasanya ditemukan riwayat kolik dimasa lalu, yang pada mulanya sulit dibedakan
dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda
rangsang peritoneal berupa nyeri tekan dan defans muskuler otot dinding perut. Kadang-
kadang empedu yang membesar dapat diraba. Pada sebagian penderita, nyeri disertai mual
dan muntah.7
2.
Pankreatitis
Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang keluar dari
saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan kenyang atau setelah
minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai secara perlahan. Nyeri dirasakan
di daerah pertengahan epigastrium dan biasanya menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri
berkurang bila pasien duduk membungkuk dan bertambah bila terlentang. Muntah tanpa mual
dulu sering dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah kosong.
Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai demam,
takikardia, dan leukositosis.7,9
3. Hepatitis
Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari hepatitis
A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B merupakan hepatitis yang
paling sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut pada kuadran kanan atas sampai di
ulu hati. Kadang disertai mual, muntah dan demam. Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan
infeksi akut. Sebagian menjadi sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang
fatal. (2, 9)
PENATALAKSANAAN
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah konservatif.
Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan antiobiok dimulai.
Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat dengan antibiotik oral. Dengan
kolangitis supuratif dan syok septik mungkin memerlukan terapi di unit perawatan insentif
dengan monitoring invasif dan dukungan vasopresor.
Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan bakteriologi
yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan penicillin telah dianjurkan.
Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk melawan basil gram negatif yang sering
ditemukan dan memberikan antivitas sinergistik melawan enterokokus. Penambahan
metronidazole atau clindamycin memberikan perlindungan antibakterial terhadap anaerob
bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan antibiotik. Perlindungan antibiotik jelas
diubah jika hasil biakan spesifik dan kepekaan telah tersedia.
Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk terapi
kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis antibiotik
saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja mencakup organisme
yang ditemukan dengan infeksi
Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada batu
kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua
tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter
berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai
dengan penyulit(7)
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah penghancuran batu saluran
empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi dengan pencitraan
flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi endoskopik dan pemasangan kateter
nasobiliaris untuk memasukkan material kontras. Terapi dilanjutkan sampai terjadi
penghancuran yang adekuat atau telah diberikan pelepasan jumlah gelombang kejut yang
maksimum.(3, 7, 9)
c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)
Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah
satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat
pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada
saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil
batu intrahepatik.(7,13)
ADAPUN PEMBEDAHAN-PEMBE DAHAN YANG DILAKUKAN :
A.
Kolesistektomi Terbuka
Karl Legenbach dari Jerman telah melakukan kolesistektomi elektif yang pertama
pada tahun 1882. Lebih dari satu abad kolesistektomi terbuka dijadikan standar untuk metode
terapi pembedahan
kemudian dilakukan irisan pada bagian anterior dinding abdomen dengan panjang irisan 12
20 cm. (10)
Tekhnik operasi untuk kolesistektomi terbuka
Tidak ada aturan yang kaku tentang jenis insisi yang terbaik. Insisi digaris tengah,
paramedian kanan, transversal dan insisi subkostal dapat dilakukan, tergantung pada pilihan
ahli bedah. Kriteria penting adalah pemaparan yang adekuat untuk diseksi serta eksplorasi.
Pilihannya adalah insisi subkostal kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi yang paling serba
guna dalam diseksi kandung empedu dan saluran empedu.(3,12)
Kolesistektomi laparoskopi adalah cara yang invasif untuk mengangkat batu empedu
dengan menggunakan teknik laparoskopi. Prosedur menjadi populer pada tahun 1988 dan
telah berkembang dengan cepat. Indikasi
untuk
simtomatik dan penyulit akibat batu. Kontraindikasinya adalah sepsis abdomen, gangguan
pendarahan, kehamilan dan tidak mampu melihat
perawatan yang singkat dan dapat kembali beraktifitas dengan normal. Penyulitnya adalah
adanya cidera saluran empedu, perdarahan, kebocoran empedu dan cidera akibat trokar (3)
C.
Segi tiga Calot dibuka dan leher kandungan empedu dan bagian duktus sistikus di diseksi.
Klip dipindahkan pada hubungan antara duktus sistikus dengan kandungan empedu
D.
Pembukaan kecil dibuat didalam duktus sistikus dan kateter kolangiogram di insersi
E.
F.
B.
C.
Keranjang dilewati oleh beberapa saluran pada skopik dan batu dapat dilihat dibawahnya
D.
Batu entrapped
E.
F.
G.
H.
Pemasangan T. Tube dibagi kiri duktus empedu yang berhubungan dengan dinding abdomen
untuk dekompersi empedu
KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi
(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:
eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang sangat fatal
adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.
E.
Perdarahan
Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami
trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang terjadi kadang susah
untuk dikontrol.
D.
bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus empedu dan usus besar
bagian asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif
sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak
adekuat.
Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah abses
subprenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam beberapa hari setelah
operasi.
Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien yang diterapi
dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah:
* Perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)
* Sepsis
PROGNOSIS
Tergantung berbagai faktor antara lain :
Pengenalan dan pengobatan diri
Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti dengan
drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris.
Respon terhadap terapi
Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan (misalnya
antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik.
Namun sebaliknya, respon yang jelek akan memperberat penyakit tersebut.
Kondisi Kesehatan Penderita
Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu faktor yang menentukan
prognosis penyakit ini. Biasanya penderita yang baru pertama kali mengalaminya dan
berespon baik terhadap terapi yang diberikan, prognosisnya akan baik.9
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
476-479
4. Shojamanes, Homayoun, Mo, Cholangitis, in : http:/www.emidicine.com7 2006, p : 1-10
5. Luhulima, JW, dr, Prof, Abdomen, Anatomi II, Bagian Antomi FKUH, Makassar, 2001. hal
: 28-29
6. Piutz R, Pabst R, Atlas Anatomi Manusia, Edisi 20, EGC, Jakarta, 1997, hal : 144-145
7. De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997 hal : 776-778.
8. Kaminstein, David, MD, Cholangitis, in : http://www.healthatoz.com 2006, p : 1-8
9. Josh, J. Adams, Cholangitus, in http://www.emidiche.com 2006, p : 1-11
10. Northon A, Jeffery, Balinger, Randal R, Chang EA, et al, Surgery Basic Science and Clinical
Evidence, Part I, New York, Sprinset Comp, 2000, p : 568-574
ingga dekade ke-6, 20% wanita dan 10% pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita. Dalam
masyarakat Barat, batu yang terbanyak ditemukan adalah batu kolesterol atau campuran
kolesterol-kalsium bilirubin. Patogenesisnya tidak seluruhnya dimengerti. namun faktorfaklor yang dapat membentuk empedu litogenik mencakup peningkatan kandungan
kolesterol, berkurangnya asam empedu dan stasis biliaris. Pada sebagian besar kasus, batu
empedu adalah asimtomatik dan hanya 10% mengalami gejala setelah 5 tahun. Batu empedu
menyebabkan 3 kelainan utama: kolesistitis, kolik biliaris dan koledokolitiasis.
KOLESISTITIS
Impaksi batu empedu dalam duktus sistikus merupakan penyebab tersering dari kolesistitis.
Penyebab yang lebih jarang mencakup infeksi primer misalnya Salmonella typhi atau Ascaris
lumbricoides, trauma, pembedahan, kemoterapi dan TPN.
Gambaran
klinis
Gejala: Nyeri kuadran kanan atas, seringkali dengan penyebaran ke bahu kanan, mual,
muntah
dan
demam.
Tanda: Nyeri tekan kuadran kanan alas, nyeri tekan kandung empedu yang dapat
diperlihatkan pada inspirasi (Tanda Murphy), kandung empedu biasanya tidak dapat diraba
dan
ikterus
pada
sebagian
kecil
pasien.
Investigasi FBC biasanya memperlihatkan suatu leukositosis Sinar-X abdomen
memperlihatkan batu radioopak pada sebagian kecil kasus dan kadang-kadang suatu sentinelloop atau adanya udara dalam cabang-cabang biliaris US memperlihatkan batu kandung
empedu dan penebalan dart mukosa Skaning radio-isotopik (HIDA; PIPIDA) berguna
dalam
menemukan
obstruksi
dart
duktus
sistikus.
Penyulit Empiema, gangren dan perforasi kandung empedu, pankreatitis, abses perihepatik,
piemia
porta
dan
septikemi.
Penatalaksanaan Mula-mula suportif dengan cairan iv, analgetik dan antibiotik, misalnya
amoksisilin dan tobramisin. Kolesistektomi yang dilakukan setelah pasien stabil merupakan
pengobatan terpilih walaupun waktu dilakukannya pembedahan yaitu kolesistektomi dini atau
tertunda (interval) masih kontroversial dan bergantung pada kondisi dan usia pasien.
Kolesistektomi
perkutaneus
dapat diindikasikan pada pasien yang sakit berat.
KOLIK
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh impaksi batu dalam duktus sistikus.
BILIARIS
Gambaran
klinis
Gejala: Nyeri yang menetap di epigastrium atau kuadran kanan atas yang biasanya
menghebat
selama
2-3
jam
sebelum
mereda.
Nyeri yang lebih dari 6 jam menyokong pada kolesistitis. Sering ditemukan mual dan
muntah.
Investigasi Diagnosis sebagian besar ditegakkan secara klinis terutama karena batu empedu
sangatlah sering terjadi. Banyak pasien dengan batu empedu dan dispepsia tidak tertolong
dengan kolesistektomi dan pada banyak pasien, rasa tidak enak di perut disebabkan oleh IBS
(sindrom fleksura hepatik) Kenaikan transien dari bilirubin dan fosfatase alkali menyokong
diagnosis kolik biliaris Skintigrafi biliaris dapat memperlihatkan obstruksi duktus sistikus
apabila dilakukan sewaktu serangan.
Penatalaksanaan Berikan analgesia hingga serangan berlalu. Morfin meningkatkan tekanan
sfingter Oddi dan harus dihindari. Kolesistektomi diindikasikan pada pasien yang kuat
menjalani pembedahan. Pada pasien yang tidak kuat atau menolak pembedahan, dapat
diberikan terapi pelarutan batu empedu dengan asam ursodeoksikolat untuk pasien dengan
batu radiolusen berdiameter kurang dari 1,5 cm dan dengan kandung empedu yang rnasih
berfungsi pada kolesistograti oral. Pelarutan komplit terjadi kira-kira 30% pada 12 bulan.
KOLEDOKOLITIASIS
Batu duktus koledokus paling sering berasal dari batu kandung empedu, namun dapat
terbentuk di dalam saluran empedu akibat striktur biliaris, kolangitis sklerotika primer atau
sekunder
atau
pada
penyakit
Caroli.
Gambaran
klinis
Dapat
asimtomatik
Gejala: mencakup kolik biliaris, nyeri intermiten atau konstan di kuadran kanan atas, mual
dan
muntah.
Tanda: ikterus yang berfluktuasi, nyeri tekan kuadran kanan atas dan kandung empedu yang
teraba pada 15% kasus. Demam dan rigor mengindikasikan kolangitis.
Investigas! FBC memperlihatkan suatu leukositosis dan LFT menunjukkan kenaikan
bilirubin, fosfatase alkali dan gama GT; tidak jarang dijumpai sedikit kenaikan dari
transaminase Sering tedadi pemanjangan PT Sinar-X abdomen mungkin memperlihatkan
batu opak atau yang jarang, memperlihatkan udara di dalam cabang-cabang biliaris US
dapat memperlihatkan dilatasi cabang-cabang biliaris, namun tidak sensitif dalam mengenali
batu
di
dalam
CBD
yang
biasanya
memerlukan
ERCP
atau
PTC.
Penyullt Pankreatitis, kolangitis, septikemi, abses hepatik dan kolangitis sklerotika sekunder
atau
sirosis
biliaris.
Penatalaksanaan Pertama-tama berikan analgesia, cairan iv dan antibiotik (misalnya
amoksisilin atau tobramisin). Pengangkatan batu paling baik dengan ERCP, sfingterotomi dan
ekstraksi dengan dengan keranjang atau balon Dormia. Batu yang besar dapat dilarutkan atau
dikurangi ukurannya dengan methyl-tert-butyl- ether atau mono-octanion yang diberikan
melalui suatu selang nasobitiaris. Fragmentasi batu secara mekanik dengan litotripsi mungkin
terbukti sebagai alternatif yang berguna.
Kolelitiasis
(Ur)
Written by Nila Kurnia Ramdani
Thursday, 15 September 2011 15:05
PENDAHULUAN
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak
larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah
larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh
kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam
empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini
kolesterol akan mengendap.4Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai
berikut :
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih
banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum
terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).
-
- Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai
98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah
mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus.
Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi
kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari
berbagai segi keuntungannya, pemeriksaan USG sebaiknya dipakai sebagai langkah
pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu
tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung
empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu
intraduktal.
Pankreatitis Akut
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul
pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar
spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis
koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis8.
2.10. Penatalaksanaan Kolelitiasis
A. Tindakan operatif
1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan
pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu
empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif.
Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone akhirnya akan
menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa
pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan
berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya
Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan
sebagainya.
2. Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang
saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko
tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi dengan kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah :
- Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
- Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang
menyertai, kesulitan teknik operasi dan
- Tersangka adanya pankreatitis.
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan
kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.
B. Tindakan non operatif
1. Terapi Disolusi
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu
melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo,
Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan1.
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada
sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg berat
badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut
sering timbul rekurensi kolelitiasis.
Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :
- Wanita hamil
- Penyakit hati yang kronis
- Kolik empedu berat atau berulang-ulang
- Kandung empedu yang tidak berfungsi.
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan
hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat
(UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau
gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah
kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat
badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan
kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari1.
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a
reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu
yang lama serta tidak selalu berhasil.
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.
Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu
menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung
empedu juga menjadi lebih mudah.
Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu
melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi
UNRAM
10. Nasrullah A. 2009. Laporan Kasus:Koledokolitiasis. KKM Bagian Bedah RSUP
Mataram-FK UNRAM
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu
yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus
hepatikus, empedu masuk