Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis saja. Hal yang perlu ditanyakan
adalah gejala utama yang menonjol, usia timbulnya gejala, frekuensi/ lama dan beratnya serangan,
pengaruh terhadap aktifitas dan tidur, faktor pencetus apakah di dalam rumah, di sekolah, di tempat
kerja, adakah hipereaktifitas hidung, faktor penyakit atopi lain dan atopi dalam keluarga, serta riwayat
pengobatan dan hasilnya.
Pada reaksi alergi fase cepat, gejala klinik yang menonjol adalah bersin-bersin, gatal, rinore
dan kadang-kadang hidung tersumbat, sedang pada reaksi alergi fase lambat gejala yang dominan
adalah hidung tersumbat, post nasal drip dan hiposmia. Perlu ditanyakan riwayat atopi dalam
keluarga, serta manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis seperti asma
bronkial, dermatitis atopi,urtikaria dan alergi terhadap makanan.
Sumber penting alergen di lingkungan pasien juga ditanyakan seperti bagaimana kualitas
udara dan sistem ventilasi dirumah maupun di lingkungan kerja, adanya binatang peliharaan, tipe
lantai, keadaan kamar mandi dan ruang bawah tanah sebagai gudang (bila ada). Faktor pemicu
timbulnya gejala juga perlu ditanyakan seperti lingkungan di rumah, kamar tidur, tempat kerja,
sekolah, kegemaran atau hobi yang dapat mimicu terjadinya gqala. Bila pasien alergi terhadap debu
rumah, gejala memburuk di dalam rumah dan membaik di luar rumah.
Gejala juga di picu bila pasien membersihkan rumah, biasanya memburuk 30 menit sebelum
tidur malam. Bila alergi terhadap jamur, gejala dapat terjadi sepanjang tahun, memburuk pada
lingkungan dengan kelembaban tinggi, dan pada sore hari.
Adanya keadaan hiperaktifitas hidung terhadap iritan non spesifik seperti asap rokok, udara
dingin, bau merangsang seperti bau parfum, masakan, dan polutan juga dapat memicu serta
memperberat gejala rinitis. Riwayat pengobatan yang pernah diiakukan dan hasil dari pengobatan
serta kepatuhan berobat juga perlu ditanyakan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan gambaran yang khas pada anak berupa allergic shiner
(bayangan gelap dibawah kelopak mata karena sumbatan pembuluh darah vena), allergic salute karena
anak sering menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan ke arah atas karena gatal dan allergic
crease berupa garis melintang di dorsum nasi sepertiga bawah karena sering menggosok hidung.
Pada anak dengan sumbatan hidung kronik dapat menimbulkan facies adenoid karena sering
bernafas lewat mulut. Hal ini menyebabkan lengkung palatum yang tinggi dan gangguan pertumbuhan
gigi sehingga terjadi penonjolan kedepan dari gigi seri atas.
Pasien sering menggerak-gerakkan mulut dan gigi saat tidur terutama pada anak untuk
mengatasi gejala rasa penuh di telinga akibat sumbatan tuba. Kadang-kadang ditemukan adanya
krusta dan kulit yang kasar di daerah lubang hidung.
Pada mata dapat ditemukan kemerahan, dengan hiperlakrimasi. Pada rinoskopi anterior
tampak mukosa konka inferior atau media edema, basah,berwarna pucat atau livid disertai adanya
sekret encer bening dan banyak. Perlu juga dilihat apakah terdapat kelainan septum (lurus, deviasi,
spina, krista), dan polip hidung yang dapat memperberal gejala hidung tersumbat. Bila fasilitas
tersedia dapat dilakukan nasoendoskopi, apakah ada gambaran konka bulosa atau polip kecil di daerah
meatus medius serta komplek osteomeatal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan pertama untuk menegakkan diagnosis, tetapi
dapat dipakai sebagai pemeriksaan penunjang atau untuk mencari penyebab lain yang mempengaruhi
timbulnya gejala klinik.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto polos sinus paranasal, CT Scan maupun MRI (bila fasilitas tersedia) tidak
dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis rhinitis alergi, tetapi untuk menyingkirkan adanya
kelainan patologi atau komplikasi rhinitis alergi terutama bila respon pengobatan tidak memuaskan.
Pada pemeriksaan foto polos dapat ditemukan penebalan mukosa sinus (gambaran khas sinus akibat
alergi), perselubungan homogen serta gambaran batas udara cairan di sinus maksila.
5. Tes intradermal
Tes ini memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes cukit, walaupun reaksi
positif palsu atau reaksi anafilaksis lebih sering terjadi. Sebaiknya yang dilakukan tes intradermal
hanya yang memberikan hasil negatif pada tes cukit.
SET (Skin End Point Titration) merupakan pengembangan tes intradermal larutan tunggal
(disebut juga pengenceran larutan berganda), dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan
alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, dapat juga
menentukan derajat alergi serta dosis awal untuk imunoterapi.
DIAGNOSA KLINIS RINITIS ALERGI
Pada kasus 4 ditemukan kecocokan klinis yaitu bersin yang berkepanjangan, rinore bening encer,
frekuensi serangan sering, dan mengganggu pekerjaan serta riwayat keluarga yang memiliki penyakit
yang sama.