Anda di halaman 1dari 4

DIAGNOSIS RINITIS ALERGI

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior atau


nasoendoskopi, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis saja. Hal yang perlu ditanyakan
adalah gejala utama yang menonjol, usia timbulnya gejala, frekuensi/ lama dan beratnya serangan,
pengaruh terhadap aktifitas dan tidur, faktor pencetus apakah di dalam rumah, di sekolah, di tempat
kerja, adakah hipereaktifitas hidung, faktor penyakit atopi lain dan atopi dalam keluarga, serta riwayat
pengobatan dan hasilnya.

Gejala-gejala rinitis yang perlu ditanyakan adalah


o Adanya bersin-bersin lebih dari 5 kali (setiap kali serangan)
o Rinore (ingus bening, encer, dan banyak)
o Gatal di hidung, tenggorokan, langit-langit atau telinga
o Gatal di mata, berair dan kemerahan
o Hidung tersumbat(menetap/berganti-ganti)
o Hiposmia/anosmia
o Sekret di belakang hidung/post nasal drip atau batuk kronik
o Adanya variasi diurnal (memburuk pada pagi hari-siang dan membaik pada saat
malam hari)
o Penyakit penyerta: sakit kepala berhubungan dengan tekanan hidung dan sinus
akibat sumbatan yang berat, kelelahan, penurunan konsentrasi, gejala radang
tenggorokan, mendengkur, gejala sinusitis, gejala sesak nafas dan asma.
o Frekuensi serangan, lama sakit (intermiten/persisten), beratnya penyakit,
efeknya pada kualitas hidupseperti adanya gangguan pada pekerjaan, sekolah,
berolahraga, bersantai dan melakukan aktifitas sehari-hari.

Pada reaksi alergi fase cepat, gejala klinik yang menonjol adalah bersin-bersin, gatal, rinore
dan kadang-kadang hidung tersumbat, sedang pada reaksi alergi fase lambat gejala yang dominan
adalah hidung tersumbat, post nasal drip dan hiposmia. Perlu ditanyakan riwayat atopi dalam
keluarga, serta manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis seperti asma
bronkial, dermatitis atopi,urtikaria dan alergi terhadap makanan.

Sumber penting alergen di lingkungan pasien juga ditanyakan seperti bagaimana kualitas
udara dan sistem ventilasi dirumah maupun di lingkungan kerja, adanya binatang peliharaan, tipe
lantai, keadaan kamar mandi dan ruang bawah tanah sebagai gudang (bila ada). Faktor pemicu
timbulnya gejala juga perlu ditanyakan seperti lingkungan di rumah, kamar tidur, tempat kerja,
sekolah, kegemaran atau hobi yang dapat mimicu terjadinya gqala. Bila pasien alergi terhadap debu
rumah, gejala memburuk di dalam rumah dan membaik di luar rumah.

Gejala juga di picu bila pasien membersihkan rumah, biasanya memburuk 30 menit sebelum
tidur malam. Bila alergi terhadap jamur, gejala dapat terjadi sepanjang tahun, memburuk pada
lingkungan dengan kelembaban tinggi, dan pada sore hari.

Adanya keadaan hiperaktifitas hidung terhadap iritan non spesifik seperti asap rokok, udara
dingin, bau merangsang seperti bau parfum, masakan, dan polutan juga dapat memicu serta
memperberat gejala rinitis. Riwayat pengobatan yang pernah diiakukan dan hasil dari pengobatan
serta kepatuhan berobat juga perlu ditanyakan.
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan gambaran yang khas pada anak berupa allergic shiner
(bayangan gelap dibawah kelopak mata karena sumbatan pembuluh darah vena), allergic salute karena
anak sering menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan ke arah atas karena gatal dan allergic
crease berupa garis melintang di dorsum nasi sepertiga bawah karena sering menggosok hidung.

Pada anak dengan sumbatan hidung kronik dapat menimbulkan facies adenoid karena sering
bernafas lewat mulut. Hal ini menyebabkan lengkung palatum yang tinggi dan gangguan pertumbuhan
gigi sehingga terjadi penonjolan kedepan dari gigi seri atas.

Pasien sering menggerak-gerakkan mulut dan gigi saat tidur terutama pada anak untuk
mengatasi gejala rasa penuh di telinga akibat sumbatan tuba. Kadang-kadang ditemukan adanya
krusta dan kulit yang kasar di daerah lubang hidung.

Pada mata dapat ditemukan kemerahan, dengan hiperlakrimasi. Pada rinoskopi anterior
tampak mukosa konka inferior atau media edema, basah,berwarna pucat atau livid disertai adanya
sekret encer bening dan banyak. Perlu juga dilihat apakah terdapat kelainan septum (lurus, deviasi,
spina, krista), dan polip hidung yang dapat memperberal gejala hidung tersumbat. Bila fasilitas
tersedia dapat dilakukan nasoendoskopi, apakah ada gambaran konka bulosa atau polip kecil di daerah
meatus medius serta komplek osteomeatal.

Pada pemeriksaan tenggorok, mungkin didapatkan bentuk geographic tongue (permukaan


lidah sebagian licin dan sebagian kasar) yang biasanya akibat alergi makanan, adenoid yang
membesar, permukaan dinding laring posteriorkasar (cobble stone appearance), dan penebalan lateral
pharyngeal bands akibat sekret mengalir ke tenggorokan yang kronik.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Ig E total serum


Secara umum, kadar Ig E total serum rendah pada orang normal dan meningkat pada
penderita atopi, tetapi kadar Ig E normal tidak menyingkirkan adanya rinitis alergi. Pada orang
normal, kadar Ig E meningkat dari lahir (0-1KU/L) sampai pubertas dan menurun secara bertahap dan
menetap setelah usia 20-30 tahun.
Pada orang dewasa kadar > 100-150 KU/L dianggap lebih dari normal. Kadar meningkat
hanya dijumpai pada 60Yo penderita rinitis alaergi dan 75% penderita asma. Terdapat berbagai
keadaan dimana kadar Ig E meningkat yaitu infeksi parasit, penyakit kulit (dermatitis kronik, penyakit
pemfigoid bulosa) dan kadar menurun pada imunodefisiensi serta multipel mieloma. Kadar Ig E
dipengaruhi juga oleh ras dan umur, sehingga pelaporan hasil harus melampirkan nilai batas normal
sesuai golongan usia. Pemeriksaan ini masih dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring, tetapi
tidak digunakan lagi untuk menegakkan diagnosis.

2. Pemeriksaan Ig E Spesifik serum (metode RAST)


Pemeriksaan ini untuk membuktikan adanya Ig E spesifik terhadap suatu alergen.
Pemeriksaan ini cukup sensitif dan spesifik (>85%), akurat, dapat diulang dan bersifat kuantitatif.
Studi penelitian membuktikan adanya korelasi yang baik antara Ig E spesifik dengan uji kulit, gejala
klinik dan tes provokasi hidung bila menggunakan alergen yang terstandarisasi. Hasil baru bermakna
bila ada korelasi dengan gejala klinik, seperti pada tes kulit. Cara lain adalah Modified RAST dengan
sistem scoring.

Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan pertama untuk menegakkan diagnosis, tetapi
dapat dipakai sebagai pemeriksaan penunjang atau untuk mencari penyebab lain yang mempengaruhi
timbulnya gejala klinik.

1. Pemeriksaan sitologi sekret dan mukosa hidung


Bahan pemeriksaan diperoleh dari sekret hidung secara langsung (usapan), kerokan, bilasan
dan biopsi mukosa. Pengambilan sediaan untuk pemeriksaan ini sebaiknya dilalrukan pada puncak
RAFL pasca pacuan alergen atau saat bergejala kuat. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan dan
biasanya hanya untuk keperluan penelitian dan harus dikerjakan oleh tenaga terlatih.

2. Tes provokasi hidung Nasal challenge test


Pemeriksaan ini dilakukan bila tidak terdapat kesesuaian antara hasil pemeriksaan diagnosis
primer (tes kulit) dengan gejala klinik. Secara umum, tes ini lebih sulit untuk diulang dibandingkan
dengan tes kulit dan pemeriksaan Ig E spesifrk. Tes provokasi menempatkan penderita pada situasi
beresiko untuk terjadinya reaksi anafi laksis

3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto polos sinus paranasal, CT Scan maupun MRI (bila fasilitas tersedia) tidak
dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis rhinitis alergi, tetapi untuk menyingkirkan adanya
kelainan patologi atau komplikasi rhinitis alergi terutama bila respon pengobatan tidak memuaskan.
Pada pemeriksaan foto polos dapat ditemukan penebalan mukosa sinus (gambaran khas sinus akibat
alergi), perselubungan homogen serta gambaran batas udara cairan di sinus maksila.

4. Tes cukit(tusuk prick test)


Tes kulit digunakan secara luas sebagai salah satu alat untuk menegakkan diagnosis alergi
terhadap alergen dan merupakan indikator yang aman, mudah dilakukan, hasil cepat didapat, biaya
yang relatif murah dengan sensitifitas tinggi serta dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring.
Tes cukit dapat mendiagnosis rhinitis alergi akibat allergen inhalasi berderajat sedang sampai
berat, tetapi pada penderita dengan sensitifitas rendah, kemungkinan tidak terdeteksi walaupun
terdapat korelasi dengan gejala klinik. Bila pada anamnesis terdapat kecurigaan adanya alergi,
sedangkan tes kulit negative, tindakan yang perlu dilakukan adalah:
a. Periksa obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil tes.
b. Periksa adakah penyebab hasil negative palsu.
c. Observasi pasien selama adanya paparan allergen yang tinggi.
d. Lakukan tes provokasi atau tes inhadermal (bila fasilitas tersedia).

5. Tes intradermal
Tes ini memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes cukit, walaupun reaksi
positif palsu atau reaksi anafilaksis lebih sering terjadi. Sebaiknya yang dilakukan tes intradermal
hanya yang memberikan hasil negatif pada tes cukit.
SET (Skin End Point Titration) merupakan pengembangan tes intradermal larutan tunggal
(disebut juga pengenceran larutan berganda), dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan
alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, dapat juga
menentukan derajat alergi serta dosis awal untuk imunoterapi.
DIAGNOSA KLINIS RINITIS ALERGI

Pada kasus 4 ditemukan kecocokan klinis yaitu bersin yang berkepanjangan, rinore bening encer,
frekuensi serangan sering, dan mengganggu pekerjaan serta riwayat keluarga yang memiliki penyakit
yang sama.

Anda mungkin juga menyukai