Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF

SYMPTOM MANAJEMEN: BOWEL CARE, BLADDER CARE

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan


Paliatif yang diampu oleh
Petrus Nugroho Djoko Santoso, S.Kep, MMR

Disusun Oleh :
1. Febriyanti Ks. (P1337420317001)
2. Gustiar Aji Prayoga (P1337420317030)
3. Labibatus Sikha (P1337420317034)
4. Zulfiyati Infitah Fuzana (P1337420317046)

Kelas:
3 Reguler A

PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya, Makalah Keperawatan Paliatif tentang “Symptom
Manajemen: Bowel Care, Bladder Care” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Meskipun masih banyak kekurangan baik dari isi, sistematika, maupun cara
penyajiannya.
Makalah Keperawatan Paliatif “Symptom Manajemen: Bowel Care,
Bladder Care” ini adalah sebagai pemenuhan tugas matakuliah Keperawatan
Paliatif Semester 6 Program Studi DIII Keperawatan Pekalongan.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Petrus Nugroho Djoko
Santoso, S.Kep, MMR selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
Paliatif ini. Serta bagi semua pihak yang turut mendukung dalam pembuatan
makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam
mempelajari materi tentang Symptom Manajemen: Bowel Care, Bladder Care
pada keperawatan paliatif . Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca

Pekalongan, Desember 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sistem Perkemihan .................................................................................. 3


B. Gangguan/ Gejala Sistem Perkemihan Pada Pasien Paliatif ................... 4
1. Hematuria .......................................................................................... 4
2. Frekwensi/Urgency ........................................................................... 4
3. Inkontinensia Urin ............................................................................. 5
C. Symptom Management ........................................................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................. 9
B. Saran ....................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang
menyeluruh dengan pendekatan multi disiplin yang terintegrasi. Tujuannya
adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada
keluarganya.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium
lanjut tidak mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu
pada akhirnya berakar pada konsep terapi yang eksklusif dalam
menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk
mengambil tindakan paliatif baru dilakukan setelah segala usaha
penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif. Padahal seharusnya, palliative
care dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan rehabilitasi baik
pada fase dini maupun lanjut.
Gejala gabungan dari frekuensi kencing, urgensi, nokturia, dan
inkontinensia (terlalu aktif kandung kemih) adalah gejala umum dalam suatu
populasi lanjut usia, tetapi juga terlihat pada pasien perawatan paliatif dan
yang paling sering disebabkan oleh overactivity otot detrusor. Gejala-gejala
ini dapat menyebabkan penurunan ditandai kualitas hidup dan manajemen
farmakologis secara tradisional dengan obat antikolinergik. Obat-obat ini
membawa risiko tinggi efek samping dan sering buruk ditoleransi oleh pasien
perawatan paliatif. manajemen lainnya pendekatan, bagaimanapun, seperti
penggunaan urisheaths nyata dapat meningkatkan kualitas hidup tanpa
menambah beban gejala pada pasien mendekati akhir kehidupan. Dari
penjelasan diatas maka kelompok akan membahas management gejala pada
system perkemihan.

4
B. Rumusan Masalah
1. apa saja gejala yang muncul pada pasien paliatif terkait dengan system
perkemihan
2. apa saja gejala yang muncul pada pasien paliatif terkait dengan system
perkemihan

C. Tujuan Penulisan
Dari uraian di atas maka diharapkan mahasiswa dapat :
1. Mengetahui apa saja gejala yang muncul pada pasien paliatif terkait
dengan system perkemihan
2. Mengetahui bagaimana intervensi / penatalaksanaan yang tepat dari
gejala yang muncul

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan berfungsi sebagai tempat memproses
berlangsungnya pembetukan urin dan menghilangkan jenis produk limbah
dari aliran darah yang disebut urea. Urea adalah senyawa yang dihasilkan
ketika makanan yang mengandung protein, seperti daging, unggas, dan
sayuran tertentu, dipecah dalam tubuh, dan dihapus dari darah dengan air
untuk membentuk urin dalam ginjal.
Setelah urin telah disaring dari darah di ginjal, perjalanan menyusuri
dua tabung sempit yang disebut ureter untuk disimpan di dalam kandung
kemih. Ureter panjang sekitar 16 sampai 25 cm. otot kecil di dinding ureter
terus berkontraksi dan rileks untuk mendorong urin menurun dari ginjal.
Setiap 10 sampai 15 detik, sejumlah kecil urin disimpan di dalam kandung
kemih dari ureter
Otot melingkar di sekitar uretra disebut sfingter bertindak sebagai
katup dan membantu menjaga air seni dari bocor dari kandung kemih. Otot-
otot sphincter menutup erat seperti karet gelang di sekitar pembukaan
kandung kemih ke uretra, tabung yang memungkinkan urin untuk lulus di luar
tubuh.
Pada titik tertentu selama mengisi kandung kemih dari ureter, tekanan
internal dalam kandung kemih menjadi cukup kuat untuk mengaktifkan
reseptor peregangan di dinding kandung kemih. Ketika reseptor peregangan
ini sinyal pesan ke sistem saraf, gelombang kontraktil kecil terjadi pada otot
detrusor, dan internal sfingter uretra otomatis rileks dan menjadi corong
berbentuk. Sphincter eksternal sekarang harus sadar diperketat, dan dorongan
untuk buang air kecil menjadi sangat jelas. Untuk buang air kecil, seseorang
harus mengendurkan sphincter eksternal dan kontraksikan otot detrusor untuk
mengosongkan kandung kemih.

6
Ketika merasa sudah waktunya untuk buang air kecil, maka otak akan
mengirimkan sinyal ke otot-otot kandung kemih untuk berkontraksi. Dalam
aksi bersama, otak juga sinyal otot sphincter dalam uretra untuk relaksasi.
Sebagai otot sphincter bersantai, urin keluar dari kandung kemih melalui
uretra. Ketika semua sinyal terjadi dalam urutan yang benar, maka terjadi
buang air kecil yang normal.

B. Gangguan/Gejala Pada Sistem Perkemihan Pada Pasien Paliatif


1. Hematuria
Hematuria atau yang disebut kencing berdarah adalah sebuah
kondisi terdapatnya sel darah merah pada urin. Hematuria dapat
diketahui dari perubahan warna urine yang menjadi kemerahan atau
kecoklatan (gross hematuri) atau bisa saja urin tetap jernih tetapi
ditemukan sel darah merah dari pemeriksaan urin di laboratorium
(microscopic hematuria)
a. Penyebab hematuria pada pasien dengan kanker adalah :
1) Infeksi: sistitis, prostatitis, uretritis, septikemia
2) Malignansi: tumor primer atau sekunder
3) Latrogenic: nefrostomi, pemasangan stent, atau kateter, emboli
4) Gangguan hemostasis
5) Penyakit ginjal
6) Urolitiasis
b. Penatalaksanaan sesuai penyebab yang ada. Jika perdarahan ringan,
intervensi khusus sering tidak diperlukan. Pada perdarahan berat,
kateter khusus diperlukan untuk mengeluarkan bekuan darah.
Pencucian vesika urinaria dilakukan secara kontinu.
2. Frekwensi/Urgency
a. Penyebab frekuensi adalah poliuri, inflamasi, kapasitas vesika
urinaria yang menurun, hiperaktivitas detrusor dan obstruksi traktus
urinarius bawah. Volume yang berlebihan atau vesika urinaria yang
tidak normal menyebabkan urgensi.

7
b. Tata laksana:
1) Antikolinergik: oxybutynin 2.5 – 5 mg oral/ 6-8 jam
2) Hyoscinebutylbromide 30 – 180 mg/24 jam infus SC
3) Phenazopyridin (efekanestesilokal): 100 – 200 mg PO/ 8 jam

3. Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung
kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan.
a. Inkontinensia urin banyak terjadi pada pasien stadium lanjut yang
menyebabkan iritasi serius pada kulit dan perineum.
b. Penyebab:
1) Overflow inkontinensia/inkontinensia aliran berlebih
Adalah suatu kondisi ketika tidak dapat benar-benar
mengosongkan kandung kemih saat buang air kecil, sehingga
sisa-sisa urin dari dalam kandung kemih kemudian merembes
tanpa disadari.
Disebabkan oleh obstruksi vesika Urinaria akibat infiltrasi
sel kanker, hipertropi prostat, faecal impaction, striktura,
Gangguan detrusor efek samping anti kolinergik, gangguan
saraf spinal, somnolence, bingung, demensia, kelemahan
umum.
2) Stress inkontinensia/ Inkontinensia Tekanan
Pelepasan urin yang tidak terkontrol selama aktivitas yang
meningkatkan tekanan dalam lubang intra abdominal. Seperti
saat batuk, bersin, tertawa keras, atau mengangkat beban.
Kondisi ini disebabkan oleh Insufisiensi sphincter:
gangguan saraf spinal atau sacral, infiltrasikanker, Operasi,
menopause, multipara
3) Urge inkontinensia
Pelepasan urin yang tidak terkontrol sebentar setelah ada
peringatan ingin melakukan urinasi. Seringkali perubahan

8
posisi tubuh atau mendengar suara aliran sir membuat penderita
mengompol.
Disebabkan oleh Hiperaktifitas detrusor poliuria: infeksi,
inflamasi, infiltrasi, radiasi, kemoterapi, Gangguan SSP atau
saraf spinal, dan kecemasan
4) Continues inkontinensia/inkontinensia kontinu
Inkontinensia Kontinu Adalah urin yang selalu keluar setiap
saat dan dalam berbagai posisi. Disebabkan oleh Fistula:
infiltrasi, operasi, radiasi
c. Tata laksana:
1) Atasi penyebab
2) Cara umum Mempermudah akses ke toilet
a) Bantu untuk dapat menggunakan fasilitas yang ada
b) Buang Air Kecil secara teratur
c) Hindari cairan yang berlebihan
d) Evaluasi obat yang digunakan
e) Kateterisasi
f) Perawatan kulit
3) Obat penghambat alfa: prazosin 0,5 – 1 mg PO/12 jam
a) Kolinergik: bethanecol 5 – 30 mg PO/ 6 jam
b) Adrenegik: ephedrine 25 – 50 mg PO/8 jam
c) Antidepresant

Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus gangguan buang air


kecil yaitu dengan bladder training.

C. Symptom Management
1. Prinsip tata laksana gejala
Gejala yang muncul pada pasien dengan penyakit stadium lanjut
bervariasi. Prinsip tata laksananya adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi:
1) Evaluasi terhadap gejala yang ada:

9
a) Apa penyebab gejala tersebut (kanker, anti kanker dan
pengobatan lain, tirah baring, kelainan yang menyertai)
b) Mekanisme apa yang mendasari gejala yang muncul?
(misalnya: muntah karena tekanan intrakranial yang
meningkat gastrointestinal)
c) Adakah hal yang memperberat gejala yang ada (cemas,
depresi, insomnia, kelelahan)
d) Apakah dampak yang muncul akibat gejala tersebut?
(misalnya: tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, tidak dapat
beraktifitas)
e) Pengobatan atau tindakan apa yang telah diberikan? Mana
yang tidak bermanfaat?
f) Tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi
penyebabnya?
2) Evaluasi terhadap pasien:
a) Seberapa jauh progresifitas penyakit? Apakah gejala yang
ada merupakan gejala terminal atau sesuatu yang bersifat
reversible?
b) Apa pendapat pasien terhadap gejala tersebut?
c) Bagaimana respon pasien?
d) Bagaimana fungsi tubuh? (Gunakan KARNOFSK RATING
SCALE)
b. Penjelasan:
Penjelasan terhadap penyebab keluhan yang muncul sangat
bermanfaat untuk mengurangi kecemasan pasien. Jika dokter tidak
menjelaskan, mungkin pasien bertambah cemas karena menganggap
dokter tidak tahu apa yang telah terjadi dalam dirinya.
c. Diskusi
Diskusikan dengan pasien pilihan pengobatan yang ada, hasil yang
dapat dicapai dengan pilihan yang tersedia, pemeriksaan yang
diperlukan, dan apa yang akan terjadi jika tidak dilakukan pengobatan.

10
d. Pengelolaan secara individu
Pengobatan bersifat individual, tergantung pada pilihan yang tersedia,
manfaat dan kerugian pada masing-masing pasien dan keinginan
pasien dan keluarga. Pengobatan yang diberikan terdiri dari:
1) Atasi masalah berdasarkan penyebab dasar: atasi penyebabnya
bila memungkinkan (Pasien dengan nyeri tulang karena
metastase, lakukan radiasi bila memungkinkan. Pasien dengan
sesak nafas karena spasme bronkus, berikan bronkodilator)
2) Prinsip pengobatan: setiap obat opioid dimulai dengan dosis
terendah, kemudian lakukan titrasi, untuk mendapatkan efek yang
optimal dan dapat mencegah penderitaan dan penurunan kualitas
hidup akibat efek samping obat tersebut.
3) Terapi fisik: selain dengan obat, modalitas lain diperlukan untuk
mengatasi gejala misalnya relaksasi, pengaturan posisi,
penyesuaian lingkungan, dll.
e. Perhatian Khusus
Walaupun gejala yang ada tidak dapat diatasi penyebabnya, mengatasi
keluhan secara simtomatis dengan memperhatikan hal-hal kecil sangat
bermanfaat (misalnya jika operasi, kemoterapi atau radiasi pada
kanker esophagus tidak dapat lagi diberikan, pengobatan untuk jamur
di mulut akan bermafaat bagi pasien). Gunakan kata tanya “Mengapa”
untuk dapat mengatasi mencari penyebab gejala. (misalnya: seorang
pasien kanker paru muntah. Pasien tidak hiperkalsemia atau dengan
opioid. Mengapa pasien muntah?
f. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien, gejala yang ada dan dampak pengobatan
yang diberikan sangat diperlukan karena pada stadium lanjut, karena
keadaan tersebut dapat berubah dengan cepat.

11
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang
menyeluruh dengan pendekatan multi disiplin yang terintegrasi. Tujuannya
adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada
keluarganya.
Pada pasien paliatif banyak gejala yang muncul tekait dengan system
perkemihan seperti hematuria, urgensi, inkontsiauri dan dari gejala tersebut
management gejala meliputi evaluasi, pengawasan, diskusi, pengelolaan
secarai ndividu, perhatian khusus. Dari uraian di atas diharapkan klien
paliatif dapat merasa nyaman dan dapat mengurangi penderitaan sehingga
kualitas hidupnya dapat meningkat.

B. Saran
Berdasarkan teori yang dibahas dalam makalah, penulis berharap untuk
kedepannya baik dari :
1. Perawat :
a. Dapat melakukan Bowel Bladder Care kepasien secara menyeluruh
dan komperhensif.
b. Dapat mengembangkan bidang keilmuan Bowel Bladder Care dalam
proses pemberian asuhan keperawatan, sehingga proses keperawatan
yang diperikan semakin baik kedepannya.
2. Keluarga:
Keluarga dapat menerapakan dan mengaplikasikan secara langsung
prinsip bowel bladder care kepada anggota keluarga yang mengalami
terminal deases.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2017. Petunjuk Teknis Paliatif Kanker Pada Pasien Dewasa.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak

Menular. Online: http//p2ptm.kemkes.go.id/upload/2017/08/PETUNJUK_

TEKNIS_PALIATIF_KANKER_PADA_DEWASA.pdf

http://id.scribd.com/document?352726308/Bladder-care-Symptom-Management

https://Myhealth.Alberta.Ca/Palliative-Care/Resources/Symptom Management

/Bowel-And-Bladder-Problems.

Mike HarlosMd, Ccfp, Fcfp. 2015.Symptom Management InPaliativeIcu Patient.

13

Anda mungkin juga menyukai