Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“ATRESIA DUCTUS HEPATICUS“

Dosen : Ns. Jetty Mongdong.,S.Kep.,M.MKes

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 15
ANGELICA MULOKE 21061094
VIOLETA KAWULUSAN 21061090

UNIVERSITAS SARIPUTRA INDONESIA TOMOHON

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah “Atresia Ductus Hepaticus” ini dengan baik.

Dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan makalah ini, dan juga
kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak penyempurnaan makalah ini, sangat
penulis harapkan.

Kami berharap semoga makalah ini memberi manfaat serta memberikan


informasi yang berguna bagi kita semua yang membutuhkannya.

Tomohon, September 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………...……………
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG…………………………………………...………..
1.2. RUMUSAN MASALAH………………………………………………....
1.3. TUJUAN……………………………………………………………..........
1.4. MANFAAT…………………………………………………………..........

BAB II : TINJAUAN TEORI


A. DEFINISI………………………………………………………………...
B. KLASIFIKASI……………………………………………………………
C. ETIOLOGI…………………..……………………………………………
D. MANIFESTASI KLINIS…………………………………………………
E. PATOFISIOLOGI…...……………………………………………………
F. PATHWAY…….……….………………………………………………..
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG…………………………………………
H. KOMPLIKASI……………………………………………………………
I. PENATALAKSANAAN…………………………………………………
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN…………………………………………………
A. PENGKAJIAN……………………………………………………………
B. DIAGNOSA………………………………………………………………
C. PERENCANAAN…………………………………………………………
D. IMPLEMENTASI………………………………………………………....
E. EVALUASI………………………………………………………………..
BAB IV : PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………
B. SARAN…………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..............
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-
anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi
baru lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia
bilier tidak diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan
paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian
besar dunia Barat.
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian
atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan
bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila
pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%.
Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia
8 minggu.
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia dari saluran-
saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan empedu dari hati. Empedu
dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan masuk ke usus di mana ia membantu
mencerna makanan, lemak, dan kolesterol. Hilangnya saluran empedu menyebabkan
empedu untuk tetap di hati. Ketika empedu mulai merusak hati, menyebabkan jaringan
parut dan hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan dapat bekerja dengan baik dan
sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencangkokan hati menjadi perlu. Atresia bilier
dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk transplantasi hati dalam 1 sampai 2
tahun pertama kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.2 Apa sajakah klasisfikasi dari Apa definisi dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.3 Apa etiologic dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.4 Apa sajakah manifestasi klinis dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.5 Bagaimanakah patofisiologi Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.6 Bagaimana patway Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.7 Apa pemeriksaan penunjang Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.8 Apa komplikasi Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.9 Apa penatalaksanaan Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.10 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien Atresia Ductus
Hepaticus?

1.3 Tujuan
Untuk memahami penyakit Atresia Ductus Hepaticus
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Atresia Bilier suatu defek kongenital, yang terjadi akibat tidak adanya atau obstruksi
satu atau lebih kandung empedu ekstrahepatik atau intrahepatik, yang menyebabkan
penyimpanan drainase kandung empedu (Morgan Speer, 2008)
Atresia Bilier adalah suatu penghambatan didalam pipa/ saluran-saluran yang membawa
cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan
kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. Atresia bilier merupakan proses
inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L.
Wong, 2008).

B. Klasifikasi
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten)
II. (a) Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan
kandung empedu semuanyanormal).
(b) Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.
Kandung empedu normal.
III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan
tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua
kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II.
Atresia Billiary cibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Atresia Billiary Intra Hepatik
Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih jarangdibandingkan
ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita atresia.Ditemukan saluran empedu
proksimal yang terbuka lumennya. Tetapitidak berhubungan dengan duodenum.
Atresia hanya melibatkan duktuskoledukus distal. Sirosis bilier terjadi lambat.
2. Atresia Billiary Ekstra Hepatik
Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar 90 %dari
penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan kematian.Ditemukan bahwa seluruh
sistem saluran empedu ekstra hepatik mengalami obliterasi sirosis bilier terjadi cepat.
Gejala klinik dan patologik bergantung pada awal proses penyakitnya dan bergantung
padasaat penyakit terdiagnosis. Atresia Ekstra Hepatik terbagi menjadi 2 yaitu:
a) Embrional
1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional. Awal prosesnya
merusak saluran empedu mulai sejak masa intrauterinhingga saat bayi lahir. Pada
penderita tidak ditemukan masa bebasikterus setelah pperiode ikterus neonatorum
fisiologis (2 minggu pertama kelahiran).
b) Perinatal
2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal. Awal prosesnya
adalah gejala ikterus setelah periode ikterus psikologik menghilang. Kemudian
diteruskan ikterus yang progresif.

C. Etiologi
Faktor penyebab dari Atresia Bilier ini belum jelas. Namun, sebagian besar penulis
berpendapat bahwa Atresia Bilier disebabkan oleh suatu proses inflamasi yang merusak
duktus bilier dan juga akibat dari paparan lingkungan (disebabkan oleh virus) selama periode
kehamilan dan perinatal (Sodikin, 2011).

D. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit
ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan akan dikeluarkan dalam aliran darah.
2. Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir.
Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi
dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada
dua atau tiga minggu setelah lahir
3. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
4. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke
dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat
pembesaran hati.
5. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
6. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali,
Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga
menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh.

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
2. Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar kedalam aliran darah
yang menyebabkan kulit merasa gatal
3. Rewel
4. Splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / Tekanan
darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).

E. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan
atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati
menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal
sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Penyebab sebenarnya atresia billier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau
viral injury bertanggung jawab atas proses progresif yang menimbulkan obliterasi total
saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia billier tidak terlihat pada
janin, bayi yang lahir mati (stillbirth) atau bayi baru lahir, keadaan ini menunjukkan bahwa
atresia billier terjadi pada akhir kehamilan atau dalam periode perinatal dan bermanifestasi
dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan
menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Akan terjadi berbagai derajat kolestasis yang menimbulkan pruritus berat.
Pembedahan untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan
dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat
dikurangi. (Sumber: Wong, Donna L.(et.al). 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong.
Jakarta: EGC).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan
dan menyebabkan empedu balik ke hati. Ini akan menyebabkan peradangan , edema, dan
degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis, sirosis, dan hipertensi portal sehingga akan
mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal.
Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat
mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning.
Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak
dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap
oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam
tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang
larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping
seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.
F. Pathway
ATRESIA BILIER

Kelainan Kongenital Infeksi


KKongenital Virus/Bakteri
Obstruksi saluran Obstruksi saluran empedu Kerusakan progresif
empedu intra hepatik ekstra hepatik pada ductus bilier

Empedu Ekskresi Saluran Empedu Inflamasi Progresif


kembali ke hati Bilirubin tidak terbentuk
MK : Hipertermi
Gg. Penyerapan
lemak dan Obstruksi aliran dari Lemak dan vitamin
vitamin larut hati ke dalam larut lemak tidak
dapat di absorbsi
lemak
Gg. Supply Proses
darah pd sel Malnutrisi
peradangan
hepar Kekurangan vitamin
pada hati
larut lemak (A, D, E
Mual Muntah dan K)
Kerusakan Hepatomegali
ductus y
MK : Gg.
empedu sel MK :
hepatik Distensi abdomen Pertumbuhan
Kekurangan dan
dan kebutuhan
Volume Cairan perkembangan
oksigen meningkat
Kerusakan sel
ekskresi
MK : Gg. Nutrisi
MK : Pola
kurang dari
Bilirubin nafas tidak
kebutuhan tubuh
efektif

Keluar ke aliran
darah dan kulit

MK : Kerusakan
Priuritis Ikterus
integritas kulit
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sodikin (2011), Secara garis besar pemeriksaanyang dilakukan untuk mendeteksi
atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan serum darah
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin
untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan
pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin
direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT
> 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan
hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-
GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
b) Pemeriksaan Urine
Urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus, tetapi urobilin
dalam urine negatif, hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
c) Pemeriksaan feces
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin dalam tinja
berkurang karena adanya sumbatan.

2. Biopsi hati
Biopsi hati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang
dilakukan dengan pengambilan jaringan hati.

H. Komplikasi
1. Kolangitis
Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu
yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutama
dalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60%
kasus. Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis
(demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses
acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah
dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic
hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus
pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu.
Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal
dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan
bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh
echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan dapat membalikkan
hipertensi pulmonal ke tahap semula.
4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul pada pasien
dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan
harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang
berhasil.
5. Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran
empedu, dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya
dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan
hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari
setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini juga
mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi
Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk
berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

I. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
a) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
- Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliran
empedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal
pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder.
b) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan :
- Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang
hepatotoksik.

2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu :
a) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy
untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak
dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
b) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E,
K.

3. Terapi bedah
a) Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu
keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk
melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus,
dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini
hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan
pencangkokan hati.
b) Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan
kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun
terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami
tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-
anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan
telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga
meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak
dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan
untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah
dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang
disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak
dengan atresia bilier.

Berdasarkan treatment yang diberikan :


1. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan
fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
2. Supportive treatment
a) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan
berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis,
kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik
vitamin ini.
b) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami
obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin
larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang
mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
c) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke
dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
d) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu
dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Hal ini dilakukan
sebagai standar prosedur yang harus dilakukan untuk mengkaji keadaan pasien.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2 minggu sampai 2
bulan. Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir.
Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna
kuning pada sel darah merah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2 minggu atau 2
bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses berwarna pucat. Anak juga
mengalami distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus. Anak tidak mau minum dan
kadang disertai letargi (kelemahan).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri atau masalah dengan kekebalan
tubuh.
5. Riwayat Perinatal
- Antenatal : Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita
infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus
rubella.
- Intra natal : Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran bayi
terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan.
- Post natal : Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang memperhatikan
personal hygiene saat merawat atau bayinya. Selain itu kebersihan peralatan makan
dan peralatan bayi lainnya juga kurang diperhatikan oleh orang tua ibu.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah
menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan
infeksi virus rubella. Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat
menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris. Selain itu terdapat kemungkinan
adanya kelainan kongenital yang memicu terjadinya penyakit atresia biliaris ini.
7. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia biliaris
terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang gejalanya
berupa letargi atau kelemahan
2) Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah ditandai
dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit dan membrane
mukosa.
3) Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu terdapat
distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang berwarna gelap dan
pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan
atresia biliaris dapat terjadi.
4) Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai dengan
anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap lemak dan
makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang.
8. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
- Air kemih bayi berwarna gelap
- Tinja berwarna pucat
- Kulit berwarna kuning
- Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
- Hati membesar.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
- Gangguan pertumbuhan
- Gatal-gatal
- Rewel
- Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari
lambung, usus dan limpa ke hati).
 Keadaan umum : lemah
 TTV: Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada vena porta
 Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
 Nadi: Takikardi
 Respirasi : Terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan (takipnea)
B. Diagnosa
No Diagnosa Keperawatan Kode
1 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient D.0019
2 Hipertermia berhubungan dengan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif D.0130
pada duktusbilier ekstrahepatik
3 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas D.0005
4 Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif D.0023
5 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal D.0129
6 Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik D.0106

C. Intervensi
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan nutrisi
anak terpenuh
Kriterian Hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
3) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi
Intervensi :
1) Monitor jumlah nutrisi
R/ Mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
2) Kaji pemenuhan nafsu makan pasien
R/ Agar dapat dilakukan intervensi dalam pemberian makanan pada pasien
3) Berikan vitamin larut lemak (A,D,E,K)
R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
4) Ajarkan keluarga untuk memberikan makanan atau ASI yang sedikit namun sering
R/ Supaya dapat memberikan nutrisi yang cukup untuk pasien
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutisi yang dibutuhkan pasien
R/ Ahli gizi adalah spesialis dalam ilmu gizi yang membantu pasien memilih
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya
2. Hipertermia berhubungan dengan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif
pada duktusbilier ekstrahepatik
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan suhu
tubuh dalam batas normal (36.5-37oC)
Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37oC)
2) Nadi dalam rentang normal (100-160x/menit)
3) Pernapasan dalam rentang normal (20-60x/menit)
4) Tidak ada perubahan warna kulit, tidak tampak lemas

Intervensi :

1) Kaji tingkat kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang menyertainya


R/ Suhu diatas normal menunjukkan proses infeksi akut sehingga dapat menentukan
intervensi yang tepat
2) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipatan paha
R/ Dengan memberikan kompres hangat dapat menurunkan demam
3) Monitor tanda-tanda vital
R/ sebagai indikator perkembangan keadaan pasien
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang cukup kepada bayi
R/ Intake cairan yang adekuat membantu penurunan suhu tubuh serta mengganti
jumlah cairan yang hilang melalui evaporasi
5) Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
R/ Mempercepat proses evaporasi
6) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ Untuk menurunkan demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus

3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan pola
napas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1) Sesak berkurang
2) Frekuensi napas dalam batas normal (22-34x/menit)
3) Irama napas teratur
Intervensi :
1) Kaji jika adanya sesak, frekuensi dan irama napas
R/ Dengan mengkaji sesak, frekuensi dan irama napas dapat mengetahui sejauh
mana kondisi pasien
2) Monitor/kaji pola napas (misalnya: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan
kusmaul)
R/ Keabnormalan pola napas menyertai obtruksi paru
3) Tinggikan kepala atau bantu mengubah posisi yang nyaman fowler atau
semifowler
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan
4) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan bila diperlukan
R/ Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan
ventilasi
4. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Tujuan : Setelah Diberikan asuhan keperawatan selama…x 24 jam, diharapkan tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi dan mempertahankan hidrasi adekuat
Kriteria Hasil :
1) Turgor kulit baik
2) Frekuensi irama nadi dalam rentang normal
3) Frekuensi dan irama nafas dalam rentang normal
4) Elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, dan magnesium) dalam batas normal
5) Membrane mukosa lembab
6) Intake dan output cairan seimbang
Intervensi :
1) Kaji masukan dan keluaran, karakter dan jumlah feses, hitung intake dan ouput
R/ untuk memberikan informasi tentang cairan dan juga sebagai pedoman pengganti
cairan
2) Kaji tanda-tanda vital (Suhu, Nadi dan Respirasi) pasien
R/ hipotensi, takikardi, demam dan sesak dapat menunjukan respon terhadap efek
kehilangan cairan
3) Observasi turgor kulit, membrane mukosa, pengisian kapiler dan ukur berat badan
tiap hari
R/ untuk dapat menunjukan kehilangan cairan berlebih
4) Berikan dan pantau cairan intravena sesuai ketentuan
R/ untuk mengobati phatogen khususnya yang mengakibatkan kehilangan cairan
berlebihan
5) Kolaborasi dalam pemberian obat
R/ untuk mempercepat proses penyembuhan
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan integritas
kulit tidak mengalami kerusakan
Kriteria hasil :
1) Ketebalan dan tekstur jaringan normal
2) Tidak ada perubahan warna kulit
3) Tidak adanya gatal-gatal disertai ruam
Intervensi :
1) Monitor warna kulit
R/ Perubahan warna kulit pada pasien menunjukkan
2) Ganti popok jika basah atau kotor
R/ Untuk menjaga kulit anak agar bersih dan kering
3) Memandikan anak dengan sabun dan air hangat
R/ Menjaga agar kulit anak tetap bersih
4) Ubah posisi anak setiap dua jam sekali
R/ Untuk menjaga kelembapan kulit anak
5) Oleskan minyak/baby oil pada daerah gatal
R/ Dengan mengoleskan minyak dapat mengurangi rasa gatal

6. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan x 24 jam diharapkan pertumbuhan dan
perkembangan anak meningkat
Kriteria Hasil :
1) Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya
2) Status nutrisi seimbang
3) Status pertumbuhan sesuai dengan usia anak
Intervensi :
1) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan
2) Kaji asupan nutrisi anak (misalnya kalori dan zat gizi)
3) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
4) Kolaborasi dengan ahli gizi, jumalah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi yang sesuai

D .Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di
susun pada tahap intervensi,implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana
perawat memberikan intervensi keperawatanlangsung dan tidak langsung terhadap pasien.
E .Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menetukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan,Merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan.
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam
pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung
empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat
kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan
kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus
atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah
akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan
ini berkembang ketika tingkat ikterus meningkat.

2. Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat
demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi
penderita atresia bilier.
DAFTAR PUSTAKA

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika

Speer Morgan, Kathleen. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan


Clinical Pathways. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: DPP PPNI

Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Jurnal Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.

Anda mungkin juga menyukai