Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Atresia duktus hepatikus dapat disebut juga dengan atresia bilier
dimana ini adalah penyakit empedu yang langka yang hanya menyerang
bayi. Penyakit ini terkenal jarang, namun meskipun jarang jumlah
penderita atresia bilier yang ditangani RS. Cipto Mangun Kusumo
(RSCM) pada tahun 2002-2003 tercatat 37-38 bayi atau 23% dari 163 bayi
berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan di RSU Dr.
Soetomo Surabaya antara tahun 1999-2004 ditemukan dari 19.270
penderita rawat inap di Instalasi Rawat Inap Anak, tercatat 96 penderita
dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan 9 (9,4%)
menderita atresia bilier (Widodo J, 2010).
Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting
sebab efikasi pembedahan hepatic-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan
menurun bila dilakukan setelah umur 2 bulan. Makalah ini dibuat dengan
tujuan agar perawat dan calon perawat mengetahui akan konsep penyakit
dan asuhan keperawat dari atresia duktus hepatikus (atresia bilier) ini.
Sehingga, dalam melaksanakan asuhan keperawatan dapat terlaksana
dengan baik dan benar tanpa menimbulkan cidera tambahan bagi bayi.

1.2. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui mengenai anatomi dan fisiologi system bilier
2. Untuk mengetahui mengenai definisi atresia duktus hepatikus
3. Untuk mengetahui mengenai klasifikasi atresia duktus hepatikus
4. Untuk mengetahui mengenai etiologi atresia duktus hepatikus
5. Untuk mengetahui mengenai manifestasi atresia duktus hepatikus
6. Untuk mengetahui mengenai patofisiologi atresia duktus hepatikus
7. Untuk mengetahui mengenai pathway atresia duktus hepatikus
8. Untuk mengetahui mengenai komplikasi atresia duktus heaptikus

1
9. Untuk mengetahui mengenai pemeriksaan diagnostik atresia duktus
hepatikus
10. Untuk mengetahui mengenai penatalaksanaan atresia duktus hepatikus
11. Untuk mengetahui mengenai prognosis atresia duktus hepatikus
12. Untuk mengetahui mengenai asuhan keperawatan atresia duktus
hepatikus

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Anatomy dan Fungsi Sistem Bilier


Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran
empedu, kandung empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam
produksi dan transportasi empedu. Ketika sel-sel hati mengeluarkan
empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir dari hati
melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke
duktus hepatik umum.
Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari
kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang
berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50
persen dari empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di
kantong empedu, organ berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah
hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan
melepaskan empedu ke duodenum disimpan untuk membantu memecah
lemak. Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:
 untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum
 untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol
empedu

Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-


produk limbah, kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan oleh sel-
sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk yang berikut:
 untuk membawa pergi limbah
 untuk memecah lemak selama pencernaan

3
Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah
dan menyerap lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk
kotoran, adalah apa yang memberikan kotoran warna gelapnya coklat (Tim
Ohio State University.2011.Sistem Bilier.Columbus:Medical center).

2.2. Definisi Atresia Bilier


Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam
pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver
menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan
kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier)
Atresia bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil
dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada
ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006).
Atresia billier merupakan obstruksi total aliran getah empedu yang
disebabkan oleh destruksi atau tidak adanya sebagian saluran empedu
ekstrahepatik. (Hull, 2008)
Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen
pada traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran
empedu.

4
2.3. Klasifikasi Atresia Bilier
 Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus
komunis, segmen proksimal paten
 Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris
komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu semuanya)
 Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis,
duktus sistikus, kandung empedu normal
 Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik
sampai ke hilus
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi
(correctable), sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi
(non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10%
yang tergolong tipe I dan II

2.4. Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti.
Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang
dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta
terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian
besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses
inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier,
seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus. Sebuah
fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar
identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia
bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi
selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang
"memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor
predisposisi berikut:
 infeksi virus atau bakteri

5
 masalah dengan sistem kekebalan tubuh
 komponen yang abnormal empedu
 kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
 hepatocelluler dysfunction

2.5. Manisfestasi Klinik


Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka
lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama
setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
 Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang
sangat tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah.
 Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada
bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10
hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya
tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga
minggu setelah lahir
 Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk
pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian
disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.
 Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan
bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut
dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
 Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
 degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus,
dan hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan
lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi,
defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
 Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan
malnutrisi.

6
 Gatal-gatal
 Rewel
splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi
portal / Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

2.6. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi saluran bilier
ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang
disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik.
Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu
empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan
obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus.
Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke
hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi
fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan
vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan
mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan
menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan
dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian
putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara gradual pada hati
menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran

7
empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan
gagal tumbuh.Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan
lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut
akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan
saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut
dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek
samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung

8
2.7. Pathway

Idiopatik Kelainan Kongenital Infeksi Virus atau Bakteri

Saluran Empedu Tidak Terbentuk Kerusakan Progresif Pada


Duktus Bilier

Inflamasi Progresif

Lemak Dan Vitamin Obstruksi Aliran Hati Ke Hipertermi


Larut Lemak Tidak Dalam
Dapat Diabsorbsi

Kekurangan Vitamin Atresia Bilier


Larut Lemak (A, D, E,
dan K)

Gangguan
Pertumbuhan

Obstruksi Saluran Obstruksi Saluran Pembedahan Transplantasi


Empedu Intra Hepatik Empedu Ekstra Hepatik Kasai Hati

Empedu Kembali Ke Hati Ekskresi Bilirubin Risiko Ansietas


Infeksi
Gangguan Proses Ekskresi Bilirubin Ke
Suplai Darah Peradangan Usus Terhambat
Pada Sel Pada Hati
Hepar Gangguan Penyerapan
Hepatomegali Lemak Dan Vitamin Larut
Kerusakan Lemak
Duktus Distesnsi
Empedu Sel Abdomen Malnutrisi Gangguan Nutrisi Kurang
Hepatik Dari Kebutuhan Tubuh
Menekan Perut Terasa Penuh
Kerusakan
Diafragma
Sel Eksresi

Pola Nafas
Tidak Efektif

9
Bilirubin Mual Muntah

Kekurangan Caitan
Tubuh

Keluar Ke Aliran Keluar Lewat Bilirubin Tidak


Darah Masuk Ke

Kulit Kuning Urin Berwarna Tinja Berwarna


Gelap Pucat
Ikterus Neonatus
Defisien Volume Disfungsi
Hiperbilirubin Cairan Motilitas
Neonatus Gastrointestinal

2.8. Komplikasi
1. Kolangitis
Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke
usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan
ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu
pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60%
kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-
tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu),
ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut.
Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi
hati.

2. Hipertensi Portal
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari
anak-anak setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi
adalah varises esofagus.

3. Hepatopulmonary Syndrome dan Hipertensi Pulmonal


Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan
(sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah)
portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin

10
terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan
dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain
itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis
yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak.
Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography.
Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan dapat
membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.

4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangio
carcinomas dapat timbul padapasien dengan atresia bilier yang telah
mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan harus dilakukan secara
teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang
berhasil.
Hasil setelah gagal operasi kasai Sirosis bilier bersifat
progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran
empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal
ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat
dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi
kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari
indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini juga
mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses
setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan
sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis
(hepatopulmonary sindrom).

2.9. Pemeriksaan Diagnostik


Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat
sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik
dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu pemeriksaan

11
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan
pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya
dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan
pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-
GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan
obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali
dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke
suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT <
5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah
ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah
tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi
peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin
direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9%
dalam menentukan atresia bilier.
 Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting
artinya pada pasien yang mengalami ikterus. Tetapi
urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.
 Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang
memberi warna pada tinja / stercobilin dalam tinja
berkurang karena adanya sumbatan.
 Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor
pembekuan : protombin time, partial thromboplastin time.

b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan
upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain
menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari

12
pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa
karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan
kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak
adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat
menentukan adanya atresia bilier.

2. Pencitraan
a. Pemeriksaan Ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG
77% dan dapat ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam
3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah
minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu
berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%)
dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier,
tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya
ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosisatresia bilier.
Namun demikian, adanya kandung empedu tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia
bilier tipe I / distal.

b. Sintigrafi Hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan
isotop Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar
98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien
diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2
dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan
isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke
usus normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan
isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak
terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik
yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke

13
duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas danspesifisitas
pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik
(penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10.
Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinanatresia
bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk
kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung
dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis
sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam
mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalahmenggabungkan
basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.

c. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA
(Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan
pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga
dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.

d. Pemeriksaan Kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang
berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan
kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante
operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi
dianggap sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis
intrahepatik dengan atresia bilier.

3. Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang
paling dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang
berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga

14
dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan
laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi
Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan
oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila
diameter duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu
dapat terjadi.
Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen
section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati
yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah
secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling
optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya
proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong
diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan
waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi
pada usia < 6 minggu

2.10. Penatalaksanaan
1. Terapi Medikamentosa
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
 Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
 Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+
K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder

15
2. Melindungi hati dari zat toksik,
Dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam
litokolat yang hepatotoksik.

3. Terapi Nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh
dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
 Pemberian makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan
mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang
dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi
energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot,
ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan
yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
 Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam
lemak. Seperti vitamin A, D, E, K

4. Terapi Bedah
 Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran
empedu yang mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini
hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk
melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati
dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut
prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan
pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan
pencangkokan hati.

16
 Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang
tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah
operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun
terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa
bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan
kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan
atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa
bahkan telah mempunyai anak.
Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga
meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi
pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati
dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena
ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan
untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang
disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk
transplantasi

2.11. Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat
dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis,
dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia <
8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya
34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan
hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12
bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi,
faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat
dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan
histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten,

17
dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia
bilier)

2.12. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Anamnesa
 Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin
 Keluhan Utama
Pasien masuk rumah dengan keluhan sakitjaundice dalam 2
minggu sampai 2 bulan
 Riwayat Kesehatan sekarang
Pada pasien biasanya terdapat jaundice, tinja warna pucat,
distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak
mau minum, letargi
 Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
 Riwayat kesehatan Keluarga

B. Pemeriksaan Fisik
 Status Kesehatan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran gelisah atau rewel, tinggi
badan, berat badan, dan tanda-tanda vital
 Mata
Tampak ikterus
 Toraks
Inpeksi adanya sesak nafas, RR meningkat, adanya takikardi
 Abdomen
Tidak ada asistensi, hati teraba 1/3-1/3, konsistensi padat ,
permukaan rata , pinggir tajam , tidak ada nyeri tekan , limpa tidak
teraba dan perkusi timpani

18
 Kulit
Adanya Joundice, kulit teraba hangat dan tampak icterus

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
 Bilirubindirek dalam serum meninggi
 Nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
 Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim
hati akibat bendungan empedu yang luas
 Tidak ada urobilinogen dalam urine
 Pada bayi yang sakit berat terdapat
peningkatantransaminasealkalifosfatase (5-20 kali lipat
nilainormal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid
trigiliserol)

2. Pemeriksaan Diagnostik
 USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenitalpenyebab
kolestasis ekstra hepatic (dapat berupadilatasi kristik saluran
empedu)
 Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenumlalu cairan
duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukancairan empedu
dapat berarti atresia empedu terjadi
 Sintigrafi radio kolophepatobilier untuk mengetahui
kemampuan hati memproduksi empedu dan mengekskresikan
ke saluran empedu sampai tercurahke duodenum. Jika tidak
ditemukan empedu diduodenum, maka dapat berarti terjadi
katresiaintrahepatik
 Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan
dan noduler. Kandung empedu mengecilkarena kolaps. 75%
penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.

19
D. Diagnosa
1. Hiperbilirubinemia Neonatal berhubungan dengan keterlambatan
pengeluaran nekonium
2. Hypertermi berhubungan dengan dehidrasi
3. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan hiperventilasi
4. Defisien Volume Cairan berhubungan dengan asupan cairan
kurang
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan diet kurang

E. NANDA, NIC, NOC


No. NANDA NOC NIC
1. Hiperbilirubinemia Setelah dilakukan Pengecekan Kulit (L-
Neonatal berhubungan tindakan keperawatan 3590)
dengan keterlambatan selama 3x24 jam Aktivitas-aktivitas:
pengeluaran nekonium masalah dapat teratasi  Periksa kulit dan
(00194) dengan kriteria hasil: selaput lendir terkait
Integritas Jaringan: dengan adanya
Kulit & Membran kemerahan,
Mukosa (1101): kehangatan ekstrim,
 Suhu Kulit edema, atau drainase
1 2 3 4 5  Amati warna,
 Hidrasi kehangatan, bengkak,
1 2 3 4 5 pulsasi, tekstur,
 Keringat edema, dan ulserasi
1 2 3 4 5 pada ektremitas
 Integritas Kulit  Monitor warna dan
1 2 3 4 5 suhu kulit
 Lesi Pada Kulit  Monitor kulit untuk
1 2 3 4 5 adanya ruam dan lecet

20
 Nefrosis  Monitor kulit untuk
1 2 3 4 5 adanya kekeringan
yang berlebihan dan
kelembapan
2. Hipertermi Setelah dilakukan Pengaturan Suhu (M-
berhubungan dengan tindakan keperawatan 3900)
dehidrasi (00007) selama 3x24 jam Aktivitas-aktivitas:
masalah dapat teratasi  Monitor suhu paling
dengan kriteria hasil: tidak setiap 2 jam,
Termoregulasi sesuai kebutuhan
(0800):  Monitor suhu dan
 Tingkat Pernafasan warna kulit
1 2 3 4 5  Monitor dan laporkan
 Peningkatan Suhu adanya tanda dan
Kulit gejala dari hipotermia
1 2 3 4 5 dan hipertermia
 Hipertermia  Tingkatkan intake
1 2 3 4 5 cairan dan nutrisi
 Dehidrasi adekuat
1 2 3 4 5
3. Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan Monitor Pernafasan
Nafas berhubungan tindakan keperawatan (K-3350)
dengan hiperventilasi selama 3x24 jam Aktivitas-aktivitas:
(00032) masalah dapat teratasi  Monitor kecepatan
dengan kriteria hasil: irama, kedalaman, dan
Status Pernafasan kesulitan bernafas
(0415):  Monitor pola nafas
 Frekuensi  Monitor saturasi
Pernafasan oksigen pada pasien
1 2 3 4 5 yang tersedasi sesuai

21
 Irama Pernafasan dengan protocol yang
1 2 3 4 5 ada
 Suara Auskultasi  Catat perubahan pada
Nafas saturasi O2 volume
1 2 3 4 5 tidal terakhir CO2 dan
 Volume Tidal perubahan nilai
1 2 3 4 5 analisa gas darah
 Sianosis dengan tepat
1 2 3 4 5
4. Defisien Volume Setelah dilakukan Manajemen Cairan
Cairan berhubungan tindakan keperawatan (N-4120)
dengan asupan cairan selama 3x24 jam Aktivitas-aktivitas
kurang (00027) masalah dapat teratasi  Timbang berat badan
dengan kriteria hasil: setiap hari dan
Hidrasi (0602): monitor status pasien
 Turgor Kulit  Monitor status hidrasi
1 2 3 4 5  Monitor tanda-tanda
 Intake Cairan vital pasien
1 2 3 4 5  Monitor reaksi pasien
 Haus terhadap terapi
1 2 3 4 5 elektrolit yang
 Kehilangan Berat diresepkan
Badan  Jaga intake/asupan
1 2 3 4 5 yang akurat dan catat
 Peningkatan Suhu output [pasien]
Tubuh  Distribusikan asupan
1 2 3 4 5 cairan selama 24 jam
5. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Monitor Nutrisi (D-
Nutrisi: Kurang Dari tindakan keperawatan 1160)
Kebutuhan Tubuh selama 3x24 jam Aktivitas-aktivitas:

22
berhubungan dengan masalah dapat teratasi  Lakukan pengukuran
asupan diet kurang dengan kriteria hasil: antropometrik pada
(00002) Status Nutrisi Bayi komposisi tubuh
(1020):  Identifikasi
 Intake Nutrisi abnormalitas kult
1 2 3 4 5  Monitor turgor kulit
 Hidrasi dan mobilitas
1 2 3 4 5  Monitor adanya
 Hemoglobin [warna] pucat,
1 2 3 4 5 kemerahan dan
 Serum Albumin jaringan konjungtiva
1 2 3 4 5 yang kering

23
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Atresiabillier merupakan obliterasi atau hipoflasi satu komponen
atau lebih dari duktusbiliaris akibat terhentinya perkembangan janin,
menyebabkan ikteruspersisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari
stasis empedu sampai sirosisbillliaris dengan spenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. Tujuan dari pengobatan atresia bilier adalah
untuk membuat suatu lintasan bagi empedu bila tidak dilakukan
penatalaksanaan secara memadai maka prognosis akan buruk dan
kematian akan terjadi dalam 2 tahun kehidupan. Perawatan pra bedah dan
pasca bedah dilakukan sesuai dengan jenis pada umumnya.
Hal penting lain adalah dukungan bagi orangtua. Orangtua harus
mendapat penjelasan secara detail dengan bahasa yang mudah dipahami
oleh mereka, serta diberikan dorongan untuk menangani dan merawat anak
karena prognosis sering kali buruk maka mereka juga memerlukan
dukungan emosional yang besar. Deteksi dini dari kemungkinan adanya
atresiabilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-
pontoeterostomi (operasi Kasai) akan menurun bila dilakukan setelah
umur 2 bulan.
Bagi penderita atresiabilier prosedur yang baik adalah mengganti
saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus. Selain itu, terdapat
beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi anak yang menderita
atresiabilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan
dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan
kepada anggota keluarga pasien. Segera sesudah pembedahan
portoenterostomi, asuhan keperawatannya serupa dengan yang dilakukan
pada setiap pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang diberikan
meliputi pemberian obat dan terapi gizi yang benar, termasuk penggunaan
formula khusus, suplemen vitamin serta mineral, terapi nutrisi enteral atau

24
parenteral. Pruritus mungkin menjadi persoalan signifikan namun dapat
dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi rendam atau memotong
kuku jari-jari tangan.

3.2. Saran
Kita sebagai perawat sebaiknya dapat memahami dan
mengaplikasikan segala sesuatu yang terjadi tentang penyakit Atresia
Bilier yang telah dibahas pada makalah ini agar dapat tercipta perawat
yang profesional dalam menerapkan asuhan keperawanan secara
komprehensif karena diperlukan tindakan deteksi dini kasus atresia bilier
dan penatalksanaanya yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.

25
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Cowles RA. The Jaundiced infant: Biliary Atresia. In: Coran AG, et al. Peditric
Surgery. 7th Ed. Philadelphia; 2012. Saunders. P1321-30.

Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric
Surgery, 4th Edition.

Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI,
RSCM. from: url:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf
/15AtresiaBilier086.html

Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. AsuhanKeperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
Penebar Swadaya

Sodikin. 2007. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistim Gastrointestinal Dan


Hepatobilier. Salemba Medika

-----, 2008. Buku Ajar KeperawatanPediatrik Wong Edisi 6 Volume 2,Jakarta :


EGC Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan
medial bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Yamatakan A, Cazares J, Miyano T. Biliary Atresia. In: Holcomb III GW,


Murphy P, Ostlie DJ. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 6th ed. Toronto.
2014. Elsevier, p580-92

26

Anda mungkin juga menyukai