Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DAN DAMPAKNYA

TERHADAP ATRESIA BILIER

Disusun oleh kelompok 12 :

1. Hairul efendi (19216241)


2. Johanes Parasian (19216248)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak
dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru
lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia
bilier tidak diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan
paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian
besar dunia Barat (Santoso, Agus.2010. Health Academy). 

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan


kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian
atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan
bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila
pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%.
Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8
minggu (Dr. Parlin.1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).

Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia dari saluran-saluran
empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan empedu dari hati. Empedu dibuat
oleh hati dan melewati saluran empedu dan masuk ke usus di mana ia membantu
mencerna makanan, lemak, dan kolesterol. Hilangnya saluran empedu menyebabkan
empedu untuk tetap di hati. Ketika empedu mulai merusak hati, menyebabkan jaringan
parut dan hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan dapat bekerja dengan baik dan
sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencangkokan hati menjadi perlu. Atresia bilier
dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk transplantasi hati dalam 1 sampai
2 tahun pertama kehidupan (Santoso, Agus.2010. Health Academy).
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 2 : 1. Meski jarang tetapi Jumlah penderita atresia
bilier yang ditangani Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003,
mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan
fungsi hati. Sedangkan di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara
tahun 1999-2004 dari 19.270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan penyakit
kuning gangguan fungsi hati didapatkan atresia bilier 9 (9,4%). Dari 904 kasus atresia
bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapat pada ras Kaukasia (62%),
berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian Amerika (1,5%) Kasus
Atresia Bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di Belanda,
5,1/100.000kelahiran hidup di Perancis, 6/100.000 kelahiran hidup di Inggris, 6,5/100.000
kelahiran hidup diTexas, 7/100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4/100.000 kelahiran
hidup di USA, dan 10,6/100.000 kelahiran hidup di Jepang (Dr.Widodo.2009.Koran
Indonesia Sehat.Jakarta: Yudhasmara).

B. Rumusan masalah
1. Apakah definisi dari Atresia bilier?
2. Apa sajakah klasifikasi dari Atresia bilier?
3. Apa sajakah faktor resiko dari Atresia bilier?
4. Apa sajakah etiologi dari Atresia bilier?
5. Apakah manifestasi klinis dari Atresia bilier?
6. Bagaimana penatalaksaan pada Atresia bilier?
7. Apa sajakah komplikasi dari Atresia bilier?
8. Bagaimana WOC dari Atresia bilier?
9. Bagaimana pengkajian pada klien dengan Atresia bilier?
10. Bagaimana diagnosa pada klien dengan Atresia bilier?
11. Bagaimana intervensi pada klien dengan Atresia bilier?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier
b. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier
c. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier
d. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier
e. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier
f. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier
g. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier
h. Mengidentifikasi WOC pada Atresia bilier
i. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier
j. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier
k. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier

D. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem
endokrin (Atresia bilier) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
Atresia bilier dengan pendekatan Student Center Learning.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomy dan Fungsi sistem bilier


Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu,
dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.

Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang
mengalir dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir
ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus
dari kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung dari
hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).

Namun, tidak semua berjalan dari empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen dari
empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ
berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati.

Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu
ke duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.

gambar 1.1 sistem atresia bilier (Ohio State.2011)


Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:
1. Untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum
2. Untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu

Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produkproduk limbah,


kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua
fungsi utama, termasuk yang berikut:
1. Untuk membawa pergi limbah
2. Untuk memecah lemak selama pencernaan

Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak.
Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan
kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University. 2011. Sistem Bilier.
Columbus: Medical center).

B. Definisi Atresia bilier


Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa / saluran-saluran
yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder).
Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran (Lavanilate.2010.
Askep Atresia Bilier).

Atresia Billiary merupakan hipoplasiasegmental / generalisata saluran kelainan empedu


yang dan berkisar atresia dari sampai obliterasi lengkap duktur billiaris ekstra/intra hepatic
(David Sabiston, 1994). Atresia Billiary merupakan kelainan kongenital yang
berhubungan dengan kolangio hepatic intra uteri dimana saluran empedu mengalami
fibrosis. Proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya
buruk (Sjamsu Hidajat, 1998). Atresia Billiary merupakan obstruksi total aliran empedu
karena destruksi/tidak adanya saluran/sebagian saluran empedu ekstra hepatic (Robbins
Contrans, 1999). Atresia Billiary adalah tidak adanya/kecilnya lumen
padasebagian/keseluruhan traktus bilier ekstra hepatic (Ringoringo P.). Jadi Atresia
Billiary adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak berbentuk atau tidak
berkembang secara normal.

Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik darihati dan mengangkut
garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus. Pada Atresia
Billiary terjadi penyumbatan aliran empedudari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa
menyebabkan skerusakan hati dan sirosis hati.

Proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus


bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier
adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan inflamasi. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi
penumpukan garam empedu dan peningkatan degenerasi edema hepatic dan bilirubin direk
(Dr. Parlin.1991. Atresia Bilier. Jakarta : Ilmu Kesehatan Anak FK UI).

Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa penyakit Atresia Bilier terjadi pada 1 banding
10 ribu hingga 15 ribu bayi lahir hidup. Dengan angka kelahiran hidup di Indonesia 4,5
juta pertahun, dari jumlah tersebut diprediksi bayi yang menderita penyakit tersebut
mencapai 300-450 bayi setiap tahunnya. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan
anak laki-laki adalah 1,4 : 1 (Wartapedia.2010).

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus,
Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang
ketika tingkat ikterus meningkat.

Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 grup, yakni :


1. Perinatal form (Isolated Biliary Atresia)
65 - 90 % bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8 minggu. Inflmasi
atau peradangan yang progresiv pada saluran empedu extrahepatik timbul setelah lahir.
Bentuk ini tidak muncul bersama kelainan congenital lainnya.
2. Fetal Embrionic form
10 - 35 % Bentuk ini ditandai dengan cholestatis yang muncul amat cepat, dalam 2
minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini, saluran empedu tidak terbentuk pada saat
lahir dan biasanya disertai dengan kelainan congenital lainnya seperti situs inversus,
polysplenia, malrotasi, dan lain-lain.
gambar 1.2 atresia bilier ekstrahepatik (wikipedia.2006)

Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari
duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten
dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan
splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta (Kamus Kedokteran Dorland
2002: 206).

Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi progresif
yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong 2008:
1028).

C. Klasifikasi Atresia bilier


Klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

gambar 1.3 tipe atresia bilier


I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal
paten.
II. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan
kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.
Kandung empedu normal.
III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.

Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan
tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua
kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II. Atresia Billiary dibagi
menjadi 2 bagian yaitu :
1. Atresia Billiary Intra Hepatik Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih
jarang dibandingkan ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita atresia. Ditemukan
saluran empedu proksimal yang terbuka lumennya. Tetapitidak berhubungan dengan
duodenum. Atresia hanya melibatkan duktuskoledukus distal. Sirosis bilier terjadi
lambat.
2. Atresia Billiary Ekstra Hepatik Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk
ini sekitar 90% dari penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan
kematian. Ditemukan bahwa seluruh sistem saluran empedu ekstra hepatik mengalami
obliterasi sirosis bilier terjadi cepat. Gejala klinik dan patologik bergantung pada awal
proses penyakitnya dan bergantung padasaat penyakit terdiagnosis. Atresia Ekstra
Hepatik terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Embrional : 1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional. Awal
prosesnya merusak saluran empedu mulai sejak masa intra uterin hingga saat bayi
lahir. Pada penderita tidak ditemukan masa bebas ikterus setelah periode ikterus
neonatorum fisiologis (2 minggu pertama kelahiran).
b. Perinatal : 2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal. Awal
prosesnya adalah gejala ikterus setelah periode ikterus psikologik menghilang.
Kemudian diteruskan ikterus yang progresif.

D. Etiologi
Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia Billiary terjadi
antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga menyebabkan hambatan aliiran
empedu. Ada juga sebagian ahli yang menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan,
yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta terdapatnya
anomalioragan pada 10-30 % kasus Atresia Billiary.

Insiden Atresia Billiary adalah1/10000 sampai 1/14.000 kelahiran hidup. Rasio Atresia
Billiary pada anak perempuan dan laki-laki adalah + 1,4 : 1. Dari 904 kasus Atresia
Billiary yang terdaftar di lebih dari 100 institusi, Atresia Billiary terdapat pada Ras
Kaukasia (62 %), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian Amerika
(1,5%). Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat
proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi (Behrman,
Richard E. (1992).

Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki
cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus. Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia
bilier bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada
bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier
kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau
sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi
dari faktor-faktor predisposisi tersebut, infeksi virus atau bakteri masalah dengan sistem
kekebalan tubuh komponen yang abnormal empedu kesalahan dalam pengembangan
saluran hati dan empedu hepatocelluler dysfunction.

E. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan akan dikeluarkan dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir.
Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang
bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang
pada dua atau tiga minggu setelah lahir.
2. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
3. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk
ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat
pembesaran hati.
4. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
5. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut
dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air
serta gagal tumbuh Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut
:
a) Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan
malnutrisi.
b) Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar kedalam aliran
darah yang menyebabkan kulit merasa gatal.
c) Rewel
d) Splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).

F. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu Obstruksi saluran
bilier
ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai
bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi
total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik
adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput
pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi. Obstruksi
pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati
ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan
empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan
sirosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami
hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati. Penyebab sebenarnya atresia billier
tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau viral injury bertanggung jawab atas proses
progresif yang menimbulkan obliterasi total saluran empedu. Berbagai laporan
menunjukkan bahwa atresia billier tidak terlihat pada janin, bayi yang lahir mati (stillbirth)
atau bayi baru lahir (Halamek dan Stevenson, 1997); keadaan ini menunjukkan bahwa
atresia billier terjadi pada akhir kehamilan atau dalam periode perinatal dan bermanifestasi
dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif
dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Akan terjadi berbagai derajat kolestasis yang menimbulkan pruritus berat.
Pembedahan untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan
dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat
dikurangi. (Sumber: Wong, Donna L. (et.al). 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik
Wong. Jakarta: EGC).

Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal


empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk
sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati. Ini akan menyebabkan peradangan,
edema, dan degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis, sirosis, dan hipertensi portal
sehingga akan mengakibatkan gagal hati.

Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal.
Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang
dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning.

Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D, E, K dan gagal
tumbuh.

Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap
oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak
didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan
vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan
efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.

1. Vitamin A
Vitamin A terdapat dalam makanan berwarna kuning-oranye, berdaun hijau gelap dan
dalam bentuk retinol pada makanan yang berasal dari hewan. Wortel, mangga, labu,
pepaya, bayam, brokoli, selada air, kuning telur, susu dan hati adalah makanan yang
kaya vitamin A. Vitamin A berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang dan
jaringan epitel, meningkatkan kekebalan, dan memerangi radikal bebas (antioksidan).
Kekurangan vitamin A adalah penyebab utama kebutaan pada anak-anak di banyak
negara berkembang.
2. Vitamin D
Ikan berlemak seperti sarden, mackerel, tuna, telur, makanan yang diperkaya seperti
margarin dan sereal adalah sumber vitamin D. Vitamin ini sangat penting untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan tulang karena mengontrol penyerapan kalsium dan
fosfor yang penting untuk metabolisme tulang. Kekurangan vitamin D pada anak-anak
akan menyebabkan penyakit rakhitis, dan pada orang dewasa menyebabkan
osteomalasia, kondisi di mana tulang menjadi lemah dan lunak. Vitamin D dapat
diproduksi tubuh saat kulit menerima ultraviolet dari sinar matahari. Kekurangan
vitamin D dapat terjadi pada mereka yang memiliki diet rendah vitamin D atau jarang
terkena sinar matahari. Dosis besar vitamin dapat menyebabkan kelebihan kalsium,
terutama pada anak-anak, yang mengganggu pembentukan tulang. Namun, hal tersebut
sangat jarang terjadi. Tidak ada rekomendasi mengenai diet vitamin D untuk orang
dewasa yang hidup normal dan cukup terpapar sinar matahari.
3. Vitamin E
Vitamin E hadir dalam minyak wijen, kacang kedelai, beras, jagung dan biji bunga
matahari, kuning telur, kacang-kacangan dan sayuran. Vitamin ini adalah antioksidan
penting yang mencegah penuaan dini sel-sel, merangsang sistem kekebalan tubuh,
mengurangi risiko katarak, melindungi dari penyakit jantung, mencegah penyakit
kanker dan menjaga kesehatan kulit. Kekurangan vitamin E pada manusia jarang
terjadi, kecuali pada bayi prematur dan mereka yang memiliki masalah pencernaan.
4. Vitamin K
Selada, kubis, kembang kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua
adalah sumber terbaik vitamin ini. Vitamin K terlibat dalam pembekuan darah dan
kekurangannya dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam
penyembuhan. Kekurangan vitamin ini jarang terjadi, kecuali pada bayi baru lahir dan
mereka yang memiliki masalah penyerapan atau metabolisme vitamin, seperti
penderita penyakit hati kronis.

G. PATHWAYS
Obstruksi atau tidak adanya
Saluran empedu ekstrahepatik
Empedu tersumbat dan kembali ke liver

peradangan, oedema Malabsorbsi lemak, vitamin


degenerasi hepatic

Fibrosis Mal nutrisi

Cirrhosis hipertensi portal kekurangan vitamin larut lemak

Gagal hati Gagal tumbuh

H. Pemeriksaan Diagnostik
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk
membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1. Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati
(darah, urin, tinja)
2. Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3. Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia
bilier.
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan rutin pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar
komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain
itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar
bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke
suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum
total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam
menentukan atresia bilier.
a) Pemeriksaan urine : Pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan
adanya bendungan saluran empedu total.
b) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
c) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,
partial thromboplastin time.

2. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya


diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan
ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa
karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di
dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan
duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.

b. Pencitraan
1. Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan
bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan
sesudah minum. Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi,
maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal
duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu dan meningkatnya ekogenitas
hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya kandung
empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I /
distal.
2. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop technetium 99m
mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan,
kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis
selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit
berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier
proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak
terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak
akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik
(penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3
merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier. Teknik sintigrafi dapat digabung
dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi
mengemukakan bahwa dalam mendeteksi atresia bilier, yang terbaik
adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
3. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic
Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga
dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
4. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography).
Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia
bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan,
dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini
pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan
kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier. 3) Biopsi hati Gambaran histopatologik
hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli
patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya pengambilan keputusan
mencapai untuk 95%, sehingga melakukan dapat membantu laparatomi
eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran
empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di
daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu
dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen section pada
saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah porto enterostomi dapat
dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier
mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu
yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya
proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia
bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak
dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
a. Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
b. Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk) ; enzimsitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliran empedu).
Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder
2. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
3. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy
untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak
dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E,
K.
4. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu
keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk
melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus,
dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini
hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan
pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati Transplantasi hati memiliki tingkat
keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi
meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ
satusatunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan
kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang
dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan
dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk
dilakukannya transplantasi pada anakanak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya
hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati
harus cocok. Baru -
baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa,
yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada
anak dengan atresia bilier.

I. Komplikasi
1. Kolangitis
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu
yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutama
dalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60%
kasus. Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda
sepsis (demam, hipotermia, status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang,
feses acholic danmungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur
darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal
3. Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak
setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
4. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic
hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arteri
venosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal ini menyebabkan hipoksia, sianosis, dan
dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphy paru. Selain itu, hipertensi
pulmonal dapat terjadi pada anak-anakdengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan
dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh
echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts dan dapat
membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
a. Keganasan :
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangio carcinoma dapat timbul pada
pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan
harus dilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi kasai yang
berhasil. Hasil setelah gagal operasi Kasai Sirosis bilier bersifat progresif jika
operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu dan pada keadaan ini harus
dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan,
namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan
dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi
hati di masa kanak - kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus - kasus
dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren
(kegagalan sekunder operasi Kasai) atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis
(hepatopulmonary sindrom).

J. Prognosis
Keberhasilan porto enterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran
histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya
sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya
71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka
keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak
termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya
gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik
yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010. Atresia
bilier).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
2. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
3. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
4. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen,
hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
5. Pemeriksaan Fisik
a. BI : sesak nafas, RR meningkat
b. B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
c. B3: gelisah atau rewel
d. B4: urine warna gelap dan peka
e. B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat,
anoreksia, mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut
52 cm
f. B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan
gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan
2. Gangguan nutrisi kurang
3. Kerusakan integritas kulit

C. Intervensi keperawatan
DX Diagnosis keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Keperawatan
hasil
I Kekurangan volume NOC NIC
cairan  Fluid balance Fluid management
Definisi : penurunan cairan  Hydration  Timbang
intravaskular, interstisial,  Nutritional Status: popok/pembalut jika di
dan atau intraseluler. Ini Food and Fluid perlukan
mengacu pada dehidrasi,  Intake  Pertahankan catatan
kehilangan cairan saat tanpa intake dan output yang
perubahan pada natrium. Kriteria Hasil : akurat
Batasan Karakteristik :  Mempertahankan  Monitor status hidrasi
 Perubahan status mental urine output sesuai (kelembaban membran
  Penurunan tekanan darah dengan usia dan BB, mukosa, nadi adekuat,
 Penurunan tekanan nadi BJ urine normal, HT tekanan darah
 Penurunan volume nadi normal ortostatik), jika
 Penurunan turgor kulit  Tekanan darah, nadi, diperlukan
 Penurunan turgor lidah suhu tubuh dalam  Monitor vital sign
 Penurunan haluaran urin batas normal  Monitor masukan
 Penurunan pengisisan  Tidak ada tanda tanda makanan / cairan dan
vena dehidrasi, Elastisitas hitung intake kalori
 Membran mukosa kering turgor kulit baik, harian
 Kulit kering membran mukosa  Kolaborasikan
 Peningkatan hematokrit lembab, tidak ada rasa pemberian cairan IV
 Peningkatan suhu tubuh haus yang berlebihan  Monitor status nutrisi
 Peningkatan frekwensi  Berikan cairan IV pada
nadi suhu ruangan
 Peningkatan kosentrasi  Dorong masukan oral
urin  Berikan penggantian
 Penurunan berat badan nasogastrik sesuai output
 Tiba-tiba (kecuali pada  Dorong keluarga untuk
ruang ketiga) membantu pasien makan
 Haus  Tawarkan snack (jus
 Kelemahan buah, buah segar)
 Kolaborasi dengan
Faktor Yang dokter
Berhubungan  Atur kemungkinan
 Kehilangan cairan aktif tranfusi
 Kegagalan mekanisme  Persiapan untuk tranfusi
regulasi Hypovolemia
Management
 Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan
 Monitor adanya tanda
gagal ginjal

II Ketidakseimbangan NOC NIC


nutrisi kurang dari  Nutrional status Nutrion Management
kebutuhan tubuh  Nutrional : food and  Kaji adanya alergi
Definisi : Asupan nutrisi fluid makanan
tidak cukup untuk  Nutrional status :  Kolaborasi dengan ahli
memenuhi kebutuhan nutrient intake gizi
metabolik.  Weight control  Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : meningkatkan intake
 Berat badan 20% atau  Adanya peningkatan  Anjurkan pasien untuk
lebih di bawah berat badan berat badan sesuai meningkatkan protein dan
ideal tujuan vitamin C
 Diare  Mampu mengidenti  Berikan subtansi gula
 Bising usus hiperaktif fikasi kebutuhan  Monitor jumlah nutrisi
 Kurang minat pada nutrisi dan kandungan kalori
makanan  Menunjukkan Nutrition monitoring :
 Penurunan berat badan peningkatan fungsi  BB pasien dalam batas
dengan asupan makanan pengecapa n dari normal
tidak adekuat menelan  Monitor adanya
 Membrane mukosa pucat penurunan berat badan
 Tonus otot menurun  Monitor lingkungan
 Mengeluh gangguan selama makan
sensasi rasa  Monitor mual dan
 Mengeluh asupan muntah
makanan kuran dari RDA  Monitor pertumbuhan
(recommended daily dan perkembangan
allowance)  Monitor kalori dan
 Kelemahan otot untuk intake nutrisi
menelan
Faktor yang berhubungan
 Faktor biologis
 Faktor ekonomi
 Ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrient
 Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
 Ketidakmampuan menelan
makanan
 Faktor psikologis
III Kerusakan integritas kulit NOC NIC
Definisi : Perubahan /  Tissue Integrity : Skin Pressure Management
gangguan epidermis dan / and Mucous  Anjurkan pasien untuk
atau dermis Membranes menggunakan pakaian
Batasan Karakteristik :  Hemodyalis akses yang longgar
 Kerusakan lapisan kulit Kriteria hasil :  Hindari kerutan pada
(dermis)  Integritas kulit yang tempat tidur
 Gangguan permukaan kulit baik bisa  Jaga kebersihan kulit
(epidermis) dipertahankan agar tetap bersih dan
 Invasi struktur tubuh (sensasi, elastisitas, kering
Faktor Yang temperatur, hidrasi,  Mobilisasi pasien (ubah
Berhubungan : pigmentasi) posisi pasien) setiap dua
Eksternal :  Tidak ada luka/lesi jam sekali
 Zat kimia, Radiasi pada kulit  Monitor kulit akan
 Usia yang ekstrim  Perfusi jaringan baik adanya kemerahan
 Kelembapan  Menunjukkan  Oleskan lotion atau
 Hipertermia, Hipotermia pemahaman dalam minyak/baby oil pada
 Faktor mekanik (mis..gaya proses perbaikan kulit daerah yang tertekan
gunting [shearing forces]) dan mencegah  Monitor aktivitas dan
 Medikasi terjadinya cedera mobilisasi pasien
 Lembab berulang  Monitor status nutrisi
 Imobilitasi fisik  Mampu melindungi pasien
Internal kulit dan  Memandikan pasien

 Perubahan status cairan mempertahankan dengan sabun dan air


 Perubahan pigmentasi kelembaban kulit dan hangat

 Perubahan turgor perawatan alami Insision site care

 Faktor perkembangan  Membersihkan,

 Kondisi memantau dan

ketidakseimbangan nutrisi meningkatkan proses

(mis.obesitas, emasiasi) penyembuhan pada luka

 Penurunan imunologis yang ditutup dengan

 Penurunan sirkulasi jahitan, klip atau straples


 Kondisi gangguan  Monitor proses
metabolik kesembuhan area insisi
 Gangguan sensasi  Monitor tanda dan gejala
 Tonjolan tulang infeksi pada area insisi
 Bersihkan area sekitar
jahitan atau straples,
menggunakan lidi kapas
steril

Daftar Pustaka
Ringoringo, Parlin. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: RS Dr. Cipto Mangunkusumo
R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2.
Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EG

Anda mungkin juga menyukai