PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
mengatakan bahwa faktor genetic yang berperan, yang dikaitkan dengan
kelainan kromosom trisomi 17,18,dan 21 serta terdapat anomali pada organ.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika lahir. Gejala penyakit
ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah lahir dengan gejala-
gejala jaundice, adanya ikterus, dan urine berwarna gelap. Tinja berwarna
pucat , dan penurunan berat badan .
1
(62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian
amerika (1,5%). Walau jarang namun jumlah penderita atresiabilier yang
ditangani RS. Cipto Mangun Kusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003 tercatat
mencapai 37-38 bayi atau 23% dari 163 bayi berpenyakit kuning akibat
kelainan fungsi hati. Sedangkan di RSU Dr.Soetomo Surabaya antara tahun
1999-2004 ditemukan dari 19.270 penderita rawatinap di Instalansi Rawat
Inap Anak, tercatat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati
didapatkan 9 (9,4%) menderita atresiabilier ( Widodo J, 2010)
Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan
bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%,
tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresiabilier harus
ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu (Parlin,1991).
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum di kendalikan oleh sfingter
Oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction) di mana duktus
koledokus memasuki duodenum.
1. Kandung Empedu
4
subserosa mengandung jaringan penyambung, saraf, pembuluh darah,
limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali
bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu
dibedakan secara histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya
dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.
2. Pembentukan empedu
5
diperlukan bagi pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti
ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui
emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.
3. Ekskresi Bilirubin
6
besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh
hepatosit dan diekskresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi
enterehepatik). Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan
diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam
empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.
1. Intrahepatik
7
jaringan konektif fibroelastis di sekitar epitel, maka duktus semakin
besar. Duktus yang terbesar mempunyai otot polos pada dindingnya.
Kanalikuli biliaris sebenarnya bukan merupakan suatu duktus
melainkan suatu dilatasi ruang interseluler antara hepatosit yang
berdekatan. Diameter lumen kanalikuli ini rata-rata 0,7 mm.
2. Ekstrahepatik
c. Duktus sistikus
8
mm. Dalam duktus sistikus, mukosa membentuk 5-10 lipatan
seperti bulan sabit yang dikenal sebagai spiral valves of Heister.
Valvula ini berfungsi untuk menahan distensi yang berlebihan atau
kolaps dari vesika fellea dengan mengubah tekanan dalam duktus
sistikus dan berfungsi dalam menghambat masuknya batu empedu
ke dalam duktus koledokus.
d. Duktus Koledokus
Duktus koledokus terbentuk dari gabungan duktus sistikus
dengan duktus hepatikus komunis. Panjang duktus ini sekitar 7,5
cm, namun juga dapat bervariasi tergantung dari panjang duktus
sistikus dan duktus hepatikus komunis dengan diameter sekitar 6
mm. Duktus koledokus dibagi dalam 4 segmen : supraduodenal,
retroduodenal, pankreatika dan intraduodenal.
9
e. Ampula vateri
f. Sphingter Oddi
3. Sistem Vaskularisasi
10
B. Pengertian Atresia Bilier
11
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda
epitel yang akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa
menyeluruh atau sebagian. ( Chandrasoma & Taylor,2005)
C. Etiologi
D. Klasifikasi
12
Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:
E. Manifestasi Klinis
Bayi mengalami ikterus segera setelah lahir, feses pucat dan gambaran
serupa dengan hepatitis neonates. Jika kondisi ini tidak diobati, maka hepar
akan membesar, jantung menjadi tidak terlibat dan ada tanda malabsorbsi
lemak. Gejala yang biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir,
yaitu berupa: Air kemih bayi berwarna gelap (karena tingkat bilirubin
dalam darah dengan konsentrasi tinggi masuk ke dalam urin), tinja
13
berwarna pucat / acholic (karena kurangnya bilirubin yang diserap), kulit
berwarna kuning, berat badan tidak bertambah atau penambahan berat
badan berlangsung lambat, hati membesar.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
Gangguan pertumbuhan, gatal-gatal, rewel, tekanan darah tinggi pada vena
porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan
limpa ke hati).
F. Patofisiologi
14
Keadaan ini menunjukan bahwa atresiabilier terjadi pada akhir kehamilan
atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa
minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan
menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik atau
ekstrahepatik (Wong, 2008).
15
G. Pathway
Obstruksi aliran normal empedu Gangguan penyerapan lemak Nutrisi kurang dari
dari hati ke kantong empedu dan dan vitamin larut lemak (A, D, E Kerusakan integritas kulit
kebutuhan
usus dan K)
2. Progresif serosis hepatis trjadi jika aliran hanya dapat dibuka sebagian
oleh prosedur pembedahan, permasalahan dengan pendarahan dan
penngumpalan.
4. Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak dan gagal
tumbuh.
5. Hipertensi portal
17
serta bilirubin darah. Kolangitis menaik dibagi 2:Kolangitis menaik
dini (early ascending cholangitis). Hal ini bias berakibat fatal bila
terjadi.Kolangitis menaik lambat (late cholangitis). Hal ini tidak
bersifat fatal, tetapi hamper selalu terjadi pada pasca operasi.Cara
mencegah kolangitis menaik adalah dengan modifikasi kimura pada
tekhnik operasi Kasai I (Halimun, EM, 1983).
1. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus, tetapi urobilin dalam urine negative, hal ini
menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
2. Pemeriksaan feces
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin
dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
3. Biopsi hati
Untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan
dengan pengambilan jaringan hati.
4. USG abdomen
Menunjukkan kandung empedu yang kecil atau tidak ada sama sekali,
adanya tanda Triangular cord sangat sensitive menunjukkan adanya atresia
bilier. Hal ini dapat digunakan untuk menilai sistem hepatobiliary neonatal
dan dapat tidak termasuk anomali anatomi lainnya.Ultrasonography juga
bisa digunakan untuk mengevaluasi parenkim hati. Ultrasonografi cepat,
18
aman dan non-invasif bermakna pada evaluasi bayi dengan ikterik. Pada
atresia bilier, kandung empedu kecil atau tidak terlihat. Duktus bilier tidak
terlihat dan hepar mungkin mengalami peningkatan echogenicity. Sebagai
tambahan, munculnya anomali polisplenia (limpa multipel, vena portapre-
duodenal, situs inversus, dan absensia vena cava infrahepatik) memberi
kesandiagnosis.
5. MRI
Temuan pada bayi dengan atresia bilier termasuk visualisasi lengkap
dari sistemextrahepatic empedu dan intensitas sinyal periportal tinggi pada
T2-tertimbang Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan (yang mungkin
merupakan dilatasi kistik dari saluran empedu janin dengan sekitarnya
fibrosis). Visualisasi lengkap dari sistem bilier ekstrahepatik tidak
termasuk atresia bilier, tetapi tidak memperlihatkan gambaran yang
menunjukan penyakit saluransaluran empedu atau hati.
6. Pemeriksaan Fungsi hati
Bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,
partial thromboplastin time.
J. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
1). Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
2). Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+
K+ ATPase (menginduksi aliranempedu).
3). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai
jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus
enterohepatik asam empedu sekunder
19
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam
ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis per oral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam
litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
20
langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini
hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
21
kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada
selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran
berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
b). Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan
atresia bilier mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam
usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan
yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
seperti minyak kelapa.
c). Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari
akumulasi toksik yang menyebar ke dalam darah dan kulit
yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
d). Pemberian health edukasi dan emosional support,
keluarga juga turut membantu dalam memberikan stimulasi
perkembangan dan pertumbuhan klien.
K. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Atresia Bilier
1. Identitas
2. Riwayat kesehatan
22
Apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella, apakah ibu
pernah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus
pada bayi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita kolestasis, maka
kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik.
3. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Bagaimana status pertumbuhan pada anak dengan cara menanyakan
pada orang tuanya dan melihat catatan kesehatan tentang ukuran berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar dada, dan lingkr kepala.
Pada riwayat perkembangan dapat diketahui melalui penggunaan
perkembangan DDST II (denver development screning test II)
4. Riwayat imunisasi
Perlu ditanyakan riwayat imunisasi dasar seperti BCG, DPT, Polio,
Hepatitis, Campak maupun imunisasi ulangan (booster)
5. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to toe yang
meliputi:
a. Keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda vital :
Respirasi : meningkat, dan Nadi : takikardi.
b. Kepala : Dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, keadaan rambut dan
kulit kepala.
c. Mata : Dinilai keadaan palpebra, konjungtiva anemis atau tidak, sklera
ikterik, dan keadaan dan refleks pupil.
d. Telinga : Dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran
timpani, dan ketajaman pendengaran.
e. Hidung : Dapat dinilai ada tidaknya epitaksis.
23
f. Mulut : dinilai bagaimana keadaan lidah, ada tidaknya radang pada
gusi dan mukosa mulut, ikterik pada sclera kulit dan membrane
mukosa
g. Leher : Ada tidaknya kaku kuduk, nadi karotis teraba atau tidak.
h. Dada
Respirasi : adanya peningkatan frekuensi pernapasan, nampak sesak,
dan ada tidaknya suara napas tambahan.
Cardiovaskuler : iktus cordis nampak dan teraba atau tidak. Auskultasi
bunyi jantung.
i. Abdomen : Ada distensi abdomen, hepatomegali (+), dan asites.
j. Kulit : Pruiritis, jaundice.
6. Pola nutrisi dan eliminasi
a. Nutrisi : anoreksia, tidak toleran terhadap lemak dan makanan
pembentuk gas, dehidrasi
b. Eliminasi : Perubahan warna urin dan feses
Urine : warna gelap seperti teh, pekat
Feses : warna pucat seperti dempul
c. Aktivitas istirahat : Letargi atau kelemahan, Gelisah atau rewel
d. Sirkulasi : Takikardia, berkeringat, ikterik pada sklera kulit dan
membran mukosa.
e. Nyeri/kenyamanan : Otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan.
f. Keamanan : Ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus),
kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem perifer,
jaundice, kerusakan kulit.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1). Bilirubin direk dalam serum meninggi.
2). Nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl.
24
3). Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati
akibat bendungan empedu yang luas.
4). Tidak ada urobilinogen dalam urine.
5). Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
b. Pemeriksaan diagnostik
25
DX
Tujuan Tindakan Rasional
4. Tanda dehidrasi
4. Observasi tanda-tanda mengindikasikan
dehidrasi (oliguria, kuilt intervensi segera dalam
kering, turgor kulit buruk, mengatasai kekurangan
ubun-ubun dan mata cekung cairan pada bayi
26
II Bayi akan menunjukkan 1. Ukur masukan diet harian 1. Memberikan informasi
peningkatan berat badan progresif (MCT) tentang kebutuhan
mencapai tujuan dengan nilai pemasukan/defisiensi
laboratorium normal
3. Pasien cenderung
3. Berikan perawatan mulut
mengalami
sering
luka/perdarahan gusi dan
rasa tak enak pada mulut
dimana menambah
anoreksia
III Bayi akan mempertahankan 1. Mandikan dengan air hangat 1. Mencegah kulit kering
kelembapan kulit yang ditandai sehari dua kali dan di olesi berlebihan dan
dengan kulit tidak kering, tidak ada baby cream. Pertahankan memberikan penghilang
pruritus, jaringan kulit utuh dan sprei kering dan bersih rasa gatal. Kelembapan
bebas lecet meningkatkan pruritus
dan resiko kerusakan kulit
2. Pengubahan posisi
menurunkan tekanan
2. Rubah posisi tidur sesuai
pada jaringan dan untuk
jadwal
27
memperbaiki sirkulasi
IV Bayi akan bertumbuh dan 1. Berikan stimulus pada bayi 1. Stimulasi bayi yang
berkembang secara normal yang yang menekankan terencana membantu
ditandai dengan mencapai tahap pencapaian keterampilan tahap-tahap penting
pertumbuhan dan perkembangan motorik kasar dalam perkembangan
yang sesuai dan membantu orangtua
memiliki ikatan dengan
bayi
2. Dapat menghilangkan
2. Jelaskan pada orangtua
stress pada orangtua
bahwa bayi mereka dapat
yang menghadapi
saja tidak mencapai tahap-
masalah dan memberikan
tahap penting
informasi penting tentang
perkembangan dengan
cara-cara menstimulasi
kecepatan yang sama seperti
perkembangan
pada bayi sehat.
3. Mengelompokkan
intervensi memungkinkan
3. Sedapat mungkin lakukan bayi beristirahat tanpa
intervensi secara gangguan, istirahat
berkelompok diperlukan untuk tahap
tumbuh kembang bayi
28
BAB III
2. Menunjukan terjadinya
2. Auskultasi bunyi nafas
komplikasi (contoh
krekles, mengi dan ronchi
adanya bunyi tambahan
menunjukan akumulasi
cairan/sekresi)
meningkatkan resiko
infeksi
PENUTUP
A. Kesimpulan
29
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari
tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada
ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006).
30
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi
Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah
2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Sodikin. 2007. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistim Gastrointestinal Dan
Hepatobilier. Salemba Medika
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta : EGC
Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2.
Jakarta :Penebar Swadaya
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta:
FKUI.
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru
Lahir yang berkepanjangan.
Wong, D.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2.
Jakarta : EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis
proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Hull, David. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Ed. 3. Jakarta : EGC
31