Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan
fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya
akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier terjadi
karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu.
Tindakan operatif atau bedah dapat dilakukan untuk penatalaksanaannya. Pada lebih
kurang 80% - 90% bayi dengan atresia biliaris ekstrahepatik yang menjalani
pembedahan ketika usianya kurang dari 10 minggu dapat dicapai drainase getah
empedu (Halamek dan Stevenson, 1997). Meski demikian, sirosis yang progresif
tetap terjadi pada anak, dan sampai 80% - 90% kasus pada akhirnya akan
memerlukan transplantasi hati.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1 dalam
25.000 kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial atau genetik
kendati ditemukan predominasi wanita sebesar 1,4:1 (McEvoy dan Suchy, 1996;
Whitington, 1996). Di Belanda, dilaporkan kasus atresia bilier sebanyak 5 dari
100.000 kelahiran hidup, di Perancis 5,1 dari 100.000 kelahiran hidup, di Inggris
dilaporkan 6 dari 100.000 kelahiran hidup. Di Texas tercatat 6.5 dari 100.000
kelahiran hidup, 7 dari 100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4 dari 100.000
kelahiran hidup di USA dan dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000 kelahiran hidup di
Jepang menderita atresia bilier. Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih
100 institusi, atresia bilier di dapatkan pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam
(20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian amerika (1,5%). Walau jarang
namun jumlah penderita atresia bilier yang ditangani RS. Cipto Mangun Kusumo
(RSCM) pada tahun 2002-2003 tercatat mencapai 37-38 bayi atau 23% dari 163 bayi
berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan di RSU Dr. Soetomo
Surabaya antara tahun 1999-2004 ditemukan dari 19.270 penderita rawat inap di

1
Instalansi Rawat Inap Anak, tercatat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan
fungsi hati didapatkan 9 (9,4%) menderita atresia bilier ( Widodo J, 2010).
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung
empedu. Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran
empedu di dalam maupun di luar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan
perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui. Jika aluran empedu buntu, maka
empedu akan menumpuk di hati. Selain itu akan terjadi ikterus atau kuning di kulit
dan mata akibat tingginya kadar bilirubin dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan
kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal atau sampai
terjadi kematian.
Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab
efikasi pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan menurun bila
dilakukan setelah umur 2 bulan. Bagi penderita atresia bilier prosedur yang baik
adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus. Selain
itu,terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi anak yang menderita
atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar
pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota
keluarga pasien. (Donna L. Wong, 2008)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar penyakit atresia bilier ?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan atresia bilier ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit atresia bilier.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan atresia bilier.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Penyakit
Anatomi dan Fungsi Sistem Biliaris

1. Anatomi Sistem Biliary


Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen
daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gr, dan di bagi menjadi empat
lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang
ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih
kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah ke dalam dan ke luar hati sangat penting
dalam penyelenggaran fungsi hati.
Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak di antara lobulus
hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit yang membawanya ke saluran
empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus
hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung untuk

3
membentuk duktus koledokus (commom bile duct) yang akan mengosongkan isinya
ke dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum di kendalikan oleh sfingter
Oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction) di mana duktus koledokus
memasuki duodenum.
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk sebuah
pear, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak
dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ
tersebut terikat pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu
30-50ml empedu. Dindingnya terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu
dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.
a. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah
pear,memiliki panjang 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml namun saat
terdistensi dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di
sebuah lekukan pada permukaaan bawah hepar yang secara anatomi
membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung empedu
dibagi menjadi 4 area secara anatomi yaitu fundus, leher, corpus, dan
infundibulum. Fundus berbentuk bulat dan ujungnya 1-2 cm melebihi
batas hepar, strukturnya kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan
korpus yang kebanyakan terdiri dari jaringan elastis. Leher biasanya
membentuk sebuah lengkungan, yang mencembung dan membesar
membentuk Hartmann’s pouch.
Kandung empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung
kolesterol dan tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung
empedu dalam kelenjar tubuloalveolar yang ditemukan dalam mukosa
infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan
korpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh
lamina propria. Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan
oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna. Perimuskular
subserosa mengandung jaringan penyambung, saraf, pembuluh darah,

4
limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali
bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu
dibedakan secara histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya
dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.
Arteri sistika yang mensuplai kandung empedu biasanya berasal dari
cabang arteri hepatika kanan. Lokasi Arteri sistika dapat bervariasi
namun hampir selalu di temukan di segitiga hepatosistica, yaitu area
yang dibatasi oleh Ductus sistikus, Ductus hepaticus komunis dan batas
hepar (segitiga Calot). Ketika arteri sistika mencapai bagian leher dari
kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran
vena akan melalui vena kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau
lebih jarang akan menuju vena besar sistika menuju vena porta. Aliran
limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.
Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari
cabang simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik
simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu,
dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus
splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus
vagus memberikan serat kolinergik pada kandung empedu, duktus
biliaris dan hepar.

b. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk secara terus menerus oleh hepatosit dan
dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran empedu. Empedu terutama
tersusun dari air dan elektrolit, seperti natrium, kalium, kalsium, klorida
serta bikarbonat, dan juga mengandung dalam jumlah yang berati
beberapa substansi seperti lesitin, kolesterol, billirubin serta garam-
garam empedu. Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam kandung
empedu untuk kemudian dialirkan ke dalam intestinum bila diperlukan
bagi pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi

5
bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi
lemak oleh garam-garam empedu.
Garam-garam empedu disintesis oleh hepatosit dari kolesterol.
Setelah terjadi konjugasi atau pengikatan dengan asam-asam amino
(taurin dan glisin), garam empedu diekskresikan ke dalam empedu.
Bersama dengan kolesterol dan lesitin, garam empedu diperlukan untuk
emulsifikasi lemak dalam intestinum. Proses ini sangat penting untuk
proses pencernaan dan penyerapan yang efisien. Kemudian garam
empedu akan diserap kembali, terutama dalam ileum distal, ke dalam
darah portal untuk kembali ke hati dan sekali lagi diekskresikan ke
dalam empedu. Lintasan hepatosit empedu intestinum dan kembali lagi
kepada hepatosit dinamakan sirkulasi enterohepatik. Akibat adanya
sirkulasi enterohepatik, maka dari seluruh garam empedu yang masuk
ke dalam intestinum, hanya sebagian kecil yang akan diekskresikan ke
dalam feses. Keadaan ini menurunkan kebutuhan terhadap sintesis aktif
garam empedu oleh sel-sel hati.

c. Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan
hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup
se-sel Kupffer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam
darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi
asam glukoronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam
larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit
ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalm
empedu ke duodenum.
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen
yang sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi
diabsorbsi lewat mukosa intestinal ke dalam daerah portal. Sebagian
besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh

6
hepatosit dan diekskresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi
enterehepatik). Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan
diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam
empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat
penyakit hati, bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu
dalam saluran empedu) atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah
merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak
memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat
dalam urin.

d. Fungsi Kandung Empedu


Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi
empedu. Di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup,
empedu yang diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung
empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu
diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam
kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi
saat diekskresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk ke
dalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi
sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam
intestinum. Respon ini diantarai oleh sekresi hormon kolesitokinin-
pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus.
2. Sistem Bilier terbagi atas :
a. Intrahepatik
Sistem biliaris Intrahepatik terdiri atas kanalikuli biliaris dan
duktuli biliaris intralobular. Duktus biliaris intrahepatik terdiri atas sel
kuboid atau sel epitel kolumnar. Bersama dengan bertambahnya
jaringan konektif fibroelastis di sekitar epitel, maka duktus semakin
besar. Duktus yang terbesar mempunyai otot polos pada dindingnya.

7
Kanalikuli biliaris sebenarnya bukan merupakan suatu duktus melainkan
suatu dilatasi ruang interseluler antara hepatosit yang berdekatan.
Diameter lumen kanalikuli ini rata-rata 0,7 mm.
b. Ekstrahepatik
Sistem biliaris ekstrahepatik merupakan suatu saluran yang
berada di dalam ligamentum hepatoduodenale dan secara histologis
terdiri atas sel epitel kolumnar tinggi yang mensekresi mukus, selain itu
juga terdapat jaringan konektif di bawah epitel yang terdiri atas
sejumlah serabut elastis, kelenjar mukus, pembuluh darah dan saraf.
Sistem biliaris extrahepatik terdiri dari :
1) Duktus Hepatikus Kiri dan Kanan
Duktus hepatikus kiri dan kanan muncul pada porta hepatika
dari kanan dan kiri lobus hepar dan berbentuk huruf V. Panjang
dari duktus hepatis kiri dan kanan bervariasi antara 0,5-2,5 cm.
Biasanya duktus hepatis kiri lebih panjang dari kanan dan lebih
mudah dilatasi bila terjadi obstruksi di bagian distal.
2) Duktus Hepatikus Komunis
Duktus Hepatikus komunis merupakan gabungan antara
duktus hepatikus kiri dan kanan dengan panjang sekitar 4 cm.
Pada 95 % kasus, gabungan ini berada di luar hepar, tepat di
bawah dari porta hepatis. Pada 5% kasus, bergabung di dalam
hepar.
3) Duktus sistikus
Duktus sistikus timbul di bagian leher vesika fellea dan
bergabung dengan duktus hepatika komunis. Panjang duktus
sistikus bervariasi antara 0,5-0,8 cm dengan diameter rata-rata 1-
3 mm. Dalam duktus sistikus, mukosa membentuk 5-10 lipatan
seperti bulan sabit yang dikenal sebagai spiral valves of Heister.
Valvula ini berfungsi untuk menahan distensi yang berlebihan
atau kolaps dari vesika fellea dengan mengubah tekanan dalam

8
duktus sistikus dan berfungsi dalam menghambat masuknya batu
empedu ke dalam duktus koledokus.
4) Duktus Koledokus
Duktus koledokus terbentuk dari gabungan duktus sistikus
dengan duktus hepatikus komunis. Panjang duktus ini sekitar 7,5
cm, namun juga dapat bervariasi tergantung dari panjang duktus
sistikus dan duktus hepatikus komunis dengan diameter sekitar 6
mm. Duktus koledokus dibagi dalam 4 segmen : supraduodenal,
retroduodenal, pankreatika dan intraduodenal.
Segmen supraduodenal mempunyai panjang 2,5 cm dan
berada di batas kanan dari ligamentum hepatoduodenal, yaitu
pada bagian anterior dari vena porta dan sebelah kanan dari arteri
hepatika komunis ascendens.
Segmen retroduodenal berada di posterior dari bagian
pertama duodenum dengan panjang sekitar 2,5 - 4 cm. Segmen
ini berjalan sepanjang permukaan inferior duodenum, kemudian
berpindah dari kanan ke kiri dan berada tepat di kanan dari arteri
gastroduodenal.
Segmen pankreatika dari duktus koledokus memanjang dari
batas bawah dari bagian awal duodenum ke dinding
posteromedial dari bagian kedua duodenum, dimana duktus
masuk ke dalam dinding duodenum.
Segmen intraduodenal mempunyai panjang 2 cm dan
berjalan miring sepanjang dinding duodenum bersama dengan
duktus pankreatikus.
5) Ampula vateri
Ampula vateri terbentuk dari pertemuan antara duktus
koledokus dengan duktus pankreatikus. Panjang ampula ini
bervariasi, ditemukan panjangnya lebih dari 2 mm pada 46 %
kasus, sedangkan kurang dari 2 mm pada 32 % kasus dan tidak

9
ada pertemuan antara duktus pankreatika dengan duktus
koledokus pada 29 % kasus.
6) Sphingter Oddi
Pada segmen intraduodenal dari duktus koledokus dan
ampula dikelilingi oleh lapisan serabut otot polos yang dikenal
sebagai Sphingter of Oddi. Sfingter ini merupakan kelompok
serabut otot yang berada pada dinding duktus koledokus.
Pengaturan dari aliran empedu utamanya dikontrol oleh sfingter
ini dan terjadi relaksasi sfingter akibat stimulasi kolesistokinin
dan parasimpatis.

c. Sistem Vaskularisasi
Duktus biliaris ekstrahepatik mendapat vaskularisasi dari
beberapa tempat, diantaranya; Duktus hepatis dan segmen
supraduodenal dari duktus koledokus mendapat aliran darah dari cabang
kecil arteri sistikus. Bagian retroduodenal dari duktus koledokus
disuplai oleh cabang retroduodenal dan posterosuperior dari arteri
pankreatikoduodenal. Segmen pankreatika dan intraduodenal
divaskularisasi oleh arteri pankreatikoduodenal bagian anterior dan
posterosuperior.

2.2 Definisi
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu atau karena adanya proses
inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus
bilier ekstrahepartik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis) yang

10
mengakibatkan terjadinya penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin
direk dalam hati dan darah (Julinar, dkk, 2009).
Atresia Bilier adalah suatu penghambatan didalam pipa/ saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder).
Ini merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. Atresia bilier
merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi
saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008).

2.3 Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya
kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21, serta terdapatnya anomali organ pada 30%
kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier
adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau
iskemi. Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana
hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar
disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat
kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari
faktor-faktor predisposisi berikut:
1. Infeksi virus atau bakteri
2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. Komponen yang abnormal empedu
4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
5. Hepatocelluler dysfunction

11
2.4 Manifestasi Klinis
Bayi mengalami ikterus segera setelah lahir, feses pucat dan gambaran serupa
dengan hepatitis neonates. Jika kondisi ini tidak diobati, maka hepar akan membesar,
jantung menjadi tidak terlibat dan ada tanda malabsorbsi lemak. Gejala yang biasanya
timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa: Air kemih bayi berwarna
gelap (karena tingkat bilirubin dalam darah dengan konsentrasi tinggi masuk ke
dalam urin), tinja berwarna pucat / acholic (karena kurangnya bilirubin yang diserap),
kulit berwarna kuning, berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan
berlangsung lambat, hati membesar.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut: Gangguan
pertumbuhan, gatal-gatal, rewel, tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh
darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
Tanda pertama dari atresia bilier adalah penyakit kuning, yang menyebabkan
warna kuning pada kulit dan bagian putih mata.. Jaundice disebabkan oleh hati tidak
mengeluarkan bilirubin, pigmen kuning dari darah. Biasanya, bilirubin diambil oleh
hati dan dilepaskan ke dalam empedu. Namun, penyumbatan saluran empedu
menyebabkan bilirubin dan elemen lain dari empedu terakumulasi dalam darah. Bayi
akan menunjukan kondisi normal pada saat lahir tetapi dalam perkembangannya
menunjukan jaundice (kulit dan sclera mata berubah menjadi kuning), warna aurin
yang pekat, dan warna feses yang cerah dalam minggu pertama kehidupan. Setiap
bayi dengan jaundice, setelah berumur 1 bulan dapat dipastikan terkena atresia
biliaris dengan pemeriksaan darah (diantaranya: tipe bilirubin, bilirubin konjugasi dan
bilirubin tak terkonjugasi). Peningkatan bilirubin pada bayi dikarenakan kekurangan
drainase , abdomen menjadi sangat tegang, dan perbesaran dikarenakan peningkatan
ukuran hati. Jika hal ini terjadi, bayi akan menjadi rentan dan kehilangan berat badan
(meskipun pertambahan cairan akan menutupinya ).

2.5 Klasifikasi
Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
1. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable.

12
Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari saluran-
saluran ekstrahepatik empedu paten.
2. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/ incorrectable
Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir
ini dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati
radikal. Tidak bersifat paten seperti pada tipe operatif.
Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:
1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus
komunis, segmen proksimal paten
2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis,
duktus sistikus, dan kandung empedu semuanya)
3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis,
duktus sistikus, kandung empedu normal
4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai
ke hilus

Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi


(correctable) sedangkan tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di

13
operasi (non correctable), bila telah terjadi sirosis maka dilakukan
transpalantasi hati.

2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama
asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
1) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
2) Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk
mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+
ATPase (menginduksi aliranempedu).
Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal
pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik
asam empedu sekunder

b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam


ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis per oral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam
litokolat yang hepatotoksik.

2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides
(MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat
metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan
secara efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya
dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak

14
dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti
lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti
vitamin A, D, E, K
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan
langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini
hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi
untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat
secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah
organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat
dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak
dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa
bahkan telah mempunyai anak.
Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan
kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak
dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang
dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus
cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian
dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver"
transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :

15
1) Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu
dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi
kegagalan hati.
2) Supportive treatment
a) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang
berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan
vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan
kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada,
kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau
tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
b) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan
atresia bilier mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam
usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan
yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti
minyak kelapa.
c) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi
toksik yang menyebar ke dalam darah dan kulit yang
mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
d) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga
juga turut membantu dalam memberikan stimulasi
perkembangan dan pertumbuhan klien.

2.7 Pemeriksaan penunjang


Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya
diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik.
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin

16
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan
kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari
hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah
tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk <
4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih
mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan
SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih
mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan
gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan
alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan
atresia bilier.
1) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya
pada pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam
urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran
empedu total.
2) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi
warna pada tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena
adanya sumbatan.
3) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan :
protombin time, partial thromboplastin time.
b. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya
diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa
pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.
Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu
hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah

17
60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum
dapat menentukan adanya atresia bilier.
2. Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77%
dan dapat ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase,
yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum. Bila pada
saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia
bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi
abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan
meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia
bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I
/ distal.
b. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop
Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%.
Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan
fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5
hari. Pada kolestasis intrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit
berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan
pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi
ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain
pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan
ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan
penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung),
pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3
merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier. Teknik sintigrafi dapat

18
digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis
sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi
atresia bilier, yang terbaik adalah menggabungkan basil pemeriksaan
USG dan sintigrafi.
c. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA
(Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan
pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan
bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna
untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis
intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat
dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai
saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3. Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%, sehingga dapat membantu pengambilan
keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi
Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus
hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu
dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen
section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang
mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini.
Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk

19
melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler
(gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi
tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak
dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu.

2.8 Pathway
ATRESIA BILIER

Kelainan Kongenital Infeksi


KKongenital Virus/Bakteri

Obstruksi saluran empedu Obstruksi saluran empedu Kerusakan progresif


intra hepatik ekstra hepatik pada ductus bilier

Empedu kembali ke Inflamasi Progresif


Ekskresi Saluran Empedu
hati
Bilirubin tidak terbentuk
MK : Hipertermi

Gg. Penyerapan
lemak dan Obstruksi aliran dari Lemak dan vitamin
vitamin larut hati ke dalam larut lemak tidak
lemak dapat di absorbsi
Gg. Supply Proses
darah pd sel Malnutrisi
peradangan
hepar Kekurangan vitamin
pada hati
larut lemak (A, D, E
Mual Muntah dan K)
Kerusakan Hepatomegaly
ductus
empedu sel Distensi abdomen dan MK :
hepatik kebutuhan oksigen Kekurangan
meningkat Volume Cairan
Kerusakan sel
ekskresi MK : Pola nafas
MK : Gg. Nutrisi
tidak efektif
kurang dari
kebutuhan tubuh
Bilirubin

20
2.9 Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun
atau viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi
saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat
pada janin, bayi yang baru lahir. Keadaan ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi
pada akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu
beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan
menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik atau
ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan
peradangan, edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan
ikterus dan duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin.
Obstruksi yang terjadi mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja
berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga
menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus,
lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami
kekurangan vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama, 2005).
2.10 Diagnosa Banding
Diagnosa bandingnya luas dan meliputi:
1. Sindrom Alagille
2. defisiensi alfa-1-antitripsin
3. penyakit Byler ( kolestasis intrahepatik keluarga progresif )
4. penyakit Caroli
5. kista koledochal
6. kolestasis
7. penyakit sitomegalovien bawaan
8. infeksi virus herpes simpleks bawaan

21
9. rubela kongenital
10. sifilis bawaan
11. toksoplasmosis kongenital
12. fibrosis kistik
13. galaktosemia

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan data
a. Identitas
Identitas meliputi nama klien, usia, jenis kelamin.\
b. Keluhan utama :
Terdapat keluhan yaitu jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Anak dengan Atresia Billiary intra hepatik setelah usia 6 tahun terjadi
gangguan neuromuskuler seperti tidak ada reflek-reflek tendo dalam,
kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan berjalan akibat parosis
kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan lalu meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita,
riwayat operasi, riwayat alergi, riwayat imunisasi.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama dengan klien, keturunan dan lainnya. Menentukan
apakah ada penyebab herediter atau tidak.
f. Pemeriksaan Fisik
BI :Sesak nafas, RR meningkat
B2 :Takikardi,berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan
vitamin K).
B3 :Gelisah atau rewel
B4 :Urine warna gelap dan pekat
B5 :Distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna
pucat, anoreksia, mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun,
lingkar perut 52 cm.

23
B6 :Ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan
gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Bilirubin direk dalam serum meninggi
b) Nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
c) Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati
akibat bendungan empedu yang luas
d) Tidak ada urobilinogen dalam urine
e) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2) Pemeriksaan diagnostik
a) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab
kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran
empedu)
b) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan
duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat
berarti atresia empedu terjadi
c) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan
hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran
empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra
hepatic
d) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan
dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75%
penderita tidak ditemukan lumen yang jelas

h. Pemeriksaan tingkat perkembangan


1) Tahap Tumbuh Kembang umur 6-9 Bulan

24
a) Duduk (sikap tripoid-sendiri)
b) Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan
c) Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
d) Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya
e) Memungut dua benda, masing-masing tangan pegang satu benda
pada saat yang bersamaan
f) Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
g) Bersuara tanpa arti, misalnya ,mamama, bababa, papapa
h) Mencari benda/mainan yang dijatuhkan
i) Bermain tepuk tangan atau ciluk ba
j) Bergembira dengan melempar benda
k) Makan kue sendiri
2) Umur 9-12 bulan
a) Mengangkat badannya ke posisi berdiri
b) Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi
c) Dapat berjalan dengan di tuntun
d) Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan/gambar yang
diinginkan
e) Menggenggam erat pensil
f) Memasukkan benda ke mulut
g) Mengulang menirukan bunyi yang didengar
h) Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
i) Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
j) Bereaksi terhadap suara perlahan/bisikan
k) Senang diajak bermain “ ciluk ba”
l) Mengenal anggota keluarga, takut kepada orang yang belum
dikenal
3) Umur 12-18 bulan
a) Berdiri sendiri tanpa berpegangan
b) Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali

25
c) Berjalan mundur 5 langkah
d) Memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu dengan kata
“mama”. Tergantung mengajarinya, kalau diajari memanggilnya
“ayah” ya akan dipanggil “ayah.
i. Pola fungsi kesehatan
1) Aktivitas istirahat
Gejala : Letargi atau kelemahan
Tanda : Gelisah atau rewel
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat, ikterik pada sklera kulit dan membran
mukosa.
3) Eliminasi
Tanda :Distensi abdomen, asites
Urine :Warna gelap, pekat
Feses :Warna dempul, steatorea, diare/konstipasi dapat terjadi
4) Integritas Ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : Takut, cemas, gelisah , menari diri
5) Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, tidak mau makan, mual/muntah tidak toleran
terhadap lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang.
6) Higyene
Tanda : Sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan..
8) Pernapasan
Gejala: Peningkatan frekuensi pernafasan
9) Keamanan
Tanda : Ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan
perdarahan, oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit.

26
3.2 Diagnosa keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan infeksi virus atau bakteri, kerusakan
progresif pada duktus bilier, inflamasi progresi.
2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
obstruksi aliran dari hati kedalam, lemak dan vitamin larut lemak tidak
dapat di absrobsi, kekurangan vitamin larut lemak (A,D,E,K).
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses peradangan pada hati,
hepatomegali, distensi abdomen, menekan diafragma.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ekskresi
bilirubin ke usus terhambat, gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut
lemak, malnutrisi.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan malnutrisi, perut terasa
penuh, mual muntah.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan bilirubin,
priuritis, ikterus.
7. Cemas berhubungan dengan peningkatan bilirubin, urine berwarna gelap,
tinja berwarna coklat.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan kasai

27
3.3 Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Hipertermia berhubungan NOC NIC
dengan infeksi virus atau Thermoregulation Fever treatment
bakteri, kerusakan progresif Kriteria Hasil : - Monitor suhu sesering
pada duktus bilier, inflamasi  Suhu tubuh dalam mungkin.
progresif rentang normal - Monitor IWL.
Definisi : Peningkatan suhu  Nadi dan RR dalam - Monitor warna dan suhu
tubuh diatas kisaran normal. rentang normal kulit.
Batasan Karakteristik :  Tidak ada - Monitor tekanan darah,
 Konvulsi perubahan warna nadi dan RR.
 Kulit kemerahan kulit dan tidak ada - Monitor WBC, Hb, dan
 Kejang pusing Hct.

 Takikardi - Selimuti pasien.

 Takipnea - Kompres pasien pada lipat

 Kulit terasa hangat paha dan aksila.

Factor yang Berhubungan - Tingkatkan sirkulasi udara.

: Temperature regulation
- Monitor suhu minimal tiap
 Anastesia
2 jam.
 Penurunan respirasi
- Monitor TD, nadi dan RR.
 Dehidrasi
- Monitor warna dan suhu
 Medika
kulit.
 Trauma
- Monitor tanda – tanda
hipertermi.
- Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi.
- Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh.

28
- Berikan antipiretik jika
perlu.
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu
dan RR.
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah.
- Monitor kualitas dari nadi.
- Monitor suara patu.
- Monitor sianosis perifer.
- Identifikasi penyebab dari
perubahan.
2 Keterlambatan pertumbuhan NOC NIC
dan perkembangan  Grownt and Peningkatan perkembangan
berhubungan dengan Development, anak dan remaja
obstruksi aliran dari hati Delayed - Kaji faktor penyebab
kedalam, lemak dan vitamin  Nutrition Imbalance gangguan perkembangan
larut lemak tidak dapat di Less Than Body anak
absrobsi, kekurangan  Requirements: - Identifikasi dan gunakan
vitamin larut lemak Kriteria Hasil: sumber pendidikan untuk
(A,D,E,K).  Anak berfungsi memfasilitasi
Definisi: optimal sesuai perkembangan anak yang
Penyimpangan/kelainan dari tingkatannya optimal
aturan kelompok usia  Keluarga dan anak - Berikan perawatan yang
Batasan karakteristik : mampu konsisten
 Gangguan menggunakan - Tingkatan komunikasi
pertumbuhan fisik koping terhadap verbal dan stimulasi taktil
 Penurunan waktu tantangan karena - Berikan instruksi berulang
respon adanya dan sederhana

29
 Terlambat dalam ketidakmampuan - Berikan reinforcement
melakukan  Keluarga mampu positif atas hasil yang
keterampilan umum mendapatkan dicapai anak
kelompok usia sumber-sumber - Dorong anak melakukan
 Kesulitan dalam sarana komunikasi perawatan sendiri
melakukan  Kematangan fisik : - Manajemen perilaku anak
keterampilan umum - Wanita: perubahan yang sulit
kelompok usia fisik normal pada - Dorong anak melakukan
 Afek datar wanita yang terjadi sosialisasi dengan

 Ketidakmampuan dengan transisi dari kelompok

melakukan aktivitas masa kanak-kanak - Ciptakan lingkungan yang

perawatan diri yang ke dewasa aman

sesuai dengan usia - Pria: perubahan fisik Nutritional Management:

 Ketidakmampuan normal pada pria - Kaji keadekuatan asupan

aktivitas yang terjadi dengan nutrisi (misalnya kalori, zat

pengendalian dan transisi dari masa gizi)

perawatan diri yang kanak-kanak ke - Tentukan makanan yang

sesuai dengan dewasa disukai anak

usianya  Status nutrisi - Pantau kecenderungan

 Lesu/tidak seimbang kenaikan dan penurunan

bersemangat  Berat badan berat badan

Faktor yang berhubungan Nutrition Theraphy:

: - Menyelesaikan penilaian
gizi, memantau
 Efek ketidak
makanan/cairan tertelan
berdayaan fisik
dan menghitung asupan
 Defisiensi
kalori harian
lingkungan
- Memantau kesesuaian
 Pengasuhan yang
perintah diet untuk
tidak adekuat

30
 Reponsivitas yang memenuhi kebutuhan gizi
tidak konsisten sehari-hari
 Pengabaian - Kolaborasi dengan ahli
 Pengasuh ganda gizi, jumlah kalori dan

 Ketergantungan yang jenis nutrisi yang

terprogram dibutuhkan untuk

 Perpisahan dari memenuhi persyaratan gizi

orang yang dianggap yang sesuai

penting - Pilih suplemen gizi

 Defisiensi stimulasi - Dorong pasien untuk


memilih makanan
semisoft, jika kurangnya
air liur menghalangi
menelan
- Mendorong asupan
makanan tinggi kalsium
- Mendorong asupan
makanan dan cairan tinggi
kalium, pastikan bahwa
diet termasuk makanan
tinggi kandungan serat
untuk mencegah konstipasi
- Memberikan pasien
dengan tinggi protein,
tinggi kalori, makanan dan
minuman bergizi dari yang
dapat mudah dikonsumsi
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan proses keperawatan selama….x (Airway management)

31
peradangan pada hati, 24jam klien menunjukan - Atur posisi klien untuk
hepatomegali, distensi pola nafas efektif, memaksimalkan ventilasi.
abdomen, menekan dibuktikan dengan status - Lakukan fisioterapi dada
diafragma. respirasi: Ventilasi adekuat sesuai kebutuhan.
dengan kriteria: - Dorong klien untuk
 Klien menunjukan bernafas pelan dan dalam.
kedalaman dan - Auskultasi bunyi nafas,
kemudahan area penurunan ventilasi
bernafas. atau tidak adanya ventilasi
 Ekspansi dada dan adanya bunyi nafas
simetris. tambahan.
 Tidak ada - Kelola pemberian
penggunaan otot bronchodilator sesuai
bantu pernafasan. kebutuhan.
 Tidak ada bunyi - Ajarkan klien bagaimana
nafas tambahan. menggunakan inhaler.
 Tidak ada nafas - Atur posisi klien untuk
pendek. mengurangi dypsneu.
- Monitor status respirasi
dan oksigen sesuai
kebutuhan.
Terapi oksigen
(Oxigen therapy):
- Pertahankan kepatenan
jalan nafas.
- Siapkan perlengkaan O2
dan atur system
humidifikasi.
- Berikan tambahan oksigen

32
sesuai permintaan.
- Monitor aliran oksigen
- Berikan oksigen sesuai
kebtuhan
- Monitor posisi pemberian
oksigen.
- Berikan O2 sesuai
kebutuhan.
- Monitor kefektifan terapi
oksigen
- Monitor kemampuan klien
dalam mentoleransi
perpindahan O2 ketika
makan.
- Monitor tingkat kecemasan
klien berhubungan dengan
kebutuhan terapi oksigen.
Monitor Respirasi
(Respiratory monitoring).
- Monitor kecepatan, irama,
kedalaman respirasi.
- Catat pergerakan dada,
kesimetrisan, penggunaan
otot nafas tambahan dan
adanya retraksi otot
intercosta.
- Monitor pola nafas:
bradypneu, tachyoneu,
hiperventilasi, pernaasan

33
kusmaul, cheynes stokes,
biot dan apneu.
- Palpasi ekspansi paru.
- Perkusi thoraks anterior
dan posterior bagian apeks
dan dasar kedua paru-
paru.
- Auskultasi bunyi paru
setelah pemberian
pengobatan.
- Monitor penongkatan
kegelisaan dan kecemasan.
- Monitor kemampuan klien
untuk batuk efektif.
- Monitor hasil pemeriksaan
foto thoraks.
4 Nutrisi kurang dari NOC: NIC
kebutuhan tubuh Status gizi: tingkat zat gizi - Pengelolaan gangguan
berhubungan dengan yang tersedia untuk makan
ekskresi bilirubin ke usus memenuhi kebutuhan - Pengelolaan nutrisi
terhambat, gangguan metabolic - Bantu menaikkan BB
penyerapan lemak dan
Status gizi: asupan
vitamin larut lemak,
makanan dan cairan: jumlah - Aktivitas keperawatan:
malnutrisi
makanan dan cairan yang di - Timbang BB klien pada
konsumsi tubuh selama interval yang sesuai
waktu 24 jam - Tentukan BB idea klien

Status gizi: nilai gizi: - Berikan informasi

keadekuatan zat gizi yang menyangkut sumber-

dikonsumsi tubuh sumber yang tersedia .

34
seperti: konseling

Tercapai setelah menjalani diet,program latihan.

perawatan selama 3 hari - Diskusikan dengan klien


tentang kondisi medis yang
mempengaruhi BB
Kriteria hasil: - Diskusikan tentang risiko
 Klien akan yang berkaitan dengan
mempertahankan kelebihan atau kekurangan
berat badan ideal BB
 Klien menyatakan - Bantu klien dalam
toleransi terhadap mengembangkan rencana
diet ang dianjurkan makan yang seimbang dan
 Mempertahankan konsisten dengan tingkat
massa tubuh dan penggunaan energi
berat badan dalam
batas normal
 Melaporkan
keadekuatan tingkat
energy

5 Kekurangan volume cairan NOC NIC


berhubungan dengan  Fluid Balance Fluid management
malnutrisi, perut terasa  Hydration - Timbang popok/pembalut
penuh, mual muntah.  Nutritional status: jika diperlukan
Definisi: penurunan cairan food and fluid intake - Pertahankan cacatan intake
intravaskular, interstisial, Kriteria hasil: dan output yang akurat
dan atau intraseluler. Ini  Tekanan darah, nadi, - Monitor status hidrasi jika
mengacu pada dehidrasi, suhu tubuh dalam diperlukan

35
kehilangan cairan saa tanpa batas normal - Monitor vital sign
perubahan pada natrium  Tidak ada tanda- - Monitor masukan
Batasan karakteristik : tanda dehidrasi makanan/cairan dan hitung
 Perubahan status  Elastisitas turgor intake kalori harian
mental kulit baik, membran - Kolaborasi pemberian
 Penurunan tekanan mukosa lembab, cairan IV
darah tidak ada rasa haus - Monitor status nutrisi
 Penurunan tekanan yang berlebihan - Berikan cairan IV pada
nadi suhu ruangan

 Penurunan volume - Dorong masukan oral

nadi - Berikan penggantian

 Penurunan turgor nesogatrik sesuai output

kulit - Dorong keluarga untuk

 Penurunan turgor membantu pasien makan

lidah - Tawarkan snack (jus buah,


buah segar)
 Penurunan
- Kolaborasi dengan dokter
pengeluaran urine
- Ataur kemungkinan
 Penurunan
transfusi
pengisisan vena
- Persiapan untuk transfusi
 Membran mukosa
Hypovolemia management:
kering
- Monitor status cairan
 Kulit kering
termasuk intake dan output
 Peningkatan
cairan
hematokrit
- Pelihara IV line
 Penungkatan suhu
- Monitor tingkat Hb dan
tubuh
hematokrit
 Peningkatan
- Monitor tanda vital
frekuensi nadi
- Monitor respon pasien
 Peningkatan

36
konsentrasi urine terhadap penambahan
 Penurunan berat cairan
badan - Monitor berat badan
 Haus - Dorong pasien untuk
 Kelemahan menambahkan intake oral
Faktor yang berhubungan - Pemberian cairan IV
: monitor adanya tanda dan

 Kehilangan cairan gejala kelebihan volume

aktif cairan

 Kegagalan - Monitor adanya tanda

mekanisme regulasi gagal ginjal

6 Kerusakan integritas kulit NOC NIC


berhubungan dengan  Tissue Integrity Pressure Management
peningkatan bilirubin,  Membranes - Anjurkan pasien untuk
priuritis, ikterus  Hemodyalis akses menggunakan pakaian
Definisi : perubahan / Kriteria Hasil : yang longgar
gangguan epidermis dan  Integritas kulit yang - Hindari kerutan pada
dermis. baik bisa saja tempat tidur
Batasan karakteristik : dipertahankan. - Jaga kebersihan kulit agar
 Kerusakan lapisan  Tidak ada luka/lesi tetap bersih dan kering
kulit ( dermis ) pada kulit - Mobilisasi pasien setiap
 Gangguan  Perfusi jaringan baik dua jam sekali
permukaan kulit (  Menunjukkan - Monitor kulit akan adanya
epidermis ) pemahaman dalam kemerahan
 Invasi struktur tubuh proses perbaikan - Oleskan lotion atau
Faktor yang berhubungan kulit dan mencegah minyak/baby oil pada
: terjadinya sedera daerah yang tertekan

 Eksternal berulang - Monitor aktivitas dan

- Zat kimia, radiasi  Mampu melindungi mobilisasi pasien

37
- Usia yang ekstrim kulit dan - Monitor status nutrisi
- Hipertermia mempertahankan pasien
- Medikasi kelembaban kulit - Memandikan pasien
- Lembab dan perawatan alami dengan sabun dan air
- Imobilisasi fisik hangat
 Internal Insision site care
- Perubahan status - Membersihkan, memantau
cairan dan meningkatkan proses
- Perubahan turgor penyembuhan pada luka
- Penurunan sirkulasi yang ditutup dengan
- Tonjolan tulang jahitan, klip atau straples
- Gangguan sensasi - Monitor proses
kesembuhan area insisi
- Monitor tanda dan gejala
infeksi area insisi
- Bersihkan area sekitar
jahitan atau straples,
menggunakan lidi kapas
steril
- Gunakan preparat
antiseptic, sesuai program
- Ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau
biarkan luka tetap terbuka
sesuai program

7. Cemas berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Menurunkan kecemasan


peningkatan bilirubin, urine keperawatan selama ….x (Anxiety reduction):
berwarna gelap, tinja 24jam orang tua klien - Gunakan ketenangan

38
berwarna coklat. mampu mengontrol cemas dalam pendekatan untuk
(Anxiety control) dengan menenangkan klien.
kriteria : - Jelaskan seluruh prosedur
- Klien melaporkan tindakan kepada klien dan
tidak ada perasaan yang mungkin
manivestasi muncul pada saat
kecemasan secara melakukan tindakan.
fisik. - Berusaha memahami
- Klien melaporkan keadaan klien situasi setres
manifestasi prilaku yang di alami klien.
akibat kecemasan: - Berikan informasi tentang
tidak ada diagnosa, prognosis dan
- Klien dapat tindakan.
meneruskan - Temani klien untuk
aktivitas yang di memberikan kenyamanan
butuhkan meskipun dan mengurangi ketakutan.
ada kecemasan. - Dorong keluarga untuk
- Klien menunjukan enemani klien sesuai
kemampuan untuk kebutuhan.
berfokus pada - Dorong klien untuk
pengetahuan dan mengungkapkan perasaan,
keterampilan yang pengharapan dan
baru. ketakutan.
- Klien dapat - Identifikasi tingkat
mengidentifikasi kecemasan klien klien
gejala yang - Berikn aktivitas hiburan
merupakan indicator untuk mengurangi
kecemasan. ketegangan.
- Bantu klien untuk

39
mengidentifikasi situasi
yang menyebabkan
kecemasan.
- Control stimulus sesuai
kebutuhan klien.
- Dengarkan dengan penuh
perhatian.
- Ciptakan hubungan saling
percaya.
- Bantu klien untuk
mengungkapkan hal hal
yang membuat cemas.
- Tentukan kemampuan
klien dalam menentukan
keputusan.
- Ajarkan klien tehnik
relaksasi.
- Observasi gejala verbal
dan non verbal dari
kecemasan.
8 Resiko infeksi berhubungan NOC NIC
dengan pembedahan kasai Immune status knoeledge : Infection control (kontrol
Definisi : mengalami Infection Control Risk infeksi)
peningkatan resiko terserang control  Bersihkan lingkungan
organism patogenetik Kreteria hasil : setelah dipakai pasien lain
Faktor-faktor resiko:  Klien harus bebas  Pertahankan teknik isolasi
 Penyakit kronis dari tanda dan gejala  Batasi pengunjung, bila
- Diabetes militus infeksi perlu
- Obesitas  Mendeskripsikan  Instruksikan pengunjung

40
 Pengetahauan yang proses penularan untuk mencuci tangan saat
tidak cukup untuk penyakit, fakto yang berkunjung dan sesudah
menghindari mempengaruhi berkunjung meninggalkan
pemanjaan pathogen penularan serta pasien
 Pertahanan tubuh penatalaksanaannya  Gunakan sabun anti
primer yang tidak  Menunjukkan mikroba untuk cuci tangan
adekuat kemampuan untuk  Cuci tangan etiap sebelum
- Gangguan peristalsis mencegah tumbulnya dan sesudah tindakan
- Kerusakan integritas infeksi  Gunakan baju, sarung
kulit (pemasangan  Jumlah leukosit tangan sebagai alat
Kateter intravena, dalam batas normal pelindung
invasive)  Menunjukkan  Pertahankan lingkungan
- Perubahan sekresi PH perilaku hidup sehat aseptic selama pemasangan
- Penurunan kerja alat
siliaris  Ganti leta IV perifer dan
- Pecah ketuban dini line central dan dressing
- Pecah ketuban lama sesuai petunjuk umum

- Merokok  Gunakan kateter intermiten

- Statis cairan tubuh untuk menurunkan infeksi

- Trauma jaringan kencing

 Ketidak adekuatan  Tingkatkan intake nutrisi

perthanan sekunder  Berikan terapi antibiotic,

- Penurunan bila perlu infection

hemoglobin protection (proteksi

- Imunosupresi terhadap infeksi)

 Vaksinasi tidak  Monitor tanda dan gejala

adekuat infeksi sistemik dan local


 Monitor hitung granulosit,
 Peminjaman terhadap
WBC
pathogen

41
 Lingkingan meningkat  Monitor kerentanan
- Wabah terhadap infeksi
 Prodedur invasive  Batasi pengunjung
 Malnutrisi  Sharing kepada pengunjung
mengenai penyakit menular
 Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan kulit
pada bagian epidema
 Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kmerahan, panas,
drainase
 Inspeksi kondisinluka dan
insisi bedah
 Dorong masukan nutrisi
yang cukup
 Dorog masukan cairan
 Dorong masukan istrirahat
 Instruksikan pasien
meminum antibiotic sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga pasien tanda dan
gejala infeksi
 Ajarka cara menghindari
infeksi

42
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

43
3.4 Implementasi

Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan.


3.5 Evaluasi

1. Diagnosa Hipertermia :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
2. Diagnosa Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan :
a. Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya
b. Keluarga dan anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena
adanya ketidakmampuan
c. Keluarga mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunikasi
3. Diagnosa Pola nafas tidak efektif :
a. Klien menunjukan kedalaman dan kemudahan bernafas.
b. Ekspansi dada simetris.
c. Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.
4. Diagnosa Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh :
a. Klien akan mempertahankan berat badan ideal
b. Klien menyatakan toleransi terhadap diet ang dianjurkan
c. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
5. Diagnosa Kekurangan volume cairan:
a. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
c. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan
6. Diagnosa Kerusakan integritas kulit :
a. Integritas kulit yang baik bisa saja dipertahankan.
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit

44
c. Perfusi jaringan baik
7. Diagnosa cemas :
a. Klien melaporkan tidak ada manivestasi kecemasan secara fisik.
b. Klien melaporkan manifestasi prilaku akibat kecemasan: tidak ada
c. Klien dapat meneruskan aktivitas yang di butuhkan meskipun ada
kecemasan.
8. Diagnosa Resiko infeksi :
a. Klien harus bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, fakto yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah tumbulnya infeksi

45
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak
adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih
dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus
persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris,
dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran
Dorland, 2006)

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat kelompok sampaikan bagi pembaca khususnya
mahasiswa/i Jurusan Keperawatan , hendaknya memberikan asuhan keperawatan
lansia dengan benar dan tepat sehingga dapat sesuai dengan evaluasi yang
diharapkan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu Kesehatan
Anak. Jurnal Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jakarta: EGC
R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi
Edisi 2. Jakarta : EGC
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir
yang berkepanjangan.
Wong, D.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2. Jakarta
: EGC

47

Anda mungkin juga menyukai