Anda di halaman 1dari 87

KASUS SERI

PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA


PASIEN GUILLAIN-BARRE SYNDROME DENGAN GAGAL
NAPAS, SEPSIS DAN GIZI KURANG

SYAUFI ZAHRAH
C 117214202

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. dr. Nurpudji A. Taslim , MPH, SpGK (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
BAGIAN ILMU GIZI KLINIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Sindroma Guillain Barre (GBS) merupakan penyebab kelumpuhan yang


cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda, serangannya akut, monofasik,
menyerang sistem imun yang biasanya diawali oleh adanya infeksi. Beberapa nama
disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute
Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute
Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl
Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome
(Fujimura, 2013 dan Shahrizaila, 2010).
Insiden GBS berkisar antara 1-3/100.000 populasi pada penelitian
epidemiologi yang dilakukan di Eropa, Amerika dan Australia. Menyerang semua
usia, paling banyak terdapat pada usia muda dan tua. Insidensi laki-laki lebih tinggi
dibanding perempuan dan sindrom ini dicirikan dengan kelumpuhan otot ekstremitas
yang akut dan progresif. Penyebab pasti SGB belum diketahui, sekitar 60% dari
kasus SGB didahului oleh infeksi saluran pernapasan maupun pencernaan.
Berdasarkan penelitian, diketahui infeksi bakteri Camphylobacter jejuni paling sering
mendahului kejadian Guillain Barre. Selain itu infeksi virus seperti Epstein Barr,
Citomegalovirus, HIV juga berhubungan dengan kejadian GBS (Shahrizaila, 2010).
Guillain Barre merupakan salah satu penyebab kelumpuhan otot yang
bersifat asending dan simetris, artinya didahului oleh kelumpuhan anggota gerak
bawah, kemudian akan terus mengenai anggota gerak atas. Salah satu komplikasi
Gullain Barre yang dapat mengancam jiwa yaitu kelumpuhan otot-otot pernafasan
yang akan mengakibatkan gagal nafas dan otot-otot wajah dapat mengalami
kelumpuhan sehingga sulit untuk menelan normal (GBS,2017).
Status nutrisi merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap sistem
imun. Defisiensi nutrisi telah diketahui berhubungan dengan respon imun yang tidak
adekuat terutama terhadap cell mediated immunity, aktivitas fagosit, produksi sitokin,
dan sintesis antibodi (Steinberg, 2012).
Laporan ini dibuat untuk melihat peran nutrisi yang dapat membantu proses
penyembuhan dan pemulihan pasien GBS.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindroma Guillain Barre merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flaksid, terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis (Fujimura, 2013). Gejala
pertama yang dirasakan adalah kelemahan dalam beberapa tingkat dan adanya
gangguan terhadap rasa geli pada kaki, kemudian kelemahan dapat menjalar sampai
ke lengan dan tubuh bagian atas, dan biasanya simetris. Gejala dapat meningkat,
sampai seluruh otot utama tidak dapat digunakan dan dalam keadaan berat semua
otot akan paralisis. Guillain Barre sering juga disebut sebagai acute idiopathic
demyelinating polyradiculoneuritis (AIDP) yang artinya proses demielinasi pada
Guillain Barre bersifat akut (Merck M, 2017).

2.2 Epidemiologi

Penyakit GBS sudah ada sejak tahun 1859. Nama Guillain Barre diambil
dari dua ilmuwan Perancis, Guillain dan Barre yang menemukan dua orang prajurit
perang di tahun 1916 yang mengindap kelumpuhan kemudian sembuh setelah
menerima perawatan medis. GBS termasuk penyakit langka dan terjadi hanya 1 atau
2 kasus per 100.000 di dunia tiap tahunnya (Pithadia, 2010).
Berdasarkan studi populasi, insiden GBS di Eropa dan Amerika Utara
dilaporan sebanyak 1,2 sampai 1,9 per 100.000 kasus penduduk tiap tahun,
sedangkan di dunia dilaporkan sebanyak 0,6-4 per 100.000 kasus. Terdapat beberapa
jenis penyakit ini, sindroma Fisher merupakan jenis yang paling sedikit dengan
insiden 0,1 per 100.000 kasus. Laki-laki 1,5 kali lebih banyak dari perempuan dan
insidennya meningkat berkaitan dengan usia, 1 per 100.000 pada usia dibawah 30
tahun dan sekitar 4 per 100.000 kasus pada usia setelah 75 tahun. Sebanyak 0,66 per
100.000 kasus GBS di Cina dilaporkan pada usia dewasa. Sekitar dua pertiga kasus
GBS di dahului oleh infeksi dengan onset gejalanya terjadi enam minggu, biasanya
terjadi infeksi saluran napas atas atau saluran cerna, dengan insiden gagal napas

3
sekitar 20-30%. Dalam lima tahun ini dilaporkan bahwa insiden terbanyak terjadi
pada daerah yang rentan terjadi infeksi organisme dan wabah GBS, dilaporkan
berhubungan dengan infeksi Campylobacter jejuni. Meskipun organisme patologis
penyebabnya belum dapat diidentifikasikan biasanya agen infeksius yang sering
adalah virus Epstein-Barr, Mycoplasma pneumoniae, Campylobacter jejuni and
cytomegalovirus. Dan bisanya terjadi pada musim panas yang merupakan infeksi
sekunder dari C. jejuni. Dilaporkan juga bahwa vaksinasi berhubungan dengan
penyakit ini, seperti vaksinasi influenza, termasuk vaksin flu burung, vaksin hepatitis
dan vaksin meningitis (Pithadia, 2010 dan Willson, 2016).

2.3 Patofisiologi

Garis besar perjalanan klinis GBS terdiri dari dua pola khas yang dibagi
menjadi fase penyusun dan komponennya (gambar 1). Pertama, terjadi infeksi atau
stimulasi sistem kekebalan yang menyebabkan terjadi penyimpangan respon
autoimun pada saraf perifer dan cabang-cabang saraf tulang belakang. Dan juga
terjadi mimikri molekuler antara mikroba dan antigen saraf yang dapat mencetuskan
terjadinya gangguan, biasanya dijumpai pada kasus infeksi C. jejuni. Fase berikutnya
adalah terdapat peran faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi kerentanan
individu. Kelemahan anggota gerak sering akibat keterlibatan saraf sensorik dan
kranial, yaitu 1-2 minggu setelah terjadinya stimulasi kekebalan tubuh, dan biasanya
puncak defisit klinis terjadi pada minggu ke-2 sampai ke-4 (Willson, 2016).

Gambar 1. Perjalanan GBS (Willson, 2016).

4
Terdapat sejumlah teori yang menjelaskan terjadinya GBS, dimana sistem
imun tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang paling sering adalah adanya
organisme (misalnya virus atau bakteri) mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem
saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Pada GBS terbentuk
antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau
partikel asing dalam tubuh seperti bakteri maupun virus. Antibodi yang bersirkulasi
dalam darah ini akan mencapai myelin dan merusaknya, dengan bantuan sel-sel
leukosit sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan
mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan yang seharusnya
menghasilkan materi lemak penghasil myelin. Organisme tersebut kemudian
menyebabkan sel-sel imun seperti limfosit dan makrofag menyerang myelin.
Limfosit T akan tersensitisasi bersamaan dengan limfosit B yang akan memproduksi
antibodi melawan komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi myelin
(gambar 2). Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada
waktu yang bersamaan, myelin yang ada dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan
serangan yang berlanjut jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap.
Malfungsi sistem imunitas yang terjadi pada GBS menyebabkan kerusakan
sementara pada saraf perifer dan timbulah gangguan sensorik, kelemahan yang
bersifat progresisf ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai
neuropati perifer (Shahar E, 2006).
Hampir dua per tiga kasus GBS berhubungan dengan infeksi akut oleh
beberapa bakteri spesifik dan virus, seperti Campylobacter jejuni, cytomegalovirus,
virus Epstein-Barr, Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenza, dan virus
Varicella-zoster. Pada kasus C. jejuni (kasus yang paling sering) dihasilkan antibodi
yang dapat mengaktifkan sistem komplemen dan menfagosit bakteri. Meskipun
sedikit kasus yang menyatakan antibodi yang dihasilkan oleh C. jejuni mengikat
gangliosida jaringan saraf, sehingga menyebabkan terjadi aktivasi komplemen dan
dirusak oleh fagosit, kerusakan jaringan saraf perifer ini menimbulkan kerusakan
pada akson dan demielinasi (Shahar E, 2006) .

5
Gambar 2. Demyelinasi saraf (Shahar E, 2006).

Mekanisme lain yang sering disebut pada GBS adalah mimikri molekuler.
Mimikri molekuler ini berhubungan dengan situasi dimana patogen dan tuan rumah
memiliki antigen yang hampir sama, atau reseptor sel B dan sel T tuan rumah dapat
dikenali oleh peptida yang tidak sesuai, yang mempengaruhi antibodi dan respon
sistem imun sel T. Atau dengan kata lain terjadi kesalahan sistem imun sehingga
menyerang myelin atau akson. Kesalahan ini terjadi karena permukaan mikroba
(terutama C.jejuni) mengandung polisakarida yang glikokonjugasinya mirip dengan
sistem saraf manusia, kemiripan ini disebut molekuler mimikri, yang dikenali oleh
reseptor sel T dan sel B dari struktur mikroba serta dikenali juga oleh antigen tuan
rumah, yang disebut juga infeksi memicu antibodi silang reaktif yang menyebabkan
penyakit autoimun (Pithadia, 2010 dan Yu RK, 2006).
Sebagian besar patogen penyebab GBS memasuki tubuh melalui mukosa
atau epitel saluran cerna. Masuknya patogen merangsang imunitas innate, patogen
dipersentasikan ke pada sel T (CD4) oleh antigen presenting cells (APC), dan sel B
dapat diaktifkan oleh sel Th2. Karena terjadi molekuler mimikri oleh antigen, sel T
aktif akan merusak sawar darah saraf sehingga melepaskan sitokin inflamasi, melalui
pengakatifan kaskade komplemen dan makrofag oleh reseptor Fc III. Inflamasi oleh
karena sitokin menyebabkan terbentuknya leukosit-leukosit dan kerusakan jaringan
saraf oleh satu dari empat mekanisme, yaitu: terjadi lisis pada sel T CD4, serangan
komplemen, kerusakan oleh sitokin serta radikal bebas melalui fagosit dan terjadi
gangguan antibodi pada proses konduksi saraf sehingga menyebabkan parlisis otot,

6
gangguan sensoris atau otonom. Respon inflamasi tergantung pada subtipe GBS dan
patogennya. Target serangan imun adalah gangliosida, yaitu komlpeks
glikospingolipid (kompleks lemak dan karbohidrat) yang mengandung N-
asetilneuremanik, sering dijumpai di dinding sel saraf atau terdistribusi luas pada
membran jaringan saraf terutama terletak pada nodus Ranvier. Antibodi
antigangliosida terutma antibodi antiGM1 banyak dijumpai pada kasus GBS (20-
50%), terutama dipicu oleh infeksi C. jejuni (Pithadia, 2010 dan Yu RK, 2006).

Gambar 3. Mimikri molekular pada gangliosida dan C.jejuni lipopolisakarida


(Yu RK,dkk. 2006)

Jenis dan Varian Guillain Barre Syndrome


Sampai 20 tahun yang lalu GBS masih dianggap sebagai kelainan
homogen, kelainan ini bervariasi sesuai keparahan. Variasi yang terjadi diyakini
sebagian besar disebabkan oleh injuri pada aksonal saraf, timbul karena sekunder
dari demielinasi, yang menyebabkan terjadinya perbedaan mendasar patofisiologis
pada jenis GBS tiap individu. Remielinasi saraf perifer secara fungsional bersifat
efektif, hal ini merupakan proses perbaikan alami, sedangkan regenerasi akson
terjadi secara lambat, dan ireversibel, yang terjadi sepanjang serat saraf. Kemudian
terjadi perubahan sudut pandang, menyatakan bahwa spektrum GBS yang heterogen
tergantung pada fenotip patologis klinisnya, fenotip utama dikenal sebagai acute
inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP) and acute motor axonal
neuropathy (AMAN), gambar 3 (Willson, 2016).
Beberapa varian GBS dapat dilihat pada tabel 1. Penyakit ini memiliki
bentuk yang hampir sama dalam evolusi, proses perbaikan, gejala-gejala yang
tumpang tindih dan kemungkinan penyebab peranan sistem imun. Apabila terjadi

7
kerusakan pada selubung myelin transmisi saraf yang melaluinya akan terganggu
atau melambat, sehingga timbul sensasi yang abnormal ataupun kelemahan.
Autoantibodi yang menyerupai gangliosida GM2 manusia sering dijumpai akibat
infeksi CMV. Ini termasuk ke dalam tipe demielinasi, dan prosesnya sendiri dinamai
demielinasi primer, merupakan karakteristik dari AIDP (Pithadia, 2010).
Pada tipe aksonal, akson saraf rusak pada proses demielinasi sekunder. Hal
ini terjadi pada pasien dalam fase inflamasi berat. Apabila akson putus, sinyal saraf
akan dihambat dan tidak dapat disalurkan lebih lanjut sehingga timbul kelemahan
dan paralisis. Tipe ini paling sering terjadi setelah gejala diare, dan memiliki
prognosis yang kurang baik karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang
panjang dibandingkan selubung myelin.

Gambar 4. Sub-tipe utama dari GBS dan pathway respon antibodi


(Willson HJ,dkk. 2016)

8
Tabel 1. Varian GBS (Pithadia, 2010).

Tipe campuran merusak baik akson maupun myelin. Paralisis jangka


panjang pada penderita diduga akibat kerusakan permanen pada akson atau myelin.
Saraf-saraf perifer dan spinal merupakan lokasi utama demielinasi, namun saraf
karanial dapat terlibat.

2. 4 Manifestasi Klinis

Umumnya pasien akan mengalami satu kali serangan, berlangsung selama


beberapa minggu kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih kembali.
Kerusakan myelin menyebabkan gangguan fungsi saraf perifer yakni; motorik,
sensorik dan otonom. Manifestasi klinis yang utama adalah kelemahan otot-otot
pernapasan yang dapat menimbulkan kematian.

2.4.1 Gejala Klinis


Gejala klinis GBS bervariasi. Kelemahan dan gangguan sensoris merupakan
gejala yang paling sering dijumpai. Biasanya bersifat progresif dimulai dari tungkai
bawah dan bergerak naik, menyebabkan kesukaran dalam bergerak yang sering

9
disebut kaki karet, kaki cenderung goyah dengan atau tanpa mati rasa atau kesemutan
sampai paralisis. Kelemahan bergerak ke atas sampai otot lengan dan wajah,
biasanya selama beberapa jam sampai hari (24 – 72 jam). Seringkali, saraf kranial
bawah terpengaruh, menyebabkan kelemahan bulbar (disfagia orofaringeal, yang
meliputi sulit menelan, meneteskan air liur, dan / atau kesulitan mempertahankan
jalan nafas terbuka) dan ophthalmoplegia, yang dapat mempengaruhi otot-otot
pernapasan sehingga menyebabkan gagal napas. Sebagian besar pasien memerlukan
rawat inap, dan sekitar 30% memerlukan bantuan ventilasi mekanik (Pithadia, 2010).
Gejala sensoris biasanya berbentuk kehilangan proprioceptiv (position
sense) dan fibrosia (kehilangan refleks tendon dalam yang dalam), yang merupakan
ciri penting GBS, termasuk juga nyeri, parastesia dan mati rasa. Rasa nyeri adalah
gejala yang umum terjadi sering didapatkan akibat gangguan tulang belakang bagian
bawah dan biasanya labih parah. Mati rasa dan parastesia dimulai dari bagian distal
dan bergerak naik (asending) dijumpai bentuk yang sama dengan kelemahan motorik
pada 80% kasus. Nyeri dapat hilang sendiri dibutuhkan hanya obat analgetik standar.
Perubahan otonom dapat mencakup takikardia, bradikardia, flushing wajah,
hipertensi paroksismal, hipotensi ortostatik, anhidrosis dan atau diaphoresis.
Dijumpai juga retensi urin dan ileus paralitik. Disfungsi usus dan kandung kemih
jarang ditemukan pada gejala awal, tetapi dapat juga bertahan untuk periode waktu
tertentu, terutama pada kasus yang parah, yang dijumpai pada dua pertiga kasus.6
Pasien GBS dengan meningitis, ensefalitis, pneumonia, septikemia, malaria
berat, serta bronkitis, sering dijumpai SIADH (syndrome inappropriate anti diuretic
hormone) karena defisit natrium atau kelebihan air akibat kelebihan cairan
iatrogenik. Adanya penghambatan saluran Na + pada cairan serebrospinal biasanya
berhubungan dengan GBS akut. Na+ yang berlebihan hampir selalu bersifat
iatrogenik. Koreksi cepat hiponatremia dapat menyebabkan terjadinya osmotic brain
demyelination (Pithadia, 2010).

2.4.2 Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase (Pithadia, 2010 dan
Willson, 2016) :
1. Fase progresif.

10
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala
menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan
progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung
seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir
klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan
mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi risiko kerusakan
fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
2. Fase plateau.
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik
perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat
kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama
dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada.
Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,
keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.
Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus,
serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang
meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses
penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien
langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain
mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase
penyembuhan.
3. Fase penyembuhan
Biasanya pada fase ini terjadi perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun
berhenti memproduksi antibodi yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-
angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan
terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan
dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan
otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel
saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps.
Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien
lainnya tetap menunjukkan gejala ringan sampai waktu yang lama setelah
penyembuhan (memakan waktu 2 tahun untuk pulih). Derajat penyembuhan

11
tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi, dan
penyembuhan bisa saja tidak lengkap.

2.5 Diagnosis

Kriteria diagnosis GBS pertama kali dilansir tahun 1981 dan dimodifikasi
pada tahun 1990 oleh Asbury AK dan Comblath DR. Kemudian review yang ditulis
olah Eposito S dan Longo MR pada tahun 2016, menyatakan bahwa kriteria
diagnosis GBS berdasarkan pada gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang dapat
dilihat pada tabel 2 (Asbury, 1990 dan Eposito, 2016).

Kriteria Diagnostik Sindroma Guillain-Barre


Temuan yang dibutuhkan untuk diagnosis
 Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau lebih
 Arefleksia

Temuan klinis yang mendukung diagnosis :

 Gejala atau tanda sensorik ringan


 Keterlibatan saraf kranialis (bifacial palsies) atau saraf kranial lainnya
 Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitas berhenti
 Disfungsi otonom
 Tidak adanya demam saat onset
 Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4 minggu
 Adanya tanda yang relatif simetris

Temuan laboratorium yang mendukung diagnosis:

 Peningkatan protein dalam CSS dengan jumlah sel <10 sel/μl


 Temuan elektrofisiologis mengenai adanya demyelinasi: melambatnya atau
terbloknya hantaran saraf

Sumber: Asbury dkk, 1990

12
Tabel 2. Kriteria diagnosis GBS (Eposito S dan Longo MR, 2016)

Gejala yang khas pada GBS adalah progresif dan cepat, kelemahan yang simetris dan
biasanya mencapai puncaknya sampai 4 minggu. Pada penelitian kohort yang besar
dikatakan bahwa 95% pasien GBS yang diamati, 97% mencapai puncak gambaran
klinis pada minggu ke 4 dan 80% dijumpai pada minggu ke 2. Sekitar 8% dijumpai
paraparesis dan dapat menetap sampai 6 bulan, 9% pasien dijumpai dengan refleks
tendon yang normal pada lengan yang lemah dan 2% dengan kelemahan tungkai.
Kelemahan otot pernapasan berat yang memerlukan dukungan alat bantu napas
(ventilator) dijumpai pada 10-30% pasien (Fokke, 2014).

2.6 Diagnosis Banding

Anamnesis, pemeriksaan fisik, analisis CSF, penilaian konduksi saraf, dan


penunjang pencitraan dapat membantu membedakan GBS dengan subfenotipnya.
Termasuk juga infeksi sebagai penyebab, keganasan leptomeningeal, dan gangguan
neuromuscular junction (tabel 3). Memanifestasi monofasik pada GBS dijumpai
pada 90% kasus, namun 10% pasien mengalami bentuk berulang atau kambuh dan
dapat juga tidak menunjukkan perbaikan setelah 8 minggu, tetapi hal ini tidak biasa
untuk GBS (Jasti, 2016).

13
2.7 Komplikasi
Komplikasi GBS yang signifikan adalah kegagalan ventilasi, pneumonia
aspirasi, sepsis, kontraktur sendi, dan trombosis vena dalam. Namun secara garis
besar oleh Wang dkk, 2015. mengelompokkan komplikasi GBS menjadi 2 yaitu;
1. Komplikasi jangka pendek:
- kardiovaskuler
- Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
- Ensefalopati
- Komplikasi respiratori
- Penyakit ginjal
- Rhabdomiolisis
- Konstipasi
2. Komplikasi jangka panjang:
- gangguan psikologis seperti kecemasan, susah tidur
- rasa nyeri
3

14
2. 8 Penatalaksanaan
2.8.1 Tatalaksana Farmakologi
Tatalaksana pada pasien GBS membutuhkan pendekatan multidisiplin,
pengobatan medis secara umum, termasuk monitoring kapasitas tanda vital, menjaga
terjadinya infeksi, imunitas, monitoring kemungkinan terjadinya disfungsi otonom,
terapi fisik, rehabilitasi, dan juga menjaga atau mengatasi terjadinya komplikasi.
Tatalaksana termasuk juga mencegah terjadinya deep vein thrombosis (DVT) dan
manajemen nyeri, pada tabel 4 (Eposito, 2016).

Tabel 4. Terapi pada GBS (Eposito, 2016)

Meskipun belum ada obat khusus untuk GBS, sejumlah obat yang telah
digunakan bertujuan untuk komponen respons kekebalan tubuh. Pengobatan
imunomodulasi, terutama dalam bentuk imunoglobulin intravena (IVIg) dan
pertukaran plasma (PE), terbukti berkhasiat mempercepat pemulihan dan
memperbaiki hasil. Baik IVIg dan PE harus dimulai sesegera mungkin, sebelum
kerusakan saraf menjadi ireversibel. Tidak diketahui apakah dosis total IVIg 2g/kg
selama dua hari lebih menguntungkan daripada dosis 0,4g/kg/hari selama lima hari.
Direkomendasika pemberin PE lima sesi selama dua minggu. Tetapi, di banyak pusat
pelayanan, terapi IVIg lebih disukai karena penggunaannya, karena ketersediaan
yang luas dan tolerabilitas yang baik, meski harganya lebih mahal daripada PE.
Gabungan PE dan IVIg tidak lebih baik dari PE atau IVIg saja. Sedangkan

15
pemberian steroid oral atau intravena saja atau dikombinasikan dengan IVIg maupun
PE, belum terbukti berkhasiat pada penderita GBS (SPM, 2016).

2.8.2 Tatalaksana Gizi


Tujuan :
1. Mempertahankan asupan energi dan nutrien yang adekuat
2. Mencegah terjadinya ketidak seimbangan elektolit.
3. Mencegah dan menangani masalah-masalah yang disebabkan oleh gangguan
untuk makan.
4. Membantu pasien dan keluarga pasien untuk mengatur asupan makanan
secara independen.

Penatalaksanaan terapi nutrisi


Cairan yang dibutuhkan padan pasien GBS tergantung pada klinis, minimal
kebutuhan cairan sekitar 1500 ml/24jam (BB 50-80 kg), dan dapat meningkat jika
terjadi demam, diare, muntah dan pemberian formula hiperosmolar (SPM, 2016).
Kelemahan atau kondisi pasien GBS dalam istirahat, terutama pada pasien
dengan alat bantu pernapasan tidak jarang mengalami peningkatan energi atau
kebutuhan kalori karena pasien GBS di ICU berada dalam kondisi hipermetabolik
meskipun terjadi paralisis. Beberapa faktor risiko yang berkontribusi terhadap nutrisi
meliputi;( Roubenoff,dkk. 1992)
1. Kondisi pasien sebelum masuk rumah sakit dimana sering dijumpai
penurunan berat badan (BB), kehilangan BB 2 minggu sebelum masuk
perawatan, misalnya sindroma virus dengan penurunan nafsu makan dan
atau dengan diare.
2. Asupan yang buruk karena bulbar palsy, refleks muntah terganggu,
gangguan motilitas lambung dan kurang asupan oral.
3. Ileus dengan penyerapan saluran cerna yang buruk, dan dikombinasikan
dengan gagal napas, ketidak stabilan endokrin, infeksi dan proses inflamasi
yang mengakibatkan keadaan hiperkatabolik.
4. Ketergantungan terhadap ventilator.
5. Defisit neurologis.

16
Kebutuhan makronutrien
Respon metabolik pada pasien GBS akut hampir sama dengan respon stres
yang terjadi pada pasien neurotrauma. Penelitian yang dilakukan pada 21 orang
pasien GBS di ICU, kebutuhan kalorinya dihitung dengan menggunakan indirect
calorimetry adalah sebesar 40 – 45 kkal/kg BB dan kebutuhan protein sebesar 2 – 2,5
g/kgBB (Remig, 2008).
Roubenoff RA .dkk, 1992, menggunakan rumus Harris Benedict untuk
menentukan kebutuhan energi basal (basal energy expenditure/BEE), dengan
estimasi kebutuhan kalori pada BB dewasa normal adalah BEE x 1,5. Bila terdapat
kelebihan BB 10% maka digunakan BB yang diadjust, sedangkan kalori yang
dibutuhkan pada remaja berkisar antara 50 – 60 kkal/kg untuk menyeimbangkan
kondisi stres yang terjadi pada masa pertumbuhan. Kebutuhan protein ditetapkan
dengan menggunakan keseimbangan nitrogen 24 jam dengan mempertimbangkan
fungsi hati dan ginjal, dengan perbandingan rasio kalori nonprotein : nitrogen adalah
sebesar 130:1 ditujukan untuk mencapai protein sparing yang optimal.

Kebutuhan mikronutrien
Kekurangan mikronutrien seperti vitamin B dapat meningkatkan gejala GBS
seperti kelemahan, kelelahan dan kram otot, untuk alasan ini jika makanan yang kaya
vitamin B tidak dpat disediakan dengan baik maka harus diberikan suplementasi
vitamin B kompleks. Vitamin B berperan dalam pengaturan dan berbagai fungsi
tubuh. Vitamin B1 dan B2 berperan memproduksi energi dalam pengaturan otot,
saraf dan fungsi jantung. Vitamin B6 membantu memecah protein dan digunakan
oleh tubuh untuk fungsi saraf, imun dan pertumbuhan sel darah merah. Diperlukan
juga untuk sintesis neurotransmiter serotonin dan norepinefrin serta pembentukan
myelin (Remig, 2008).
Vitamin B12 pada umumnya sangat penting untuk fungsi normal sistem
saraf. Biasanya defisiensi vitamin ini dijumpai pada lansia dengan prevalensi sekitar
10-15% yang sering disebabkan karena berkurangnya asupan, malabsorpsi akibat
atropi pada lambung sehingga berkurangnya asiditas dari pH lambung yang
mengganggu proses absorpsi, dan akibat interaksi obat. Hubungan antara status

17
vitamin B12 pada GBS sampai saat ini belum dapat disimpulkan. Defisiensi vitamin
B12 menyebabkan neuropati perifer yang juga merupakan salah satu gejala dari
GBS.

Elektrolit
Hiponatremia pada GBS dapat disebabkan oleh retensi air karena sekresi berlebihan
hormon anti-diuretik, seperti pada SIADH dibandingkan dengan disfungsi ginjal.
Sampai sepertiga pasien GBS dapat terjadi hiponatremia karena SIADH, khususnya,
pada pasien dengan ventilasi mekanis atau sakit kritis. Berbeda dengan kasus lain
sebagai penyebab hiponatremia, pada SIADH ditandai dengan dengan ketidak
seimbangan peningkatan osmolalitas urin dengan peningkatan reabsorbsi air di
ginjal. Hal ini menyebabkan semakin tinggi konsentrasi urin, disertai dengan
penurunan osmolalitas serum .

Metode pemberian nutrisi


Pemberian nutrisi tergantung pada klinis pasien. Nutrisi enteral melalui
NGT digunakan dalam jangka pendek, untuk pemberian jangka panjang
direkomendasikan gastrostomi atau jejunostomi yang bertujuan untuk mengurangi
risiko aspirasi. Jika toleransi pasien via oral baik maka nutrisi via enteral dapat
dihentikan, yaitu bila asupan peroral ≥ 75% kebutuhan selama 3 hari. Pada pasien
yang mengalami ileus direkomendasikan pemberian nutrisi parenteral ( Pithadia,
2010 dan SPM, 2016).

2.9 Prognosis

Sebagian besar pasien dengan GBS dapat sembuh total meskipun


memerlukan beberapa bulan terapi intensif. Kecacatan persisten dapat terjadi pada
15% pasien, 10% tidak dapat berjalan tanpa bantuan pada satu tahun. Dan
kekambuhan dapat terjadi pada 2-5% kasus. Kematian pada GBS berkisar antara 2-
12%. Penyebab kematian yang umum akibat tromboemboli vena, pneumonia, aritmia
dan komplikasi yang berhubungan dengan disautonomia (Tandel, 2016 dan Wang,
2015).

18
Prognosis dikatakan buruk bila meliputi usia > 40 tahun, timbulnya gejala
yang cepat, kelemahan yang parah (terutama jika dibutuhkan ventilasi mekanis atau
ada kelemahan ekstremitas atas), terdapat hubungan dengan penyakit diare terdahulu
atau infeksi campylobacter, adanya kerusakan aksonal pada pemeriksaan
elektrofisiologi dan kurangnya pengobatan dengan pertukaran plasma atau IV
(Tandel, 2016 dan Wang, 2015).

Sisitem skoring yang dapat menilai prognosis GBS ini salah satunya adalah
sistem Erasmus GBS Outcome Score. Dengan menggunakan variabel penilaian
seperti: usia, serangan diare dan derajat kelemahan. Kemudian Walgaard dkk.
memodifkasi sistem skoring ini yang dikenal sebagai modified Erasmus GBS
Outcome Score (mEGOS). Prognosis baik bila nilai 1-3 dan kemungkinan dapat
berjalan dalam 6 bulan, sedangkan bila nilai ≥ 7 prognosis untuk pemulihan buruk.

Categories Score
Age at onset (years) ˃ 60 0
43 – 60 0,5
≤ 40 1
Diarrhoea (≤ 4 weeks) Absence 0
Presence 1
GBS disability score (at 2 minor symptom 0 or 1
,
weeks sfter entry) can walk but can t run 2
need care or walker to walk 3
bed or chair bound 4
on ventilator 5

Tabel 5. Erasmus GBS outcome score (Walgaard dkk, 2011)

19
Tabel.6. Modified Erasmus GBS Score. (Walgaard dkk, 2011)

Skoring ini bertujuan untuk membantu dokter menginformaasikan kepada


pasien dan keluarga mengenai prognosis penyakit dan untuk memandu dalam
mengambil keputusan jenis pengobatan. Karena beberapa penelitian menunjukan
bahwa pengobatan dengan plasmaparesis atau dengan immunoglobulin akan
memberikan efek yang signifikan sekitar 20% pasien dapat berjalan sendiri
sedangkan 5% mengalami kematian (Koningsveld dkk, 2007).

20
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS KASUS 1 IDENTITAS KASUS 2 IDENTITAS KASUS 3

Nama : Nn. Y. L. Nama : Tn. Z.R Nama : Tn. I


Umur : 20 Thn (29-05-1995) Umur : 55 Thn (10-07-1960) Umur : 20 Thn (14-05-1996)
No Register : 730136 No Register : 755866 No Register : 713115
Alamat : Sangalla, Tn.Toraja Alamat : jl. Ratulangi. Bantaeng Alamat : Kajulohe, Bone
MRS : 20-10-2015 MRS : 28-04-2016 MRS : 13 November 2016
Konsul : 29-10-2015 Konsul : 18-05-2016 Konsul : 14 November 2016
Tanggal keluar : 11-12-2015 (lama dirawat 52 Tanggal keluar : 08-08-1916 (lama dirawat 3 Tanggal keluar : 20 November 2016 (pasien
hari. Rawat gizi 43 hari) bulan 10 hari. Rawat gizi 78 hari) meninggal.Rawat gizi 5 hari)
RS : RS Wahidin Sudirohusodo RS : RS Wahidin Sudirohusodo RS : RS Wahidin Sudirohusodo
Ruangan : Intensive Care Unit Ruangan : Intensive Care Unit Ruangan : Intensive Care Unit
Diagnosis masuk: Guillain Barre syndrome Diagnosis masuk : Guillain Barre syndrome . Diagnosis masuk : Guillain Barre syndrome
Diagnosis keluar : Guillain Barre syndrome Diagnosis keluar : gagal napas ec GBS relaps.
Diagnosis sekunder (komplikasi+penyerta) : Diagnosis meninggal : Gagal napas ec edema paru
GBS, severe protein energy malnutrition, et guillain barre syndrome, hepatic dysfunction,
hipoalbuminemia, anemia, edema paru,. encephalopaty metabolic

21
gambar 5. pasien 1( 29-10-2015) gambar 6. pasien 2 (18-05-2016) gambar 7. pasien 3 (14-11-2016)

22
DATA SOAP DATA SOAP DATA SOAP

SUBYEKTIF SUBYEKTIF SUBYEKTIF


Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama Keluhan utama Keluhan utama
tidak bisa asupan via oral Tidak bisa menelan Asupan makan berkurang

Anamnesis Terpimpin Anamnesis Terpimpin Anamnesis Terpimpin


Tidak bisa masuk asupan via oral, dialami sejak 4 Belum bisa menelan baik makanan cair ataupun Asupan berkurang dialami sejak 2 minggu karena
hari yang lalu karena terpasang selang endorakeal padat karena kelemahan otot menelan akibat sesak napas, tidak ada batuk. Sesak ada sejak 3
akibat kelemahan otot-otot pernapasan dan riwayat GBS. Sudah terpasang NGT, telah diberikan hari yang lalu. Sesak bertambah selama masuk
susah menelan. Sudah terpasang NGT, tidak ada bubur saring, susu dan jus buah. Tidak ada IGD kemudian gagal napas dan diintubasi. Mual
residu lambung, tidak ada muntah ataupun riwayat residu lambung. tidak mual atau muntah. Tidak muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Demam
muntah. Tidak ada sesak atau demam. Riwayat sesak maupun demam. Riwayat penurunan BB atau kejang tidak ada. Riwayat penurunan BB
penurunan berat badan ada tapi tidak diketahui ada tidak diketahui besarannya. BAB; belum tidak ada. BAB ada, riwayat sering mencret ada
besarannya. BAB; belum BAB. BAK : 50 BAB, BAK; 100 ml/3 jam/kateter sejak 11 hari sebelum masuk RS Wahidin. BAK
ml/1jam/kateter. kesan lancar

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-) dan DM tipe 2 (-), riwayat ISPA (+) Hipertensi dan DM disangkal, riwayat ISPA Hipertensi (-), DM (-), Riwayat ISPA (-) riwayat
sebelum masuk RS. sebelum serangan GBS (+). mencret (+), pernah didiagnosis GBS tahun 2015
rawat di ICU dgn ventilator

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Penyakit Keluarga


tidak diketahui disangkal Ayah kandung DM (+)

Riwayat Pengobatan Riwayat Pengobatan Riwayat Pengobatan


2 minggu sebelum masuk RS Wahidin, pasien Selama 2 bulan dirawat di RS Siloam Makassar 3 hari yang lalu dirawat di RS Sinjai karena sesak,
dirawat di RS Lakipadada Tn Toraja karena karena GBS. kaki terasa bengkak susah berjalan
seluruh tubuh terasa lemah, kelemahan dirasakan

23
mulai dari kaki dan lama kelamaan terasa lemah
seluruh tubuh

Riwayat Psikososial Riwayat Psikososial Riwayat Psikososial


seorang mahasiswi, tidak merokok maupun Seorang pegawai Bank, tidak merokok maupun Seorang supir bus, merokok ½ bungkus perhari,
alkohol alkohol tidak alkohol.

Riwayat Kebiasaan Makan Riwayat Kebiasaan Makan Riwayat Kebiasaan Makan


sebelum sakit makan 2x sehari dengan nasi, lauk Sebelum sakit makan bisa 3x/hari dengan lauk Sebelum sakit makan 2x sehari dengan lauk, sayur
dan sayur bervariasi, porsi 1 piring, buah kadang- dan sayur bervariasi, buah jarang menyukai kadang-kadang buah, sarapan dengan kopi dan
kadang. Sarapan kadang-kadang dengan kue atau makanan yang digoreng dan bakar. Tidak ada kue. Sejak 2 hari makan bubur polos dengan
minum teh manis. Hampir 1 bulan ini mulai susah alergi atau pantangan makanan sedikit buah, minum susu kental manis.
menelan makan hanya 3-4 sendok setiap kali Tidak ada alergi atau pantangan.
makan. Empat hari di ICU sudah diberikn makan
berupa bubur saring dan susu peptisol.

Riwayat Asupan Makanan 24 Jam Terakhir Riwayat Asupan Makanan 24 Jam Terakhir Riwayat Asupan Makanan 24 Jam Terakhir
Energi; 800 kkal, protein; 30,4 gram, KH; 135 Energi; 1578,5 kkal, protein; 93 gram, KH; 237 Energi: 202,5 kkal, protein: 3,3 gram, KH: 52
gram, Lemk; 10,8 gram. gram, lemak;40 gram gram, Lemak: 2 gram

OBYEKTIF OBYEKTIF OBYEKTIF


Keadaan umum Keadaan umum Keadaan umum
sakit sedang, kesadaran kompos mentis dengan Sakit berat, kesadaran apatis dengan tetra parese Sakit berat, kesadaran disedasi
tetraparese

Tanda Vital Tanda Vital Tanda Vital


T: 120/88mmHg, P:14x/menit (ventilator) T: 113/77 mmHg, N: 92x/menit, T: 100/60 mmHg, P: 25x/menit (ventilator)
N: 78 x/menit S: 37,3oC RR: 12x/menit (ventilator), S:36,9oC N: 80x/menit, S: 36,5oC

24
Antropometri Antropometri Antropometri
PB: 150 cm LLA: 22,5 cm PB: 170 cm LLA: 26 cm PB: 175 cm LLA: 27 cm
BBI: 50 kg BB LLA: 43,8 kg BBI: 63 kg BB LLA: 62 kg BBI: 67,5 kg BB LLA: 69 kg

Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan Fisis


Kepala Kepala Kepala
Konjungtiva : Tidak anemis Konjungtiva : Tampak anemis Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak tampak ikterik Sklera : Tidak tampak ikterik Sklera : Tidak tampak ikterik
Hidung : Terpasang NGT Hidung : Terpasang NGT. Hidung : Terpasang NGT.
Mulut : Tampak gigi geligi Mulut : Tampak gigi geligi Mulut : Tampak gigi geligi
lengkap, papil lidah lengkap, papil lidah lengkap, papil lidah
normal,mukosa tidak normal,mukosa tidak normal,mukosa tidak
hiperemis, gusi tampak hiperemis, gusi tampak hiperemis, gusi tampak
normal, tidak ada normal, tidak ada normal, tidak ada
perdarahan perdarahan perdarahan. Terpasang
ETT sambung ventilator
le Leher : Tidak terlihat pembesaran le Leher : Tidak terlihat pembesaran
kelenjar submandibularis kelenjar submandibularis
dan thyroid. tracheostomy dan thyroid. tracheostomy leher : Tidak terlihat pembesaran
tersambung ventilator tersambung ventilator kelenjar submandibularis
dan thyroid.
Thorax Thorax
Inspeksi : Terlihat simetris kiri dan Inspeksi : Terlihat simetris kiri dan Thorax
kanan, ikut gerak napas. kanan, ikut gerak napas. Inspeksi : Terlihat simetris kiri dan
Tidak Ada kehilangan Ada kehilangan lemak kanan, ikut gerak napas.
lemak subkutan subkutan Tidak Ada kehilangan
lemak subkutan
Palpasi : Tidak ada massa tumor, Palpasi : Tidak ada massa tumor,
nyeri tekan tidak ada nyeri tekan tidak ada Palpasi : Terlihat simetris kiri dan

25
Perkusi : Sonor pada kedua Perkusi : Sonor pada kedua kanan, ikut gerak napas.
lapangan paru, pekak lapangan paru, pekak Tidak Ada kehilangan
jantung setinggi ICS V jantung setinggi ICS V lemak subkutan
kiri. Pekak hepar setinggi kiri. Pekak hepar setinggi
ICS VI kanan. kehilangan ICS VI kanan. kehilangan Perkusi : Sonor pada kedua
lemak subkutan lemak subkutan lapangan paru, pekak
jantung setinggi ICS V
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler. Auskultasi : Bunyi napas vesikuler. kiri. Pekak hepar setinggi
Tidak ada rhonki ataupun Tidak ada rhonki ataupun ICS VI kanan. kehilangan
wheezing wheezing lemak subkutan
Jantung Jantung Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Ada rhonki kedua
lapangan paru, tidak ada
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Palpasi : Ictus cordis tidak teraba wheezing
Perkusi : Batas jantung kesan Perkusi : Batas jantung kesan Jantung
normal normal
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni, Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni, Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
bunyi tambahan tidak ada bunyi tambahan tidak ada
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Abdomen Abdomen
Inspeksi : Datar ikut gerak napas Inspeksi : Datar ikut gerak napas Perkusi : Batas jantung kesan
normal
Auskultasi : Bunyi peristaltik kesan Auskultasi : Bunyi peristaltik kesan
normal normal Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni,
bunyi tambahan tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, Palpasi : Nyeri tekan tidak ada,
massa tumor tidak ada, massa tumor tidak ada, Abdomen
hepar dan lien tidak hepar dan lien tidak Inspeksi : Datar ikut gerak napas
teraba teraba
Auskultasi : Bunyi peristaltik kesan
Perkusi : Timpani seluruh lapangan Perkusi : Timpani seluruh lapangan normal
abdomen. abdomen.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada,

26
Ektremitas Ektremitas massa tumor tidak ada,
Superior : Tidak tampak adanya Superior : Tidak tampak adanya hepar dan lien tidak
muscle wasting. muscle wasting. teraba
Inferior : Tidak tampak adanya Inferior : Tidak tampak adanya Perkusi : Timpani seluruh lapangan
edema pada dorsum pedis edema pada dorsum pedis abdomen.
dan pretibia. Tidak dan pretibia. Tampak
tampak muscle wasting. muscle wasting. Ektremitas
Superior : Tidak tampak adanya
Kulit : Kesan normal Kulit : Kesan normal muscle wasting.
Inferior : Tampak adanya edema
pada dorsum pedis dan
pretibia. Tidak tampak
muscle wasting.
Kulit : Kesan normal
LABORATORIUM LABORATORIUM LABORATORIUM
WBC : 13.000/μL WBC : 18.590/μL WBC : 11.300/μL
Hemoglobin : 11,5 g/dL Hemoglobin : 10,9 g/dL Hemoglobin : 14.0 g/dL
MCV : 91 fL MCV : 87,4 fL MCV : 91 fL
MCH : 30,5 pg MCH : 27,5 pg MCH : 29,4 pg
MCHC : 33,4 g/dL MCHC : 31,4 g/dL MCHC : 32,3 g/dL
Trombosit : 354.000 u/L Trombosit : 202.000 u/L Trombosit : 406.000 u/L
TLC : 689/μL TLC : 1580/μL TLC : 1470/μL
Ureum : 23 mg/dL Ureum : 25 mg/dL Ureum : 120 mg/dL
Kreatinin : 0,4 mg/dL Kreatinin : 0,3 mg/dL Kreatinin : 1,2 mg/dL
Natrium : 135 mmol/L Natrium : 138 mmol/L Natrium : 135 mmol/L
Kalium : 3,8 mmol/L Kalium : 3,5 mmol/L Kalium : 5,2 mmol/L
Klorida : 95 mmol/L Klorida : 101 mmol/L Klorida : 101 mmol/L
GDS : 137 mg/dL GDS : 182 mg/dL GDS : 167 mg/dL
SGOT : 28 mg/dL SGOT : 23 mg/dL SGOT : 28 mg/dL
SGPT : 50 mg/dL SGPT : 29 mg/dL SGPT : 40 mg/dL

27
PT : 11,0 PT : 10,8 Albumin : 2,8 gr/dl
INR : 1,06 INR : 1,01
APTT : 18,6 APTT : 28,6
Procalcitonin : 0,36 ng/ml Albumin : 2,6 gr/dl

pemeriksaan cairan spinal (28/10/2015)


Nonne : (-)
Pandi : (-)
Glukosa : 21 mg%
Protein likuor : 60 mg/100 ml, jumlah
sel likuor 9/3

ASSESSMENT ASSESSMENT ASSESSMENT


Diagnosis Gizi Diagnosis Gizi Diagnosis Gizi
Status Gizi : Gizi kurang (LLA) Status Gizi : Moderate malnutrition Status Gizi : Moderate malnutrition
Status Metabolik :  Anemia (SGA) (SGA)
 Deplesi sedang Status Metabolik :  Anemia Status Metabolik :  leukositosis
sistem imun  Deplesi sedang  azotemia
 hipoalbuminemia sistem imun  Deplesi sedang
 hipoalbuminemia sistem imun
Status : Fungsional  leukositosis  hipoalbuminemia
Gastrointestinal  hiperglikemia
Status : Fungsional
Status : Fungsional Gastrointestinal
Diagnosis Medis Gastrointestinal
Bagian Neuro : - Tetraparese LMN ec Diagnosis Medis Diagnosis Medis
GBS Bagian Neuro : Tetraparese flaccid ec Bagian Neuro : - Tetraparese ec
GBS suspek GBS
Bagian ICU - Tetraparese LMN ec
GBS Bagian ICU Gagal napas ec GBS Bagian ICU - Gagal napas ec

28
edema paru

TUJUAN PENATALAKSANAAN GIZI TUJUAN PENATALAKSANAAN GIZI TUJUAN PENATALAKSANAAN GIZI

1. Mempertahankan asupan energi dan 1. Mempertahankan asupan energi dan 1. Mempertahankan asupan energi dan
nutrien yang adekuat nutrien yang adekuat nutrien yang adekuat
2. Memberikan dukungan nutrisi untuk 2. Memberikan dukungan nutrisi untuk 2. Memberikan dukungan nutrisi untuk
perbaikan kondisi metabolik perbaikan kondisi metabolik perbaikan kondisi metabolik
3. Memperbaiki imunitas tubuh. 3. Memperbaiki imunitas tubuh. 3. Memperbaiki imunitas tubuh.
4. Mencapai dan mempertahankan status gizi 4. Mencapai dan mempertahankan status 4. Mencapai dan mempertahankan status gizi
yang baik gizi yang baik yang baik
5. Meningkatkan pengetahuan gizi pasien dan 5. Meningkatkan pengetahuan gizi pasien 5. Meningkatkan pengetahuan gizi pasien
keluarga dan keluarga dan keluarga

PLANNING PLANNING PLANNING


Kebutuhan Energi Basal (KEB) Kebutuhan Energi Basal (KEB) Kebutuhan Energi Basal (KEB)
= 1260 kkal = 1385 kkal = 1750 kkal

Kebutuhan Energi Total (KET) Kebutuhan Energi Total (KET) Kebutuhan Energi Total (KET)
= KEB x Faktor Aktivitas x Faktor Stres = KEB x Faktor Aktivitas x Faktor Stres = KEB x Faktor Aktivitas x Faktor Stres
= 1260 kkal x 1,1 x 1,3 = 1385 kkal x 1,2 x 1,3 = 1750 kkal x 1,1 x 1,3
= 1800 kkal/hari = 2100 kkal/hari = 2500 kkal/hari
Diet 1800 kkal/hari dengan komposisi Protein 1,7 Diet 1800 kkal/hari dengan komposisi Protein Diet 2500 kkal/hari dengan komposisi Protein 1,5
g/kgBBI/hari = 85 g = 19% Karbohidrat 55% = 1,5 g/kgBBI/hari = 95 g = 18% Karbohidrat g/kgBBI/hari = 101,25 g = 15% Karbohidrat 55%
247,5g dan lemak 26% = 52g 50% = 262,5g dan lemak 32% = 75g = 343,7g dan lemak 30% = 83,3g
TERAPI TERAPI TERAPI
1. Diet direncanakan 65% kebutuhan total (1170 1. Diet direncanakan 80% kebutuhan total a. Diet direncanakan 50% kebutuhan total
kkal) via oral berupa: (1700 kkal) via oral berupa: (1250 kkal) via oral berupa:
- Bubur saring 685 kkal - Bubur saring 808,5 kkal - Bubur saring 560 kkal
- jus buah 100 ml. - jus buah 100 ml. - jus buah 100 ml.

29
- susu peptisol 3x125 kkal - susu peptisol 3x240 kkal - susu hepatosol 3x115 kkal
2. Koreksi hipoalbuminemia dengan diet tinggi - olive oil 80 kkal - vco 80 kkal
protein, cukup energi 2. Koreksi hipoalbuminemia dengan diet tinggi 2. Comafusin Hepar (TS. interna)
3. Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam protein, cukup energi 3. Kebutuhan cairan 2500 ml/24 jam 9atau
4. Suplementasi via oral : 3. Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam sesui balans cairan)
- neurodex (TS neuro) 4. Suplementasi via oral : 4. Suplementasi via oral :
- zinc 20 mg/ 24 jam - neurodex 1 tab/24 jam - neurodex (TS neuro)
- kapsul ikan gabus 2x3 kapsul - zinc 20 mg/ 24 jam - zinc 20 mg/ 24 jam
5. Evaluasi / monitoring asupan harian - vitamin C 100 mg/8 jam - kapsul ikan gabus 2x3 kapsul
6. Edukasi gizi pada keluarga - vitamin A 20.000 IU/ 24 jam - vitamin C 100 mg/12 jam
Laboratorium : elektrolit 5. Evaluasi / monitoring asupan harian 5. Evaluasi / monitoring asupan harian
6. Edukasi gizi pada keluarga 6. Edukasi gizi pada keluarga
Laboratorium : profil lipid Laboratorium : profil lipid

TERAPI DARI SEJAWAT NEURO TERAPI DARI SEJAWAT NEURO TERAPI DARI SEJAWAT NEURO
1. O2 kanul 3-4 liter/menit 1. mecobalamin 1 amp/24jam 1. mecobalamin 1 amp/24jam
2. IVFD RL 1000 ml/ hari 2. dexamethasone 1 ampul/6jam
3. Dexamethasone 5 mg/6jam/intravena TERAPI DARI SEJAWAT ANESTESI 3. cefotaxim 1 gr/12 jam
4. Neurobin 1 amp/24 jam/intramuskular 2. fentanyl 30 mcg/jam/sp 4. ranitidin 50 mg/12 jam
5. Amboxol 1tablet/8jam/oral 3. omeperazole 40 mg/24 jam
4. KSR 600 mg/24 jam TERAPI DARI SEJAWAT ANESTESI
TERAPI DARI SEJAWAT ANESTESI 5. target GDS: 120-180 mg/dl i. midazolam 3mg/jam/sp
1. Head up 300 ii. fentanyl 30 mcg/jam/sp
2. Ceftazidime 1g/8jam/intravena
3. Fentanyl 30 mcg/jam/sp
4. Paracetamol 1g/8jam/intravena

30
Energi total Energi Total Energi Total
3000 3000 1500

Energi (kkal)
2500 2500 1000

Kalori (kkal)
2000
Energy (kkal)

2000 500 energi


1500
1500 kalori target
energy 1000 0
1000 500 target 1 2 3 4 5
target
500 0 Hari
1 3 5 7 9 11 13
0
1 6 11152025293439 minggu
hari

Asupan Protein Asupan Protein Asupan Protein


150 140 100

Protein (g/dl)
120
Protein (g/d)

100 50
Protein (gram)
100
protein
80
protein protein
50 60 0 target
target target 1 2 3 4 5
40
0 Hari
20
1 7 13 19 25 30 36 41
0
hari
1 3 5 7 9 11 13

31
Albumin Albumin
5 4
Albumin (g/dl)

albumin (g/dl)
2

0 albumin
0
24/10/ 08/11/ 15/11/ 03/12/ 1 3 5 7 9 11
2015 2015 2015 2015
Minggu
albumin 3.5 3.5 2.9 3.7

Antropometri Antropometri
21 30
MUAC (g/dl)

20
20

LLA (cm)
19
MUAC
18 10
LLA
1 2 3 4 5 6 7
0
Minggu
1 3 5 7 9 11
Minggu

PEMANTAUAN 42 HARI PERAWATAN PEMANTAUAN 78 HARI PERAWATAN PEMANTAUAN 5 HARI PERAWATAN


Hari 30-Oktober-2015 (H1) Hari 19-Mei-2016 (H1) Hari 15-November-2016 (H1)
S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-),
kembung (-),demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung kembung (-),demam (-), sesak (-)
BAB belum BAB (-),demam (-), sesak (-) BAB belum BAB
BAK 2200 ml/24 jam BAB belum BAB BAK 950 ml/24 jam
BC – 1135 ml/24 jam. BAK 1950 ml/24 jam BC – 1070 ml/24 jam.

32
O FR 24 jam E: 1098 kkal; P 59,6 g, KH BC + 107 ml/24 jam. O FR 24 jam E: 202 kkal; P 3,3 g, KH 52
153,8 g Lemak 29,4 g O FR 24 jam E: 1658,5 kkal; P 93 g, g Lemak 2 g
Anemis (-), residu (-), LOSF (-), KH 237 g Lemak 49 g Anemis (-), residu (-), LOSF (-),
peristaltik (+) normal, edema (-), Anemis (+), residu (-), LOSF (+), peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (-) peristaltik (+) normal, edema (-), wasting (-)
A SG: Gizi kurang (LLA) wasting (+) A SG: Moderate PEM
SM: anemia, leukositosis, deplesi berat A SG: Moderate PEM SM: deplesi sedang sistem imun,
sistem imun, hipoalbuminemia SM: anemia, leukositosis, deplesi hipoalbuminemia , hiperkalemia,
SGI: Fungsional sedang sistem imun, hipoalbuminemia, hiperglikemia, gangguan fungsi ginjal
P Diet 1800 kkal hipokalemia akut
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 55%; SGI: Fungsional SGI: Fungsional
L26%; P Diet 2100 kkal P Diet 2700 kkal
Diet direncanakan 75% KET (1350 P 1,5 g/kgBBI = 95 g (18%), P 2 g/kgBBI = 135 g (20%), KH 50%;
kkal) via ngt berupa; KH 50%; L 32%; L 30%;
Bubur saring tipe I 685 kkal, jus buah Diet direncanakan 100% KET via ngt Diet direncanakan 50% KET (1350
100 kkal, susu Peptisol 3x200 kkal berupa; kkal) via ngt berupa;
Bubur saring 808,5 kkal, Bubur saring tipe 808,5 kkal, jus buah
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau jus buah 50 kkal, 100 kkal, susu Peptisol 3x150 kkal
sesui balans cairan susu Peptisol 4x250 kkal
Koreksi hipoalbuminemia melalui olive oil 240 kkal Kebutuhan cairan 2400 ml/24 jam atau
asupan dan Human Albumin (TS sesui balans cairan
Anestesi) Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam atau Koreksi hipoalbuminemia melalui
sesui balans cairan asupan melalui asupan cukup energi
Suplementasi Koreksi hipoalbuminemia melalui dan tinggi protein
Neurodex 1x1tab (neuro) asupan melalui asupan cukup energi
Zinc 1x 20mg dan tinggi protein Suplementasi
Pjimin 3x 2 caps Zinc 1x 20mg
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Suplementasi Vitamin C 2x100mg

33
cerna balans cairan hemodinamik Vitamin A 1x6000IU Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
Edukasi gizi. Vitamin C 2x100mg cerna balans cairan hemodinamik
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Edukasi gizi.
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 31-Oktober-2015 (H2) Hari 20-Mei-2016 (H2) Hari 16-November-2016 (H2)
S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-),
kembung (-),demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung kembung (-),demam (-), sesak (-)
BAB belum BAB (-),demam (-), sesak (-) BAB: belum BAB 2 hari
BAK 2800 ml/24 jam BAB sudah BAB BAK 1220 ml/24 jam
BC – 1363 ml/24 jam. BAK 2080 ml/24 jam BC – 280 ml/24 jam.
O FR 24 jam E: 1065,3 kkal; P 56,5 g, BC + 751 ml/24 jam O FR 24 jam E: 1358,5 kkal; P 77,2 g,
KH 164,5 g, Lemak 23,2 g O FR 24 jam E: 2098 kkal; P 107,6 g, KH 178,6 g Lemak 36,4 g
Anemis (-), residu (-), LOSF (-), KH 237 g Lemak 49 g Anemis (-), residu (-), LOSF (-),
peristaltik (+) normal, edema (-), Anemis (+), residu (-), LOSF (+), peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (-) peristaltik (+) normal, edema (-), wasting (-)
A SG: Gizi kurang (LLA) wasting (+) A SG: Moderate PEM
SM: anemia, leukositosis, berat sedang A SG: Moderate PEM SM: deplesi sedang sistem imun,
sistem imun, hipoalbuminemia SM: anemia, leukositosis, deplesi hipoalbuminemia , hiperkalemia,
SGI: Fungsional sedang sistem imun, hipoalbuminemia, peningkatan enzim transaminase,
hipokalemia, peningkatan enzim gangguan fungsi ginjal akut
P Diet 1800 kkal transaminase, sepsis SGI: Fungsional
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 55%; SGI: Fungsional P Diet 2700 kkal
L26%; P Diet 2100 kkal P 2 g/kgBBI = 135 g (20%), KH 50%;
Diet direncanakan 75% KET (1350 P 2 g/kgBBI = 126g (24%), KH 50%; L 30%;
kkal) via ngt berupa; L 26%; Diet direncanakan 60% KET (1620
Bubur saring tipe I 685 kkal, jus buah Diet direncanakan 80% KET (1680 kkal) via ngt berupa;
100 kkal, susu Peptisol 3x200 kkal kkal) via ngt berupa; Bubur saring tipe 808,5 kkal, jus buah

34
Bubur saring 808,5 kkal, 100 kkal, susu Peptisol 3x250 kkal
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau jus buah 50 kkal,
sesui balans cairan susu Peptisol 4x250 kkal Kebutuhan cairan 2400 ml/24 jam atau
Koreksi hipoalbuminemia melalui sesui balans cairan
asupan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam atau Koreksi hipoalbuminemia melalui
sesui balans cairan asupan melalui asupan cukup energi
Suplementasi ; Koreksi hipoalbuminemia melalui dan tinggi protein
Neurodex 1x1tab (neuro) asupan melalui asupan cukup energi
Zinc 1x 20mg dan tinggi protein Suplementasi
Pjimin 3x 2 caps Koreksi hipokalemia sesuai TS Zinc 1x 20mg
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran anestesi Vitamin C 2x100mg
cerna balans cairan hemodinamik Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
Edukasi gizi Suplementasi cerna balans cairan hemodinamik
Zamel 2x10cc Edukasi gizi.
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 01-04-2016 (4) Hari 21-05-2016 (H3) Hari 17-11-2016 (H3)
S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-),
kembung (-),demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung kembung (-),demam (-), sesak (-)
BAB belum BAB (-),demam (-), sesak (-) BAB belum BAB
BAK 2780 ml/24 jam BAB sudah BAB BAK 950 ml/24 jam
BC – 149 ml/24 jam BAK 1548 ml/24 jam BC – 1070 ml/24 jam.
BC - 1376 ml/24 jam O FR 24 jam E: 202 kkal; P 3,3 g, KH 52
O FR 24 jam E: 1385 kkal; P 76,6 g, KH O FR 24 jam E: 1858,5 kkal; P 107,6 g, g Lemak 2 g
193 g Lemak37,2 g KH 258 g Lemak 42,6 g Anemis (-), residu (-), LOSF (-),

35
Anemis (-), residu (-), LOSF (-), Anemis (+), residu (-), LOSF (+), peristaltik (+) normal, edema (-),
peristaltik (+) normal, edema (-), peristaltik (+) normal, edema (-), wasting (-)
wasting (-) wasting (+) A SG: Moderate PEM
A SG: Gizi kurang (LLA) A SG: Moderate PEM SM: deplesi sedang sistem imun,
SM: anemia, leukositosis, deplesi SM: anemia, leukositosis, deplesi hipoalbuminemia , hiperkalemia,
sedang sistem imun, hipoalbuminemia sedang sistem imun, hipoalbuminemia, hiperglikemia, gangguan fungsi ginjal
SGI: Fungsional hipokalemia, peningkatan enzim akut
transaminase, sepsis SGI: Fungsional
P Diet 1800 kkal SGI: Fungsional P Diet 2700 kkal
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 55%; P Diet 2100 kkal P 2 g/kgBBI = 135 g (20%), KH 50%;
L26%; P 2 g/kgBBI = 126g (24%), KH 50%; L 30%;
Diet direncanakan 85% KET (1530 L 26%; Diet direncanakan 50% KET (1350
kkal) via ngt berupa; Diet direncanakan 80% KET (1680 kkal) via ngt berupa;
Bubur saring tipe I 685 kkal, jus buah kkal) via ngt berupa; Bubur saring tipe 808,5 kkal, jus buah
100 kkal, susu Peptisol 3x250 kkal Bubur saring 808,5 kkal, 100 kkal, susu Peptisol 3x150 kkal
jus buah 50 kkal,
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau susu Peptisol 4x250 kkal Kebutuhan cairan 2400 ml/24 jam atau
sesui balans cairan sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia: dengan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam atau Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan sesui balans cairan asupan melalui asupan cukup energi
Koreksi hipoalbuminemia melalui dan tinggi protein
Suplementasi ; asupan melalui asupan cukup energi
Neurodex 1x1tab (neuro) dan tinggi protein Suplementasi
Zinc 1x 20mg Koreksi hipokalemia sesuai TS Zinc 1x 20mg
Pujimin 3x 2 cap anestesi Vitamin C 2x100mg
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik Suplementasi cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi Zamel 2x10cc Edukasi gizi.

36
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 03-11-2015(H5) Hari 23-05-2016 (H5) Hari 18-11-2016 (H4)
S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-),
kembung (-),demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung kembung (-),demam (-), sesak (-)
BAB sudah BAB (-),demam (-), sesak (-) BAB: belum BAB 3 hari
BAK 3950 ml/24 jam BAB belum BAB BAK 1900 ml/24 jam
BC – 2018 ml/24 jam BAK 3800 ml/24 jam BC – 425 ml/24 jam.
O FR 24 jam E: 1535 kkal; P 85g, KH BC - 2479 ml/24 jam O FR 24 jam E: 1389 kkal; P 76,7 g, KH
220 g Lemak 39 g O FR 24 jam E: 1858,5 kkal; P 107,6 g, 202,7 g Lemak 30,7 g
Anemis (-), residu (-), LOSF (-), KH 258 g Lemak 42,6 g Anemis (-), residu (-), LOSF (-),
peristaltik (+) normal, edema (-), Anemis (+), residu (-), LOSF (+), peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (-) peristaltik (+) normal, edema (-), wasting (-)
A SG: Gizi kurang (LLA) wasting (+) A SG: Moderate PEM
SM: anemia, leukositosis, deplesi A SG: Moderate PEM SM: deplesi sedang sistem imun,
sedang sistem imun, hipoalbuminemia SM: anemia, leukositosis, deplesi hipoalbuminemia ,leukositosis,
SGI: Fungsional sedang sistem imun, hipoalbuminemia, gangguan fungsi ginjal akut
hipokalemia, peningkatan enzim SGI: Fungsional
P Diet 1800 kkal transaminase (perbaikan), sepsis P Diet 2700 kkal
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 55%; SGI: Fungsional P 1,5 g/kgBBI = 101,25 g (15%), KH
L26%; P Diet 2100 kkal 55%; L 30%;
Diet direncanakan 85% KET (1530 P 2 g/kgBBI = 126g (24%), KH 50%; Diet direncanakan 50% KET (1350
kkal) via ngt berupa; L 26%; kkal) via ngt berupa;
Bubur saring tipe I 685 kkal, jus buah Diet direncanakan 80% KET (1680 Bubur saring tipe 808,5 kkal, jus buah
100 kkal, susu Peptisol 3x250 kkal kkal) via ngt berupa; 100 kkal, susu Hepatosol 3x115 kkal,

37
Avcol 80 kkal Bubur saring 808,5 kkal, VCO 160 kkal
jus buah 50 kkal, Comafusin hepar (interna)
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau susu Peptisol 4x250 kkal
sesui balans cairan ekstra putih telur 2 butir Kebutuhan cairan 2400 ml/24 jam atau
Koreksi hipoalbuminemia: dengan sesui balans cairan
asupan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam atau Koreksi hipoalbuminemia melalui
Suplementasi ; sesui balans cairan asupan melalui asupan cukup energi
Neurodex 1x1tab (neuro) Koreksi hipoalbuminemia melalui dan tinggi protein
Zinc 1x 20mg asupan melalui asupan cukup energi Suplementasi
Pujimin 3x 2 cap dan tinggi protein Zinc 1x 20mg
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Koreksi hipokalemia sesuai TS Vitamin C 2x100mg
cerna balans cairan hemodinamik anestesi Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
Edukasi gizi cerna balans cairan hemodinamik
Suplementasi Edukasi gizi.
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 05-11-2015(7) Hari 24-05-2016 (H6) Hari 19-11-2016 (H5)
S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum S Asupan via NGT, residu (-), riwayat
kembung (-),demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung residu (+),Muntah (-), kembung (-),
BAB sudah BAB (-),demam (-), sesak (-) demam (-), sesak (-)
BAK 2000 ml/24 jam BAB belum BAB BAB: ada
BC – 135 ml/24 jam BAK 2600 ml/24 jam BAK 4500 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 1615 kkal; P 85g, KH BC -930 ml/24 jam BC – 2640 ml/24 jam.
220 g Lemak 48 g O FR 24 jam E: 1658,5 kkal; P 94 g, O FR 24 jam E: 617,3 kkal; P 48 g, KH

38
Anemis (-), residu (-), LOSF (-), KH 229 g Lemak 42,6 g 61,1 g Lemak 14,6 g
peristaltik (+) normal, edema (-), Anemis (+), residu (-), LOSF (+), Anemis (-), residu (+) 700 ml/24jam,
wasting (-) peristaltik (+) normal, edema (-), LOSF (-), peristaltik (+) normal,
A SG: Gizi kurang (LLA) wasting (+) edema (-), wasting (-)
SM: anemia, leukositosis, deplesi A SG: Moderate PEM A SG: Moderate PEM
sedang sistem imun, hipoalbuminemia SM: anemia, leukositosis, deplesi SM: deplesi sedang sistem imun,
SGI: Fungsional sedang sistem imun, hipoalbuminemia, hipoalbuminemia, gangguan fungsi
hipokalemia, peningkatan enzim ginjal akut, leukositosis, peningkatan
P Diet 1800 kkal transaminase (perbaikan), sepsis enzim transaminase
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 55%; SGI: Fungsional SGI: Fungsional
L26%; P Diet 2100 kkal P Diet 2700 kkal
Diet direncanakan 100% KET (1800 P 2 g/kgBBI = 126g (24%), KH 50%; P 1,2 g/kgBBI = 81 g (12%), KH 50%;
kkal) via ngt berupa; L 26%; L 33%;
Bubur saring tipe I 685 kkal, jus buah Diet direncanakan 80% KET (1680 Diet direncanakan 50% KET (1350
100 kkal, susu Peptisol 3x250 kkal kkal) via ngt berupa; kkal) via ngt berupa;
Avcol 3x80 kkal Bubur saring 808,5 kkal, Bubur saring rendah protein 512,4
jus buah 50 kkal, kkal, jus buah 100 kkal, susu
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau susu Peptisol 4x250 kkal Hepatosol 3x115 kkal
sesui balans cairan ekstra putih telur 2 butir VCO 160 kkal
Koreksi hipoalbuminemia: dengan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam atau Aminofusin hepar ( interna)
asupan sesui balans cairan Kebutuhan cairan 2400 ml/24 jam atau
Suplementasi ; Koreksi hipoalbuminemia melalui sesui balans cairan
Neurodex 1x1tab (neuro) asupan melalui asupan cukup energi Koreksi hipoalbuminemia melalui
Zinc 1x 20mg dan tinggi protein asupan melalui asupan cukup energi
Pujimin 3x 2 cap Koreksi hipokalemia sesuai TS dan tinggi protein
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran anestesi
cerna balans cairan hemodinamik Suplementasi
Edukasi gizi Suplementasi Neurodex 1x1 tab

39
Zamel 2x10cc Zinc 1x 20mg
Vitamin C 2x100mg Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran cerna balans cairan hemodinamik
cerna balans cairan hemodinamik Edukasi gizi.
Edukasi gizi.
Hari 10-11-2015(H12) Hari 25-05-2016 (H7)
S Asupan via NGT, residu (-)Muntah (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum
kembung (-),demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung
BAB; belum BAB (-),demam (-), sesak (-)
BAK 1770 ml/24 jam BAB belum BAB
BC – 376 ml/24 jam BAK 1280 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 1685 kkal; P 89 g, KH BC + 1126 ml/24 jam
234 g, Lemak 64,2 g O FR 24 jam E: 1658,5 kkal; P 94 g,
Anemis (-), residu (-), LOSF (-), KH 229 g Lemak 40 g
peristaltik (+) normal, edema (-), Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
wasting (-), napas spontan peristaltik (+) normal, edema (-),
A SG: Gizi buruk (LLA) wasting (+)
SM: deplesi sedang sistem imun, LLA 22 cm
hipokalemia A SG: Moderate PEM
SGI: Fungsional SM: anemia, leukositosis, deplesi
sedang sistem imun, hipoalbuminemia,
P Diet 1800 kkal hipokalemia, peningkatan enzim
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 50%; transaminase (perbaikan), sepsis
L31%; SGI: Fungsional
Diet direncanakan 100% KET (1800 P Diet 2100 kkal
kkal) via ngt berupa; P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
Bubur saring tipe I 685 kkal, jus buah KH 50%; L 26%;

40
100 kkal, susu Peptisol 3x250 kkal Diet direncanakan 80% KET (1680
Avcol 3x80 kkal kkal) via ngt berupa;
Bubur saring 808,5 kkal,
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau jus buah 50 kkal,
sesui balans cairan susu Peptisol 4x250 kkal
Koreksi hipokalemia: dengan asupan ekstra putih telur 2 butir
Suplementasi ;
Neurodex 1x1tab (neuro) Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
Zinc 1x 20mg atau sesui balans cairan
Pujimin 3x 2 cap Koreksi hipoalbuminemia melalui
Vitamin A 1x20.000IU asupan melalui asupan cukup
Vitamin C 1x100mg energi dan tinggi protein
Koreksi hipokalemia sesuai TS
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran anestesi
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 16-11-2015 (H18) Hari 31-05-2016 (H13)
S Asupan via NGT dan oral, residu (-) S Asupan via NGT, residu (-), belum
Muntah (-), kembung (-),demam (-), bisa menelan,Muntah (-), kembung
sesak (-) (-),demam (-), sesak (-)
BAB; belum BAB BAB belumBAB
BAK 2080 ml/24 jam BAK 3340 ml/24 jam

41
BC – 245 ml/24 jam BC - 1963 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 1775 kkal; P 85 g, KH O FR 24 jam E: 1883,5 kkal; P 106 g,
220 g, Lemak 65,7 g KH 237 g Lemak 56 g
Anemis (-), residu (-), LOSF (-), Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-), peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (-), napas spontan wasting (+)
A SG: Gizi buruk (LLA) LILA: 22cm
SM: deplesi berat sistem imun, A SG: Moderate PEM
hipokalemia SM: anemia, leukositosis, deplesi
SGI: Fungsional sedang sistem imun, hipoalbuminemia,
hipokalemia, sepsis (perbaikan).
P Diet 1800 kkal SGI: Fungsional
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 50%; P Diet 2100 kkal
L31%; P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
Diet direncanakan 100% KET (1800 KH 50%; L 26%;
kkal) via ngt berupa; Diet direncanakan 80% KET (1680
Bubur saring tipe I 685 kkal, jus buah kkal) via ngt berupa;
100 kkal, susu Peptisol 3x250 kkal Bubur saring 808,5 kkal,
Avcol 3x80 kkal jus buah 50 kkal,
susu Peptisol 4x250 kkal
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau ekstra putih telur 2 butir
sesui balans cairan
Koreksi hipokalemia: dengan asupan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
Suplementasi ; atau sesui balans cairan
Neurodex 1x1tab (neuro) Koreksi hipoalbuminemia melalui
Zinc 1x 20mg asupan melalui asupan cukup
Pujimin 3x 2 cap energi dan tinggi protein
Vitamin A 1x20.000IU Koreksi hipokalemia sesuai TS

42
Vitamin C 1x100mg anestesi
Suplementasi
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Zamel 2x10cc
cerna balans cairan hemodinamik Vitamin C 2x100mg
Edukasi gizi Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 20-11-2015(H22) Hari 03-06-2016 (H16)
S Asupan via NGT dan oral, residu (-) S Asupan via NGT, residu (-), belum
Muntah (-), kembung (-),demam (-), bisa menelan,Muntah (-), kembung
sesak (-) (-),demam (-), sesak (-)
BAB; sudah BAB BAB sudah BAB
BAK 1900 ml/24 jam BAK 2910 ml/24 jam
BC – 770 ml/24 jam BC -1320 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 1875 kkal; O FR 24 jam E: 1933,5 kkal; P 118 g,
P 89 g, KH 234 g, Lemak 68,2 g KH 258 g Lemak 42,6 g
Anemis (-), residu (-), LOSF (-), Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-), peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (-), napas spontan, wasting (+)
LLA; 19,6 cm A SG: Moderate PEM
A SG: Gizi buruk(LLA) SM: anemia, leukositosis, deplesi
SM: deplesi berat sistem imun, sedang sistem imun, hipoalbuminemia,
hipokalemia hipokalemia, sepsis (perbaikan).
SGI: Fungsional SGI: Fungsional
P Diet 1800 kkal P Diet 2100 kkal
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 50%; P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
L31%; KH 50%; L 26%;

43
Diet direncanakan 100% KET (1800 Diet direncanakan 80% KET (1680
kkal) via oral berupa; kkal) via ngt berupa;
Makan lunak lauk cincang 3x, jus Bubur saring 808,5 kkal,
buah 100 kkal, susu Peptisol 3x250 jus buah 50 kkal,
kkal susu Peptisol 4x250 kkal
Avcol 3x80 kkal ekstra putih telur 2 butir
Saran; aff NGT
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
sesui balans cairan atau sesui balans cairan
Koreksi hipokalemia: dengan asupan Koreksi hipoalbuminemia melalui
Suplementasi ; asupan melalui asupan cukup
Neurodex 1x1tab (neuro) energi dan tinggi protein
Zinc 1x 20mg Koreksi hipokalemia sesuai TS
Pujimin 3x 2 cap anestesi
Vitamin A 1x20.000IU
Vitamin C 1x100mg Suplementasi
Zamel 2x10cc
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Vitamin C 2x100mg
cerna balans cairan hemodinamik Pujimin 3x2 kapsul
Edukasi gizi Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 24-11-2015(H26) Hari 07-06-2016 (H20)
S Asupan via NGT dan oral, residu (-) S Asupan via NGT, residu (-), belum
Muntah (-), kembung (-),demam (-), bisa menelan,Muntah (-), kembung
sesak (-) (-),demam (-), sesak (-)
BAB; sudah BAB BAB sudah BAB
BAK 1270 ml/24 jam BAK 2980 ml/24 jam

44
BC -80 ml/24 jam BC -1540 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 1825 kkal (oral; 1140 O FR 24 jam E: 1933,5 kkal; P 118 g,
kkal,ngt; 685 kkl), P 85 g, KH 232 g KH 258 g Lemak 46,1 g
Lemak 65,7 g Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
Anemis (-), residu (-), LOSF (-), peristaltik (+) normal, edema (-),
peristaltik (+) normal, edema (-), wasting (+)
wasting (-), napas spontan LILA: 20 cm
A SG: Gizi buruk(LLA) A SG: Moderate PEM
SM: deplesi berat sistem imun, SM: anemia, leukositosis, deplesi
hipokalemia sedang sistem imun, hipoalbuminemia,
SGI: Fungsional hipokalemia, sepsis (perbaikan).↓
P Diet 1800 kkal SGI: Fungsional
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 50%; P Diet 2100 kkal
L31%; P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
Diet direncanakan 100% KET (1800 KH 50%; L 26%;
kkal) via oral berupa; Diet direncanakan 80% KET (1680
Makan lunak lauk cincang 3x, jus kkal) via ngt berupa;
buah 100 kkal, susu Peptisol 3x250 Bubur saring 808,5 kkal,
kkal jus buah 50 kkal,
Avcol 3x80 kkal susu Peptisol 4x250 kkal
Saran; aff NGT ekstra putih telur 2 butir
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau
sesui balans cairan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
Koreksi hipokalemia: dengan asupan atau sesui balans cairan
Suplementasi ; Koreksi hipoalbuminemia melalui
Neurodex 1x1tab (neuro) asupan melalui asupan cukup
Zinc 1x 20mg energi dan tinggi protein
Pujimin 3x 2 cap Koreksi hipokalemia sesuai TS

45
Vitamin A 1x20.000IU anestesi
Vitamin C 1x100mg
Suplementasi
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Zamel 2x10cc
cerna balans cairan hemodinamik Vitamin C 2x100mg
Edukasi gizi Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 25-11-2015 (H27) Hari 10-06-2016 (H23)
S Asupan via oral, muntah (-),mual (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum
kembung (-), demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung
BAB; sudah BAB (-),demam (-), sesak (-)
BAK 2390 ml/24 jam BAB sudah BAB
BC -820 ml/24 jam BAK 2250 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 1516 kkal; P 81 g, KH BC -750 ml/24 jam
226,1 g, Lemak 30 g O FR 24 jam E: 1933,5 kkal; P 118 g,
Anemis (-), ngt masih terpasang residu KH 258 g Lemak 46,1 g
(-), LOSF (-), peristaltik (+) normal, Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
edema (-), wasting (-), napas spontan peristaltik (+) normal, edema (-),
A SG: Gizi kurang (LLA) wasting (+)
SM: deplesi berat sistem imun, A SG: Moderate PEM
hipokalemia SM: anemia, leukositosis, deplesi
SGI: Fungsional sedang sistem imun, hipoalbuminemia,
hipokalemia, sepsis (perbaikan).↓
P Diet 1800 kkal SGI: Fungsional
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 50%; P Diet 2100 kkal
L31%; P 2 g/kgBBI = 126g (24%),

46
Diet direncanakan 100% KET (1800 KH 50%; L 26%;
kkal) via ngt berupa; Diet direncanakan 80% KET (1680
Makan lunak lauk cincang 3x, jus kkal) via ngt berupa;
buah 100 kkal, susu Peptisol 3x250 Bubur saring 808,5 kkal,
kkal jus buah 50 kkal,
Avcol 3x80 kkal susu Peptisol 4x250 kkal
ekstra putih telur 2 butir
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau
sesui balans cairan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
Koreksi hipokalemia: dengan asupan atau sesui balans cairan
Suplementasi ; Koreksi hipoalbuminemia melalui
Neurodex 1x1tab (neuro) asupan melalui asupan cukup
Zinc 1x 20mg energi dan tinggi protein
Pujimin 3x 2 cap Koreksi hipokalemia sesuai TS
Vitamin A 1x20.000IU anestesi
Vitamin C 1x100mg
Suplementasi
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Zamel 2x10cc
cerna balans cairan hemodinamik Vitamin C 2x100mg
Edukasi gizi Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 25-11-2015(H28) Hari 14-06-2016 (H27)
S Asupan via oral, muntah (-),mual (- S Asupan via NGT, residu (-), belum
),kembung (-) ,demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung
BAB; sudah BAB (-),demam (-), sesak (-)
BAK 1900 ml/24 jam BAB sudah BAB, keras

47
BC -270 ml/24 jam BAK 1910 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 2017,5 kkal; P 103 g, BC -350 ml/24 jam
KH 341 g, Lemak 28,5 g O FR 24 jam E: 1733,5 kkal; P 104 g,
Anemis (-),LOSF (-), peristaltik (+) KH 228 g Lemak 43,1 g
normal, edema (-), wasting (-), napas Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
spontan peristaltik (+) normal, edema (-),
A SG: Gizi kurang (LLA) wasting (+)
SM: deplesi berat sistem imun, LLA: 20 cm
hipokalemia A SG: Moderate PEM
SGI: Fungsional SM: anemia, hipoalbuminemia,
hipokalemia, sepsis (perbaikan).↓
P Diet 1800 kkal SGI: Fungsional
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 50%; P Diet 2100 kkal
L31%; P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
Diet direncanakan 100% KET (1800 KH 50%; L 26%;
kkal) via ngt berupa; Diet direncanakan 80% KET (1680
Makan lunak lauk cincang 3x, jus kkal) via ngt berupa;
buah 100 kkal, susu Peptisol 3x250 Bubur saring 808,5 kkal,
kkal jus buah 50 kkal,
Avcol 3x80 kkal susu Peptisol 4x250 kkal
ekstra putih telur 2 butir
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau
sesui balans cairan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
Koreksi hipokalemia: dengan asupan atau sesui balans cairan
Suplementasi ; Koreksi hipoalbuminemia melalui
Neurodex 1x1tab (neuro) asupan melalui asupan cukup
Zinc 1x 20mg energi dan tinggi protein
Pujimin 3x 2 cap Koreksi hipokalemia sesuai TS

48
Vitamin A 1x20.000IU anestesi
Vitamin C 1x100mg
Suplementasi
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Zamel 2x10cc
cerna balans cairan hemodinamik Vitamin C 2x100mg
Edukasi gizi Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 27-11-2015(H29) Hari 17-06-2016 (H30)
S Asupan via oral, muntah (-),mual (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum
kembung (-),demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung
BAB; sudah BAB (-),demam (-), sesak (-)
BAK 2680 ml/24 jam BAB sudah BAB, keras
BC -1120 ml/24 jam BAK 1850 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 2040kkal, P 96 g, KH BC -560 ml/24 jam
360 g O FR 24 jam E: 1933,5 kkal; P 115 g,
Lemak 23,5 g KH 258 g Lemak 46,1 g
Anemis (-), LOSF (-), peristaltik (+) Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
normal, edema (-), wasting (-), napas peristaltik (+) normal, edema (-),
spontan wasting (+)
LLA; 19,5 cm A SG: Moderate PEM
A SG: Gizi kurang (LLA) SM: anemia, hipoalbuminemia,
SM: deplesi berat sistem imun, hiperkloremia, sepsis (perbaikan).↓
hipokalemia SGI: Fungsional
SGI: Fungsional P Diet 2100 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
P Diet 1800 kkal KH 50%; L 26%;
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 50%;

49
L31%; Diet direncanakan 85% KET (1785
Diet direncanakan 100% KET (1800 kkal) via ngt berupa;
kkal) via oral berupa; Bubur saring 808,5 kkal,
Makan lunak lauk cincang 3x, jus jus buah 50 kkal,
buah 100 kkal, susu Peptisol 3x250 susu Peptisol 4x250 kkal
kkal ekstra putih telur 2 butir
Avcol 2x80 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau atau sesui balans cairan
sesui balans cairan Koreksi hipoalbuminemia melalui
Koreksi hipokalemia: dengan asupan asupan melalui asupan cukup
Suplementasi ; energi dan tinggi protein
Neurodex 1x1tab (neuro)
Zinc 1x 20mg Suplementasi
Pujimin 3x 2 cap Zamel 2x10cc
Vitamin A 1x20.000IU Vitamin C 2x100mg
Vitamin C 1x100mg Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran cerna balans cairan hemodinamik
cerna balans cairan hemodinamik Edukasi gizi.
Edukasi gizi

Hari 01-12-2015(H33) Hari 20-06-2016 (H33)


S Asupan via oral, muntah (-),mual (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum
kembung (-),demam (-), sesak (-) bisa menelan,Muntah (-), kembung
BAB; sudah BAB (-),demam (-), sesak (-)
BAK 2070 ml/24 jam BAB belum BAB 1 hari
BC -1440 ml/24 jam BAK 2000 ml/24 jam

50
O FR 24 jam E: 2255kkal, P 101 g, KH BC -1020 ml/24 jam
370 g, Lemak 43,8 g O FR 24 jam E: 1933,5 kkal; P 115 g,
Anemis (-), LOSF (-), peristaltik (+) KH 258 g Lemak 46,1 g
normal, edema (-), wasting (-), napas Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
spontan peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Gizi kurang (LLA) A SG: Moderate PEM
SM: deplesi berat sistem imun, SM: anemia, hipoalbuminemia,
hipokalemia hiperkloremia, sepsis (perbaikan).↓
SGI: Fungsional SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal
P Diet 1800 kkal P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 50%; KH 50%; L 26%;
L31%; Diet direncanakan 85% KET (1785
Diet direncanakan 100% KET (1800 kkal) via ngt berupa;
kkal) via oral berupa; Bubur saring 808,5 kkal,
Makan lunak lauk cincang 3x, jus jus buah 50 kkal,
buah 100 kkal, susu Peptisol 3x250 susu Peptisol 4x250 kkal
kkal ekstra putih telur 2 butir
Avcol 2x80 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
Kebutuhan cairan 1800 ml/24 jam atau atau sesui balans cairan
sesui balans cairan Koreksi hipoalbuminemia melalui
Koreksi hipokalemia: dengan asupan asupan melalui asupan cukup
Suplementasi ; energi dan tinggi protein
Neurodex 1x1tab (neuro)
Zinc 1x 20mg Suplementasi
Pujimin 3x 2 cap Zamel 2x10cc

51
Vitamin A 1x20.000IU Vitamin C 2x100mg
Vitamin C 1x100mg Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran cerna balans cairan hemodinamik
cerna balans cairan hemodinamik Edukasi gizi.
Edukasi gizi

Hari 02-12-2015 (H34) Hari 24-06-2016 (H37)


S Asupan via oral, muntah (-),mual (-), S Asupan via NGT, residu (-), belum
kembung (-),demam (-), sesak (-), bisa menelan,Muntah (-), kembung
perawatan di lontara (-),demam (-), sesak (-)
BAB; sudah BAB BAB: sudah BAB
BAK 250 ml/5 jam BAK 990 ml/24 jam
BC -10 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 2355 kkal; P 101 g, KH O FR 24 jam E: 1933,5 kkal; P 115 g,
394 g, Lemak 43,8 g KH 258 g Lemak 46,1 g
Anemis (-),LOSF (-), peristaltik (+) Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
normal, edema (-), wasting (-), napas peristaltik (+) normal, edema (-),
spontan wasting (+)
A SG: Gizi kurang (LLA) LLA: 20 cm
SM: deplesi berat sistem imun, A SG: Moderate PEM
hipokalemia SM: anemia, hipoalbuminemia,
SGI: Fungsional hiperkloremia, sepsis (perbaikan).↓
SGI: Fungsional
P Diet 1800 kkal + 200 kkl P Diet 2100 kkal
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 60%; P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
L21%; KH 50%; L 26%;
Diet direncanakan 100% via oral Diet direncanakan 85% KET (1785

52
berupa; kkal) via ngt berupa;
Makan biasa 3x, Bubur saring 808,5 kkal,
jus buah/buah 100 kkal, susu Peptisol jus buah 50 kkal,
3x250 kkal susu Peptisol 4x250 kkal
Avcol 2x80 kkal ekstra putih telur 2 butir

Kebutuhan cairan 2000 ml/24 jam atau Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
sesui balans cairan atau sesui balans cairan
Koreksi hipokalemia: dengan asupan Koreksi hipoalbuminemia melalui
Suplementasi ; asupan melalui asupan cukup
Neurodex 1x1tab (neuro) energi dan tinggi protein
Zinc 1x 20mg
Pujimin 3x 2 cap Suplementasi
Vitamin A 1x20.000IU Zamel 2x10cc
Vitamin C 1x100mg Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi Edukasi gizi.
Hari 07-12-2015(H39) Hari 27-06-2016 (H40)
S Asupan via oral, muntah (-),mual (-) S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
,kembung (-),demam (-), sesak (-) (-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
BAB; sudah BAB latihan makan via oral
BAK; kesan lancar BAB: sudah BAB
BAK 1600 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 2210 kkal; P 96 g, KH BC -272 ml/24 jam
376 g Lemak 38,8 g O FR 24 jam E: 1933,5 kkal; P 115 g,
Anemis (-),LOSF (-), peristaltik (+) KH 258 g Lemak 46,1 g

53
normal, edema (-), wasting (-), napas Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
spontan peristaltik (+) normal, edema (-),
A SG: Gizi kurang (LLA) wasting (+)
SM: deplesi ringan sistem imun, LLA: 20 cm
hipokalemia A SG: Moderate PEM
SGI: Fungsional SM: anemia, hipoalbuminemia,
hiperkloremia, sepsis (perbaikan).↓
P Diet 1800 kkal + 200 kkl SGI: Fungsional
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 60%; P Diet 2100 kkal
L21%; P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
Diet direncanakan 100% via oral KH 50%; L 26%;
berupa; Diet direncanakan 90% KET (1890
Makan biasa 3x, kkal) via ngt berupa;
jus buah/buah 100 kkal, susu Peptisol Bubur saring 808,5 kkal,
3x250 kkal jus buah 50 kkal,
Avcol 2x80 kkal susu Peptisol 4x250 kkal
ekstra putih telur 2 butir
Kebutuhan cairan 2000 ml/24 jam atau
sesui balans cairan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
Koreksi hipokalemia: dengan asupan atau sesui balans cairan
Suplementasi ; Koreksi hipoalbuminemia melalui
Neurodex 1x1tab (neuro) asupan melalui asupan cukup
Zinc 1x 20mg energi dan tinggi protein
Pujimin 3x 2 cap
Vitamin A 1x20.000IU Suplementasi
Vitamin C 1x100mg Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Pujimin 3x2 kapsul

54
cerna balans cairan hemodinamik Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
Edukasi gizi cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 10-12-2015 (H42) Hari 30-06-2016 (H43)
S Asupan via oral, muntah (-),mual (-), S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
kembung (-),demam (-), sesak (-) (-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
BAB; sudah BAB latihan makan via oral
BAK kesan lancar BAB: sudah BAB
BAK 2000 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 2197,5 kkal; P 97,5 g, BC -559 ml/24 jam
KH 365 g, Lemak 40,3 g O FR 24 jam E: 1821 kkal; P 112,2 g,
Anemis (-),LOSF (-), peristaltik (+) KH 258 g Lemak 46,1 g
normal, edema (-), wasting (-), napas Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
spontan peristaltik (+) normal, edema (-),
A SG: Gizi kurang (LLA) wasting (+)
SM: deplesi ringan sistem imun, LLA: 20,2 cm
hipoproteinemia A SG: Moderate PEM
SGI: Fungsional SM: anemia, hipoalbuminemia,
hiperkloremia, sepsis (perbaikan).↓
P Diet 1800 kkal + 200 kkl SGI: Fungsional
P 1,7 g/kgBBI = 85 g (19%), KH 60%; P Diet 2100 kkal
L21%; P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
Diet direncanakan 100% via oral KH 50%; L 26%;
berupa; Diet direncanakan 100% KET (2100
Makan biasa 3x, kkal) via ngt berupa;
jus buah/buah 100 kkal, susu Peptisol Bubur saring 808,5 kkal,
3x250 kkal jus buah 50 kkal,
Avcol 2x80 kkal susu Peptisol 4x250 kkal

55
ekstra putih telur 2 butir
Kebutuhan cairan 2000 ml/24 jam atau olive oil 80 kkal
sesui balans cairan Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
Koreksi hipokalemia: dengan asupan atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
Suplementasi ; asupan melalui asupan cukup
Neurodex 1x1tab (neuro) energi dan tinggi protein
Zinc 1x 20mg
Pujimin 3x 2 cap Suplementasi
Vitamin A 1x20.000IU Zamel 2x10cc
Vitamin C 1x100mg Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi Edukasi gizi.
Hari 04-06-2016 (H47)
S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
latihan makan via oral
BAB: sudah BAB
BAK 1200 ml/24 jam
BC -129 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 2101 kkal; P 123,4 g,
KH 271 g Lemak 56,7 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Moderate PEM

56
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
KH 50%; L 26%;
Diet direncanakan 100% KET (2100
kkal) via ngt berupa;
Bubur saring 808,5 kkal,
jus buah 50 kkal,
susu Peptisol 4x250 kkal
ekstra putih telur 2 butir
olive oil 80 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 08-07-2016 (H51)
S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),

57
latihan makan via oral
BAB: sudah BAB
BAK 2100 ml/24 jam
BC -290 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 1438,5 kkal; P 76,8 g,
KH 271 g Lemak 56,7 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (24%),
KH 50%; L 26%;
Diet direncanakan 100% KET (2100
kkal) via ngt berupa;
Bubur saring 808,5 kkal,
jus buah 50 kkal,
susu Peptisol 4x250 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 80 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein
Suplementasi

58
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 11-07-2016 (H53)
S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
latihan makan via oral
BAB: sudah BAB
BAK 1800 ml/24 jam
BC -1100 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 2101 kkal; P 123,4 g,
KH 270 g Lemak 56,8 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET (2100
kkal) via ngt berupa;
Bubur saring 808,5 kkal,
jus buah 50 kkal,

59
susu Peptisol 1100 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 160 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein
Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 14-07-2016 (H56)
S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
latihan makan via oral
BAB: sudah BAB kemarin
BAK 1990 ml/24 jam
BC -1150 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 2181 kkal; P 124,4 g,
KH 270 g Lemak 65,6 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
LILA: 20,2 cm

60
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET via ngt
berupa;
Bubur saring 808,5 kkal,
jus buah 50 kkal,
susu Peptisol 1100 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 160 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.

61
Hari 18-07-2016 (H60)
S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
latihan makan via oral
BAB: sudah BAB
BAK 2170 ml/24 jam
BC -970 ml/24 jam
O FR 24 jam E: 2231 kkal; P 126,5 g,
KH 279 g Lemak 60,6 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET (2300
kkal) via ngt berupa;
Bubur saring 808,5 kkal,
jus buah 50 kkal,
susu Peptisol 1100 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 160 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui

62
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 21-07-2016 (H63)
S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
latihan makan via oral
BAB: sudah BAB
BAK : via diapers ganti 3x/hari
O FR 24 jam E: 2331 kkal; P 126,2 g,
KH 303 g Lemak 66,3 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
LLA: 20,5 cm
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),
KH 50%; L 28%;

63
Diet direncanakan 100% KET (2300
kkal) via ngt berupa;
Bubur saring 808,5 kkal,
jus buah 50 kkal,
susu Peptisol 1100 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 160 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 25-07-2016 (H66)
S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
makan via oral sesuai toleransi
BAB: sudah BAB
BAK : via diapers ganti 3x/hari
O FR 24 jam E: 2593,5kkal; P 132,2 g,
KH 363 g Lemak 66,3 g

64
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET (2300
kkal) via ngt berupa;
Bubur saring 808,5 kkal,
jus buah 100 kkal,
susu Peptisol 1100 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 160 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik

65
Edukasi gizi.

Hari 26-07-2016 (H67)


S Asupan via NGT, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
makan via oral sesuai toleransi
BAB: belum BAB
BAK : via diapers ganti 3x/hari
O FR 24 jam E: 2243,5kkal; P 122,4 g,
KH 288,9 g Lemak 68,7 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET (2300
kkal) via oral dan ngt berupa;
Makan lunak lauk cincang 3x
jus buah 100 kkal,
susu Peptisol 1050 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 160 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam

66
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 28-07-2016 (H69)
S Asupan via oral, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
makan via oral sesuai toleransi
BAB: sudah BAB
BAK : via diapers ganti 3x/hari
O FR 24 jam E:1885kkal; P 75,2 g,
KH 312,6 g Lemak 35,2 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),

67
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET (2300
kkal) via oral berupa;
Makan lunak lauk cincang 3x
jus buah 100 kkal,
susu Peptisol 900 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 160 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 28-07-2016 (H70)
S Asupan via oral, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
makan via oral sesuai toleransi
BAB: sudah BAB
BAK : via diapers ganti 3x/hari
O FR 24 jam E:2147,5 kkal; P 92,2 g,

68
KH 312,6 g Lemak 39,5 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
LLA: 20,5 cm
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET (2300
kkal) via oral berupa;
Makan lunak lauk cincang 3x
jus buah 100 kkal,
susu Peptisol 900 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 160 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul

69
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 02-08-2016 (H74)
S Asupan via oral, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
makan via oral sesuai toleransi
BAB: sudah BAB
BAK : via diapers ganti 3x/hari
O FR 24 jam E:2482 kkal; P 109,4 g,
KH 380,8 g Lemak 56 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET (2300
kkal) via oral berupa;
Makan lunak lauk 2P+sayur
jus buah 100 kkal,
susu Peptisol 750 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 240 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam

70
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 05-08-2016 (H77)
S Asupan via oral, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
makan via oral sesuai toleransi
BAB: sudah BAB
BAK : via diapers ganti 3x/hari
O FR 24 jam E:2372,5 kkal; P 112,4 g,
KH 358,5 g Lemak 56,3 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+), LILA 21cm
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),

71
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET (2300
kkal) via oral berupa;
Makan lunak lauk 2P + sayur
jus buah 100 kkal,
susu Peptisol 750 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 240 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.
Hari 06-08-2016 (H78)
S Asupan via oral, residu (-),Muntah
(-), kembung (-), demam (-), sesak (-),
makan via oral sesuai toleransi
BAB: sudah BAB
BAK : via diapers ganti 3x/hari
O FR 24 jam E:2360 kkal; P 112 g,

72
KH 355,5 g Lemak 56,3 g
Anemis (+), residu (-), LOSF (+),
peristaltik (+) normal, edema (-),
wasting (+)
A SG: Moderate PEM
SM: anemia, hipoalbuminemia
SGI: Fungsional
P Diet 2100 kkal + 200 kkal
P 2 g/kgBBI = 126g (22%),
KH 50%; L 28%;
Diet direncanakan 100% KET (2300
kkal) via oral berupa;
Makan lunak lauk 2P + sayur
jus buah 100 kkal,
susu Peptisol 750 kkal
ekstra putih telur 3 butir
olive oil 240 kkal
Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
atau sesui balans cairan
Koreksi hipoalbuminemia melalui
asupan melalui asupan cukup
energi dan tinggi protein

Suplementasi
Zamel 2x10cc
Vitamin C 2x100mg
Pujimin 3x2 kapsul
Evaluasi asupan/hari, toleransi saluran

73
cerna balans cairan hemodinamik
Edukasi gizi.

MONITORING DAN EVALUASI PERKEMBANGAN KLINIS PASIEN

Gambar 8. Pasien 1 ( 10-12- 2015) Gambar 9. Pasien 2 (07-8- 2016) Gambar 10. Pasien 3 (19-11- 2016)

74
BAB IV
PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Karakteristik Pasien

Kasus seri ini mencakup penatalaksanaan gizi pada 3 pasien, dilakukan


kurun waktu 11 bulan dari bulan Oktober 2015 sampai dengan November 2016 di
Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo kota Makassar dengan diagnosis masuk yang
sama yaitu ketiganya didiagnosis dengan Guillain Barre Syndrome. Ketiga pasien
tidak sama dalam jenis kelamin, pasien pertama dengan jenis kelamin perempuan
usia 20 tahun, pasien kedua laki-laki, usia 55 tahun dan pasien ketiga jenis kelamin
laki-laki, usia 20 tahun. Lama perawatan pasien oleh bagian Gizi Klinik adalah 43
hari (pasien pertama), 78 hari (pasien kedua) dan 5 hari (pasien ketiga).
Pemeriksaan subyektif pada autoanamnesis didapatkan riwayat infeksi
saluran napas atas pada pasien pertama dan kedua sedangkan pasien ke tiga memiliki
riwayat gangguan gastrointestinal yang ditandai dengan diare. Adanya riwayat
infeksi saluran napas dan saluran cerna merupakan salah satu gejala awal yang sering
mendahului GBS. Sekitar dua pertiga kasus GBS didahului oleh infeksi dengan onset
gejalanya terjadi enam minggu, biasanya terjadi infeksi saluran napas atas atau
saluran cerna, dengan insiden gagal napas sekitar 20-30%. Dalam lima tahun terakhir
dilaporkan bahwa insiden terbanyak terjadi pada daerah yang rentan terhadap infeksi
organisme dan wabah GBS, dilaporkan berhubungan dengan infeksi Campylobacter
jejuni. Meskipun organisme patologis penyebabnya belum dapat diidentifikasikan
biasanya agen infeksius yang sering adalah virus Epstein-Barr, Mycoplasma
pneumoniae, Campylobacter jejuni and cytomegalovirus. Dan bisanya terjadi pada
musim panas oleh karena infeksi sekunder dari C. jejuni. Dilaporkan juga bahwa
vaksinasi berhubungan dengan penyakit ini, seperti vaksinasi influenza, termasuk
vaksin flu burung, vaksin hepatitis dan vaksin meningitis (Pithadia,dkk. 2010 dan
Willson HJ,dkk. 2016).
Dua pasien memiliki rentang usia yang sama saat terkena penyakit GBS,
yaitu pada pasien pertama dan kedua. Demikian juga dengan jenis kelamin dimana
laki-laki lebih banyak dari perempuan. Hal ini sesuai dengan studi populasi GBS di

75
Eropa dan Amerika Utara dilaporan laki-laki 1,5 kali lebih banyak dari perempuan
dan insidennya meningkat berkaitan dengan usia, 1 per 100.000 pada usia dibawah
30 tahun dan sekitar 4 per 100.000 kasus pada usia setelah 75 tahun. Dan sebanyak
0,66 per 100.000 kasus GBS di Cina dilaporkan pada usia dewasa (Willson. dkk,
2016)
Riwayat asupan makan sebelum sakit rata-rata baik, terjadi gangguan
asupan akibat penjalaran dari penyakit, yaitu terjadi kelemahan yang bersifat
antesenden, kelemahan dapat menjalar sampai ke lengan dan tubuh bagian atas, dan
biasanya simetris. Gejala dapat meningkat, sampai seluruh otot utama tidak dapat
digunakan dan dalam keadaan berat semua otot akan paralisis, termasuk otot-otot
menelan dan otot-otot pernapasan dengan insiden gagal napas sekitar 20-30%.
(Pithadia.dkk, 2010). Ketiga pasien terpasang nasogastric tube (NGT) karena tidak
dapat menelan makanan akibat kelemahan otot dan bernapas dengan bantuan
ventilasi mekanik, vintilator. Pasien pertama adalah seorang mahasiswi, pasien kedua
pegawai bank dan pasien ketiga seorang supir. Ketiga pasien memiliki kebiasaan
makan nasi 3 kali sehari, lauk dan sayur bervariasi, jarang makan buah-buahan.
Ketiganya tidak ada alergi makanan atau susu juga pantangan makanan. Asupan
makanan terakhir pasien pertama via NGT 800 kkal, pasien kedua 1578,5 kkal dan
asupan pasien ketiga 202,5 kkal. Asupan terakhir pasien ke tiga sebelum dipasang
NGT, asupan berkurang karena sesak, hal ini diakibatkan oleh penjalaran penyakit
yang menyebabkan paralisis otot pernapasan.
Pemeriksaan obyektif ketiga pasien didapatkan keadaan umum sakit berat
dengan GCS yang bervariasi, pasien pertama kompos mentis, kedua apatis
sedangkan yang ketiga tersedasi. Ketiganya didiagnosis dengan GBS, khusus pada
pasien ketiga terjadi relaps, serangan pertama terjadi pada tahun 2015 dirawat di ICU
RSWS dengan gangguan napas. Tanda vital relatif normal pada ketiga pasien. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium, pada awal masuk rumah sakit, lekositosis dijumpai
pada ketiga pasien, sedangkan anemia dijumpai pada pasien pertama dan kedua.
Deplesi sistem imun terjadi pada ketiga pasien, pada pasien pertama deplesi sistem
imun berat dan deplesi sedang sistem imun pada pasien kedua dan ketiga. tidak
terdapat peningkatan enzim transaminase pada ketiga pasien tetapi selama perawatan
terjadi peningkatan pada pasien ke dua dan ketiga.

76
Status gizi dinilai berdasarkan subjective global asessment (SGA),
antropometri yaitu indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar lengan atas (LLA).
Termasuk gizi kurang pada pasien pertama sedangkan pasien kedua dan ketiga
dengan SGA status gizi dinilai sebagai malnutrisi sedang.
Untuk menghitung kebutuhan energi, sebagai bagian dari penatalaksanaan
gizi pada ketiga pasien ini, menggunakan rumus Harris Benedict yang dikalikan
dengan faktor aktivitas pasien dan faktor stress. Komposisi makronutrien pada pasien
pertama adalah protein 1,7 g/kgBBI/hari = 85 g = 19%, karbohidrat 55% terutama
karbohidrat kompleks dan lemak 26%. Komposisi makronutrien pada pasien kedua
adalah protein 1,5 g/kgBBI/hari = 95 g = 18%, karbohidrat 50% dan lemak 32%.
Kebutuhan protein dinaikkan menjadi 2 g/kgBBI/hari = 126 g = 24%, karbohidrat
50% dan lemak 26%. Komposisi makronutrien pada pasien ketiga adalah protein 1,5
g/kgBBI/hari = 101,25 g = 15%, karbohidrat 55% dan lemak 30 %, disesuaikan
dengan hasil ureum-kreatinin yang cenderung meningkat pada pasien ketiga.
Pemberian nutrisi pada ketiga pasien menggunakan NGT. Dimulai dengan
pemberian 75% untuk pasien pertama, 80% untuk pasien kedua dan 50% untuk
pasien ketiga. Dasar pemberian ini tergantung pada riwayat asupan sebelumnya dan
klinis pasien serta metabolik yang menyertai kemudian dapat ditingkatkan sesuai
dengan kebutuhan pada pasien kritis. Selama perawatan, refleks menelan selalu
dinilai, pada pasien pertama refleks membaik pada hari perawatan ke 27 dan pasien
kedua pada hari ke 40. Pemberian makanan via NGT dapat dihentikan bila pasiennya
mampu mengkonsumsi ≥ 75% dari kebutuhan dan secara konsisten via oral selama 3
hari. Berat badan, hidrasi, dan kemampuan menelan dipantau secara ketat selama
tahap ini dengan fokus spesifik pada komplikasi pernafasan (Corrigan, 2011).
Pemberian suplementasi berdasarkan pada asesmen yang ditegakkan.
Diberikan suplementasi zinc, vitamin A, vitamin C dan ekstrak ikan gabus untuk
memperbaiki sistem imun. Dibutuhkan juga vitamin B yang berperan dalam
pengaturan berbagai fungsi tubuh. Vitamin B1 dan B2 berperan dalam produksi
energi pada otot, saraf dan fungsi jantung. Vitamin B6 membantu memecah protein
dan digunakan oleh tubuh untuk fungsi saraf, imun dan pertumbuhan sel darah
merah. Diperlukan juga untuk sintesis neurotransmiter serotonin dan norepinefrin
serta pembentukan myelin (Remig, 2008).

77
Status Gizi

Perencanaan terapi nutrisi dimulai dari penilaian awal yang tepat terhadap
status gizi, resep gizi, mengalokasikan upaya klinis dan menetapkan tujuan untuk
monitoring dan evaluasi hasil perawatan gizi. Indeks massa tubuh (IMT)
(Allison,dkk. 2002) adalah indikator yang paling banyak digunakan dalam studi
epidemiologi, terkait atau tidak dengan variabel antropometrik lainnya untuk
identifikasi pasien yang berisiko gizi atau obesitas. Keuntungan besar dari indeks ini
adalah cara mudah untuk mengukur, biaya rendah, korelasi yang baik dengan massa
lemak dan hubungannya dengan morbiditas dan mortalitas (Deurenberg, dkk. 1989).
Selain itu status gizi dapat ditegakkan berdasarkan penelian klinis, antropometri dan
SGA. SGA merupakan salah satu metode penilaian status gizi berdasarkan pada
riwayat penyakit dan asupan, pemeriksaan fisik dan kapasitas fungsional serta
adanya gangguan metabolik. Berdasarkan SGA, pasien dapat diklasifikasikan ke
dalam well nourished (SGA A), moderately undernourished atau di curigai akan
menjadi malnutrisi (SGA B), dan severely undernourished (SGA C). SGA telah di
validasi, dibandingkan dengan parameter objektif, penilaian morbiditas dan kualitas
hidup serta memiliki nilai inter reliabilitas yang tinggi (Martineau J et al, 2005).
Penilaian status gizi pada pasien pertama berdasarkan antropometri lingkar lengan
atas yang dikategorikan sebagi gizi kurang sedangkan untuk pasien kedua dan ketiga
dinilai berdasarkan SGA, yang dikategorikan sebagai moderate malnutrition (SGA
B).

Hipolbuminemia

Kadar albumin yang rendah disebabkan oleh banyak faktor (kompleks) dan
tidak hanya disebabkan oleh berkurangnya asupan, khususnya protein, dapat juga
disebabkan oleh gangguan sintesis di hati, hormonal yaitu insulin, kehilangan
albumin secara eksogen dan adanya faractional catabolic rate (FCR). Meskipun
peran katabolisme, terutama katabolisme protein belum konklusif namun terdapat
postulat yang menyatakan adanya peran dari endotel vaskuler. Penyebab
hipoalbuminemia paling umum adalah proses inflamasi, karena pada penelitian

78
eksperimental mendapatkan bahwa starvasi tidak menyebabkan hipoalbuminemia
dalam beberapa minggu, tetapi proses inflamasi ditemukan dapat mempengaruhi
konsentrasi albumin, karena akibat dari inflamasi pembuluh darah melebar dan
terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler (Jasti,dkk.2016 dan Wang,dkk.2015)
Pada pasien GBS terjadi injuri neurogenik dimana terjadi gangguan pada
mekanisme homeostatik normal sehingga dapat menimbulkan suatu kaskade dari
aktivasi sistem saraf simpatis dan respon inflamasi. Keseimbangan energi negatif
menunjukkan suatu hasil pemecahan protein dan kekurangan asam amino yang
penting untuk perbaikan sel dan sistem pertahanan tubuh. Katabolisme tidak hanya
merupakan suatu proses metabolisme abnormal protein, namun telah jelas dikatakan
bahwa beratnya suatu stres akan mempengaruhi turn over protein tubuh, dimana
injuri akut akan menghasilkan peningkatan baik sintesis protein maupun kecepatan
degradasinya (Roubenoff,dkk. 1992 dan Remig, 2008).
Untuk mencapai protein sparing yang optimal maka protein yang
diberikan pada pasien ini adalah 1,7 g/kgBBI dan ditambah dengan suplementasi
ekstrak ikan gabus 2 kapsul/8jam, yang diketahui mengandung glutamat. Glutamat
adalah sumber untuk sintesis glutamin dengan bantuan enzim glutaminase. Pada
pasien kritis dibutuhkan glutamin yang penting sebagai molekul sinyal sel dan
berfungsi untuk regulasi ekspresi beberapa gen yang berhubungan dengan
metabolisme, tranduksi sinyal, pertahanan dan perbaikan sel (Creange. A, 2016).

Anemia
Secara umum anemia dapat disebabkan oleh tiga kategori; 1) kehilangan
darah, 2) terjadi peningkatan destruksi sel-sel darah merah, 3) penurunan fungsi
produksi sel-sel darah merah. Tiga mekanisme ini saling berhubungan. Banyak
komorbiditas yang mempengaruhi seperti gangguan koagulasi, hemolisis, penyakit
hereditas, gangguan fungsi ginjal dan kekurangan nutrisi, atau adanya penyakit
inflamasi (Dicato, 2010).
Anemia yang sering dijumpai pada pasien GBS adalah anemia hemolitik
terutama dijumpai setelah pemberian terapi immunoglobulin intravena (IVIg). Pada
ketiga pasien dijumpai kadar hemoglobin yang rendah. Pasien kedua dan ketiga
memiliki riwayat telah diberikan IVIg. Hemolisis dapat disebabkan oleh adanya

79
kelompok antibodi anti-A dan anti-B setelah pemberian IVIg (Nguyen dkk, 2014).
Disebutkan juga bahwa plasmaparesis merupakan salah satu faktor yang mengurangi
imunoglobulin inflamasi yang dapat berinteraksi dengan prekursor pada sumsum
tulang (Meythaler, 1997).

Deplesi sistem imun

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan terjadi penurunan kadar TLC (Total


Lymphocyte Count) dari normal terjadi pada ketiga pasien. Pasien pertama nilai TLC
689 103/uL yang menandakan adanya deplesi berat sistem imun, sedangkan pasien
kedua dan ketiga dengan nilai 1580 103/uL dan 1470 103/uL Kadar. TLC yang
rendah seringkali dikaitkan dengan kondisi malnutrisi. Kadar TLC merefleksikan
simpanan protein visceral. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kadar TLC seperti kondisi stress, sepsis, infeksi akut dan kronis, trauma,
uremia, neoplasia dan penggunaan steroid (Badjatia N, 2013).
Injuri pada saraf spinal adalah suatu kondisi dimana pada umumnya terjadi
gangguan fungsi imun dan inflamasi kronis. Sistem imun dikontrol oleh
neuromodulatori melalui inervasi langsung baik primer maupun sekunder dari
jaringan limfoid oleh serabut saraf otonom sistem saraf simpatis. Beberapa serabut
saraf simpatis perifer yang asalnya dari thoracolumbal saraf tulang belakang
bertanggung jawab terhadap inervasi beberapa organ limfoid dan pembuluh darah
seperti thymus, limfa dan glandula adrenal, bila terjadi injuri pada daerah ini maka
dapat menekan sistem imun. Kerusakan saraf simpatik menyebabkan hilangnya
sinyal aferen dari kelenjar adrenal ke hipotalamus, akibatnya terjadi disfungsi
hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis (Badjatia N, 2013 dan Rakel D, 2012).
Sumbu HPA/ HPA axis adalah sistem neuroendokrin yang melibatkan
hipotalamus, kelenjar pituitary dan adrenal ginjal, yang merupakan jalur kompleks
interaksi sistem tubuh, yang mengatur terhadap reaksi stres dan banyak proses dalam
tubuh seperti sistem pencernaan, imunitas, mood, emosi, seksual, penggunaan dan
penyimpanan energi. Terhadap respon imun, HPA axis merupakan imunoregulasi
yang dipengaruhi oleh hormonal. Hormon kortikotropin dari hipotalamus bersamaan
dengan vasopresin akan meregulasi pituitary anterior untuk menghasilkan hormon

80
adrenokortikotropik (ACTH), hormon ini merangsang pelepasan glukokortikoid
seperti kortisol dari kelenjar korteks adrenal. Kelebihan produksi glukokortikoid
menyebabkan terjadinya imunosupresi dan peningkatan risiko infeksi.
Glukokortikoid juga menekan pematangan, diferensiasi dan proliferasi sejumlah sel
imun. Selain itu, aktivitas HPA axis yang berlebihan dalam jangka lama
menyebabkan terjadi desentisisasi reseptor ACTH, glukokortikoid yang akan
dihasilkan berkurang sehingga berkurangnya imunosupresi mengakibatkan terjadi
peningkatan mediator proinflamasi (Allison, 2015).

Sepsis
Sepsis adalah respon tubuh secara sistemik terhadap infeksi, yang
merupakan sindroma klinis dengan spektrum yang bervariasi karena didasari oleh
tingkat keparahan yang terjadi, di awali dengan infeksi sepsis, berkembang menjadi
sepsis berat dan syok septik. Karena adanya infeksi, tanggapan tubuh membentuk
meknisme perlindungan tubuh yang bertujuan untuk mengeliminasi mikroorganisme
patogen sehingga menimbulkan dampak klinis yang bervariasi (Giacalone,dkk.
2013).
Tanggapan tubuh terhadap infeksi terdiri dari dua tingkatan yaitu lokal dan
sistemik. Tingkat lokal didasari oleh aktifasi sistem imun non-spesifik (innate), yaitu
setelah masuknya mikroorganisme patogen yang kemudian terjadi proses fagositosis
oleh neutrofil. Fagositosis bertujuan umtuk mengeliminasi mikroorganisme yang
melibatkan serangkaian aktifitas sel dan jaringan seperti terjadi vasodilatasi dan
penurunan aliran darah, kemudian diikuti oleh peningkatan permeabilitas kapiler
yang mengandung nutrien dan albumin dalam konsentrasi yang tinggi masuk ke
jaringan intertisial. Terjadi respon inflamasi lokal akibat kerusakan jaringan oleh
invasi mikroorganisme patogen dan kemudian struktur jaringan sel akan mengalami
penyesuaian untuk melanjutkan proses inflamasi dengan tujuan melindungi diri dari
invasi mikroorganisme patogen (Giacalone,dkk. 2013 dan Anne,dkk. 2005).
Pada tingkat sistemik, masuknya sitokin proinflamasi yang berasal dari
inflamasi lokal ke sistemik diawali dengan rangsangan aferen saraf vagus, nyeri dan
tissue corticotrophine-realising factor (sitokin proinflmasi). Sehingga terjadi
aktifitas sistem saraf simpatis dan HPA axis, demam dan leukositosis. Masuknya

81
meditor proinflamasi kedalam sirkulasi sistemik ini menimbulkan dampak yang lebih
berat, vasodilatasi yang awalnya terjadi akan menjadi hipotensi arterial yang
berpotensi menyebabkan disfungsi multi organ akibat hipoksia jaringan karena
penurunan tekanan perfusi secara global. Selain efek vasodilatasi sistemik, terjadi
juga penekanan fungsi miokard, perubahan tonus vaskuler dan penurunan volume
intravaskular akibat kebocoran kapiler (Kula R dan Chylek V, 2009).
Manifestasi sepsis sangat bervariasi tergantung sumber infeksi, kuman
penyebab, pola gangguan fungsi organ yang akut, kondisi kesehatan pasien sebelum
sakit dan lama pengobatan awal yang sudah diberikan. Untuk itu perlu kriteria
diagnosis untuk menegakkan diagnosis sepsis (tabel 7, 8 dan 9).

Tabel 7. Diagnosis SIRS (Singer,dkk. 2016)

Tabel 9. Kriteria dignosis untuk sepsis berat (Dellinger,dkk. 2013).


Hipotensi akibat sepsis
Kadar laktat diatas nilai atas normal laboratorium
Produksi urin > 0,5 cc?kgBB/jam, lebih dari 2 jam walaupun sudah diresusitasi cairan
adekuat
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 < 250 tanpa pneumonia sebagai sumber infeksi
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 > 250 dengan pneumonia sebagai sumber infeksi
Kreatinin > 2 mg/dl
Bilirubin > 2 mg/dl
Trombosit < 100.000 ML
Koagulopati ( INR > 1,5 )

82
Tabel 8. Kriteria diagnosis sepsis (Dellinger,dkk. 2013)

Pada ketiga pasien ini dijumpai lebih dari 1 gejala yang sesuai dengan tabel 9 dan
pada pemeriksaan laboratorium juga didapatkan nilai procalcitonin > 0,5 ng/ml, yang
menunjukkan bahwa pasien ini berada dalam kondisi sepsis. Nutrisi yang diberikan
sesuai acuan pasien sakit kritis yaitu menggunakan SPM dan ESPEN.

83
BAB V
KESIMPULAN

1. Guillain Barre Syndrome adalah penyakit autoimun yang berpotensi


mengancam jiwa bila terjadi kelemahan pada otot-otot pernapasan. Apabila
tidak tidak dirawat dengan seksama selain menyebabkan kematian dapat terjadi
komplikasi yang membutuhkan perawatan khusus, masa rawat yang lama dan
menghabiskan biaya yang besar.
2. Gejala sisa sering mengiringi proses penyembuhan, dapat hilang sendiri dengan
cepat dan kadang menetap dalam beberapa tahun, sehingga dibutuhkan
kerjasama dengan sejawat rehab medis.
3. Manajemen dan intervensi nutrisi pada pasien sangat penting untuk mencegah
pasien menderita malnutrisi, mempercepat proses penyembuhan dan
mengurangi mortalitas.
4. Edukasi gizi pada pasien dan keluarga yang intensif dapat meningkatkan
pengetahuan gizi pasien terhadap pentingnya asupan nutrisi yang dapat
membantu meningkatkan daya tahan tubuh.
5. Dukungan keluarga dan lingkungan sangat diperlukan untuk proses
penyembuhan pasien.

84
DAFTAR PUSTAKA

Allison DJ, Ditor DS. 2013. Immune dysfunction and chronic inflammation
following spinal cord injury. Spinal Cord, 2015; 53: 14-18.Giacalone A,
Quitadamo D, Zanet E, Berretta M et all. Cancer-related fatigue in the elderly.
Support Care Cancer ; 21:2899–2911.

Anne DJ, Cavaillon J et al. 2005. Septic shock. Lancet; 365: 63-78.

Asbury Ak, Comblath DR. 1990. Assessment of current diagnostic criteria for
Guillan Barre Syndrome. Ann Neurol; 27:S21-4.

Badjatia N. 2013. Nutrition and Metabolism. Neurocrit Care Society Pract Update;
1-17.

Corrigan, ML. Escuro, AA. Celestin, J. and Kirby, DF. 2011. “Nutrition in the
stroke patient,” Nutrition in Clinical Practice, vol. 26, no. 3, pp. 242–252.

Creange A. 2016.Guillain-Barre´ syndrome: 100 years on. J Neurol; 1712: 1-5.

Dellinger DP, Levy MM, Rhodes A et al, 2013. Surviving sepsis campign:
international guidelines for management of severe sepsis and septic shock
2012, Crit care; 41:5.

Eposito S and Longo MR. 2016. Guillain–Barré syndrome. Autoimmunity Reviews;


15: 1-6.

Fokke C, van den Berg B, Drenthen J, et al. 2014. Diagnosis of Guillain-Barré


syndrome and validation of Brighton criteria. Brain;137:33–43.

Fujimura H. 2013. The Guillain–Barre´syndrome. Handbook of Clinical Neurology,


3rd series. Elsevier 2013; 115: 383-402.

Guillain-Barre Syndrome (GBS). The Merck Manuals:The Merck Manual for


Healthcare Professionals. The Merck Manual:
http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch223/ch 223c.html?
qt=guillainbarre&alt=sh. Diakses Januari 2017.

85
Jasti AK, Selmi C, Monroy JCS, Vega DA, Anaya JM & Gershwin ME. 2016.
Guillain-Barré syndrome: causes,immunopathogenic mechanisms and
treatment. Expert Rev of Clin Immunology; 12: 1175–1189.

Jasti AK, Selmi C, Monroy JCS, Vega DA, Anaya JM & Gershwin ME. 2016.
Guillain-Barré syndrome: causes,immunopathogenic mechanisms and
treatment. Expert Rev of Clin Immunology; 12: 1175–1189.

Kula R, Chylek V. 2009. Clinical study, A response to infection in patients with


severe sepsis-do we need a ‘Stage directed therapy concept?’. Brastilava Lek
listy; 110: 459-64.

Martineau J, Bauer JD, Isering E, Cohen S. 2005. Malnutrition determined by the


patient-generated subjective global assessment is associated with poor
outcomes in acute stroke patients. Clin Nutr 2005; 24(6): 1073-7.

Pithadia AB, Kakadia N. 2010. Guillain-Barré syndrome (GBS). Pharmacological


Reports; 62 : 220-232.

Rakel D. 2012.The antiinflammatory diet. In: Integrative Medicine. Third edition.


Elsevier. 2012 pp 795-802.

Remig VM.2008. Medical Nutrition therapy for neurologic disorders dalam Mahan
LK. Krause,s Food and Nutrition Therapy. 12th Ed. Saunder Elsevier, 2008;
1090-1091.

Roubenoff RA, Borel CO and Hanley DF. 1992. Hypermetabolism and


hypercatabolism in Guillain Barre Syndrome. J Par and Enteral Nutr,; 16:
464-472.

Roubenoff RA, Borel CO and Hanley DF. 1992. Hypermetabolism and


hypercatabolism in Guillain Barre Syndrome. J Par and Enteral Nutr; 16: 464-
472.

Shahar E. 2006. Current therapeutic options in severe Guillain-Barré syndrome. Clin


Neuropharmacol; 29: 45–51.

Shahrizaila N, Yuki N. 2010. Guillain-Barré syndrome, Fisher syndrome and


Bickerstaff brainstem encephalitis: Understanding the pathogenesis. Neurology
Asia; 15(3) : 203 – 209.

86
Singer M,. Deutschman CS, Seymour CW, Hari MS et al. 2016. The Third
International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3),
JAMA;315(8):801-810.

Standar Pelayanan Gizi Klinik (SPM). Departemen Ilmu Gizi Klinik FK-
UNHAS.2015. Taslim NA. Editor. Masagena Press. Makassar 2015.

Steinberg J. 2012.Guillain-Barré Syndrome: An Acute Care Guide For Medical


Professionals. GBS/CIDP foundation international. Montgomery County, PA
2012: 1-36.

Tandel H, Vanza J, Pandya N, Jani P. 2016. Guillain- Barre Syndrome (GBS): A


Riview. Ejpm; 3(2): 366-371.

Wang Y, ZhangHL, Wu X & Zhu J. 2015. Complications of Guillain-Barré


syndrome. Expert Review of Clin Immunol; 1-28.

Wang Y, ZhangHL, Wu X & Zhu J. 2015. Complications of Guillain-Barré


syndrome. Expert Review of Clin Immunol; 1-28.

Willson HJ, Jacobs BC, Doorn PA. 2016. Guillain-Barré syndrome. Seminar.
Lancet; 388: 717–27.

Yu RK, Usuki S, Ariga T. 2006. Ganglioside Molecular Mimicry and Its


Pathological Roles in Guillain-Barre Syndrome and Related Diseases. Infection
and immunity; 74: 6517–6527.

87

Anda mungkin juga menyukai