LAPAROSKOPI KOLELITIASIS
DAFTAR ISI
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
2
Kandung empedu diperdarahi oleh arteria cystica cabang dari arteri hepatic
dextra. Arteria cystica akan terbagi menjadi dua cabang yaitu anterior dan posterior.
Venous return dapat melalui vena-vena kecil yang langsung menuju hati atau secara
lebih jarang melewati vena besar cystica yang menuju vena porta. Aliran limfe
kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher. Persarafan
kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis melewati
pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang
dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju aferen simpatis
melewati nervus splanchic memediasi nyeri kolik bilier.3
3
ductus interlobaris lalu ductus lobaris dan akhirnya mencapai ductus hepaticus di
hilus. Panjang ductus hepaticus dextra dan sinistra bervariasi antara 1-4 cm, kedua
ductus ini bersatu menjadi ductus hepaticus communis. Ductus cysticus memanjang
dari hati ke arah kandung empedu. Permukaan dalam ductus cysticus tersusun
lipatan mukosa yang disebut valve of heister, berfungsi untuk mengatur pasase
empedu ke dalam dan keluar kandung empedu. Panjang ductus cysticus cukup
bervariasi, bisa jadi berukuran pendek atau absen, atau panjang dan berjalan paralel,
dibelakang atau spiral terhadap ductus hepaticus communis yang akhirnya bersatu
membentuk ductus choledochus. Ductus choledocus memanjang menuju
duodenum, menembus pankreas, bergabung dengan ductus pancreaticus wirsungi
dan kemudian bermuara di papilla vatteri di duodenu. Distal papilla vatteri terdapat
sfingter oddi yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.3 4
4
II.3 Fisiologi
5
Gambar 3. Fisiologi Kandung dan Saluran Empedu
II.4 Epidemiologi
6
II.5 Patogenesis Kolelitiasis
Batu empedu dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan komposisi kimia dan
gambaran makroskopiknya, ketiga kategori tersebut adalah10:
1. Batu kolesterol
7
kolesterol akan berada dalam kondisi “supersaturated” micellar solution.
Kondisi ini menyebabkan kolesterol terpresipitasi dalam lingkungan
aqueous dalam bentuk kristal kolesterol. Kristal-kristal ini adalah prekursor
dari batu empedu.10
8
Penurunan sekresi phosphatidylcholine disebabkan oleh diet tidak seimbang
seperti hanya diet sayur-sayuran.10
2. Batu pigmen
1. Asimtomatik
9
Pasien dengan batu empedu sering kali tidak menunjukan gejala
(asimtomatik). Kebanyakan pasien batu empedu akan tetap dalam keadaan
asimtomatik sepanjang hidupnya. Untuk alasan yang belum diketahui
beberapa pasien dengan batu empedu asimtomatik berprogresi menjadi batu
empedu simtomatik. Setiap tahunnya diperkirakan 3% pasien batu empedu
asimtomatik menjadi simtomatik. Batu empedu asimtomatik biasanya
didiagnosis secara tidak sengaja pada pemeriksaan ultrasonography, CT
scan, radiografi abdomen atau saat laparotomi.13
2. Simtomatik
Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari
12 jam, biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga
di kiri dan prekordial. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi
pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba. Nyeri yang timbul perlahan-lahan
dirasakan terus meningkat selama 30 menit pertama, dapat bertahan 1-5 jam.
Nyeri yang datang secara tiba-tiba, biasanya pasca makan makanan
berlemak dan disertai dengan mual dan terkadang muntah. Apabila nyeri
bertahan >24 jam maka harus dicurigai adanya sumbatan batu di ductus
cystikus atau kolesistitis akut. Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang
menyumbat duktus sistikus atau duktus biliaris komunis untuk sementara
waktu sehingga tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan
kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri viscera di
daerah epigastrium, mungkin dengan penjalaran ke punggung yang disertai
muntah.13
3. Komplikasi
10
kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun
didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post
prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan
dapat menjalar ke punggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat
disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung
berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda klasik murphy, yaitu
pasien akan berhenti bernafas sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari
tangan, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat.11
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan atas
dengan pucntum maximum di sekitar lokasi anatomis dari kandung empedu. Tanda
Murphy dikatakan postitif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.13
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pencitraan
11
jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar, di fleksura hepatica.12
12
Tes ini bersifat invasif berisiko untuk meningkatkan insidens kolangitis
dalam saluran empedu yang tersumbat sebagian.12
II.8 Tatalaksana
13
adalah luka operasi yang kecil, sehingga nyeri pasca bedah minimal, dan dari segi
kosmetik lebih baik.13
Batu saluran empedu sulit adalah batu empedu yang berukuran besar, batu
yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang
sempit. Untuk mengeluarkan batu empedu sulit diperlukan prosedur tambahan
sesudah sfingterotomi. Prosedur tambahan berupa pemecahan batu dengan litotripsi
mekanik, litotripsi laser, electro-hydraulic shock wave lithotripsy dan
extracorporeal shock wave lithotripsy. Apabila usaha pemecahan batu gagal maka
dapat dilakukan pemasangan stent bilier perendoskopik di sepanjang batu yang
terjepit dengan tujuan drainase empedu.13
Terdapat 2 incisi yang sering digunakan yaitu vertical pada midline dan
subcostal oblique. Incisi linea mediana digunakan jika terdapat keadaan patologi
seperti hernia hiatus atau ulkus duodenal yang memerlukan pertimbangan
pembedahan. Incisi subcostal digunakan karena dipercaya memberikan area
14
pandang yang baik, luka postoperatif yang lebih nyaman dan insidensi hernia
postoperatif lebih jarang daripada incisi vertikal pada linea mediana. Setelah
dilakukan incisi, detail prosedur tindakan tetap serupa 15.
15
Gambar 6. Visualisasi kandung empedu 16
Setelah liver ditarik ke bawah sejauh mungkin, klem ditarik kearah tepi
costa untuk memvisualisasi permukaan bawah liver dan kandung empedu. Asisten
akan memegang klem ini sementara ahli bedah mempersiapkan area visualisasi.
Jika kandung empedu mengalami inflamasi akut dan distensi sebaiknya dilakukan
aspirasi isinya terlebih dulu dengan trokar sebelum memasang klem pada fundus.
Jika tidak batu kecil akan terdorong ke cyst dan duktus komunis. Adhesi antara
permukaan bawah kandung empedu dengan jaringan sekitarnya seringkali
ditemukan. Lapang pandang yang baik dipertahankan oleh asisten. Adhesi
dipisahkan dengan gunting lengkung sampai tervisualisasi jaringan avascular dari
sekitar dinding kandung empedu. Setelah incisi awal dibuat, sangat mungkin
menyingkirkan adhesi berikutnya dengan kassa spons yang dipegang dengan
forsep16.
Setelah area operasi telah tampak cukup, ahli bedah memasukkan jari
telunjuk tangan kiri ke foramen winslow dan dengan ibu jari secara perlahan
melakukan palpasi pada area untuk membuktikan adanya batu pada duktus komunis
dan penebalan pada kaput pankreas. Sebuah klem digunakan untuk mencengkram
permukaan bawah kandung empedu supaya tervisualisasi oleh operator.
Pemasangan klem pertama kali pada area ampula pada kandung empedu adalah
penyebab utama cedera pada duktus komunis. Hal ini terjadi terutama kandung
empedu bengkak akut karena ampula kandung empedu berjalan paralel terhadap
duktus komunis. Jika pemasangan klem dilakukan secara sembarangan dimana
16
bagian leher dari kandung empedu melewati ductus sistikus, maka sebagian atau
seluruh ductus komunis akan ikut tercengkram16.
Karena alasan tersebut selalu disarankan untuk memasang klem dengan baik
ke arah atas pada permukaan bawah kandung empedu sebelum usaha apapun untuk
visualisasi area ampula kandung empedu. Proses enukleasi kandung empedu
dimulai saat memisahkan peritoneum pada aspek inferior dari kandung empedu dan
melebarkannya kearah bawah ampula. Peritoneum biasanya dipisahkan dengan
elektrokauter atau gunting metzenbaum. Incisi harus dilakukan dengan hati- hati
sepanjang ligamentum hepatoduodenal. Sehingga diseksi tumpul pada ampula
dibebaskan ke bawah area duktus sistikus. Setelah ampula kandung empedu terlihat
jelas klem yang telah terpasang pada permukaan bawah kandung empedu diarahkan
ke lebih rendah ke area ampula16.
17
Gambar 7. Visualisasi Kandung Empedu melalui retrogard 16
Kelainan letak suplai pembuluh darah pada area ini sangat sering terjadi
sehingga setiap melakukan tindakan perlu dipertimbangkan ditiap kasus. Ligasi
ductus sistikus dapat dilakukan setelah ligasi arteri sistikus. Jika klem arteri sistikus
lepas sehingga menyebabkan perdarahan hebat, arteri hepatic dapat ditekan pada
ligamentum gastrohepatik menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kanan (pringle
manuver)16.
18
Setelah duktus sistikus dan arteri diligasi, pengambilan kandung empedu
dimulai. Inciseipada permukaan inferior kandung kencing 1 cm dari tepi liver
diperluas memutari fundus. Kemudian kandung empedu diambil secara tajam16.
19
Posisi pasien saat operasi laparoskopik kolesistektomi dapat dilihat pada gambar di
bawah
a. Instrumen minor
1) Desinfektan klem
2) Kom kecil
3) Neerbeken (bengkok)
4) Kocher
5) Forceps mosquito (Klem bengkok)
6) Towl forceps (doek klem)
20
7) Needle holder
8) Scalpel
9) Bisturi no.11
1. Persiapan alat
a. Instrumen minor
b. Instrumen laparoscopy
c. Monitor laparoscopy:
1) LCD Monitor
2) Light Source
3) Kamera
4) Mesin dan Tabung CO2
5) Tabung suction
d. ESU
21
e. Kabel-kabel :
1) Kabel light source
2) Kabel monopolar
3) Selang gas CO2
4) Selang suction
5) Selang irigasi
f. Kantong plastik untuk:
1) kamera
2) jaringan
2. Sign in
3. Time out
4. Cek ketajaman pada layar monitor denngan melakukan white balance pada
kamera
5. Cek respon anastesi dengan menggunakan pinset chirugis
6. Insisi di daerah umbilikal dengan menggunakan bisturi no.11
7. Dilatasi lemak hingga fasia dengan menggunakan pean
8. Gunakan langenback untuk membantu operator dalam mengeksplorasi
fasia
9. Gunakan dua kocher lurus untuk menjepit dan memegang fasia pada dua
sisi lalu insisi dengan bisturi no. 11
10. Gunakan forceps mosquito untuk melubangi peritonium lalu berikan
troicard no.10 untuk membuat jalan ke rongga abdomen
11. Lalu hidupkan CO2 dan masukkan ke rongga abdomen dengan kekuatan 12
bar
12. berikan kamera dan light source untuk mengecek, melihat isi rongga
abdomen dan membantu dalam membuat lubang pada regio perut atas
kanan (epigastrium) dan lumbal kiri
13. lalu dengan bantuan monitor berikan bisturi no. 11 pada operator untuk
membuat insisi di epigastrium dan lumbal kiri lalu berikan troicard yang
no. 5 mm untuk membuat lubang.
14. Bila terlihat kntong empedu yang terlalu pucat, maka dilakukan pungsi
dengan parrot jaw neddle dan spuit 20 cc
22
15. Asisten bertugas mengarahkan kamera dan instrumen memberikan merilen
(grasping forceps) serta babcock pada operator untuk mengeskplorasi
kantung empedu terhadap ductus chole dan pembuluh darah. Merilen di
troicard yang di epigastrium dan babcock di troicard yang ilumbal
16. Sambungkan ESU pada grasping forceps dan bebaskan kantung empedu
dengan menggunakan electro couter
17. setelah ductus coleductus terlihat berikan hemoloc atau endoclips untuk
mengeklem sisi atas dan bawah
18. Berikan (endo scissor) gunting jaringan untuk memisahkannya
19. setelah pembuluh darah terlihat berikan hemoloc atau endoclip untuk
menjepitnya dan dipisahkan dengan gunting jaringan
20. setelah keduanya terpisah berikan hoock desection untuk melepaskan
kantung empedu dari lengketan dengan jaringan sekitar termasuk hepar
21. Setelah kantung empedu terlepas lakukan irigasi dengan suction untuk
mengambil sisa perdarahan
22. lalu tarik kamera dan masukkan plastik menggunakan merilene untuk
mengangkat jaringan melalui troicard no. 10 mm
23. masukkan lagi kamera dan raih palstik dan masukkan kantong empedu
dengan bantuan merilen dan babcock
24. lalu matikan gas CO2 dan buka penutup troicard untuk membuang sisa gas
CO2 dari rongga abdomen
25. tarik plastik keluar dan letakkan di bengkok
26. gunakan langenback untuk membantu operator meraih peritonium dan
gunakan kocher lurus untuk menjepit fascia
27. lakukan sign out
28. lalu jahit dengan PGA 2/0 jarum tapper (polisorb) dibagian umbilikal
29. lanjutkan menjahit lemak-kulit dengan menggunakan monofilamen 4/0
(biosyn)
30. pada epigastrium dan lumbal kiri cukup jahit dengan monofilamen 4/0
31. bersihkan area operasi dengan kassa betadine lalu bersihkan dengan kassa
kering pada daerah sekitar insisi
32. Tutup luka insisi dengan transparan dressing (semilas)
23
33. Bersihkan instrumen laparascopy dan lakukan dekontaminasi
24
Gambar saat dilakukan intra-operasi laparoskopik kolesistektomi adalah
sebagai berikut.
II.9 Komplikasi
Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap
asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di
25
duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,
kolangiolitis, dan pankreatitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran
cerna melalui terbentuknya fistel kolesistoduodenal. Apabila batu empedu cukup
besar dapat menyumbat bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi.1
II.10 Prognosis
26
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
27
DAFTAR PUSTAKA
2. Afdhal NH. Epidemiology of and risk factors for gallstones. In: Post TW,
ed. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate.
https://www.uptodate.com/contents/epidemiology-of-and-risk-factors-for-
gallstones. Last updated November 28, 2016. Accessed March 1, 2017.
5. Hall, JE. 2016. Guyton and Hall textbook of medical physiology (13th
edition.). Philadelphia, PA: Elsevier
7. Tjandra, JJ & Gordon, AJ. 2006. Cholelitiasis. In: Gordon, A.J., editor.
Textbook Of Surgery. 3 th. Ed. New Delhi:Blackwell.p.206-230.
10. Silbernagl, S & Lang, F. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. New York:
Thieme
28
11. Garden, OJ. 2017. Gallstone.In: Garden, J & Parks, RW. editor. Principles
and Practice of Surgery. Edinburgh: Elseiver.p. 23-28.
15. Fried GM, Feldman LS, Klassen DR, Cholecystectomy and common bile
duct exploration. In Wiley SW, Mitchel FP, Gregory JJ, Larry KR,Wiliam
PH, Jhon, Nathaniel SJ, editors ACS surgery : 6th Edition 2007: 21.
16. Zollinger, Robert M., Zollinger’s Atlas of Surgical Operations 9th edition,
international edition: McGraw Hill. United State Of America. 2011.
17. Bland K. I, Beenken S.W, and Copeland E.E (from e-book). 2007. Gall
Blader and ExtrahepaticBilliary System. In: Brunicardi F.C., Andersen
D.K., Billiar T.R., Dunn D.L., Hunter J.L., Pollock R.E, ed. Schwartz’s
Manual Surgery. Eight edition. United States of America: McGraw-Hill
Books Company.
29