Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“ATRESIA DUCTUS HEPATICUS/ATRESIA BILIER”

Di Susun Oleh :

Ikhsan Saifudin 200203130

PROGRAM STUDI AJ S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
“Atresia Ductus Hepaticus” ini dengan baik.

Dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih kepada


semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan makalah ini,
dan juga kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
penyempurnaan makalah ini, sangat penulis harapkan.

Kami berharap semoga makalah ini memberi manfaat serta memberikan


informasi yang berguna bagi kita semua yang membutuhkannya.

Purwokerto, 09 Juli 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1.....................................................................................................LATA
R BELAKANG..........................................................................1
1.2.....................................................................................................RUM
USAN MASALAH....................................................................2
1.3.....................................................................................................TUJU
AN..............................................................................................2
BAB II : TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI...................................................................................4
B. ETIOLOGI.................................................................................4
C. MANIFESTASI KLINIS...........................................................4
D. PATOFISIOLOGI......................................................................5
E. PATHWAY/WOC.....................................................................8
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................8
G. KOMPLIKASI...........................................................................9
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN............................................................................11
B. DIAGNOSA................................................................................13
C. PERENCANAAN.......................................................................14
BAB IV : PENUTUP
A. KESIMPULAN...........................................................................17
B. SARAN........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................18

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari
10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak
laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di
Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui, dan
perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum
untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian
besar dunia Barat.
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga
menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya
atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di
dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila
tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah
86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus
ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu.
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia dari
saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan empedu
dari hati. Empedu dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan masuk ke
usus di mana ia membantu mencerna makanan, lemak, dan
kolesterol. Hilangnya saluran empedu menyebabkan empedu untuk tetap di
hati. Ketika empedu mulai merusak hati, menyebabkan jaringan parut dan
hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan dapat bekerja dengan baik
dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencangkokan hati menjadi

1
perlu. Atresia bilier dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk
transplantasi hati dalam 1 sampai 2 tahun pertama kehidupan.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier
pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi
Jumlah penderita atresia bilier yang ditangani Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003, mencapai 37-38 bayi atau 23
persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati.
Sedangkan DiInstalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara
tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita
dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan atresia bilier 9
(9,4%).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa definisi dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.2. Apa etiologi dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.3. Apa sajakah manifestasi klinis dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.4. Bagaimanakah patofisiologi Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.5. Bagaimana pathway dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.6. Apa sajakah pemeriksaan penunjang pada Atresia Ductus
Hepaticus?
1.2.7. Apa sajakah komplikasi dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.2.8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia Ductus
Hepaticus?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1. Agar kita dapat mengetahui definisi dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.3.2. Agar kita dapat mengetahui etiologi dari Atresia Ductus Hepaticus?
1.3.3. Agar kita dapat mengetahui manifestasi klinis dari Atresia Ductus
Hepaticus?
1.3.4. Agar kita dapat mengetahui patofisiologi Atresia Ductus
Hepaticus?

2
1.3.5. Agar kita dapat mengetahui pathway dari Atresia Ductus
Hepaticus?
1.3.6. Agar kita dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada Atresia
Ductus
Hepaticus?
1.3.7. Agar kita dapat mengetahui komplikasi dari Atresia Ductus
Hepaticus?
1.3.8. Agar kita dapat mengetahui asuhan keperawatan dari Atresia Ductus
Hepaticus?

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Atresia ductus hepaticus atau Atresia Bilier suatu defek kongenital, yang
terjadi akibat tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih kandung empedu
ekstrahepatik atau intrahepatik, yang menyebabkan penyimpanan drainase
kandung empedu (Morgan Speer, 2008)
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada
traktus ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu atau karena
adanya proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepartik sehingga terjadi hambatan aliran
empedu (kolestasis) yang mengakibatkan terjadinya penumpukan garam
empedu dan peningkatan bilirubin direk dalam hati dan darah (Julinar, dkk,
2009).

B. Etiologi
Faktor penyebab dari Atresia Bilier ini belum jelas. Namun, sebagian
besar penulis berpendapat bahwa Atresia Bilier disebabkan oleh suatu proses
inflamasi yang merusak duktus bilier dan juga akibat dari paparan lingkungan
(disebabkan oleh virus) selama periode kehamilan dan perinatal (Sodikin,
2011).

C. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir.
Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup.
Gejala-gejala termasuk:
1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang
sangat tinggi (pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan akan
dikeluarkan dalam aliran darah.

4
2. Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi
baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari
kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat
lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir
3. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk
pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring
oleh ginjal dan dibuang dalam urin.
4. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin
yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat
menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
5. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
6. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak
yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi
lemak larut dalam air serta gagal tumbuh.

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan
malnutrisi.
2. Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar kedalam
aliran darah yang menyebabkan kulit merasa gatal
3. Rewel
4. Splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal
/ Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

D. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif  pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau

5
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu 
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran
bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai
tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah :
sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput
pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi
aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya
terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan
menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu
tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis.
Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga
mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Penyebab sebenarnya atresia billier tidak diketahui sekalipun mekanisme
imun atau viral injury bertanggung jawab atas proses progresif yang
menimbulkan obliterasi total saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan
bahwa atresia billier tidak terlihat pada janin, bayi yang lahir mati (stillbirth)
atau bayi baru lahir, keadaan ini menunjukkan bahwa atresia billier terjadi pada
akhir kehamilan atau dalam periode perinatal dan bermanifestasi dalam waktu
beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan
menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Akan terjadi berbagai derajat kolestasis yang menimbulkan
pruritus berat. Pembedahan untuk menghasilkan drainase getah empedu yang
efektif harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar
kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi. (Sumber: Wong, Donna L.
(et.al). 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi
aliran normal empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus.
Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati. Ini akan

6
menyebabkan peradangan , edema, dan degenerasi hati. Bahkan hati menjadi
fibrosis, sirosis, dan hipertensi portal sehingga akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan
rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam
aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga
berwarna kuning.
Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan
hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak
dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak
yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar
dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan
dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan.
Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat
membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual,
muntah, dan masalah hati dan jantung.

7
E. Pathway/WOC

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sodikin (2011), Secara garis besar pemeriksaanyang dilakukan untuk
mendeteksi atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan serum darah

8
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar
komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia
fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji
fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak
sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali
dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu
kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis
ekstrahepatik.
b) Pemeriksaan Urine
Urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus,
tetapi urobilin dalam urine negatif, hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.
c) Pemeriksaan feces
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin
dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
2. Biopsi hati
Biopsi hati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati
yang dilakukan dengan pengambilan jaringan hati.

G. Komplikasi
1. Kolangitis
Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan
aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis.
Hal ini terjadi terutama dalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah
prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus. Infeksi ini bisa berat dan kadang-
kadang fulminan.  Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status
hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin
timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan /
atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal

9
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau
prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts,
shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal
inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat
ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat
terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan
bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan
oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan
dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat
timbul pada pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis.
Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut
pasien dengan operasi Kasai yang berhasil. 
5. Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan
aliran empedu, dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal
ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan
lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari  hati.
Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi
hati di masa kanak-kanak.  Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-
kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul
ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk
berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Hal ini
dilakukan sebagai standar prosedur yang harus dilakukan untuk mengkaji
keadaan pasien. Umumnya Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada
perempuan. Atresia bilier dtemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio
atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2
minggu sampai 2 bulan. Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit
dan mata bayi yang baru lahir. Jaundice terjadi karena darah bayi
mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna kuning pada sel darah
merah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2
minggu atau 2 bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses
berwarna pucat. Anak juga mengalami distensi abdomen, hepatomegali,
lemah, pruritus. Anak tidak mau minum dan kadang disertai letargi
(kelemahan).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri atau masalah
dengan kekebalan tubuh.
5. Riwayat Perinatal
- Antenatal : Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak
pernah menderita infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes
mellitus, dan infeksi virus rubella.

11
- Intra natal : Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses
kelahiran bayi terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan.
- Post natal : Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang
memperhatikan personal hygiene saat merawat atau bayinya. Selain itu
kebersihan peralatan makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang
diperhatikan oleh orang tua ibu.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu
pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker,
diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella. Akibat dari penyakit yang di
derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap
penyakit atresia biliaris. Selain itu terdapat kemungkinan adanya kelainan
kongenital yang memicu terjadinya penyakit atresia biliaris ini.
7. Pola Fungsi Kesehatan
Pola fungsi kesehatan focus pada atresia bilier :
1) Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia
biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel
yang gejalanya berupa letargi atau kelemahan
2) Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah
ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada
sklera kulit dan membrane mukosa.
3) Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu
terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang
berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan
konstipasi pada anak dengan atresia biliaris dapat terjadi.
4) Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai
dengan anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran
terhadap lemak dan makanan pembentuk gas dan biasanya disertai
regurgitasi berulang.
8. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:

12
- Air kemih bayi berwarna gelap
- Tinja berwarna pucat
- Kulit berwarna kuning
- Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung
lambat
- Hati membesar.

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

- Gangguan pertumbuhan
- Gatal-gatal
- Rewel
- Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
 Keadaan umum : lemah
 TTV : Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada vena
porta
 Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
 Nadi : Takikardi
 Respirasi : Terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan
(takipnea)

B. Diagnosa
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016)
No Diagnosa Keperawatan Kode
1 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi D.0019
nutrient
2 Hipertermia berhubungan dengan dengan inflamasi akibat kerusakan D.0130
progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
3 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas D.0005
4 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal D.0129

13
C. Perencanaan
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrien
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam,
diharapkan nutrisi anak terpenuh
Kriterian Hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
3) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi
Intervensi :
1) Monitor jumlah nutrisi
R/ Mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
2) Kaji pemenuhan nafsu makan pasien
R/ Agar dapat dilakukan intervensi dalam pemberian makanan pada
pasien
3) Berikan vitamin larut lemak (A,D,E,K)
R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
4) Ajarkan keluarga untuk memberikan makanan atau ASI yang sedikit
namun sering
R/ Supaya dapat memberikan nutrisi yang cukup untuk pasien
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutisi yang dibutuhkan
pasien
R/ Ahli gizi adalah spesialis dalam ilmu gizi yang membantu pasien
memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya
2. Hipertermia berhubungan dengan dengan inflamasi akibat kerusakan
progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam,
diharapkan suhu tubuh dalam batas normal (36.5-37oC)
Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37oC)

14
2) Nadi dalam rentang normal (100-160x/menit)
3) Pernapasan dalam rentang normal (20-60x/menit)
4) Tidak ada perubahan warna kulit, tidak tampak lemas

Intervensi :

1) Kaji tingkat kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang menyertainya


R/ Suhu diatas normal menunjukkan proses infeksi akut sehingga dapat
menentukan intervensi yang tepat
2) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipatan paha
R/ Dengan memberikan kompres hangat dapat menurunkan demam
3) Monitor tanda-tanda vital
R/ sebagai indikator perkembangan keadaan pasien
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang cukup kepada bayi
R/ Intake cairan yang adekuat membantu penurunan suhu tubuh serta
mengganti jumlah cairan yang hilang melalui evaporasi
5) Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
R/ Mempercepat proses evaporasi
6) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ Untuk menurunkan demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus

3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam,
diharapkan pola napas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1) Sesak berkurang
2) Frekuensi napas dalam batas normal (22-34x/menit)
3) Irama napas teratur
Intervensi :
1) Kaji jika adanya sesak, frekuensi dan irama napas
R/ Dengan mengkaji sesak, frekuensi dan irama napas dapat
mengetahui sejauh mana kondisi pasien

15
2) Monitor/kaji pola napas (misalnya: bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul)
R/ Keabnormalan pola napas menyertai obtruksi paru
3) Tinggikan kepala atau bantu mengubah posisi yang nyaman fowler
atau semifowler
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan
4) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan bila diperlukan
R/ Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat
penurunan ventilasi
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan integritas kulit tidak mengalami kerusakan
Kriteria hasil :
1) Ketebalan dan tekstur jaringan normal
2) Tidak ada perubahan warna kulit
3) Tidak adanya gatal-gatal disertai ruam
Intervensi :
1) Monitor warna kulit
R/ Perubahan warna kulit pada pasien menunjukkan
2) Ganti popok jika basah atau kotor
R/ Untuk menjaga kulit anak agar bersih dan kering
3) Memandikan anak dengan sabun dan air hangat
R/ Menjaga agar kulit anak tetap bersih
4) Ubah posisi anak setiap dua jam sekali
R/ Untuk menjaga kelembapan kulit anak
5) Oleskan minyak/baby oil pada daerah gatal
R/ Dengan mengoleskan minyak dapat mengurangi rasa gatal

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam
pipa/saluran-saluran  yang membawa cairan empedu (bile) dari liver
menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi 
congenital, yang berarti terjadi  saat kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti.
Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang
dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta
terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian
besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses
inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka
lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama
setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja
berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika tingkat
ikterus meningkat.

B. Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian
penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal


dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika

Speer Morgan, Kathleen. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik


dengan Clinical Pathways. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: DPP PPNI

Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu Kesehatan
Anak.
Jurnal Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.

18

Anda mungkin juga menyukai