Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS

TRAUMA KAPITIS

Disusun oleh:
Nurul Khafidz Subekti
111110300056

Pembimbing :
Dr. Evodia, Sp.BS

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
1

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmatNya yang begitu besar
sehingga saya mampu menyelesaikan presentasi kasus dengan judul Trauma Kapitis.
Terimakasih kepada pembimbing saya dr. Evodia, Sp.BS atas kesempatan dan bimbingaan
yang telah diberikan, serta orang tua dan teman-teman yang turut membantu sehigga
presentasi kasus ini dapat saya selesaikan.
Saya berharap presentasi kasus ini dapat menambah pengetahuan Kita serta dapat
membantu dalam memahami dasar-dasar dari permasalahan yang ada sehingga kita dapat
memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan tepat kepada pasien guna meningkatkan
kualitas hidup masyarakat Indonesia dikemudian hari.
Presentasi kasus tentang Trauma Kapitis ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaannya.
Terimakasih

Jakarta, September

Penyusun

BAB I
2

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma kapitis atau lebih dikenal dengan gegar otak oleh masyarakat, merupakan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian atau kelumpuhan pada semua tingkat usia.
Trauma kapitis merupakan urutan kedua penyebab kematian pada usia antara 1-35 tahun,
kurang lebih setiap tahun 77.000 orang meninggal dan sekitar 50.000 orang menderita
kelumpuhan setiap tahunnya di Amerika Serikat karena trauma kapitis.
Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada data pasien mengenai angka kejadian
trauma kapitis, tetapi yang jelas trauma sering dan banyak terjadi di rumah sakit di
seluruh Indonesia. Penyebab trauma kapitis adalah benturan pada kepala, seperti
kecelakaan kerja, lalu lintas dan jatuh. Trauma kapitis lebih berbahaya dari trauma pada
organ lainnya, karena trauma ini mengenai otak. Selain itu sekali neuron rusak tidak
dapat diperbaiki lagi. Trauma ini mengakibatkan malapetaka besar bagi seorang individu.
Beberapa masalah disebabkan langsung dan banyak lainnya karena efek sekunder dari
trauma. Penderita dapat meninggal atau menjadi cacat, invalid, tergantung pada orang
lain dan menjadi beban bagi keluarga.
Melihat kenyataan di atas, penderita perlu mendapatkan penanganan serius dan
melibatkan berbagai tenaga kesehatan agar dapat memberikan pertolongan guna
mencegah hal-hal yang lebih buruk dan lebih berbahaya bagi penderita trauma kapitis.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada kepala.
Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang
merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala
langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan
rongga.. trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kekuatan itu
bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose
conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.1,4
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulangtengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal danoksipital. Kalvaria
khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sinidilapisi oleh otot temporalis.
Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapatmelukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi.Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu :
fosa anterior tempat lobusfrontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior
ruang bagi bagianbawah batang otak dan serebelum.1,4
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3lapisan yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal.4 Duramater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari
sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.4

Gambar 1 lapisan kulit kepala

Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari


kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah
luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid
uumumnya disebabkan akibat cedera kepala.4
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri
dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.4

Trauma kapitis atau lebih dikenal dengan gegar otak oleh masyarakat, merupakan penyakit
yang dapat
menyebabkan kematian atau kelumpuhan pada semua tingkat usia. Trauma kapitis merupakan
urutan kedua penyebab kematian pada usia antara 1-35 tahun, kurang lebih setiap tahun
77.000 orang meninggal dan sekitar 50.000 orang menderita kelumpuhan setiap tahunnya di
Amerika Serikat karena trauma kapitis
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar
14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak
belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.4

Gambar 2. Lobus-lobus Otak


Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitandengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietalberhubungan dengan
fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporalmengatur fungsi memori tertentu.
Lobus oksipital bertanggung jawab dalamproses penglihatan. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewapadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.4

E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada
sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml
dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.4
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri
dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior).4
G. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri
ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Venavena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis.4
2.2 ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA
a. Hukum Monroe-Kellie
Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorak yang
tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume
komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan
serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).
Vic = V br+ V csf + V bl

b. Tekanan Perfusi Serebral


Adalah selisih antara mean arterial pressure (MAP) dan tekanan intarkranial
(ICP). Pada seseorang yang dalam kondisi normal, aliran darah otak akan bersifat
konstan selama MAP berkisar 50-150mmhg. Hal ini dapat terjadi akibat adannya
autoregulasi dari arteriol yang akan mengalami vasokonstriksi atau vasodilatasi dalam
upaya menjaga agar aliran darah ke otak berlangsung konstan.
2.3 DEFINISI
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen. Menurut Brain
Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi ataumengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.14
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu
benda keras maupun oleh proses akselarasideselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang
diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut
lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang
disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti
secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak
bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak
memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
dari benturan (countercoup).14

Gambar 3. Coup dan countercoup

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis
yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial
dan perubahan neurokimiawi.1,14
a. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria
ditentukan apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non
depressed. Fraktur tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya
perlu CT scan dengan setelan jendela-tulang untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai
pegangan umum, depressed fragmen lebih dari ketebalan tengkorak (> 1 tabula)
memerlukan operasi elevasi. 3,15
Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara
laserasi scalp dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini
memerlukan operasi perbaikan segera. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih
banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak
mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma
intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak
sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400
kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini,
adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk
pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.3,15
9

b. Contusio cerebri
Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu
berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal
dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang
otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas
batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat
laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.
c. Commutio Cerebri
Commotio cerebri adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit
akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin
mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat. Vertigo

dan

muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam
batang otak.
Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya
ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.

Amnesia ini

timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan


yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori.

Terapi

simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya


komplikasi dan mobilisasi bertahap
d. Epidural hemorrhage
Perdarahan epidural (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial
antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak di regio temporal atau
temporal parietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan
biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada
sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural mungkin akibat robeknya sinus
vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma epidural
relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera
kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila
ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya biasanya masih
terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi. Mortalitas
dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan,
dan 20% pada pasien koma dalam.7,14
10

e. Subdural hemorrhage
Perdarahan subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan
arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30%
penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena
bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan
dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau
tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya
sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas
umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan
pengelolaan medis agresif.7,14
f. Intraserebral Hemorrhage (ISH).
Perdarahan intraserebri (ISH) adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan
(parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak
yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak
tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi
perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countercoup).
Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas
perdarahan.7
g.

Perdarahan intraventrikular (IVH)


Perdarahan Intraventrikulersebagai perdarahan intrakranialnon traumatik yang

terbatas pada sistem ventrikel merupakankejadian yang sangat jarang. Hal ini menjadi
alasan daripemahaman yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, danprognosis jangka
pendek maupun panjang pada pasien PIVH.1 Sepertiga pasien PIVH tidak bertahan pada
perawatandi rumah sakit (39%)..
IVH

menginduksi

morbiditas,

termasuk

perkembangan

hidrosefalus

dan

menurunnya kesadaran.3 Dilaporkan terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan


PIVH, namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering ditemukan.
PIS umumnya dijumpai pada lobus serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak
(predominan pada pons), dan serebellum(Gambar 2). Adanya perluasan perdarahan
kedalamventrikel dijumpai pada hematom berukuran besar yang berada dikedalaman.
Wilayah edema parenkimotak, yang seringkali diwarnai oleh sisa degradasi dari
hemoglobin, tampak nyata disekeliling hematom
11

2.5 KLASIFIKASI
a) Trauma kapitis ringan/Mild Head Injury
GCS 13-15, CT Scan normal, pingsan <30 menit, tidak ada lesi operatif, dirawat
dirumah sakit <48 jam, amnesia pasca trauma < 1 jam.
b) Trauma kapitis sedang/ moderate Head Injury
GCS 9-12 dan dirawat >48 jam atau GCS >12 akan tetapi ada lesi operatif
intrakranial atau abnormal CT scan, pingsan >30 menit-24 jam, APT 1-24 jam.
c) Trauma kapitis berat/ Severe Head Injury
GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan >2 jam, APT 7 hari.
2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikilitujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunderserta memperbaiki
keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantupenyembuhan sel-sel otak
yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantungpada tingkat keparahannya, berupa
cedera kepala ringan, sedang, atau berat.Prinsip penanganan awal meliputi survei primer
dan survei sekunder. Dalampenatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan
antara lain airway,breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian
dilanjutkan denganresusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera
kepala beratsurvei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder
danmencegah homeostasis otak.Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di
rumah sakit.6
Indikasi rawat antara lain:
1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
3. Penurunan tingkat kesadaran
4. Nyeri kepala sedang hingga berat
5. Intoksikasi alkohol atau obat
6. Fraktura tengkorak
7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
8. Cedera penyerta yang jelas
9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan
10. CT scan abnormal

12

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan


suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat
berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid,
furosemid, barbitirat dan antikonvulsan. Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala
memerlukan tindakan operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi
klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan
panduan sebagai berikut:6
1. volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau
lebih
2. dari 20 cc di daerah infratentorial
3. kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan
4. tanda fokal neurologis semakin berat
5. terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat
6. pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
7. terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.
8. terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan
9. terjadi gejala akan terjadi herniasi otak
10. terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis
2.7

PERDARAHAN SUBARACHNOID

2.7.1

Definisi
Perdarahan Subarachnoid adalah perdarahan ke dalam rongga diantara otak

dan selaput otak (rongga subarachnoid). Perdarahan subarachnoid merupakan


penemuan yang sering pada trauma kepala akibat dari robeknya pembuluh darah
leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai
dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah Serebral Major6.
Subarachnoid Hemorrhage (SAH) atau Perdarahan Subarachnoid (PSA)
menyiratkan adanya darah di dalam ruang Subarachnoid akibat beberapa proses
patologis. SAH biasanya disebabkan oleh tipe perdarahan non-traumatik, biasanya
berasal

dari

ruptur

aneurisma

Berry

atau

arteriovenous

malformation

(AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV) dan trauma kepala4.

13

2.7.2Etiologi
Perdarahan Subarachnoid non-traumatik adalah pendarahan di dalam ruang
Subarachnoid yang sering disebabkan oleh ruptur aneurisma Arteri Serebri atau
malformasi arteriovenosa.Ruptur aneurisma sakular melibatkan 75% kasus dengan
insiden 6 kasus per 100,000 orang per tahun. Hipertensi tidak dinyatakan dengan jelas
akan keterlibatannya dengan aneurisma tetapi peninggian tekanan darah secara akut
bisa menyebabkan ruptur. Malformasi arteriovenosa intrakranial dapat menyebabkan
perdarahan Subarachnoid sebanyak 10%, terjadi dua kali lebih banyak pada pria dan
sering terjadi perdarahan pada usia dekade kedua hingga keempat walaupun insiden
bisa terjadi sampai usia 60 tahun. Darah di dalam ruang Subarachonoid bisa juga
disebabkan oleh perdarahan Intraserebral, strok emboli dan trauma7.
Perdarahan subarachnoid traumatika adalah perdarahan yang terjadi di dalam
ruang subarachoid yang disebabkan oleh traumatik. Penyebabnya sama seperti non
traumatik karena adanya ruptur aneurisma. Hanya sekitar 20% perdarahan
subarachnoid disebabkan oleh trauma kepala.7
Faktor resiko terjadinya aneurisma :

2.7.3Patofisiologi
Aneurisma pada Arteri Serebri yang paling sering adalah aneurisma sakular
yang bersifatkongenital, di mana terjadi kelemahan dinding vaskuler terutama yang
terletak pada cabang-cabang arteri. Aneurisma sakular terjadi pada Bifurcatio Arteri
Intakranial dan bisa ruptur ke dalam ruang Subarachnoid di dalam sisterna basalis.
Sekitar 85% aneurisma terjadi pada Sirkulasi Anterior terutama pada Sirkulus Willisi.
14

20% kasus dilaporkan terjadi aneurismamultipel. Ukuran dan lokasi aneurisma sangat
penting dalam menentukan risiko ruptur.Aneurisma dengan diameter 7mm, terletak
lebih tinggi dari Arteri Basilaris atau berasal dari Arteri Comunikan Posterior
mempunyai risiko yang tinggi untuk ruptur7,8.
Infeksi sistemik seperti endokarditis bisa menyebar ke Arteri Serebri dan
menyebabkan aneurisma mikotik, dilaporkan sebanyak 2 hingga 3% kasus dari ruptur
aneurisma. Malformasiarteriovenosa adalah gangguan komunikasi vaskuler di mana
darah arterial memasuki system venous. Sering terjadi pada Arteri Serebri Media8.
Ruptur aneurisma intrakranial bisa meningkatkan tekanan intrakranial dan
menyebabkannyeri kepala. Tekanan intrakranial bisa mencapai tekanan perfusi
sistemik dan menurunkansirkulasi darah secara akut, di mana bisa menyebabkan
penurunan kesadaran yang terjadi padaonset sekitar 50% dari pasien. Peningkatan
tekanan intrakranial secara cepat bisa menyebabkan perdarahan retina subhyaloid8.

15

Gambar 4: Perdarahan Subarachnoid

16

Gambar 5: Aneurisma pada arteri cerebri

2.7.4Diagnosis
a. Gejala Klinis
Kebanyakan aneurisma intrakranial yang belum ruptur bersifat
asimptomatik. Apabila terjadi ruptur pada aneurisma, tekanan intrakranial
meningkat. Ini bisa menyebabkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba yang
terjadi sebagian daripada pasien. Penurunan kesadaran secara tiba-tiba sering
didahului dengan nyeri kepala yang hebat. 10% kasus pada perdarahan
aneurisma yang sangat hebat bisa menyebabkan penurunan kesadaran selama
beberapa hari. Nyeri kepala biasanya disertai dengan kaku kuduk dan muntah7.
Aneurisma pada arteri komunikan anterior atau Bifurcatio Arteri
Serebri Media bisa ruptur dan defisit yang sering terjadi adalah hemiparesis,
afasia dan abulia. Simptom prodromal bisa menunjukkan lokasi pembesaran
aneurisma yang belum ruptur. Paresis Nervus Cranialis III yang berkaitan
dengan dilatasi pupil, refleks cahaya negatif dan nyeri fokal di atas atau
belakang mata bisa tejadi dengan pembesaran aneurisma pada persimpangan
antara Arteri Comunikan Posterior dan Arteri Carotis Interna. Paresis Nervus
Cranialis VI menunjukkan aneurisma dalam sinus cavernosus. Gangguan
ketajaman penglihatan bisa terjadi dengan pembesaran aneurisma pada Arteri
Serebri Anterior. Nyeri pada Occipital dan Cervikal Posterior menunjukkan
aneurisma pada Arteri Cerebellar Posterior Inferior atau Arteri Serebellar
Anterior Inferior7.
Aneurisma bisa mengalami ruptur kecil dan darah bisa masuk ke dalam
ruang Subarachnoid, ini dinamakan perdarahan sentinel. Nyeri kepala
17

prodromal dari ruptur kecil dilaporkan pada 30 hingga 50% aneurisma


perdarahan Subarachnoid. Nyeri kepala sentineldapat muncul 2 minggu
sebelum diagnosa perdarahan Subarachnoid. Kebocoran kecil umumnya tidak
memperlihatkan

tanda-tanda

peningkatan

intrakranial

atau

rangsang

meningeal7.

b. Gambaran Radiologi
Computed tomography (CT) Scan adalah pilihan awal untuk
mengevaluasi perdarahan. Pada pasien yang mengeluh dengan mengatakan
nyeri kepala yang sangat hebat dapat di suspek perdarahan di dalam ruang
Subarachnoid. Darah yang berada dalam ruang Subarachnoid pada fasa akut
mempunyai intensitas yang sama dengan cairan Serebrospinal maka MRI
tidak

disarankan.

Suspek

dengan

kasus

perdarahan

Subarachnoid

seharusnyadievaluasi dengan CT scan tanpa zat kontras9.


CT scan bisa positif pada 90% kasus jika CT scan dilakukan dalam
beberapa hari selepas perdarahan. Pada CT scan, gambaran perdarahan
Subarachnoid menunjukkan peningkatan density (hiperdens) pada ruang
cairan Serebrospinal. Aneurisma sering terjadi pada Sirkulus Willisi
maka pada CT scan, darah tampak pada Cisterna Basalis. Perdarahan yang
hebat bisa menyebabkan seluruh ruang Subarachnoid tampak opasifikasi. Jika
hasil CT scan negatif tetapi terdapat gejala perdarahan Subarachnoid yang
jelas, pungsi lumbal harus dilakukan untuk memperkuatkandiagnosis10.
Perdarahan Subarachnoid non-traumatik harus dilakukan pemeriksaan
angiografi untuk mendeteksi aneurisma karena bisa terjadi perdarahan ulang.
Melalui

pemeriksaan

angiografi

dapat

dilakukan

terapi

intervensi

neuroradiologi. Perdarahan dari ruptur aneurisma bisa meluas sehingga ke


parenkim otak dan lebih jauh ke dalam sistem ventrikular. Perdarahan
Subarachnoid yang hebat bisa mengganggu absorpsi Cairan Serebrospinal dan
hidrosefalus bisa terjadi11.
18

2.7.5 Diagnosis Banding


Riwayat nyeri kepala yang hebat secara tiba-tiba disertai dengan kaku
kuduk, pemeriksaan neurologik yang non-fokal dan perdarahan cairan spinal adalah
spesifik untuk perdarahan Subarachnoid. Hipertensi perdarahan intraserebral juga
bermanifestasi dengan perdarahan cairan spinal tetapi terdapat penemuan fokal yang
prominen pada pemeriksaanneurologik.

Pada pemeriksaan CT scan, perdarahan intraserebral memperlihatkan


gambaranfokal, batas tegas, berbentuk bulat pada otak yang menunjukkan darah beku
dan biasanyamultipel yang dikelilingi dengan edema. Daerah yang sering terjadi
perdarahan intraserebral adalah Frontalis Inferior dan Lobus Temporalis Anterior, di
mana perdarahan seringpadasubkortikal. Di diagnosis dengan ruptur aneurisma
mikotik jika terdapat gejala-gejalaendokarditis. Pada pemeriksaan MRI, aneurisma
mikotik lebih banyak terjadi pada perifer berbanding aneurisma sakular terutama
pada cabang arteri komunikan media8,10.
2.7.6

Tatalaksana
Semua pasien dengan SAH harus dievaluasi dan diobati secara darurat dengan

pemeliharaan jalan napas dan kardiovaskular fungsi. Setelah stabilisasi awal, pasien
harus dirujuk ke pusat-pusat dengan keahlian neurovaskular dan sebaiknya dengan
unit perawatan kritis khusus neurologis untuk mengoptimalkan perawatan. Tujuan
utama dari pengobatan adalah pencegahan rebleeding, pencegahan dan pengelolaan
vasospasme, dan pengobatan lainnya komplikasi medis dan neurologis yaitu
vasospasme, cerebral dan akut hydrocephalus13,14.
Penatalaksanaan standard termasuk istirahat dan tidak melakukan hal yang
berat, serta pemberian obat analgesik. Hiponatremia sering terjadi beberapa hari
selepas perdarahan Subarachnoid. Pemberian supplemen garam secara oral ditambah
dengan normal saline IV bisa diberikan untuk mengatasi masalah ini. Risiko
perdarahan ulang sangat tinggi dengan 20 hingga30% dalam tempo 2 minggu, maka
penatalaksanaan awal dalam 1 hingga 3 hari setelah perdarahan digalakkan untuk
mengelakkan ruptur ulang dan sekalian penatalaksanaan vasospasme12.
19

Pengobatan berfokus pada pertama menemukan sumber perdarahan dan, jika


mungkin, pembedahan memperbaiki aneurisma atau AVM untuk menghentikan
pendarahan. Waktu terbaik untuk melakukan operasi masih kontroversial. Operasi
awal (dalam waktu 3 hari pertama) mengurangi kemungkinan rebleeding, tetapi
operasi tertunda (setelah 14 hari) menghindari waktu antara 3 dan 14 hari ketika
kontraksi abnormal dari arteri (vasospasme) dan konsekuensinya adalah terbesar.
Secara umum, pasien yang sadar dengan defisit neurologis yang minimal pada saat
datang terapi yang terbaik dengan operasi awal, sedangkan individu tidak sadar lebih
baik operasinya ditunda15.
Ruptur aneurisma serebral diperbaiki melalui pembedahan menggunakan salah
satu dari tiga prosedur: menyelaraskan tepi aneurisma pecah untuk menghentikan
pendarahan dengan stainless steel atau klip paduan kobalt (kliping), mengikat dari
pembuluh darah dengan pendarahan jahitan (ligasi), atau membungkus aneurisma
dengan otot. Cara terbaik untuk mencegah SAH dari pecahnya aneurisma serebral
adalah untuk mendiagnosa dan memperbaiki pembedahan aneurisma sebelum pecah15.
Setelah aneurisma diperlakukan, tindak lanjut berfokus pada mencegah
komplikasi seperti rebleeding, vasospasme serebral, jumlah abnormal CSS
mengumpulkan sekitar otak (hidrosefalus), dan efek dari tekanan intrakranial tinggi.
Sejumlah besar cairan intravena (IV) yang diberikan untuk mengobati vasospasme
dengan meningkatkan tekanan darah untuk meningkatkan aliran darah ke otak.
Meningkatnya aliran darah ini memastikan tingkat oksigen yang cukup ke otak dan
meminimalkan kerusakan pada jaringan otak sekitarnya 15.
Jika hidrosefalus tidak terkontrol, kerusakan jaringan otak dapat terjadi
sebagai akibat dari kompresi otak dari kelebihan cairan. Obat anti inflamasi yang
disebut steroid dan obat untuk membersihkan tubuh dari kelebihan cairan (diuretik)
juga dapat digunakan dalam upaya untuk sementara mengontrol tekanan intrakranial
meningkat15.
2.8

Komplikasi
Tiga komplikasi terbesar aneurisma perdarahan Subarachnoid adalah

perdarahan ulang,vasospasme dan hidrosefalus. Jika aneurisma intrakranial tidak


dirawat dengan baik, perdarahanulang bisa terjadi dalam 20% kasus pada dua minggu
pertama selepas perdarahan inisial. Risikotertinggi adalah 24 jam pertama dan
20

penatalaksanaan dengan surgeri atau teknik intervensiembolisasi diperlukan.


Vasospasme serebri adalah komplikasi lambat yang sering terjadi pada perdarahan
Subarachnoid dan mempunyai kaitan dengan jumlah darah yang berada di dalam
ruang Subarachnoid3.
Hidrosefalus

komunikan

adalah

komplikasi

lain

yang

bisa

terjadi

pada perdarahan Subarachnoid dan sekunder kepada obstruksi cairan serebrospinal


daripadadireabsorpsi. Hidrosefalus bisa terjadi pada fasa akut atau subakut. Beberapa
gangguan sistemik bisa terjadi seperti kardiac arrhythmias dan miokardial iskemia.
Komplikasi respiratorius sepertiedema pulmonari, acute respiratory distress syndrome
(ARDS) dan pneumonia sering terjadi.Gangguan lain seperti anemia, perdarahan
gastrointestinal, deep vein thrombosis danhiponatremia terjadi dengan frekuensi yang
berbeda3.
2.9 Prognosis
Mortalitas yang disebabkan oleh aneurisma perdarahan Subarachnoid adalah
tinggi. Sekitar 20% pasien meninggal dunia sebelum sampai ke rumah sakit, 25%
meninggal duniakerana pendarahan inisial atau komplikasinya dan 20% meninggal
dunia kerana pendarahanulang disebabkan aneurisma tidak dirawat dengan baik.
Banyak

pasien

meninggal

dunia

setelah beberapa

hari

perdarahan

terjadi.

Kemungkinan hidup disebabkan ruptur aneurisma bergantung pada kondisi kesadaran


pasien dan waktu sejak perdarahan terjadi. Bagi pasien yang masihhidup, sebagian
daripada jumlah pasien mengalami kerusakan otak permanen. Hampir 90% pasien
pulih dari ruptur intraserebral arteriovenous malformasi tetapi perdarahan ulang
tetapmembahayakan8.

21

BAB III
ILUSTRASI KASUS
3.1

3.2

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. R

Tanggal lahir

: 12 Desember 2000

Jenis kelamin

: laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. KP Cinere Cimbang desa Kuripan Kec C1

Pekerjaan

:-

Pendidikan

: Tamat SD

Status

: Belum Kawin

No.RM

: 0138938

ANAMNESIS ( Autoanamnesis)
KELUHAN UTAMA
Penurunan kesadaran karena kecelakaan lalu lintas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien terjatuh dari sepeda motor karena ditabrak dari belakang. Pasien tidak
menggunakan helm dan pasien sempat mengalami pingsan sekitar 10 menit. Pasien
lupa dengan kejadian tersebut. Pasien merasa mual dan sempat muntah 1 kali. Pasien
mengeluh nyeri kepala terutama bagian belakang. Pasien tidak mengalami perdarahan
dari hidung, telinga dan mulut serta tidak terdapat kejang.

22

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat Hipertensi disangkal, DM disangkal, alergi disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ayah pasien menderita hipertensi, DM disangkal, alergi disangkal, ayah pasien
menderita stroke sejak 5 tahun terakhir.

RIWAYAT SOSIAL KEBIASAAN


Pasien tidak merokok, minum alkohol maupung mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.
3.3

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Kesadaran

: GCS: E4V5M6 = 15

Tekanan darah : 130/90 mmHg


Nadi

: 70 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,4 0C

Status Generalis
- Kepala

: normcephali, deformitas (-), rembesan (-), darah (-), hematom


temporal, VL regio mastoid posterior

- Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut.

- Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,


diameter 3 mm/3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), raccoon eyes (-).

- Mulut

: Mukosa kering (-), oral hygiene baik

- Telinga

: Sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), otore (+),
battle sign (-)

Hidung

: Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), nyeri tekan sinus (-),
rinore (-)

- Tenggorokan : Faring hiperemis (-)


- Leher

: JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB tidak
teraba membesar, nyeri tekan (-)

- Paru
23

Inspeksi

: Simetris saat statis maupun dinamis

Palpasi

: Ekspansi dada baik, vocal fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi

: Sonor pada paru kiri dan kanan

Auskultasi

: Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

- Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba pada ICS V linea midklavikula sinistra.

Perkusi

: Batas jantung kiri di ICS V linea midklavikula sinistra


Batas jantung kanan di ICS IV linea sternalis kanan

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen
Inspeksi

: datar, dilatasi vena (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Dinding abdomen supel, hepar dan limpa tidak teraba membesar,


nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani pada seluruh abdomen, shifting dullness (-)

- Ekstremitas : Akral hangat ++/++, Edema --/--, CRT < 3 detik

3.4

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
GCS = E4M6V5 = 15
A. Rangsang selaput otak
Kaku kuduk
: (-)
Laseque
: >70 / >70
Laseque menyilang
: -/ Kernig
: >135 / >135
Brudzinsky I
: Brudzinsky II
:B. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Sakit kepala (+), penurunan kesadaran (+), muntah proyektil (-)
C. Saraf-saraf kranialis
N.I
: Normosmia
N.II
:
Kanan
Kiri
Acies visus
tidak dilakukan
tidak dilakukan
24

Campus visus
Melihat warna
Funduskopi
N.III, IV, VI
Kedudukan bola mata
Pergerakan bola mata
Nasal
Temporal
Nasal atas
Temporal atas
Temporal bawah
Exophtalmus
Nistagmus

Baik
Baik
Tidak dilakukan
Kanan
Ortoforia

Baik
Baik
Tidak dilakukan
Kiri
Ortoforia

Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)

Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)

Pupil
Bentuk
RCL

Bulat, 3mm
(+)

Bulat,3mm
(+)

RCTL

(+)

(+)

Akomodasi
Konvergensi

Baik
Baik
Kanan
Baik

Baik
Baik
Kiri
Baik

N.V
:
Cabang motorik
Cabang sensorik
- Opthalmikus
Baik
- Maxillaris
Baik
- Mandibularis
Baik
N.VII
:
Kanan
Motorik orbitofrontal
Baik
Motorik orbicularis oculi
Baik
Motorik orbicularis oris
Parese
N.VIII
Kanan
Vestibular
- Vertigo
(-)
- Nistagmus
(-)
Cochlear
- Rinne
(+)
- Weber
lateralisasi (-)
- Schwabach
Normal
N.IX, X
:
Motorik
: Arkus faring simetris, uvula di tengah.
Sensorik
: Refleks muntah (+)
N.XI
:
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
Baik
Baik
N.XII
:
Pegerakan lidah
: tidak ada parese
D. Sistem motorik
Ekstremitas atas
: 5555 5555
Ekstremitas bawah
: 5555 5555
E. Sistem sensorik
: Baik

Baik
Baik
Baik
Kiri
Baik
Baik
Baik
Kiri
(-)
(-)
(+)
lateralisasi (-)
Normal

25

F. Fungsi cerebellar dan koordinasi


:Baik
G. Fungsi luhur
Apraxia (-), astereognosia (-), afasia (-)
H. Fungsi otonom
baik
I. Refleks-refleks fisiologis
Kanan
Kornea
(+)
Pharing
(+)
Bisep
(+2)
Trisep
(+2)
Lutut
(+2)
Tumit
(+2)
J. Refleks-refleks patologis
Kanan
Hoffman Trommer
(-)
Babinsky
(-)
Chaddock
(-)
Gordon
(-)
Schaeffer
(-)
Gonda
(-)
Oppenheim
(-)
Klonus tumit
(-)
Klonus lutut
(-)
3.5

Kiri
(+)
(+)
(+2)
(+2)
(+2)
(+2)
Kiri
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan

15/10/2015

Hemoglobin

14,9

Hematokrit

42

Leukosit

14.300

Trombosit

336.000

Eritrosit

5.80 juta

LED

12mm

VER

90,6

HER

30,8

KHER

34.0

RDW

14.0

APTT

22,2

Kontrol APTT

31.5

PT

13,1

26

Kontrol PT

13.5

INR
SGOT
SGPT
Ureum darah
Kreatinin Darah
Glukosa Darah Puasa
Natrium
Kalium
Klorida

0.96
47
28
0,8
0.7
100
150
2.99
100

PEMERIKSAAN FOTO THORAKS

27

Kesan :
- Cor dalam batas normal
- Pulmo dalam batas normal
PEMERIKSAAN MSCT

Kesan :
Perdarahan epidural di regio frontotemporal dan parietal kanan
Pneumoensefali regio frontal kanan
Edema hemisfer cerebri kanan
Fissura fraktur dinding sinus frontal kanan

28

3.6

DIAGNOSIS KERJA
CKR, Perdarahan epidural di regio frontotemporal dan parietal kanan

3.7. TATALAKSANA

3.9

Ceftriaxone 2x1gr
Ketorolac 3 x 15 mg
Piracetam 2x3 gr
Ranitidin2 x 1 gr

PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Gruenthal M. Subarachnoid hemorrhage. In: Ferri FF, editor. Ferri's clinical advisor
2004:instant diagnosis and treatment. 6th edition. United States of America: Mosby, Inc;
2004.
2. Bernstein RA. Cerebrovascular disease: hemorrhagic stroke. In: Brust JCM, editor.
Currentdiagnosis & treatment in neurology. United States of America: The McGraw-Hill
Companies,Inc; 2007.
3. Lycette CA, Doberstein C, Rodts GE, Jr., McBride DQ. Neurosurgical critical care.
In:Bongard FS, Sue DY, editor. Current critical care diagnosis & treatment. 2 ndedition.
United Stateof America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2003.
4. Tate SS. Brain and cranial nerves. In: Tate SS, editor. Anatomy and Physiology. 6th
edition.United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2004.
5. Anonim.,2005, Subarachnoid Hemorrhage ,Granial Computed Tomography.
6. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovascular diseases. In: Kasper DL, Fauci
AS,Longo DL, Braunwald E, Hauser SS, Jameson JL, editor. Harrisons principles of
internalmedicine. 16th edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies,
Inc; 2005.
7. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Headache & facial pain. In: Greenberg DA,
Aminoff MJ, Simon RP, editor. Clinical neurology. 5th edition. United State of America:
The McGraw-Hill Companies, Inc; February 2002.
8. Mayor NM. Neuroimaging. In: Mayor NM, editor. A practical approach to
radiology.Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc; 2006.
9. Jager R, Saunders D. Cranial and intracranial pathology (2): cerebrovascular disease
and non-traumatic intracranial hemorrhage. In: Grainger RG, Allison D, Adam A, Dixon
AK, editor.Grainger & Allisons diagnostic radiology: a textbook of medical imaging. 4th
edition. London:Churchill Livingstone; 2001.
10. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Central nervous system. In: Eastman GW, Wald C,
CrossinJ, editor. Getting started in clinical radiology from image to diagnosis. Germany:
Thieme; 2006.
11. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
Medicalemergencies. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL, editor.Harrisons manual of medicine. 16th

edition. United States of

America: The McGraw-HillCompanies, Inc; 2005.


12. Suarez JI, Tarr RW, WR Selam. Aneurismal subarachnoid hemorrhage.N Engl J Med
2006.
30

13. Suarez JI, Zaidat OO, Suri MF, Feen ES, Lynch G, Hickman J, et al. Length of stay and
mortality in neurocritically ill patients: impact of a specialized neurocritical care team.
Crit Care Med 2004.
14. Gerson, Abner, dan Robert Feld. "Perdarahan subarachnoid." eMedicine. Eds. Hugh J.
Robertson,

et

al.

11

Juni

2004.

Medscape.

November

2004

(http://emedicine.com/radio/topic661.htm).

31

Anda mungkin juga menyukai