TRAUMA KAPITIS
Disusun oleh:
Nurul Khafidz Subekti
111110300056
Pembimbing :
Dr. Evodia, Sp.BS
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmatNya yang begitu besar
sehingga saya mampu menyelesaikan presentasi kasus dengan judul Trauma Kapitis.
Terimakasih kepada pembimbing saya dr. Evodia, Sp.BS atas kesempatan dan bimbingaan
yang telah diberikan, serta orang tua dan teman-teman yang turut membantu sehigga
presentasi kasus ini dapat saya selesaikan.
Saya berharap presentasi kasus ini dapat menambah pengetahuan Kita serta dapat
membantu dalam memahami dasar-dasar dari permasalahan yang ada sehingga kita dapat
memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan tepat kepada pasien guna meningkatkan
kualitas hidup masyarakat Indonesia dikemudian hari.
Presentasi kasus tentang Trauma Kapitis ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaannya.
Terimakasih
Jakarta, September
Penyusun
BAB I
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma kapitis atau lebih dikenal dengan gegar otak oleh masyarakat, merupakan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian atau kelumpuhan pada semua tingkat usia.
Trauma kapitis merupakan urutan kedua penyebab kematian pada usia antara 1-35 tahun,
kurang lebih setiap tahun 77.000 orang meninggal dan sekitar 50.000 orang menderita
kelumpuhan setiap tahunnya di Amerika Serikat karena trauma kapitis.
Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada data pasien mengenai angka kejadian
trauma kapitis, tetapi yang jelas trauma sering dan banyak terjadi di rumah sakit di
seluruh Indonesia. Penyebab trauma kapitis adalah benturan pada kepala, seperti
kecelakaan kerja, lalu lintas dan jatuh. Trauma kapitis lebih berbahaya dari trauma pada
organ lainnya, karena trauma ini mengenai otak. Selain itu sekali neuron rusak tidak
dapat diperbaiki lagi. Trauma ini mengakibatkan malapetaka besar bagi seorang individu.
Beberapa masalah disebabkan langsung dan banyak lainnya karena efek sekunder dari
trauma. Penderita dapat meninggal atau menjadi cacat, invalid, tergantung pada orang
lain dan menjadi beban bagi keluarga.
Melihat kenyataan di atas, penderita perlu mendapatkan penanganan serius dan
melibatkan berbagai tenaga kesehatan agar dapat memberikan pertolongan guna
mencegah hal-hal yang lebih buruk dan lebih berbahaya bagi penderita trauma kapitis.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada kepala.
Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang
merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala
langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan
rongga.. trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kekuatan itu
bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose
conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.1,4
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulangtengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal danoksipital. Kalvaria
khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sinidilapisi oleh otot temporalis.
Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapatmelukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi.Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu :
fosa anterior tempat lobusfrontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior
ruang bagi bagianbawah batang otak dan serebelum.1,4
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3lapisan yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal.4 Duramater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari
sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.4
Trauma kapitis atau lebih dikenal dengan gegar otak oleh masyarakat, merupakan penyakit
yang dapat
menyebabkan kematian atau kelumpuhan pada semua tingkat usia. Trauma kapitis merupakan
urutan kedua penyebab kematian pada usia antara 1-35 tahun, kurang lebih setiap tahun
77.000 orang meninggal dan sekitar 50.000 orang menderita kelumpuhan setiap tahunnya di
Amerika Serikat karena trauma kapitis
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar
14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak
belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.4
E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada
sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml
dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.4
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri
dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior).4
G. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri
ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Venavena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis.4
2.2 ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA
a. Hukum Monroe-Kellie
Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorak yang
tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume
komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan
serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).
Vic = V br+ V csf + V bl
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis
yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial
dan perubahan neurokimiawi.1,14
a. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria
ditentukan apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non
depressed. Fraktur tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya
perlu CT scan dengan setelan jendela-tulang untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai
pegangan umum, depressed fragmen lebih dari ketebalan tengkorak (> 1 tabula)
memerlukan operasi elevasi. 3,15
Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara
laserasi scalp dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini
memerlukan operasi perbaikan segera. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih
banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak
mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma
intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak
sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400
kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini,
adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk
pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.3,15
9
b. Contusio cerebri
Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu
berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal
dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang
otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas
batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat
laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.
c. Commutio Cerebri
Commotio cerebri adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit
akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin
mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat. Vertigo
dan
muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam
batang otak.
Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya
ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.
Amnesia ini
Terapi
e. Subdural hemorrhage
Perdarahan subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan
arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30%
penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena
bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan
dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau
tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya
sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas
umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan
pengelolaan medis agresif.7,14
f. Intraserebral Hemorrhage (ISH).
Perdarahan intraserebri (ISH) adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan
(parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak
yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak
tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi
perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countercoup).
Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas
perdarahan.7
g.
terbatas pada sistem ventrikel merupakankejadian yang sangat jarang. Hal ini menjadi
alasan daripemahaman yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, danprognosis jangka
pendek maupun panjang pada pasien PIVH.1 Sepertiga pasien PIVH tidak bertahan pada
perawatandi rumah sakit (39%)..
IVH
menginduksi
morbiditas,
termasuk
perkembangan
hidrosefalus
dan
2.5 KLASIFIKASI
a) Trauma kapitis ringan/Mild Head Injury
GCS 13-15, CT Scan normal, pingsan <30 menit, tidak ada lesi operatif, dirawat
dirumah sakit <48 jam, amnesia pasca trauma < 1 jam.
b) Trauma kapitis sedang/ moderate Head Injury
GCS 9-12 dan dirawat >48 jam atau GCS >12 akan tetapi ada lesi operatif
intrakranial atau abnormal CT scan, pingsan >30 menit-24 jam, APT 1-24 jam.
c) Trauma kapitis berat/ Severe Head Injury
GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan >2 jam, APT 7 hari.
2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikilitujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunderserta memperbaiki
keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantupenyembuhan sel-sel otak
yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantungpada tingkat keparahannya, berupa
cedera kepala ringan, sedang, atau berat.Prinsip penanganan awal meliputi survei primer
dan survei sekunder. Dalampenatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan
antara lain airway,breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian
dilanjutkan denganresusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera
kepala beratsurvei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder
danmencegah homeostasis otak.Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di
rumah sakit.6
Indikasi rawat antara lain:
1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
3. Penurunan tingkat kesadaran
4. Nyeri kepala sedang hingga berat
5. Intoksikasi alkohol atau obat
6. Fraktura tengkorak
7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
8. Cedera penyerta yang jelas
9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan
10. CT scan abnormal
12
PERDARAHAN SUBARACHNOID
2.7.1
Definisi
Perdarahan Subarachnoid adalah perdarahan ke dalam rongga diantara otak
dari
ruptur
aneurisma
Berry
atau
arteriovenous
malformation
13
2.7.2Etiologi
Perdarahan Subarachnoid non-traumatik adalah pendarahan di dalam ruang
Subarachnoid yang sering disebabkan oleh ruptur aneurisma Arteri Serebri atau
malformasi arteriovenosa.Ruptur aneurisma sakular melibatkan 75% kasus dengan
insiden 6 kasus per 100,000 orang per tahun. Hipertensi tidak dinyatakan dengan jelas
akan keterlibatannya dengan aneurisma tetapi peninggian tekanan darah secara akut
bisa menyebabkan ruptur. Malformasi arteriovenosa intrakranial dapat menyebabkan
perdarahan Subarachnoid sebanyak 10%, terjadi dua kali lebih banyak pada pria dan
sering terjadi perdarahan pada usia dekade kedua hingga keempat walaupun insiden
bisa terjadi sampai usia 60 tahun. Darah di dalam ruang Subarachonoid bisa juga
disebabkan oleh perdarahan Intraserebral, strok emboli dan trauma7.
Perdarahan subarachnoid traumatika adalah perdarahan yang terjadi di dalam
ruang subarachoid yang disebabkan oleh traumatik. Penyebabnya sama seperti non
traumatik karena adanya ruptur aneurisma. Hanya sekitar 20% perdarahan
subarachnoid disebabkan oleh trauma kepala.7
Faktor resiko terjadinya aneurisma :
2.7.3Patofisiologi
Aneurisma pada Arteri Serebri yang paling sering adalah aneurisma sakular
yang bersifatkongenital, di mana terjadi kelemahan dinding vaskuler terutama yang
terletak pada cabang-cabang arteri. Aneurisma sakular terjadi pada Bifurcatio Arteri
Intakranial dan bisa ruptur ke dalam ruang Subarachnoid di dalam sisterna basalis.
Sekitar 85% aneurisma terjadi pada Sirkulasi Anterior terutama pada Sirkulus Willisi.
14
20% kasus dilaporkan terjadi aneurismamultipel. Ukuran dan lokasi aneurisma sangat
penting dalam menentukan risiko ruptur.Aneurisma dengan diameter 7mm, terletak
lebih tinggi dari Arteri Basilaris atau berasal dari Arteri Comunikan Posterior
mempunyai risiko yang tinggi untuk ruptur7,8.
Infeksi sistemik seperti endokarditis bisa menyebar ke Arteri Serebri dan
menyebabkan aneurisma mikotik, dilaporkan sebanyak 2 hingga 3% kasus dari ruptur
aneurisma. Malformasiarteriovenosa adalah gangguan komunikasi vaskuler di mana
darah arterial memasuki system venous. Sering terjadi pada Arteri Serebri Media8.
Ruptur aneurisma intrakranial bisa meningkatkan tekanan intrakranial dan
menyebabkannyeri kepala. Tekanan intrakranial bisa mencapai tekanan perfusi
sistemik dan menurunkansirkulasi darah secara akut, di mana bisa menyebabkan
penurunan kesadaran yang terjadi padaonset sekitar 50% dari pasien. Peningkatan
tekanan intrakranial secara cepat bisa menyebabkan perdarahan retina subhyaloid8.
15
16
2.7.4Diagnosis
a. Gejala Klinis
Kebanyakan aneurisma intrakranial yang belum ruptur bersifat
asimptomatik. Apabila terjadi ruptur pada aneurisma, tekanan intrakranial
meningkat. Ini bisa menyebabkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba yang
terjadi sebagian daripada pasien. Penurunan kesadaran secara tiba-tiba sering
didahului dengan nyeri kepala yang hebat. 10% kasus pada perdarahan
aneurisma yang sangat hebat bisa menyebabkan penurunan kesadaran selama
beberapa hari. Nyeri kepala biasanya disertai dengan kaku kuduk dan muntah7.
Aneurisma pada arteri komunikan anterior atau Bifurcatio Arteri
Serebri Media bisa ruptur dan defisit yang sering terjadi adalah hemiparesis,
afasia dan abulia. Simptom prodromal bisa menunjukkan lokasi pembesaran
aneurisma yang belum ruptur. Paresis Nervus Cranialis III yang berkaitan
dengan dilatasi pupil, refleks cahaya negatif dan nyeri fokal di atas atau
belakang mata bisa tejadi dengan pembesaran aneurisma pada persimpangan
antara Arteri Comunikan Posterior dan Arteri Carotis Interna. Paresis Nervus
Cranialis VI menunjukkan aneurisma dalam sinus cavernosus. Gangguan
ketajaman penglihatan bisa terjadi dengan pembesaran aneurisma pada Arteri
Serebri Anterior. Nyeri pada Occipital dan Cervikal Posterior menunjukkan
aneurisma pada Arteri Cerebellar Posterior Inferior atau Arteri Serebellar
Anterior Inferior7.
Aneurisma bisa mengalami ruptur kecil dan darah bisa masuk ke dalam
ruang Subarachnoid, ini dinamakan perdarahan sentinel. Nyeri kepala
17
tanda-tanda
peningkatan
intrakranial
atau
rangsang
meningeal7.
b. Gambaran Radiologi
Computed tomography (CT) Scan adalah pilihan awal untuk
mengevaluasi perdarahan. Pada pasien yang mengeluh dengan mengatakan
nyeri kepala yang sangat hebat dapat di suspek perdarahan di dalam ruang
Subarachnoid. Darah yang berada dalam ruang Subarachnoid pada fasa akut
mempunyai intensitas yang sama dengan cairan Serebrospinal maka MRI
tidak
disarankan.
Suspek
dengan
kasus
perdarahan
Subarachnoid
pemeriksaan
angiografi
dapat
dilakukan
terapi
intervensi
Tatalaksana
Semua pasien dengan SAH harus dievaluasi dan diobati secara darurat dengan
pemeliharaan jalan napas dan kardiovaskular fungsi. Setelah stabilisasi awal, pasien
harus dirujuk ke pusat-pusat dengan keahlian neurovaskular dan sebaiknya dengan
unit perawatan kritis khusus neurologis untuk mengoptimalkan perawatan. Tujuan
utama dari pengobatan adalah pencegahan rebleeding, pencegahan dan pengelolaan
vasospasme, dan pengobatan lainnya komplikasi medis dan neurologis yaitu
vasospasme, cerebral dan akut hydrocephalus13,14.
Penatalaksanaan standard termasuk istirahat dan tidak melakukan hal yang
berat, serta pemberian obat analgesik. Hiponatremia sering terjadi beberapa hari
selepas perdarahan Subarachnoid. Pemberian supplemen garam secara oral ditambah
dengan normal saline IV bisa diberikan untuk mengatasi masalah ini. Risiko
perdarahan ulang sangat tinggi dengan 20 hingga30% dalam tempo 2 minggu, maka
penatalaksanaan awal dalam 1 hingga 3 hari setelah perdarahan digalakkan untuk
mengelakkan ruptur ulang dan sekalian penatalaksanaan vasospasme12.
19
Komplikasi
Tiga komplikasi terbesar aneurisma perdarahan Subarachnoid adalah
komunikan
adalah
komplikasi
lain
yang
bisa
terjadi
pasien
meninggal
dunia
setelah beberapa
hari
perdarahan
terjadi.
21
BAB III
ILUSTRASI KASUS
3.1
3.2
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. R
Tanggal lahir
: 12 Desember 2000
Jenis kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
:-
Pendidikan
: Tamat SD
Status
: Belum Kawin
No.RM
: 0138938
ANAMNESIS ( Autoanamnesis)
KELUHAN UTAMA
Penurunan kesadaran karena kecelakaan lalu lintas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien terjatuh dari sepeda motor karena ditabrak dari belakang. Pasien tidak
menggunakan helm dan pasien sempat mengalami pingsan sekitar 10 menit. Pasien
lupa dengan kejadian tersebut. Pasien merasa mual dan sempat muntah 1 kali. Pasien
mengeluh nyeri kepala terutama bagian belakang. Pasien tidak mengalami perdarahan
dari hidung, telinga dan mulut serta tidak terdapat kejang.
22
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Kesadaran
: GCS: E4V5M6 = 15
: 70 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,4 0C
Status Generalis
- Kepala
- Rambut
- Mata
- Mulut
- Telinga
: Sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), otore (+),
battle sign (-)
Hidung
: Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), nyeri tekan sinus (-),
rinore (-)
: JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB tidak
teraba membesar, nyeri tekan (-)
- Paru
23
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
- Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
- Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
3.4
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
GCS = E4M6V5 = 15
A. Rangsang selaput otak
Kaku kuduk
: (-)
Laseque
: >70 / >70
Laseque menyilang
: -/ Kernig
: >135 / >135
Brudzinsky I
: Brudzinsky II
:B. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Sakit kepala (+), penurunan kesadaran (+), muntah proyektil (-)
C. Saraf-saraf kranialis
N.I
: Normosmia
N.II
:
Kanan
Kiri
Acies visus
tidak dilakukan
tidak dilakukan
24
Campus visus
Melihat warna
Funduskopi
N.III, IV, VI
Kedudukan bola mata
Pergerakan bola mata
Nasal
Temporal
Nasal atas
Temporal atas
Temporal bawah
Exophtalmus
Nistagmus
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Kanan
Ortoforia
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Kiri
Ortoforia
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
Pupil
Bentuk
RCL
Bulat, 3mm
(+)
Bulat,3mm
(+)
RCTL
(+)
(+)
Akomodasi
Konvergensi
Baik
Baik
Kanan
Baik
Baik
Baik
Kiri
Baik
N.V
:
Cabang motorik
Cabang sensorik
- Opthalmikus
Baik
- Maxillaris
Baik
- Mandibularis
Baik
N.VII
:
Kanan
Motorik orbitofrontal
Baik
Motorik orbicularis oculi
Baik
Motorik orbicularis oris
Parese
N.VIII
Kanan
Vestibular
- Vertigo
(-)
- Nistagmus
(-)
Cochlear
- Rinne
(+)
- Weber
lateralisasi (-)
- Schwabach
Normal
N.IX, X
:
Motorik
: Arkus faring simetris, uvula di tengah.
Sensorik
: Refleks muntah (+)
N.XI
:
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
Baik
Baik
N.XII
:
Pegerakan lidah
: tidak ada parese
D. Sistem motorik
Ekstremitas atas
: 5555 5555
Ekstremitas bawah
: 5555 5555
E. Sistem sensorik
: Baik
Baik
Baik
Baik
Kiri
Baik
Baik
Baik
Kiri
(-)
(-)
(+)
lateralisasi (-)
Normal
25
Kiri
(+)
(+)
(+2)
(+2)
(+2)
(+2)
Kiri
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
15/10/2015
Hemoglobin
14,9
Hematokrit
42
Leukosit
14.300
Trombosit
336.000
Eritrosit
5.80 juta
LED
12mm
VER
90,6
HER
30,8
KHER
34.0
RDW
14.0
APTT
22,2
Kontrol APTT
31.5
PT
13,1
26
Kontrol PT
13.5
INR
SGOT
SGPT
Ureum darah
Kreatinin Darah
Glukosa Darah Puasa
Natrium
Kalium
Klorida
0.96
47
28
0,8
0.7
100
150
2.99
100
27
Kesan :
- Cor dalam batas normal
- Pulmo dalam batas normal
PEMERIKSAAN MSCT
Kesan :
Perdarahan epidural di regio frontotemporal dan parietal kanan
Pneumoensefali regio frontal kanan
Edema hemisfer cerebri kanan
Fissura fraktur dinding sinus frontal kanan
28
3.6
DIAGNOSIS KERJA
CKR, Perdarahan epidural di regio frontotemporal dan parietal kanan
3.7. TATALAKSANA
3.9
Ceftriaxone 2x1gr
Ketorolac 3 x 15 mg
Piracetam 2x3 gr
Ranitidin2 x 1 gr
PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Gruenthal M. Subarachnoid hemorrhage. In: Ferri FF, editor. Ferri's clinical advisor
2004:instant diagnosis and treatment. 6th edition. United States of America: Mosby, Inc;
2004.
2. Bernstein RA. Cerebrovascular disease: hemorrhagic stroke. In: Brust JCM, editor.
Currentdiagnosis & treatment in neurology. United States of America: The McGraw-Hill
Companies,Inc; 2007.
3. Lycette CA, Doberstein C, Rodts GE, Jr., McBride DQ. Neurosurgical critical care.
In:Bongard FS, Sue DY, editor. Current critical care diagnosis & treatment. 2 ndedition.
United Stateof America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2003.
4. Tate SS. Brain and cranial nerves. In: Tate SS, editor. Anatomy and Physiology. 6th
edition.United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2004.
5. Anonim.,2005, Subarachnoid Hemorrhage ,Granial Computed Tomography.
6. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovascular diseases. In: Kasper DL, Fauci
AS,Longo DL, Braunwald E, Hauser SS, Jameson JL, editor. Harrisons principles of
internalmedicine. 16th edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies,
Inc; 2005.
7. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Headache & facial pain. In: Greenberg DA,
Aminoff MJ, Simon RP, editor. Clinical neurology. 5th edition. United State of America:
The McGraw-Hill Companies, Inc; February 2002.
8. Mayor NM. Neuroimaging. In: Mayor NM, editor. A practical approach to
radiology.Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc; 2006.
9. Jager R, Saunders D. Cranial and intracranial pathology (2): cerebrovascular disease
and non-traumatic intracranial hemorrhage. In: Grainger RG, Allison D, Adam A, Dixon
AK, editor.Grainger & Allisons diagnostic radiology: a textbook of medical imaging. 4th
edition. London:Churchill Livingstone; 2001.
10. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Central nervous system. In: Eastman GW, Wald C,
CrossinJ, editor. Getting started in clinical radiology from image to diagnosis. Germany:
Thieme; 2006.
11. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
Medicalemergencies. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL, editor.Harrisons manual of medicine. 16th
13. Suarez JI, Zaidat OO, Suri MF, Feen ES, Lynch G, Hickman J, et al. Length of stay and
mortality in neurocritically ill patients: impact of a specialized neurocritical care team.
Crit Care Med 2004.
14. Gerson, Abner, dan Robert Feld. "Perdarahan subarachnoid." eMedicine. Eds. Hugh J.
Robertson,
et
al.
11
Juni
2004.
Medscape.
November
2004
(http://emedicine.com/radio/topic661.htm).
31