Anda di halaman 1dari 28

Makalah Epidemiologi K3

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Dosen Pengampu :

Dadang Herdiansyah , SKM,M.epid

Disusun Oleh :

Anisa Antika 2017710038

Qodimah Alfiana 2017710071

Ghina Suryani 2017710137

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Fakultas Kesehatan Masyarakat

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayat, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Epidemiologi K3.

Adapun makalah Epidemiologi K3 yang berjudul “Infeksi Saluran Kemih” ini telah kami
usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima
kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa jauh dari kata
sempurna dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnnya. Oleh karena itu dengan lapang
dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
menyampaikan saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah
Epidemiologi K3 ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................3
2.1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)............................................................................................................3
2.1.1. Anatomi sistem saluran kemih...................................................................................................3
2.1.2. Definisi Infeksi Saluran Kemih..................................................................................................4
2.2. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)......................................................................................7
2.2.1.Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Wanita..............................................................................7
2.2.2.Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Neonatus..........................................................................7
2.2.3.Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Usia Tua...........................................................................8
2.3. Faktor risiko.....................................................................................................................................8
2.4. Patogenesis................................................................................................................................10
2.5. Patiofisiologi..............................................................................................................................12
2.6. Upaya pencegahan dan pengendalian........................................................................................14
BAB III......................................................................................................................................................22
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................................................22
Kesimpulan............................................................................................................................................22
Saran......................................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seseorang yang mengalami Infeksi Saluran Kemih akan memliki kondisi yang dimana
urin dari seseorang tersebut mengandung banyak mikroorganisme yang dapat menimbulkan
infeksi pada Saluran Kemih (Dipiro dalam Musdalipah,2018). Di dunia terdapat 25 juta
kematian pada tahun 2011 yang dimana sepertiganya disebabkan oleh Infeksi Saluran Kemih
(WHO,2011 ). Infeksi Saluran Kemih menjadi salah satu jenis infeksi nosokomial dengan
angka kejadian paling tinggi (39% - 60%) di Indonesia( Musdalipah,2018).

Menurut Depkes (2014) terdapat 95 kasus/104 penduduk pertahunnya atau sekitar


180.000 kasus baru pertahun. Anak dan Lansia merupakan kelompok yang paling sering
terdiagnosis mengalami infeksi saluran kemih ini dengan angka kejadian 1 : 100 pertahun
(Rowe dan Juthani ,2013). Selain itu ,wanita lebih sering mengalami ISK berulang dengan
angka kejadian 20% - 30% dibandingkan dengan laki –laki yang akan mengalami ISK pada
umur > 50 tahun (Kayser dalam Sari dan Muhartono ,2018). Infeksi Saluran Kemih
memiliki beberapa faktor risiko yaitu umur tua, berbaring lama, penggunaan obat
imunosupresan dan steroid, jenis kelamin, perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri seperti
kebiasaan menahan buang air kecil dan lain lain. Dalam penelitian Mosesa dkk (2017)
mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan menahan buang air kecil dengan
kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada pasien Poliklinik Penyakit Dalam RSU GMIM
Pancaran Kasih Manado.

Dari permasalahan diatas, tidak menutup kemungkinan Angka kejadian Infeksi Saluran
Kemih di Indonesia akan terus bertambah apabila tidak ada tindakan pencegahan yang di
iringi dengan pengetahuan terkait Infeksi Saluran Kemih (ISK) ,sehingga penulis ingin
membahas pesoalan ini dalam artikel yang dibuat agar dapat memberikan pengetahuan
kepada pembaca yang dimana penulis berharap pembaca dapat mengimplementasikannya
dalam kehidupan sehari – hari.
1.2. Tujuan Dan Manfaat
1.2.1. Tujuan
Dalam artikel ini, penulis memiliki tujuan antara lain:

a). mengetahui definisi Infeksi Saluran Kemih,

b).mengetahui Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih,

c).mengetahui Faktor risiko Infeksi Saluran Kemih,

d).mengetahui upaya pengendalian Infeksi Saluran Kemih

1.2.2. Manfaat

Makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan masyarakat agar mengetahui dengan jelas
tentang Infeksi Saluran Kemih dan menjadi refrensi bagi mahasiswa dalam proses
pembelajaran.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.1.1. Anatomi sistem saluran kemih

Sistem saluran kemih merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap
zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Susunan sistem saluran kemih
terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin
dari ginjal ke kandung kemih, c) satu kandung kemih tempat urin dikumpulkan dan d) satu
uretra urin dikeluarkan dari kandung kemih.

Gambar 1. Anatomi sistem saluran kemih


(Kesper 2005 dalam Sari, P dan Muhartono 2016 )

Anatomi saluran kemih terdiri dari:


1. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra
torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra yang besar.

3
fungsi ginjal yaitu memegang peranan penting dalam pengeliuaran zat zat toksis atau racun,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa, dan mengeluarkan sisa sisa
metabolisme akhir.
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya ± 25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
3. Kandung kemih
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir
(kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
4. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira- kira 13,7-16,2 cm, dan uretra
pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm.

2.1.2. Definisi Infeksi Saluran Kemih

Menurut PMK No. 27 tahun 2017, Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan
oleh mikroorganisme patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs
merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa
inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga
infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Menurut PMK No. 27 tahun 2017, Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas
pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit mencakup:

1. Ventilator associated pneumonia (VAP)

2. Infeksi Aliran Darah (IAD)

4
3. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

4. Infeksi Daerah Operasi (IDO)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang sering menyerang pria maupun wanita
dari berbagai usia dengan berbagai tampilan klinis dan episode. ISK sering menyebabkan
morbiditas dan dapat secara signifikan menjadi mortalitas. Walaupun saluran kemih
normalnya bebas dari pertumbuhan bakteri, bakteri yang umumnya naik dari rektum dapat
menyebabkan terjadinya ISK. Ketika virulensi meningkat atau pertahanan inang menurun,
adanya inokulasi bakteri dan kolonisasi, maka infeksi pada saluran kemih dapat terjadi.
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu penyakit infeksi yang paling dominan yang
memiliki beban finansial yang penting di tengah masyarakat. Di AS, ISK bertanggung
jawab atas lebih dari 7 juta kunjungan dokter setiap tahunnya. Kurang lebih 15% dari
semua antibiotik yang diresepkan untuk masyarakat di AS diberikan pada ISK dan data
dari beberapa negara Eropa menunjukkan level yang setara. Di AS, ISK terhitung
mencapai lebih dari 100,000 kunjungan rumah sakit setiap tahunnya. Studi penelitian
Global Prevalence Infection in Urology (GPIU) terkini menunjukkan bahwa 10-12%
pasien yang dimasukkan ke rumah sakit dalam bangsal urologi, mengalami healthcare
associated infection. (Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), 2015)

Infeksi saluran kemih adalah salah satu penyakit infeksi dimana jumlah bakteriuria
berkembang biak dengan jumlah kuman biakan urin >100.000 /ml urin. Bakteriuria
asimtomatik didefinisikan sebagai kultur urin positif tanpa keluhan, sedangkan bakteriuria
simtomatik didefinisikan sebagai kultur urin positif disertai keluhan (Kahlmeter, 2006).
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh berbagai macam bakteri diantaranya E.coli,
klebsiella sp, proteus sp, providensiac, citrobacter, P.aeruginosa, acinetobacter, enterococu
faecali, dan staphylococcus saprophyticus namun, sekitar 90% ISK secara umum
disebabkan oleh E.coli (Sjahjurachman 2004 dalam Sari, P dan Muhartono 2018).

Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat dibedakan berdasarkan letak anatomis dan
gejala klinis yang timbul

a. Berdasarkan letak anatomis


Gejala-gejala yang dikelompokkan berdasarkan infeksi level anatomis, adalah :

5
− Uretra: Uretritis (UR)
− Kandung kencing : Sistitis (CY)
− Ginjal : Pyelonefritis (PN)
− Darah/sistemik: Sepsis (US)
1. infeksi saluran kemih atas
Berdasarkan waktunya dibagi menjadi 2 yaitu:
- pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflmasi parenkim ginjal yang
disebabkan oleh infeksi bakteri.
- pielonefritis kronis (PNK), terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.
Gejala spesifik:
- demam tinggi >38° C
- malaise
- nyeri pinggang

2. Infeksi saluran kemih bawah

Berdasarkan presentasi klinis dibagi menjadi 2 yaitu:

- Perempuan
sistitis adalah infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna dan sindroma
uretra akut
- Laki-laki
berupa sistitis, epididymis dan urethritis
Gejala spesifik:
- disuria
- nyeri tekan suprapubik
- hematuria

b. berdasarkan klinisnya, ISK dibagi menjadi 2 yaitu:


1. Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (simple/uncomplicated urinary tract
infection)

6
Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (simple/uncomplicated urinary tract
infection), yaitu bila infeksi saluran kemih tanpa faktor penyulit dan tidak
didapatkan gangguan struktur dan fungsi saluran kemih.
2. Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract infection)
Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract infection),
yaitu bila terdapat hal-hal tertentu sebagai infeksi saluran kemih dan kelainan
struktur maupun fungsional yang merubah aliran urin seperti obstruksi aliran
urin, batu saluran kemih, kista ginjal, tumor ginjal, ginjal, residu urin
dalam kandung kemih. (Utami, 2017)

2.2. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.2.1.Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Wanita

Tingkat kejadian ISK lebih tinggi pada wanita dibanding pria usia dewasa.
Pada wanita post menopause, kejadian ISK terbilang tinggi diakibatkan prolapse uterus
atau kandung kemih yang akan menyebabkan pengosongan kandung kemih tidak komplit,
penyebab lain ialah kehilangan estrogen yang menyebabkan perubahan flora vagina
(hilangnya Lactobacilli) sehingga memudahkan kolonisasi bakteri aerob gram negatif
seperti E. coli.
Sebanyak 50-80% dari total populasi wanita secara umum pernah mengalami ISK
setidaknya satu kali semasa hidupnya.  Sekitar 20-30% dari wanita yang sudah pernah
terkena ISK akan mengalami ISK berulang.

2.2.2.Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Neonatus

Pada neonatus, ISK lebih sering terjadi pada bayi laki – laki dikarenakan kecenderungan
mengalami anomali kongenital pada saluran kemih lebih tinggi dibanding bayi perempuan,
dan juga dikaitkan dengan bagian dari sindrom sepsis gram negatif.  ISK pada neonatus
yang disertai dengan adanya anomali kongenital saluran kemih dapat menyebabkan skar
pada ginjal yang nantinya dapat menimbulkan komplikasi pada usia dewasa seperti
hipertensi, proteinuria, kerusakan ginjal, dan bahkan gagal ginjal yang sampai memerlukan
terapi dialisis.

7
2.2.3.Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Usia Tua

Pada usia tua (>50 tahun), kejadian hipertrofi prostat meningkat pada pria sehingga
prevalensi ISK pada pria hampir sama tingginya dengan wanita.
Mikroorganisme bisa mencapai saluran kemih dengan penyebaran secara hematogen atau
limfatik, tetapi terdapat banyak bukti klinis dan eksperimental yang menunjukkan bahwa
naiknya mikroorganisme dari uretra adalah jalur yang paling umum mengarah pada ISK,
khususnya organisme yang berasal dari enterik (misal., E. coli dan Enterobacteriaceae
lain). Hal ini memberikan sebuah penjelasan logis terhadap frekuensi ISK yang lebih besar
pada wanita dibandingkan pada pria, dan peningkatan resiko infeksi setelah kateterisasi
atau instrumentasi kandung kemih. Konsep virulensi atau patogenisitas bakteri dalam
saluran kemih diduga bahwa tidak semua spesies bakteri bersama-sama mampu dalam
menginduksi infeksi. Semakin baik mekanisme pertahanan alami tubuh semakin kecil
virulensi dari strain bakteri manapun untuk menginduksi infeksi (Ikatan Ahli Urologi
Indonesia (IAUI), 2015).

2.3. Faktor risiko

Menurut Dr. Edison (2015) Faktor risiko adalah faktor faktor yang berhubungan dengan
peningkatan terjadinya suatu penyakit. Seperti obat obatan, lingkungan, kebiasaan dan lain
lain.
Faktor resiko adalah suatu kondisi, sifat, fisik atau perilaku yang dapat meningkatkan
kejadian penyakit pada orang sehat (knap, 1992 dalam Dr. Edison, 2015).
Risk Factors are characteristics, signs, symptoms in disease-free individual hich are
statistically associated with an increased incidence of subsequent disease (Simborg DW).
Menurut zulkarnain (2006) dalam Solihah (2017) dan Hermiyanty (2016) orang yang
memiliki risiko tinggi mengalami infeksi saluran kemih/kencing adalah umur tua, berbaring
lama, penggunaan obat imunosupresan dan steroid, jenis kelamin, perilaku kesehatan
masyarakat itu sendiri dan lain lain. Beberapa faktor lain yang dapat mencetuskan terjadinya
infeksi saluran kemih yaitu litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polistik,
nekrosis papilar, DM pasca transplantasi ginjal, penyakit sikle-cell, kehamilan dll.

8
Menurut PMK RI No. 27 Tahun 2017 faktor risiko HAIs (Healthcare Associated
Infections) (ISK) meliputi:
1. Umur
Neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan
2. Status imun yang rendah atau terganggu (immunocompromissed)
Penderita dengan penyakit kronik, tumor ganas, penguna obat obatan imunosupresan
3. Gangguan/ interupsi barrier anatomis
- Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK)
Menurut irawan (2018) faktor risiko lain dengan data terkuat adalah katerisasi urin,
sebelumnya 11 dari 14 penelitian yang menilai katerisasi urin sebagai faktor risiko
memberikan bukti bahwa kateter urin tidak hanya meningkatkan resiko pengembangan
ISK, tetapi meningkatkan resiko ISK menjadi multidrug resistant.
- Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO)
- Intubasi dan pemakaian ventilator: meningkatkan kejadian “Ventilator Associated
Pneumonia” (VAP)
- Kanula vena dan arteri: phlebitis, IAD
- Luka bakar dan trauma
4. Implantasi benda asing
- Pemakaian mesh pada operasi hernia
- Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung
- Cerebrospinal fluid shunts
- Vascular prostheses
5. Perubahan mikroflora normal
Pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapt menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan
dan timbulnya bakteri resisten terhadap anti mikroba
Menurut irawan (2018) faktor risiko yang paling sering diidentifikasi adalah penggunaan
antibiotic, sebagaimana dibuktikan dalam 16 dari 20 penelitian yang mengevaluasi faktor
resiko ini. Rentang waktu yang digunakan untuk menentukan penggunaan antibiotic
sebelumnya berkisar dari 2 hingga 365 hari.

9
Menurut Sholihah (2017) infeksi saluran kemih/kencing merupakan penyakit infeksi yang
sering ditemukan di tempat praktik umum. Beberapa penelitian menunjukan adanya faktor
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISK seperti:
- Umur
- Jenis kelamin
Pada umumnya ISK sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki kemungkinan karna
uretra wanita lebih pendek sehingga mikroorganisme luar lebih mudah mencapai kandung
kemih dan juga letaknya dekat dengan daerah perianal dan vagina (Hermiyanty, 2016).
Angka kejadian ISK meningkat pada pasien berumur 40 tahun ke atas dengan puncak
tertinggi pada kelompok umur 50-59, dan sebagian besar pasien berjenis kelamin perempuan
(shirby, 2013 dalam Irawan, 2018)
- Berbaring lama
- Penggunaan obat immunosupresan dan steroid
- Pemasangan katerisasi
- Kebiasaan menahan kencing
- Kebersihan genetalia
- Dll

2.4. Patogenesis

Patogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari


patogenitas dan status pasien sendiri (host).
1. Peran patogenisitas bakteri.
Sejumlah flora saluran cerna termasuk E.coli diduga terkait dengan etiologi ISK.
Patogenisitas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari
lipopolisakarin (LPS). Hanya imunoglobulin serotype dari 170 serotipe O/E.coli yang
berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai
patogenisitas khusus (Weissman, 2007).
2. Peran bacterial attachment of mucosa.
Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang
mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada

10
umumnya P.fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel
epitel saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, 2004).
3. Peranan faktor virulensi lainnya.
Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin
seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF- 1), dan iron reuptake system
(aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin terikat pada kromosom dan
berhubungan dengan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen
plasmio (Sudoyo, 2009). Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk
mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase
mikroorganisme ini menunjukan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi diantara
individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda
dalam kandung kemih dan ginjal (Nguyen, 2008).
4. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
a. Faktor Predisposisi Pencetus ISK.
Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi peranan status saluran kemih
merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih
pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih.
Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan
struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa
obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat
peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter.
Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi
antibiotik.Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks
vesikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di
klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan atau tanpa
hipertensi (Pranawa et al, 2007).
b. Status Imunologi Pasien (host).
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor
mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK.

11
2.5. Patiofisiologi

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:

a. Penyebaran endogen, yaitu kontak langsung dari tempat terdekat


b. hematogen
c. limfogen
d. eksogen

Dua jalur utama masuknya bakteri ke saluran kemih adalah jalur hematogen dan
asending, tetapi asending lebih sering terjadi.
1. Infeksi hematogen (desending)
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah,
karena menderita suatu penyakit kronik, atau pada pasien yang sementara mendapat
pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen dapat juga terjadi akibat adanya fokus
infeksi di salah satu tempat. Contoh mikroorganisme yang dapat menyebar secara hematogen
adalah Staphylococcus aureus, Salmonella sp, Pseudomonas, Candida sp., dan Proteus sp.
Ginjal yang normal biasanya mempunyai daya tahan terhadap infeksi E.coli karena
itu jarang terjadi infeksi hematogen E.coli. Ada beberapa tindakan yang mempengaruhi
struktur dan fungsi ginjal yang dapat meningkatkan kepekaan ginjal sehingga mempermudah
penyebaran hematogen. Hal ini dapat terjadi pada keadaan sebagai berikut :
 Adanya bendungan total aliran urin
 Adanya bendungan internal baik karena jaringan parut maupun terdapatnya presipitasi
obat intratubular, misalnya sulfonamide
 Terdapat faktor vaskular misalnya kontriksi pembuluh darah
 Pemakaian obat analgetik atau estrogen
 Pijat ginjal
 Penyakit ginjal polikistik
 Penderita diabetes melitus
2. Infeksi asending
a. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina
Saluran kemih yang normal umumnya tidak mengandung mikroorganisme kecuali
pada bagian distal uretra yang biasanya juga dihuni oleh bakteri normal kulit seperti basil

12
difteroid, streptpkokus. Di samping bakteri normal flora kulit, pada wanita, daerah 1/3 bagian
distal uretra ini disertai jaringan periuretral dan vestibula vaginalis yang juga banyak dihuni
oleh bakteri yang berasal dari usus karena letak usus tidak jauh dari tempat tersebut. Pada
wanita, kuman penghuni terbanyak pada daerah tersebut adalah E.coli di samping
enterobacter dan S.fecalis. Kolonisasi E.coli pada wanita didaerah tersebut diduga karena :
 adanya perubahan flora normal di daerah perineum
 Berkurangnya antibodi lokal
 Bertambahnya daya lekat organisme pada sel epitel wanita
b. Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih
Proses masuknya mikroorganisme ke dalam kandunh kemih belum diketahui dengan
jelas. Beberapa faktor yang mempengaruhi masuknya mikroorganisme ke dalam kandung
kemih adalah :
1) Faktor anatomi
Kenyataan bahwa infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-
laki disebabkan karena :
 Uretra wanita lebih pendek dan terletak lebih dekat anus
 Uretra laki-laki bermuara saluran kelenjar prostat dan sekret prostat merupakan
antibakteri yang kuat
2) Faktor tekanan urin pada waktu miksi
Mikroorganisme naik ke kandung kemih pada waktu miksi karena tekanan urin. Selama
miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih setelah pengeluarann urin.
3) Faktor lain, misalnya
 Perubahan hormonal pada saat menstruasi
 Kebersihan alat kelamin bagian luar
 Adanya bahan antibakteri dalam urin
 Pemakaian obat kontrasepsi oral
c. Multiplikasi bakteri dalam kandung kemih dan pertahanan kandung kemih
Dalam keadaan normal, mikroorganisme yang masuk ke dalam kandung kemih akan
cepat menghilang, sehingga tidak sempat berkembang biak dalam urin. Pertahanan yang
normal dari kandung kemih ini tergantung tiga faktor yaitu :
1) Eradikasi organisme yang disebabkan oleh efek pembilasan dan pemgenceran urin

13
2) Efek anti bakteri dari urin, karena urin mengandung asam organik yang bersifat
bakteriostatik. Selain itu, urin juga mempunyai tekanan osmotik yang tinggi dan pH
yang rendah
3) Mekanisme pertahanan mukosa kandung kemih yang intrinsik
Mekanisme pertahanan mukosa ini diduga ada hubungannya dengan
mukopolisakarida dan glikosaminoglikan yang terdapat pada permukaan mukosa, asam
organik yang bersifat bakteriostatik yang dihasilkan bersifat lokal, serta enzim dan lisozim.
Selain itu, adanya sel fagosit berupa sel neutrofil dan sel mukosa saluran kemih itu sendiri,
juga IgG dan IgA yang terdapat pada permukaan mukosa. Terjadinya infeksi sangat
tergantung pada keseimbangan antara kecepatan proliferasi bakteri dan daya tahan mukosa
kandung kemih.
Eradikasi bakteri dari kandung kemih menjadi terhambat jika terdapat hal sebagai
berikut : adanya urin sisa, miksi yang tidak kuat, benda asing atau batu dalam kandung
kemih, tekanan kandung kemih yang tinggi atau inflamasi sebelumya pada kandung kemih.
d. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Hal ini disebabkan oleh refluks vesikoureter dan menyebarnya infeksi dari pelvis ke
korteks karena refluks internal. Refluks vesikoureter adalah keadaan patologis karena tidak
berfungsinya valvula vesikoureter sehingga aliran urin naik dari kandung kemih ke ginjal.
Tidak berfungsinya valvula vesikoureter ini disebabkan karena :
 Memendeknya bagian intravesikel ureter yang biasa terjadi secara kongenital
 Edema mukosa ureter akibat infeksi
 Tumor pada kandung kemih
 Penebalan dinding kandung kemih

2.6. Upaya pencegahan dan pengendalian

Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh manusia. Untuk
melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus pindah dari orang yang telah terkena
infeksi kepada orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut. Kuman mempunyai
banyak cara atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena infeksi untuk pindah dan
masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat memotong atau membendung jalan

14
ini, kita dapat mencegah penyakit menular. Kadang kita dapat mencegah kuman itu masuk
maupun keluar tubuh kita. Kadang kita dapat pula mencegah kuman tersebut pindah ke
orang lain.
Pada dasarnya ada 5 tahap pencegahan penyakit (5 level prevention), yaitu:
1. Health Promotion (Promosi kesehatan), yang meliputi
Pada tahap ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga keseimbangan proses bibit
penyakit, penjamu, dan lingkungan. Tindakan ini dilakukan pada orang yang sehat.
seperti:
- penyuluhan mengenai Infeksi Saluran Kemih beserta penyakit nya
- penyuluhan mengenai personal Hygiene beserta melakukan penerapannya seperti
setiap buang air kecil bersihkanlah dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi
kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rektum.
- pengelolaan faktor risiko yang mendasari terjadinya ISK seperti konstipasi kronik,
emkopresis dan inkontinensia urin pada siang dan malam hari.

2. Specific Protection (pencegahan spesifik), yang meliputi


pencegahan spesifik merupakan pencegahan tahap kedua dimana pada tahap ini
kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang spesifik untuk mencegah terjadinya
penyakit tertentu, dalam hal ini ISK, kegiatan yang dapat dilakukan yaitu:
- Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti bakteri akan
berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
- Memakai bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat
memperlancar sirkulasi udara.
- Minum air putih yang banyak.
- Gunakan air yang mengalir untuk membersihkan diri selesai berkemih.
- Buang air kecil sesudah berhubungan, hal ini membantu menghindari saluran urin
dari bakteri.
- tidak menahan kencing
- tidak duduk lama lama sesekali berdiri/ ganti posisi supaya tidak pegal/ nyeri
pinggul

15
3. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis segera)
Pencegahan tersier adalah pencegahan tingkat tiga, dimana pekerja sudah terpajan suatu
zat dan ada kemungkinan terkena gangguan kesehatan, yang harus dilakukan adalah:
- urinaliasis (Urinalisis adalah analisis fisik, kimia, dan mikroskopik terhadap urin.
Urinalisis berguna untuk untuk mendiagnosis penyakit ginjal atau infeksi saluran
kemih dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolik yang tidak berhubungan
dengan ginjal).
- Urin dip (merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit)
- radiologis
- USG
- scanning
- tes biokimia
4. Disability limitation (pembatasan kecacatan)
Merupakan tindakan pelaksanaan terapi yang adekuat pada pasiendengan penyakit yang
telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta
mengurangi terjadinya kecacatanyang akan timbul, seperti melakukan:
- cek kesehatan rutin
- radiologis
- USG
- scanning
- tes biokimia
- Lokalisasi infeksi
Tes ini dilakukan dengan indikasi:
 Setiap infeksi saluran kemih akut (pria atau wanita) dengan tanda – tanda
sepsis.
 Setiap episode infeksi saluran kemih (I kali) pada penderita pria.
 Wanita dengan infeksi rekurens yang disertai hipertensi dan penurunan faal
ginjal.
 Biakan urin menunjukkan bakteriuria pathogen polimikrobal.
-

16
5. Rehabilitation
Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mengembalikan pasien ke masyarakat
agar mereka dapat hidup dan bekerja secara wajar atau agar tidak membebani orang
lain, seperti melakukan:
- menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi pekerja
- meminum antibiotik
Antibiotika yang digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih terbagi dua, yaitu
antibiotika oral dan parenteral.
I. Antibiotika Oral
a. Sulfonamida
Antibiotika ini digunakan untuk mengobati infeksi pertama kali. Sulfonamida
umumnya diganti dengan antibiotika yang lebih aktif karena sifat resistensinya.
Keuntungan dari sulfonamide adalah obat ini harganya murah.
b. Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi dari obat ini memiliki efektivitas tinggi dalam melawan bakteri
aerob, kecuali Pseudomonas aeruginosa. Obat ini penting untuk mengobati
infeksi dengan komplikasi, juga efektif sebagai profilaksis pada infeksi
berulang. Dosis obat ini adalah 160 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam.
c. Penicillin
• Ampicillin adalah penicillin standar yang memiliki aktivitas spektrum
luas, termasuk terhadap bakteri penyebab infeksi saluran urin. Dosis ampicillin
1000 mg dan interval pemberiannya tiap 6 jam.
• Amoxsicillin terabsorbsi lebih baik, tetapi memiliki sedikit efek samping.
Amoxsicillin dikombinasikan dengan clavulanat lebih disukai untuk mengatasi
masalah resistensi bakteri. Dosis amoxsicillin 500 mg dan interval
pemberiannya tiap 8 jam.
d. Cephaloporin
Cephalosporin tidak memiliki keuntungan utama dibanding dengan antibiotika
lain yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih, selain itu obat ini

17
juga lebih mahal. Cephalosporin umumnya digunakan pada kasus resisten
terhadap amoxsicillin dan trimetoprim-sulfametoksazol.
e. Tetrasiklin
Antibiotika ini efektif untuk mengobati infeksi saluran kemih tahap awal. Sifat
resistensi tetap ada dan penggunannya perlu dipantau dengan tes sensitivitas.
Antibotika ini umumnya digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan
oleh chlamydial.
f. Quinolon
Asam nalidixic, asam oxalinic, dan cinoxacin efektif digunakan untuk
mengobati infeksi tahap awal yang disebabkan oleh bakteri E. coli dan
Enterobacteriaceae lain, tetapi tidak terhadap Pseudomonas aeruginosa.
Ciprofloxacin ddan ofloxacin diindikasikan untuk terapi sistemik. Dosis untuk
ciprofloxacin sebesar 50 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. Dosis
ofloxacin sebesar 200-300 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam.
g. Nitrofurantoin
Antibiotika ini efektif sebagai agen terapi dan profilaksis pada pasien infeksi
saluran kemih berulang. Keuntungan utamanya adalah hilangnya resistensi
walaupun dalam terapi jangka panjang.
h. Azithromycin
Berguna pada terapi dosis tunggal yang disebabkan oleh infeksi chlamydial.
i. Methanamin Hippurat dan Methanamin Mandalat
Antibiotika ini digunakan untuk terapi profilaksis dan supresif diantara tahap
infeksi.

II. Antibiotika Parenteral.


a. Amynoglycosida
Gentamicin dan Tobramicin mempunyai efektivitas yang sama, tetapi gentamicin
sedikit lebih mahal. Tobramicin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap
pseudomonas memilki peranan penting dalam pengobatan onfeksi sistemik yang
serius. Amikasin umumnya digunakan untuk bakteri yang multiresisten. Dosis

18
gentamicin sebesar 3-5 mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap 24 jam
dan 1 mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap 8 jam.
b. Penicillin
Penicillin memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati infeksi akibat
Pseudomonas aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering digunakan pada pasien
yang ginjalnya tidak sepasang atau ketika penggunaan amynoglycosida harus
dihindari.
c. Cephalosporin
Cephalosporin generasi kedua dan ketiga memiliki aktivitas melawan bakteri gram
negative, tetapi tidak efektif melawan Pseudomonas aeruginosa. Cephalosporin
digunakan untuk mengobati infeksi nosokomial dan uropsesis karena infeksi
pathogen.
d. Imipenem/silastatin
Obat ini memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram positif, negative,
dan bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang disebabkan enterococci dan
Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak dihubungkan dengan infeksi lanjutan
kandida. Dosis obat ini sebesar 250-500 mg ddengan interval pemberian tiap 6-8 jam.
e. Aztreonam
Obat ini aktif melawan bakteri gram negative, termasuk Pseudomonas aeruginosa.
Umumnya digunakan pada infeksi nosokomial, ketika aminoglikosida dihindari, serta
pada pasien yang sensitive terhadap penicillin. Dosis aztreonam sebesar 1000 mg
dengan interval pemberian tiap 8-12 jam.

Menurut PMK RI No. 27 Tahun 2017 pencegahan dan pengendalian merupakan upaya
memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari
sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas
kesehatan.
Pencegahan dan pengendalian Infeksi Saluran Kemi/Kencing (ISK) tersebut adalah:
1. Diagnosis infeksi saluran kemih
- Urin kateter terpasang >48 jam
- Gejala klinis: demam, sakit kepala suprapubik dan nyeri pada sudut costovertebra

19
- Kultur urin positif > 105 Coloni Forming Unit (CFU) dengan 1 atau 2 jenis
mikroorganisme dan Nitrit dan/atau leukosit esterase positif dengan carik celup
(dipstick)

2. Faktor risiko ISK


diagnosis ISK akan sulit dilakukan pada pasien dengan pemasangan kateter jangka
panjang, karena bakteri tersebut sudah berkolonisasi, oleh karna itu penegakan diagnosa
infeksi dilakukan dengan melihat tanda klinis pasien/pekerja sebagai acuan selain hasil
biakan kuman dengan jumlah >103-103 cfu/ml dinggap sebagai indikasi infeksi
a. Faktor risiko tersebut antara lain:
- Lama pemasangan kateter >6-30 hari berisiko menjadi infeksi
- gender wanita
- diabetes, malnutrisi, renal insufficiency
- monitoring urine out put
- posisi drainage kateter lebih rendah dari urine bag
- kontaminasi selama pemasangan kateter urine
- inkontinensia fekal (kontaminasi E. coli pada wanita)
- rusaknya sirkuit kateter urin
b. komponen kateter urin
- materi kateter : latex, silicone, silicone-elastomer, hydrogel-coated,
antimicrobial-coated, plastic
- ukuran kateter : 14-18 french (skala kateter)
- balon kateter : diisi cairan 30 cc
- kantong urin: 350-750 cc
c. indikasi pemasangan kateter urin menetap
- retensi urin akut atau obstruksi
- tindakan oprasi tertentu
- membantu penyembuhan perineum dan luka sacral pada pasien inkontinensia
- pasien bedrest dengan perawatan paliatif
- pasien immobilisasi dengan trauma atau operasi

20
- pengukuran urine out put pada pasien kritis
d. prosedur pemasangan kateter urine menetap
prosedur pemasangan kateter urine menetap dilakukan dengan teknik aseptic, sebelum
dimulai periksa semua peralatan kesehatan yang dibutuhkan terdiri dari:
1) sarung tangan steril
2) antiseptic non toxic
3) swab atau cotton wol
4) handuk kertas steril
5) gel lubrikasi anastesi
6) kateter urin sesuai ukuran
7) urine bag
8) syringe spuite

3. bundles pencegahan dan pengendalian ISK:


a. pemasangan urine kateter digunakan hanya sesuai indikasi
pemasangan kateter hanya dilakukan sesuai indikasi
b. lakukan kebersihan tangan
kebersihan tangan dilakukan dengan mematuhi 6 langkah cara cuci tangan, untuk
mencegah terjadi kontaminasi silang dari tangan petugas saat melakukan
pemasangan urine kateter
c. teknik insersi
teknik aseptik perlu dilakukan untuk mencegah kontaminasi bakteri pada saat
pemasangan kateter dan gunakan peralatan steril dan sekali pakai peralatan
kesehatansesuai ketentuan
d. pengambilan specimen
gunkan sarung tangan steril dengan teknik aseptik
e. pemeliharaan kateter urine
pasien dengan menggunakan kateter urine harus dilakukan perawatan kateter
dengan mempertahankan kesterilan.
f. melepaskan kateter

21
sebelum membuka kateter urine keluarkan cairan dari balon terlebih dahulu,
pastikan balon sudah mengempes sebelum ditarik untuk mencegah trauma, tunggu
selama 30 detik dan biarkan cairan mengalir mengikuti gaya gravitasi sebelum
menarik kateter untuk dilepaskan.

22
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Infeksi Saluran Kemih menjadi salah satu penyakit infeksi yang berbahaya bagi manusia
yang dimana kelompok yang rentan terkena penyakit infeksi ini ialah wanita ,bayi, dan usia
lansia. Seseorang terkena Infeksi Saluran Kencing ketika virulensi meningkat atau pertahanan
inang menurun, adanya inokulasi bakteri dan kolonisasi, maka infeksi pada saluran kemih dapat
terjadi yang di ikuti faktor risiko di dalamnya.

Saran
Perlu dilakukannya pencegahan dengan cara menjaga kebersihan dari setiap individu agar
terhindar dari berbagai penyakit khususnya Infeksi Saluran Kemih dan penanggulangan terhadap
Infeksi Saluran Kemih harus terus di lakukan agar angka kejadian ISK tidak terus bertambah
bahkan dapat menurun di Indonesia.

23
DAFTAR PUSTAKA

Dr Edison. 2015. Faktor Resiko. Bagan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas

Hermiyanty. 2016. Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih di Bagian Rawat Inap RSU

Mokopido Tolitoli Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Tadulako. Vol. 2 No. 2, Juli 2016

Irawan E & Mulyana H. 2018. Faktor –Faktor Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK).

Prosiding Seminar Nasional dan Diseminasi Penelitian Kesehatan.

STIKes Bakti Husada Tasikmalaya, 21 April 2018. ISBN: 978-602-

72636-3-5

Musdalipah. 2018. Identifikasi Drug Related Problem (Drp) Pada Pasien Infeksi Saluran

Kemih Di Rumah Sakit Bhayangkara Kendari. Jurnal Kesehatan. 11(1)

Mosesa PA, DKK. 2017. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Kemih Pada Pasien Poliklinik Penyakit Dalam RSU

GMIM Pancaran Kasih Manado . Jurnal Media Kesehatan .9(3)

Nguyen HT. 2008. Bacterial of The Genitourinary Tract. Smith’s General Urology 17th

ed. Newyork: McGraw Hill Companies. 193-5.

Pranawa, DKK. 2007. Infeksi Saluran Kemih. Surabaya: Airlangga University Press.

230-33.

Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang

Pencegahan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Rowe, T. A., & Juthani-Mehta, M.2013. Urinary tract infection in older adults. Aging

Health, 9(5), 519–528. https://doi.org/10.2217/ahe.13.38

24
Sari,P R dan Muhartono. 2016. Angka Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) Dan Faktor

Resiko Yang Mempengaruhi Pada Karyawan Wanita Di Universitas

Lampung. Majority. 7(3)

Septra PK, DKK. 2015. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015.

Ikatan Ahi Urologi Indonesia (IAUI)

Sholihah H A. 2017. Analisis Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) Oleh

Bakteri Uropatogen di Puskesmas Ciputat dan Pamulang Pada Agustus-

Oktober 2017. Universitas Islam Negeri Jakarta

Sudoyo AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 5. Jakarta: Internal

Publishing. 1008-14.

Sukandar E. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI. 553-7.

Utami. 2017. Infeksi Salurn Kemih. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Weissman SJ. 2007. Host Pathogen Interactions and Host Defense Mechanism. Newyork:

Lippincott Williams and Wilkins Publisher. 817-26.

25

Anda mungkin juga menyukai