Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada

Pasien dengan Hemel cc Gastritis Erosive

Disusun Oleh:

Kelompok 7

Dini Herlina Mutiara (04329570317016)


Ega Ogiyan Putri (04329570317020)
Putri Maulida Duana (04329570317048)
Syifa Fauziyah (04329570317060)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

Jl. R.A Kartini No. 66 Kota Bekasi 17113 Telp (021) 8834 5064

April , 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah “Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat pada Pasien dengan Hemel cc Gastritis Erosive” dengan baik dan lancar. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok yang diberikan oleh dosen
pembimbing mata kuliah “Keperawatan Kegawatdaruratan”.

Makalah Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Hemel cc Gastritis
Erosive ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu
pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat
memahami tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Hemel cc
Gastritis Erosive dengan benar. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan, tidak lupa penulis sampaikan
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep, pemikiran
dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati,
saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari pembaca guna meningkatkan
pembuatan makalah pada tugas lain dan pada waktu mendatang.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……..........................................................................… i

DAFTAR ISI...................……......................…..........................................… ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...............…........................................................… 1


1.2 Rumusan Masalah ..............….................................................….. 1
1.3 Tujuan ……………………………............................................
…............... 2
1.4 Manfaat
………………………………………………………….............................
. 2
BAB II Pembahasan

2.1 kasus keperawatan ……….………………...........…..............………....................... 3

2.2 Anatomi fisiologi ……………….…..............................…………........................... 4

2.3 Etiologi Hematemesis……………………..........................…..…..………............... 6

2.4 Manifestasi klinis ………..........…..…………….................................................. 9

2.5 Komplikasi ................................................................................................ 11

2.6 Patofisiologi .............................................................................................. 14

2.7 Pathway.................................................................................................... 16

2.8 pemeriksaan penunjang .......................................................................... 18

2.9 penaktalaksanaan ................................................................................... 20

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan ………………………………………………….. . 43

3.2 Saran …………………………………..………………………. 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah
yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis
melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA)
dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh
dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif atau ulkus peptikum. 86 % dari angka kematian akibat pendarahan SCBA
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berasal dari pecahnya varises esofagus
akibat penyakit sirosis hati dan hepatoma
Di Indonesia sebagian besar (70-85%) hemetemesis disebabkan oleh pecahnya varises
esofagus yang terjadi pada pasien sirosis hati sehingga prognosisnya tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Perdarahan akibat sirosis hati disebabkan oleh gangguan
fungsi hati penderita, alkohol, obat-obatan, virus hepatitis dan penyakit bilier. Pendarahan
SCBA dapat bermanifestasi sebagai hematemesis, malena, atau keduanya. Walaupun
perdarahan akan berhenti dengan sendirinya, tetapi sebaiknya setiap pendarahan saluran
cerna dianggap sebagi suatu keaadaan serius yangs setiap saat dapat membahayakan
pasien. Setiap pasien dengan pendarahan harus dirawat di rumah sakit tanpa kecuali,
walaupun pendarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus ditanggulangi secara
saksama dan dengan optimal untuk mencegah pendarahan lebih banyak, syok hemoragik,
dan akibat lain yang berhubungan dengan pendarahan tersebut, termasuk kematian pasien.
(Dwaney, 2012).
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien
hematemesis melena.
2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan definisi hematemesis melena.
b. Mampu menyebutkan etiologi hematemesis melena.
c. Mampu menjelaskan patofisiologi hematemesis melena.
d. Mampu menyebutkan manifestasi klinis hematemesis melena.
e. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang hematemesis melena.
f. Mampu menyebutkan penatalaksanaan kasus hematemesis melena.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
a. Meningkatkan pengetahuan tentang hematemesis melena.
b. Meningkatkan pengetahuan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dari Hematemesis
Melena.
c. Menambah referensi pustaka bagi mahasiswa tentang hematemesis melena.
BAB II

KASUS DAN PEMBAHASAN

2.1 Kasus
- Tn. B (25 thn) masuk IGD karena ”berak darah dan muntah darah”. Dx medis : Hemel cc
gastritis erosive. Klien mengatakan memiliki riwayat gastritis sejak 3 tahun yang lalu, nyeri
pada bagian perut, cepat lelah saat melakukan aktifitas. Data yang didapatkan 2 mg SMRS
berak darah, warna kehitaman, encer, TD = 90/60 mmHg, N = 112 x/mnt, P = 22 x/mnt S=
38oC, kesadaran kompos mentis, akral hangat, pucat (+).
2.2 Pembahasan
I. Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ
yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
( Kus. 2008)
a) Mulut

Mulut (Abadi 2010)


Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada Mulut
biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir di anus. (Abadi, 2010).
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat
di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin
dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,
terdiri dari berbagai macam bau. (Pearce, 2009).
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan
tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis. (Abadi. 2010)
b) Tenggorokan (Faring)

Tenggorokan (lynda.2008)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari


bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel)
yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi. (Kus, 2008).
c) Kerongkongan (Esofagus)
1. Anatomi. Esofagus adalah tuba muskular, panjangnya sekitar 9 sampai 10
inci (25 cm) dan berdiameter 1 inci (2,54 cm). esofagus berawal pada area
laringofaring, melewati diafragma dan hiatus esofagus (lubang) pada area
sekitar vertebra toraks kesepuluh, dan membuka ke arah lambung.
2. Fungsi. Esofagus menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui
gerak peristalsis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mukus
untuk melumasi dan melindungi esofagus. Esofagus tidak memproduksi
enzim pencernaan.
d) Lambung

Lambung (lynda.2008)
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. (Kus. 2008). Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-
sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri. (Kus. 2008).
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e) Usus halus (usus kecil)

Usus halus (lynda.2008)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. (Syaifudin. 2010)

f) Usus besar
Usus besar (lynda.2008)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna


beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare. (lynda.2008).

Menurut Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta:
EGC.

1. Usus besar mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang
tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.
2. Usus besar hanya memproduksi mukus. Sekresinya tidak mengandung enzim
atau hormon pencernaan.
3. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan
memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga
memproduksi vitamin (K, riboflavin, dan tiamin) dan berbagai gas.
4. Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses.
a. Air mencapai 75% sampai 80% feses. Sepertiga materi padatnya adalah
bakteri dan sisanya yang 2% sampai 3% adalah nitrogen, zat sisa organik
dan anorganik dari sekresi pencernaan, serta mukus dan lemak.
b. Feses juga mengandung sejumlah materi kasar, atau serat dan selulosa
yang tidak tercerna. Warna coklat berasal dari pigmen empedu; bau
berasal dari kerja bakteri.
g) Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing (syaifudin, 2010).

h) Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). (Lynda, 2008).

i) Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan


yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). (Lynda.2008)

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum


akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
(Syaifudin. 2010).

II. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran
makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau
kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga
dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
(syaifudin,2010)
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun
dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling
sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena.
Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai
patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan
perawatan segera di rumah sakit.
III.Etiologi

Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejenum dan
melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit
terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya
darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan
untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis
dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera
di rumah sakit. (Syaifudin.2010) Etiologi dari Hematemesis melena adalah :

1. Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan.


2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum,keganasan dan
lain-lain.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lain-lain.

Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan
bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam
perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian
atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan
rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (syaifudin, 2010).

IV. Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah
muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena),
mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut
jantungmeningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati
kronis(sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara
38-39oC nyeri pada lambung/perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi
perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb danHt
(anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat, nyeri dada, dan pusing yang tampak
setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan
dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus (purwadianto & Sampurna, 2000).
Gejala yang ada yaitu:
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
V. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah koma hepatik
(suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan
intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok
hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan
darah menurun), aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang
masuk saluran napas), anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan
tidak disadari).

VI. Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esofagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya
tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar
(dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan
perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah
tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika
perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan
mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini
merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian
awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan
disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme anaerob, dan terbentuk
asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh,
dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

VII. Pathway

Pathway (syaifudi.2010)

VIII. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
lambung dan duodenum.

Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah


1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari
ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya
segera setelah hematemesis berhenti.

2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat
tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan
endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi,
aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada
perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung,
pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.

3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati


Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas.

IX. Penatalaksanaan
Bila pasien memuntahkan darah maka sumber cedera di bagian atas saluran
pencernaan seperti esofagus, duodenum dan lambung. Muntahan darah segar di
hubungkan dengan perdarahan varises esofagus yang merupakan vena besar. Keadaan
tersebut terjadi sabagai penyulit penyakit hati berat, seperti alkoholisme menahun.
Sokong sirkulasi penderita dengan darah Ringer Laktat dan oksigen: penderita dapat
merasakan.
Muntah darah segar dengan riwayat berak hitam menggambarkan ulkus yang
berdarah yang tak semendesak perdarahan varices esofagus. Pengeluaran darah segar
dalam feses atau setelah buang air besar merupakan tanda perdarahan saluran cerna
bawah akibat hemoroid, divertikula, penyakit keganasan atau polip. (Sayaifudin.2010)
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya dirawat di rumah sakit  untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian
atas meliputi :

1. Pengawasan dan pengobatan umum


a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif (penenang) morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
c. Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis  selama
belum tersedia darah.
d. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
f. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
g. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
h. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik.
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air 
pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin).
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises
dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos
sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube.
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik.
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
6. Tindakan operasi.
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan
berhenti dan fungsi hari membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus, antara lain :
a. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R)
yang langsung disuntikkan intravena.

b. Endoscopic band ligator.


Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut:
a. Laser photo coagulation
b. Diathermy coagulation
c. Adrenalin injection
d. Sclerotheraphy injection. (Lynda.2008)
X. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Primer dan Sekunder
 Pengkajian Primer
1. Airway
Klien tidak sesak nafas. Tidak ada bunyi wheezing. Jalan napas klien
terbebas dari sumbatan benda padat.
2. Breathing
Inspeksi : RR 22 x/menit; reguler; tidak ada retraksi intercostalis;
tidak ada gerakan otot bantu pernapasan saat klien bernapas;
pengembangan dada simetris antara dada kanan dan kiri.
Palpasi : taktil fremitus antara paru kanan dan paru kiri sama
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan
3. Circulation
TD: 90/60 mmHg, N: 112 x/menit, lemah, capillary refill < 2 detik,
akral hangat, sianosis (-), konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik.
4. Disability
 Kesadaran kompos mentis
 GCS klien: 15 (E4V5M6)
 Klien mengatakan perut terasa nyeri:
P: Klien mengatakan nyeri bertambah ketika perut ditekan dan
berkurang dengan posisi tidur setengah duduk
Q: Klien mengatakan nyeri seperti terbakar
R: Klien mengatakan nyeri di area ulu hati
S: Klien mengatakan nyeri dengan skala 5
T: Klien mengatakan nyeri hilang timbul, sekali nyeri ± 10-15
detik.

5. Exposure
- Suhu tubuh klien 38oC
- Tidak terdapat jejas pada seluruh tubuh klien.
6. Folley Catheter
7. Gastric Tube
8. Heart Monitor
 Pengkajian Sekunder
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 112x/menit
Frekuensi napas : 22x/menit
Suhu tubuh : 38oC
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Inspeksi : Kepala mesochepal; kulit kepala bersih, tidak
berketombe, berwarna hitam; tidak terdapat lesi
pada kulit kepala dan wajah; kulit wajah berwarna
sawo matang (tidak pucat)

Palpasi : Tidak ada benjolan di area kepala dan tidak ada


laporan nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada
kepala.

b. Mata
Inspeksi : Konjungtiva anemis; sclera tidak ikterik; pupil
isokor; tidak ada lesi pada kulit sekitar mata.

Palpasi : Tidak ada benjolan pada area mata dan tidak ada
laporan nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada
area mata.

c. Telinga
Inspeksi : Telinga bersih; tidak ada lesi pada kulit area
telinga; tidak ada pembengkakan pada area
telinga; kedua telinga klien dapat mendengar
dengan baik.

Palpasi : Tidak ada benjolan dan laporan nyeri tekan saat


dilakukan palpasi pada area telinga.

d. Hidung
Inspeksi : Tidak ada lesi pada kulit area hidung; warna kulit
hidung sawo matang; tidak ada pembengkakan
pada area hidung; tidak ada napas cuping hidung.

Palpasi : Tidak ada benjolan pada area hidung; tidak ada


laporan nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada
area hidung.

e. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir lembab; mukosa bibir berwarna
merah muda; mulut simetris; tidak ada lesi pada
area mulut.

Palpasi : Tidak ada benjolan dan laporan nyeri tekan saat


dilakukan palpasi pada area mulut.

f. Leher
Inspeksi : Tidak ada lesi pada kulit leher; tidak ada
pembengkakan pada area leher; warna kulit leher
sawo matang; tidak ada deviasi trachea.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe; tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid; tidak ada benjolan
pada area leher; tidak ada laporan nyeri tekan saat
dilakukan palpasi; kelenjar istmus naik ketika
klien menelan.

g. Dada
1) Pulmo
Inspeksi : RR: 22 x/menit; reguler; tidak ada retraksi
intercostalis; tidak ada gerakan otot bantu
pernapasan saat klien bernapas; pengembangan
dada simetris antara dada kanan dan kiri.
Palpasi : taktil fremitus antara paru kanan dan paru kiri
sama
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan
2) Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba pada rongga


intercostal kelima kiri pada garis medio-
klavikularis (LMCS)

Perkusi : Terdengar bunyi redup yang memanjang


dari garis medio-klavikularis di ruang
intercostals ketiga sampai kelima.

Auskultasi : Terdengar bunyi jantung I dan II murni


tanpa adanya bunyi murmur.

h. Abdomen
Inspeksi : Perut datar; tidak ada jaringan parut pada kulit
perut.

Auskultasi: Peristaltik usus 10 kali/5menit.

Perkusi :Terdengar bunyi timpani pada area lambung dan


usus pada kuadran kiri atas dan kuadran kanan serta
kiri bawah; terdengar bunyi dullness atau pekak pada
kuadran kanan atas.

Palpasi : tidak ada massa; tidak ada pembesaran jaringan


hati; ada laporan nyeri tekan pada area ulu hati.

i. Ekstremitas
5 5❑
 Kekuatan otot / ❑
5 5
(1) Ekstremitas atas
Tidak ada lesi/fraktur, capillary refill < 2 detik, turgor kulit
elastic, akral hangat.

(2) Ekstremitas bawah


Tidak ada lesi/fraktur, capillary refill < 2 detik, turgor kulit
elastic, akral hangat.

j. Genitalia
Tidak dilakukan pengkajian
3. Cairan dan Nutrisi
Klien mengatakan bahwa beliau tidak mengalami penurunan nafsu
makan, sebelum masuk RS terakhir kali klien makan mie instan.
4. Eliminasi
Klien mengatakan bahwa frekuensi BAK normal. Klien BAB sebanyak
2 kali. BAB berdarah, berwarna hitam dan encer.
B. Analisa Data

No Data Fokus Masalah Etiologi

1. DS: Risiko kekurangan perdarahan


- Klien mengatakan pusing, volume cairan dan aktif, muntah
lemas dan muntah darah 1-2
elektrolit darah
kali.
- Klien mengatakan frekuensi,
warna, bau saat BAK normal.
- Klien mengatakan BAB
berdarah, berwarna hitam,
encer
DO:
- TD: 90/60 mmHg
- HR : 112 x/menit
- RR : 22 x/menit
Turgor kulit baik, mukosa mulut
lembab

2. DS : Gangguan rasa cedera mukosa


- Klien mengatakan memiliki nyaman: nyeri akut. lambung
riwayat gastritis sejak 3 tahun
yang lalu
- Klien mengatakan perut terasa
nyeri
P: Klien mengatakan nyeri
bertambah ketika perut
ditekan dan berkurang
dengan posisi tidur setengah
duduk
Q: Klien mengatakan nyeri
seperti terbakar
R: Klien mengatakan nyeri di
area ulu hati
S: Klien mengatakan nyeri
dengan skala 5
T: Klien mengatakan nyeri
hilang timbul, sekali nyeri ±
10-15 detik
DO:
- Wajah klien meringis ketika
perut di palpasi
- TD: 90/60 mmHg
- HR : 112 x/menit
- RR : 22 x/menit
3. DS: ketidak seimbangan infeksi
-klien mengatakan bab nya encer volume cairan dan hepatitis,
dan bercampur darah elektrolit peradangan
- klien mengatakan malas minum hati dan
- klien nampak lemas nekrosis sel-
DO: sel hati,
perdarahan
-turgo kulit tidak elastis lambung,
-mata cekung muntah darah
-konjungtiva pucat, keringat dan BAB
dingin darah
-mukosa bibir pucat dan kering

C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d perdarahan aktif, muntah
darah.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d cedera mukosa lambung.
3. Risiko perubahan nutrisi kuarang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu
makan, mual dan masukan tidak adekuat
D. Intervensi Keperawatan
XI. Algoritma Triage

Anda mungkin juga menyukai