Disusun Oleh:
Kelompok 7
Jl. R.A Kartini No. 66 Kota Bekasi 17113 Telp (021) 8834 5064
April , 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah “Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat pada Pasien dengan Hemel cc Gastritis Erosive” dengan baik dan lancar. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok yang diberikan oleh dosen
pembimbing mata kuliah “Keperawatan Kegawatdaruratan”.
Makalah Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Hemel cc Gastritis
Erosive ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu
pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat
memahami tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Hemel cc
Gastritis Erosive dengan benar. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan, tidak lupa penulis sampaikan
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep, pemikiran
dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati,
saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari pembaca guna meningkatkan
pembuatan makalah pada tugas lain dan pada waktu mendatang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……..........................................................................… i
DAFTAR ISI...................……......................…..........................................… ii
BAB I PENDAHULUAN
ii
BAB III Penutup
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien
hematemesis melena.
2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan definisi hematemesis melena.
b. Mampu menyebutkan etiologi hematemesis melena.
c. Mampu menjelaskan patofisiologi hematemesis melena.
d. Mampu menyebutkan manifestasi klinis hematemesis melena.
e. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang hematemesis melena.
f. Mampu menyebutkan penatalaksanaan kasus hematemesis melena.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
a. Meningkatkan pengetahuan tentang hematemesis melena.
b. Meningkatkan pengetahuan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dari Hematemesis
Melena.
c. Menambah referensi pustaka bagi mahasiswa tentang hematemesis melena.
2
BAB II
2.1 Kasus
- Tn. B (25 thn) masuk IGD karena ”berak darah dan muntah darah”. Dx medis : Hemel cc
gastritis erosive. Klien mengatakan memiliki riwayat gastritis sejak 3 tahun yang lalu,
nafsu makan berkurang, nyeri pada bagian perut. Data yang didapatkan 2 mg SMRS berak
darah, warna kehitaman, encer, TD = 90/60 mmHg, N = 112 x/mnt, P = 22 x/mnt S= 38 oC,
kesadaran kompos mentis, akral hangat, pucat (+).
2.2 Pembahasan
I. Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ
yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
( Kus. 2008)
a) Mulut
3
dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,
terdiri dari berbagai macam bau. (Pearce, 2009).
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan
tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis. (Abadi. 2010)
b) Tenggorokan (Faring)
Tenggorokan (lynda.2008)
4
untuk melumasi dan melindungi esofagus. Esofagus tidak memproduksi
enzim pencernaan.
d) Lambung
Lambung (lynda.2008)
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. (Kus. 2008). Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-
sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri. (Kus. 2008).
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5
e) Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. (Syaifudin. 2010)
f) Usus besar
6
Usus besar (lynda.2008)
Menurut Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta:
EGC.
1. Usus besar mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang
tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.
2. Usus besar hanya memproduksi mukus. Sekresinya tidak mengandung enzim
atau hormon pencernaan.
3. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan
memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga
memproduksi vitamin (K, riboflavin, dan tiamin) dan berbagai gas.
4. Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses.
a. Air mencapai 75% sampai 80% feses. Sepertiga materi padatnya adalah
bakteri dan sisanya yang 2% sampai 3% adalah nitrogen, zat sisa organik
dan anorganik dari sekresi pencernaan, serta mukus dan lemak.
b. Feses juga mengandung sejumlah materi kasar, atau serat dan selulosa
yang tidak tercerna. Warna coklat berasal dari pigmen empedu; bau
berasal dari kerja bakteri.
g) Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing (syaifudin, 2010).
7
h) Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). (Lynda, 2008).
II. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran
makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau
kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga
dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
(syaifudin,2010)
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun
dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling
sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena.
Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai
patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.
8
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan
perawatan segera di rumah sakit.
III.Etiologi
Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejenum dan
melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit
terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya
darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan
untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis
dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera
di rumah sakit (Syaifudin.2010). Etiologi dari Hematemesis melena adalah :
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan
bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam
perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian
atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan
rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (syaifudin, 2010).
9
setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan
dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus (purwadianto & Sampurna, 2000).
Gejala yang ada yaitu:
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
V. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah koma hepatik
(suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan
intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok
hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan
darah menurun), aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang
masuk saluran napas), anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan
tidak disadari).
VI. Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esofagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya
tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar
(dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan
perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah
tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika
perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan
mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini
10
merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian
awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan
disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme anaerob, dan terbentuk
asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh,
dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.
VII. Pathway
Pathway (syaifudi.2010)
11
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya
segera setelah hematemesis berhenti.
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat
tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan
endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi,
aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada
perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung,
pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.
IX. Penatalaksanaan
Bila pasien memuntahkan darah maka sumber cedera di bagian atas saluran
pencernaan seperti esofagus, duodenum dan lambung. Muntahan darah segar di
hubungkan dengan perdarahan varises esofagus yang merupakan vena besar. Keadaan
tersebut terjadi sabagai penyulit penyakit hati berat, seperti alkoholisme menahun.
Sokong sirkulasi penderita dengan darah Ringer Laktat dan oksigen: penderita dapat
merasakan.
Muntah darah segar dengan riwayat berak hitam menggambarkan ulkus yang
berdarah yang tak semendesak perdarahan varices esofagus. Pengeluaran darah segar
dalam feses atau setelah buang air besar merupakan tanda perdarahan saluran cerna
bawah akibat hemoroid, divertikula, penyakit keganasan atau polip. (Sayaifudin.2010)
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian
atas meliputi :
12
1. Pengawasan dan pengobatan umum
a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif (penenang) morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
c. Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama
belum tersedia darah.
d. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
f. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
g. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
h. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik.
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air
pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin).
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises
dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos
13
sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube.
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik.
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
6. Tindakan operasi.
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan
berhenti dan fungsi hari membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus, antara lain :
a. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R)
yang langsung disuntikkan intravena.
14
b. Endoscopic band ligator.
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut:
a. Laser photo coagulation
b. Diathermy coagulation
c. Adrenalin injection
d. Sclerotheraphy injection. (Lynda.2008)
X. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Primer dan Sekunder
Pengkajian Primer
1. Airway
Klien tidak sesak nafas. Tidak ada bunyi wheezing. Jalan napas klien
terbebas dari sumbatan benda padat.
2. Breathing
Inspeksi : RR 22 x/menit; reguler; tidak ada retraksi intercostalis;
tidak ada gerakan otot bantu pernapasan saat klien bernapas;
pengembangan dada simetris antara dada kanan dan kiri.
Palpasi : taktil fremitus antara paru kanan dan paru kiri sama
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan
3. Circulation
TD: 90/60 mmHg, N: 112 x/menit, lemah, capillary refill < 2 detik,
akral hangat, sianosis (-), konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik.
4. Disability
Kesadaran kompos mentis
GCS klien: 15 (E4V5M6)
Klien mengatakan perut terasa nyeri:
P: Klien mengatakan nyeri bertambah ketika perut ditekan dan
berkurang dengan posisi tidur setengah duduk
Q: Klien mengatakan nyeri seperti terbakar
R: Klien mengatakan nyeri di area ulu hati
S: Klien mengatakan nyeri dengan skala 5
15
T: Klien mengatakan nyeri hilang timbul, sekali nyeri ± 10-15
detik.
5. Exposure
- Suhu tubuh klien 38oC
- Tidak terdapat jejas pada seluruh tubuh klien.
6. Folley Catheter
Pasien tidak terpasang kateter.
7. Gastric Tube
Pasien tidak terpasang selang NGT.
8. Heart Monitor
Pasien tidak terpasang EKG.
Pengkajian Sekunder
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 112x/menit
Frekuensi napas : 22x/menit
Suhu tubuh : 38oC
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Inspeksi : Kepala mesochepal; kulit kepala bersih, tidak
berketombe, berwarna hitam; tidak terdapat lesi
pada kulit kepala dan wajah; kulit wajah berwarna
sawo matang (tidak pucat)
b. Mata
Inspeksi : Konjungtiva anemis; sclera tidak ikterik; pupil
isokor; tidak ada lesi pada kulit sekitar mata.
16
Palpasi : Tidak ada benjolan pada area mata dan tidak ada
laporan nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada
area mata.
c. Telinga
Inspeksi : Telinga bersih; tidak ada lesi pada kulit area
telinga; tidak ada pembengkakan pada area
telinga; kedua telinga klien dapat mendengar
dengan baik.
d. Hidung
Inspeksi : Tidak ada lesi pada kulit area hidung; warna kulit
hidung sawo matang; tidak ada pembengkakan
pada area hidung; tidak ada napas cuping hidung.
e. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir lembab; mukosa bibir berwarna
merah muda; mulut simetris; tidak ada lesi pada
area mulut.
f. Leher
Inspeksi : Tidak ada lesi pada kulit leher; tidak ada
pembengkakan pada area leher; warna kulit leher
sawo matang; tidak ada deviasi trachea.
17
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe; tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid; tidak ada benjolan
pada area leher; tidak ada laporan nyeri tekan saat
dilakukan palpasi; kelenjar istmus naik ketika
klien menelan.
g. Dada
1) Pulmo
Inspeksi : RR: 22 x/menit; reguler; tidak ada retraksi
intercostalis; tidak ada gerakan otot bantu
pernapasan saat klien bernapas; pengembangan
dada simetris antara dada kanan dan kiri.
Palpasi : taktil fremitus antara paru kanan dan paru kiri
sama
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan
2) Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
h. Abdomen
Inspeksi : Perut datar; tidak ada jaringan parut pada kulit
perut.
18
Auskultasi: Peristaltik usus 10 kali/5menit.
i. Ekstremitas
5 52
Kekuatan otot /
5 55
(1) Ekstremitas atas
Tidak ada lesi/fraktur, capillary refill < 2 detik, turgor kulit
elastic, akral hangat.
(2) Ekstremitas bawah
Tidak ada lesi/fraktur, capillary refill < 2 detik, turgor kulit
elastic, akral hangat.
j. Genitalia
Tidak dilakukan pengkajian
3. Cairan dan Nutrisi
Klien mengatakan bahwa beliau mengalami penurunan nafsu makan.
4. Eliminasi
Klien mengatakan bahwa frekuensi BAK normal. Klien BAB sebanyak
2 kali. BAB berdarah, berwarna hitam dan encer.
B. Analisa Data
19
berdarah, berwarna hitam, encer
DO:
- TD: 90/60 mmHg
- HR : 112 x/menit
- RR : 22 x/menit
Turgor kulit baik, mukosa mulut
lembab
DO:
Meluasnya
20
- Klien tampak lemas jaringan fibrosis
- Porsi makan tampak tidak
dihabiskan
Hipertensi portal
Terbentuknya
varises esofagus,
lambung,
pembesaran limfe,
dan asites
Pembuluh ruptur
Perdarahan
lambung
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan aktif, muntah darah.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut berhubungan dengan cedera mukosa
lambung.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake dan output yang tidak adekuat.
21
D. Intervensi Keperawatan
6. Pertahankan tirah
baring dan tinggikan
kepala tempat tidur.
Kolaborasi:
a. Berikan cairan RL 20
tetes
b. Berikan obat-obatan
sesuai indikasi
(analgetik, antiemetik)
c. Monitor hasil
laboratorium
22
menjadi 3 2. Observasi adanya tanda
2. Wajah klien nyeri nonverbal
nampak rileks (ekspresi wajah, postur
3. TTV dalam rentang tubuh, merintih,
normal menangis, perubahan
4. Klien dapat nadi tekanan darah)
mempraktikkan 3. Pantau tanda-tanda vital
relaksasi nafas 4. Ajarkan teknik
dalam untuk relaksasi nafas dalam
mengurangi nyeri dengan menarik nafas
yang dirasakan. lewat hidung ± 3
hitungan dan
dihembuskan 3
hitungan lewat mulut.
Kolaborasi
1. Pantau dan catat
respon pasien/efek
dari terapi obat
analgetik
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Mandiri
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan, 1. Monitor mual dan
kebutuhan tubuh selama 1x24 jam, muntah
berhubungan diharapkan nutrisi 2. Kaji intake output
dengan intake dan klien dapat terpenuhi 3. Anjurkan makan
output yang tidak dengan kreteria hasil: sedikit tapi sering
adekuat. - Peningkatan 4. Anjurkan klien untuk
berat badan. tidak makan makanan
- Tidak ada tanda- yang terlalu asam,
tanda malnutrisi. pedas, dan berlemak.
- Porsi makan Kolaborasi
habis. 1. Berikan obat-obatan
sesuai indikasi
(analgetik, antiemetik)
2. Konsultasi dengan ahli
gizi makanan yang
baik untuk dikonsumsi
oleh klien.
23
24
XI. Algoritma Triase
Merah
tidak ya
Hitam Merah
atau
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja
yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan
bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara
darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna
seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. (syaifudin,2010).
Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejenum dan
melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit
terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah
yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk
menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit
(Syaifudin.2010).
26
DAFTAR PUSTAKA
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
https://www.academia.edu/38365728/
LP_dan_ASKEP_HEMATEMESIS_MELENA_KEL_baru.docx
27