Anda di halaman 1dari 53

5

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. F DENGAN


UNSTABLE ANGINA PECTORIS (UAP) DD NSTEMI RBBB DI
IGD RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA

DISUSUN OLEH:

DEFITRI SARININGTYAS 21118108


FITRIA PUJI RAHAYU 21118114
MIDA AULIA NURWINA 21118122
PUTRI NUR ARIYANTI 21118178
PUSPA INDAH PUTRI V 21118162
SILVI HANIPAH 21118132

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayat-Nya penulisan dan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
klien Tn. F dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) dd NSTEMI RBBB di IGD Rumah Sakit
Pusat Pertamina” dapat terselesaikan. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata ajar
keperawatan kritis program profesi ners STIKes PERTAMEDIKA.
1. Kepala ruangan dan perawat di Ruang IGD RSPP yang telah membimbing kami selama
dinas.
2. Seluruh dosen mata ajar keperawatan gadar yang telah membimbing dalam menyelesaikan
makalah ini.
3. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik dalam bentuk materi dan
non materi.
4. Teman-teman yang sudah bersedia membantu.
5. Dan semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak
membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan tugas akhir ini masih belum sempurna dan
banyak kekurangan. Karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah
ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan asuhan keperawatan kardiovaskuler.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Desember 2019

Kelompok

DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................3

i
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
Latar Belakang.............................................................................................................................3
Rumusan Masalah........................................................................................................................4
Tujuan Studi Kasus......................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................6
LANDASAN TEORI.......................................................................................................................6
KONSEP ANGINA PECTORIS..................................................................................................6
TINJAUAN TEORI N-STEMI..................................................................................................22
KONSEP PENYAKIT RBBB....................................................................................................34
BAB III..........................................................................................................................................39
TINJAUAN KASUS.....................................................................................................................39
PENGKAJIAN...........................................................................................................................39
ANALISA DATA.......................................................................................................................43
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN.............................................................................46
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI........................................................................................51
BAB IV..........................................................................................................................................55
PENUTUP.....................................................................................................................................55
Kesimpulan................................................................................................................................55
Saran...........................................................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Serangan jantung dalam pengertian umum merupakan istilah populer untuk
sindroma koroner akut (SKA). Berdasarkan gambaran elektrokardiografi (EKG),
sindroma koroner akut dibagi menjadi 2 subset yaitu SKA dengan elevasi segmen ST
(STEMI) dan tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Substet SKA tanpa elevasi segmen ST
dibagi lagi dalam 2 bentuk, yaitu angina pektoris tidak stabil dan infark miokard akut
tanpa elevasi segmen ST.

Angina pektoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan episode atau
paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan atau sakit dada yang khas yaitu
seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri
yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti.

Di Amerika Serikat setiap tahun 1 (satu) juta klien dirawat di rumah sakit karena
angina pektoris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark
jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.

Angina pektoris tak stabil (unstable angina pectoris, selanjutnya disebut UAP)
dan infark miokard infark akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction,
selanjutnya disebut NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan
kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan
keduanya tidak berbeda.

Diperkirakan 5,3 juta kunjungan per tahun adalah keluhan dengan nyeri dada,
yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada klien yang datang ke
IGD (Arifin,Gunawan, 2004).

Dari data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan


Indonesia tahun 2007 diketahui bahwa, 31,9% kematian di Indonesia disebabkan oleh
PKV termasuk stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah perifer. Berbagai faktor
risiko PKV seperti hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, kurang
berolahraga, obesitas dan stress, kurang disadari oleh masyarakat. Prevalensi hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7%, tetapi hanya 23,9% saja dari populasi ini yang menyadari
dirinya mengidap hipertensi dan menerima pengobatan. Hal serupa terjadi pada diabetes
mellitus, yang prevalensinya di Indonesia mencapai 5,7%. Kebiasaan berolah raga setiap
hari 30 menit atau makan sayur dan buah lima kali sehari jarang diterapkan oleh
masyarakat Indonesia. Sebaliknya kebiasaan buruk merokok masih sangat tinggi, dan
tidak ada penurunan bermakna dari tahun ke tahun. Pola Hidup Sehat yang kurang
dipahami atau diabaikan oleh masyarakat, mengakibatkan PKV tidak hanya terjadi pada
kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi menengah ke atas, tetapi juga pada
kelompok sosial ekonomi rendah (miskin/tidak mampu) dan usia produktif. Di sisi lain,
perbaikan kualitas dan pemerataan pelayanan kesehatan membuat usia harapan hidup
semakin panjang, sehingga prevalensi penyakit degeneratif khususnya PKV di Indonesia
diprediksikan akan terus meningkat. Oleh karena tingginya angka prevalensi penyakit
jantung dan pembuluh darah maka penulis akan membahas tentang penyakit yang
berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah. Yaitu diantaranya NSTEMI (non ST
elevasi miokard infark), UAP (Unstable Angina Pectoris), ALI (Acute Limb Ischemia)
dan DVT (Deep Vein Thrombosis).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar teori UAP?
2. Bagaimana konsep dasar teori NSTEMI?
3. Bagaimana konsep dasar teori RBBB?
4. Bagaimana kasus asuhan keperawatan pada Ny. S dengan UAP dd Nstemi RBBB di
IGD RSPP?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memperluas wawasan mahasiswa mengenai
Asuhan Keperawatan UAP DD NSTEMI RBBB dan untuk memenuhi tugas
Keperawatan Gawat Darurat.

2. Tujuan khusus
a. Mengetahui dan memahami penyakit UAP
b. Mengetahui dan memahami penyakit NSTEMI
c. Mengidentifikasi analisis data dan diagnosa keperawatan pada klien UAP Disertai
Dengan NSTEMI
d. Mengidentifikasi rencana keperawatan pada klien UAP Disertai Dengan NSTEMI
e. Mengidentifikasi aplikasi tindakan keperawatan pada klien UAP Disertai Dengan
NSTEMI
f. Mengidentifikasi pelaksanakan evaluasi keperawatan pada klien UAP Disertai
Dengan NSTEMI

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan atau mengembangkan ilmu
keperawatan kritis khususnya asuhan keperawatan pada klien Tn. F dengan UAP
DD NSTEMI RBBB.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data bagi peneliti
berikutnya khususnya yang terkait dengan asuhan keperawatan pada klien Tn. F
dengan UAP DD NSTEMI RBBB.
2. Bagi Unit Kerja dan Rumah Sakit
a. Bagi perawat diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan pada klien Tn. F dengan UAP DD NSTEMI RBBB.
b. Bagi rumah sakit diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bagan bagi
kepala ruangan dalam melakukan monitoring tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien Tn. F dengan UAP DD NSTEMI RBBB.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP ANGINA PECTORIS

1. Definisi
Angina Pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi
sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak kuat ke sel-sel miokardium.
Masyarakat awam biasanya menyebutnya Angin duduk atau Masuk angina duduk.
Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu
iskemik miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya
berguna untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun patogenesa
angina mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard
dan bersifat sementara atau reversibel. Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis
dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau
terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada
waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. Angina pektoris adalah suatu
sindroma klinis yang ditandai dengan episode atau paroksisma nyeri atau perasaan
tertekan di dada depan. Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah
retrosternum.

2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 13 juta orang memiliki penyakit jantung iskemik, lebih
dari 6 juta memiliki angina pektoris stabil, dan lebih dari 7 juta dengan infark
miokard. Diet tinggi lemak dan kalori, merokok, dan gaya hidup yang
sedentarysangat berkaitan dengan terjadinya penyakit 2 jantung iskemik ini. Di
Amerika dan Eropa, penyakit jantung iskemik lebih sering terjadi pada kelompok
masyarakat dengan penghasilan rendah daripada kelompok masyarakat dengan

6
7

tingkat penghasilan menengah ke atas (yang melakukan gaya hidup sehat) (European
Society of Cardiology, 2006).
Di Indonesia, penyakit sistem sirkulasi darah (SSD) menurut ICD-10 yaitu
penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai
penyebab utama kematian umum pada tahun 2000 dari hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 200 1 sebesar 26,3% kematian. Proporsi kematian semakin
meningkat dengan bertambahnya umur dan meningkat nyata pada usia 35 tahun ke
atas. Penyakit sistem sirkulasi darah sebagai penyebab kematian lebih tinggi di
perkotaan daripada di pedesaan (31% vs 23,7%) namun hampir tidak berbeda
menurut ienis kelamin.

Prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah (ICD 120-199) berdasarkan


wawancara dan pemeriksaan fisik oleh dokter umum hasil studi morbiditas dan
disabilitas SKRT 2001 menunjukkan 4,2% pada populasi semua umur. Lebih tinggi
pada perempuan (4,9% vs 3,4%) dan lebih tinggi di pedesaan (4,4% : 4,0%).

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004 menunjukkan diantara


penduduk Indonesia umur 2-15tahun, prevalensi sakit jantung (angina pectoris)
berdasarkan informasi pernah didiagnosis sakit jantung oleh tenaga kesehatan selama
hidupnya sebesar 1,3% dan yang pernah diobati sebesar 0,9%. Pengalaman sakit
jantung (angina pectoris) menurut gejala dilaporkan oleh 5-1 per 1000 penduduk
umur 5-21 tahun di mana 93% di antaranya tidak tercakup oleh sistem pelayanan
kesehatan. Menurut data SKRT 2004, prevalensi penyakit jantung berdasarkan
keterangan pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan pada penduduk umur 15 tahun
sebesar 2,2% dan prevalensi gejala penyakit jantung dalaln 1 tahun terakhir sebesar
8,4 %.

3. Etiologi Angina Pectoris


Angina pectoris dapat terjadi bila otot jantung memerlukan asupan oksigen
yang lebih pada waktu tertentu, misalnya pada saat bekerja, makan, atau saat sedang
mengalami stress. Jika pada jantung mengalami penambahan beban kerja, tetapi
8

suplay oksigen yang diterima sedikit, maka akan menyebabkan rasa sakit pada
jantung. Oksigen sangatlah diperlukan oleh sel miokard untuk dapat
mempertahankan fungsinya. Oksigen yang didapat dari proses koroner untuk sel
miokard ini,telah terpakai sebanyak 70 - 80 %, sehingga wajar bila aliran koroner
menjadi meningkat.

4. Arterosklerosis
Aterosklerosis (atherosclerosis) adalah kondisi dimana material lemak
menumpuk pada dinding pembuluh darah arteri. Material lemak ini semakin tebal
dan semkin keras (membentuk deposit kalsium), dan akhirnya dapat menyumbat
arteri. Aterosklerosis merupakan salah satu jenis arteriosklerosis (arteriosclerosis),
walaupun kedua istilah tersebut seringkali disamakan penggunaannya.
Aterosklerosis adalah gangguan yang umum yang secara spesifik menyerang
arteri medium dan arteri besar. Aterosklerosis terjadi jika lemak, kolesterol, dan
bahan-bahan lainnya menumpuk di dinding arteri dan membentuk struktur keras
yang disebut plak (plaque). Akhirnya plak dapat menjadikan arteri menyempit dan
tidak lentur, sehingga darah susah untuk mengalir. Hal ini dapat menyebabkan nyeri
dada (stable angina), sesak nafas, serangan jantung dan gejala-gejala lainnya.
Kepingan-kepingan plak bisa pecah dan berpindah melalui arteri yang terserang
menuju pembuluh darah yang lebih kecil, menyumbatnya dan menyebabkan
kerusakan jaringan atau kematian jaringan. Ini merupakan penyebab yang umum dari
serangan jantung dan stroke.
Penggumpalan atau pembekuan darah dapat terjadi di sekitar celah retakan plak
sehingga menyebabkan penyumbatan aliran darah. Jika gumpalan berpindah dalam
arteri di jantung, otak, atau paru-paru, sehingga dapat menyebabkan, serangan
jantung, stroke, atau penyumbatan paru-paru. Dalam beberapa kasus, plak
aterosklerosis berkaitan dengan melemahnya dinding arteri sehingga menyebabkan
pembengkakan pembuluh darah (aneurysm).
9

5. Patogenesis Aterosklerosis
a. Endotel menarik lebih banyak sel polimorfonuklear dan monosit ke dalam ruang
subendotel (intima dinding pembuluh darah).
b. Makrofag bekerja sebagai sel scavenger dan mulai mengambil LDL oksidasi
dalam jumlah banyak. Selama proses berlanjut, makrofag akhirnya berubah
menjadi sel busa (Foam Cells).
c. Hasil dari akumulasi oleh banyaknya serum lipoprotein pada dinding intima
pembuluh darah disebut Fatty Streak.
d. Sel otot polos bertanggung jawab pada endapan matriks ekstraseluler jaringan
ikat, lipid ekstraseluler dan sisa jaringan nekrotik. Sehingga limfosit dan kolagen
10

menyisip ke otot pembuluh darah untuk menghalangi terjadinya negative


remodeling dari sel otot polos dan membentuk Fibrous Cap.
e. Lipid mengendap masuk ke dalam ruang ekstraseluler dan mulai bergabung
membentuk inti lipid(Lipid core).
f. Fibroblas dan sel – sel otot polos bermigrasi dan membentuk fibroatheroma
dengan lipid core pada bagian dalam dan fibrous cap pada bagian luarnya.
g. Rupturnya fibrous cap yang diakibatkan oleh thrombosis merupakan penyebab
ACS (acute coronary syndrome). ACS bisa terjadi karena banyaknya kandungan
lipid pada lipid core, tipisnya fibrous cap dan meningkatnya aktivitas leukosit
pada bagian tepi plak.

(1) Faktor-faktor resiko aterosklerosis antara lain :


- Diabetes

- Banyak minum alkohol

- Tekanan darah tinggi

- Kadar kolesterol dalam darah tinggi

- Banyak makan makanan berlemak tinggi

- Bertambahnya usia

- Obesitas (kegemukan)
11

- Sejarah penyakit jantung dalam keluarga

- Merokok

(2) Gejala-Gejala Aterosklerosis


Gejala-gejala aterosklerosis biasanya tidak muncul sampai aliran darah
mulai terbatas atau terhambat. Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain:
- Pembengkakan pembuluh aorta perut (abdominal aortic aneurysm)
- Penyakit arteri koroner

- Penyakit ginjal

- Iskemia arteri mesenteric (mesenteric artery ischemia)

- Penyakit arteri perifer(peripheral artery disease, PAD)

- Stenosis arteri ginjal (renal artery stenosis, RAS)

- Hipertensi (tekanan darah tinggi)

- Stroke (penyakit cerebrovascular)

- Pembengkakan pembuluh aorta dada (thoracic aortic aneurysm, TAA)

(3) Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat aterosklerosis antara lain:
- Penyakit jantung koroner

- Kerusakan organ (seperti ginjal, otak, hati dan usus)

- Serangan jantung

- Stroke

- Terlalu sedikit darah di tungkai dan kaki

- Serangan iskemik sesaat (transient ischemic attack, TIA)

(4) Pencegahan Aterosklerosis


Untuk mencegah aterosklerosis serta komplikasinya (seperti penyakit jantung dan
stroke), anda harus menganut pola hidup sehat, diantaranya:
12

- Makan makan sehat seimbang. Hindari makanan berlemak, banyak makan


sayuran dan buah.
- Olahraga secara teratur, 30 menit sehari.

- Usahakan dan jaga berat badan normal.

- Periksa profil lipida darah secara berkala.

- Tidak minum alkohol.

- Tidak merokok.

- Jika anda mengidap diabetes, penyakit jantung atau stroke, rawat penyakit
anda dengan baik.

6. Aorta insufisiensi

Insufisiensi adalah suatu keadaan dimana katup kehilangan fungsi yang normal
dan gagal menghambat kembali darah setelah kontraksi dari setiap ruang jantung
atau refluks darah dari aorta adendens ke dalam ventrikel selama diastole.
Insufisiensi aorta adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri dari aorta selama
diastole.

Insufisiensi aorta adalah suatu keadaan dimana terjadi refluk (aliran balik)
darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi .Insufisiensi aorta adalah
penyakit katup jantung dimana katup aorta atau balon melemah, mencegah katup
menutup erat-erat. Hal ini menyebabkan mundurnya aliran darah dari aorta
(pembuluh darah terbesar) ke dalam ventrikel kiri . Etiologi Insufisiensi darah dari
aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 3 macam kelainan artifisial, yaitu :

1) Dilatasi pangkal aorta seperti yang ditemukan pada:

a. Penyakit kolagen
b. Aortitis sifilitika
c. Diseksi aorta
2) Penyakit katup artifisial
a. Penyakit jantung reumatik
13

b. Endokarditis bakterialis
c. Aorta artificial congenital
d. Ventricular septal defect (VSD)
e. Ruptur traumatik
f. Aortic left ventricular tunnel
3) Genetik
a. Sindrom marfan
b. Mukopolisakaridosis
c. Spasmus arteri coroner
d. Anemi berat.

7. Spasme Arteri Koroner (Angina Prinzmetal)


Angina Prinzmetal’s (salah satu varian angina) adalah jenis angina yang
kurang lazim yang disebabkan oleh spasme (kekejangan) satu atau lebih arteri
koroner.Nyeri dada akan terjadi, hampir selalu ketika Arida sedang istirahat, dan
berbagai irama jantung abnormal sering diasosiasikan dengan spasme. Sering sekali,
spasme arteri muncul bersamaan dengan stenosis arteri koroner yang melandasinya.
Dalam kasus yang hebat, spasme arteri koroner dapat menyebabkan serangan
jantung. Akan terapi, dalam kebanyakan kasus, berbagai pengobatan sangat efektif
dalam pengobaran spasme arteri koroner.

8. Anemia Berat
Penyakit Anemia atau kurang darah adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah
merah (Hemoglobin) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Hemoglobin
yang terkandung di dalam Sel darah merah berperan dalam mengangkut oksigen dari
paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Seorang klien dikatakan
anemia apabila konsentrasi Hemoglobin (Hb) pada laki-laki kurang dari 13,5 G/DL
dan Hematokrit kurang dari 41%, Pada perempuan konsentrasi Hemoglobin kurang
dari 11,5 G/DL atau Hematocrit kurang dari 36%

9. Patofisiologi Angina Pectoris


14

Angina pectoris merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran darah
ke arteri miokard berkurang sehingga ketidakseimbangan terjadi antara suplay O2 ke
miokardium yang dapat menimbulkan iskemia, yang dapat menimbulkan nyeri yang
kemungkinan akibat dari perubahan metabolisme aerobik menjadi anaerob yang
menghasilkan asam laktat yang merangsang timbulnya nyeri.
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply
oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan
penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara
pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang
bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis.

Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering


ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen
juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei
koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung.
Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat
ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.

10. Manifestasi Klinis


a. Nyeri seperti diperas, diikat atau tertekan (biasanya tidak menusuk), terjepit,
terasa panas di daerah perikardium, sternal, atau substernum dada, kemungkinan
menyebar ke lengan, permukaan dalam tangan kiri, permukaan ulnar jari manis
dan jari kelingking, rahang bawah, atau thoraks yang menghilang selama 2-10
menit.
b. Rasa sesak, tercekik dan kualitas yang terus-menerus.
c. Rasa lemah atau baal di lengan atas, pergelangan tangan dan tangan yang
menyertai nyeri
d. Pada angina stabil dan tidak stabil, nyeri biasanya berkurang dengan istirahat.
Angina Prinzmental tidak mereda dengan istirahat tetapi biasanya menghilang
selama 5 menit.
15

e. Tercetus oleh
- Latihan fisik, dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan
oksigen jantung
- Pajanan terhadap dingin, dapat mengakibatkan basokonstriksi dan
peningkatan tekanan darah, disertai dengan peningkatan kebutuhan oksigen
- Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesenterik
untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaaan darah untuk suplai
jantung (pada jantung yang sudah sangan parah, pintasan darah untuk
pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk)
- Stress atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan
frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan meningkatnya
tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung juga meningkat.
- Tanda utama adalah depresi segmen ST pada elektrokardiogram (EKG)
selama serangan.
- Pemeriksaan klinik sistem kardiovaskular dan elektrokardiogram di antara
waktu serangan biasanya normal.
16

11. Klasifikasi Angina Pektoris


a. Angina Pectoris Stabil
Pada nekropsi biasanya didapatkan aterosklerosis koroner. Pada keadaan ini,
obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti waktu
istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah yang dapat
melewati obstruksi tersebut, akan tetapi iskemik dan timbul gejala angina. Angina
pektoris akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat meningkatkan denyut jantung,
tekanan darah dan atatus inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan bertambah
seperti pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan yang banyak.
- Sakit dada timbul setelah melakukan aktivitas.
- Lamanya serangan biasanya kurang dari 10 menit.
- Bersifat stabil tidak ada perubahan serangan dalam angina selama 30
hari.
- Pada phisical assessment tidak selalu membantu dalam menegakkan
diagnosa.

b. Angina Pectoris Tidak Stabil


Unstable angina (angina tak stabil / ATS) Istilah lain yang sering digunakan
adalah Angina preinfark, Angina dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner
akut atau Sindroma koroner pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu
keadaan yang dapat berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya
dengan angina stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat
istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik
miokard yang mempunyai ciri tersendiri.
Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan karakteristik frekuensi
berat dan lamanya meningkat.
- Timbul waktu istirahat/kerja ringan.
- Fisical assessment tidak membantu.
- EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi.
17

c. Angina Variant
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat
penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru
menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner baik
pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner
yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai
penurunan aliran darah arteri koroner.
Angina yang terjadi spontan umumnya waktu istirahat dan pada waktu
aktifitas ringan. Biasanya terjadi karena spasme arteri koroner EKG deviasi
segment ST depresi atau elevasi yang timbul pada waktu serangan yang
kemudian normal setelah serangan selesai.

12. Pemeriksaan Diagnostik


Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa utama untuk penderita angina
pectoris meliputi :
a. Nyeri berhubungan dengan ischemia miokardium
1) Curah jantung menurun berhubungan dengan gangguan kontraksi
2) Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian
b. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan deficit knowledge.
Diagnosa angina pectoris terutama didapatkan dari anamnese mengenai riwayat
penyakit, karena diagnosa pada angina sering kali berdasarkan adanya keluhan
sakit dada yang mempunyai cirri khas sebagai berikut :
1) Letaknya, seringkali klien merasakan adanya sakit dada di daerah sternum
atau dibawah sternum, atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke
lengan kiri kadang-kadang dapat menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke
lengan kanan.
2) Kualitas, sakit dada pada angina biasanya timbul pada waktu melakukan
aktivitas. Sakit dada tersebut segera hilang bila klien menghentikan
aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu tidur malam.
3) Lamanya, serangan sakit dada biasanya berlangsung 1 – 5 menit, walaupun
perasaan tidak enak di dada masih dapat terasa setelah sakit dada hilang .
18

bila sakit dada berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin klien mendapat
serangan infark miokard akut dan bukan disebabkan angina pectoris biasa.

Dengan anamnese yang baik dan teliti sudah dapat disimpulkan mengenai
tinggi rendahnya kemungkinan penderita tersebut menderita angina pectoris
stabil atau kemungkinan suatu angina pectoris tidak stabil. Ada 5 hal yang
perlu digali dari anamnese mengenai angina pectoris yaitu : lokasinya,
kualitasnya, lamanya, factor pencetus, factor yang bisa meredakan nyeri dada
tersebut.

13. Pemeriksaan Diagnosa Angina Pectoris


a. Elektro Kardio Gram
Gambaran elektrokardiogram (EKG) yang dibuat pada waktu istirahat dan bukan
pada waktu serangan angina seringkali masih normal. Gambaran EKG kadang-kadang
menunjukkan bahwa klien pernah mendapat infark miokard pada masa lampau.
Kadang-kadang EKG menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada klien hipertensi
dan angina. Kadang-kadang EKG menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang
T yang tidak khas. Pada waktu serangan angina, EKG akan menunjukkan adanya
depresi segmen ST dan gelombang T menjadi negatif.
1) Holter Monitor
Holter monitor merupakan alat praktis yang mampu memantau berbagai
aktivitas listrik selama 24 jam untuk menilai irama jantung, posisi ruang
jantung, dan evaluasi terapi (pemasangan pacemaker). Bila terdapat keluhan
berupa pusing, pingsan, tekanan darah rendah, lelah berkepanjangan atau
berdebar tanpa adanya perubahan pada pemeriksaan EKG saat istirahat.
Alat ini dapat berguna untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung
(aritmia) atau kejadian epileptic (EEG) yang sulit diketahui bila dipantau
dalam jangka pendek. Bersamaan dengan perekaman, klien mencatat aktivitas
dan keluhan yang muncul saat perekaman.
Alat ini menggunakan elektroda yang dipasangkan di dada yang
dihubungkan ke alat yang berfungsi menyimpan informasi mengenai
aktivitas listrik jantung selama periode perekaman.
19

Prosedur pemasangan holter monitor antara lain :


- Elektroda ECG dipasang pada dada dan disambungkan dengan kabel
lead.
- Monitor ECG dengan ukuran kecil dibawa sepanjang masa
perekaman.
- Klien diberitahu agar elektroda harus selalu terpasang, tidak
membasahi elektroda, tidak menggunakan peralatan elektronik dan
alat yang menggunakan magnet selama masa perekaman agar tidak
mengganggu sinyal EKG, mencatat adanya gejala dan aktivitas yang
dilakukan selama masa perekaman, dan menghubungi dokter atau
rumah sakit bila terdapat masalah selama perekaman.
2) Angiografi Curone
Angiogram, yang pada dasarnya sinar x dari arteri koroner, telah menjadi
tes diagnostik yang paling akurat untuk menunjukkan keberadaan dan luasnya
penyakit koroner. Dalam prosedur ini, digunakan tabung fleksibel (kateter)
yang panjang dan tipis untuk melakukan manuver ke dalam arteri yang
terletak di lengan atau pangkal paha. Kateter ini akan dilewatkan lebih lanjut
melalui arteri ke salah satu dari dua arteri koroner utama. Sebuah pewarna
disuntikkan pada waktu itu untuk membantu sinar x “melihat” jantung dan
arteri lebih jelas. Banyak sinar x singkat dibuat untuk menciptakan sebuah
“film” darah mengalir melalui arteri koroner, yang akan mengungkapkan
penyempitan yang mungkin dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke
otot jantung dan gejala terkait angina.
3) Stres Testing
Bagi banyak orang dengan angina, hasil elektrokardiogram saat istirahat
tidak akan menunjukkan adanya kelainan. Karena gejala angina terjadi
selama stress (latihan fisik), fungsi jantung mungkin perlu dievaluasi di
bawah tekanan fisik dari latihan. Tes stres dilakukan bersamaan dengan EKG
sebelum, selama, dan setelah latihan untuk mencari kelainan terkait stress
(latihan fisik). Tekanan darah juga diukur selama uji stres.
4) Foto Rontgen Dada
Foto rontgen dada seringkali menunjukkan bentuk jantung yang normal,
tetapi pada klien hipertensi dapat terlihat jantung yang membesar dan kadang-
kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.
20

14. Penatalaksanaan Angina Pectoris


Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris :
a) Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian meningkatkan
kuantitas hidup.
b) Mengurangi symptom dan frekwensi serta beratnya ischemia, dengan demikian
meningkatkan kualitas hidup.
Prinsip penatalaksanaan angina pectoris adalah : meningkatkan pemberian oksigen
(dengan meningkatkan aliran darah koroner) dan menurunkan kebutuhan oksigen (dengan
mengurangi kerja jantung).

15. Terapi Farmakologis untuk anti angina


a) Penyekat Beta
Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan
kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung,
kontraktilitas, tekanan di arteri dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek
samping biasanya muncul bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat
beta antara lain : atenolol, metoprolol, propranolol, nadolol.
b) Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi
symptom angina pectoris, disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan
antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui pengurangan
preload sehingga terjadi pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu
masalah penggunaan nitrat jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat.
Untuk mencegah terjadinya toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas
nitrat yang cukup yaitu 8 – 12 jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah : amil nitrit,
ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.
c) Kalsium Antagonis
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran
kalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah sehingga
terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan sistemik. Kalsium
antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan
21

resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat kalsium antagonis adalah amlodipin,


bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, verapamil.

16. Terapi Non Farmakologis


Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung
antara lain : klien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia dan
naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas
dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress
untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembulu
darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat
kompetitif, agresif atau ambisius.
22

B. TINJAUAN TEORI N-STEMI

1. Definisi N-STEMI
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung
koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri dari
infark miokard akut dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST
(ST Elevation Myocard Infark/ STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen
ST (Non STEMI) dan angina pektoris tidak stabil (APTS) (Andra, 2006). Sindrom
koroner akut adalah fenomena di mana aliran darah menuju ke jantung berkurang
secara dramatis. Penyakit ini merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan dan
kesehatan. Serangan jantung dan nyeri dada seperti tertindih benda berat merupakan
manifestasi yang biasa terjadi akibat sindrom koroner akut.

NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen


ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan
iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan
perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan. (Sylvia,2008). NSTEMI adalah
infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan mengembangkan oklusi
lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri koroner utama yang sebelumnya
terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot
jantung.

NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri koroner
utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan
ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan
jantung. Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi
total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk
mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling
sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur
pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja
terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi
23

konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.

2. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi
karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri
koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini
biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous
cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam
lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan
limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sel sitokin proinflamasi , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang
pengeluaranaseperti TNF hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2010).
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan antara
suplai dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat dalam
ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke miokard,
melalui lima mekanisme dibawah ini :
a. Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang disebabkan
oleh trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu dan biasanya
nonoklusif. Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari
plak yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya
markers miokard pada klien-klien NSTEMI.

Trombus/plak oklusif juga dapat menyebabkan sindroma ini namun dengan


suplai darah dari pembuluh darah kolateral. Patofisiologi molekuler dan seluler
paling sering yang menyebabkan plak aterosklerotik terganggu adalah inflamasi
arterial yang disebabkan oleh proses non infeksi (mis, lipid teroksidasi), dapat
pula oleh stimulus proses infeksi yang menyebabkan ekspansi dan destabilisasi
plak, ruptur atau erosi, dan trombogenesis. Makrofag yang teraktivasi dan limfosit
T yang berada pada plak meningkatkan ekspresi enzim-enzim seperti
24

metalloproteinase yang menyebabkan penipisan dan disrupsi plak yang dapat


menyebabkan NSTEMI.

b. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu oleh
spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial (Prinzmetal’s
angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular
dan atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada
puncak obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang berasal dari
campuran kondisi tersebut atau NSTEMI/UA. Obstruksi koroner dinamik dapat
pula disebabkan oleh disfungsi mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat
disfungsi endotel atau konstriksi abnormal dari pembuluh darah kecil intramural.
c. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi pada
klien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah percutaneous
coronary intervention (PCI).
d. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-wanita
peripartum).
e. UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Klien
dengan UA sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan
atherosklerotik koroner yang membatasi perfusi miokard dan sering memiliki
angina kronik stabil. UA sekunder dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti
peningkatan kebutuhan oksigen miokard (demam, takikardia, tirotoksikosis),
penurunan aliran darah koroner (hipotensi) atau penurunan pasokan oksigen
miokard (anemia atau hipoksemia).

3. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan
dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya
terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST,
namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari
penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah
25

dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri


koroner mungkin juga bertanggung jawab.
a. Faktor resiko
1) Yang tidak dapat diubah yaitu :
a) Umur
b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
c) laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang
lebih muda dari usia 65 tahun).
d) Hereditas
e) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Yang dapat diubah
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi
lemak jenuh, kalori.
b) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress
psikologis berlebihan.
b. Faktor penyebab
a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
b) Obstruksi dinamik (spasme coroner atau vasokontriksi)
c) Obstruksi mekanik yang progresif
d) Inflamasi dan atau inflamasi
e) Faktor atau keadaan pencetus

4. Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik :
1) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
2) Pada klien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa
tanpa disertai nyeri dada.

5. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada klien NSTEMI, adalah :
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
26

inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal


jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias

6. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana awal klien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
a. Memeriksa tanda-tanda vital
b. Mendapatkan akses intra vena
c. Merekam dan menganalisis EKG
d. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
e. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta
pemeriksaan koagulasi.
f. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk
mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat masuk, jika
normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada klien
dengan onset < 6 jam dan pada klien pasca infark < 2minggu dengan iskemik berulang
untuk mendeteksi reinfark atau infark periprosedural.
Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:
a. Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)
b.Aspirin 160 mg (dikunyah)
c. Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila masih nyeri dada.
d.Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.
27

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Biomarker Jantung :
1) Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat
penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma
Koroner Akut (SKA).Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas
99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal
sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1.
2) Perbedaan troponin T dengan troponin I:
a. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen
inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
b. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi
mengikat tropomiosin.
Kardiak troponin (Tn T dan Tn I) memegang peranan penting dalam
diagnosis dan stratifikasi resiko, dan dapat membedakan NSTEMI dengan UA.
Troponin lebih spesifik dan sensitif dibandingkan enzim jantung tradisional
lainnya seperti creatine kinase (CK), isoenzim CK yaitu CKMB dan mioglobin.
Peningkatan troponin jantung menggambarkan kerusakan selular miokard yang
mungkin disebabkan oleh embolisasi distal oleh trombus kaya platelet dari plak
yang ruptur atau mengalami erosi.
Pada kondisi iskemik miokard (nyeri dada, perubahan EKG, atau
abnormalitas gerakan dinding jantung yang baru), peningkatan troponin
mengindikasikan adanya infark miokard.2,3 Pada klien-klien dengan infark
miokard, peningkatan awal troponin muncul dalam 4 jam setelah onset gejala.
Troponin dapat tetap meningkat sampai dua minggu akibat proteolisis aparatus
kontraktil. Nilai cut off untuk infark miokard adalah kadar troponin jantung
melebihi persentil 99 dari nilai referensi normal (batas atas nilai normal).3
Kondisi-kondisi mengancam nyawa lainnya yang menunjukkan gejala nyeri dada
seperti aneurisma diseksi aorta atau emboli pulmonal, dapat juga menyebabkan
peningkatan troponin dan harus selalu dipertimbangkan sebagai diferensial
diagnosis. Peningkatan troponin jantung juga dapat terjadi pada injuri miokard
yang tidak berhubungan dengan pembuluh koroner.
28

Gambar 3. Waktu rilisnya berbagai biomarker setelah infark miokard

1. EKG (T Inverted dan ST Depresi)


EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam penilaian
klien-klien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10 menit setelah
kontak medis pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh dokter. Karakteristik
abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah depresi segmen ST
atau elevasi transient dan atau perubahan pada gelombang T (inversi gelombang T,
gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal). Jumlah lead yang
menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi segmen ST mengindikasikan
luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi dengan prognosis.
Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV merupakan hal yang
penting dan spesifik dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST > 2 mm
meningkatkan resiko mortalitas. Inversi gelombang T juga sensitif untuk iskemik
namun kurang spesifik, kecuali bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan bermakna. Jika EKG
inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan sebaiknya dilakukan saat
klien mengalami gejala dan gambaran EKG ini dibandingkan dengan gambaran EKG
saat klien dalam kondisi asimtomatis.
Perbandingan dengan EKG sebelumnya akan sangat bernilai pada klien-klien
dengan kelainan jantung terdahulu, seperti hipertropi ventrikel kiri atau infark
miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya diulangi setidaknya pada 3 jam (6-
9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke rumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi nyeri
dada berulang atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat diulangi
secepatnya. Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan
kemungkinan NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks atau
29

iskemik ventrikel kanan terisolasi dapat luput dari gambaran EKG 12 lead, namun
dapat terdeteksi pada lead V7-V9 dan pada lead V3R dan V4R.

Gambar 1. Inversi Gelombang T

Gambar 2. Depresi segmen ST

2. Echo Cardiografi pada Klien Non-ST Elevasi Miokardial Infark


a. Area Gangguan
b. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada
prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume
akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan
apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.

3. Angiografi koroner (Coronari angiografi)


Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila klien mengalami
derajat stenosis 50% padaklien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila klien
mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada klien harus di intervensi dengan
pemasangan stent.

8. Pemeriksaan Imaging
30

Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal klien masuk ke rumah sakit,
sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri dada dan sekaligus sebagai
skrining kongesti paru yang akan mempengaruhi prognosis. Pemeriksaan ekokardiografi
dan doppler sebaiknya dilakukan setelah hospitalisasi untuk menilai fungsi global
ventrikel kiri dan abnormalitas gerakan dinding regional. Ekokardiografi juga diperlukan
untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri dada. Cardiac magnetic resonance (CMR)
dapat menilai fungsi dan perfusi jantung skaligus mendeteksi bekas luka pada jaringan,
namun teknik imaging ini belum secara luas tersedia. Begitu pula dengan nuclear
myocardial perfusion tampaknya akan sangat bermanfaat, namun tidak tersedia dalam
layanan 24 jam.
Myokard skintigrafi juga dapat digunakan pada klien dengan nyeri dada tanpa
perubahan gambaran EKG atau bukti adanya iskemik yang sedang berlangsung ataupun
infark miokard. Multidetector computed tomography (CT) tidak digunakan untuk
mendeteksi iskemia, namun menawarkan kemungkinan untuk menyingkirkan adanya
PJK. CT angiography, jika tersedia dapat digunakan untuk menyingkirkan SKA dari
etiologi nyeri dada lainnya. Angiografi koroner merupakan pemeriksaan baku emas untuk
mengetahui dan menilai keparahan penyakit arteri koroner. Angiografi urgent dilakukan
untuk tindakan diagnostik pada klien-klien dengan resiko tinggi dan dengan diagnosis
banding yang tidak jelas.

9. Diagnosis Banding
Berikut dibawah ini adalah kondisi-kondisi yang berasal dari jantung maupun non
jantung yang menyerupai NSTEMI :

Tabel 3. Kondisi-kondisi yang menyerupai NSTEMI :

Kardiak Pulmonal Hematologi Vaskular GastroIntestinal Orthopedi/


Infeksi
Miokarditis Emboli Paru Sickle cell Diseksi Spasme Cervical
crisis aorta esophageal diskopati
Perikarditis Infark Anemia Aneurisma Esofagitis Fraktur iga
pulmonal aorta
Kardiomiopati Pneumonia Penyakit Ulkus peptikum Injury
Pleuritis serebro otot/inflamasi
31

vaskular
Kelainan katup Pneumothoraks Pankreatitis Kostokondritis
Kardiomiopati Kolesistitis Herpes zoster
Tako-Tsubo
Trauma Kardiak

10. Manajemen Terapi


Klien dengan sangkaan SKA harus dievaluasi dengan cepat. Keputusan yang dibuat
berdasarkan evaluasi awal terhadap klien memiliki konsekuensi klinis dan ekonomis yang
bermakna. Klien NSTEMI atau diduga NSTEMI yang dalam keadaan stabil sebaiknya
dirawat inap dan menjalani tirah baring dengan monitoring ritme EKG berkelanjutan dan
diobservasi akan kemungkinan iskemik berulang. Klien dengan resiko tinggi, termasuk
mereka dengan rasa tidak nyaman pada dada yang terus menerus dan atau hemodinamik
tidak stabil sebaiknya dirawat di unit koroner (coronary care unit) dan diobservasi
setidaknya 24- 48 jam.
Terdapat empat komponen utama terapi pada NSTEMI yaitu terapi antiiskemia,
antiplatelet/antikoagulan, terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi), dan perawatan
sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.9 Terapi fibrinolitik (thrombolitik)
menggunakan streptokinase, urokinase, tenekteplase atau preparat lainnya sebaiknya
tidak digunakan pada klien dengan NSTEMI. Terapi Suportif Pemberian oksigen
dilakukan bila saturasi oksigen 0,24 detik, blok jantung derajat 2 atau 3, asma aktif,
penyakit saluran nafas reaktif). Penghambat reseptor beta mengurangi insidensi iskemik
berulang dan serangan infark miokard berikutnya.
Preparat oral ini sebaiknya dilanjutkan sampai waktu yang tak terbatas, terutama
pada klien-klien dengan fungsi ventrikel kiri yang berkurang. Penghambat reseptor beta
intravena dapat diberikan apabila tidak dijumpai kontraindikasi. Pada klienklien yang
dikontraindikasikan menggunakan preparat penghambat beta dapat menggunakan non-
dihydropyridine calcium channel blocker (mis, verapamil atau diltiazem) sebagai terapi
inisial dengan memperhatikan bahwa klien tersebut tidak mengalami disfungsi ventrikel
kiri yang signifikan atau kontraindikasi lainnya.
32
33

C. Konsep Penyakit RBBB

1. Definisi
Right Bundle Branch Blok (RBBB) merupakan salah satu kelainan pada jantung
dimana terjadi gangguan pada penghantaran impuls jantung. RBBB ini menunjukkan
adanya gangguan konduksi cabang kanan system konduksi, atau divisi anterior atau
posterior cabang kanan yang menyebabkan terhambatnya aktivasi depolarisasi dari
ventrikel kanan. Pada saat terjadi blok cabang berkas kanan, ventrikel kanan tidak
teraktivasi secara langsung oleh impuls yang berjalan melalui cabang berkas kanan.
Ventrikel kiri, bagaimanapun juga tetap mengalami aktivasi normal oleh cabang
berkas kiri. Impuls ini kemudian berjalan melalui miokard dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan sehingga dapat mendepolarisasi ventrikel kanan.

Right Bundle Branch Blok (RBBB) adalah adanya hambatan atau blok pada
aktivasi ventrikel kanan menyebabkan adanya gelombang R sekunder (R') di lead
prekordial sebelah kanan dan gelombang S yang lebar dan dalam di lead lateral dan
terhambatnya aktivasi ventrikel kanan juga menyebabkan gangguan repolarisasi
sekunder pada lead prekordial sebelah kanan seperti ST depresi dan Inversi
gelombang T. (Bender dkk, 2011)

2. Etiologi

Adapun penyebab dari Right Bundle Branch Blok (RBBB) menurut Goldberger,
(2006) adalah sebagai berikut :

a. Normal Variant

Presentase populasi, yang umumnya tidak memiliki signifikansi klinis (tanda-


tanda), dan dipertimbangkan dalam spektrum temuan normal

b. Penyakit Jantung Kongenital ( ASD , VSD , ToF )

Kelainan bawaan lahir yang paling sering menyebabkan kematian pada tahun
pertama kelahiran. Seringkali kelainan jantung kongenital tidak terdeteksi karena
tidak menampakkan gejala klinis yang signifikan. Bahkan kelainan baru terdeteksi
pada usia dewasa.
34

c. Penyakit Jantung Reumatik


Suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa
penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai
akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).
d. Kardiomiopati
Penyakit yang melemahkan dan membesarkan ukuran otot jantung atau gangguan
otot jantung yang menyebabkan jantung tidak bisa berkontraksi secara memadai.
e. Myoperikarditis
Peradangan pada perikardium, dua lapisan tipis dari jaringan mirip kantung yang
mengelilingi jantung.
f. Iskemia Miokard dan Infark Miokard
Iskemik miokard adalah suatu keadaan terjadinya sumbatan aliran darah yang
berlangsung progresif dan suplai darah yang tidak adekuat yang ditimbulkannya
akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk
hidup. Infark miokard adalah kondisi terhentinya aliran darah dari arteri koroner
pada area yang terkena yang menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-
sel jantung menjadi mati
g. Emboli Paru atau Akut Cor Pulmonale
Kondisi di mana arteri pulmonalis tersumbat.

3. Klasifikasi
Menurut Iwasaki dkk, (2009), RBBB dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu
kemunculan nya menjadi dua tipe yaitu:
a. RBBB yang baru
Pengertian RBBB yang baru adalah bila RBBB dijumpai setelah klien masuk
ke rumah sakit atau dijumpai pada saat masuk ke rumah sakit tanpa dijumpainya
RBBB pada EKG enam bulan sebelumnya. RBBB yang baru selanjutnya dibagi
menjadi dua grup berdasarkan durasi dari RBBB yaitu : transient RBBB,
dimana RBBB tidak dijumpai lagi selama perawatan di rumah sakit atau new
permanent RBBB dimana RBBB dijumpai pada saat klien meninggal atau
pulang.
b. RBBB yang lama
Pengertian RBBB yang lama adalah bila RBBB dijumpai pada saat klien masuk
ke rumah sakit dengan bukti EKG RBBB sebelumnya.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Mansjoer, (2009), yaitu :
35

a. Sering Kelelahan dan sering berkeringat


b. Mual Berlebihan
c. Merasa Cemas dan Tegang
d. Nyeri pada bagian tubuh
e. Nyeri di dada
f. Sakit kepala
g. Denyut jantung tak teratur
h. Sesak napas
i. Pembengkakan Kaki dan Perut

5. Patofisiologi
Berkas kanan adalah percabangan dari berkas A-V yang terletak pada bagian
bawah septum endocardium ventrikel. Cabang ini akan menyebar ke bawah menuju
apeks ventrikel dan secara bertahap akan membagi setiap cabang menjadi cabang yang
lebih kecil. Cabang-cabang ini selanjutnya akan berjalan menyamping mengelilingi
tiap ruang ventrikel dan kembali menuju basis jantung. Ujung cabang-cabang yang
membagi menjadi kecil disebut serabut purkinje, akan menembus massa otot dan
akhirnya bersambung dengan serabut otot jantung.
Terdapat dua bentuk gangguan dari RBBB. Pertama yaitu gangguan pada
konduksi cabang utama kanan dari berkas his yang disebut sebagai RBBB proksimal.
Gangguan produksi pada cabang kanan proksimal akan menyebabkan penundaan dari
kontraksi ventrikel kanan. Yang kedua, konduksi percabangan terminal dari berkas
cabang kanan mengalami penundaan, hal ini disebut RBBB distal. Gangguan konduksi
cabang kanan bagian distal, akan menyebabkan ketidaksinkronan kontraksi dari
ventrikel kanan.
Yang menarik ini dapat dibuktikan melalui pemeriksaan fisik, yang dapat
menuntun klinisi untuk membedakan gangguan di proksimal atau di bagian distal.
Brooks et al. mendemonstrasikan echophonocardiographically yaitu pada klien dengan
RBBB proksimal, waktu interval penutupan antara katup mitral dan tricuspid
mengalami pemanjangan, sedangkan pada klien dengan RBBB distal, terdapat waktu
penundaan antara penutupan katup tricuspid dan pembukaan katup pulmonal.
36

Telah dibuktikan bahwa ada perbedaan penyebab terjadinya gangguan konduksi


pada bagian proksimal dan gangguan konduksi pada bagian distal. Blok pada bagian
proksimal biasanya disebabkan oleh lesi terlokalisasi dan tunggal, sedangkan blok
distal disebabkan karena lesi difuse dan sebagai manifestasi adanya proses yang
progresif.
Konduksi dapat mengalami penundaan atau perlambatan dikarenakan trauma,
peningkatan tekanan ventrikel atau keadaan iskemia dan infark.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien RBBB menurut Antmann,
(2008) adalah :
a. Tes darah
Pemeriksaan darah lengkap adalah jenis pemeriksan yang dapat memberikan
informasi tentang sel-sel darah pada klien. Pemeriksaan Hitung darah lengkap ini
digunakan sebagai tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti
anemia, leukimia, adanya infeksi, Kelainan perdarahan
b. Rontgen thoraks
Untuk menilai kelainan letak jantung, pembesaran atrium atau ventrikel, pelebaran
dan penyempitan aorta, menilai kelainan paru : misalnya edema paru, emfisema
paru, tuberkulosis paru (posisi ventrodorsal), menilai adanya perubahan pada
struktur ekstrakardiak

c. Elektrokardiogram (EKG)
Untuk memeriksa sistem listrik jantung atau proses pencatatan aktivitas listrik
jantung selama periode waktu menggunakan elektroda yang ditempatkan pada
kulit. Elektroda ini mendeteksi perubahan listrik kecil pada kulit yang timbul dari
pola elektrofisiologi otot jantung depolarisasi dan repolarizing selama setiap detak
jantung.
d. Ekhokardiogram
Untuk melihat ukuran dan bentuk jantung dan seberapa baik memompa dengan
menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan sonogram jantung.
Gambar yang dihasilkan relatif lebih rinci daripada sinar-X biasa. Dalam
pemeriksaan ini, hasil gambar menampilkan irisan potongan melintang jantung
yang berdetak termasuk pembuluh darah besar, bilik, dan katup jantung.
37

e. Kateterisasi jantung
Untuk memeriksa jantung dan pembuluh arteri, menilai kekuatan otot jantung
memompa darah ke seluruh tubuh, melihat seberapa baik kinerja katup jantung
dan mengobati serangan jantung

7. Penatalaksanaan
a. Terapi umum
1. Perubahan gaya hidup
2. Penempatan implantable cardioverter defibrillator yang dapat mengembalikan
jantung kembali kedenyut normal
3. Medikamentosa
4. Picu jantung
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Data Umum
Nama : Tn. F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 72 tahun
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Alamat : Jl. Pinang VIII, No 24 RT 01 RW 06, Taman Yagmin Sektor VI
Bogor, Jawa Barat
Dx. Medis : UAP DD NSTEMI RBBB
Unit Rawat : IGD
Masuk RS: 12 Desember 2019
Tgl pengkajian: 12 Desember 2019

2. Riwayat Keperawatan
Klien datang ke IGD RSPP dengan sesak, nyeri dada sebelah kiri sejak 3 hari
seperti diremas-remas, dan nyerinya terus-menerus. Klien rujukan dari RS Hermina
Bogor dari kemarin sekarang keluhan sudah berkurang. Dengan TTV : Tekanan
Darah: 150/85 mmHg, Nadi: 73 x/menit, suhu : 37oC, RR : 24 x/menit, Sat O2 : 98%.
Batuk (+), nyeri perut (+), mual (+), muntah (+), badan lemas (+), keringat dingin
(+), pusing (+) berputar, alergi (-), klien mempunyai riwayat penyakit dalam dengan
Diabetes Melitus (+), Hipertensi (+), Vertigo (+).

38
39

3. Kesadaran
Compos Mentis ( dapat bicara)

4. Airway
Bebas/paten

5. Breathing
Reguler, suara nafas vesikuler, bunyi nafas kanan kiri normal

6. Cirkulation
Kulit teraba hangat, warna normal, nadi teraba adekuat, CRT <2 detik, turgor kulit
normal.

7. Disability
GCS ( E: 4 M: 6 V:5 ) Total 15, pupil isokor, diameter kanan dan kiri +2 mm, reflek
cahaya posistif. Respon sensorik dan motorik normal.

8. Exposure
Tidak ada jejas

9. Head to toe
Pola nafas : klien terdapat retraksi dada
Klien terpasang folley chateter sejak jam 11.00 – 13.30 WIB tidak terdapat produksi
urin

10. Keluhan utama


Nyeri dada sebelah kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri seperti diremas-
remas

11. Riwayat kesehatan / mekanisme trauma


Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi, DM, vertigo
Medikasi :
- Clopidogrel 75 mg/ml
- T.Aspilet 80 mg/ml
- Simvastatin 20 mg/ml
- Arixtra 2,5 cc
- Amlodipin 2,5 mg/ml
12. Nyeri : Ya / Akut
P : klien mengatakan nyeri saat digunakan beraktivitas
Q : nyeri seperti diremas-remas
R : bagian dada kiri
S : 8 (berat)
T : terus-menerus
40

13. Hasil TTV


TD : 150/85 mmHg
N : 73x/m
RR : 24 x/m
S : 37 oC
Sat O2 : 98%
BB : 65 kg

14. Alergi : tidak ada

15. Pemeriksaan penunjang


a. Hasil pemeriksaan EKG tanggal 12 Desember 2019
Hasil : SR, HR 73 x/mnt, Normal Axis, p wafe (n), PR interval 0,16, QRS duration
0,12, RBBB (+)

b. Ro Thorak : kardiomegali ringan dengan elongasi aorta dan atherosklerosis arkus


aorta dan aorta desenden. Tak tampak kelainan radiografi paru

c. Hasil Lab tanggal 11 Desember 2019


Hematologi Hasil Rentang Normal Satuan
Hemoglobin 13.7 13.2 – 17.3 g/dL
Hematokrit 40.3 35 – 47 %
Leukosit 9.92 3.8 – 10.6 ribu/Ul
Trombosit 186 150 – 440 ribu/Ul

Jantung
CK 114 <190 U/L
CK-MB 13 <24 U/L
Troponin I < 0.10 <0.30 ng/mL
Troponin T 58.22 <14 ng/L

Elektrolit
Natrium 145 135 – 153 mEq/L
Kalium 5.3 3.5 – 5.1 mEq/L
Klorida 108 98 – 109 mEq/L
Kalsium 8.8 8.5 – 10.5 mEq/L
Magnesium 2.1 1.5 – 2.5 mEq/L

d. Penatalaksanaan IGD
- IVFD RL 500 cc
- NTG 3mg
- Terpasang O2 Nasal Kanul 3 L/mnt
- Terpasang monitor
41

16. Risiko Jatuh : Tidak ada

17. Status Psikologis : Takut dan Gelisah


42

ANALISA DATA

No Analisa Data Etiologi Masalah


1 DS : Perubahan Resiko Penurunan
kontraktilitas sekunder curah jantung
- Tn. F mengatakan mudah lemas dan
dari gangguan konduksi
mudah lelah saat beraktifitas ringan
- Tn. F, mengatakan merasa nyeri jantung
dada sebelah kiri
- Tn. F mengatakan mengeluh sesak

DO :

- K/U : lemah
- Kesadaran : Composmentis
- GCS: 15
- TTV :
TD : 150/85 mmHg
S : 37oC
N : 73 x/menit
RR : 24 x/menit
Sat O2 :98%
- Ro Thorak : kardiomegali ringan
dengan elongasi aorta dan
atherosklerosis arkus aorta dan aorta
desenden. Tak tampak kelainan
radiografi paru
- Enzim jantung :
CK 114
CK-MB 13
Troponin I < 0.10
Troponin T 58.22
- Hasil Pemeiksaan EKG : Right
Bundle Branch Blok (RBBB)
2 DS : Agen pencedera Nyeri akut
fisiologis sekunder
- Klien mengatakan nyeri dada 3 hari
gangguan konduksi
yang lalu sebelum masuk rumah
jantung
sakit.
43

- P : klien mengatakan nyeri saat


digunakan beraktivitas
Q : nyeri seperti diremas-remas
R : bagian dada kiri
S : 8 (berat)
T : terus-menerus

DO:

- Klien dispneu
- Klien tampak lemas
- TTV :
TD : 150/85 mmHg
S : 37oC
N : 73 x/menit
RR : 24 x/menit
Sat O2: 98%
- Klien tampak melindungi area yang
sakit
- Hasil EKG : Right Bundle Branch
Blok (RBBB)
3 DS: Rasa takut akan Cemas
kematian, penurunan
- Klien mengatakan ingin cepat
status kesehatan.
sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan
kondisi penyakitnya

DO:

- Klien tampak cemas


- Klien tampak gelisah
- Klien tampak pucat
- TTV :
TD : 150/85 mmHg
S : 37oC
N : 73 x/menit
RR : 24 x/menit
Sat O2 :98%
44

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO. MASALAH HASIL TINDAKAN


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1. Resiko penurunan Setelah dilakukan 1) Identifikasi tanda/gejala
curah jantung b.d tindakan keperawatan 1 x penurunan curah jantung
Perubahan 2 jam, diharapkan curah (meliputi dispnea,
kontraktilitas jantung adekuat, dengan kelelahan, edema)
2) Monitor vital sign
sekunder dari kriteria hasil :
3) Monitor saturasi oksigen
a. Tidak ada penurunan
gangguan konduksi 4) Posisikan klien fowler
kesadaran
jantung dengan posisi nyaman
b. TTV dalam
5) Berikan oksigen untuk
DS : rentang normal
mempertahankan saturasi
(Tekanan Sistol 120-140
- Keluarga Tn. F oksigen >94%
mmHg, Tekanan
mengatakan Tn. F
Diastolik 80-90 mmHg,
mudah lemas dan
Nadi 60-100 x/menit,
mudah lelah saat
RR 16 – 20 x/menit)
beraktifitas ringan c.Dapat mentoleransi
- Keluarga Tn. F,
aktivitas
mengatakan Tn. F d. Tidak ada
merasa nyeri dada kelelahan

DO :

- K/U : lemah
- Kesadaran :
Composmentis
- GCS: 15
- TTV :
TD : 150/85
mmHg
S : 37oC
N : 73 x/menit
RR : 24 x/menit
Sat O2:98%
- Ro Thorak :
45

kardiomegali
ringan dengan
elongasi aorta dan
atherosklerosis
arkus aorta dan
aorta desenden.
Tak tampak
kelainan
radiografi paru
- Enzim jantung :
CK 114
CK-MB 13
Troponin I < 0.10
TroponinT 58.22
- Hasil Pemeiksaan
EKG : Right
Bundle Branch
Blok (RBBB)

2. Nyeri akut b.d Agen Setelah dilakukan 1) Kaji nyeri karakteristik


pencedera fisiologis tindakan keperawatan 1 x nyeri (PQRST)
2) Kaji pengalaman rasa
sekunder gangguan 2 jam, diharapkan nyeri
nyeri masa lampau
konduksi jantung akut berkurang , dengan
3) Kaji bersama klien faktor
kriteria hasil :
DS : yang memperberat dan
a. TTV dalam rentang
memperingan nyeri
- Klien mengatakan normal (Tekanan
4) Kontrol lingkungan yang
nyeri dada 3 hari Sistol 120-140 mmHg,
dapat mempengaruhui
yang lalusebelum Tekanan Diastolik 80-
nyeri seperti suhu
masuk rumah 90 mmHg, Nadi 60-
ruangan, pencahayaan,
sakit. 100 x/menit, RR 16 –
dan kebisingan
- P : klien
20 x/menit) 5) Ajarkan teknik non
mengatakan nyeri b. Mampu mengenali
farmakologi ( relaksasi,
saat digunakan nyeri (skala, intensitas,
distraksi, masasse, terapi
beraktivitas frekuensi, dan tanda
music)
46

Q : nyeri seperti nyeri). 6) Kolaborasi pemberian


c. Melaporkan nyeri
diremas-remas obat-obatan sesuai
R : bagian dada berkurang
dengan instruksi dokter
kiri
S:8
T : terus-menerus

DO:

- Klien dispneu
- Klien tampak
lemas
- TTV :
TD : 150/85
mmHg
S : 37oC
N : 73 x/menit
RR : 24 x/menit
Sat O2 :98%
- Klien tampak
melindungi area
yang sakit
- Hasil EKG :
Right Bundle
Branch Blok
(RBBB)
3. Cemas b.d Rasa takut Setelah dilakukan 1) monitor tanda-tanda
akan kematian, tindakan keperawatan 1 x ansietas
2) ciptakan suasana
penurunan status 2 jam, diharapkan pola
terapeutik untuk
kesehatan. nafas klien kembali
menunmbuhan
efektif dengan kriteria
DS: kepercayaan
hasil :
3) temani klien untuk
- Klien mengatakan a. Mampu
mengurangi kecemasan,
ingin cepat mengidentifikasi,
jika memungkinkan
sembuh dari mengungkapkan dan
4) gunakan pendekatan
penyakit menunjukan teknik
yang tenang dan
- Klien mengatakan untuk mengontrol
47

takut akan kondisi cemas menyakinkan


b. Vital sign dalam batas 5) motivasi
penyakitnya
normal mengidentifikasi situasi
DO: c. Postur tubuh, ekspresi
yang memicu kecemasan
wajah, bahasa tubuh 6) melatih teknik relaksasi
- Klien tampak
dan tingkat aktivitas nafas dalam
cemas
- Klien tampak menunjukkan
gelisah berkurangnya
- Klien tampak kecemasan
pucat
48

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No IMPLEMENTASI EVALUASI
1. 1) Mengidentifikasi tanda/gejala penurunan S:
curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan,
Keluarga Tn. F mengatakan
edema)
Hasil: Tn. F masih sesak, mudah
RR: 26x/menit lemas dan mudah lelah saat
Klien mengatakan masih sesak, klien tidak
beraktifitas ringan
terdapat edema, klien mengatakan mengeluh
kelelahan saat beraktifitas ringan
2) Memonitor vital sign
Hasil: O:
TD : 170/84 mmHg
S : 36,5oC Keadaan Umum : sedang
N : 85 x/menit GCS: 15,
RR : 26 x/menit Kesadaran Composmentis
3) Memonitor saturasi oksigen TTV :
Hasil: TD : 170/84 mmHg
Sat O2 100% S : 36,5oC
4) Memposisikan klien fowler dengan posisi N : 85 x/menit
RR : 26 x/menit
nyaman Sat O2 : 100%
Hasil:
Tn. F dalam posisi fowler 90o dan sudah
A:
merasa nyaman Masalah keperawatan
5) Memberikan oksigen untuk mempertahankan
penurunan curah jantung
saturasi oksigen >94%
Hasil: belum teratasi
Tn. F terpasang oksigen nasal kanul 3
liter/menit P:
Lanjutkan intervensi
1) Identifikasi tanda / gejala
penurunan curah jantung
(meliputi dispnea,
kelelahan, edema)
2) Monitor vital sign
3) Monitor saturasi oksigen
4) Posisikan klien fowler
49

dengan posisi nyaman


5) Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
2. 1) Memonitor vital sign S:
Hasil : Klien mengatakan nyeri
TD : 170/84 mmHg
berkurang setelah melakukan
S : 36,5oC
N : 85 x/menit nafas dalam dan minum obat
RR : 26 x/menit
skala nyeri 8 menjadi 5, nyeri
Sat O2 :100%
2) Memberikan terapi O2 3L/mnt dirasa seperti diremas-remas di
Hasil : klien sesaknya sudah berkurang
dada kiri
3) Mengkaji karakteristik nyeri
Hasil :
P : klien mengatakan nyeri saat
O:
digunakan beraktivitas
Q : nyeri seperti diremas-remas - Klien tampak meringis
R : bagian dada kiri
S : 5 (sedang) kesakitan
T : terus-menerus
- Klien tampak lemah
4) Mengjarkan teknik kontrol nyeri dengan
- Klien tampak melindungi
teknik non farmakologi (nafas dalam )
Hasil : nyeri klien berkurang dengan area yang sakit
skala nyeri 5 (sedang) - Tekanan darah : 170/84
mmHg, nadi : 85 x/mnt,
teratur kuat, regular.

A:
Masalah keperawatan nyeri
akut belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
1) Monitor vital sign
2) Kaji nyeri
3) Posisikan fowler
4) Kolaborasi pemberian
terapi obat

3 1) monitor tanda-tanda ansietas S:


50

hasil :
TD : 170/84 mmHg - Klien mengatakan cemas
S : 36,5oC
sudah berkurang
N : 85 x/menit
- Klien mengatakan merasa
RR : 26 x/menit
Sat O2 :100% nyaman
O:
2) temani klien untuk mengurangi kecemasan, - Klien tidak tampak cemas
- Klien tidak tampak gelisah
jika memungkinkan
- TD : 170/84 mmHg
hasil : klien mengatakan sudah sedikit
S : 36,5oC
tenang saat ditemani mengobrol N : 85 x/menit
3) latih teknik relaksasi (teknik nafas dalam) RR : 26 x/menit
hasil :klien dapat melakukan teknik relaksasi Sat O2 :100%
A: Masalah keperawatan
dengan baik
cemas belum teratasi
P: Intervensi dihentikan dan
pertahankan kondisi klien
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit
dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar
kelengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas
berhenti. (Anwar, Bahri, 2009)

Non ST elevation myocardial infraction (NSTEMI) adalah unstable angina yang


disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen miocard
yang diperberat oleh obstruksi koroner. (Sudoyo, 2009)

B. Saran
Semoga materi kelompok sajikan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
sebagai masukan serta untuk menambah wawasan. Kelompok juga menyadari bahwa
dalam pembuatan maklah ini masih belum sempurna sehingga kelompok berharap agar
makalah ini bisa menjadi pertimbangan dan motivasi bagi rekan-rekan untuk memberikan
asuhan keperawatan yang lebih baik lagi bagi klien.

51
DAFTAR PUSTAKA

Karim, S. Kabo, P. 2014. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter
Umum. Jakarta : Balai Penerbit UI

Purwohudoyo, S. 2010. Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardiovaskular Dengan Radiografi


Polos. Jakarta : UI Press

Price, Sylvia Anderson. 2013. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6.
Jakarta. EGC

Rasad, Sjahriar. 2017. Radiologi Diagnostik Edisi II. Jakarta : FK UI

Sudoyo, Aru W. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, jilid I. Jakarta: FK UI

iii

Anda mungkin juga menyukai