2019
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami
membahas mengenai “Asuhan Keperawatan Teoritis Infeksi Saluran Kemih”.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................5
3.2 SARAN.............................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................4
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua usia
mulai dari bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi ISK
lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra
wanita lebih pendek dibandingkan laki-laki (Purnomo, 2014). Menurut data
penelitian epidemiologi klinik melaporkan 25%-35% semua perempuan
dewasa pernah mengalami ISK. National Kidney and Urology Disease
Information Clearinghouse (NKUDIC) juga mengungkapkan bahwa pria
jarang terkena ISK, namun apabila terkena dapat menjadi masalah serius
(NKUDIC, 2012). Infeksi saluran kemih (ISK) diperkirakan mencapai lebih
dari 7 juta kunjungan per tahun, dengan biaya lebih dari $ 1 miliar. Sekitar
40% wanita akan mengalami ISK setidaknya sekali selama hidupnya, dan
sejumlah besar perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang
(Gradwohl, 2011). 9 Prevalensi pada lanjut usia berkisar antara 15 sampai
60%, rasio antara wanita dan laki-laki adalah 3 banding 1. Prevalensi muda
sampai dewasa muda wanita kurang dari 5% dan laki-laki kurang dari 0,1%.
ISK adalah sumber penyakit utama dengan perkiraan 150 juta pasien pertahun
diseluruh dunia dan memerlukan biaya ekonomi dunia lebih dari 6 milyar
dollar (Karjono, 2009). Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas
kami tertarik untuk menyusun makalah mengenai “Asuhan Keperawatan
Teoritis Infeksi Saluran Kemih”.
BAB II
PEMBAHASAN
b. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman
penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap
beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan
shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
b. Etiologi
Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh bakteri,virus
dan jamur tetapi bakteri yang sering menjadi penyebabnya.
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan Infeksi Saluran
Kencing :
a. E. coli 90% menyebabkan ISK Uncomplicated
b. Pseudomnas, prosteus, Klebsiella : penyebab ISK Complicated
c. Enterobacter, staphylococus epidemis, enterococus dan lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut antara lain :
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat
pengososngan kandung kemih yang kurang efektif.
b. Mobilisasi yang menurun
c. Nutrisi yang kurang baik
d. Sistem imunitas yang menurun, baik selular maupun humoral
e. Adanyahambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
3. Etiologi ISK berdasarkan jenisnya
a. Sistis
1) Disebabkan oleh bakteri dari vagina yang berpindah dari uretra
ke kandung kemih.
2) Wanita yang menderita isk setelah melakukan hubungan intim,
dikarenakan uretra yang cidera.
3) Vistula vesikovaginal (hubungan abnormal antara kandung
kemih dan vagina )
4) Akibat pemasangan kateter atau alat yang digunakan selama
pembedahan
b. Urethritis
1) Penyebab bisa berupa bakteri, jamur atau virus yang berasal
dari usus besar sampai ke vagina melalui anus.
2) Nesseria gonorrhoea penyebab gonore, bakteri yang masuk ke
vagina atau penis pada saat melakukan hubungan seksual.
3) Paling sering disebabkan oleh gonococus
c. Prostattitis
Disebabkan oleh pertumbuhan bakteri di akibatkan oleh urin
yang tertahan pada kandung kemih sehingga menjalar dan
terjadilah radang pada prostat
2. Diabetes Militus
Insidensi pyelonefritis akut empat sampai lima kali lebih tinggi
pada individu yang diabetes daripada yang tidak. Hal itu dapat terjadi
karena disfungsi vesica urinaria sehingga memudahkan distensi vesica
urinaria serta penurunan kontraktilitas detrusor dan hal ini
meningkatkan residu urin maka mudah terjadi infeksi. Faktor lain
yang dapat menyebabkan ISK adalah menderita diabetes lebih dari 20
tahun, retinopati, neuropati, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh
darah perifer. Konsentrasi glukosa urin yang tinggi juga akan merusak
fungsi fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Kombinasi dari
beberapa faktor diatas menjadi penyebab insidensi ISK dan keparahan
ISK pada pasien diabetes mellitus
3. Kateter
4. Antibiotik
c. Manifestasi Klinis
1) Anyang-anyangan atau rasa ingin buang air kecil lagi, meski sudah di
coba untuk berkemih namun tidak air yang keluar.
2) Sering kencing dan kesakitan saat kencing, air kencingnya bisa
bewarna putih,coklat, atau kemerahan dan baunya sangat menyengat.
3) Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada
darah.
4) Nyeri pada pinggang.
5) Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah
mencapai ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk,
mual muntah).
6) Peradangan kronis pada kandung kemih yang berlanjut dan tidak
sembuh-sembuh dapat menjadi pemicu terjadinya kanker kandung
kemih.
d. Patofisiologi
e. Komplikasi
1. Pyelonefritis
Infeksi yang naik dari ureter ke ginjal, tubulus reflux
urethrovesikal dan jaringan intestinal yang terjadi pada satu atau
kedua ginjal.
2. Gagal Ginjal
Terjadi dalam waktu yang lama dan bila infeksi sering berulang
atau tidak diobati dengan tuntas sehingga menyebabkan kerusakan
ginjal baik secara akut dan kronik.
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Urinalisa untuk melihat adanya infeksi hematuria
b. Ureum, kreatinin, elektrolit untuk melihat fungsi ginjal .
2. Pengukuran berat derajat obstruksi
a) Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita berkemih spontan
(normal,sisa urin kosong dan batas intervensi sisa urin lebih dari
100 cc)
b) Pancaran urin (oroflowmetri)
Syarat : jumlah urin dalam vesika 125 sampai dengan 150 ml.
Angka normal rata-rata 10-12 ml/ detik, obstruksi ringan
3. Pemeriksaan lain
a. BNO ( Blass Nier Overzicht) /IVP (Intravenous Pyleogram)
adalah studi sinar x terhadap ginjal, rahim dan saluran kemih,
dilakukan untuk menentukan adanya divertikel, penebalan
bladder.
b. Trans abdominal USG
Dilakukan untuk mendeteksi bagian prostat yang meonjol
ke buli-buli, yang dipakai untuk meramalkan derajat berat
obstruksi apabila ada batu di dalam vesika.
c. Sitoscopy , yaitu untuk melihat apakan ada penebalan pada
bladder.
g. Penatalaksanaan
Menurut M. Clevo Rendy TH (2012 : hal. 221), pengobatan infeksi
saluran kemih bertujuan untuk menghilangkan gejala dengan cepat,
membebaskan saluran kemih dari mikroorganisme dan mencegah infeksi
berulang, sehingga dapat menurunkan angka kecacatan serta angka
kematian. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan:
1. Perawatan dapat berupa:
a. Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari bila tidak ada
kontra indikasi
b. Perubahan pola hidup diantaranya:
1) Membersihkan perineum dari depan ke belakang
2) Pakaian dalam dari bahan katun
3) Menghindari kopi, alkohol
2. Obat-obatan:
a. Antibiotik: Untuk menghilangkan bakteri.
1) Antibiotik jangka pendek dalam waktu 1 –2 minggu
2) Antibiotik jangka panjang ( baik dengan obat yang sama
atau di ganti ) dalam jangka waktu 3 – 4 minggu
3) Pengobatan profilaktik dengan dosis rendah satu kali
sehari sebelum tidur dalam waktu 3 – 6 bulan atau lebih
ini merupakan pengobatan lanjut bila ada komplikasi lebih
lanjut.
h. Pathway
1. Data Biografi.
a) Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
atau bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.
b) Keluarga terdekat yang dapaat dihubungi yaitu nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan sumber informasi,
beserta nomor telpon.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit
3. Pola Kebiasaan
a. Pola Kebiasaan (14 Kebutuhan Dasar Virginia Henderson)
1. Benafas
Irama nafas meningkat, dyspnea, disfungsi neuromuskuler
2. Makan dan Minum
Kebiasaan diit buruk (rendah serat, aditif, bahan
pengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi
makanan, perubahan berat badan, perubahan kelembaban/turgor
kulit, perubahan membrane mukosa
3. Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan
eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
4. Gerak dan Aktivitas
Kelemahan atau keletihan akibat adanya faktor yang
mempengaruhi seperti nyeri.
5. Istirahat dan Tidur
Perubahan pada pola istirahat karena adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri.
6. Kebersihan Diri
Kelemahan atau keletihan akibat adanya factor yang
mempengaruhi nyeri dapat mengakibatkan pasien kesulitan dalam
memenuhi ADL.
7. Rasa Nyaman
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan
pada tingkat kepuasan. Jika terdapat nyeri harus dikaji PQRST.
a) Provoking incident
Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat.
b) Quality
- Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan klien atau
digambarkan klien.
- Sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
c) Region
Identifikasi lokasi nyeri, penyebarannya.
d) Severity ( scale ) of pain
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran Umum
Di dapatkan klien tampak lemah
Normal GCS 4-5-6
4. system perkemihan :
Inspeksi : pada pasien ISK, Lakukan inspeksi pada daerah meatus
(pembukaan yang dilalui urine untuk meninggalkan tubuh) apakah
terjadinya adanya oliguria dan dysuria.
Palpasi : pada palpasi biasanya terjadi nyeri Hebat dan distensi
Perkusi : pada perkusi terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian
bawah abdomen dan nyeri saat berkemih
5. system pencernaan : terdapat polipagia, polidipsi, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrasi , perubahan berat badan, peningkatan
lingkar abdomen, obesitas.
6. system integument : turgor kulit menurun, kulit kering
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi urethra, kandung
kemih dan struktur traktus urinarius lainnya.
2.Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih ataupun strikur urinari lainnya.
3. Retensi urin berhubungan dengan sumbatan, tingginya tekanan urethra
yang disebaabkan oleh kelamahan destrusor, inhibisi arkus refleks, sfingter
yang kuat )
4. Hipertermi
5. Intoleransi aktivitas
c. Intervensi Keperawatan
Dx I
(Nyeri berhubungan dengan inflamasi urethra, kandung kemih, dan
striktur traktus urinaris lainnya)
NOC
1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
Kriteria hasil :
melaporkan nyeri hilang/ berkurang dengan menggunakan teknik managemen
nyeri
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab,mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri , mencari bantuan )
Mampu mengenali skala nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Pasien tampak rileks
Pasien tidak meringis
Tanda-tanda vital dalam batas normal ,
TD : 120/80 – 130/90 mmHg
N : 80 – 100 x/menit
R : 16 – 24 x/ menit
S : 36,5 – 37,5
NIC
GUIDANCE
1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensifnmeliputi lokasi, karakteristik,
awitan, dan durasi, frekuansi, kulaitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor
presipitasinya.R/ Mengumpulkan informasi atau data yang dapat membantu dalam
menentukan pilihan /keefektifan intervensi.
2.Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya bagi mereka yang
tidak mampu berkomunikasi efektif.
R/ memperkuat data sebelumnya dalam penentuan intervensi
3. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-10 ( 0 =
tidak ada nyeri , 10 = nyeri hebat )/
R/ Mengetahui derajat / tingkat keparahan nyeri
SUPPORT
1. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada punggung, membantu
pasien mendapatkan posisi nyaman, mendorong penggunaan relaksasi napas
dalam di dalam aktivitas teraputik.
R/ Meningkatkan relaksasi , memfokuskan kembali perthatian, dan dapat
meniingkatkan kemampuan koping.
2. Bantu pasien untuk lebih fokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak
nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan
interaksi dengan pengunjung.
R/ Membantu pasien dalam managemen nyeri dan menurunkan tingkat nyeri
pasien
TEACHING
1. Ajarkan pasien teknik nonfarmakologis (misalnya umpan balik biologis,
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), hipnosis, relaksasi,
imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas,
kompres hangat dingin dan juga masase) sebelum, sesudah dan bila
memungkinkan selama aktivitas yang menimbulkan nyeri , sebelum nyeri
terjadi atau meninigkat, dan bersamaan dengan teknik peredaan nyeri yang
lainnya.
R/Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pasien dalam upaya
meringkankan atau menghilangkan nyeri sampai pada tingkat kenyamanan
yang dapat diterima oleh pasien.
2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat bila peredaan
nyeri tidak dapat dicapai.
R/ Memungkinkan tindakan cepat untuk melakukan intervensi lain bila
intervensi pertama tidak berhasil.
DEV. ENVIRONTMENT
1. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman seperti menginfomasikan
keluarga untuk tidak memadati ruangan.
R/Meminimalkan pengunjung dapat membuta suasana lebih tenang dan pasien
dapat beristirahat dengan baik.
COLABORATION
1. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian medikasi pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi lebih berat
R/ Pemberian analgetik dapat menghilangkan nyeri dan juga mencegah nyeri
menjadi lebih berat.
2. Laporkan kepada dokter bila tindakan tidak berhasil dan jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri di masa lalu.
R/ Memudahkan intervensi tambahan bila intervensi awal tidak berhasil.
Dx II
(Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung
kemih dan striktur traktus urinarius lainnya)
NOC
1. Kontinesia urin
2. Eliminasi Urin
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan kontinesia urin yang dibuktikan dengan indikator sebagai berikut
: ( selalu, sering, kadang, jarang atau tidak pernah ditunjukkan ) :
2. Infeksi saluran kemih ( SDP : < 100.000)
3. Kebocoran urin diantara berkemih
4. Menunjukkan kontinesia urin yang dibuktikan oleh indikator beriut (tidak
pernah, jarang. kadang-kadang, sering atau selalu ditunjukkan ) :
5. Eliminasi secara mandiri
6. Mempertahankan pola berkemih yang dapat di duga
NIC
GUIDANCE
Pantau eliminasi urin meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna urin
bila perlu
DEV. ENVIRONTMEN
1. Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut
atau mengusap dengan air.
R/ Menciptakan suasana dingin dapat merangsang klien untuk berkemih.
COLABORATION
1. Rujuk ke dokter jika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
R/ Mempertahankan pola eliminasi urin yang optimum dengan mengobati
penyakitnya.
Dx III
(Retensi urin berhubungan dengan sumbatan, tingginya tekanan urethra yang
disebaabkan oleh kelamahan destrusor, inhibisi arkus refleks, sfingter yang kuat )
NOC
1. Kontinesia urin
2. Eliminasi Urin
Kriteria hasil :
Menunjukkan kontinesia urin, yang dibuktikan oleh indikator berikut berikut
( selalu,sering, kadang-kadang, jarang , atau tidak pernah ditunjukkan : Kebocoran
diantara berkemih, urin residu pasca berkemih > 100- 200 cc .
Contoh lain , pasien akan :
1. Menunjukkan pengosongan kandung kemih dengan prosedur bersih
kateterisasi intermitten mandiri
2. Mendeskripsikan rencana perawatan di rumah
3. Tetap bebas dari infeksi saluran kemih
4. Melaporkan penurunan spasme kandung kemih
5. Mempunyai keseimbangan asupan haluaran 24 jam
6. Menggolongkan kandung kemih secara rutin dan tuntas.
NIC
GUIDANCE
1. Identifikasi dan dokumentasikan pola pengososnan kandung kemih
2. Monitoring tanda dan gejala infeksi saluran kemih (panas, hematuria,
perubahan bau dan kontinesia urin)
R/Pengumpulan data untuk memperkuat diagnosis dan mempermudah
intervensi
3. Pantau asupan dan haluaran
R/ Menjaga keseimbangan cairan dan juga elektrolit
4. Pantau derajat distensi kandung kemih melalui palapasi dan perkusi
R/ Mengumpulakan data analisa untuk memudahkan intervensi.
SUPPORT
1. Bantu pasien untuk berkemih ke toilet dan berikan waktu untuk berkemih 10
menit
R/ Memaksimalkan fungsi berkemih pasien
2. Lakukan manuver crade bila perlu
3. Dukung pasien dalam eliminasi dengan menyediakan privacy untuk eliminasi
R/ Membantu pasien untuk miksi secara spontan tanpa hambatan dan juga
gangguan
TEACHING
1. Anjurkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang harus
dilaporkan (misalnya demam gigil,nyeri pinggang, hematuri , serta perubahan
konsistensi warna dan juga bau )
R/ Memudahkan pasien untuk mendapatkan informasi seputar penyakit dan
memdahkan di dalam penanganan
2. Instruksikan pasien dan juga keluarga untuk mencatat haluaran urin bila
diperlukan
R/ Membantu dalam mengumpulkan data seputar jumlah haluaran urin pasien
DEV . ENVIRONTMEN
1. Ciptakan lingkungan yang adekuat untuk membantu berkemih seperti
peningkatan privacy dan pemberian kompres dingin pada perut untuk
merangsang berkemih.
R/ Meningkatkan keinginan berkemih pasien melalui managemen lingkungan.
COLABORATION
1. Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk instruksi katetrisasi intermitten
mandiri menggunakan prosedur bersih setiap 4- 6 jam pada saat terjaga
R/ Pemasangan kateter ke kandung kemih untuk sementara waktu atau
permanen untuk pengeluaran urin
2. Rujuk ke spesialisasi kontinesia bila perlu
R/ Membantu meredakan distensi / retensi kandung kemih
Dx IV
HIPERTERMIA
NOC
1. Termoregulasi
2. Termoregulasi : Neonatus
3. Tanda-tanda vital
GUIDANCE
SUPPORT
1. Gunakan waslap dingin ( atau kantong es yang dibalut dengan kain ) di aksila,
kening, tengkuk dan lipatan paha
R/ penggunaan waslap dingin dapat membantu untuk menurunkan derajat
hipertemi
2. Bantu pasien untuk melepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien
dengan selimut saja
R/ penggunaan pakaian yang terlalu tebal dapat meningkatkan derajat
hipertemi pasien, dan menyulitkan untuk pengeleuaran panas dari dalam tubuh
TEACHING
1. Ajarkan pasien dan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia (misalnya sengatan panas, dan keletihan
akibat panas)
R/ pencegana komplikasi akibat hipertemi dengan mengetahui derajat
hipertermi
2. Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang
diperlukan jika perlu.
R/ Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi akibat hipertermi
3. Anjurkan asupan cairan oral sedikitnya 2 liter sehari, dengan tambahan cairan
selama aktivitas yang berlebihan atau aktivitas yang berlebihan atau aktivitas
sedang dalam cuaca panas.
R/ Asupan cairan yang cukup dapat mencegah dehidrasi akibat peningkatan
suhu, dan asupan oral yang cukup dapat menurunkan derajat panas.
DEV. ENVIRONTMEN
1. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman dengan menggunakan kipas
yang berputar di ruangan pasien .
R/ pengaturan lingkungan yang sejuk dapat meminimalisir rasa tidak nyaman
akibat hipertermi
COLABORATION
1. Berikan obat antipiretik bila perlu
R/ mengatasi panas secara farmakologi
2. Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi ganguan suhu
tubuh
Dx V
Intoleransi aktivitas
NOC
1. Toleransi Aktivitas
2. Ketahanan
3. Penghematan Energi
4. Kebugaran Fisik
5. Eergi Psikomotor
6. Perawatan Diri : Aktivitas kehidupan sehari hari
7. Perawatan diri : Aktivitas kehidupan sehari- hari instrumental (AKSI)
GUIDANCE
1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan juga AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial dan juga spritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi motivasi dan juga keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
R/ Mengumpulkan data analisa mengenai tingkat aktivitas dan juga energi pasien .
SUPPORT
1. Bantu pasien untuk mebgubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, berdiri
dan juga ambulasi sesuai dengan toleransi.
R/ perubahan dan pengaturan posisi secara rutin dapat membantu
mempertahnkan kekuatan tonus otot dan juga mencegah keletihan .
2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
R/ pengaturan pilihan aktivitas dapat membantu pasien menentukan aktivitas
yang dapat dilakukan sesuai dengan kekuatan dan juga energi nya.
3. Bantu pasien dengan aktivitas fisik teratur seperti (ambulasi, berpindah,
mengubah posisi, dan perawatan personel ) bila perlu
R/ Memfasilitasi latihan otot resistif secara rutin dapat membantu
mempertahankan dan juga meningkatkan massa otot.
4. Bantu pasien dalam melakukan pemantaun mandiri dengan membuat dan
menggunakan dokumentasi tertulis yang mencatat asupan , kalori, dan juga
energi bila perlu.
R/ pemantauan mandiri dilakukan dengan tujuan untuk mencegah keletihan
akibat aktivitas dengan menyesuaikan tingkat energi dan kalori tang dibuthkan.
TEACHING
1. Ajarkan kepada pasien dan juga orang terdekat tentang teknik perawatan diri
yang akan meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya pemantauan mandiri
dan teknik langkah dalam melakukan AKS )
2. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik managemen waktu untuk
mencegah kelelahan.
R/Pengaturan penggunaan energi dilakukan untuk mengatasi atau mencegah
kelelahan dan mengoptimalkan fungsi.
DEV. ENVIRONTMEN
1. Batasi rangsangan lingkungan yang berlebihan misalnya cahaya dan juga
kebisingan
R/ pengaturan lingkungan yang baik dapat membantu pasien dalam upaya
relaksasi.
COLABORATION
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas , apabila nyeri merupakan salah
satu faktor penyebab
R/ mengatasi keluhan sebelum melakuakan terapi dapat mempermudah
intervensi lebih efektif
2. Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi fisik misalnya untuk latihan ketahanan
atau relaksasi dan rekreasi untuk merencanakan program aktivitas bila perlu
d. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan
kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam
tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi (Aziz Alimul, 2009, page 111). Agar implementasi /
pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu
mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat
dari hasilnya, tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan.
Evaluasi yang digunakan mencangkup dua bagian yaitu evaluasi
formatif yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek
adalah evaluasi yang dilaksanakan secara terus-menerus terhadap tindakan
yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga
evaluasi akhir adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai
keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan
dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini
lazimnya menggunakan format “SOAP”. Evaluasi keperawatan
disesuaikan dengan rencana tujuan yang telah disusun sebelumnya, yaitu:
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi urethra, kandung
kemih dan struktur traktus urinarius lainnya sudah teratasi.
2.Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada
kandung kemih ataupun strikur urinari lainnya sudah teratasi.
3. Retensi urin berhubungan dengan sumbatan, tingginya tekanan urethra
yang disebaabkan oleh kelamahan destrusor, inhibisi arkus refleks, sfingter
yang kuat ) sudah teratasi.
4. Hipertermi sudah teratasi.
5. Intoleransi aktivitas sudah teratasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA