Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR PENYAKIT GAGAL GINJAL AKUT

oleh
Atifah Adha Manurung
NIM 172310101003

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR PENYAKIT OSTEOMYELITIS

Disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal dengan Dosen
Pembimbing Murtaqib., S.Kp. M.Kep

oleh
Atifah Adha Manurung
NIM 172310101003

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan pada
Pasien dengan Gagal Ginjal Akut”.
Dalam penulisan makalah ini, kami telah mendapat banyak bantuan dari
banyak pihak. Kami menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp. Kep. MB sebagai PJMK Keperawatan
Medikal
2. Bapak Murtaqib S.Kp., M.Kep. selaku dosen pembimbing
3. Seluruh rekan kelas A angkatan 2017
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
“sempurna” untuk itu kami sebagai penulis menerima saran dan kritik yang
bersifat membangun. Penyusun berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan bagi kami sebagai penulis pada khususnya.

Jember, 20 November 2019

Atifah Adha Manurung

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
BAB I KONSEP PENYAKIT............................................................................................1
1.1 Definisi...............................................................................................................1
1.2 Anatomi Fisiologi...............................................................................................1
1.3 Epidemiologi......................................................................................................5
1.4 Etiologi...............................................................................................................6
1.5 Faktor Risiko......................................................................................................7
1.6 Klasifikasi..........................................................................................................8
1.7 Manifestasi Klinis..............................................................................................9
1.8 Patofisiologi.......................................................................................................9
1.9 Pathway...........................................................................................................13
1.10 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................14
1.11 Penatalaksanaan...............................................................................................14
BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN...............................................16
2.1 Pengkajian........................................................................................................16
2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................22
2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................................23
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................32
3.1 Pengkajian Keperawatan...................................................................................32
3.2 Pengkajian Keperawatan...................................................................................41
3.3 Intervensi Keperawatan...................................................................................45
3.4 Catatan Perkembangan......................................................................................51
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................56
4.1 Kesimpulan......................................................................................................56
4.2 Saran................................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................57

iii
BAB I KONSEP PENYAKIT

1.1 Definisi
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh,
mengatur konsentrasi garam dalam darah, ekresi bahan buangan seperti urea
dan sampah nitrogen dalam darah, dan mengatur keseimbangan asam basa
dalam darah (Nuari dan Widayati, 2017). Apabila ginjal tidak mampu bekerja
sebagaimana mestinya akan menimbulkan gangguan kesehatan yang
berkaitan dengan gagal ginjal seperti kelebihan volume cairan (Wati, dkk.,
2018). Penyakit gagal ginjal merupakan suatu penyakit dimana fungsi organ
ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama
sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga
keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam
darah atau produksi urin (Warianto, 2011).
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan salah satu kegagalan organ ganda
yang dapat memberikan perubahan dengan cepat pada proses keseimbangan
air, elektrolit, homesostatis asam basa (Indra, 2013). Gagal ginjal akut
merupakan penimbunan sampah metabolik didalam darah atau urea akibat
kemunduran yang cukup cepat dari kemampuan ginjal dalam membersihkan
darah dari racun (Wati, dkk., 2018).

1.2 Anatomi Fisiologi


Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan keseimbangan
(homeostatik ) cairan tubuh secara teratur. Fungsi ginjal dalam tubuh adalah
mempertahankan keseimbangan (homeostatik) dengan mengatur volume
cairan, keseimbangan osmotik, asambsa, ekskresi sisa metabolisme, sistem
pengaturan hormonal, dan metabolisme (Syarifuddin, 2016). Letak ginjal
pada rongga abdomen yaitu sebelah kanan kalumna vertebralis, sebelah kiri
retroperitonial primer dan dibelakang peritonium. Ginjal juga dikekelingi oleh
lemak dan jaringan ika yang berfungsi melindungi ginjal dari goncangan.
Batas letak ginjal kiri adalah iga ke-11 sedangkang ginjal kanan adalah iga

1
ke-12. Maka dari itu ginjal kiri lebih panjang daripada ginjal kanan
(Syarifuddin, 2016).
Masing-masing ginjal mempunyai panjang 11 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,5
cm, dan berat ginjal pada perempuan 115-155 gram dan berat ginjal pada
laki-laki 150-170 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang, sisi dalamnya
menghadap ke vertebrata torakalis sedangkan sisi luarnya menghadap
berbentuk cembung yang disetiap masing-masing ginjal memiliki kelenjar
suprarenal yang berfungsi untuk memproduksi hormon aldesteron. Dalam
waktu 1 menit sekitar 20% darah manusia mengalir melewati ginjal untuk
dibersihkan. Darah itu melalui pembuluh nadi (renal artery) masuk ke
jaringan ginjal yang bercabang-cabang sampai menjadi kapiler dan mencapai
suatu bangunan yang dinamakan glomerulus.
a. Struktur Makroskopis Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi beberapa bagian yaitu, bagian kulit
(korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis
renalis) (Nuari dan Widayati, 2017).

Gambar 1.1 Bagian-bagian Ginjal


1) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan
darah ini banyak mengandung kapiler darah yang tersusun bergumpal-
gumpal disebut glomerulus. Tiap glomerulus dikelilingi oleh simpai
bownman, dan gabungan antara glomerulus dengan simpai bownman
disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan
malphigi. Zat-zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan

2
lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal
(Nuari dan Widayati, 2017).
2) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri dari beberapa badan berbentuk
kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap
korteks dan korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis,
mengarah ke bagian dalam ginal. Satu piramid dengan jaringan
korteks didalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga
18 buah tampak bergaris-garis karena terdiri atas berkas saluran
paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantar piramid terdapat
jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Pada bagian ini
berkumpul ribuan pembuluh halus. Di dalam pembuluh halus ini
terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah badan
malphigi, stelah mengalami berbagai proses (Nuari dan Widayati,
2017).
3) Rongga ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,
berbentuk corong lebar. Pelvis renalis berbatasan dengan jaringan
ginjal, dan bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor. Di setiap
kaliks mayor bercabang membentuk kaliks minor yang langsung
menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung
urine yang terus keluar dari papila (Nuari dan Widayati, 2017).
b. Struktur Mikroskopis Ginjal
Satuan struktur dan fungsional ginjal yang terkecil disebut nefron.
Tiap-tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler.
Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu
glomerulus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam
komponen tubuler terdapat kapsul Bownman, serta tubulus-tubulus
yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus
pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula. Kapsula
Bownman terdiri atas lapisan luar (parietal) dan lapisan yang langsung
membungkus kapiler glomerulus (viseral). Kapsula Bownman

3
bersama glomerulus disebut korpuskel renal (Nuari dan Widayati,
2017).

Gambar 1.2 Bagian-bagian nefron


c. Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata.
Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi
kapiler membentuk gumpalan yang disebut glomerulus dan dikelilingi
oleh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi
penyadangan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai
bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior
(Nuari dan Widayati, 2017).

Gambar 1.3 Vaskularisasi Ginjal


d. Persarafan Ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari refluks renalis (vasomotor). Saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam

4
ginjal. Saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang
masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas
ginjal yang merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan dua
macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison (Nuari
dan Widayati, 2017).

Gambar 1.4 Persarafan pada Ginjal

1.3 Epidemiologi
Gagal ginjal akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan yang
cepat dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan racun,
yang menyebabkan penimbunan sampah metabolik didalam darah misalnya
urea. Gagal ginjal akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal secara mendadak dengan akibat terjadinya
peningkatan hasil metabolik (Wati, dkk., 2018).
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization
(WHO) tahun 2015 memperlihatkan yang menderita gagal ginjal baik akut
maupun kronik mencapai 50% dari 3.000.000 orang sedangkan yang
diketahui dan mendapatkan pengobatan hanya 25% dan 12,5% yang terobati
dengan baik (Wati, dkk., 2018).
Menurut KEMENKES RI tahun 2016 memperkirakan bahwa prevalensi
gagal ginjal akut di Indonesia saat ini mencapai 3.094.915 orang yang
mengalami gagal ginjal akut, mortalitas lebih tinggi pada pasien lanjut usia di
Indonesia kebanyakan pasien yang melewati episode gagal ginjal akut dapat

5
sembuh dengan fungsi ginjal semula dan dapat melanjutkan hidup seperti
biasanya (Wati, dkk., 2018).

1.4 Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Praenal (Hipoperfusi ginjal) terjadi ketika aliran darah ke ginjal menurun
akibat kontraksi volume intravaskuler atau menurunnya volume darah
efektif (Amelia, dkk., 2014). Menurut Nuari dan Widayati (2017) terdiri
atas:
a. Depresi volume cairan ekstrasel (ECF) absolute / Hipovolemia
a) Perdarahan, seperti operasi besar, trauma, pascapartum
b) Diuresis berlebihan
c) Kehilangan cairan dari urologi yang berat, seperti muntah, diare
d) Kehilangan cairan dari ruang ketiga, seperti luka bakar,
peritonitis, pankreatitis
b. Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif
a) Penurunan curah jantung, seperti infark miokardium, disritmia,
gagal jantung kongestif, tamponade jantung, emboli paru.
b) Vasodilatasi perifer, seperti sepsis, anafilaksis, obat, anastesi,
antihipertensi, nitrat.
c) Hipoalbuminemia, seperti sindrom nefrotik, gagal hati (sirosis).
c. Perubahan hemodinamik ginjal primer
a) Penghambat sintesis prostaglanding, seperti aspirin dan obat
NSAID lain.
b) Vasodilatasi arteriol eferen, seperti penghambat enzim
pengonversi angiotensin misalnya kaptopril.
c) Obat vasokontriktor, seperti obat alfa-adnergik misal
norepinefrin, angiotensin II.
2. Intrarenal (Kerusakan aktual jaringan ginjal) terjadi akibat nekrosis
tubular akut hipoksik-iskemik (Amelia, dkk., 2014). Menurut Nuari dan
Widayati (2017) terdiri atas:

6
a. Nekrosis tubular akut
a) Pascaiskemik, seperti syok, sepsis, bedah jantung terbuka,
bedah aorta.
b) Nefrotoksik, seperti antibiotik, pigmen intratubuler.
b. Penyakit vaskuler atau glomerulus ginjal primer
a) Glomerulonefritis progresif cepat atau pascastreptokokus akut
b) Hipertensi maligna
c) Serangan akut pada gagal ginjal kronis terkait pembatasan
garam atau air
c. Nefritis tubulointerstisial akut
a) Alergi, seperti beta laktam (penisilin, sefalosporin),
sulfonamid.
b) Infeksi, seperti pielonefritis akut.
3. Pascarenal (obstruksi aliran urin) terjadi karena tekanan di tubulus
ginjal meningkat akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat (Amelia,
dkk., 2014). Menurut Nuari dan Widayati (2017) terdiri atas:
a. Obstruksi uretra, seperti katup uretra, striktur uretra.
b. Obstruksi aliran keluar kandung kemih, seperti hipertrofi prostat,
karsinoma.
c. Obstruksi ureter bilateral
a) Intraureter, seperti batu, bekuan darah
b) Ekstraureter (kompresi), seperti fibrosis retroperitoneal,
neoplasma kandung kemih, ligasi bedah
d. Kandung kemih neurogenik.

1.5 Faktor Risiko


Berikut merupakan faktor risiko pada penyakit gagal ginjal akut (GGA)
menurut Rachmadi (2011) dan Kemenkes RI (2017) antara lain:
a. Obesitas, seseorang yang mengidap obesitas ginjal juga harus bekerja lebih
keras menyaring darah lebih dari normal untuk memenuhi kebutuhan
metabolik akibat peningkatan berat badan. Dengan adanya peningkatan
fungsi ini dapat merusak ginjal.

7
b. Diabetes, seseorang yang terkena diabetes pembuluh darah kecilnya
terluka atau rusak. Jika pembuluh darah di ginjal terluka maka ginjal tidak
dapat membersihkan darah dengan benar.
c. Hipertensi, seseorang yang mengidap hipertensi (tekanan darah tinggi)
berisiko terkena penyakit ginjal.
d. Perubahan pada kadar kreatinin serum (meningkat). Konsentrasi dari
kreatinin serum sulit diperkirakan dan keterlambatan dari penilaian
penurunan fungsi ginjal.
e. Kelainan kongenital, yaitu obstruksi aliran kemih yang dapat
menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan mudah menimbulkan infeksi
saluran kemih berulang.
f. Factor genetik, gagal ginjal tidak diturunkan atau terkait genetik. Namaun
faktor risiko gagal ginjal seperti hipertensi atau diabetes memiliki
kecenderungan untuk diderita oleh pasien beserta keturunanya.

1.6 Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Ginjal Akut (GGA) dengan kriteria RIFLE yang
terdiri dari tiga ketegori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum
atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya
penurunan fungsi ginjal (Triastuti, 2017).

Kategori Peningkatan Penurunan Kriteria


Creatinin Serum Laju Filtrasi Output
(SCr) Glomerulus Urine (UO)
(LFG)
Risk >1,5 kali nilai >25% nilai <0,5
dasar dasar mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai >50% nilai <0,5
dasar dasar mL/kg/jam,
>12 jam
Failure >3,0 kali nilai >75% nilai <0,5
dasar atau >4 mL/kg/jam.

8
mg/dL dengan dasar >24 jam atau
kenaikan akut >0,5 Anuria >12
mg/dL jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari
4 minggu
End Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari
Stage 3 bulan
Tabel 1.1 Klasifikasi Gagal Ginjal Akut (Triastuti, 2017)

1.7 Manifestasi Klinis


Menurut Salam (2006) dalam Wati dkk (2018) gejala klinis yang umum
terjadi pada penderita gagal ginjal akut (GGA) antara lain:
a. Mual muntah dan diare
b. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi dan nafas mungkin
berbau urine (fetouremik)
c. Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang)
d. Perubahan pengeluaran produksi urine sedikit dan dapat mengandung
darah
e. Anoreksia disebabkan karena akumulasi produk sisa nitrogen
f. Sakit atau nyeri pada tulang dan sendi akibat kehilangan kalsium dari
tulang
g. Kelemahan akibat anemia
h. Hipertensi, peningkatan berat badan dan edema

1.8 Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal akut (GGA) adalah ketika terjadi gangguan
perfusi oksigen dan nutrisi dari nefron baik karena pasokan yang menurun
maupun permintaan yang meningkat. Terdapat tiga kategori gagal ginjal akut
(GGA) yaitu prerenal, renal dan postrenal dengan mekanisme patofisiologi
berbeda.

9
a. Prerenal
Gagal ginjal akut (GGA) prerenal adalah hipoperfusi ginjal.
Hipoperfusi dapat disebabkan oleh hipovelemia atau menurunnya volume
sirkulasi yang efektif (Sutjahjo, 2015). Penyebab umumnya juga dapat
terjadi akibat penurunan volume intravaskular karena perdarahan,
dehidrasi, atau hilangnya cairan gastrointestinal. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan aliran darah dan gangguan dalam mempertahankan
tekanan filtrasi intraglomerulus sehingga ginjal hanya menerima 25% dari
curah jantung (Sutjahjo, 2015).
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata <70
mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka
mekanisme otoregulasi akan terganggu. Dimana arteriol afferent
mengalami vasokonstriksi serta terjadi peningkatan Na+ dan air.
Otoregulasi ginjal dapat dipengaruhi beberapa obat ACE/ARB, NSAID,
terutama pada pasien 60 tahun ke atas dengan kadar kreatinin mg/dl
sehingga dapat terjadi Gagal Ginjal Akut (GGA) prerenal (Sutjahjo, 2015).
b. Renal
Gagal ginjal akut (GGA) renal yaitu kelainannya berada pada ginjal
(glomerulus, tubulus, dan vascular dalam ginjal) yang disebabkan oleh
kelainan vaskuler seperti vasculitis, hipertensi maligna, glomerulus nefritis
interstitial akut (Sutjahjo, 2015). Pada keadaan iskemik, apabila keadaan
pada hipoperfusi pada ginjal ini terjaadi berkepanjangan maka dapat
terjadi kerusakan struktur epitel didalm tubulus. Sehingga dapat terjadi
yang dinamakan nekrosis tubular akut. Pada keadaan nekrosis tubular
akut, iskemik yang terjadi melebihi kemampuan autoregulasi ginjal
sehingga ginjal tidak dapat mengatasi keadaan hipoperfusi yang terjadi.
Tahapan nekrosis tubular akut ada tiga yaitu : 1) Peningkatan Ca2+intrasel
yang menyebabkan cytoskeleton. 2) Peningkatan NO, caspase, dan
mettaloproteinase serta defisiensi heat shock protein, akan menyebabkan
nekrosis dan apoptosis sel. 3) Obstruksi tubulus. Mikrovili tubulus
proksimalis yang terlepas bersama debris seluler akan membentuk substrat
yang akan menyumbat tubulus (Sutjahjo, 2015).

10
c. Postrenal
Gagal ginjal akut (GGA) postrenal disebabkan oleh obstruksi
intrarenal dan ekstrarenal. Gagal ginjal akut (GGA) postrenal terjadi
bila obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak
berfungsi. Pada fase awal dari obstruksi total ureter akut, terjadi
peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal
dimana ini disebabkan oleh prostaglandin. Pada fase kedua terjadi
penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh
thromboxane. Fase ketiga ditandai oleh aliran darah ginjal yang
semakin menurun dan mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi
dan factor pertumbuhan yang akan menyebabkan fibriosis interstitial
ginjal (Sutjahjo, 2015).

11
1.9 Pathway
Pre renal Pathway
(Hemoragi,
Dehidrasi, Sequestrasi, dll)
Intra renal (Iskemik, Eklamsia Post renal (Batu ginjal, Tumor,
Aefropati Heroin, dll) Obstruksi Kandung Kemih)

Penurunan sirkulasi ginjal Retensi urin


Gangguan fungsi dan struktur ginjal Aliran urin dari ginjal menurun

Menekan saraf perifer


Suplai darah ginjal menurun
Penumpukan zat toksik di ginjal
Nyeri Akut
Kerja ginjal terganggu

Gagal Ginjal Akut Merusak jaringan ginjal


GFR menurun
(GGA)

Mempengaruhi sistem kardiovaskuler Kurang pengetahuan Ketidakmampuan ginjal Haluaran urin berkurang Sekresi protein terganggu
mengekresikan urin
Produksi eritropoetin menurun Gelisah Oliguria Gangguan keseimbangan asam basa
Retensi cairan Na dan elektrolit
Iskemik Produksi asam basa lambung naik
Defisiensi
Pengetahuan
Penurunan O2 Mual muntah
Cairan tubuh Hipertensi Hiperkalemia
meningkat
Merangsang medula oblongata
Anoreksia
Kelebihan Edema Peningkatan Disritmia
Peningkatan daya kontraktilitas beban cairan gangguan jantung otot jantung Intake makanan tidak adekuat

Kelebihan Volume
Takikardi Resiko tinggi
Edema paru Gagal jantung Cairan Tubuh Ketidakseimbangan Nutrisi
kongestif gagal jantung Kurang dari Kebutuhan
Dyspnea 13
Tubuh
Gangguan Pertukaran Gas
Ketidakefektifan Pola Napas
1.10 Pemeriksaan Penunjang
a. Kreatinin dan BUN serum keduanya tinggi karena beratnya gagal
ginjal.
b. Klirens kreatinin menunjukkan penyakit ginjal tahap akhir bila
berkurang s/d 90%.
c. Elektronik serum menunjukkan peningkatan kalium, fosfor,
kalsium, magnesium dan produk fasfor – kalsium dengan natrium
serum rendah.
d. Gas darah arteri (GDA) menunjukkan asidosis metabolik (nilai PH,
kaderbikarbonat dan kelebihan basa dibawah rentang normal).
e. HB dan hematokrit dibawah rentang normal.
f. Jumlah sel darah merah dibawah rentang normal.
g. Kadar alkalin fosfat mungkin tinggi bila metabolisme tulang
dipengaruhi.

1.11 Penatalaksanaan
Menurut Nuari dan Widayati (2017) penatalaksanaan yang dapat
dilakukan meliputi antara lain :
a. Mempertahankan keseimbangan cairan
Koreksi keseimbangan cairan didasarkan pada BB harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urine dan serum,
cairan yang masuk dan yang keluar serta tekanan darah klien.
Pemberian diuretik furosemide mencegah reabsorbsi Na sehingga
mengurangi metabolik sel tubulus ginjal serta mengurangi masa
oliguria.
b. Mempertahankan keseimbangan elektrolit
Pada hipernatremi dapat diatasi dengan pemberian infus glukosa
50% dan insulin 10 U selama 5 menit dapat menurunkan kalium 1-
2 mEq/L dalam 30-60 menit. Pada hiperfosfatemia dapat
dikendalikan dengan agen pengikat fosfat (aluminium hidroksida).
Agen ini mencegah peningkatan serum fosfat dengan menurunkan

14
absorbsi fosfat disaluran cerna. Dan pada hipokalsemia dapat
diatasi dengan pemberian preparat kalsium glukonas 10% IV.
c. Mempertimbangan status nutrisi
Kebutuhan nutrisi disesuaikan dengan keadaan proses
kataboliknya. Diet protein dibatasi sampai 0,6 gr/KgBB/hr selama
fase oliguria untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah
akumulasi produk toksik. Kebutuhan kalori dipenuhi dengan
pemberian diet tinggi karbohidrat, karena kebutuhan energi dari
pemecahan karbohidrat telah terpenuhi maka pemecahan protein
tidak akan terjadi dan intake kalium dan fosfat (pisang, jeruk, kopi)
dibatasi.
d. Mencegah dan memperbaiki infeksi terutama ditujukan pada
infeksi saluran nafas dan saluran kemih. Tanda infeksi
menunjukkan adanya reaksi demam. Perawatan / penggantian
kateter dan pelepasan kateter harus sering dilakukan.
e. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Perdarahan
saluran cerna dapat dideteksi dari kenaikan rasio ureum / kreatinin
disertai penurunan hemoglobin.

15
BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan, verifikasi,
dan komunikasi data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder
(keluarga, tenaga kesehatan) kemudian data dianalisis sebagai dasar untuk
diagnosa keperawatan (Potter dan Perry, 2005).
a. Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register,
tanggal datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian.
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari : (Burnside, 1995)
1. Diagnosa medik
Sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter dengan
penjelasan dari singkatan-singkatan atau istilah medis terkait
gagal ginjal akut.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan paling mengganggu yang dirasakan
klien sehingga klien datang ke rumah sakit. Keluhan utama yang
dialami oleh penderita gagal ginjal akut yaitu terjadinya
penurunan produksi miksi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien
yang sekarang dialami sejak klien mengalami keluhan pertama
kalinya sampai klien memutuskan ke rumah sakit. Kronologis
kejadian yang harus diceritakan meliputi waktu kejadian,
cara/proses, tempat, suasana, manifestasi klinis, riwayat
pengobatan, persepsi tentang penyebab dan penyakit. Jika
terdapat keluhan nyeri maka disertai pengkajian nyeri PQRST.
Biasanya tanda yang awal muncul pada penderita gagal ginjal

16
akut yaitu tidak bias kencing, kencing sedikit, sering BAK pada
malam hari, kelemahan otot atau tanpa keluhan lainnya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga ada tidaknya yang pernah menderita
gagal ginjal akut. Digambar melalui genogram minimal 3
generasi terdahulu dan diberi tanda sesuai format yang
ditentukan.
c. Pengkajian Pola Gordon

No. Pola Gordon Komponen Pengkajian

1 Pola persepsi Klien osteomyelitis biasanya tidak menyadari


dan bahwa mengidap penyakit tersebut sebelum
pemeliharaan memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan.
kesehatan

2 Pola nutrisi dan Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake
metabolisme dan output makanan. Pada klien osteomyelitis
normal

3 Pola eliminasi Jarang ditemukan gangguan BAB dan BAK, hanya


untuk ke kamar mandi dibantu kruk

4 Pola aktivitas Klien dengan Osteomyelitis pola aktivitas dan


dan latihan latihan untuk memenuhi perawatan diri sedikit
terganggu, dikarenakan nyeri lokal pada area
infeksi.

5 Pola tidur dan Klien dengan Osteomyelitis kemungkinan akan

17
istirahat terganggu saat istirahat, dikarenakan nyeri pada
area infeksi.

6 Pola Kognitif Klien osteomyelitis masih tetap sadar dan mampu


dan konseptual menjawab pertanyaan dengan baik.

7 Pola persepsi Menjelaskan tentang gamabran diri, harga diri,


diri ideal diri dan peran masing-masing individu. Pada
klien osteomyelitis tidak terjadi gangguan pada
pola persepsi.

8 Pola peran dan Klien osteomyelitis tidak mengalami gangguan


hubungan pada pola peran dan hubungan.

9 Pola seksualitas Pada klien osteomyelitis tidak terdapat gangguan


dan reproduksi pada sistem seksual reproduksi

10 Pola toleransi Manajemen koping setiap individu berbeda-beda


koping stres tergantung dari berbagai faktor. Lamanya waktu
perawatan membuat klien ketergantungan dan
ketidakberdayaan yang bisa menngakibatkan reaksi
psikologis negatif yaitu, ansietas. Hal ini
menyebabkan mekanisme koping klien tidak
efektif.

11 Pola tata nilai Sistem nilai dan kepercayaan pada penderita


dan kepercayaan osteomyelitis berkaitan dengan klien percaya
bahwa dapat sembuh dan mampu melakukan
tidakan untuk kesembuhannya dan tidak
menghambat klien untuk beribadah.

18
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pada klien gagal ginjal akut akan terlihat lemah, terlihat
sakit berat, dan letargi (penurunan kesadaran dan pemusatan
perhatian serta kesiagaan).
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada klien dengan gagal ginjal akut juga sama dengan
klien lainnya pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi,
tekanan darah, pola pernapasan, dan suhu tubuh. Tanda-tanda
vital pada klien dengan gagal ginjal akut biasanya sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering
didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi
mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai
dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah
terjadi perubahan dari hipetensi ringan sampai berat.
3. Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan
kulit kepala kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan
abnormal dibagian kepala.
b) Mata
Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus (mata
menonjol), anemis (+), kesulitan memfokuskan mata, dan
hilangnya alis mata.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan
abnormal pada kedua mata.
c) Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga

19
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
e) Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi,
dan lidah klien bersih.
Palpasi : tidak ada masalah.
f) Leher
Inspeksi : leher simetris
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis.
g) Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara
umum bentuk dada tidak ada masalah, pergerakan nafas
cepat/pendek, krepitasi serta dapat dilihat batas ada saat
perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya sonor). Pada
pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks
atau dikenal dengan siklus kordis dan aktivitas artikel,
bunyi jantung lebih cepat.
h) Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk
perut, dinding perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan
serta dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal,
kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah anus,
rectum, dan genitalia.
i) Ekstremitas
Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya
rentang gerak keseimbangan dan gaya berjalan, biasanya
pada klien dengan gagal ginjal akut memiliki keluhan seperti
kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas
bawah.

20
j) Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan
warna kulit normal, warna kuku normal serta CRT < 2
detik.. Namun apabila terjadi gagal ginjal akut cenderung
kuku rapuh dan tipis.
k) Keadaan lokal
Pengkajian terfokus pada kondisi local. Pada klien dengan
gagal ginjal akut pengkajian pada keadaan lokal yaitu di
daerah abdomen. Pada penderita gagal ginjal akut apabila
dilakukan pemeriksaan maka akan dijumpai abdomen
kembung , diare / konstipasi.
e. Prosedur Diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sediman kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenin
<1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00
menunjukkan ISK , NTA, dan GGA. Osmolalitas kurang dari 350
menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 :
1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin
meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus
tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein
menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tutbuh,
menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan
disritmia dan henti jantung.

21
d. Pemeriksaan PH
Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan
metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses
metaboluk normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal
turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan
karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik
progresif menyertai gagal ginjal.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons
manusia terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan
respons dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.
Indikator diagnostik data yang digunakan untuk mendiagnosis dan untuk
membedakan satu diagnosis dari yang lain. Indikator diagnostik meliputi
batasan karakteristik yang meliputi tanda dan gejala dan faktor risiko yang
meliputi faktor yang berhubungan dengan penyebab, keadaan, fakta, atau
pengaruh yang memiliki beberapa jenis hubungan dengan diagnosis
keperawatan.
Diagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami gagal ginjal akut
antara lain :
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d edema paru, asidosis metabolic,
pneumonitis, perikarditis
3. Nyeri akut b.d agens cedera fisik
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
5. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
6. Retensi urin b.d obstruksi saluran perkemihan
7. Defisiensi pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan

22
2.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah berbagai perawatan, berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakuakan oleh
seorang perawat untuk meningkatkan hasil klien/pasien. Diagnosis keperawatan digunakan untuk mengidentifikasi hasil yang
diharapkan dari perawatan dan merencanakan tindakan keperawatan yang spesifik secara berurutan.
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1 Gangguan Tujuan: 1. 01014 Pemantauan Respirasi 1. Mengetahui hasil dari frekuensi,
pertukaran gas 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman irama, dan kedalaman napas
Setelah dilakukan tindakan
dan upaya napas 2. Menentukan apakah klien
keperawatan selama 2 x 24 jam
2. Monitor pola napas (seperti mengalami takipnea atau bradipnea
diharapkan keluhan sesak pasien
bradipnea, takipnea, hiperventilasi) 3. Mengetahui adanya kelainan pada
dapat berkurang dengan
3. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru ekspansi paru
Kriteria Hasil: 4. Auskultasi bunyi napas 4. Mengetahui adanya penambahan

L.01003 – Pertukaran Gas 5. Atur interval pemantauan respirasi suara napas


sesuai kondisi klien 5. Memantau keadaan respirasi klien
1. Dispnea dari skala 3 (sedang)
6. Dokumentasi hasil pemantauan 6. Bukti dilakukannya pemeriksaan
ditingkatkan ke skala 4
(cukup menurun)
2. Bunyi napas tambahan dari

23
skala 3 (sedang) ditingkatkan
ke skala 4 (cukup menurun)
3. Takikardia dari skala 3
(sedang) ditingkatkan ke
skala 4 (cukup menurun)
4. Pola napas dari skala 3
(sedang) ditingkatkan ke
skala 4 (cukup menurun)

2 Ketidakefektifan Tujuan: 1.01011 - Manajemen Jalan Napas


1. Mengetahui keefektifan dan
Pola Napas
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas (Frekuensi, ketidakefektifan pola napas
keperawatan selama 1 x 24 jam Kedalaman, Usaha napas)
diharapkan keluhan sesak pasien 2. Monitor bunyi napas tambahan 2. Mengetahui adakah tambahan
dapat berkurang dengan seperti wheezing atau lainnya bunyi napas yang normal atau

3. Pertahankan kepatenan jalan napas abnormal


Kriteria Hasil:
dengan head-tilt dan chin-lift
3. Menjaga kualitas dan frekuensi
L.01004 – Pola Napas 4. Posisikan semi fowler atau fowler
pernapasan
5. Frekuensi napas dipantau 5. Monitor adanya produksi sputum
dari skala 3 (sedang) 4. Menyamankan klien dan

24
ditingkatkan ke skala 5 6. Latih kemampuan batuk efektif
mempermudah untuk rileks dalam
(membaik) 7. Atur interval pemantauan respirasi
bernapas
6. Kapasitas vital dipantau dari sesuai kondisi pasien
skala 3 (sedang) ditingkatkan 5. Mengecek adakah dahak yang
ke skala 1 (menurun) terdapat di saluran pernapasan
7. Kedalaman napas dipantau
dari skala 3 (sedang) 6. Memandirikan klien untuk

ditingkatkan ke skala 5 mampu melakukan teknik batuk

(membaik) efektif

7. Menjaga kualitas kepatenan


pernapasan klien

3 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1400 Manajemen Nyeri


1. Menentukan dan mengetahui asal
keperawatan selama 1x24 jam
1. Lakukan pengkajian nyeri letak nyeri , skala ke berapa dan
diharapkan nyeri dapat
konprahensif yang meliputi lokasi, kualitas nyeri
berkurang Dengan kriteria hasil:
karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Nyeri dipertahankan pada kualitas, intensitas, atau berat nyeri 2. Mengetahui adakah trauma nyeri

25
skala 2 ditingkatkan ke dan faktor pencetus
yang dirasakan klien atau tidak serta
skala 5 (210901) 2. Gunakan strategi komunikasi
seberapa bias klien dapat menangani
2. Meringis dipertahankan terapeutik untuk mengetahui
nyeri tersebut
pada skala 2 ditingkatkan pengalaman nyeri dan sampaikan
ke skala 5 (210918) penerimaan pasien terhadap nyeri 3. Mengetahui adakah larangan
3. Pertimbangkan pengaruh budaya tertentu yang berpengaruh pada
terhadap respon nyeri budaya klien
4. Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien 4. Menguragi perasaan nyeri klien
terhadap ketidaknyamanan dan membuat klien merasa lebih
nyaman dan tenang

4 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan tindakan 1100 Manajemen nutrisi 1100 Manajemen nutrisi
n nutrisi kurang keperawatan selama 3x24 jam
1. Tentukan status gizi pasien dan 1. Mengetahui status gizi klien
dari kebutuhan diharapkan status nutrisi dapat
kemampuan klien untuk memenuhi sebelum masuk rumah sakit
tubuh diperbaiki. Dengan kriteria
kebutuhannya.
hasil: 2. Agar kebutuhan makanan klien
2. Tentukan preferensi makanan bagi
a. Hasrat untuk makan seimbang dan terpenuhi dengan baik
klien
dipertahankan pada skala 2
3. Bantu klien dalam menentukan 3. Menjaga keinginan makanan klien

26
ditingkatkan di skala 5 pedoman makanan yang cocok
agar nafsu makan klien semakin
(101401) dalam mememnuhi kebutuhan
meningkat
b. Intake nutrisi dipertahankan nutrisi
pada skala 2 ditingkatkan di
5246 Konseling nutrisi
skala 5 (101407)
1. Kaji asupan makan dan kebiasaan 5246 Konseling nutrisi
makan klien.
1. Mengetahui pola makan klien
2. Fasilitas untuk mengidentifikasi
untuk dapat mengukur seberapa porsi
perilaku makan yang harus dirubah.
yang akan di sajikan
3. Gunakan standar gizi yang bisa
diterima untuk membantu pasien 2. Menjaga keseimbangan makanan
mengevaluasi intake diet yang klien agar menjadi lebih sehat dan
adekuat. seimbang

3. Menjaga keseimbangan pola


makanan pasien agar lebih terarah
dan terjaga dengan baik

5 Kelebihan volume Tujuan: 1.03102 - Manajemen Elektrolit :


1. Mengetahui penyebab pada
caitan Hiperkalsemia
Setelah dilakukan tindakan

27
keperawatan selama 2 x 24 jam 1. Identifikasi penyebab peningkatan
peningkatan kadar kalsium serum
diharapkan keseimbangan kadar kalsium serum
cairan tubuh akan terkontrol 2. Menjaga kestabilan cairan pada
2. Monitor intake dan output cairan
dengan klien agar tetap seimbang
3. Monitor fungsi renal
Kriteria Hasil:
3. Mengetahui terdapat gangguan
4. Hindari konsumsi makanan yang fungsi atau tidak pada ginjal
1. Keseimbangan intake dan
mengandung kalsium seperti
output diekspektasikan pada
makanan kemasan, hidangan laut, 4. Agar tidak membuat dan
skala 2 (cukup buruk)
dan kacang-kacangan memperparah kerusakan ginjal yang
ditingkatkan ke skala 4
dialami oleh klien
(cukup membaik) 5. Anjurkan konsumsi banyak buah-
2. Asites diekspektasikan pada buahan 5. Mempercepat penyembuhan pada
skala 2 (cukup buruk) ginjal secara non farmakologi atau
6. Kolaborasi dengan dokter terkait
ditingkatkan ke skala 4 secara alami
pemberian diuretik dan obat yang
(cukup membaik)
ditetapkan untuk menggeser kalium 6. Memberikan obat yang sesuai
3. Edema perifer
kedalam sel dengan takaran agar efek dan sasaran
diekspektasikan pada skala 2
yang dituju tepat sasaran
(cukup buruk) ditingkatkan
ke skala 4 (cukup membaik)

28
6 Retensi Urin Tujuan: 1.04165 – Perawatan Retensi Urin
2. Untuk mengetahui penyebab
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifkasi penyebab retensi urin yang jelas dari retensi urin
keperawatan selama 3 x 24 jam 3. Menjaga kestabilan cairan pada
2. Monitor intake dan output cairan
diharapkan retensi urin pasien klien agar tetap seimbang
berkurang dengan 3. Berikan ransangan berkemih 4. Mengeluarkan urin yang

Kriteria Hasil 4. Pasang kateter urin, jika terhambat atau sulit untuk keluar

pengosongan urin terus-menerus 5. Mempermudah klien untuk


L. 14127 – Kontrol Gejala
tidak tuntas melakukan pengeluaran urin agar
1. Mendapatkan perawatan menghindari terjadinya retensi
kesehatan saat gejala bahaya 5. Anjurkan pasien atau keluarga untuk urin yang terus-menerus
muncul diekspektasi pada mencatat output urine

skala 2 (cukup menurun)


ditingkatkan ke 4 (cukup
meningkat)
L. 04034 – Eliminasi Urin

29
1. Frekuensi BAK
diekspektasikan pada skala 2
(cukup buruk) ditingkatkan
ke skala 4 (cukup membaik)

7 Defisiensi Tujuan: 1.12360 – Bimbingan Sistem


1. Mengkaji permasalahan kesehatan
Pengetahuan Kesehatan
Setelah dilakukan tindakan yang tidak sesuai
keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi masalah kesehatan
diharapkan pengetahuan pasien individu 2. Memperlancar proses

bertambah dengan 2. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan penyembuhan klien


kesehatan
Kriteria Hasil 3. Memandirikan klien agar dapat
3. Bimbing untuk bertanggug jawab
menyadari permasalahan kesehatan
L. 12111 – Tingkat Pengetahuan mengidentifikasi dan
yang sedang terjadi pada individu
1. Perilaku sesuai anjuran mengembangkan kemampuan

verbalisasi minat dalam memecahkan masalah kesehatan 4. Memastikan kesungguhan klien

belajar diekspektasikan pada secara mandiri dalam menerima informasi kesehatan

skala 3 (sedang) ditingkatkan yang diberikan oleh perawat


1. 12435 – Edukasi Perilaku Upaya
pada skala 4 (cukup
Kesehatan 5. Menambahkan wawasan dan ilmu
yang bermanfaat kepada klien agar

30
meningkat) 1. Identifikasi kesiapan dan
dapat diterapkan dirumah
kemampuan menerima informasi
2. Kemampuan menjelaskan
6. Memandirikan klien agar dapat
pengetahuan tentang suatu 2. Ajarkan program kesehatan dalam
memelihara kesehatan klien dalam
topik diekspektasikan pada kehidupan sehari-hari
bentuk pencegahan dan penangan
skala 3 (sedang) ditingkatkan
3. Ajarkan cara pemeliharaan masalah kesehatan yang muncul
pada skala 4 (cukup
kesehatan
meningkat)

L. 12110 – Tingkat Kepatuhan

1. Verbalisasi kemauan
mematuhi program
perawatan atau pengobatan
diekspektasikan pada skala 3
(sedang) ditingkatkan pada
skala 4 (cukup meningkat)

31
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


3.1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. S No. RM : 008501

Umur : 50 tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Jenis : Laki-laki Status : Menikah


Kelamin Perkawinan

Agama : Islam Tanggal MRS : 12 November


2019

Pendidikan : SD Tanggal : 12 November


Pengkajian 2919

Alamat : Sumber Kejayan, Sumber : Klien,


Mayang Informasi keluarga, rekam
medik

3.1.2 Riwayat Kesehatan


1. Diagnosa Medik:
Gagal ginjal akut
2. Keluhan Utama:
Pasien mengatakan lemas dan sesak napas
3. Riwayat penyakit sekarang:
Saat dilakukan pengkajian, klien terlihat terbaring dan membuka
mata, saat di panggil namanya, pasien menoleh dan mampu
menjawab semua pertanyaan, orientasi pasien baik. Saat MRS
pasien mengeluhkan sesak napas, badan terasa lemah, pinggang
yang terasa sakit dan kaki kanan dan kiri tiba-tiba bengkak. Pasien
dibawa kerumah sakit Jember klinik dan didiagnosa menderita

32
gagal ginjal akut dan dokter menyarankan untuk rawat inap dan
melakukan cuci darah.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Pasien mengatakan bahwa ia memiliki riwayat penyakit
hipertensi dan striktur uretra.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Pasien mengatakan bahwa ia memiliki alergi pada makanan
yaitu udang, dan jika memakan udang terlalu sering membuat
pasien merasa gatal-gatal.
c. Imunisasi:
Keluarga pasien mengatakan tidak tahu tentang imunisasi apa
saja yang pernah diberikan pada pasien
d. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Pasien dan keluarga mengatakan bahwa sejak dulu adalah
seorang perokok aktif. Pasien mengatakan, dalam sehari dapat
menghabiskan 2 pack atau lebih rokok dalam sehari. Namun
saat ini, ketika merasakan gejala, pasien tidak merokok
kembali.
e. Obat-obat yang digunakan
Keluarga mengatakan bahwa pasien sering mengonsumsi obat-
obatan yang di beli di warung
5. Riwayat penyakit keluarga:
Pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang menderita
penyakit seperti yang diderita saat ini dan pasien mengatakan tidak
memiliki penyakit menular seperti TBC atau lainnya.
Genogram:

33
Keterangan:

: perempuan : klien

: laki-laki : tinggal bersama

: laki-laki meninggal dunia : berpisah

: perempuan meninggal dunia

3.1.3 Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan


1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan :
Pasien mengatakan bahwa kesehatan itu adalah nomor satu, untuk
itu pasien selalu berupaya agar ia dan keluarganya bisa menjaga
kesehatan dengan baik. Jika anggota keluarga ada yang sakit maka
akan membeli obat di warung. Pasien mengatakan sangat jarang
mengontrolkan kesehatan kecuali saat gejala terjadi sudah lama dan
parah, serta selama ini pasien kurang memahami segala macam
penyakit yang terjadi padanya.
2. Pola nutrisi/ metabolik :
Antropometri: Sebelum MRS BB 63 kg , TB 170 cm dan Setelah
MRS BB 65 kg, TB 170 cm.

Biomedical sign: Hb 8,9 gr/dl. Hb klien kurang dari normal


sehingga klien membutuhkan asupan makanan yang mengandung
zat Fe.

Clinical sign: Composmentis

Diet pattern: Intake makanan pasien baik. Pasien menyukai


makanan yang asin dan pedas, pasien makan 3 kali sehari ketika
dirumah dan dirumah sakit tetapi tidak menghabiskan seluruh
makanannya. Pasien mengatakan setiap makan sering

34
mengonsumsi makanan yang tinggi serat. Akan tetapi pasien
mengatakan BB nya bertambah walau makan sedikit.
3. Pola eliminasi:

BAK
Frekuensi :Sebelum dan selama di rumah sakit,
pasien BAK sekitar 1-2 x/hari
Jumlah :Kurang lebih 50 cc
Warna :Kuning pekat
Bau :Amoniak
Alat bantu :Tidak ada

BAB
Frekuensi : Sebelum dan selama di rumah sakit, pasien
BA B sekitar 1 x/hari dengan pola yang
tidak teratur
Jumlah : Sesuai intake
Warna : Kuning kecoklatan
Bau : Normal
Alat bantu : Tidak ada
4. Pola aktivitas & latihan:
Pola aktivitas pasien selama di rumah sakit dilakukan secara
mandiri dan terkadang meminta pertolongan kepada keluarga.
Aktivitas pasien juga terbatas dan pasien mengatakan cepat lelah
setelah beraktivitas.

Status oksigenasi : Respiratory rate 25x/menit, Pengembangan


paru simetris, bunyi napas wheezing. Pernafasan takipnea, tidak
terdapat efek dari aktivitas.
Fungsi kardiovaskuler: Nadi 85x/menit, CRT > 2 detik, dan TD
140/110 mmHg. Terdapat keluhan berdebar-debar setelah
beraktivitas.

35
Terapi oksigen : Tidak menggunakan alat bantu pernapasan untuk
meningkatkan kebutuhan oksigenasi saat beraktivitas.
5. Pola tidur dan istirahat

Durasi : Baik sebelum dan sesudah di rumah sakit pasien tidur


selama kurang dari 7 jam. Pasien tidak memiliki kebiasaan tidur
buruk karena pasien merasa ketika lelah butuh istirahat yang
banyak.
Gangguan tidur : Sebelum dan sesudah di rumah sakit pasien tidak
mengalami gangguan tidur.
Keadaan bangun tidur : Sebelum dan sesudah di rumah sakit pasien
bangun masih terlihat lelah.
6. Pola kognitif dan perseptual

Fungsi kognitif dan memori : Pasien masih dapat mengingat


dengan benar, mengambil keputusan dengan cepat dan penilaian
baik.

Fungsi dan keadaan indera : Sebelum dan sesudah di rumah sakit


fungsi penglihatan pasien masih baik, mampu mendengar dengan
baik saat berbicara dengan perawat, pasien masih bisa merasakan
manis, asin, pedas.

7. Pola persepsi diri

Gambaran diri : Pasien merasa tidak nyaman dengan benjolanatau


edema yang ada di area kaki kanan dan kaki kirinya. Ukuran
bentuk kaki pasien tidak seperti sebelumnya. Pasien mengatakan
setiap dia berada di keramian, ia selalu menoleh ke arah oranglain
agar dirinya tidak terlihat sedang kesakitan.

Ideal diri : Pasien merasa sesuai ideal dirinya karena memiliki


kemampuan berkomunikasi dengan orang lain baik dan postur
tubuh yang ideal. Namun karena adanya benjolan atau edema di
area kaki kanan dan kiri, pasien merasa kurang percaya diri.

36
Harga diri : Pasien merasa malu dengan kondisi saat ini sehingga
merasa berbeda.

Peran diri : Pasien berperan sebagai suami dan kepala rumah


tangga dan mempunyai dua orang anak, peran diri sebagai suami
dan kepala rumah tangga sedikit terganggu karena beberapa hari
berada di rumah sakit.

8. Pola seksualitas dan reporduksi

Pola seksualitas : Pasien merasa sangat jarang berhubungan seksual


dengan istrinys, namun tidak terdapat gangguan keharmonisan
dengan istri.

Fungsi reproduksi : Pasien memiliki dua orang anak

9. Pola peran dan hubungan

Pasien berperan sebagai suami dan kepala rumah tangga serta


memiliki dua orang anak. Selama di rumah sakit, keluarga selalu
mendampingi. Peran pasien berubah saat masuk rumah sakit karena
tidak bisa mencari nafkah kepada istri dan anaknya

10.Pola Manajemen koping stress

Ketika pasien menghadapi masalah selalu bercerita pada


keluarganya. Saat ini pasien terlihat lebih murung, pendiam.
Namun saat di beri dukungan dari keluarga pasien menunjukkan
keinginan untuk cepat sembuh. Untuk menghibur diri, pasien
melihat dan mengajak berkomunikasi anak-anaknya.

11.Sistem nilai dan keyakinan

Pasien beragama Islam. Sebelum dan sesudah masuk rumah sakit,


pasien menyatakan mengerjakan sholat lima waktu meski dalam
keadaan sakit. Pasien menganggap kondisinya saat ini merupakan
cobaan dari Allah SWT. Pasien mengatakan ia harus sabar dan
menyakini penyakit ini dapat menggugurkan dosa-dosanya.

37
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Kepala simetris, tidak ada jejas, distribusi rambut normal,
persebaran rambut hitam dan sebagian berwarna putih, rambut
berminyak, tidak ada lesi, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
2. Mata
Sklera keruh, konjungtiva anemis, pupil isokor, distribusi bulu
mata merata, bagian kelopak dalam mata kotor, penglihatan mata
kanan terganggu, mata sebelah kiri dapat melihat normal, mata
simetris.
3. Telinga
Bagian luar telinga kanan dan kiri tampak sedikit kotor dan
terdapat serumen, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada massa serta
pendengaran normal, warna kulit telinga sama dengan warna kulit
sekitarnya.
4. Hidung
Tidak terdapat kelainan bentuk, tulang hidung simetris, lubang
hidung normal, tidak ada lesi maupun jejas, tidak ada massa, warna
kulit hidung sama dengan warna di sekitarnya, terdapat sedikit
mucus, area hidung lembap, dan tidak terpasang alat NGT.
5. Mulut
Mukosa bibir kering, warna pucay, bibir simetris, tidak ada massa,
tidak ada luka, bibir pecah-pecah.
6. Leher
Leher pasien terlihat simetris, tidak ada jejas maupun lesi, tidak ada
benjolan ataupun pembesaran kelenjar tiroid, warna kulit dileher
merata dengan warna kulit sekitarnya, tidak ada massa, tidak ada
nyeri tekan.

38
7. Dada
I : Dada pasien terlihat simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
jejas maupun lesi, iktus kordis tidak nampak, tidak ada
pembesaran
P : Tidak ada nyeri tekan, pengembangan paru kanan kiri sama,
dan tidak ada massa ataupun pembengkakan, dan area jantung
pekak
P : Ketika diperkusi area jantung pekak, terdapat getaran antara
kanan dan kiri
A : Bunyi jantung 1 dan 2 terdengar jelas, dan terdapat suara
pernapasan tambahan yaitu wheezing
8. Abdomen
I : bentuk berbentuk, tidak ada jaringan parut, tidak terdapat
penonjolan di bagian perut, umbilicus letak simetris, perut
cembung, warna area kulit sama dengan sekitarnya
P : Tidak teraba massa, perut terasa keras
P : Bunyi sedikit timpani di setiap lapang perut, kecuali perut
bagian hepar bunyi pekak
A : Terdengar bising usus 25x/menit
9. Urogenital
- Pasien tidak terpasang selang kateter
- Paien BAK ± 50 cc/ hari, warna kuning pekat
- Pasien tidak BAB 1 x/hari dan tidak teratur
10. Ekstremitas
-Ekstremitas atas: Tangan kanan terpasang infuse. Tangan kiri klien
terdapat 4 luka bekas tusukan, terdapat tumor berdiameter 5x3 cm
sejak 3 bulan yang lalu, klien mengatakan bahwa hal tersebut
disebabkan oleh seringnya klien dilakukan tusukan yang
merupakan bagian dari prosedur hemodialisa. Warna kulit tidak
merata.
-Ekstremitas bawah : Kaki kanan kiri dapat bergerak normal tapi
terbatas. Terdapat pembengkakan pada area kaki kanan dan kaki

39
kiri. Kaki kanan klien sering mengalami kesemutan, dengan durasi
± 5 menit. Warna kulit tidak merata dengan sekitarnya, ujung kaki
kanan lebih gelap daripada sekitarnya.
- kemampuan otot
5 5

5 5

11. Kulit dan kuku


Kulit pasien tampak kering, turgor kulit kering. Kuku pendek, sedikit
kotor, dan sedikit pucat, CRT > 2 detik.
12. Keadaan lokal
Pasien terlihat terbaring di tempat tidur dengan posisi supinasi
dengan sudut flexi 15-30, terpasang infus ditangan sebelah kanan.

3.1.5 Pemeriksa Penunjang

N
Jenis pemeriksaan Nilai normal (rujukan)
o

Nilai Normal Hasil

1. Leukosit (WBC) 3,70 – 10,1 5,093

2. Neutrofil % 39, 3 – 73,7 60,5

3. Limfosit % 18,0 – 48,3 30,3

4. Monosit % 4,40 – 12,7 5,8

5. Eosinofil % 0,600 – 7,30 2,7

6. Basofil % 0,00 – 1,70 0,7

7. Eritrosit (RBC) 4,5 – 5,9 4,2

8. Hemoglobin 12,0 – 16,0 7,81

9. Hematokrit 38 – 47 22,67

10 MCV 81,1 – 96,0 72,56

40
11 MCH 27,0 – 31,2 24,61

12 MCHC 31,8 – 35,4 32,43

13 RDW 11,5 – 14,5 8,15

14 PLT 155 – 366 23,87

15 MPV 6,90 – 10,6 71,33

16 BUN 7,8 – 20,23 1,74

17 Kreatinin 0.6 – 1,0 1,33

18 Natrium (Na) 135 – 147 148

19 Kalium (K) 3,5 – 5 6,75

3.2 Pengkajian Keperawatan


Table analisis data:

No Hari/ Data Etiologi Masalah Paraf dan


Tanggal/ Nama
Jam

DS:
1. Rabu/13
November
- Pasien
GGA
Eritropoetin
Ketidakefekti
fan Pola

mengeluhkan
2019/08.00 menurun Nafas Ns.Atifah
sesak
WIB Iskemik
- Pasien
Merangsang medula
mengatakan nyeri
oblongata
pada
Peningkatan daya
pernapasannya
kontraktilitas
Takikardi
DO:

41
- Takipnea
- TD : 140/110
Dyspnea
mmHg
Ketidakefektifan
- RR : 25 x/mnt
Pola Nafas

DS:
2. Rabu/13
November
- Pasien
Tidak mampu
eksresikan kelebihan
Retensi Urin

mengatakan sulit
2019/08.00 cairan Ns.Atifah
BAK
WIB Aliran urin dari
- Pasien
ginjal menurun
mengatakan BAK
Haluaran urin
hanya 1-2 kali
berkurang
dalam sehari

Oliguria
DO:
Retensi Urin
- Frekuensi urin
kurang lebih 50
cc
- Urin tampak
kuning pekat
- Pasien hanya
BAK sedikit
DS:
3. Rabu/13
November
- Pasien
GGA
Ketidakmampuan
Kelebihan
Volume

mengatakan berat
2019/08.00 ginjal Cairan Ns. Atifah
badan bertambah
WIB mengeksresikan urin
namun tidak
Retensi Na dan
banyak makan
elektrolit
DO:
- Edema pada
Cairan tubuh
kaki
meningkat
- Oliguria

42
- Bunyi napas
Edema
tambahan
Kelebihan Volume
wheezing
Cairan
- TD : 140/110
- Takipnea
DS:
4. Rabu/13
November
- Pasien
GGA Defisiensi
Kurang pengetahuan Pengetahuan

mengatakan
2019/08.00 Gelisah Ns. Atifah
kurang
WIB Defisiensi
memahami
Pengetahuan
penyakit yang
dialaminya
- Pasien
mengatakan
hanya
mngonsumsi obat
di warung saja
- Pasien
mengatakan akan
pergi kerumah
sakit jika
penyakit yang
dirasakan sudah
lama dan sudah
parah
DO:
- Kurang
informasi
- Kurang sumber
pengetahuan

43
Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi d.d nyeri pada pernapasan,


sesak, dan RR 25x/menit

b. Retensi urin b.d obstruksi saluran perkemihan d.d berkemih sedikit

c. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi d.d berat badan
bertambah dalam waktu singkat dan edema

d. Defisiensi pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan d.d kurang informasi


dan perilaku yang tidak tepat

44
3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


keperawatan
1. Ketidakefektifan Tujuan: 1.01011 - Manajemen Jalan Napas
1. Mengetahui keefektifan dan
Pola Napas
Setelah dilakukan tindakan 8. Monitor pola napas (Frekuensi, ketidakefektifan pola napas
keperawatan selama 1 x 24 jam Kedalaman, Usaha napas)
diharapkan keluhan sesak pasien 9. Monitor bunyi napas tambahan 2. Mengetahui adakah tambahan
dapat berkurang dengan seperti wheezing atau lainnya bunyi napas yang normal atau

10. Pertahankan kepatenan jalan napas abnormal


Kriteria Hasil:
dengan head-tilt dan chin-lift
3. Menjaga kualitas dan frekuensi
L.01004 – Pola Napas 11. Posisikan semi fowler atau fowler
pernapasan
8. Frekuensi napas dipantau 12. Monitor adanya produksi sputum
dari skala 3 (sedang) 13. Latih kemampuan batuk efektif 4. Menyamankan klien dan

ditingkatkan ke skala 5 14. Atur interval pemantauan respirasi mempermudah untuk rileks dalam

(membaik) sesuai kondisi pasien bernapas

9. Kapasitas vital dipantau dari


5. Mengecek adakah dahak yang
skala 3 (sedang) ditingkatkan
terdapat di saluran pernapasan

45
ke skala 1 (menurun)
6. Memandirikan klien untuk
10. Kedalaman napas dipantau
mampu melakukan teknik batuk
dari skala 3 (sedang)
efektif
ditingkatkan ke skala 5
(membaik) 7. Menjaga kualitas kepatenan
pernapasan klien

2. Retensi Urin Tujuan: 1.04165 – Perawatan Retensi Urin


1. Untuk mengetahui penyebab
Setelah dilakukan tindakan 6. Identifkasi penyebab retensi urin yang jelas dari retensi urin
keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Menjaga kestabilan cairan pada
7. Monitor intake dan output cairan
diharapkan retensi urin pasien klien agar tetap seimbang
berkurang dengan 8. Berikan ransangan berkemih 3. Mengeluarkan urin yang

Kriteria Hasil 9. Pasang kateter urin, jika terhambat atau sulit untuk keluar

pengosongan urin terus-menerus 4. Mempermudah klien untuk


L. 14127 – Kontrol Gejala
tidak tuntas melakukan pengeluaran urin agar
2. Mendapatkan perawatan menghindari terjadinya retensi
kesehatan saat gejala bahaya 10. Anjurkan pasien atau keluarga untuk

46
muncul diekspektasi pada mencatat output urine
urin yang terus-menerus
skala 2 (cukup menurun)
ditingkatkan ke 4 (cukup
meningkat)
L. 04034 – Eliminasi Urin
1. Frekuensi BAK
diekspektasikan pada skala 2
(cukup buruk) ditingkatkan
ke skala 4 (cukup membaik)

3. Kelebihan volume Tujuan: 1.03102 - Manajemen Elektrolit :


1. Mengetahui penyebab pada
caitan Hiperkalsemia
Setelah dilakukan tindakan peningkatan kadar kalsium serum
keperawatan selama 2 x 24 jam 7. Identifikasi penyebab peningkatan
diharapkan keseimbangan kadar kalsium serum 2. Menjaga kestabilan cairan pada

cairan tubuh akan terkontrol klien agar tetap seimbang


8. Monitor intake dan output cairan
dengan
3. Mengetahui terdapat gangguan
9. Monitor fungsi renal
Kriteria Hasil: fungsi atau tidak pada ginjal
10. Hindari konsumsi makanan yang
1. Keseimbangan intake dan 4. Agar tidak membuat dan
mengandung kalsium seperti

47
output diekspektasikan pada makanan kemasan, hidangan laut,
memperparah kerusakan ginjal yang
skala 2 (cukup buruk) dan kacang-kacangan
dialami oleh klien
ditingkatkan ke skala 4
11. Anjurkan konsumsi banyak buah-
(cukup membaik) 5. Mempercepat penyembuhan pada
buahan
2. Asites diekspektasikan pada ginjal secara non farmakologi atau
skala 2 (cukup buruk) 12. Kolaborasi dengan dokter terkait secara alami
ditingkatkan ke skala 4 pemberian diuretik dan obat yang
(cukup membaik) ditetapkan untuk menggeser kalium 6. Memberikan obat yang sesuai
3. Edema perifer kedalam sel dengan takaran agar efek dan sasaran

diekspektasikan pada skala 2 yang dituju tepat sasaran

(cukup buruk) ditingkatkan


ke skala 4 (cukup membaik)

4. Defisiensi Tujuan: 1.12360 – Bimbingan Sistem


1. Mengkaji permasalahan kesehatan
Pengetahuan Kesehatan
Setelah dilakukan tindakan yang tidak sesuai
keperawatan selama 1 x 24 jam 4. Identifikasi masalah kesehatan
diharapkan pengetahuan pasien individu 2. Memperlancar proses

bertambah dengan 5. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan penyembuhan klien

48
Kriteria Hasil kesehatan
3. Memandirikan klien agar dapat
6. Bimbing untuk bertanggug jawab
L. 12111 – Tingkat Pengetahuan menyadari permasalahan kesehatan
mengidentifikasi dan
3. Perilaku sesuai anjuran yang sedang terjadi pada individu
mengembangkan kemampuan
verbalisasi minat dalam memecahkan masalah kesehatan 4. Memastikan kesungguhan klien
belajar diekspektasikan pada secara mandiri dalam menerima informasi kesehatan
skala 3 (sedang) ditingkatkan
yang diberikan oleh perawat
pada skala 4 (cukup 1. 12435 – Edukasi Perilaku Upaya
Kesehatan 5. Menambahkan wawasan dan ilmu
meningkat)
4. Identifikasi dan yang bermanfaat kepada klien agar
kesiapan
4. Kemampuan menjelaskan
kemampuan menerima informasi dapat diterapkan dirumah
pengetahuan tentang suatu
topik diekspektasikan pada 5. Ajarkan program kesehatan dalam 6. Memandirikan klien agar dapat
skala 3 (sedang) ditingkatkan kehidupan sehari-hari memelihara kesehatan klien dalam
pada skala 4 (cukup bentuk pencegahan dan penangan
6. Ajarkan cara pemeliharaan
meningkat) masalah kesehatan yang muncul
kesehatan
L. 12110 – Tingkat Kepatuhan

2. Verbalisasi kemauan
mematuhi program

49
perawatan atau pengobatan
diekspektasikan pada skala 3
(sedang) ditingkatkan pada
skala 4 (cukup meningkat)

3.4 Catatan Perkembangan

50
No Hari/Tanggal/ Dx Implementasi keperawatan
Evaluasi Sumatif
Jam
1. Selasa/12 Ketidakefektifan Pola 1. Memonitor pola napas (Frekuensi, S :
November Napas Kedalaman, Usaha napas) -Klien mengatakan nyeri rasa sesak sudah
2019/09.30 WIB 2. Memonitor bunyi napas tambahan seperti agak berkurang
wheezing atau lainnya - Klien mengatakan sudah lebih tenang dan
3. Mempertahankan kepatenan jalan napas nyaman
dengan head-tilt dan chin-lift
4. Memposisikan semi fowler atau fowler O:
5. Memonitor adanya produksi sputum -Wajah pasien klien tampak lebih tenang
6. Melatih kemampuan batuk efektif -Klien mendapat terapi untuk mengurangi
7. Mengatur interval pemantauan respirasi rasa sesak dan batuk
sesuai kondisi pasien - TD 130/80 mmHg, RR 24 x/menit, N=
85 x/menit, S = 360C.

A : Masalah teratasi sebagian

P:
1. Pantau TTV klien

51
2. Pantau tingkat dan frekuensi pernapasan
klien
3. Pantau pengeluaran batuk dan dahak
klien

2 Selasa/12 Retensi Urin 1. Mengidentifkasi penyebab retensi urin S


November - Klien mengatakan lebih mudah BAK
2. Memonitor intake dan output cairan
2019/10.30 WIB ketika dipasang kateter
3. Memberikan ransangan berkemih - Klien mengatakan output urinenya selalu
dicatat
4. Memasang kateter urin, jika pengosongan
urin terus-menerus tidak tuntas
O
5. Menganjurkan pasien atau keluarga untuk - Frekuensi kencing klien bertambah
mencatat output urine -Klien tampak tidak mengeluh kesulitan
BAK lagi
- Klien tampak minum air miniral lebih
banyak

52
Masalah teratasi semua

P
- Lanjutkan intervensi 1 sampai 5
- Pertahankan kenyamanan klien

3 Selasa/12 Kelebihan Volume 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan S


November Cairan kadar kalsium serum -Klien mengatakan area kaki tidak
2019/11.00 WIB kesemutan lagi
2. Memonitor intake dan output cairan
-Klien mengatakan sudah lebih nyaman
3. Memonitor fungsi renal dan enakan dengan bagian ekstremitas
bawah
4. Menghindari konsumsi makanan yang
mengandung kalsium seperti makanan
O
kemasan, hidangan laut, dan kacang-
- CRT < 2
kacangan
- Intake dan Output cairan mulai seimbang
5. Menganjurkan konsumsi banyak buah-
buahan A
Masalah teratasi sebagian
6. Mengkolaborasikan dengan dokter terkait

53
pemberian diuretik dan obat yang ditetapkan
untuk menggeser kalium kedalam sel P
-Lanjutkan intervensi untuk mengurangi
edema
-Pantau intake dan output cairan klien
4 Selasa/12 Defisiensi 1. Mengidentifikasi masalah kesehatan S
November Pengetahuan individu -Klien mengatakan paham dengan
2019/12.30 WIB 2. Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan penjelasan yang dipaparkan
kesehatan
3. Membimbing untuk bertanggug jawab O
mengidentifikasi dan mengembangkan - Klien menyadari tentang kesehatan yang
kemampuan memecahkan masalah ada di dirinya
kesehatan secara mandiri - klien mampu memecahkan masalah
kesehatan secara mandiri
7. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
A
8. Mengajarkan program kesehatan dalam Masalah teratasi seluruhnya
kehidupan sehari-hari

54
9. Mengajarkan cara pemeliharaan kesehatan P
-Lanjutkan intervensi untuk menambahkan
wawasan dan ilmu yang didapatkan klien

55
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan salah satu kegagalan organ ganda
yang dapat memberikan perubahan dengan cepat pada proses keseimbangan
air, elektrolit, homesostatis asam basa (Indra, 2013). Gagal ginjal akut
merupakan penimbunan sampah metabolik didalam darah atau urea akibat
kemunduran yang cukup cepat dari kemampuan ginjal dalam membersihkan
darah dari racun (Wati, dkk., 2018).
4.2 Saran
Untuk pembaca kami harapkan makalah ini dapat menambah referensi
menengenai penyakit gagal ginjal akut. Kami menyadari masih banyak
terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini, sehingga kritik dan saran
sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

56
DAFTAR PUSTAKA

Indra, I. 2013. Anestesia pada Insufisiensi Renal. Idea Nursing Journal. 4(1): 69-
73.

Nuari, N. A dan D. Widayati. 2017. Gangguan pada Sistem Perkemihan &


Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Warianto, C. 2011. Gagal Ginjal. http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-


Indonesia/GagalGinjal_ChaidarWarianto_20.pdf

Wati, N. A., M. T. Puspitasari dan D. Agustina. 2018. Asuhan Keperawatan pada


Klien Gagal Ginjal Akut dengan Masalah Kelebihan Volume Cairan. Tesis.
Pasuruan: STIKES Insan Cendekia Medika Jombang.

Syarifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan dan Kebidanan. Edisi IV. Jakarta: EGC.

Nuari, N. A. dan D. Widayati. 2017. Gangguan pada Sistem Perkemihan &


Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA.

Amelia, P., M. Lubis, dan Y. Trisnawati. 2014. Gangguan Ginjal Akut pada
Keadaan Kritis. Majalah Kedokteran Nusantara. 47(2): 97- 104.

Rachmadi, D. 2011. Gangguan Ginjal Akut (GnGA). 17 September 2011.


Workshop Nefrologi IDAI: 1-17.

Kemenkes Republik Indonesia. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. 9 Maret 2017.


Infodatin. Jakarta.

Sutjahjo, A. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga


University Press (AUP).

57
Triastuti, I. 2017. Acute Kidney Injury (AKI). Bali : Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.

58

Anda mungkin juga menyukai