TRAUMA REN
Pembimbing:
Oleh :
201910401011059
SMF UROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
REFERAT
LEMBAR PENGESAHAN
TRAUMA REN
Disusun Oleh :
Pembimbing
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, Referat Urologi yang berjudul “Trauma Ren” dapat saya selesaikan.
Referat ini disusun sebagai bagian dari proses belajar selama kepaniteraan klinik
di bagian SMF Urologi dan saya menyadari bahwa referat ini tidaklah sempurna.
Untuk itu saya mohon maaf atas segala kesalahan dalam pembuatan referat ini.
Harrie, Sp. U, MKK atas bimbingan dan bantuannya dalam penyusunan referat
ini. Kami sangat menghargai segala kritik dan saran sehingga referat ini bisa
menjadi lebih baik dan dapat lebih berguna bagi pihak-pihak yang membacanya di
kemudian hari.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Pendahuluan 1
2.2.1 Definisi 8
2.2.2 Epidemiologi 8
2.2.3 Etiologi 8
2.2.4 Klasifikasi 9
2.2.6 Diagnosis 12
2.2.7 Tatalaksana 14
2.2.8 Komplikasi 16
2.2.9 Prognosis 16
BAB 3 KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
genitalia eksterna dilindungi oleh otot-otot dan organ-organ lain. Saat terjadi
dibagi menjadi beberapa penyebab, bisa merupakan cedera dari luar berupa
trauma tumpul maupun trauma tajam serta cedera iatrogenik akibat tindakan
dokter pada saat operasi atau petugas medik yang lai (Purnomo, 2012).
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering
terjadi. Ginjal mendapat proteksi dari otot lumbar, thoraks, badan vertebra dan
viscera, tetapi ginjal mempunyai mobilitas yang besar yang bisa mengakibatkan
kerusakan parenkim dan cedera vaskular. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu
dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Insiden cedera traktus urinarius
yang disertai dengan trauma abdominal adalah 10%. Trauma ginjal sendiri terjadi
2-5% dari semua kasus trauma. Sekitar 80% trauma ginjal terjadi akibat trauma
tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas (Kodama, 2019).
Secara umum pada trauma tajam, contohnya pada luka tusuk maupun luka tembus
oleh peluru, harus dieksplorasi sedangkan pada trauma tumpul sebagian besar
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.3 Etiologi
Cedera ginjal dapat terjadi secara:
a) Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang.
b) Tidak langsung akibat pergerakan ginjal secara tiba- tiba di dalam
rongga retroperitoneum(deselerasi).
Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat disebabkan oleh 3 hal : Trauma
tajam, tumpu dan iatrogenik. Trauma pada ginjal di dalam rongga
retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga
menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan
memacu terbentuknya bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan
trombosis arteri renalis beserta cabangcabangnya. Cedera ginjal dapat
dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, seperti
hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal (Purnomo, 2012).
1. Trauma tajam
Trauma tajam seperti luka tikam atau tusuk pada abdomen bagian atas atau
pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang disertai hematuria merupakan
tanda pasti cedera pada ginjal.
2. Trauma iatrogenik
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik-teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat, tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal.
3. Trauma tumpul
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Trauma
tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung
biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian.
Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ
lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan
pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat
menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang
menimbulkan thrombosis. Trauma ginjal tumpul diklasifikasikan sesuai keparahan
luka dan yang paling sering ditemukan adalah kontusio ginjal. Trauma tumpul
pada region costa ke 12 menekan ginjal ke lumbar spine dan akan mengakibatkan
cedera pada pinggang atau bagian bawah ginjal.
2.2.4 Klasifikasi
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan
menjadi (Purnomo, 2012):
a) cedera minor.
b) cedera mayor.
c) cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal.
Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera
ginjal dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan
pencitraan maupum hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal
merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% merupakan cedera mayor (derajat
III dan IV), dan 1% merupakan cedera pedikel ginjal. Grade I sekitar 22%-28%,
grade II 28%-30%, grade III 20%-26%, grade IV 15-19%, grade V 6-7% (Erlich,
2018)
Tabel 2.1 klasifikasi trauma ginjal menurut American Association for the surgery
of Trauma (AAST)
DERAJAT JENIS CEDERA GAMBARAN CEDERA
Kontusio Mikroskopis atau hematuria
gross, pemeriksaan
radiologi yang normal.
Derajat 1
Hematoma Subkapsular, nonexpanding
tanpa parenkim
laserasi
Hematoma Nonexpanding hematoma
perirenal.dikonfirmasi
ke ginjal
Retroperitoneum
Laserasi <1.0 cm kedalaman
Derajat 2
parenkim dari korteks
ginjal tanpa tanpa
adanya trauma pada
sistem lain
Laserasi >1,0 cm kedalaman
parenkim
Derajat 3 korteks ginjal tanpa
melibatkan sistem
pengumpulan
Laserasi Memanjang mencapai
korteks ginjal,
medula dan sistem
pengumpulan
Vaskular Melibatkan arteri renalis
utama atau vena
Derajat 4 dengan adanya
hemoragik
Infark segmental tanpa
disertai laserasi
Hematoma pada
subkapsuler yang
menekan ginjal
Laserasi Ginjal terbelah sepenuhnya
Vaskular Avulsi pedikel ginjal,
mungkin terjadi
Derajat 5
trombosis arteri
renalis.
Devaskularisasi ginjal
Konservatif
Ditujukan pada trauma minor. Observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi,
suhu), massa di pinggang, asites, dan perubahan hasil lab. Jika didapatkan tanda
perdarahan atau kebocoran urin yang menimbulkan infeksi harus dilakukan
tindakan operasi (Purnomo, 2012).
Operatif
a. Trauma tumpul
Cedera ginjal minor (85%) biasanya tidak memerlukan tindakan operasi.
Perdarahan berhenti spontan dengan tirah baring dan hidrasi. Operasi dilakukan
pada kasus perdarahan retroperitoneal persisten, ekstravasasi urin (drainase),
kematian parenkim ginjal dan cedera pedikel ginjal (<5% dari cedera ginjal).
Penilaian staging cedera pra bedah harus dilakukan secara lengkap sebelum
operasi.
b. Luka tusuk/tembus
Luka tusuk harus dilakukan eksplorasi, kecuali dari pemeriksaan yang
lengkap hanya didapat cedera parenkim minor tanpa ekstravasasi urin. Delapan
puluh persen luka tembus disertai cedera organ lain yang memerlukan operasi
segera.
Indikasi eksplorasi renal dibagi menjadi indikasi absolut dan relatif.
Perdarahan ginjal yang terus menerus, ditandai dengan hematoma yang meluas
di daerah atas retroperitoneal atau hematoma yang paliatif dan konsisten, serta
berhubungan dengan laserasi parenkim renal mayor atau pembuluh darah ginjal
merupakan indikasi absolut eksplorasi renal.
Sedangkan adanya ekstravasasi urin oleh karena laserasi pelvis renal
akibat ekstensi laserasi parenkim hingga sistem pengumpul adalah indikasi
relatif. Indikasi relatif lainnya adalah ditemukannya nonviable tissue,
incomplete staging dan adanya trombosis arteri yang biasanya menyertai
perdarahan dan kombinasi dari kombinasi hal-hal di atas.
Salah satu prinsip yang menyebabkan dilakukannya nefrektomi setelah
trauma adalah perdarahan ginjal, kerusakan masif. Sedangkan kerusakan ginjal
lainnya dapat dilakukan repair atau rekonstruksi (Kodama, 2019).
2.2.8 Komplikasi
i. Komplikasi awal
Perdarahan merupakan komplikasi segera yang paling penting pada cedera
ginjal. Pasien harus diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan
hematokrit, ukuran dan ekspansi massa yang dapat dipalpasi. Perdarahan berhenti
pada 80-85% kasus. Perdarahan retroperitoneal yang terus menerus atau gross
hematuri hebat mungkin perlu tindakan operasi segera (Umbas, 2012).
Ekstravasasi urin dari ginjal dapat berupa massa (urinoma) di retroperitoneal
yang mana rentan untuk terbentuknya abses dan sepsis. Febris ringan dapat
terjadi pada hematom retroperitoneal yang diresorbsi, bila suhu lebih tinggi
menunjukkan adanya inflamasi Abses perinefrik dapat terbentuk, yang
mengakibatkan nyeri tekan perut dan nyeri flank, merupakan indikasi untuk
operasi segera (Umbas, 2012).
ii. Komplikasi lanjut
Hipertensi, hidronefrosis, fistel arteriovena, batu dan pielonefritis
merupakan komplikasi lanjut. Pengawasan tekanan darah selama beberapa bulan
diperlukan untuk menilai adanya hipertensi. Sesudah 3 - 6 bulan, dilakukan
pemeriksaan ekskresi urografi untuk memastikan jaringan parut perinefrik yang
ada tidak menyebabkan hidronefrosis atau gangguan vaskuler. Gangguan
vaskuler lengkap dapat menyebabkan atrofi ginjal. Perdarahan lambat yang hebat
dapat terjadi 1 - 4 minggu pasca trauma.
2.2.9 Prognosis
Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab
dan luasnya trauma (ruptur). Kerusakan kemungkinan ringan dan reversibel,
kemungkinan membutuhkan penanganan yang sesegera mungkin dan mungkin
juga menghasilkan komplikasi. Dengan pengawasan yang baik biasanya cedera
ginjal memiliki prognosis baik. Pengawasan ketat tekanan darah, follow up
ekskresi urografi dapat mendeteksi adanya hidronefrosis atau hipertensi (Umbas,
2012).
BAB III
KESIMPULAN
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai
macam trauma baik tumpul maupun tajam. Trauma ginjal menyumbang sekitar
3% dari seluruh penerimaan trauma dan sebanyak 10 % dari pasien yang
mempertahankan trauma abdomen. Cedera ginjal dapat terjadi secara langsung
dan tidak langsung. Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu trauma tajam,
trauma iatrogenik, dan trauma tumpul. Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh
pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau
tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya. Derajat trauma pada ginjal
dibagi menjadi 5 derajat sesuai dengan jenis kerusakan yang terjadi pada ginjal.
Untuk penegakan diagnosis dapat digunakan berbagai pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan laboratorium (UL, DL, Lab lengkap) dan radiologi (IVP,
USG, CT scan, Arteriografi, MRI) tergantung ketersediaan alat di fasilitas
kesehatan. Pasien harus diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan
hematokrit, ukuran dan ekspansi massa yang dapat dipalpasi. Perdarahan berhenti
pada 80-85% kasus sehingga kebanyakan pada trauma ginjal minor penanganan
cukup dengan konservatif. Apabila didapatkan perdarahan retroperitoneal yang
terus menerus atau gross hematuri hebat mungkin perlu tindakan operasi segera.
Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab dan
luasnya trauma (ruptur).
DAFTAR PUSTAKA