Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU GINJAL

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Medah


Program Profesi Ners

Disusun Oleh: Siti Muhibbah


NIM: 11194692010083

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PENDAHULUAN
BATU GINJAL

Tanggal Januari 2021

Disusun oleh : Siti Muhibbah


NIM : 11194692010083

Banjarmasin, Januari 2021

Mengetahui,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Cynthia Eka F. Tjomiadi, S.,Kep.,NS.,MNS Lola Hamika, Ns., M.Kep


NIK. 1166092015068 NIP. 19800207 200801 2 015
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN BATU GINJAL

JUDUL KASUS : Batu Ginjal

NAMA MAHASISWA : Siti Muhibbah

NIM : 11194692010083

Banjarmasin, Januari 2021

Menyetujui

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Cynthia Eka F. Tjomiadi, S.,Kep.,NS.,MNS Lola Hamika, Ns., M.Kep


NIK. 1166092015068 NIP. 19800207 200801 2 015

Mengetahui
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners
Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM
NIK. 1166102012053

LAPORAN PENDAHULUAN

Anatomi Fisiologi

A. Ginjal

Menurut Mary Baradero 2012 ginjal terletak dibelakang peritoneum parietal


(retro-peri-toneal), pada dinding abdomen posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua
sisi aorta abdominal dan vena kava inferior. Hepar menekan ginjal ke bawah
sehingga ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri. Ukuran setiap ginjal orang
dewasa adalah panjang 10 cm, 5,5 cm pada sisi lebar, dan 3 cm pada sisi sempit
dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g (Arif Muttaqin, 2011) Ginjal terbungkus oleh
selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna
ungu tua (Syaifuddin, 2012). Tarwoto (2011) menjelaskan ginjal disokong oleh
jaringan adipose dan jaringan penyokong yang disebut fasia gerota serta di bungkus
oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan ginjal, pembuluh darah, dan
kelenjar adrenal terhadap adanya trauma.
Satuan unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal memiliki satu juta
nefron. Terdapat dua macam nefron, yaitu kortikal dan juksta medular. Delapan puluh
lima persen dari semua nefron terdiri atas nefron kortikal, sedangkan 15% terdiri atas
nefron jukstamedular. Kedua macam nefron ini diberi nama sesuai dengan letak
glomerulinya dalam renal parenkim. Nefron kortikal berperan dalam konsentarsi dan
difusi urine. Struktur urine yang berkaitan dengan proses pembentukan urine adalah
korpus, tubulus renal, tubulus koligentes. Korpus ginjal terdiri dari glomerulus dan
kapsula bowman yang membentuk ultrafiltrat dari darah. Tubulus renal terdiri
atas tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal. Ketiga
tubulus renal ini berfungsi dalam reabsorpsi dan sekresi dengan mengubah volume
dan komposisi ultrafiltrat sehingga terbentuk produk akhir, yaitu urine (Mary Baradero,
2012). Nefron jukstamedular adalah nefron yang terletak di korteks renal sebelah
dalam dekat medulla (Arif Muttaqin, 2011).
Menurut Tarwoto (2012:314) ginjal terdiri dari 3 area yaitu:
1. Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah fibrosa sampai dengan
lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta.
Semua glomerulus berada di korteks dan 90% aliran darah menuju korteks
2. Medula
Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting yang disebut pyramid
ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.
3. Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang kemudian bergabung
menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kaliks minor bergabung menjadi kaliks
mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor bergabung menjadi pelvis ginjal
yang berhubungan dengan ureter bagian proksimal.
4. Ureter
Merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine
dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih (Arif Muttaqin, 2011:17). Panjangnya
25-30 cm dengan diameter 6mm. berjalan mulai dari pelvis renal setinggi lumbal
ke 2 (Tarwoto, 2012:323). Menurut Syaifuddin (2012:241) lapisan dinding ureter
terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos.
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi otot
polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong mengeluarkan sumbatan
tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang
secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter (Arif Muttaqin, 2011:17).
Menurut Arif Muttaqin (2011:17) kedua ureter merupakan kelanjutan dari pelvis ginjal
dan membawa urine ke dalam kandung kemih, khususnya ke area yang disebut
trigon. Trigon adalah area segitiga yang terdiri atas lapisan membran mukus yang
dapat berfungsi sebagai katup untuk menghindari refluks urine ke dalam ureter ketika
kandung kemih berkontraksi (Mary Baradero, 2011:5). Ureter memasuki kandung
kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya ureter
berjalan secara obliques sepanjang beberapa sentimeter menembus kandung kemih
yang disebut dengan ureter intramural.
B. Fungsi Ginjal
Menurut Syaifuddin (2012) ginjal memilki beberapa fungsi, yaitu:
1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di
ekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar,
kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi
berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume
cairan tubuh dapat dipertahankan relative normal.
2. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion
yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam
yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan
meningkatkan/mengurangi ekskresi ion-ion yang penting (misalnya Na, K, Cl,
dan fosfat).
3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh. Menurut Tarwoto
(2012:318) Pengendalian asam basa oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urin
yang urin atau basa, melalui pengeluaran ion hydrogen atau bikarbonat dalam
urin.
4. Ekskresi sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-
obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresikan hormon renin yang
berperan penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin
aldosteron), membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk
memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Disamping itu ginjal
juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang
diperlukan untuk mengabsorbsi ion kalsium di usus.
C. Proses Fungsi Urin
Menurut Syaifuddin (2012:239) ada 3 tahap dalam pembentukan urine, yaitu :
1. Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena aferen lebih besar dari
permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan bagian yang
tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring
ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida,
sulfat, bikarbonat, dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2. Proses reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa, natrium,
klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal
dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada
tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion
bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian
bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi
fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan
ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Batu ginjal adalah satu keadaan terdapat suatu atau lebih batu didalam
pelvis atau calyces ginjal atau disaluran kemih (Pratomo, 2007).
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di
kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi
(Purnomo, 2000, hal. 68-69).
Mary Baradero (2009:59) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu ginjal
yang ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan mineral yang
mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati.
Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau
magnesium fosfat dan asam urat.
Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks) dan
mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007:726).
B. Etiologi
Menurut Kartika S. W. (2013:183) ada beberapa faktor yang menyebabkan
terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :
1. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia
30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
2. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila
jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet
banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau
terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan
pekerjaan (kurang bergerak).
Berapa penyebab lain adalah
1. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.
2. Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu
saluran kencing.
3. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Idiopatik (kondisi medis yang belum dapat terungkap jelas penyebabnya)
(Arif Muttaqin, 2011)
C. Patofisiologi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu
seperti Ca oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara
normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat
terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada,
menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak
unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman. Batu yang terjebak di
ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa
ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung
darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar
spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area
kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami
kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses
pembentukan batu yaitu:
1. Teori inti (nucleus):
Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine
yang sudah mengalami supersaturasi.
2. Teori matriks
Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan
kemungkinan pengendapan kristal.
3. Teori inhibitor kristalisasi
Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi,
konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan
terjadinya kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini
tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan
kompleks. Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya :
1. Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus,
dapat bercampur antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai
pada orang yang mempunyai kadar vitamin D berlebihan atau gangguan
kelenjar paratiroid. Orang menderita kanker, stroke, atau penyakit sarkoidisis
juga dapat menderita batu kalsium. Batu kalsium dapat di sebabkan oleh:
a. Hiperkalsiuria abortif: Gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya absorbsi khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan
hiperparatiroid.
b. Hiperkal siuria renalis:kebocoran pada ginjal
2. Batu oksalat
Batu oksalat dapat disebabkan oleh
a. Primer autosomal resesif
b. Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
c. Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass
jejenoikal, sindrom malabsorbsi
3. Batu asam urat
Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh:
a. Makanan yang banyak mengandung purin
b. Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
c. Dehidrasi kronis
d. Obat: tiazid, lazik, salisilat
4. Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat
infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI
kronik. Batu sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami
defek absorbsi sistin.
5. Batu Sistin
Berbentuk kristal kekuningan timbul akibat tingginya kadar sistin dalam
urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif
autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus
proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.
Ekstrinsik :
- Asupan cairan
Intrinsik : - Diet
- Keturunan - Suhu dan lingkungan
- Umur - Kurang gerak
- Jenis kelamin (olahraga)

Immobilisasi
Pekerjaan

Terjadi presipitasi
Hospitalisasi
garam dalam urine

Terjadi pengendapan Kurang informasi

Batu ginjal Stressor bagi klien


Obstruksi pembedahan

Ansietas
Tekanan hidrostatik Penurunan reabsorbsi Adanya luka insisi
bedah

Trauma ginjal Inkontinuitas Buffer pertahanan


jaringan kulit terganggu
Gangguan
Distensi pada ginjal fungsi ginjal
serta ureter proximal Jaringan mengeluarkan zat kimia
Penurunan produksi ( bradikinin, serotin, histamine)
urine
Gangguan Perubahan status
Pelepasan mediator seni Nyeri Risiko infeksi
eliminasi kesehatan
( bradikinin, serotonin, akut
histamine) urine

Kurang terpajan
informasi

nyeri
Mis interpretasi
informasi
Gangguan
rasa Defisit
nyaman pengetahuan
Sumber : Hardjoeno 2016

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang : Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu
itu berada. Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis
yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada
costovertebral.
2. Hematuria : Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya
trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik
3. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis
ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
4. Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran
kemih: demam dan menggigil.
5. Gejala gastrointestinal, meliputi: Mual, Muntah dan Diare (Nursalam, 2016)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a. PH lebih dari 7,6
b. Sediment sel darah merah lebih dari 90%
c. Biakan urin
d. Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
2.  Darah
a. Hb turun
b. Leukositosis
c. Urium kreatinin
d. Kalsium, fosfor, asam urat
3. Radiologi
a. Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
b. USG abdomen
c. PIV (Pielografi Intravena)
d. Sistoskpi (Mary Baradero, 2018)
F. Penatalaksanaan
1. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang
dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G.
Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat
diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian
diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
2. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan
untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini
disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering
dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan
menggunakan gelombang kejut.
3. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang
kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama.
Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi
bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk
penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas
anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan
yang dilakukan antara lain:
a. Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
b. Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
c. Ureterolitotomi                 : jika batu berada dalam ureter
d. Sistolitotomi                    : jika batu berada di kandung kemih
G. Komplikasi
1. Sumbatan: akibat pecahan batu
2. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal
4. Hidronefrosis (Susan Martin, 2007)
H. Pengkajian
Menurut Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna
menentukan status kesehatan klien saat ini.
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,
diagnosa medis, dan tanggal medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini.
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:110) keluhan utama yang lazim didapatkan
adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri
dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST.
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan di bagi menjadi 3 yaitu :
a. Riwayat penyakit sekarang.
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di
bawa ke RS.
b. Riwayat penyakit dahulu.
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam
ginjal. Menurut Kartika S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu
saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK
kronis, riwayat penyakit bedah usus halus, bedah abdomen
sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti
hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan
berlebihan kalsium atau vitamin D.
c. Riwayat penyakit keluarga.
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat
keturunan dari orang tua.
d. Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana
perawat secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian
psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal
pasien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan
tingkat perlunya pengkajian psikososial spiritual yang seksama.
e. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit
batu ginjal dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata
laksana hidup sehat.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun
karena adanya luka pada ginjal. Kaji adanya mual dan muntah, nyeri
tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau
ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi abdominal, penurunan
bising usus (Kartika S. W., 2013:187).
3) Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik
gangguan karena adanya luka pada ginjal.
4) Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK
sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran
kemih, BAK normal.
5) Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu
karena adanya penyakitnya.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan
dilakukan dan bagaimana dilakukan operasi.
7) Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya
selama di rumah sakit.
8) Pola reproduksi seksual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat
melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan
dengan produksi sexual.
9) Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik
tidak ada gangguan.
10) Pola penanggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal
yang positif jika stress muncul.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada
obat dan dapat sembuh.
f. Pemeriksaan Fisik Fokus
Menurut Arif Muttaqin (2011:113) pada pemeriksaan fokus didapatkan
adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat
kesakitan, keringat dingin, dan lemah.
1) Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri,
retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan
pasien terlihat mual dan muntah.
2) Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa
kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
3) Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan
ketokan pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eleminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih (karena
proses penyakit)
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
4. Ansietas b.d kurang terpapar informasi
5. Risiko infeksi
6. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Gangguan eleminasi urine b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Eleminasi Urin (I.08238)
penurunan kapasitas kandung kemih selama 1 x 24 Jam gangguan eleminasi Observasi
(karena proses penyakit) urine klien menurun dengan kriteria hasil :  Identifikasi tanda dan gejala retensi
Eliminasi Urin (L.04034) atau inkontinensia urie
 Desakan berkemih dari skala 3 (sedang)  Identifikasi faktor yang menyebabkan
ke skala 5 (menurun) retensi atau inkontinensia urin
 Distensi kandung kemih dari skala 3  Monitor eleminasi urin
(sedang) ke skala 5 (menurun) Terapeutik
 Berkemih tidak tuntas dari skala 3  Catat waktu-waktu dan haluaran
(sedang) ke skala 5 (menurun) berkemih
 Urine menetes dari skala 3 (sedang) ke  Batasan asupan cairan, jika perlu
skala 5 (menurun)  Ambil sampel urine atau kultur
Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
 Ajarkan megukur asupan cairan dan
haluaran urin
 Ajarkan mengenali tanda berkemih
dan waktu yang tepat untuk
berkemih
 Anjurkan minum yang cukup, jika
tidak ada kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
Kolaboratif pemberian obat supositoria
uretra, jika perlu
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
selama 1 x 24 Jam tingkat nyeri klien Observasi
menurun dengan kriteria hasil :  Identifikasi lokasi, karakteristrik,
Tingkat Nyeri (L.08066) durasi, frekuensi, kualiats dan
 Keluhan nyeri dari skala 3 (sedang) ke intensitas nyeri
skala 5 (menurun)  Identitas skala nyeri
 Meringis dari skala 3 (sedang) menjadi 5  Identifikasi faktor yang memperberat
(menurun) nyeri
 Gelisah dari skala 3 (sedang) menjadi 5 Terapeutik
(menurun)  Berikan tehnik non farmakologis
 Pola tidur dari skala 3 (sedang) menjadi dalam menangani nyeri
5 (membaik)  Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
 Jelaskan strategi mengurangi nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Ajarkan tehnik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaboratif pemberian analgetik, jika
perlu
3. Defisit pengetahuan b.d kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan (I.12383)
terpapar informasi selama 1 x 24 Jam diharapkan Observasi
pengetahuan klien meningkat dengan Identifikasi kesiapan dan kemampuan
kriteria hasil : menerima informasi
Tingkat Pengetahuan (L.12111) Terapeutik
 Verbalisasi minat dalam belajar dari  Sediakan materi dan media
skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat) pendidikan kesehatan
 Kemampuan menjelaskan pengetahuan  Jadwalkan pendidikan kesehatan
tentang suatu topik dari skala 3 (sedang) sesuai kesepakatan
ke skala 5 (meningkat)  Berikan kesempatan untuk bertanya
 Perilaku sesuai dengan pengetahuan Edukasi
dari skala 3 (sedang) ke skala 5 Jelaskan faktor risiko yang dapat
(meningkat) mempengaruhi kesehatan
 Pertanyaan tentang masalah yang
dihadapi dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(menurun)
4. Ansietas b.d kurang terpapar Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 Reduksi Ansietas (I.09314)
informasi jam ansietas menurun dengan kriteria hasil: Observasi
Tingkat Ansietas (L.09093)  Monitor tanda-tanda ansietas
 Perilaku gelisah dari skala 3 (sedang) ke  Identifikasi saat tingkat ansietas
skala 5 (menurun) berubah
 Perilaku tegang dari skala 3 (sedang) ke Terapeutik
skala 5 (menurun)  Ciptakan suasana terapeutik untuk
 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang menumbuhkan kepercayaan
dihadapi dari skala 3 (sedang) ke skala 5  Temani pasien untuk mengurangi
(menurun) kecemasan
 Pahami situasi yang membuat
ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
Edukasi
 Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
 Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
 Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti
ansietas

Persiapan Pembedahan (I.14573)


Observasi
 Aidentifikasi kondisi umum pasien
(misl, kesadaran, hemodinamik,
konsumsi antikougulan, jenis
operasi, jenis anestesi, penyakit
penyerta)
 Monitor TTV
 Monitor kadar gula darah
Terapeutik
 Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan kimia darah
 Fasilitasi pemeriksaan penunjang
 Puasakan minimal 6 jam sebelum
pembedahan
 Bebaskan area kulit yang akan
dioperasi dari rambut atau bulu
tubuh
 Pastikan kelengkapan dokumen-
dokumen preoperasi
 Transfer ke kamar operasi dengan
alat transfer yang sesuai
Edukasi
 Jelaskan tentang prosedur, waktu
dan lamanya operasi
 Jelaskan waktu puasa dan
pemberian obat premedikasi
 Latih teknik batuk efektif
 Latih teknik mengurangi nyeri
pascaoperatif
 Anjurkan menghentikan obat
antikougulan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat sebelum
pembedahan (mis, antibiotic,
antihipertensi)
 Koordinasikan dengan petugas gizi
tentang jadwal puasa dan diet
pasien
 Kolaborasi dengan dokter bedah jika
mengalami peningkatan suhu tubuh,
hiperglikemia, hipoglikemia atau
perburukan kondisi
 Koordinasi dengan perawat kamar
bedah
5. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi (I.14539)
selama 1 x 24 Jam diharapkan risiko infeksi Observasi
klien tidak terjadi dengan kriteria hasil : Monitor tanda-tanda infeksi
Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik
 Demam dari skala 3 (sedang) ke skala 5  Batasi jumlah pengunjung
(menurun)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Nyeri dari skala 3 (sedang) ke skala 5 kontak dengan pasien
(menurun)  Pertahankan tehnik aseptik pada
 Cairan berbau busuk dari skala 3 pasien berisiko tinggi
(sedang) ke skala 5 (menurun) Edukasi
 Kemerahan dari skala 3 (sedang) ke  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
skala 5 (membaik)  Ajarkan cara cuci tangan ke pasien
 Bengkak dari skala 3 (sedang) ke skala da keluarga yang berkunjung
5 (membaik)  Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu
6. Gangguan rasa nyaman b.d gejala Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Kenyamanan (I.12452)
penyakit selama 1 x 24 Jam gangguan rasa Observasi
nyaman klien menurun dengan kriteria  Identifikasi gejala yang tidak
hasil : menyenangkan (mis, mual, nyeri,
Status Kenyamanan (L.08064) gatal, sesak)
 Keluhan tidak nyaman dari skala 3
(sedang) ke skala 5 (menurun)  Identifikasi pemahaman tentang
 Gelisah dari skala 3 (sedang) ke skala kondisi, situasi dan perasaannya
5 (menurun)
 Keluhan sulit tidur dari skala 3 (sedang)  Identifikasi masalah emosional dan
ke skala 5 (menurun) spiritual
 Menangis dari skala 3 (sedang) ke Teraupetik
skala 5 (menurun)  Berikan posisi yang nyaman

 Berikan kompres dingin atau


hangat

 Ciptakan lingkungan yang nyaman

 Berikan terapi hipnosis

 Dukung keluarga dan pengasuh


terlibat dalam terapi/pengobatan

 Diskusikan mengenai situasi dan


pilihan terapi/pengobatan yang
diinginkan

Edukasi
 Jelaskan mengenai kondisi dan
pilihan terapi/pengobatan

 Ajarkan terapi relaksasi

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik,
antipruritus, antihistamin, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2019. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.


Asmadi. 2018. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.
Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.
Grace, Pierce. 2016. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.
Mutaqqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Syaifuddin, 2016. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tarwoto. 2019. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin. 2017. Standar Perawatan Pasien Perencanaan kolaboratif &
Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Medika.

Anda mungkin juga menyukai