Anda di halaman 1dari 231

LAPORAN STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III & IV

Jhoni Setiawan, S.Kep 11194691910039


Mahmuddin Rahma, S.Kep 11194691910042
Muhammad Al-Hanif, S.Kep 11194691910044
Muhammad Erwin Arisandhi, S.Kep 11194691910045
Muhammad Reza Apriandi, S.Kep 11194691910048
Paujiah Permatasari, S.Kep 11194691910050
Rahayu Ramadhani, S.Kep 11194691910051
Reny Ayu Nisa, S.Kep 11194691910052
Siti Sahliana, S.Kep 11194691910053
Sri Rusmilawati, S.Kep 11194691910055
Yeyen Nalida, S.Kep 11194691910057

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN

Oleh:
Kelompok III & IV

Jhoni Setiawan, S.Kep 11194691910039

Mahmuddin Rahma, S.Kep 11194691910042

Muhammad Al-Hanif, S.Kep 11194691910044

Muhammad Erwin Arisandhi, S.Kep 11194691910045

Muhammad Reza Apriandi, S.Kep 11194691910048

Paujiah Permatasari, S.Kep 11194691910050

Rahayu Ramadhani, S.Kep 11194691910051

Reny Ayu Nisa, S.Kep 11194691910052

Siti Sahliana, S.Kep 11194691910053

Sri Rusmilawati, S.Kep 11194691910055

Yeyen Nalida, S.Kep 11194691910057

Banjarmasin, Juli 2020

Menyetujui,

Program Studi Profesi Ners


Fakultas Kesehatan
Universtas Sari Mulia
Pembimbing Akademik

Yunina Elasari, S.Kep., Ners., M.Kep


NIK. 1166122014070

ii
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN

Oleh:
Kelompok III & IV

Jhoni Setiawan, S.Kep 11194691910039

Mahmuddin Rahma, S.Kep 11194691910042

Muhammad Al-Hanif, S.Kep 11194691910044

Muhammad Erwin Arisandhi, S.Kep 11194691910045

Muhammad Reza Apriandi, S.Kep 11194691910048

Paujiah Permatasari, S.Kep 11194691910050

Rahayu Ramadhani, S.Kep 11194691910051

Reny Ayu Nisa, S.Kep 11194691910052

Siti Sahliana, S.Kep 11194691910053

Sri Rusmilawati, S.Kep 11194691910055

Yeyen Nalida, S.Kep 11194691910057

Banjarmasin, Juli 2020

Menyetujui, Mengetahui,

Program Studi Profesi Ners Ketua Jurusan Profesi Ners


Fakultas Kesehatan Fakultas Kesehatan
Universtas Sari Mulia Unifersitas Sari Mulia Banjarmasin
Pembimbing Akademik

Yunina Elasari, S.Kep., Ners., M.Kep Mohammad Basit, S. Kep. Ns., MM


NIK. 1166122014070 NIK. 1166102012053

iii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas


rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan
keperawatan sesuai jadwal yang telah direncanakan.
Laporan ini merupakan salah satu syarat dalam kegiatan praktek stase
Manajemen Keperawatan mahasiswa program studi ilmu keperawatan tahap profesi
ners. Laporan ini berisi laporan stase manajemen keperawatan.
Atas segala bimbingan dan bantuan yang diberikan dari berbagai
pihak,maka penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak dr. H.R. Soedarto WW, Sp.OG selaku rektor Universitas Sari Mulia.
2. Bapak Mohammad Basit, S.Kep., Ns.,MM selaku ketua jurusan program sarjana
keperawatan dan profesi ners.
3. Bapak H.M.Fadli,S.Kep.,Ns selaku kepala ruangan Instalasi Gawat Darurat
RSUD Ulin Banjarmasin dan pembimbing klinik (CI) stase patient center care
(PCC)
4. Yunina Elasari, S.Kep., Ners., M.Kep selaku selaku sekretaris program studi
profesi ners dan pembimbing akademik (CT) stase manajemen keperawatan
5. M.Arief Wijaksono, S.Kep., Ns., MAN selaku pembimbing akademik (CT) stase
manajemen keperawatan
6. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberikan dorongan dalam menyelesaikan tahap profesi ini.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas bantuan
yang telah diberikan. Kelompok menyadari masih banyak kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, kelompok
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan
selanjutnya.
Demikian laporan ini disusun. Terlepas dari kekurangan-kekurangannya, semoga
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Banjarmasin, Juli 2020

Kelompok III & IV

iv
DAFTAR ISI
Halaman
COVER.......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Tujuan.............................................................................................. 3
C. Manfaat............................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN TEORI.............................................................................. 4
BAB 3 TINJAUAN LAHAN............................................................................. 114
A. Pengkajian Data.............................................................................. 114
B. Indentifikasi Masalah....................................................................... 146
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen keperawatan di Indonesia perlu mendapatkan prioritas
utamadalam pengembangan bidang keperawatan di masa depan. Hal ini
berkaitandengan tuntutan profesi dan tuntutan global bahwa setiap perkembangan
dan perubahan memerlukan pengelolahan secara profesional, dengan
memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia.
Rumah sakit umum melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan
pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.
Menurut undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan
dijelaskan bahwa definisi keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada
individu, keluarga, kelompok baik dalam keadaaan sakit maupun sehat. Sedangkan
definisi perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan,
baik di dalam maupun dalam negeri yang diakui pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan keperawatan merupakan
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan kepada
individu, kelompok atau masyarakat dalam keadaan sehat maupun sakit. Peran
perawat secara umum care provider (pemberi asuhan), manager dan community
leader (pemimpin komunitas), educator (sebagai pendidik), advocate (pembela),
dan researcher (peneliti sederhana).
Proses keperawatan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan yang dilakukan kepada pasien yang memiliki arti penting bagi
perawat maupun pasien. Bagi perawat proses keperawatan digunakan sebagai
pedoman dalam pemecahan masalah klien, menunjukkan profesionalitas serta
dapat memberikan kebebasan pada pasien untuk mendapatkan pelayanan yang
cukup sesuai dengan kebutuhannya. Bagi pasien proses keperawatan dapat
memberikan kepuasan dari pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
pemecahan masalah keperawatan (Nursalam, 2011). Berdasarkan pandangan

1
beberapa ahli tentang proses keperawatan, terdapat beberapa komponen yang
dapat disimpulkan dengan melalui tahapan proses keperawatan di antaranya tahap
pengkajian, tahap diagnosa keperawatan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan
serta tahap evaluasi.
Pengertian manajemen menurut (Malayu, 2016) mengemukakan bahwa
manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Pengertian Manajemen menurut (Stephen, 2012) mengemukakan
bahwa: “Manajemen melibatkan koordinasi dan mengawasi aktivitas kerja lainnya
sehingga kegiatan mereka selesai dengan efektif dan efisien. Arti dari efisien itu
sendiri adalah mendapatkan hasil output terbanyak dari input yang seminimal
mungkin, sedangkan efektif adalah “melakukan hal yang benar”, yaitu melakukan
sebuah pekerjaan yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya”.
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam
menjalan suatu kegiatan di organisasi manajemen. Manajemen keperawatan
diaplikasikan dalam tatanan pelayanan keperawatan yang nyata yaitu Rumah Sakit
dan Komunitas sehingga perawat perlu memahami konsep manajemen
keperawatan, perencanaan yang berupa strategi melalui pengumpulan data
dengan pendekan 5 M (Man, Material, Method, Money, and Marketing), analisis
SWOT dan penyusunan langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan model
keperawatan profesional dan melakukan pengawasan serta pengendalian.
Tuntutan masyarakat terhadap kuallitas pelayanan keperawatan dirasakan
sebagai fenomena yang harus direspon oleh perawat. Respon yang ada harus
bersifat kondusif dengan pengelolaan keperawatan dan langkah-langkah konkret
dalam pelaksanaannya. Manajemen keperawatan di Indonesia di masa depan perlu
mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan. Hal ini berkaitan dengan
tuntutan profesi dan tuntutan global bahwa setiap perkembangan dan perubahan
memerlukan pengelolaan secara professional dengan memperhatikan setiap
perubahan yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan latar belakang diatas maka
mahasiswa tertarik untuk melakukan analisis SWOT untuk meningkatkan kualitas
pelayanan di Rumah Sakit.

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktik profesi manajemen keperawatan, mahasiswa
diharapkan mampu memahami prinsip manajemen keperawatan dan model
pemberian asuhan keperawatan profesional yang sesuai dengan prinsip
metode sistem pemberian pelayanan keperawatan professional.

2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan praktik manajemen, mahasiswa diharapkan dapat:
a. Menganalisis M1 sampai dengan M5
b. Menganalisis Input dalam praktik manajemen keperawatan
c. Menganalisis Proses dalam praktik manajemen keperawatan
d. Menganalisis Output dalam praktik manajemen keperawatan
e. Mengidentifikasi masalah menggunakan Analisis Swot

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Mahasiswa mampu melakukan pelaksanaan manajemen keperawatan dengan
pendekatan sistem pelayanan keperawatan professional dengan pendekatan
system pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) untuk dijadikan
sebagai acuan dan aplikasi penerapan askep secara profesional.
2. Manfaat Praktis
a. Menjelaskan bahwa hasil laporan manajemen bermanfaat memberikan
sumbangan pemikiran bagi pemecahan masalah yang berhubungan dengan
topic atau tema sentral sari sebuah laporan
b. Laporan ini berguna secara teknis untuk memperbaiki, meningkatkan suatu
keadaan berdasarkan laporan yang dilakukan dan mencari solusi bagi
pemecahan masalah

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. INPUT
1. M1 (MAN)
a. Definisi
M1 (MAN) atau bisa di sebut juga sumberdaya manusia yaitu
ketenagakerjaan yang terdiri dari Srtuktur organisasi, jumlah ketenaga
kerjaan yang di butuhkan (baik perawat/Non), pengaturan ketenaga kerjaan,
jumlah tenaga yang di perlukan tergantung dari jumlah pasien dan tingkat
ketergantungan (Nursalam, 2014).
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi M1 (Man)
1) Umur
Semakin tua usia seseorang karyawan semakin kecil kemungkinan
keluar dari pekerjaan, karena semakin kecil alternatif untuk memperoleh
kesempatan pekerjaan lain. Di samping itu karyawan yang bertambah
tua biasanya telah bekerja lebih lama, memperoleh gaji yang lebih besar
dan berbagai keuntungan lainnya. Hubungan usia dengan kinerja atau
produktivitas dipercaya menurun dengan bertambahnya usia. Hal ini
disebabkan karena ketrampilan-ketrampilan fisiknya sudah mulai
menurun. Tetapi produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada
ketrampilan fisik serupa itu. Karyawan yang bertambah tua, bisa
meningkat produktivitasnya karena pengalaman dan lebih bijaksana
dalam mengambil keputusan (Marquis, B.L, 2012).
2) Jenis kelamin
Beberapa isu yang sering diperdebatkan, kesalahpahaman dan
pendapat-pendapat tanpa dukungan mengenai apakah kinerja wanita
sama dengan pria ketika bekerja. Misalnya ada/tidaknya perbedaan
yang konsisten pria-wanita dalam kemampuan memecahkan masalah,
ketrampilan, analisis, dorongan, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan
bekerja (Novuluri, 2015).
Secara umum diketahui ada perbedaan yang signifikan dalam
produktifitas kerja maupun dalam kepuasan kerja, tapi dalam masalah

4
absen kerja karyawati lebih sering tidak masuk kerja daripada laki-laki.
Alasan yang paling logis adalah karena secara tradisional wanita
memiliki tanggung jawab urusan rumah tangga dan keluarga. Bila ada
anggota keluarga yang sakit atau urusan sosial seperti kematian
tetangga dan sebagainya, biasanya wanita agak sering tidak masuk
kerja. (Novuluri, 2015).
3) Masa kerja
Banyak studi tentang hubungan antara senioritas karyawan dan
produktivitas. Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari
prestasi kerja sebelumnya, tetapi sampai ini belum dapat diambil
kesimpulan yang meyakinkan antara dua variabel tersebut. Hasil riset
menunjukkan bahwa suatu hubungan yang positif antara senioritas dan
produktivitas pekerjaan. Masa kerja yang diekspresikan sebagai
pengalaman kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap
produktivitas karyawan. Studi juga menunjukkan bahwa senioritas
berkaitan negatif dengan kemangkiran. Masa kerja berhubungan negatif
dengan keluar masuknya karyawan dan sebagai salah satu peramal
tunggal paling baik tentang keluar masuknya karyawan (Marquis, B.L,
2012).
4) Pendidikan
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005) yaitu
tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya
keperawatan adalah melalui pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
mengikuti pelatihan perawatan keterampilan teknis atau keterampilan
dalam hubungan interpersonal. Sebagian besar pendidikan perawat
adalah vokasional (D3 Keperawatan).
Untuk menjadi perawat profesional, lulusan SLTA harus menempuh
pendidikan akademik S1 Keperawatan dan Profesi Ners. Tetapi bila
ingin menjadi perawat vokasional, (primary nurse) dapat mengambil D3

5
Keperawatan/Akademi Keperawatan. Lulusan SPK yang masih ingin
menjadi perawat harus segera ke D3 Keperawatan atau langsung ke S1
Keperawatan. Selanjutnya, lulusan D3 Keperawatan dapat melanjutkan
ke S1 Keperawatan dan Ners. Dari pendidikan S1 dan Ners, baru ke
Magister Keperawatan/spesialis dan Doktor/Konsultan (Gartinah et. al.,
1999).
5) Pelatihan kerja
Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang
menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi
maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu
rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan
sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan,
penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses
pengembangannya diupayakan agar sumberdaya manusia dapat
diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan
dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi.
Moekijat (1993) juga menyatakan bahwa “pelatihan adalah suatu bagian
pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku,
dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih
mengutamakan praktek daripada teori.
Alex S. Nitisemito (1982) mengungkapkan tentang tujuan pelatihan
sebagai usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah
laku dan pengetahuan, sesuai dari keinginan individu, masyarakat,
maupun lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian pelatihan
dimaksudkan dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas
sematamata hanya untuk mengembangkan keterampilan dan bimbingan
saja. Pelatihan diberikan dengan harapan individu dapat melaksanakan
pekerjaannya dengan baik. Seseorang yang telah mengikuti pelatihan
dengan baik biasanya akan memberikan hasil pekerjaan lebih banyak
dan baik pula dari pada individu yang tidak mengikuti pelatihan.
Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada
peningkatan pengetahuan, keahlian/keterampilan (skill), pengalaman,

6
dan sikap peserta pelatihan tentang bagaimana melaksanakan aktivitas
atau pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Henry
Simamora (1995) yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan
serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian,
pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang individu
atau kelompok dalam menjalankan tugas tertentu.
c. Prinsip Dalam Ketenagaan
Ada prinsip dalam ketenagakerjaan yaitu (Nursalam, 2014) :
1) Pembagian Kerja
Prinsip dasar untuk mencapai efisiensi: pekerjaan dibagi‐bagi sehingga
setiap orang memiliki tugas tertentu.
a) Conside/ Mempertimbangkan:
- pendidikan dan pengalaman setiap staf
- peran dan fungsi
- mengetahui ruang lingkup tugas
- mengetahui batas wewenang dalam melaksanakan ugas dan
tanggung jawabnya
- mengetahui hal‐ hal‐hal yang dapat didelegasikan kepada staf
b) Pendelegasian Tugas
- Pelimpahan wewenang dan tanggungjawab
- Alat pengembangan dan latihan manajemen
c) Faktor yang berpengaruh dalam pemberian delegasi:
- Sifat kegiatan
- Kemampuan staf
- Hasil yang diharapkan
d) Koordinasi
- Menghindari perasaan lepas antar tugas yang ada
dibangsal/bagian dan perasaan lebih penting dari yang lain
- Menumbuhkan rasa saling membantu
- Menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antar staf

7
e) Perhitungan Tenaga
- Metode Rasio
Rumah sakit tipe B dengan jumlah tempat tidur 200 buah, maka
seorang pimpinan tenaga keperawatan akan memperhitungkan
jumlah tenaga keperawatan adalah: 1/1 × 200 = 200 jumlah
tenaga perawat yang dibutuhkan untuk rumah sakit tersebut
adalah 200 orang.
Bila rumah sakit tipe C dengan jumlah tempat tidur 100 buah,
maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah: 2/3 × 100
= 67, maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 100
orang. Bila rumah sakit tipe D dengan jumlah tempat tidur 75
buah, maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah: ½ ×
75 = 37,5
- Metode Douglas
Di ruang X RS Y dirawat 36 orang pasien dengan kategori
sebagai berikut: 30 pasien dengn perawatan minimal, 4 pasien
dengan perawatan parsial dan 2 pasien dengan perawatan total.
Maka kebutuhan tenaga perawatan adalah sebagai berikut.
Tabel Kebutuhan Tenaga Perawat Tiap Sif Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Pasien di
Rumah Sakit Kualifikasi Pasien Jumlah Kebutuhan Tenaga
Tingkat Jumlah Pagi Sore Malam
Ketergantu Pasien
ngan
Minimal 30 30 x 0,17 = 30 x 0,14 = 30 x 0,07 =
5,1 4,2 3
Parsial 4 4 x 0,27 = 4 x 0,15 = 4 x 0,10 =
1,08 0,6 0,28
Total 2 2 x 0,36 = 2 x 0,36 = 2 x 0,20 =
0,72 0,6 0,4
Jumlah 36 6,9 5,4 3,68
7 5 4

Total tenaga perawat:


Pagi : 7 orang
Sore : 5 orang
Malam : 4 orang
8
15 orang
Jumlah tenaga lepas dinas per hari:
86×15 =4,62 (Dibulatkan 5 orang)
279
Keterangan: angka 86 merupakan jumlah hari libur atau
lepas dinas dalam 1 tahun, sedangkan 297 adalah jumlah hari
kerja efektif dalam 1 tahun. Jadi, jumlah perawat yang dibutuhkan
untuk bertugas per hari di ruang X adalah 15 orang + 5 orang
lepas dinas + 2 orang tenaga; Kepala ruang dan wakil = 22 orang.

- Metode Gillies
Ruang X RS Y berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, jumlah
rata-rata pasien yang dirawat 30 orang per hari. Kriteria pasien
yang dirawat tersebut adalah 20 orang dapat melakukan
perawatan mandiri, 5 orang perlu diberikan perawatan sebagian,
dan 5 orang harus diberikan perawatan total. Tingkat pendidikan
perawat yaitu S-1 dan DIII Keperawatan.
- BOR (Bed Occupacy Ratio).
Umumnya, hal-hal yang berkaitan dengan bayi baru lahir
(perinatal) akan dicatat; dihitung; dan dilaporkan secara terpisah.
Jadi, jumlah TT dalam rumus BOR tidak termasuk TT bayi baru
lahir (bassinet) dan jumlah hari perawatan (HP) dalam rumus
BOR juga tidak termasuk HP bayi baru lahir. Apabila
menggunakan data dari lembar laporan RL-1, maka j umlah HP
diambil dibaris SUB TOTAL (yaitu baris sebelum ditambah
perinatologi), bukan baris TOTAL. Periode penghitungan BOR
ditentukan berdasarkan kebijakan internal RS, bisa bulanan,
tribulan, semester, atau bahkan tahunan. Lingkup penghitungan
BOR juga ditentukan berdasarkan kebijakan internal RS,
misalnya BOR per bangsal atau BOR untuk lingkup rumah sakit
(seluruh bangsal). BOR dihitung dengan cara membandingkan
jumlah TT yang terpakai (O) dengan jumlah TT yang tersedia
(A). Perbandingan ini ditunjukkan dalam bentuk persentase (%).

9
Jadi, rumus dasar untuk menghitung BOR yaitu: BOR = (O/A) x
100% rerata jumlah TT terpakai dalam suatu periode (O) sama
dengan jumlah HP dalam periode tersebut dibagi dengan jumlah
hari dalam periode yang bersangkutan (t), atau O = (jumlah HP) /
t maka, misalnya BOR untuk bulan Januari 2014 dapat dihitung :
BOR = ((jumlah HP Januari) / (A x t)) x 100% Misalnya dalam
bulan Januari 2014 tersedia 10 TT dan tercatat total HP periode
Januari 2014 = 23.436, maka BOR periode Januari 2014 =
(23.436 / (10x31)) x 100%= 75,6 %
BOR Dengan Perubahan Jumlah TT
jika terjadi perubahan jumlah TT dalam periode yang akan
dihitung BOR-nya, maka BOR dapat dihitung dengan cara
seperti contoh berikut ini misalnya, RS.Mahindra memiliki TT
tersedia 50. Pada tanggal 25 Januari 2014 terjadi penambahan 5
TT. Jumlah total HP hingga akhir periode Januari 2014 = 1250.
Maka untuk menghitung BOR periode Januari 2014 yaitu : (1.250
/ ((50x24)+(55x7))) x 100% = 78,9 %
2. M2 (MATERIAL)
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan
proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen
mencakup kegiatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling)
terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan
organisasi (Grant dan Massey, 1999 dikutip dari Nursalam, 2007).
Konsep 5M Manajemen selalu dikaitkan dengan usaha bersama
sekelompok manusia, yang mana merupakan suatu proses aktifitas
guna mencapai sasaran atau suatu telaah yang direncanakan terlebih
dahulu, untuk mencapai sasaran itu, diperlukan sejumlah sarana,
fasilitas atau alat yang disebut juga sebagai unsur-unsur manajemen.
Dikutip dari buku Ibrahim Lubis mengemukakan lima unsur
manajemen (5M) yaitu: Man, Materials, Machines, Methods, Money.

a. Materials (Bahan)
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan
bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih
10
baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat
menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana.
Sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi
tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki (Azwar, 2012).

b. Tujuan Manajemen Material Menurut Chity (2011):


1) Tujuan Primer :
a) Tepat Harga
b) Tinggi omset
c) Rendah pengadaan & biaya penyimpanan
Adalah teknik ilmiah dan system managemen yang berkaitan
dengan Perencanaan, Pengorganisasian & Pengendalian aliran
material, dari pembelian awal mereka ke tujuan yang sesuai
dengan Kebutuhan konsumen.
Tujuan Managemen Materi / Bahan Untuk mendapatkan :

a) Kualitas yang baik

b) kuantitas pasokan yang baik

c) waktu yang tepat

d) Di tempat yang Tepat

e) Untuk biaya yang tepat juga.

f) Kontinuitas pasokan

g) Konsistensi dalam kualitas;

h) Hubungan dengan pemasok Baik

i) Pengembangan personil

j) Sistem Informasi yang baik

2) Tujuan Sekunder :

a) Peramalan dimasa depan / Forecasting

b) Kerjasama yang baik

c) Produk peningkatan d.Standardisasi

11
d) Membuat atau membeli keputusan

e) Baru bahan & produk

f) timbal balik hubungan Menguntungkan

c. Lingkup Manajemen Material / Bahan (Azwar, 2012):

Manajemen Material / Bahan mencakup semua kegiatan yang


berkaitan dengan Transportasi dan Pengiriman, Penentuan Rute
dan Moda transportasi, dan Peralatan penanganan material,
Akuntabilitas, dan Penyimpanan barang

Ada dua poin penting dalam Manajemen Material / Bahan yaitu :

1) Hal mengenai biaya


2) Penanaman Efisiensi di segala kegiatan Empat dasar kebutuhan
Manajemen Material / Bahan
3) Untuk memiliki bahan yang memadai di tangan bila diperlukan
4) Untuk membayar harga serendah mungkin, konsisten dengan kualitas
dan persyaratan nilai pembelian bahan
5) Untuk meminimalkan investasi persediaan
6) Untuk beroperasi secara efisien

Dasar prinsip-prinsip Manajemen Material / bahan

1) Efektif manajemen & pengawasan


Hal ini tergantung pada fungsi manajerial
a) Perencanaan
b) Mengorganisir
c) Staffing
d) Mengarahkan
e) Mengontrol
f) Pelaporan
g) Penganggaran
d. Unsur-unsur manajemen material
1) Permintaan estimasi
2) Mengidentifikasi item yang diperlukan
3) Hitung dari tren dalam Konsumsi selama 2 tahun terakhir.
12
4) Tinjau dengan keterbatasan sumber daya
e. Fungsional bidang Manajemen Materi / bahan

1) Pembelian
2) Pusat layanan pasokan
3) Toko toko Sentral
4) Toko-toko percetakan
5) Apotik – apotik
6) Perusahaan Linen & jasa

f. Keuntungan Menggunakan Manajemen Materi/ Bahan.


1) Kontrol dan persediaan menjadi lebih mudah dan sederhana
2) Jobs dalam administrasi berkurang jauh
3) Berbagai masalah jadwal pengiriman, permintaan darurat dan
penyimpanan dapat diminimalkan
Contoh angket M2 :
M2-Material : Sarana dan Prasarana Penataan Gedung/Lokasi dan Denah
Rungan
1) Lokasi penerapan proses manajerial keperawatan ini dilakukan pada
Ruang X Rumah Sakit Y dengan uraian denah sebagai berikut.
a) Sebelah utara berbatasan dengan Ruang Bedah.
b) Sebelah selatan berbatasan dengan Ruang Saraf.
c) Sebelah barat merupakan arah belakang ruangan.
d) Sebelah timur merupakan arah pintu masuk ke dalam ruangan.
e) Bagaimana penataan gedung sesuai dengan peruntukan
pelayanan?

13
2)Fasilitas.
a)Fasilitas untuk pasien.

Tabel 10.13 Daftar Fasilitas untuk Pasien Ruang X RS Y

No. Nama Barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan

1. Tempat Tidur 25 bed Cukup 1:1 -


2. Meja Pasien 25 buah baik 1:1 -
3. Kipas Angin 7 buah Cukup 4/ruangan Perlu dikurangi
4. Kursi Roda 3 buah baik 2–3/ruangan -
5. Branchart Jam 2 buah Cukup 1/ruangan Perlu dikurangi
6. Dinding 2 buah baik 2/ruangan -
7. Timbangan 1 buah Cukup 1/ruangan -
8. Kamar Mandi 4 buah baik Kls 2 = 1:2 Perlu ditambah
dan WC Cukup Kls 3 = 1:5 1 kamar mandi
9. Dapur 1 buah baik Baik 1/ruangan -
10. Wastafel 2 buah Baik 2/ruangan -
Cukup baik

Cukup baik
Baik

b) Fasilitas untuk petugas kesehatan.


Ruang kepala ruangan menjadi satu dengan ruang pertemuan
perawat.
1) Kamar mandi perawat/WC ada 1.
2) Ruang staf dokter ada di sebelah barat nursing station.
3) Nursing station berada di tengah ruangan di sebelah ruang staf
dokter dan ruang pasien kelas dua.
4) Gudang berada di sebelah selatan ruang ganti.
5) Ruang ganti berada di sebelah utara, di dekat gudang.
c) Alat kesehatan yang ada di ruang X Rumah Sakit Y.
Tabel 10.14 Daftar Alat Kesehatan Ruang X RS Y

14
No Nama barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1. Stetoskop Hb 5 buah Baik 2/ruangan dikurangi
2. meter Urometer 2 buah Baik 2/ruangan -
Lemari Es Baik 2/ruangan
3. 2 buah -
Com stainless Tabung Baik 1/ruangan
4. 1 buah -
O2 Senter Baik 3/ruangan
5. dikurangi
4 buah
Bak injeksi Baik 2/ruangan
dikurangi
6.
5 buah Baik 2/ruangan
Ember sampah pasien dikurangi
7.
2 buah Baik 2/ruangan
Papan tulis/white board dikurangi
8. Baik 1:1
Lemari kaca 8 buah ditambah 22
9. Baik 1/ruangan
Lemari besi Tensimeter 3 buah dikurangi
Baik 1/ruangan
10. Pinset anatomis Pinset dikurangi
2 buah Baik 1/ruangan
-
11. cirurgis Gunting Baik 2/ruangan
2 buah
12. nekrotomi Baik 2/ruangan dikurangi
1 buah
13. Gunting perban Korentang Baik 2/ruangan dikurangi
5 buah
dan tempat Bengkok Suction dikurangi
14. Baik 2/ruangan
10 buah dikurangi
15. Baik 2/ruangan
10 buah dikurangi
Baik 2/ruangan
16. dikurangi
10 buah Baik 2/ruangan
17. dikurangi
3 buah Baik 2/ruangan
18. -
5 buah
19.
10 buah
20.
2 buah
bersambung

15
No Nama barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
21. Telepon 1 buah Baik 1/ruangan -
Komputer Baik 1/ruangan
22. 1 set -
Alat pemadam kebakaran Baik 1/ruangan
23. 1 buah -
Lemari obat Baik 2/ruangan
24. 1 buah -
Lampu darurat Baik 2/ruangan
25. -
Spuit gliserin 2 buah Baik 2/ruangan
26. ditambah 1
Kereta obat 1 buah Baik 1/ruangan
dikurangi
27. Standar baskom Baik 2/ruangan
4 buah
dikurangi
28. Standar infus Baik 1:1
5 buah ditambah 15
Ambu bag Baik 1/ruangan
29.
-
Kursi Lipat 10 buah 2 rusak 5/ruangan
30. dikurangi
Manometer O2 Baik 2/ruangan
1 buah
31. Baik 2/ruangan
lengkap StAndar O2 -
10 buah
32. 1 rusak 5/ruangan ditambah 1
Termometer 2 buah
33. ditambah 1
1 buah
34.
5 buah

d) Cosumable (obat-obatan dan bahan habis pakai).


e) Administrasi penunjang-RM.
1) Buku Injeksi.
2) Buku Observasi.
3) Lembar Dokumentasi.
4) Buku Observasi Suhu dan Nadi.
5) Buku Timbang Terima.
6) SOP.
7) SAK.
8) Buku visite.
9) Buku Dalin.
10) Leaflet.

1
3. M3 (METHOD)
Sistem MAKP suatu kerangka kerja yang mendefnisikan empat unsur,
yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem
MAKP. Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) adalah tersebut
berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas
produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai
tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen, maka
tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien
tidak akan dapat terwujud. Unsur unsur dalam praktik keperawatan dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu:
a. standar, kebijakan
1) institusi/nasional
b. proses keperawatan,
1) pengkajian
2) perencanaan
3) intervensi
4) evaluasi
c. Pendidikan pasien
1) pencengahan penyakit
2) mempertahankan kesehatan
3) informed consent
4) rencna pulang/ komunutas
d. Sistem MAKP:
1) Fungsional
2) Tim
3) Primer
4) Modifkasi
e. Faktor-faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKP
Kualitas Pelayanan Keperawatan diperlukan untuk :
1) meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;
2) menghasilkan keuntungan (pendapatan) institus
3) mempertahankan eksistensi institusi;
4) meningkatkan kepuasan kerja;
5) meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;

2
6) menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
7) Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang
model praktik, metode praktik, dan standar.
f. Standar Praktik Keperawatan
Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI
(1995) terdiri atas beberapa standar, yaitu:
1) menghargai hak-hak pasien;
2) penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS);
3) observasi keadaan pasien;
4) pemenuhan kebutuhan nutrisi;
5) asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;
6) asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif;
7) pendidikan kepada pasien dan keluarga;
8) pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
g. Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan
keperawatan
dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan Dasar
Manusia
dari Henderson), meliputi:
1) oksigen;
2) cairan dan elektrolit;
3) eliminasi;
4) kemananan;
5) kebersihan dan kenyamanan fsik;
6) istirahat dan tidur;
7) aktivitas dan gerak;
8) spiritual;
9) emosional;
10) komunikasi;
11) mencegah dan mengatasi risiko psikologis;
12) pengobatan dan membantu proses penyembuhan;
13) penyuluhan;
14) rehabilitasi.

3
h. Model Praktik
1) Praktik keperawatan rumah sakit.
Perawat profesional (Ners) mempunyai wewenang dan tanggung
jawab melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dengan
sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu dikembangkan pengertian
praktik keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai
bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur
registrasi, dan legislasi keperawatan.
2) Praktik keperawatan rumah.
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan
pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan
rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh perawat profesional rumah
sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional yang
melakukan praktik keperawatan berkelompok.
3) Praktik keperawatan berkelompok.
Beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan selama
24 jam kepada masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan
dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan
praktik keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk praktik
keperawatan ini dapat mengatasi berbagai bentuk masalah
keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat dan dipandang perlu di
masa depan. Lama rawat pasien di rumah sakit perlu dipersingkat
karena biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus
meningkat.
4) Praktik keperawatan individual.
Pola pendekatan dan pelaksanaan sama seperti yang diuraikan untuk
praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan
berpengalaman secara sendiri/perorangan membuka praktik
keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi asuhan
keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi
masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat
diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh
terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang
dikembangkan pemerintah.

4
i. Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional
Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien. mengidentifkasi delapan model pemberian asuhan keperawatan,
tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan
keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan primer. Dari
beberapa metode yang ada, institusi pelayanan perlu mempertimbangkan
kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan. Tetapi, setiap unit
keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola
asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana
dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Oleh karena setiap perubahan
akan berakibat suatu stres sehingga perlu adanya antisipasi, “... jangan
mengubah suatu sistem...justru menambah permasalahan...” (Kurt Lewin,
1951dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998). Terdapat enam unsur utama
dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan
(Marquis dan Huston, 2018).
j. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan
Keperawatan (MAKP)
1) Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan
harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.Dapat diterapkannya
proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
2) Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap
kesinambungan asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan
dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses
keperawatan.
3) Efsien dan efektif dalam penggunaan biaya.
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan
efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya
suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan
didapat hasil yang sempurna.
4) Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau
pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu,

5
model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat
menunjang kepuasan pelanggan.
5) Kepuasan dan kinerja perawat.
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi
dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan
kepuasan perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustrasi
dalam pelaksanaannya.
6) Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim
kesehatan lainnya.
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab
merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan
keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan
interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.

k. Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)


Jenis Model Asuhan Keperawatan Menurut Robbins, S. P. & Mary Corltor
(2015)
Model Deskripsi Penanggung Jawab
Fungsional • Berdasarkan orientasi tugas dari flosof Perawat yang
(bukan keperawatan. bertugas pada
model • Perawat melaksanakan tugas tindakan tertentu.
MAKP ) (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal
kegiatan yang ada.
• Metode fungsional dilaksanakan oleh
perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan
utama pada saat perang dunia kedua.
Pada saat itu, karena masih terbatasnya
jumlah dan kemampuan
perawat, maka setiap perawat hanya
melakukan 1–2 jenis intervensi
keperawatan kepada semua pasien di
bangsal.
Kasus • Berdasarkan pendekatan holistis dari Manajer keperawatan
flosof

6
keperawatan.
• Perawat bertanggung jawan terhadap
asuhan dan
observasi pada pasien tertentu.
• Rasio: 1 : 1 (pasien : perawat). Setiap
pasien dilimpahkan kepada semua
perawat yang melayani
seluruh kebutuhannya pada saat mereka
dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat
yang berbeda untuk setiap sif dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan
dirawatoleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus
biasanya diterapkan satu pasien satu
perawat, umumnya dilaksanakan untuk
perawat privat atau untuk khusus seperti
isolasi, perawatan insentif.
Tim • Berdasarkan pada kelompok flosof Ketua tim
keperawatan.
• Enam sampai tujuh perawat profesional
dan perawat pelaksana bekerja sebagai
satu tim, disupervisi oleh ketua tim.
• Metode ini menggunakan tim yang
terdiri atas anggota yang berbeda beda
dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3
tim/grup yang terdiri atas tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu
dalam satu kelompok kecil yang saling
membantu.
Primer • Berdasarkan pada tindakan yang Perawat primer (PP)
komperehensif dari flosof keperawatan.
• Perawat bertanggung jawab terhadap
semua aspek asuhan keperawatan.

7
• Metode penugasan di mana satu orang
perawat bertanggung jawab penuh
selama 24 jam terhadap
asuhan keperawatan pasien mulai dari
pasien masuk sampai keluar rumah
sakit. Mendorong praktik kemandirian
perawat, ada kejelasan antara pembuat
rencana asuhan dan pelaksana. Metode
primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat
dan terus menerus antara pasien dan
perawat yang ditugaskan
untuk merencanakan, melakukan, dan
koordinasi asuhan keperawatan selama
pasien dirawat.

l. Fungsional (bukan model MAKP).


Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada
saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat,
maka setiap perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi
keperawatan saja (misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di
bangsal.

Kepala Ruangan

8
Perawat:
Perawat: Penyiapan Kebutuhan
pengobatan merawat luka instrumen dasar
Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis dan Huston, 2017)

Kelebihan :

1) Manajemen klasik yang menekankan efsiensi, pembagian tugas yang


jelas dan pengawasan yang baik;
2) sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga;
3) perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum
berpengalaman.

Kelemahan:

1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.


2) pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan;
3) persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja.
m. MAKP Tim.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling
membantu. Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit
rawat inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat.
Konsep metode Tim:

9
1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan.
2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan
terjamin.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
4) Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil bila
didukung oleh kepala ruang.

Kelebihannya:

a) memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;


b) mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
c) memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah di atasi
dan
memberi kepuasan kepada anggota tim. Kelemahan: komunikasi
antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim,
yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan
pada waktu-waktu sibuk.

Kepala ruang

Ketua tim Ketua tim Ketua tim

Anggota Anggota Anggota

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing”


(Marquis dan Huston, 2017)

n. MAKP Primer.

10
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk
sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien
dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan
koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Tim Medis Kepala Ruangan Sarana RS

Pasien Pasien

Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah


sakit
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena
terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan
bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan
kepuasan
dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang
kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif. Kelemahannya
adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh
pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.

1) Konsep dasar metode primer:


a) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat;
b) Ada otonomi;
c) ketertiban pasien dan keluarga.

11
2) Tugas perawat primer:
a) Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif;
b) Membuat tujuan dan rencana keperawatan;
c) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas;
d) Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan
oleh disiplin lain maupun perawat lain;
e) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai;
f) Menerima dan menyesuaikan rencana;
g) Menyiapkan penyuluhan untuk pulang;
h) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial di masyarakat;
i) Membuat jadwal perjanjian klinis;
j) Mengadakan kunjungan rumah.
3) Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:
a) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer;
b) Orientasi dan merencanakan karyawan baru;
c) Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat
asisten;
d) Evaluasi kerja;
e) Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;
f) Membuat 1–2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan
yang terjadi.
4) Ketenagaan metode primer:
a) Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada
dekat dengan pasien;
b) Beban kasus pasien 4–6 orang untuk satu perawat primer;
c) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;
d) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun
nonprofessional sebagai perawat asisten;

o. Modifkasi: MAKP Tim-Primer.


Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem.
Menurut Sitorus (2016) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada
beberapa alasan berikut.

12
1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat
primer
harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau
setara.
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab
asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
3) Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada
primer,
karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-
3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat
primer/ketua tim.
Contoh (dikutip dari Sitorus, 2016):
Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan menggunakan
model modifkasi keperawatan primer ini diperlukan empat orang perawat
primer (PP) dengan kualifkasi Ners, di samping seorang kepala ruang rawat
yang juga Ners. Perawat pelaksana (PA) 21 orang, kualifkasi pendidikan
perawat pelaksana terdiri atas lulusan D-3 Keperawatan (tiga orang) dan SPK
(18 orang). Pengelompokan tim pada setiap sif jaga

13
Tingkatan dan Spesifikasi MAKP

Metode
Praktik
Tingkat Pemberian Ketenagaan Dokumentasi Aspek Riset
Keperawatan
Askep
Mampu 1. Jumlah sesuai tingkat
memberikan ketergantungan pasien
Modifkasi
MAKP asuhan 2. Skp/Ners/DIV (1:25-30 Standar renpra
keperawatan -
Pemula keperawatan pasien) sebagai CCM (masalah aktual)
primer
profesi tingkat 3. DIII keperawatan sbg
pemula PP perawat pemula
1. Jumlah sesuai tingkat
ketergantungan pasien
Mampu
2. Spesialis keperawatan
memberikan Standar renpra
Modifkasi (1: 9–10 pasien)
asuhan (masalah aktual
MAKP I keperawatan sebagai CCM -
keperawatan dan
primer 3. S.Kep/Ners sebagai
profesional masalah risiko)
PP
tingkat I
4. DIII keperawatan
sebagai PA
- Mampu Manajemen 1. Jumlah sesuai tingkat Clinical pathway/ -
memberikan kasus dan ketergantungan pasien standar renpra
asuhan keperawatan 2. Spesialis keperawatan (masalah aktual
keperawatan (1 : 3 PP) dan
tingkat II 3. Spesialist risiko)

14
keperawatan
(1: 9–10 pasien)
4. DIII Keperawatan
sebagai PA
1. Jumlah sesuai tingkat
Mampu ketergantungan pasien.
memberikan 2. Doktor keperawatan
Manajemen
MAKP III asuhan klinik (konsultan) Clinical pathway
kasus -
keperawatan 3. Spesialis keperawatan
tingkat III (1:3 PP)
4. S.Kp/Ners sebagai PP

15
p. TIMBANG TERIMA
1) Definisi
Menurut Nursalam (2017) definisi timbang terima adalah suatu cara dalam
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan
keadaan klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus dilakukan
sebelum pergantian dinas. Selain laporan antar dinas, dapat disampaikan juga
informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah atau belum
dilaksanakan.
2) Tujuan
Menurut Australian Health Care and Hospitals Association/ AHHA (2015)
tujuan timbang terima adalah untuk mengidentifikasi, mengembangkan dan
meningkatkan timbang terima klinis dalam berbagai pengaturan kesehatan.
Menurut Nursalam (2017) tujuan dilaksanakan timbang terima adalah:
a) Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus)
b) Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan kepada klien
c) Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh
dinas berikutnya
d) Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
3) Manfaat
Manfaat timbang terima menurut AHHA (2015) adalah:
a) Peningkatan kualitas asuhan keperawatan yang berkelanjutan. Misalnya,
penyediaan informasi yang tidak akurat atau adanya kesalahan yang
dapat membahayakan kondisi pasien
b) Selain mentransfer informasi pasien, timbang terima juga merupakan
sebuah kebudayaan atau kebiasaan yang dilakukan oleh perawat.
Timbang terima mengandung unsur-unsur kebudayaan, tradisi, dan
kebiasaan. Selain itu, timbang terima juga sebagai dukungan terhadap
teman sejawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan
selanjutnya
c) Timbang terima juga memberikan “manfaat katarsis” (upaya untuk
melepaskan beban emosional yang terpendam), karena perawat yang
mengalami kelelahan emosional akibat asuhan keperawatan yang
dilakukan bisa diberikan kepada perawat berikutnya pada pergantian

16
dinas dan tidak dibawa pulang. Dengan kata lain, proses timbang terima
dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada perawat
d) Timbang terima memiliki dampak yang positif bagi perawat, yaitu
memberikan motivasi, menggunakan pengalaman dan informasi untuk
membantu perencanaan pada tahap asuhan keperawatan selanjutnya
(pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang
berkesinambungan), meningkatkan kemampuan komunikasi antar
perawat, menjalin suatu hubungan kerja sama dan bertanggung jawab
antar perawat, serta perawat dapat mengikuti perkembangan pasien
secara komprehensif
e) Selain itu, timbang terima memiliki manfaat bagi pasien diantaranya,
pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, dan dapat
menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap.
Bagi rumah sakit, timbang terima dapat meningkatkan pelayanan
keperawatan kepada pasien secara komprehensif.
4) Prinsip
Friesen, White dan Byers (2014) memperkenalkan enam standar prinsip
timbang terima pasien, yaitu :
a) Kepemimpinan dalam timbang terima pasien Semakin luas proses
timbang terima (lebih banyak peserta dalam kegiatan timbang terima),
peran pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola timbang terima
pasien di klinis. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang komprehensif
dari proses timbang terima pasien dan perannya sebagai pemimpin.
Tindakan segera harus dilakukan oleh pemimpin pada eskalasi pasien
yang memburuk
b) Pemahaman tentang timbang terima pasien Mengatur sedemikian rupa
agar timbul suatu pemahaman bahwa timbang terima pasien harus
dilaksanakan dan merupakan bagian penting dari pekerjaan sehari-hari
dari perawat dalam merawat pasien. Memastikan bahwa staf bersedia
untuk menghadiri timbang terima pasien yang relevan untuk mereka.
Meninjau jadwal dinas staf klinis untuk memastikan mereka hadir dan
mendukung kegiatan timbang terima pasien. Membuat solusi-solusi
inovatif yang diperlukan untuk memperkuat pentingnya kehadiran staf
pada saat timbang terima pasien

17
c) Peserta yang mengikuti timbang terima pasien Mengidentifikasi dan
mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam tinjauan berkala
tentang proses timbang terima pasien. Mengidentifikasi staf yang harus
hadir, jika memungkinkan pasien dan keluarga harus dilibatkan dan
dimasukkan sebagai peserta dalam kegiatan timbang terima pasien.
Dalam tim multidisiplin, timbang terima pasien harus terstruktur dan
memungkinkan anggota multiprofesi hadir untuk pasiennya yang relevan
d) Waktu timbang terima pasien Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan
frekuensi untuk timbang terima pasien. Hal ini sangat direkomendasikan,
dimana strategi ini memungkinkan untuk dapat memperkuat ketepatan
waktu. Timbang terima pasien tidak hanya pada pergantian jadwal kerja,
tapi setiap kali terjadi perubahan tanggung jawab misalnya ketika pasien
diantar dari bangsal ke tempat lain untuk suatu pemeriksaan. Ketepatan
waktu timbang terima sangat penting untuk memastikan proses
perawatan yang berkelanjutan, aman dan efektif
e) Tempat timbang terima pasien Sebaiknya, timbang terima pasien terjadi
secara tatap muka dan di sisi tempat tidur pasien. Jika tidak dapat
dilakukan, maka pilihan lain harus dipertimbangkan untuk memastikan
timbang terima pasien berlangsung efektif dan aman. Untuk komunikasi
yang efektif, pastikan bahwa tempat timbang terima pasien bebas dari
gangguan misalnya kebisingan di bangsal secara umum atau bunyi alat
telekomunikasi.
f) Proses timbang terima pasien
1) Standar protocol Standar protokol harus jelas mengidentifikasi pasien
dan peran peserta, kondisi klinis dari pasien, daftar
pengamatan/pencatatan terakhir yang paling penting, latar belakang
yang relevan tentang situasi klinis pasien, penilaian dan tindakan
yang perlu dilakukan
2) Kondisi pasien memburuk Pada kondisi pasien memburuk,
meningkatkan pengelolaan pasien secara cepat dan tepat pada
penurunan kondisi yang terdeteksi
3) Informasi kritis lainnya Prioritaskan informasi penting lainnya,
misalnya: tindakan yang luar biasa, rencana pemindahan pasien,

18
kesehatan kerja dan risiko keselamatan kerja atau tekanan yang
dialami oleh staf.
5) Jenis-jenis
Menurut Hughes (2014) beberapa jenis timbang terima pasien yang
berhubungan dengan perawat, antara lain:
a) Timbang terima pasien antar dinas Metode timbang terima pasien antar
dinas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, antara
lain secara lisan, catatan tulisan tangan, dilakukan di samping tempat
tidur pasien, melalui telepon atau rekaman, nonverbal, dapat
menggunakan laporan elektronik, cetakan computer atau memori
b) Timbang terima pasien antar unit keperawatan Pasien mungkin akan
sering ditransfer antar unit keperawatan selama mereka tinggal di rumah
sakit
c) Timbang terima pasien antara unit perawatan dengan unit pemeriksaan
diagnostik. Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan
diagnostik selama rawat inap. Pengiriman unit keperawatan ke tempat
pemeriksaan diagnostik telah dianggap sebagai kontributor untuk
terjadinya kesalahan
d) Timbang terima pasien antar fasilitas kesehatan Pengiriman pasien dari
satu fasilitas kesehatan ke fasilitas yang lain sering terjadi antara
pengaturan layanan yang berbeda. Pengiriman berlangsung antar rumah
sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang berbeda
e) Timbang terima pasien dan obat-obatan Kesalahan pengobatan dianggap
peristiwa yang dapat dicegah, masalah tentang obat-obatan sering terjadi,
misalnya saat mentransfer pasien, pergantian dinas, dan cara
pemberitahuan minum obat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap
kesalahan pengobatan dalam organisasi perawatan kesehatan

6) Metode
a) Timbang terima dengan metode tradisional
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kassesan dan Jagoo (2016)
di sebutkan bahwa operan jaga (handover) yang masih tradisional adalah:
1) Dilakukan hanya di meja perawat

19
2) Menggunakan satu arah komunikasi sehingga tidak memungkinkan
munculnya pertanyaan atau diskusi
3) Jika ada pengecekan ke pasien hanya sekedar memastikan kondisi
secara umum
4) Tidak ada kontribusi atau feedback dari pasien dan keluarga,
sehingga proses informasi dibutuhkan oleh pasien terkait status
kesehatannya tidak up to date
b) Timbang terima dengan metode bedside handover
Menurut Kassean dan Jagoo (2016) handover yang dilakukan sekarang
sudah menggunakan model bedside handover yaitu handover yang
dilakukan di samping tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien atau
keluarga pasien secara langsung untuk mendapatkan feedback. Secara
umum materi yang disampaikan dalam proses operan jaga baik secara
tradisional maupun bedside handover tidak jauh berbeda, hanya pada
handover memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
1) Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan
terkait kondisi penyakitnya secara up to date
2) Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien
dengan perawat.
3) Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi
pasien secara khusus. Bedside handover juga tetap memperhatikan
aspek tentang kerahasiaan pasien jika ada informasi yang harus
ditunda terkait adanya komplikasi penyakit atau persepsi medis
yang lain
7) Langkah-langkah dan prosedur pelaksanaan
a) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
b) Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan
disampaikan
c) Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift
selanjutnya meliputi:
1) Kondisi atau keadaan pasien secara umum
2) Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
3) Rencana kerja untuk dinas yang menerima laporan

20
d) Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas dan
tidak terburu-buri
e) Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung
melihat keadaan pasien
8) PROSEDUR PELAKSANAAN
a) Persiapan
1) Kedua kelompok dalam keadaan siap
2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
b) Pelaksanaan
1) Semua perawat jaga shift 1 dan 2 kumpul bersama
2) Didahului dengan do’a bersama
3) Komunikasi antar pemberi dan penerima tanggung jawab dilakukan
dictation dengan suara perlahan
4) Menyebutkan identitas pasien, Dx medis, Dx keperawatan, tindakan
keperawatan yang telah dilakukan beserta waktu pelaksanaanya
5) Menginformasikan jenis dan waktu rencana tindakan keperawatan
yang belum dilakukan
6) Menyebutkan perkembangan pasien yang ada selama shift
7) Menginformasikan pendidikan kesehatan yang telah dilakukan (bila
ada)
8) Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
9) Menyebutkan terapi dan tindakan medis beserta waktunya yang
dilakukan selama shift
10) Menyebutkan tindakan medis yang belum dilakukan selama shift
11) Memeberikan salam kepada pasien,keluarga, sereta
mengobservasi dan menginsfeksi keadaan pasien ,menanyakan
keluhan-keluhan pasien (dalam rangka klarifikasi)
12) Menginformasikan kepada pasien/keluarga nama perawat shift
berikutnya pada akhir tugas
13) Memberikesempatan pada shift jaga berikutya mengklarifikasi
semua masalah yang ada termasuk daftar alat-alat dan obat
14) Menutup operan jaga

21
Mekanisme kegiatan
TAHAP KEGIATAN WAKTU TEMPAT PELAKSANA
Pra Timbang e) Kedua kelompok 10 menit Nurse Kari
Terima dinas sudah siap dan station PP
berkumpul di Nurse Station PA
f) Karu mengecek kesiapan
timbang terima tiap PP
g) Kelompok yang akan
bertugas menyiapkan
catatan (Work Sheet), PP
yang akan mengoperkan,
menyiapkan buku timbang
terima & nursing kit
h) Kepala ruangan
membuka acara timbang
terima dilanjutkan dengan
doa.
Pelaksanaan PP dinas pagi melakukan 20 menit Nurse Karu
Timbang timbang terima kepada PP station PP
Terima dinas sore. Hal-hal yang PA
perlu disampaikan PP pada Disamping
saat timbang terima : tempat
1. Identitas klien dan tidur klien
diagnosa medis
termasuk hari rawat
keberapa atau post op
hari keberapa.
2. Masalah keperawatan.
3. Data yang mendukung.
4. Tindakan keperawatan
yang sudah/belum
dilaksanakan.
5. Rencana umum yang
perlu dilakukan:
Pemeriksaan penunjang,

22
konsul, prosedur
tindakan tertentu.
6. Karu membuka dan
memberi salam kepada
klien, PP pagi
menjelaskan tentang
klien, PP sore
mengenalkan anggota
timnya dan melakukan
validasi data
7. Lama timbang terima
setiap klien kurang lebih
5 menit, kecuali kondisi
khusus yang
memerlukan keterangan
lebih rinci.
Post Klarifikasi hasil validasi data 5 menit Nurse Karu
Timbang oleh PP sore. station PP
Terima 1. Penyampaian alat- PA
alat kesehatan
2. Laporan timbang
terima ditandatangani
oleh kedua PP dan
mengetahui Karu
(kalau pagi saja).
3. Reward Karu
terhadap perawat
yang akan dan
selesai bertugas.
4. Penutup oleh karu.

q. RONDE KEPERAWATAN

23
1) Pengertian
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk

mengatasi masalah keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat,

disamping pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan

keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat

katim dan atau konsuler, kepala ruangan, perawat pelaksana, yang perlu

juga melibatkan seluruh anggota (Nursalam, 2016).

2) Karakteristik Ronde
a) Pasien dilibatkan secara langsung
b) Pasien merupakan fokus kegiatan
c) Katim, PP dan konsuler melakukan diskusi bersama
d) Konsuler memfasilitasi kreatifitas
e) Konsuler membantu mengembangkan kemampuan Katim dan PP untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah
3) Tujuan Ronde Keperawatan
Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, perawat mampu:
a) Menumbuhkan cara berfikir secara kritis
b) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan atau yang
berasal dari masalah klien
c) Meningkatkan validitas data klien
d) Menilai kemampuan justifikasi
e) Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
f) Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan
4) Manfaat Ronde Keperawatan
a) Masalah pasien dapat teratasi
b) Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
c) Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
d) Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan
e) Perawat dapat melaksanakan model asuhan
keperawatan dengan tepat dan benar

24
5) Kriteria Pasien
Pasien yang dipilih untuk ronde keperawatan adalah pasien yang
mempunyai kriteria sebagai berikut:
a) Mempunyai masalah
keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan
keperawatan
b) Pasien dengan kasus baru atau
langka
c) Pasien dengan penyakit kronis
d) pasien dengan penyakit
komplikasi
e) pasien dengan penyakit akut
f) Pasien dengan permasalahan
keperawatan yang belum terselesaikan
6) Tim Pelaksana Ronde Keperawatan
a) Kepala Ruangan
b) Perawat Katim
c) Perawat sperawat
pelaksana 1 dan 2
d) Tim Kesehatan yang lain
(dokter, ahli gizi dan farmasi)
7) Peran Dalam Ronde Keperawatan
Peran Katim dan PP
a) Menjelaskan keadaan dan data identitas/pengkajian pasien
b) Menjelaskan masalah keperawatan utama
c) Menjelaskan intervensi yang dilakukan.
d) Menjelaskan hasil respon pasien.
e) Menentukan tindakan selanjutnya
f) Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang diambil.
g) Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji
Peran ketua tim Lain dan Konselor
a) Memberikan justifikasi
b) Memberikan reinforcement
c) Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta

25
tindakan yang rasional
d) Mengarahkan dan koreksi
e) Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari.

Alur Ronde Keperawatan

TAHAP PRA Perawat Primer


RONDE

Penetapan Pasien

Persiapan Pasien :

 Informed Concent
 Hasil Pengkajian/ Validasi
data

 Apa diagnosis keperawatan?


TAHAP  Data apa yang mendukung?
PELAKSANAAN DI  Bagaimana intervensi yang
NURSE STATION Penyajian
sudah dilakukan?
Masalah  Apa hambatan yang ditemukan?

TAHAP RONDE DI Validasi data


BED PASIEN

Diskusi Perawat KATIM, PP


TAHAP Konselor,KARU.
PELAKSANAAN DI
NURSE STATION
Lanjutan diskusi di
Nurse Station
26
Kesimpulan dan
TAHAP PASCA
rekomendasi solusi
RONDE
masalah
Bagan. Alur Ronde Keperawatan

Keterangan :

1) Pra ronde
a) Menentukan kasus dan topik
b) Menetukan tim ronde
c) Mencari sumber atau literatur
d) Membuat proposal
e) Mempersiapkan pasien: informed consent dan pengkajian
f) Diskusi: apa diagnosis keperawatan, apa data yang mendukung,
bagaimana intervensi yang sudah dilakukan, dan apa hambatan yang
ditemukan selama perawatan
2) Pelaksanaan Ronde
a) Penjelasan tentang pasien oleh katim yang difokuskan pada masalah
keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau
serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan
b) Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
c) Pemberian justifikasi oleh katim atau konselor atau kepala ruangan
tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
3) Pasca Ronde
a) Evaluasi pelaksanaan ronde
b) Kesimpulan dan rekomendasi penegakan diagnosis dan intervensi
keperawatan selanjutnya.

r. SENTRALISASI OBAT
1) Pengertian Sentralisasi Obat
Sentralisasi obat adalah Pengelolaan obat di mana seluruh obat yang akan
diberikan kepada pasien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh perawat
(Nursalam, 2016).

27
2) Tujuan Sentralisasi Obat
Menurut Nursalam (2016) sentralisasi obat bertujuan untuk :
a) Meningkatkan mutu pelayanan kepada klien terutama dalam pemberian
obat
b) Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat secara hukum maupun
secara moral.
c) Mempermudah pengelolaan obat secara efektif dan efisien.
d) Menyeragamkan pengelolaan obat
e) Mengamankan obat-obat yang dikelola
f) Mengupayakan ketepatan pemberian obat dengan tepat klien, dosis,
waktu, cara.
3) Teknik Pengelolaan Sentralisasi Obat
Teknik pengelolaan sentralisasi obat adalah pengelolaan obat dimana
seluruh obat yang diberikan kepada pasien baik obat oral maupun obat
injeksi diserahkan sepenuhnya kepada perawat. Penanggung jawab
pengelolaan obat adalah kepala ruangan yang secara operasional dapat
didelegasikan kepada staf yang ditunjuk. Pengeluaran dan pembagian obat
tersebut dilakukan oleh perawat dimana pasien atau keluarga wajib
mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat tersebut.
a) Penerimaan obat
b) Pembagian obat
i. Obat-obat
ii. Sebelum obat diberikan pada pasien, harus melakukan cross
check
iii. Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa setiap shift oleh
perawat yang bertugas berdasarkan format pemberian obat.
c) Penambahan Obat Baru
i. Penambahan atau perubahan jenis, dosis atau jadwal pemberian
obat
ii. Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (sewaktu saja),
maka dokumentasi dilakukan pada format pemberian obat oral /
injeksi.
d) Obat Khusus
i. harga yang cukup mahal,

28
ii. Pemberian obat khusus dilakukan dengan menggunakan format
pemberian obat oral/ injeksi khusus untuk obat tersebut dan
dilakukan oleh perawat primer.
iii. Informasi yang diberikan kepada klien/keluarga meliputi nama
obat,
e) Pengembalian Obat
Pulang atau pindah ruangan dan obat masih sisa maka obat
dikembalikan kepada klien/keluarga dengan ditanda tangani oleh
klien/keluarga serta tanggal dan waktu

Alur Sentralisasi Obat

Dokter

Perawat

Pasien / Keluarga

Kamar obat Apotik

Surat persetujuan sentralisasi obat dari perawat


Pasien / Keluarga
Lembar serah terima obat
Buku serah terima/Masuk obat
Perawat

Sentralisasi obat

Pasien / keluarga

s. PENERIMAAN PASIEN BARU


1) Pengertian

29
Penerimaan pasien baru adalah suatu cara dalam menerima kedatangan
pasien baru pada suatu ruangan. Dalam penerimaan pasien baru
disampaikan beberapa hal mengenai orientasi ruangan, perawatan, medis
dan tata tertib ruangan.
2) Tujuan
a) Menerima dan menyambut kedatangan pasien dengan senyum dan
salam
b) Membina hubungan saling percaya
c) Meningkatkan komunikasi terapeutik antara perawat, keluarga dan pasien
d) Mengetahui kondisi pasien secara umum
e) Melakukan atau melengkapi pengkajian pasien baru
f) Mengurangi kecemasan keluarga dan pasien
3) Tahapan Penerimaan Pasien Baru
a) Menyiapkan kelengkapan administrasi
b) Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan
c) Menyiapkan lembar penerimaan pasien baru
d) Menyiapkan lembar serah terima pasien dari ruangan lain catatan
medik, obat, alat, hasil pemeriksaan penunjang, catatan khusus dll)
e) Menyiapkan format pengkajian
f) Menyiapkan informed consent sentralisasi obat.
g) Menyiapkan nursing kit
h) Menyiapkan lembar tata tertib pasien dan pengunjung serta sarana dan
prasarana yang ada di ruangan.
i) Menyiapkan lembar inventaris
4) Tahap pelaksanaan penerimaan pasien baru
a) Pasien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan atau perawat
primer atau perawat yang diberi delegasi.
b) Perawat memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarganya.
c) Perawat menunjukkan kamar atau tempat tidur pasien dan mengantar
ke tempat yang telah ditetapkan.
d) Perawat bersama karyawan lain memindahkan pasien ke tempat tidur
(apabila pasien datang dengan branchard atau kursi roda) dan berikan
posisi yang nyaman

30
e) Perawat PP menerima obat, alat, hasil pemeriksaan penunjang yang
dan catatan khusus dari perawat yang mengantar kemudian
mendokumentasikan pada lembar serah terima pasien dari ruangan lain
dan penandatanganan antara perawat sebelumnya dengan PP.
f) Perawat PP atau PA melakukan pengkajian terhadap pasien sesuai
dengan format.
g) Perkenalkan pasien baru dengan pasien baru yang sekamar.
h) Setelah pasien tenang dan situasi sudah memungkinkan perawat
memberikan informasi secara lisan, kepada pasien/keluarga diajak
orientasi ruangan dan keluarga tentang orientasi ruangan, perawatan
(termasuk perawat yang bertanggung jawab dan sentralisasi obat),
medis (dokter yang bertanggung jawab dan jadwal visite), tata tertib di
ruang.
i) Perawat menanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang telah
disampaikan. Apabila pasien atau keluarga sudah jelas, maka diminta
untuk menandatangani lembar informed concent sentralisasi obat.
5) Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
a) Pelaksanaan secara efektif dan efisien
b) Dilakukan oleh kepala ruangan, perawat primer atau perawat pelaksana
yang telah diberi wewenang atau delegasi.
c) Saat pelaksanaan tetap menjaga privasi pasien.
d) Saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga tetaplah tersenyum
dan gunakan komunikasi terapeutik.
6) Peran perawat dalam penerimaan pasien baru
a) Kepala ruangan
i. Mendelegasikan kepada PP atau PA
ii. Memperkenalkan PP atau PA
iii. Menerima pasien baru
b) Perawat primer
i. Menerima telepon dari rekam medik/IGD/Poliklinik
ii. Menyiapkan lembar serah terima dan penerimaan pasien baru
iii. Menandatangani lembar penerimaan pasien baru
iv. Menerima obat, alat, hasil pemeriksaan penunjang yang dibawa
dan catatan khusus.

31
v. Melakukan pengkajian, membuat diagnosa keperawatan,
intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien baru.
vi. Mengorientasikan pasien dan keluarga tentang tata tertib ruangan,
situasi dan kondisi ruangan.
vii. Memberi penjelasan tentang perawat dan dokter yang
bertanggung jawab dan memperkirakan hari perawatan jika
memungkinkan.
viii. Memberikan penjelasan tentang sentralisasi obat pada pasien
ix. Mendokumentasikan penerimaan pasien baru
c) Perawat associate
i. Membantu perawat primer dalam pelaksanaan penerimaan pasien
baru,melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik pada pasien
baru.
7) Alur Penerimaan Pasien Baru
Pra

Karu memberitahu PP akan ada pasien baru

PP menyiapkan:
1. Lembar pasien masuk
2. Lembar format pengkajian pasien
3. Nursing kit
4. Lembar inform consent sentralisasi
obat
5. Lembar tata tertib pasien dan keluarga
pasien
6. Lembar tingkat kepuasan pasien
7. Tempat tidur pasien baru

Pelaksanaan

Karu, PP dan PA menyambut pasien baru

Anamnesa pasien baru oleh PP dan PA

Post
PP menjelaskan segala sesuatu yang
tercantum dalam lembar 32
penerimaan pasien baru

Terminasi
8) Memindahkan Pasien Saat Menerima Pasien Baru Dari IGD Untuk
Dipindahkan Ke Ruang Rawat Inap.
a) Pengertian memindahkan pasien
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup
aktivitasnya guna mempertahankan kesehatannya (A.Aziz, 2016).
b) Tujuan
i. Melatih otot skelet untuk mencegah kontraktur atau
sindrom disuse,
ii. Mempertahankan kenyamanan pasien,
iii. Mempertahankan kontrol diri pasien,
iv. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan(diagnostik, fisik, dll.),
v. Memungkinkan pasien untuk bersosialisasi,
vi. Memudahkan perawat yang akan mengganti seprei (pada pasien
yang toleransi dengan kegiatan ini), dan
vii. Memberikan aktifitas pertama (latihan pertama) pada pasien yang
tirah baring (memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
atau sebaliknya).

t. DISCHARGE PLANNING
1) Definisi
Perencanaan pulang keperawatan merupakan komponen yang terkait
dengan rentang keperawatan dari pasien masuk rumah sakit hingga
kepulangannya. Perencanaan pulang dilaksanakan selama dalam perawatan
dan evaluasi pada saat pasien dipersiapkan untuk pulang, dengan
mengkajikemungkinan rujukan atau perawatan lanjut di rumah sesuai
kebutuhan (Keperawatan, 2015). Perencanaan pulang ini akan memberikan
proses deeplearning pada pasien hingga terjadinya perubahan perilaku
pasien dan keluarganya dalam memaknai kondisi kesehatannya (Pemila,
2015).

33
Discharge Planning adalah suatu proses dimana mulainya pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan
perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam
mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk
kembali ke lingkungannya. Discharge Planning menunjukkan beberapa
proses formal yang melibatkan team atau memiliki tanggung jawab untuk
mengatur perpindahan sekelompok orang ke kelompok lainnya (RCP, 2014).
2) Tujuan
a) Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang masalah
kesehatan, kemungkinan komplikasi dan pembatasan yang diberlakukan
pada pasien dirumah.
b) Memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan
berkualitas antara rumah sakit dan komunitas dengan memfasilitasi
komunikasi yang efektif
c) Mempersiapkan pasien dan keluarga baik secara fisik maupun psikologis
untuk ditransfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui,
menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan
kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses
pemulangan
d) Memfasilitasi proses perpindahan/rujukan yang nyaman dengan
memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah
dipersiapkan untuk menerima pasien dengan pelayanan kesehatan lain
e) Meningkatkan kemandirian kepada pasien dan keluarga dengan
memandirikan aktivitas perawatan diri
f) Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan ketrampilan
serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan
masyarakat
g) Membantu pasien dan keluarga untuk dapat memahami permasalahan
dan upaya pencegahan yang harus ditempuh sehingga dapat mengurangi
3) Prinsip Discharge Planning
Beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal Marsden Hospital
(2014) :

34
a) Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana
sumber-sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan
pelayanan kesehatan ditempatkan pada satu tempat.
b) Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan
kualitas tinggi pada semua pasien.
c) Kebutuhan pemberi asuhan/care giver juga harus dikaji
d) Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan
adekuat
e) Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang
utama
f) Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara
tim kesehatan dengan pasien/care giver, dan kemampuan terakhir
disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan.
g) Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan
ketika menyusun discharge planning.
4) Proses Pelaksanaan Discharge Planning
Perry dan Potter (2015) menyusun format discharge planning sebagai berikut:
a) Pengkajian
Pengkajian tentang apa meliputi lima area yaitu area kognitif, psikologis,
status ekonomi atau finansial, akses dan dukungan lingkungan baik formal
maupun informal. Sedangkan untuk mengetahui kapan pengkajian
discharge planning dilakukan adalah sejak pasien masuk ke Rumah Sakit
atau pada saat screening atau kontrol kesehatan. (Bull & Robert, 2014).
b) Diagnosa
Penentuan diagnosa keperawatan secara khusus bersifat individual
berdasarkan kondisi atau kebutuhan pasien.
i. Kecemasan hal ini dapat menginterupsi proses keluarga
ii. Tekanan terhadap care giver hal yang menyebabkannya adalah
ketakutan
iii. Kurang pengetahuan terhadap pembatasan perawatan dirumah
iv. Stress sindrom akibat perpindahan hal ini berhubungan dengan upaya
meningkatkan pertahanan/pemeliharaan di rumah.
c) Perencanaan

35
Menurut Luverne dan Barbara (2014) discharge planning pasien
membutuhkan identifikasi kebutuhan klien, kelompok perawat berfokus
pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan pulang
klien, yang disingkat dengan METHOD yaitu :
i. Medication (obat) Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus
dilanjutkan setelah pulang.
ii. Environment (lingkungan) Lingkungan tempat klien akan pulang dari
rumah sakit sebaiknya aman. Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas
pelayanan yang dibutuhkan untuk kelanjutan perawatannya.
iii. Treatment (pengobatan) Perawat harus memastikan bahwa
pengobatan dapat berlanjut setelah klien pulang, yang dilakukan oleh
klien dan anggota keluarga.
iv. Health Teaching (pengajaran kesehatan) Klien yang akan pulang
sebaiknya diberitahu bagaimana mempertahankan kesehatan
termasuk tanda dan gejala yang mengindikasikan kebutuhan
perawatan kesehatan tambahan.
v. Diet Klien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya. Ia
sebaiknya mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.
d) Implementasi
Implementasi dalam dalam discharge planning adalah pelaksanaan
rencana pengajaran referral. Seluruh pengajaran yang diberikan harus
didokumentasikan pada catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge
summary). Instruksi tertulis diberikan kepada klien, demontrasi ulang
harus menjadi memuaskan. Klien dan pemberi perawatan harus memiliki
keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang digunakan dirumah.
e) Evaluasi
Evaluasi terhadap discharge planning adalah penting dalam membuat
kerja proses discharge planning. Perencanaan dan penyerahan harus
diteliti dengan cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan yang
sesuai.
Keberhasilan program rencana discharge planning tergantung pada
enam variabel :
i. Derajat penyakit
ii. Hasil yang diharapkan dari perawatan

36
iii. Durasi perawatan yang dibutuhkan
iv. Jenis-jenis pelayanan yang diperlakukan
v. Komplikasi tambahan
vi. Ketersediaan sumber-sumber untuk mencapai pemulihan
5) Keuntungan Discharge Planning
a) Keuntungan bagi pasien adalah:
i. Dapat memenuhi kebutuhan pasien
ii. Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan
sebagai bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya.
iii. Menyadari haknya untuk dipenuhi segala kebutuhannya
iv. Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh
support sebelum timbulnya masalah.
v. Dapat memilih prosedur perawatannya
vi. Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang
dapat dihubunginya.
b) Keuntungan bagi perawat :
i. Merasakan bahwa keahliannya di terima dan dapat di gunakan
ii. Menerima informasi kunci setiap waktu
iii. Memahami perannya dalam system
iv. Dapat mengembangkan ketrampilan dalam prosedur baru
v. Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan
cara yang berbeda.
vi. Bekerja dalam suatu system dengan efektif.
6) Justifikasi Metode Discharge Planning
Di Indonesia semua pelayanan keperawatan di Rumah Sakit, telah
merancang berbagai bentuk format Discharge Planning, namun discharge
planning kebanyakan dipakai hanya dalam bentuk pendokumentasian resume
pasien pulang, berupa informasi yang harus di sampaikan pada pasien yang
akan pulang seperti intervensi medis dan non medis yang sudah diberikan,
jadwal kontrol, gizi yang harus dipenuhi setelah dirumah. Cara ini merupakan
pemberian informasi yang sasarannya ke pasien dan keluarga hanya untuk
sekedar tahu dan mengingatkan untuk itu pelaksanaan discharge planning di
rumah sakit apalagi dengan penyakit kronis seperti stroke, diabetes mellitus,

37
penyakit jantung dan lain-lain yang memiliki resiko tinggi untuk kambuh dan
berulangnya kondisi kegawatan sangat penting dimana akan memberikan
proses deep-learning pada pasien hingga terjadinya perubahan perilaku
pasien dan keluarganya dalam memaknai kondisi kesehatannya.

38
DISCHARGE PLANNING PADA KLIEN TB PARU

Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV Tahap V


Pengetahuan Tindakan Pencegahan berulang Pertemuan keluarga Rencana Tindak Lanjut
Objektif Evaluasi Objekti Evalu Objektif Evaluasi Objektif Evaluasi Objektif Evaluasi
f asi
  Pengertian Bagaimana Napas Apa   Nutrisi Makanan   Siapa 1.      Menentukan Puskesmas atau
TB anda dalam yang apa yang Pengawa yang akan sarana pelayanan rumah sakit ?
mengetahu  Batuk anda bisa san Obat menjadi kesehatan yang
i bahwa efektif lakuka   Obat meningkatk PMO mudah dijangkau
penyakit  n bila an daya pasien? 2.      Menentukan
  Penyebab yang anda Relaks anda tahan   Support jadwal minum obat
TB rasakan asi meras   tubuh system
berulang ?  Posisi akan Lingkunga Apa yang
Apa yang dahak n Apa yang akan PMO
anda kental anda lakukan
lakukan dan lakukan bila
  Tanda & bila sulit bila lupa pasien
Gejala mengalami keluar, minum malas
TB batuk lama dan obat ? minum
lebih dari 3 sesak obat Apa
mg atau nafas Bagaimana yang
  Penatalak disertai ? upaya keluarga
sanaan batuk anda untuk lakukan
darah menciptaka agar
Berapa n mendapat

39
lama anda lingkungan kan
  Komplikasi akan yang sehat dukungan
minum untuk untuk
obat jika penderita pengobata
mengalami TB Paru ? n sampai
  Cara sakit tuntas ?
Penulara seperti ini ?
n Apa yang
akan
terjadi bila
anda tidak
menuntask
  Pencega an minum
han obat

Bagaimana
anda bisa
  Diagnosis terkena
TB penyakit ini
- Darah ?
-
Rontgen Apa yang
- Sputum anda
- lakukan

40
Mantoux agar
Test penyakit ini
tidak
menular
kepada
yang lain ?

Apa yang
anda
lakukan
untuk
memastika
n bahwa
anda
terkena
penyakit
paru ?

41
u. SUPERVISI
1) Konsep Peran Supervisi
Muninjaya (2013) menyatakan bahwa supervisi adalah salah
satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan
pengendalian (controlling). Swanburg (2014) melihat dimensi
supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang
diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan
kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan
perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari
kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan. Dari
beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan
supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang
manajer melalui aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi,
motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan
atau tugas sehari-hari . Supervisi diartikan sebagai pengamatan
atau pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan
pekerjaan yang sifatnya rutin.
2) SASARAN SUPERVISI
Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi adalah sebagai
berikut:
a) Pelaksanan tugas sesuai dengan pola
b) Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana
c) Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara
kontinue/sistematis
d) Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis.
e) Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang
f) Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan objek/rational
g) Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan,
kedudukan dan keuangan.
3) Cara dan Strategi
a) Langsung
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung. Pada supervisi modern diharapkan supervisor

42
terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian
petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Cara memberikan
pengarahan yang efektif adalah :
i. Pengarahan harus lengkap
ii. Mudah dipahami
iii. Menggunakan kata-kata yang tepat
iv. Berbicara dengan jelas dan lambat
v. Berikan arahan yang logis
vi. Hindari memberikan banyak arahan pada satu saat
vii. Pastikan bahwa arahan dipahami
viii. Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu
tindak lanjut
b) Tidak langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun
lisan,. Supervisor tidak melihat langsung kejadian di lapangan,
sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik
dapat diberikan secara tertulis. Langkah-langkah Supervisi tak
langsung adalah sebagai berikut:
i. Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat
hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat.
ii. Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan.
iii. Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan
standar dokumentasi asuhan keperawatan yang
ditetapkan rumah sakit
iv. Memberikan penilaian atas dokumentasi yang di
supervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih
kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang
mendokumentasikan
v. Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang
tidak lengkap atau sesuai standar
4) Kegiatan Rutin Supervisi
Kegiatan rutin dalam supervise setiap harinya adalah sebagai
berikut (Wiyana, 2018) :

43
a. Sebelum Pertukaran Shift (15-30 menit)
i. Mengecek kecukupan fasilitas/peralatan/sarana untuk
hari itu
ii. Mengecek jadwal kerja
b. Pada Waktu Mulai Shift (15-30 menit)
i. Mengecek personil yang ada
ii. Menganalisa keseimbangan personil dan pekerjaan
iii. Mengatur pekerjaan
iv. Mengidentifikasi kendala yang muncul
v. Mencari jalan supaya pekerjaan dapat diselesaikan.
c. Sepanjang Hari Dinas (6-7 jam)
i. Mengecek pekerjaan setiap personil, dapat
mengarahkan, instruksi, mengoreksi atau memberikan
latihan sesuai kebutuhannya.
ii. Mengecek kemajuan pekerjaan dari personil sehingga
dapat segera membantu apabila diperlukan
iii. Mengecek pekerjaan rumah tangga
iv. Mengecek kembali pekerjaan personil dan kenyamanan
kerja, terutama untuk personil baru.
v. Berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan,
permintaan bantuan atau hal-hal yang terkait.
vi. Mengatur jam istirahat personil
vii. Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada
saat itu dan mencari cara memudahkannya.
viii. Mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana
sesuai kondisi operasional
ix. Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian
melaporkannya
x. Mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja
xi. Menyiapkan dan melaporkan secara rutin mengenai
pekerjaan.
d. Sekali dalam sehari (15-30 menit)

44
i. Mengobservasi satu personil atau area kerja secara
kontinu untuk 15 menit.
ii. Melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi
seperti : Keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil
barang, kesulitan pekerjaan dan lain sebagainya.
e. Sebelum Pulang
a) Membuat daftar masalah yang belum terselesaikan dan
berusaha untuk memecahkan persoalan tersebut
keesokan harinya.
b) Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari
dengan mengecek hasilnya, kecukupan material dan
peralatannya.
c) Lengkapi laporan harian sebelum pulang
d) Membuat daftar pekerjaan untuk harinya, membawa
pulang memperlajari di rumah sebelum pergi bekerja
kembali.

e) DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN


1) Pengertian Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat
seluruh data yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis
keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan,
dan penilaian keperawatan yang disusun secara sistematis, valid,
dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum (Ali,
2015).
2) Tujuan Dokumentasi Asuhan Keperawatan.
Berdasarkan penjelasan Ali (2015) menjelaskan tujuan dokumentasi
asuhan keperawatan keperawatan yaitu:
a) Menghindari kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan
informasi dalam asuhan keperawatan.
b) Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama
atau dengan pihak lain melalui dokumentasi keperawatan yang
efektif.

45
c) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas tenaga keperawatan.
d) Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan.
e) Tersedianya perawat dari suatu keadaan yang memerlukan
penanganan secara hukum.
f) Tersedianya data-data dalam penyelenggaraan penelitian karya
ilmiah, pendidikan, dan penyusun/penyempurnaan standar
asuhan keperawatan.
g) Melindungi klien dari tindakan malpraktek.
3) MANFAAT PROSES KEPERAWATAN
a) Mencegah pengabaian dan penanggulangan yang tidak perlu.
b) Mempermudah komunikasi.
c) Memberi fleksibilitas dalam memberi askep.
d) Mendorong partisipasi klien.
e) Memberi kepuasaan kepada perawat.
f) Tersedia metode yang terorganisir dalam askep.
4) MODEL DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Berdasarkan penjelasan Ali (2015), Dokumentasi keperawatan
merupakan dokumentasi yang legal bagi profesi keperawatan. Oleh
karena itu, dokumentasi keperawatan harus memenuhi standar yang
telah ditentukan. Komisi Gabungan Akreditasi Organisasi Pelayanan
Kesehatan (JCAHO) merekomendasikan standar dokumentasi
keperawatan yang meliputi :
a) Pengkajian awal dan pengkajian ulang.
b) Diagnosis keperawatan dan kebutuhan asuhan keperawatan
klien.
c) Rencana tindakan asuhan keperawatan.
d) Tindakan asuhan keperawatan yang diberikan atas respon klien.
e) Hasil dari asuhan keperawatan dan kemampuan untuk tindak
lanjut asuhan keperawatan setelah klien dipulangkan.

5) PRINSIP-PRINSIP PENCATATAN / DOKUMENTASI

46
Prinsip Dokumentasi Keperawatan.
a) Penulisan hal-hal pokok terhadap komunikasi secara continue
tiap langkah proses keperawatan.
b) Setiap kegiatan yang telah dikelompokkan dicatat dan
didokumentasi.
c) Pencatatan identik untuk mengidentifikasi merencanakan dan
mengevaluasi.
d) Berisi pemasukan terhadap kegiatan keperawatan dan
kelanjutannya.
e) Dalam pencatatan sebagai pelayanan secara identik kejadian
kegiatan setiap langkah proses keperawatan
f) Memerlukan format setiap langkah proses keperawatan.
g) Merupakan dokumentasi legal dari data yang diperoleh.
h) Catatan yang telah didokumentasi secara spesifik didasari oleh
standar yang ada.
6) TEKNIK PENCATATAN
a) Menulis nama pasen pada setiap halaman catatan
perawat/bidan
b) Mudah dibaca, sebaiknya menggunakan tinta warna biru atau
hitam
c) Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal,
waktu dan dapat dipercaya secara faktual
d) Ringkas, singkatan yang biasa digunakan dan dapat diterima,
dapat dipakai.
e) Contoh : Kg untuk Kilogram
f) Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau
g) Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali
kemudian tulis kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas.
Dilanjutkan dengan informasi yang benar “jangan dihapus”.
Validitas pencatatan akan rusak jika ada penghapusan.
h) Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan
bubuhi tanda tangan

47
i) Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tandatangani
dan tulis kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman
tersebut.

7) JENIS – JENIS PENCATATAN


Ada dua jenis pencatatan:
a) Catatan Pasen secara Tradisional
Catatan pasen secara tradisional merupakan catatan yang
berorientasi pada sumber dimana setiap sumber mempunyai
catatan sendiri. Sumber bisa didapat dari perawat, dokter, atau
tim kesehatan lainnya.
b) Catatan Berorientasi pada Masalah
Pencatatan yang berorientasi pada masalah berfokus pada
masalah yang sedang dialami pasen. Sistem ini pertama kali
diperkenalkan oleh dr. Lawrence Weed dari USA, dimana
dikembangkan satu sistem pencatatan dan pelaporan dengan
penekanan pada pasien tentang segala permasalahannya.
Secara menyeluruh sistem ini dikenal dengan nama “Problem
Oriented Method”.
8) PELAKSANAAN PENDOKUMENTASIAN
Dokumentasi merupakan komunikasi secara tertulis
sehingga perawat dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara
benar (Handayaningsih, 2017). Perawat memerlukan standar
dokumentasi sebagai petunjuk dan arah dalam pemeliharaan
pencatatan/dokumentasi kegiatan serta petunjuk dalam membuat
pola/format pencatatan yang tepat. Dokumentasi yang baik harus
mengikuti karakteristik standar keperawatan (Ali, 2015).
Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang
kualitas dan kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara
adekuat dalam suatu situasi tertentu. Dengan adanya standar
bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas dokumentasi
keperawatan (Martini, 2017).

48
4. M4 (MONEY)
Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya
hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam
perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk
mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara
rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus
disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan
harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
(Nursalam, 2011).
a. RAB (pemasukan RS)
b. Sumber dana RSUD berasal dari rumah sakit yang diperoleh dari APBD
kabupaten. Sedangkan pembiayaan pasien sebagian besar dari BPJS
PBI dan BPJS Non PBI, pembiaayaan umum, JAMKESDA, KJS, dan
asuransi lainnya sebagian berasal dari keuntungan Rs tersendiri dan
sebagian besar didapatkan dari BPJS sebagai pemasukan,
c. Anggaran dana untuk gajih perawat PNS diatur oleh pihak pemerintah
sedangkan untuk pembayaran gajih non PNS diatur oleh pihak RS
tersendiri yang langsung dikelola oleh pihak keuangan rumah sakit
BULD RSUD, untuk pemeliharaan ruangan seperti sarana prasarana alat
kesehatan serta perbaikan (renovasi ruangan) perlu mengajukan surat
untuk dimasukan ke IPSRS bisa melalu telegram dan dana diperoleh
dari penghasilan oleh rumah sakit sendiri dan bisa dari anggaran
pertahun APBD dan APBN
d. Laporan Arus Kas Rumah Sakit
e. Berisi informasi tentang arus kas/setara kas masuk dan ke luar selama
periode tertentu yang berasal dari aktivitas operasi, investasi yang
berjangka pendek dan pendanaan.
f. Tujuan : Untuk menilai kemampuan organisasi Rumah Sakit dalam
menghasilkan kas dan menilai kebutuhan arus kas ke luarnya. Karena
dengan membaca laporan arus kas dapat diketahui :
1) Jumlah kas yang dihasilkan dalam suatu periode, berapa yang
berasal dari kegiatan operasional, investasi dan pendanaan.

49
2) Berapa jumlah kas yang dikeluarkan untuk supplier, karyawan,
membayar bunga, pengembalian pinjaman
3) Bagaimana kemampuan Rumah Sakit menghasilkan kas dan
melunasi kewajiban-kewajibannya.
4) Bagaimana terjadinya SHU dengan penerimaan dan pengeluaran
kas dan lain - lain.
g. Fungsi manajemen keuangan
Menurut Martono dan Harjito (2008) ada 3 fungsi utama dalam
manajemen keuangan, anatara lain sebagai berikut :
1) Keputusan Investasi
Keputusan investasi merupakan keputusan terhadap aktiva apa
yang akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan investasi
merupakan keputusan yang paling penting karena keputusan
investasi ini berpengaruh secara langsung terhadap besarnya
laba investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu-waktu yang
akan datang.
2) Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan menyangkut tentang sumber-sumber dana
yang berada di sisi aktiva. Ada beberapa hal mengenai keputusan
pendanaan, yaitu keputusan mengenai penetapan sumber dana
yang diperlukan untuk membiayai investasi, dan penetapan
tentang perimbangan pembelanjaan yang terbaik atau sering
disebut struktur modal yang optimum.
3) Keputusan Pengelolaan Aktiva
Apabila aset telah diperoleh dengan pendanaan yang tepat, maka
aset-aset tersebut memerlukan pengelolaan secara efisien.
Manajer keuangan bersama manajer-manajer lain diperusahaan
bertanggung jawab terhadap berbagai tingkatan dari aset-aset
yang ada. Tanggung jawab tersebut menuntut manajer keuangan
lebih memperhatikan pengelolaan aktiva lancar daripada aktiva
tetap. Manajer keuangan yang konservatif akan mengalokasikan
dananya sesuai dengan jangka waktu aset yang didanai.
4) Tujuan manajemen keuangan

50
Tujuan manajemen keuangan yang merupakan penjabaran
pertama dari strategi perusahaan, sangat bergantung pada posisi
perusahaan saat itu. Beberapa tujuan keuangan tersebut di
antaranya adalah:
a) Peningkatan nilai saham yang merupakan hasil dari strategi
yang diterapkan dalam operasionalisasi usaha, biasanya
diukur melalui accounting profit, dengan indikator di antaranya
return of investment (RoI), return on capital employed (ROCE),
dan economic value added (EVA) atau nilai tambah ekonomis;
b) Strategi pertumbuhan usaha melalui upaya pengembangan
usaha baru dan program kerja sama dengan target
mempertahankan pelanggan serta menambah pelanggan;
c) Strategi produktivitas, yaitu melalui pengurangan biaya-biaya
produksi, pemakaian sumber daya secara bersama-sama
dengan unit bisnis lain, serta pengurangan modal kerja dan
aktiva tetap yang dipergunakan untuk mendukung tingkat
operasional perusahaan.

5. M5 (MUTU)
Mutu pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan
kesehatan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan
kesehatan di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan
merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan
terdekat dengan penderitaan, kesakitan, serta kesengsaraan yang
dialami pasien dan keluarganya. Salah satu indikator dari mutu
pelayanan keperawatan itu adalah apakah pelayanan keperawatan yang
diberikan itu memuaskan pasien atau tidak. Kepuasan merupakan
perbadingan antara kualitas jasa pelayanan yang didapat dengan
keinginan, kebutuhan, dan harapan (nursalam, 2008). Pasien sebagai
pengguna jasa pelayanan keperawatan menuntut pelayanan
keperawatan yang sesuai dengan haknya, yakni pelayanan keperawatan
yang bermutu dan paripurna. Pasien akan mengeluh bila perilaku caring
yang dirasakan tidak memberikan nilai kepuasan bagi dirinya.

51
Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk
teknologi jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas
pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada
pasien. Melihat fenomena di atas, pelayanan keperawatan yang memiliki
kontribusi sangat besar terhadap citra sebuah rumah sakit dipandang
perlu untuk melakukan evaluasi atas pelayanan yang telah diberikan.
Strategi untuk kegiatan jaminan mutu antara lain dengan baku mutu
(benchmarking) dan manajemen kualitas total (total quality management)
(Marquis dan Huston, 1998). Baku mutu atau penelitian praktik terbaik
(best practice research) adalah kegiatan mengkaji kelemahan tertentu
dari suatu institusi dan kemudian mengidentifikasi institusi lain yang
memiliki keunggulan dalam aspek yang sama. Kegiatan dilanjutkan
dengan berkomunikasi dalam menetapkan kesepakatan kerja sama untuk
mendukung dan meningkatkan kelemahan tersebut (Marquis dan Huston,
1998).
Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah
sakit dapat pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian mutu.
Kegiatannya dapat dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu tingkat rumah
sakit dan tingkat ruang rawat. Tingkat rumah sakit dapat dilaksanakan
dengan cara mengembangkan tim gugus kendali mutu yang memiliki
program baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kegiatan menilai
mutu pada tingkat rumah sakit akan diawali dengan penetapan kriteria
pengendalian, mengidentifikasi informasi yang relevan dengan kriteria,
menetapkan cara mengumpulkan informasi/data. Kemudian melakukan
pengumpulan dan menganalisis informasi/data, membandingkan
informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan, menetapkan keputusan
tentang kualitas, serta memperbaiki situasi sesuai hasil yang diperoleh,
lalu menetapkan kembali cara mengumpulkan informasi (Marquis dan
Huston, 2000). Ada enam indikator utama kualitas pelayanan kesehatan
di rumah sakit, yaitu:
keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi
nosokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus,

52
kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan;
a. pengelolaan nyeri dan kenyamanan;
b. tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan;
c. perawatan diri;
d. kecemasan pasien;
e. perilaku (pengetahuan, sikap, keterampilan) pasien.

Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan
struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu
asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana
pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS.
Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen,
audit (EDIA).

a. Aspek struktur (input).


Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang
meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan
keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah
asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata
dengan baik akan lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur
RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya (efisiensi), dan
mutu dari masing-masing komponen struktur.
b. Proses.
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi
lain yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasien.
Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang
penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan,
indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.
c. Outcome.
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga
profesi lain terhadap pasien. Indikator-indikator mutu yang mengacu
pada aspek pelayanan meliputi:
1) angka infeksi nosokomial: 1–2%;

53
2) angka kematian kasar: 3–4%;
3) kematian pascabedah: 1–2%;
4) kematian ibu melahirkan: 1–2%;
5) kematian bayi baru lahir: 20/1.000;
6) NDR (Net Death Rate): 2,5%;
7) ADR (Anesthesia Death Rate) maksimal 1/5.000;
8) PODR (Post-Operation Death Rate): 1%;
9) POIR (Post-Operative Infection Rate): 1%.

Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:

1) biaya per unit untuk rawat jalan;


2) jumlah penderita yang mengalami dekubitus;
3) jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur;
4) BOR: 70–85%;
5) BTO (Bed Turn Over): 5–45 hari atau 40–50 kali per satu tempat
tidur/tahun;
6) TOI (Turn Over Interval): 1–3 hari TT yang kosong;
7) LOS (Length of Stay): 7–10 hari (komplikasi, infeksi nosokomial;
gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat
kesalahan; dan kepuasan pasien);
8) normal tissue removal rate: 10%.
Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur
dengan jumlah keluhan dari pasien/keluarganya, surat pembaca di
koran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran, dan lainnya.
Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:
1) jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/inap menurut
jarak RS dengan asal pasien;
2) jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan
pembedahan dan jumlah kunjungan SMF spesialis;
3) Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka
standar tersebut di atas dibandingkan dengan standar
(indikator) nasional. Jika bukan angka standar nasional,
penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil

54
pencatatan mutu pada tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit
yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-
masing SMF dan staf lainnya yang terkait.
Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1) pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi;
2) pasien diberi obat salah;
3) tidak ada obat/alat emergensi;
4) tidak ada oksigen;
5) tidak ada suction (penyedot lendir);
6) tidak tersedia alat pemadam kebakaran;
7) pemakaian obat;
8) pemakaian air, listrik, gas, dan lain-lain.

Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH


(Singapore General Hospital, 2006) meliputi:

1) pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran


pasien, beban kerja perawat, model tempat tidur, tingkat
perlukaan, dan keluhan keluarga;
2) pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya
kepuasan pasien, tingkat ekonomi pasien, respons perawat
terhadap pasien, dan peraturan rumah sakit;
3) clinical incident di antaranya jumlah pasien flebitis, jumlah
pasien ulkus dekubitus, jumlah pasien pneumonia; jumlah
pasien tromboli, dan jumlah pasien edema paru karena
pemberian cairan yang berlebih;
4) sharp injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali,
kurangnya keterampilan perawat, dan komplain pasien;
5) medication incident, meliputi lima tidak tepat (jenis obat, dosis,
pasien, cara, waktu).
d. Sasaran keselamatan pasien
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk
mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang

55
berdampak terhadap pelayananan kesehatan. Sejak malpraktik
menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai media baik
cetak maupun elektronik hingga ke jurnal-jurnal ilmiah ternama, dunia
kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi terhadap isu
keselamatan pasien.
e. Program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan
angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada
pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik
pasien itu sendiri maupun pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan
oleh berbagai faktor antara lain beban kerja perawat yang tinggi, alur
komunikasi yang kurang tepat, penggunaan sarana kurang tepat dan
lain sebagainya. Indikator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk
mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan
dan perbaikan lebih lanjut. Ada 6 idikator keselamatan
1) pasien ketepatan identifikasi pasien
2) peningkatan komunikasi efektif
3) peningkatan keamanan obat
4) kepastian terhadap lokasi, prosedur dan operasi
5) pengurangan terhadap risiko infeksi setelah menggunakan
pelayanan kesehaan
6) pengurangn risiko
f. Perawatan diri (self care)
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya,
kesehatan, dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya,
klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri (Dermawan & Rusdi, 2013).
1) Angka tidak terpenuhinya kebutuhan mandi, berpakaian, dan
eliminasi yang disebabkan oleh keterbatasan diri.
2) Angka tidak terpenuhi kebutuhan diri (mandi, toilet pada tingkat
ketergantungan parsial dan total).
g. Pasien comfortability (kenyamanan)

56
h. Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan sistem saraf
untuk mengubah berbagai stimulus mekanis, kimia, termal, elektris
menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat. Nyeri
merupakan suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang akan muncul
bila jaringan tubuh rusak, sehingga individu akan bereaksi atau
berespons untuk menghilangkan mengurangi rangsang nyeri. Nyeri
adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial.
i. Pasien satisfaction (kepuasan)
j. Survei kepuasan harus mempertimbangkan aspek apa saja yang
dinilai pasien. Ada empat aspek yang harus diukur, yaitu atribut jasa
layanan kesehatan (kompetensi klinis, empati, kesediaan menjawab
keluhan, responsif, keselamatan, perawatan (caring), komunikasi, dan
lain-lain).
k. Anxiety (kecemasan)
l. Kecemasan merupakan reaksi pertama yang muncul atau dirasakan
oleh pasien dan keluarganya di saat pasien harus dirawat mendadak
atau tanpa terencana begitu mulai masuk rumah sakit. Kecemasan
akan terus menyertai pasien dan keluarganya dalam setiap tindakan
perawatan terhadap penyakit yang diderita pasien. Cemas adalah
emosi dan merupakan pengalaman subjektif individual, mempunyai
kekuatan tersendiri dan sulit untuk diobservasi secara langsung.
Perawat dapat mengidentifikasi cemas lewat perubahan tingkah laku
pasien. Kecemasan adalah suatu kondisi yang menandakan suatu
keadaan yang mengancam keutuhan serta keberadaan dirinya dan
dimanifestasikan dalam bentuk perilaku seperti rasa tidak berdaya,
rasa tidak mampu, rasa takut, fobia tertentu. Kecemasan muncul bila
ada ancaman ketidakberdayaan, kehilangan kendali, perasaan
kehilangan fungsi-fungsi dan harga diri, kegagalan pertahanan,
perasaan terisolasi.
m. Knowledge (pengetahuan)
n. Menurut Notoatmodjo (2003: 121) pengetahuan merupakan hasil
“tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap

57
suatu objek tertentu. Jadi pengetahuan ini diperoleh dari aktivitas
pancaindra yaitu penglihatan, penciuman, peraba dan indra perasa,
sebagian basar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan/kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003: 121).
o. Pasien centered care
Patient Centered Care (PCC) adalah mengelola pasien dengan
merujuk dan menghargai individu pasien meliputi preferensi/pilihan,
keperluan, nilai – nilai, dan memastikan bahwa semua pengambilan
keputusan klinik telah mempertimbangkan dari semua nilai – nilai
yang diinginkan pasien. Institute Of Medicine (IOM) mendefinisikan
PCC sebagai asuhan yang menghormati dan responsif terhadap
pilihan, kebutuhan dan nilai – nilai pribadi pasien. Serta memastikan
bahwa nilai – nilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan
klinis PCC merupakan inisiatif untuk meningkatkan pelayanan yang
bervariasi, termasuk upaya untuk meningkatkan model pelayanan
penyakit kronis, kompetensi budaya dan keragaman di tempat kerja.
Faktanya komponen konsep PCC terintegrasi membentuk sebuah
pemikiran baru “ PCC untuk kelompok rentan”. Upaya tersebut terjadi
secara bersamaan dalam 4 level, yaitu Level organisasi, misalnya :
struktur, proses, kepemimpinan, pendanaan, teknologi informasi.
Level pasien, misalnya : navigasi, penterjemah, akses mudah,
edukasi. Level penyedia pelayanan, misalnya : pelatihan, tim
interdisipliner, keragaman, kompetensi budaya. Level komunitas,
misalnya : mencapai lebih dari target, rekrutmen, dan kemitraan.
Tujuan PCC:
1) Perawatan diberikan secara tepat waktu, aman dan tepat sesuai
dengan standar profesi, persyaratan hukum dan perundang –
undangan.
2) Perawatan selama transisi akan mencerminkan tingkat
keterampilan staf.
3) Perawatan terkoordinasi untuk memastikan hasil yang terbaik bagi
pasien.

58
4) Tidak ada duplikasi perawatan pasien.
5) Suatu distribusi yang adil dari pekerjaan.
6) Sebuah pendekatan multidisiplin untuk pemberian perawatan.
7) Untuk memastikan pendekatan holistik dalam pelayanan
keperawatan yang mencerminkan praktek profesional saat ini.
8) Mengembangkan dan menerapkan “Model of Care”
9) Komunikasi yang akurat dan tepat waktu dalam dokumentasi
10) Profesional, ketrampilan, pendidikan, pemberi asuhan, loyalitas,
komitmen dan keunggulan
11) Respek diri, budaya pasien dan organisasi
12) Sikap positif
13) Privasi
14) Transisi pasien, sumber daya dan staf
15) Komponen PCC

Dalam pelaksanaannya, PCC terdiri dari 8 dimensi yaitu :


a. Menghormati nilai – nilai, pilihan dan kebutuhan yang diutarakan oleh
pasien
b. Koordinasi dan integrasi asuhan
c. Informasi, komunikasi dan edukasi
d. Kenyamanan fisik
e. Dukungan emosional dan penurunan rasa takut dan kecemasan
f. Keterlibatan keluarga dan teman
g. Asuhan yang berkelanjutan dan transisi yang lancar

59
h. Akses terhadap pelayanan
Penerapan PCC melalui Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012
Menghormati nilai – nilai, pilihan dan kebutuhan yang diutarakan pasien.
a. Pelayanan berpusat dan bermitra dengan pasien Pasien dan keluarga
dilibatkan dan di-support untuk ikut serta dalam perawatan dan
pembuatan keputusan. Pasien bukan sebagai obyek saja, tetapi sebagai
center of care yang dilibatkan dalam perawatan dan decision making.
b. Perawat bertanggung jawab untuk memberikan proses yang mendukung
hak pasien & keluarganya selama dalam pelayanan Perawat
menyampaikan hak pasien dan keluarga selama dirawat di RS dan
menghargai sebagai individu yang unik dengan berbagai karakter. Setiap
pasien dijelaskan tentang hak – hak & tanggung jawab mereka dengan
cara dan bahasa yang dapat mereka pahami.
c. Pelayanan dilaksanakan dengan penuh perhatian dan menghormati nilai
– nilai pribadi & kepercayaan pasien Perawat mendengarkan dan
menghormati pilihan pasien. Pengetahuan, nilai – nilai yang dianut, dan
background budaya pasien ikut berperan penting selama perawatan
pasien dan menentukan outcome pelayanan kesehatan kepada pasien.
d. Perawat menghormati kebutuhan privasi pasien Tiap pasien memiliki
karakeristik yang unik sebagai individu,masing – masing memiliki
kebutuhan yang berbeda. Tiap individu memiliki kebutuhan privasi yang
berbeda dan harus dipenuhi oleh perawat. Perawat dididik tentang peran
mereka dalam mengidentifikasi nilai – nilai & kepercayaan pasien serta
melindungi hak dan privasi pasien

B. PROSES
1. FUNGSI PERENCANAAN
Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu
keputusan dimasa yang akan datang tentang apa, siapa, kapan, dimana,
berapa, dan bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu yang dapat ditinjau dari proses, fungsi dan keputusan.
Perencanaan memberikan informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan
secara akurat dan efektif (Swanburg, 2000).

60
Perencanaan yang adekuat dan efektif akan mendorong pengelolaan
sumber yang ada dimana kepala ruangan harus mengidentifikasi tujuan
jangka panjang dan tujuan jangka pendek serta melakukan perubahan
(Marquis dan Huston, 2010). Suarli dan bahtiar (2009) menyatakan
bahwa perencanaan sangat penting karena mengurangi ketidakpastian
dimasa yang akan datang, memusatkan perhatian pada setiap unit yang
terlibat, membuat kegiatan yang lebih ekonomis, memungkinkan
dilakukannya pengawasan.
a. Prinsip Perencanaan
Menurut siagian (2003), perencaan yang baik harus memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1) Mengetahui sifat atau ciri suatu rencana yang baik yaitu: \
a) Mempermudah tercapainya tujuan organisasi karena rencana
merupakan suatu keputusan yang menentukan kegiatan yang
akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan.
b) Dibuat oleh orang-orang yang mengerti organisasi
c) Dibuat oleh orang yang sungguh-sungguh mendalami teknik
perencaan
d) Adanya suatu perencanaan yang teliti,yang berarti rencana
harus di ikuti oleh program kegiatan terinci
e) Tidak boleh terlepas dari pemikiran pelaksanaan, artinya harus
tergambar bagaimana rencana tersebut dilaksanakan.
f) Bersifat sederhana, yang berarti disusun secara sistematis dan
prioritasnya jelas terlihat.
g) Bersifat luwes, yang berarti bisa diadakan penyesuaian bila ada
perubahan
h) Terdapat tempat pengambilan risiko karena tidak  ada
seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi di masa
yang akan datang
i) Bersifat praktis, yang berarti bisa dilaksanakan sesuai dengan
kondisi organisasi
j) Merupakan prakiraan atau peramalan atas keadaan yang
terjadi.

61
2) Memandang proses perencanaan sebagai suatu rangkaian
kegiatan yang harus dijawab dengan memuaskan menggunakan
pendekatan (5W1H)
a) What : kegiatan apa yang harus dijalankan dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah disepakati?
b) Where  : dimana kegiatan akan dilakukan?
c) When  : kapan kegiatan tersebut akan dilakukan?
d) Who     : siapa yang harus melaksanakan kegiatan tersebut?
e) Why      : mengapa kegiatan tersebut perlu dilaksanakan?
f) How  : bagaimana cara melaksanakan kegiatan tersebut
kearah pencapaian tujuan?
b. Tipe – Tipe Perencanaan
1) Berdasarkan luasnya
a) Strategic; rencana yang berlaku bagi organisasi secara
keseluruhan, menjadi sasaran umum organisasi tersebut, dan
berusaha menetapkan organisasi tersebut kedalam
lingkungannya
b) Operasional; rencana yang memerinci detail cara mencapai
sasaran menyeluruh
2) Berdasarkan karangka waktu
a) Jangka Panjang
b) Jangka pendek
3) Berdasarkan kehususan
a) Pengarahan; rencana yang fleksibel dan yang menjadi
pedoman umum
b) Pemerinci;  rencana yang mendefenisikan dengan jelas dan
tidak memberuang untuk penafsiran
4) Berdasarkan frekuensi
a) Sekali pakai; rencana yang digunakan satu kali saja yang yang
secara kusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan situasi
yang unik

62
b) Terus menerus; rencana yang berkesinambungan yang menjadi
pedoman bagi kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara
berulang-ulang
c. Manfaat Perencanaan
1) Standar pelaksanaan dan pengawasan
2) Pemilihan alternatif terbaik
3) Penyusunan skala perioritas
4) Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi
5) Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan
6) Alat memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait
7) Alat meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti
d. Perencanaan Visi manajemen keperawatan
Istilah lain dari visi adalah mimpi, cita-cita. Visi merupakan dasar
untuk membuat suatu perencanaan sehingga disusun secara singkat,
jelas, dan mendasar serta ada batasan waktu untuk pencapaian. Visi
merupakan pernyataan berisi tentang mengapa organisasi dibentuk.
Contoh rumusan visi: “Menjadi ruang perawatan bedah yang
melakukan perawatan profesional dan unggul dalam manajemen
perawatan luka modern di tahun 2018” Menurut Nursalam (2007) visi
manajemen keperawatan adalah sebagai berikut :
1) Mengaplikasikan kerangka konsep dan acuan dalam suatu
pelaksanaan asuhan keperawatan.
2) Mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah di berikan.
3) Menerapkan suatu srtategi dalam meningkatkan kualitas dan
pelayanan yang efisien kepada semua konsemen.
4) Meningkatkan suatu hubungan yang baik dengan semua tim
kesehatan menilai kualitas pelayanan yang di berikan berdasarkan
standar kriteria yang ada.
5) Mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dalam menilai dan
memberikan sebuah intervensi keperawatan kepada pasien.

63
6) Meningkatkan pendidikan berkelanjutan (formal maupun
nonformal) bagi perawat dalam suatu usaha meningkatkan
kinerjanya.
7) Berpartisipasi secara aktif dalam upaya perubahan model asuhan
keperawatan dan peningkatkan suatu kualitas pelayanan.
8) Menciptakan suatu lingkungan kerja yang kondusif dan melibatkan
staf dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut
tentang asuhan keperawatan.
9) Memberikan suatu penghargaan kepada staf yang dianggap
berprestasi.
10) Konsisten untuk selalu meningkatkan hasil produksi atau
pelayanan yang terbaik.
11) Meningkatkan pandangan masyarakat yang positif tentang suatu
profesi keperawatan.

e. Perencanaan Misi manajemen keperawatan


Misi adalah uraian yang berisi pernyataan operasional guna
mencapai visi yang telah ditetapkan. Menurut Nursalam (2007) misi
manajemen keperawatan adalah sebagai berikut :
1) Menyediakan asuhan keperawatan yang sangat efektif dan efisien
dalam membantu kesehatan pasien yang optimal setelah pulang
dari rumah sakit.
2) Membantu untuk mengembangkan dan mendorong suasana yang
kondusif bagi pasien dan staf keperawatan atau non keperawatan
3) Mengajarkan, mengarahkan, dan membantu dalam suatu kegiatan
profesional keperawatan
4) Turut serta dan bekerja sama dengan semua anggota suatu tim
kesehatan yang ada di rumah sakit atau tempat kerja.
f. Rencana harian
Rencana harian adalah kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
perawat sesuai dengan perannya masing-masing, yang dibuat pada
setiap shift. Isi kegiatan disesuaikan dengan peran dan fungsi

64
perawat. Rencana harian dibuat sebelum operan dilakukan dan
dilengkapi pada saat operan dan pre conference.
g. Rencana bulanan
Setiap akhir bulan Kepala Ruangan melakukan evaluasi hasil
keempat pilar atau nilai MPKP dan berdasarkan hasil evaluasi
tersebut kepala ruangan akan membuat rrencana tindak lanjut dalan
rangka peningkatan kualitas hasil.
h. Rencana Tahunan
Setiap akhir tahun kepala ruangan melakukan evalusi hasil kegiatan
dalam satu tahun yang dijadikan sebagai acuan rencana tindak lanjut
serta penyusunan rencana tahunan berikutnya. Rencana kegiatan
tahunan mencakup:
1) Menyusun laporan tahunan yang berisi tentang kinerja MPKP baik
proses kegiatan (aktivitas yang sudah dilaksanakan dari 4 pilar
praktek professional) serta evaluasi mutu pelayanan
2) Melaksanakan rotasi tim untuk penyegaran anggota masing-
masing tim.
3) Penyegaran terkait dengan materi MPKP khusus kegiatan yang
masih rendah pencapaiannya. Ini bertujuan mempertahankan
kinerja yang telah dicapai MPKP bahkan meningkatkannnya di
masa mendatang
4) Pengembangan SDM dalam bentuk rekomendasi peningkatan
jenjang karir perawat (pelaksana menjadi katim, katim menjadi
karu), rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal,
membuat jadual untuk mengikuti pelatihan-pelatihan.

2. FUNGSI PENGORGANISASIAN
Pengorganisasian atau organitating merupakan salah satu dari 4 fungsi
Manajemen. Umumnya, Fungsi pengorganisasian dilakukan setelah
fungsi Perencanaan (planning). Pengorganisasian diartikan sebagai
kegiatan pembagian tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam aktivitas
organisasi, sesuai dengan kompetensi SDM yang dimiliki. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan ini merupakan keseluruhan

65
proses memilih orang-orang serta mengalokasikannya sarana dan
prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam organisasi,
serta mengatur mekanisme kerjanya sehingga dapat menjamin
pencapaian tujuan program dan tujuan organisasi. Tugas
pengorganisasian adalah mengharmonisasikan kelompok orang yang
berbeda, mempertemukan macam-macam kepentingan dan
memanfaatkan seluruh kemampuan kesuatu arah tertentu. (George R.
Terry, dalam Sukarna, 2011).
Dalam pengorganisasian kegiatan yang dilakukan yakni staffing
(penempatan staf) dan pemaduan segala sumber daya organisasi.
Staffing sangat penting dalam pengorganisasian. Dengan penempatan
orang yang tepat pada tempat yang tepat dalam organisasi, maka
kelangsungan aktivitas organisasi tersebut akan terjamin. Fungsi
pemimpin disini adalah mampu menempatkan the right man in the right
place. Pemimpin harus mampu melihat potensi-potensi SDM yang
berkualitas dan bertanggung jawab untuk melaksanakan aktivitas roda
organisasi. Setelah menempatkan orang yang tepat untuk tugas tertentu,
maka perlu juga mengkoordinasikan dan memadukan seluruh potensi
SDM tersebut agar bekerja secara sinergis untuk mencapai tujuan
organisasi. (George R. Terry, dalam Sukarna, 2011).
a. Tujuan Pengorganisasian
Tujuan dari pengorganisasian adalah sebagai berikut (Sukrna, 2011) :
1) Mempermudah pelaksanaan tugas.
2) Mempermudah pimpinan melakukan pengendalian.
3) Agar kegiatan-kegiatan para bawahan terarah ke satu tujuan yang
telah ditentukan.
4) Agar dapat menentukan orang-orang yang tepat untuk tugas-
tugas yang ada.
b. Prinsip Pengorganisasian
Terdapat lima prinsip umum dalam pengorganisasian, yaitu (Sukrna,
2011) :
1) Prinsip Spesialisasi kerja (Work Specialization)

66
Prinsip ini sering disebut juga Prinsip Pembagian Kerja atau
Division of Work, Yang dimaksud dengan Spesialisasi kerja adalah
pembagian tugas-tugas atau pekerjaan yang kompleks menjadi
beberapa sub-pekerjaan atau bagian kepada karyawannya. Setiap
karyawan dilatih untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang
berkaitan dengan spesialisasinya sehingga mereka memiliki
kualifikasi dan kemampuan yang berkaitan dengan tugas-tugas
yang diberikan tersebut. Keuntungan dari Spesialisasi pekerjaan
atau Pembagian kerja ini adalah meningkatkannya produktivitas
dan dapat melakukan pekerjaan dengan efisien karena setiap
karyawan melakukan tugas yang sama setiap harinya sehingga
kecepatan kerja dan kualitas kerja dapat terjaga dengan baik.
Namun di sisi lain, ketergantungan organisasi terhadap karyawan
tersebut akan menjadi sangat tinggi dan juga menimbulkan
kebosanan karyawan akan rutinitas pekerjaan yang sama dan
berulang-ulang. Kebosanan karyawan tersebut lama kelamaan
akan dapat menyebabkan tingginya tingkat ketidakhadiran (absen)
dan tingkat pergantian tenaga kerja (employee turnover) yang
tinggi juga.
2) Prinsip Otoritas (Authority)
Otoritas adalah hak untuk melakukan sesuatu, membuat
keputusan, memerintah orang lain untuk melakukan sesuatu (atau
tidak melakukan sesuatu) atas nama organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi.
3) Prinsip Rantai Komando (Chain of Command)
Rantai Komando merupakan konsep penting untuk membangun
suatu struktur organisasi yang kuat. Rantai Komand atau Chain of
Command dapat diartikan sebagai garis kewenangan tanpa putus
yang membentang dari puncak manajemen ke karyawan level
terendah serta mejelaskan siapa yang harus bertanggung jawab
dan melapor kepada siapa. Jadi pada dasarnya dapat dikatakan
bahwa Rantai Komando adalah aliran pelaporan. Berdasarkan
Prinsip Kesatuan Komando, Karyawan seharusnya hanya

67
menerima perintah dari seorang atasan saja dan juga bertanggung
jawab kepada satu atasan saja. Jika terlalu banyak Atasan yang
memberikan perintah, karyawan yang bersangkutan akan sulit
untuk membedakan prioritasnya. Hal ini juga akan menimbulkan
kebingungan dan tidak fokus pada tugas yang diberikannya.
4) Prinsip Pendelegasian Wewenang (Delegation)
Pendelegasian wewenang merupakan salah satu hal yang penting
dalam organisasi. Tanpa adanya pendelegasian wewenang,
seorang manajer harus mengerjakan sendiri semua pekerjaannya.
Keberhasilan seorang manajer pada dasarnya sangat tergantung
pada kemampuannya untuk mendelegasikan wewenang dan
pekerjaan kepada bawahannya.
5) Prinsip Rentang Kendali (Span of Control)
Rentang Kendali (Span of Control) atau sering disebut juga dengan
Rentang Manajemen (Span of Management) adalah Jumlah
Karyawan atau bawahan yang dapat dikendalikan secara efektif
oleh seorang atasan dalam satu waktu, atasan yang dimaksud
tersebut dapat berupa seorang Supervisor ataupun Manajer.
Rentang kendali ini sangat penting dalam mengetahui desain dan
dinamika kelompok pada organisasi yang bersangkutan. Rentang
kendali pada suatu unit kerja (departement) dapat berbeda dengan
unit kerja lainnya meskipun dalam satu organisasi yang sama.
Tidak ada angka atau jumlah yang pasti terhadap rentang kendali
ini, hal ini karena setiap organisasi memiliki desain dan bentuk
yang berbeda-beda juga. Disamping itu, pengalaman dan
kepribadian manajer serta kemampuan dan perilaku bawahan juga
mempengaruhi jumlah rentang kendali ini.
c. Uraian Penugasan
Berikut uraian penugasan dan kewajiban dari masing-masing staf
dalam rawat inap (Douglas, 1992):
1) Kepala Ruangan
Dalam melaksanakan tugasnya kepala ruangan bertanggung
jawab kepada kepala instalansi terhadap hal-hal sebagai berikut:

68
a) Kebenaran dan ketepatan rencana kebutuhan tenaga
keperawatan
b) Kebenaran dan ketepatan progam pengembangan pelayanan
keperawatan
c) Keobyektifan dan kebenaran penilaian kinerja tenaga
keperawatan
d) Kelancaran kegiatan  orientasi perawat baru
e) Kebenaran dan ketepatan protab / SOP pelayanan keperawatan
f) Kebenaran dan ketepatan laporan berkala pelaksanaan
pelaksaaan keperawatan
g) Kebenaran dan ketepatan kebutuhan dan penggunaan alat

2) Perawat Primer
Tugas Perawat primer diantaranya :
a) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara
komprensif
b) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selam praktek bila di
perlukan
d) Mengkomunikasihkan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin ilmu lain maupun perawat lain.
e) Mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan
f) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan
lembaga sosial di masyarakat
g) Membuat jadwal perjanjian klinik
h) Mengadakan kunjungan rumah bila perlu

3) Perawat Pelaksana/Assosiate
Tugas Perawat primer diantaranya :
a) Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya
b) Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang
berlaku

69
c) Memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu
dalam keadaan siap pakai
d) Melakukan pengakajian keperawatan dan menentukan
diagnosa keperawatan
e) Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan
kemampuannya.
f) Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai
kebutuhan dan batas kemampuannya

d. Penjadwalan Dinas
Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk
melaksanakan masing-masing pekerjaan dalam rangka
menyelesaikan suatu kegiatan hingga tercapai hasil yang optimal
dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang
adaPenjadwalan tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai hal yang
cukup penting untuk diperhatikan karena memiliki karakteristik yang
spesifik dan kompleks (Husen, 2008). Pada umumnya, penjadwalan
perawat di Indonesia diklasifikasikan dalam sistem penjadwalan dinas
jaga atau shift, yaitu dinas jaga pagi, dinas jaga sore dan dinas jaga
malam dalam rata-rata ±8 jam. Namun bagi sebagian perawat,
tuntutan untuk bekerja di malam hari,liburan dan akhir pekan sering
menimbulkan stres dan frustasi. Penjadwalan yang kaku adalah
kontributor utama terhadap ketidakpuasan kerja di pihak perawat. Jika
perawat tidak dapat memberikan saran terhadap jadwal kerja,
semangat para perawat dapat berkurang. Perasaan tidak berdaya ini
berperan dalam meningkatkan rasa amarah di kalangan perawat
profesional. Oleh karena itu, penjadwalan merupakan faktor yang
penting dalam menentukan ketidakpuasan kerja atau kepuasan kerja.
Manajer sebagai orang yang bertanggung jawab untuk menyusun
jadwal kerja sebaiknya secara berkala melakukan evaluasi kepuasan
pegawai terhadap sistem penjadwalan yang sedang berlaku. Dengan
membantu pegawai yang merasa mempunyai kendala terhadap

70
penjadwalan dinas jaga, manajer dapat memperbaiki kepuasan kerja
pegawai (Bessie, at al, 2010).
Secara umum penjadwalan mempunyai manfaat-manfaat sebagai
berikut:
1) Memberikan pedoman terhadap pekerjaaan/kegiatan mengenai
batas-batas waktu untuk mulai dan akhir dari masing-masing
tugas.
2) Memberikan alat bagi pihak manajemen untuk mengkoordinir
secara sistematis dan realistis dalam penentuan alokasi prioritas
terhadap sumber daya dan waktu.
3) Memberikan sarana untuk menilai kemajuan pekerjaan.
4) Menghindari pemakaian sumber daya yang berlebihan.
5) Memberikan kepastian waktu pelaksanaan pekerjaan.

e. Metode Asuhan Keperawatan


Menurut PPNI (2006), pelayanan keperawatan adalah salah satu
faktor terpenting dalam pemberian pelayanan kesehatan klien di
rumah sakit, oleh karena itu profesi keperawatan harus sejalan
dengan kualitas asuhan yang diberikan. Terdapat beberapa metode
pemberian asuhan keperawatan yaitu :
1) Metode Kasus
Menurut Sitorus (2006), pada metode ini satu perawat akan
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara
total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu
perawat bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan
kompleksnya kebutuhan klien. Setiap perawat ditugaskan untuk
melayani seluruh kebutuhan pasien pada saat dinas. Pasien akan
dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama
pada hari berikutnya. Sementara menurut Nursalam (2007),
metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu

71
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat
atau untuk keperawatan khusus seperti: isolasi, intensive care.
2) Metode Fungsional
Menurut Arwani & Supriyatno (2005), metode fungsional ini efisien,
namun penugasan seperti ini tidak dapat memberikan kepuasan
kepada pasien maupun perawat. Keberhasilan asuhan
keperawatan secara menyeluruh tidak bisa dicapai dengan metode
ini karena asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada
perawat. Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan tidak
profesional yang berdasarkan masalah pasien. Perawat senior
cenderung akan sibuk dengan tugas-tugas administrasi dan
manajerial, sementara asuhan keperawatan kepada pasien
dipercayakan kepada perawat junior.
3) Metode Tim
Metode tim merupakan pemberian asuhan keperawatan, yaitu
seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Namun
pada metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan belum
optimal sehingga para pakar mengembangkan metode
keperawatan primer (Douglas,1992). Tujuan pemberian metode tim
dalam asuhan keperawatan menurut Arwani & Supriyatno (2005),
adalah untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan objektif pasien sehingga pasien merasa puas. Selain
itu, metode tim dapat meningkatkan kerjasama dan koordinasi
perawat dalam melaksanakan tugas, memungkinkan adanya
transfer of knowledge dan transfer of experiences di antara
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan
meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dan motivasi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
4) Metode Keperawatan Primer

72
Menurut Nursalam (2007), metode penugasan di mana satu orang
perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap
asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai
keluar rumah sakit. Metode primer ini ditandai dengan adanya
keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat
yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi
asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Keuntungan yang
dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai
manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya pelayanan yang
efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan
advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan.
5) Metode Modular
Menurut Gillies (1994), metode modular merupakan bentuk variasi
dari metode keperawatan primer, dengan perawat profesional dan
perawat non-profesional bekerja sama dalam memberikan asuhan
keperawatan, disamping itu karena dua atau tiga orang perawat
bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien. Dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan metode
modifikasi primer , satu tim terdiri dari 2 hingga 3 perawat memiliki
tanggung jawab penuh pada sekelompok pasien berkisar 8 hingga
12 orang (Arwani & Supriyatno, 2005). Berbagai keuntungan
metode modular menurut Sumijatun (2008), diantaranya dapat
memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif dan
holistik dengan pertanggungjawaban yang jelas, konflik atau
perbedaan pendapat antar staf dapat ditekan melalui rapat tim
yang juga efektif untuk pembelajaran, memungkinkan menyatukan
kemampuan anggota tim yang berbeda-beda dengan efektif dan
aman serta produktif karena adanya kerjasama dan komunikasi.

73
3. FUNGSI KETENAGAAN
Penyusunan personalia atau staffing menurut Janet B. Parks (2007: 338)
adalah recruiting, selecting, orienting, training, developing and replacing
employees to produce goods and services in the most effective and
efficient manner. Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen
berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut
tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap
tenaga kerja memberikan daya guna yang maksimal bagi organisasi. Di
dalam menyusun sebuah organisasi, perlu sekali pembagian tugas yang
sebaik-baiknya dan memberi wewenang-wewenang yang tepat, namun
demikian yang lebih penting lagi ialah menempatkan orang secara tepat
pada tempat-tempat sesuai struktur organisasi yang telah ditetapkan.
Menurut Fadillah dkk. (2010) ketenagaan (staffing) sering dimulai dengan
rencana sumber daya manusia, dimana terdiri dari antisipasi dan
mempersiapkan untuk perpindahan karyawan ke dalam, masuk dan
keluar dari perusahaan. Proses ini mengharapkan dapat mengantisipasi
kebutuhan SDM dimasa yang akan datang dan seleksi SDM merupakan
cara untuk mendekati pemenuhan kebutuhan sumber daya yang tepat.
Ketenagaan adalah aktivitas yang diambil untuk menarik, mempekerjakan
dan menggaji personil atau karyawan yang dapat memberikan dukungan
efektif bagi penjualan dalam organisasi. Dalam keperawatan ketenagaan
adalah pemilihan, pelatihan, memotivasi dan mempertahankan personil
dalam organisasi. Staf perawat merupakan tantangan konstan untuk
fasilitas perawatan kesehatan. Sebelum pemilihan karyawan seseorang
harus membuat analisa pekerjaan tertentu, yang dibutuhkan dalam
organisasi sehingga kemudian dapat muncul pemilihan personil (Fadillah
dkk, 2010). Manajemen ketenagaan keperawatan memerlukan peran
orang yang terlibat di dalamnya untuk menyikapi posisi masing-masing
sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas mengenai manajemen
(Suarli dan Bahtiar, 2009).
Keterlibatan perawat dalam perumusan kebijakan dan perencanaan
program
 Semua kebijakan kesehatan dan program mempengaruhi perawat 

74
 Perawat secara langsung dipengaruhi oleh perubahan pada kebijakan
kesehatan 
 Keterlibatan perawat membantu percepatan perkembangan profesi
keperawatan, termasuk kapasitas dalam bekerjasama secara
konstruktif dalam sistem kesehatan 
Rencana strategik keperawatan (dokumen kebijakan) sebagai bagian
integral dari sistem pengembangan pelayanan kesehatan.
 Memberikan arah yang jelas untuk perkembangan SDM Keperawatan
dengan pendekatan terstruktur dan POA yang spesifik serta
kerjasama lintas sektor, lintas profesi dsb 
 Mekanisme utama untuk pengembangan keperawatan pada suatu
negara melalui pembentukan focal point (Direktorat Keperawatan),
Badan Regulatori/Konsil 
 Keterpaduan upaya pengembangan SDM (keterpaduan perencanaan
SDM dengan pelayanan, perencanaan untuk SDM terintegrasi misal
tim multidisiplin, keterpaduan proses perencanaan lintas disiplin,
wilayah dan sektor)
Rencana dan kebijakan terkait dengan sumber dan finansial
 Meningkatkan efisiensi sumber dan cost containtment 
 SDM merupakan investment
 Pengembalian investment memerlukan penanaman/ penggunaan
finansial yang memadai.
Menurut Janet B. Parks (2007: 338) tujuan penyusunan personalia adalah:
a. Terwujudnya sinergitas pekerja sesuai dengan seluruh tugas dan
kewajibannya.
b. Terwujudnya mekanisme kerja yang kooperatif, efektif dan terpadu.
c. Memudahkan pekerja dengan keahlian pada bidang masingmasing
menyelesaikan tugasnya dengan baik.
d. Mendorong pekerja untuk memberikan daya guna dan hasil guna yang
maksimal bagi organisasi.

75
Menurut Janet B. Parks (2007: 339) dalam penempatan berlaku prinsip
utama yaitu : “The right man in the right place and time” yang berarti bahwa
setiap personel ditempatkan pada unit kerja yang sesuai dengan keahlian
dan kecakapannya, dengan demikian suatu perkerjaan/tugas dalam unit
kerja dilakukan oleh orang yang tepat dan mendapat hasil pekerjaan yang
optimal. Jika prinsip ini tidak diterapkan, dan menempatkan personel pada
tugas dan jenis pekerjaan yang bukan keahliannya, maka akan menghambat
upaya pencapaian tujuan administrasi itu sendiri, sebab hasil dari pekerjaan
tersebut cenderung kurang berdaya guna bagi organisasi. Hal ini sering
terjadi pada unit kerja yang kekurangan karyawan, sehingga memaksa
seorang karyawan membawahi dan mengerjakan beberapa jenis pekerjaan
yang bukan pada bidang keahliannya, atau bisa terjadi karena menempatkan
seseorang atas pendekatan nepotisme tanpa memperhatikan keahlian orang
tersebut, tindakan nepotisme ini tentu akan membuka peluang kolusi dan
korupsi yang berakibat buruk terhadap kemajuan unit organisasi kerja itu
sendiri.
Pada suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang diperlukan
tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien. Menurut
Douglas (1984) Leveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat
ketergantungan pasien dibagi 3 kategori yaitu : Perawatan minimal
memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam, Perawatan Intermedit memerlukan waktu
3-4 jam/24 jam dan Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5-6
jam.24 jam.Dalam penelitian tentang jumlah tenaga perawat di rumah sakit,
didapatkan jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam
tergantung pada tingkat ketergantungan pasien seperti di bawah ini :
Menurut Donglas (1984), yang mengklasifikasi derajat ketergantungan
pasien dalam tiga kategori, yaitu perawatan miniaml, perawatan intermediate,
dan perawatan maksimal atau total.
1. MINIMAL CARE
a. Pasien bisa mandiri/hampir tidak memerlukan bantuan
1) Mampu naik-turun tempat tidur
2) Mampu Ambulasi dan berjalan sendiri
3) Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan

76
4) Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)
5) Mampu nerpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan
6) Mampu BAB dan BAK dengan sedikit bantuan
b. Status Psikologis Stabil
c. Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik
d. Operasi ringan
Perawatan ini memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam. Kriteria klien
pada klasifikasi ini adalah klien masih dapat melakukan sendiri
kebersihan diri, mandi, dan ganti pakaian, termasuk minum.
Meskipun demikian klien perlu diawasi ketika melakukan ambulasi
atau gerakan. Ciri-ciri lain pada klien dengan klasifikasi ini adalah
observasi tanda vital dilakukan setiap shift, pengobatan minimal,
status psikologis stabil, dan persiapan pprosedur memerlukan
pengobatan.
2. INTERMEDIT CARE
a. Pasien memerlukan bantuan perawat sebagian
1) Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik-turun tempat tidur
2) Membutuhkan bantuan untuk Ambulasi / berjalan
3) Membtuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
4) Membutuhkan bantuan untuk makan (disuap)
5) Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
6) Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan
7) Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK
b. Post operasi minor (24 jam)
c. Melewati fase akut dari post operasi mayor
d. Fase awal dari penyembuhan
e. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
f. Gangguan emosional ringan
Perawatan ini memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam. Kriteria klien
pada klasifikasi ini adalah klien masih perlu bantuan dalam
memenuhi kebersihan diri, makan dan minum. Ambulasi serta
perlunya observasi tanda vital setiap 4 jam. Disamping itu klien
dalam klasifikasi ini memerlukan pengobatan lebih dan sekali.

77
Kateter Foley atau asupan haluarannya dicatat. Dan klien dengan
pemasangan infus serta persiapan pengobatan memerlukan
prosedur.
3. TOTAL CARE
a. Pasien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan
memerlukan waktu perawat yang lebih lama
1)Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat
tidur ke kereta dorong / kursi roda
2)Membutuhkan latihan pasif
3)Kebutuhan nutris dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena
(infus) atau NG tube (sonde)
4)Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
5)Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan
6)Dimandikan perawat
7)Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter
b. 2. 24 jam post operasi mayor
c. Pasien tidak sadar
d. Keadaan pasien tidak stabil
e. Observasi TTV setiap kurang dari jam
f. Perawatan luka bakar
g. Perawatan kolostomi
h. Menggunakan alat bantu pernapasan (respirator)
i. Menggunakan WSD
j. Irigasi kandung kemih secara terus menerus
k. Menggunakan alat traksi (skeletal traksi)
l. Faktur dan atau pasca operasi tulangbelakang /leher
m. Gangguan emosional berat, bingung dan disorientasi
Perawat ini memerlukan waktu 5-6jam/24 jam. Kriteria klien
pada klasifikasi ini adalah klien harus dibantu tentang segala
sesuatunya. Posisi yang diatur, observasi tanda vital setiap 2 jam,
makan memerlukan selang NGT (Naso Gastrik Tube),
menggunakan terapi intravena, pemakaian alat penghisap
(suction), dan kadang klien dalam kondisi gelisah/disorientasi.

78
4. FUNGSI PENGARAHAN
Actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran yang sesuai
dengan perencanaan manejerial dan usaha-usaha organisasi. Actuating
adalah Pelaksanaan untuk bekerja. Untuk melaksanakan secara fisik
kegiatan dari aktivitas tesebut, maka pimpinan mengambil tindakan-
tindakannya kearah itu. Seperti : Leadership(pimpinan), perintah,
komunikasi dan conseling (nasehat). Actuating disebut juga“ gerakan aksi
mencakup kegiatan yang dilakukan seorang pimpinan untuk mengawali
dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur-unsur perencanaan
dan pengorganisasian agar tujuan- tujuan dapat tercapai. Dari seluruh
rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi
manajemen yang paling utama. (Rahman,2011).
Menurut Dimas (2010), mengemukakan bahwa actuating merupakan
usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa
hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran
perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut, oleh
karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Pandangan lain tentang pelaksanaan (Actuating) adalah fungsi yang
teramat penting dalam manajemen. Seringkali diketahui perencanaan
dan pengorganisasiannya bagus, namun dikarenakan kurangnya
kemampuan pelaksanaan, hasil kegiatan suatu pekerjaan belum seperti.
Istilah lain juga yang berhubungan dengan pengarahan atau pelaksanaan
adalah Actuating atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan
yang dilakukan seorang manajer dalam mengawali dan melanjutkan
kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian,
agar tujuan-tujuan dapat tercapai. Actuating mencakup penetapan dan
pemuasan kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi
penghargaan, memimpin, mengembangkan dan memberi kompensasi
kepada mereka (Herman 2013). Jadi, dapat disimpulkan bahwa
actuating/pelaksanaan artinya menggerakkan orang-orang agar mau
bekerja dengan sendirinya atau dengan kesadaran secara bersama-

79
sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif sesuai
dengan perencanaan yang ada.
Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan
langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Perencanaan dan
pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan
penggerakan seluruh potensi sumber daya manusia dan non-manusia
pada pelaksanaan tugas. Semua sumber daya manusia yang ada harus
dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi.
Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi, peran, keahlian,
dan kompetensi masing-masing SDM untuk mencapai visi, misi dan
program kerja organisasi yang telah ditetapkan. Fungsi dari Pelaksanaan
(actuating) adalah sebagai berikut:
a. Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan
pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan
b. Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan
c. Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan
d. Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh
pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak
tersebut dapat menjalankan tanggungjawabnya dengan penuh
kesadaran dan produktifitas yang tinggi.

Fungsi aktuasi haruslah dimulai pada diri manajer selaku pimpinan


organisasi. Manajer yang ingin berhasil menggerakkan karyawannya
agar bekerja lebih produktif, harus memahami dan menerapkan ilmu
psikologi, ilmu komunikasi, kepemimpinan dan sosiologi. Seorang
manajer harus mampu bersikap yaitu objektif dalam menghadapi
berbagai persoalan organisasi melalui pengamatan, objektif dalam
menghadapi perbedaan dan persamaan karakter stafnya baik sebagai
individu maupun kelompok manusia. Manajer mempunyai tekad untuk
mencapai kemajuan, peka terhadap lingkungan dan adanya kemampuan
bekerja sama dengan orang lain secara harmonis (Swansburg, 2014).
Dengan kata lain, manajer harus peka dengan kodrat manusia yaitu

80
mempunyai kekuatan dan kelemahan, tidak mungkin akan mampu
bekerja sendiri dan pasti akan memerlukan bantuan orang lain, manusia
mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial, dan pada diri
manusia kadang-kadang muncul juga sifat-sifat emosional (Swansburg,
2014). Tujuan fungsi aktuasi, adalah:

a. Menciptakan kerja sama yang lebih efisien


b. Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan staf
c. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan
d. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan
motivasi dan prestasi kerja staf
e. Membuat organisasi berkembang secara dinamis
Jadi, yang berperan dalam pencapaian tujuan tersebut adalah
pimpinan,karena dalam hal ini pimpinan yang selalu mengusahakan
suasana kerja yang meningkat, dengan diberikan motivasi dan
prestasi supaya bawahannya lebih semangat dalam bekerja.

Menurut Nursalam (2012), prinsip-prinsip dalam penggerakan/actuating


antara lain:

a. Memperlakukan pegawai dengan sebaik-baiknya


b. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan manusia
c. Menanamkan pada manusia keinginan untuk melebihi
d. Menghargai hasil yang baik dan sempurna
e. Mengusahakan adanya keadilan tanpa pilih kasih
f. Memberikan kesempatan yang tepat dan bantuan yang cukup
g. Memberikan dorongan untuk mengembangkan potensi dirinya

Cara pelaksanaan ini digunakan karena pada umumnya pimpinan


menginginkan pengarahan kepada bawahan dengan maksud agar mereka
bersedia bekerja dengan sebaik mungkin, dan diharapkan tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip di muka. Adapun cara-cara pengarahan
yang dilakukan dapat berupa: (Surjawati, 2012).

81
1) Orientasi
Merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu
supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik. Biasanya, orientasi ini
diberikan kepada pegawai baru dengan tujuan untuk mengadakan
pengenalan dan memberikan solusi atas berbagai masalah yang
dihadapinya. Pegawai lama yang pernah menjalani masa orientasi tidak
selalu ingat atau paham tentang masalah-masalah yang pernah
dihadapinya. Suatu ketika mereka bisa lupa, lalai, atau sebab-sebab lain
yang membuat mereka kurang mengerti lagi. Dengan demikian orientasi
ini perlu diberikan kepada pegawai-pegawai lama agar mereka tetap
memahami akan perananya. Informasi yang diberikan dalam orientasi
dapat berupa diantara lain, :
a) Tugas itu sendiri
b) Tugas lain yang ada hubungannya
c) Ruang lingkup tugas
d) Tujuan dari tugas
e) Delegasi wewenang
f) Cara melaporkan dan cara mengukur prestasi kerja
g) Hubungan antara masing-masing tenaga kerja, Dst
2) Perintah
Perintah merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang-orang
yang berada dibawahnya untuk melakukan atau mengulang suatu
kegiatan tertentu pada keadaan tertentu. Jadi, perintah itu berasal dari
atasan, dan ditujukan kepada para bawahan atau dapat dikatakan
bahwa arus perintah ini mengalir dari atas ke bawah. Perintah tidak
dapat diberikan kepada orang lain yang memiliki kedudukan sejajar atau
orang lain yang berada di bagian lain. (Halomoan.2009).
3) Delegasi wewenang
Pendelegasian wewenang bersifat lebih umum jika dibandingkan
dengan pemberian perintah. Dalam pendelegasian wewenang ini,
pemimpin melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya
kepada bawahan. Kesulitan-kesulitan akan muncul bilamana tugas-
tugas akan diberikan kepada bawahan itu tidak jelas, misalnya

82
kesulitan-kesulitan dalam menafsirkan wewenang ini dapat
menimbulkan keengganan bawahan untuk mengambil suatu tindakan.
Sebagai contoh, seorang Kepala Bagian Pembelian mengadakan
perjanjian pembelian dengan pihak penyedia (supplier) dengan
wewenang yang kurang jelas itu, ia akan menanyakan kepada
pimpinan, yang jawabannya belum tentu memuaskan. Hal ini dapat
diatasi dengan membuat suatu bagan wewenang untuk menyetujui
perjanjian. Setelah perencanaan dan pengorganisasian selesai
dilakukan, maka langkah selanjutnya yang perlu ditempuh dalam
manajemen adalah mewujudkan rencana tersebut dengan
mempergunakan organisasi yang terbentuk. Langkah tersebut adalah
actuating yang secara harfiah diartikan sebagai memberi bimbingan
namun istilah tersebut lebih condong diartikan penggerak atau
pelaksanaan. Secara praktis fungsi actuating ini merupakan usaha
untuk menciptakan iklim kerjasama diantara staf pelaksana program
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Berikut ini adalah beberapa elemen penggerakan atau actuating dalam
manajemen (Simanjutak, 2013) :
a) Coordinating adalah fungsi yang harus dilakukan oleh seorang
manajer agar terdapat suatu komunikasi atau kesesuaian dari
berbagai kepentingan dan perbedaan kepentingan sehingga
tujuan perusahaan dapat tercapai.
b) Motivating merupakan salah satu elemen penting dalam
manajemen perusahaan, dengan memberikan fasilitas yang
bagus dan gaji yang cukup maka kinerja para karyawan dalam
perusahaan pun akan optimal.
c) Communication, komunikasi antara para pimpinan dan karyawan
sangat diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan
menjalin komunikasi yang baik maka akan menimbulkan suasana
kerja yang kondusif di perusahaan dan akan menumbuhkan
teamwork atau kerjasama yang baik dalam berbagai kegiatan
perusahaan.
d) Commanding, dalam memberi perintah pun seorang atasan tidak

83
bisa seenaknya, tetapi harus memperhitungkan langkah – langkah
dan resiko dari setiap langkah yang para atasan itu ambil karena
setiap keputusan dan langkah akan memberi pengaruh bagi
perusahaan. Dengan pengarahan yang baik dari para atasan
dengan visi dan misi yang jelas dari suatu manajer perusahaan
dapat menimbulkan efek yang positif untuk perusahaan itu sendiri,
antara lain teamwork yang baik dan dapat memunculkan decision
maker yang bagus. (Prajudi Atmosudirdjo, 1982 dalam Simanjutak
2010) Karena decision maker dan teamwork dalam suatu
perusahaan adalah kunci kesuksesan suatu perusahaan untuk
mencapai goal atau tujuan perusahaan seefektif dan seefisien
mungkin. Bilamana diambil secara singkat dan ringkas, maka
fungsi actuating dapat tercakup dalam lima sub fungsi
manajemen, yakni : communicating, leading, directing, motivating,
dan facilitating.

5. FUNGSI PENGENDALIAN
Controlling atau pengawasan dan pengendalian adalah proses untuk
mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi
(Russel, 2000).
Controlling atau pengawasan adalah fungsi manajemen dimana
peran dari personal yang sudah memiliki tugas, wewenang dan
menjalankan pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan agar supaya
berjalan sesuai dengan tujuan, visi dan misi perusahaan. Di dalam
manajemen perusahaan yang modern fungsi control ini biasanya
dilakukan oleh divisi audit internal (Nursalam, 2009). Pengawasan
merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu
organisasi. Semua fungsi manajemen yang lain, tidak akan efektif tanpa
disertai fungsi pengawasan.
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang
berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai
dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai.

84
Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan
bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
a. Prinsip Controlling
Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan harus dimengerti oleh staf
dan hasilnya mudah diukur. Misalnya tentang waktu dan tugas-tugas
pokok yang harus diselesaikan oleh staf. Prinsip-prinsip controlling
adalah (Agus kontoro, 2010):
1) Prisnsip keseragaman yang menjamin bahwa control berkaitan
dengan struktur organisasi
2) Prinsip perbandingan menjamin bahwa control dinyatakan dalam
istilah-istilah standar kinerja yang dibutuhkan, termasuk kinerja
masa lalu. Pada pengontrolan ini berarti menyusun tanda dan
memeriksa serta menjelaskan hasil dalam istilah yang ditandai.
3) Prinsip penerimaan memberikan ringkasan yang mengidentifikasi
penerimaan pada standar.
4) Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan
hasilnya mudah diukur.
5) Standar untuk kerja yang akan diawasi perlu dijelaskan kepada
semua staf.
b. Tujuan Controlling
Drs. S. Suarli & yayan, (2002) menyebutkan tujuan utama dari
controlling adalah Menjamin setiap kegiatan yang telah direncanakan
berjalan secara tepat dan benar sehingga tujuan yang ditetapkan
tercapai, adapun tujuan lainnya adalah :
1) Menjaga eksistensi organisasi
2) Meningkatkan motivasi warga organisasi
3) Memberikan metode bagi manajemen dalam melakukan evaluasi
4) Memberikan alat deteksi dini terhadap stategi yang
dikembangkan/dijalankan

Nursalam, (2012) dalam bukunya menyebutkan untuk fungsi-fungsi


control dapat dibedakan pada setiap tingkat manajer. Sebagai contoh,
manajer perawat kepala dari satu unit bertanggung jawab mengenai

85
kegiatan operasional jangka pendek termasuk jadwal harian dan
mingguan, dan penugasan, serta pengunaan sumber-sumber secara
efektif.Kegiatan-kegiatan control ditujukan untuk perubahan yang
cepat.

c. Manfaat Controlling
Apabila fungsi pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan
secara tepat, organisasi akan memperoleh manfaat sebagai berikut
(Nursalam, 2012):
1) Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah
dilaksanakan sesuai dengan standar atau rencana kerja dengan
menggunakan sumber daya yang telah ditetapkan. Dalam hal ini,
fungsi pengawasan dan pengendalian bermanfaat untuk
meningkatkan efisiensi program.
2) Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan
pengertian staf dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Bila hal ini
diketahui, pimpinan organisasi akan dapat memberikan latihan
bagi staf nya karena latihan memang dibutuhkan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan staf.
3) Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah
mencukupi kebutuhan dan telah digunakan secara benar
4) Dapat diketahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
5) Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau
bentuk promosi dan latihan lanjutan.
6) Mempertahankan kesimbangan
7) Meningkatkan kinerja
8) Menghadirkan suasana kondusif bagi warga organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi
d. Tipe Controlling
Adapun tipe controlling menurut Hasibuan, (2016) adalah:
1) Feedforward controls berfokus pada operasional sebelum
kegiaitan dimulai. Tujuannya untuk mencegah timbulnya masalah.

86
2) Concurrent controls penerapannya berfokus pada saat proses
kegiatan/pekerjaaan berlangsung.
3) Feedback controls berfokus paad hasil dari pekerjaan yang
dilakukan. Feedback control ini akan menjadi masukan dalam
membuat rencana kedepanya, input dan desain dari proses
kedepannya.
e. Teknik Controlling
Berikut ini merupakan teknik controlling menurut Hasibuan, (2016)
1) Langsung
“supervisor mengawasi secara lansung hal yang ada dilapangan”
Keuntungan: Relatif lebih objektif dam perbaikan & umpan balik
dapat secara langsung diberikan. Kerugian: Relatif membutuhkan
waktu lebih banyak
2) Tidak Langsung
“Melalui laporan tertulis atau lisan” Keuntungan: Relatif lebih
mudah (menghadapi benda mati). Kerugian: Komunikasi satu
arah, gampang direkayasa dan sangat dipengaruhi kemampuan
pelapor

f. Obyek dalam Controlling


Dalam melaksanakan fungsi controling manajerial menurut Agus,
(2010) ada lima jenis obyek yang perlu dijadikan sasaran pengawasa.
1) Obyek yang menyangkut kuantitas dan kualitas barang atau jasa.
Pengawasan ini bersifat fisik.
2) Keuangan
3) Pelaksanaan program dilapangan sesuai dengan prosedur yang
telah di buat
4) Obyek yang bersifat strategis
5) Pelaksanaan kerja sama dengan sektor lain yang terkait.
g. Komponen Manajemen Keperawatan
Adapun komponen manajemen keperawatan dalam mellakukan
controling adalah sebagai berikut (Nursalam, 2011) :
1) Input

87
Dalam proses manajemen keperawatan antara lain berupa
informasi, personel, peralatan dan fasilitas.
2) Proses
Pada umumnya merupakan kelompok manajer dari tingkat
pengelola keperawatan tertinggi sampai keperawatan pelaksana
yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan
perencanaan,pengorganisasian pengarahan dan pengawasan
dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. %rosesmerupakan
kegiatan yang cukup penting dalam suatu system sehingga
mempengaruhi hasil yangdiharapkan suatu tatanan organisasi.
3) Output
Umumnya dilihat dari hasil atau kualitas pemberian askep dan
pengembangan staf, serta kegiatan penelitian untuk
menindaklanjuti hasil atau keluaran.

C. OUTPUT
1. Indikator mutu
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan
rumah sakit. Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan
selama 24 jam kepada pasien yang membutuhkannya, berbeda dengan
pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang hanya
membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan
perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat juga
seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza,
2013).
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran
dan fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen
keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh
manajer/ pengelola keperawatan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang

88
ada, baik sumber daya maupun sumber dana sehingga dapat memberikan
pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien baik kepada klien,
keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)
2. Instrumen indikator mutu layanan
Instrumen Kepuasan Pasien Berdasarkan Lima Karakteristik (RATER)
(Nursalam 2007)

No. Karakteristik 1 2 3 4
1 TANGIBLES (KENYATAAN)
a. Perawat memberi informasi tentang administrasi yang berlaku
bagi pasien rawat inap di RS.
b. Perawat selalu menjaga kebersihan dan kerapihan ruangan
yang Anda tempati.
c. Perawat menjaga kebersihan dan kesiapan alat-alat
kesehatan yang digunakan.
d. Perawat menjaga kebersihan dan kelengkapan fasilitas kamar
mandi dan toilet.
e. Perawat selalu menjaga kerapian dan penampilannya.
2 RELIABILITY (KEANDALAN)
a. Perawat mampu menangani masalah perawatan Anda
dengan tepat dan profesional.

b. Perawat memberikan informasi tentang fasilitas yang


tersedia, cara penggunaannya dan tata tertib
yang berlaku di RS.

c. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal yang


harus dipatuhi dalam perawatan Anda.

d. Perawat memberitahu dengan jelas tentang hal-hal


yang dilarang dalam perawatan Anda.

e. Ketepatan waktu perawat tiba di ruangan ketika Anda


membutuhkan.

3 RESPONSIVENESS (TANGGUNG JAWAB)

89
a. Perawat bersedia menawarkan bantuan kepada Anda ketika
mengalami kesulitan walau tanpa diminta.
b. Perawat segera menangani Anda ketika sampai di ruangan
rawat inap.
c. Perawat menyediakan waktu khusus untuk membantu Anda
berjalan, BAB, BAK, ganti posisi tidur, dan lain-lain.
d. Perawat membantu Anda untuk memperoleh obat.
e. Perawat membantu Anda untuk pelaksaan pelayanan foto dan
laboratorium di RS ini.
4 ASSURANCE (JAMINAN)
a. Perawat memberi perhatian terhadap keluhan yang Anda
rasakan.
b. Perawat dapat menjawab pertanyaan tentang tindakan
perawatan yang diberikan kepada Anda.
c. Perawat jujur dalam memberikan informasi tentang
keadaan Anda.
d. Perawat selalu memberi salam dan senyum ketika bertemu
dengan Anda.
e. Perawat teliti dan terampil dalam melaksanakan tindakan
keperawatan kepada Anda.

No. 1 2 3 4
5 EMPATHY (EMPATI)

a. Perawat memberikan informasi kepada Anda tentang segala


tindakan perawatan yang akan dilaksanakan.
b. Perawat mudah ditemui dan dihubungi bila Anda membutuhkan.

c. Perawat sering menengok dan memeriksa keadaan Anda


seperti mengukur tensi, suhu, nadi, pernapasan dan cairan infus.
d. Pelayanan yang diberikan perawat tidak memandang
pangkat/status tapi berdasarkan kondisi Anda.
e. Perawat perhatian dan memberi dukungan moril terhadap
keadaan Anda (menanyakan dan berbincang-bincang tentang
keadaan Anda).

90
Keterangan:
1 = sangat tidak
puas
2 = TidakPuas
3 = Puas
4 = Sangat Puas
anxiety

Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) adalah penilaian kecemasan pada


pasien dewasa yang dirancang oleh William W. K. Zung, dikembangkan
berdasarkan gejala kecemasan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM-II). Terdapat 20 pertanyaan, di mana setiap pertanyaan dinilai 1–4
(1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sebagian waktu, 4: hampir setiap waktu).
Terdapat 15 pertanyaan ke arah peningkatkan kecemasan dan 5 pertanyaan ke arah
penurunan kecemasan (Zung Self-Rating Anxiety Scale).

N Pernyataan Tida Kad Sebag Hamp


o k ang- ian ir
pern kad waktu setiap
ah ang waktu
1 Saya merasa lebih gugup dan cemas dari 1 2 3 4
biasanya.
2 Saya merasa takut tanpa alasan sama 1 2 3 4
sekali.
3 Saya mudah marah atau merasa panik 1 2 3 4
4 Saya merasa seperti jatuh terpisah dan 1 2 3 4
akan hancur berkeping-keping.
5 Saya merasa bahwa semuanya baik-baik 4 3 2 1
saja dan tidak ada hal buruk akan terjadi.
6 Lengan dan kaki saya gemetar. 1 2 3 4
7 Saya terganggu oleh nyeri kepala leher dan 1 2 3 4
nyeri punggung.
8 Saya merasa lemah dan mudah lelah. 1 2 3 4
9 Saya merasa tenang dan dapat duduk 4 3 2 1
diam
dengan mudah.
10 Saya merasakan jantung saya berdebar- 1 2 3 4

91
debar.
11 Saya merasa pusing tujuh keliling 1 2 3 4
12 Saya telah pingsan atau merasa seperti itu. 1 2 3 4
13 Saya dapat bernapas dengan mudah. 4 3 2 1
14 Saya merasa jari-jari tangan dan kaki 1 2 3 4
mati rasa dan kesemutan.
15 Saya terganggu oleh nyeri lambung 1 2 3 4
atau gangguan pencernaan.
16 Saya sering buang air kecil. 1 2 3 4
17 Tangan saya biasanya kering dan hangat. 4 3 2 1

18 Wajah Saya terasa panas dan merah 1 2 3 4


merona.
19 Saya mudah tertidur dan dapat istirahat 4 3 2 1
malam dengan baik.
20 Saya mimpi buruk. 1 2 3 4
Rentang penilaian 20–80, dengan pengelompokan antara lain:

1.skor 20–44: normal/tidak cemas;

2.skor 45–59: kecemasan ringan;

3.skor 60–74: kecemasan sedang;

4.skor 75–80: kecemasan berat.

Comfortability

Indikasi: dewasa dan anak (berusia lebih dari sembilan tahun) atau pasien pada
semua area perawatan yang mengerti tentang penggunaan angka untuk
menentukan tingkat dari intensitas rasa nyeri yang dirasakan. Instruksi:
1. menanyakan kepada pasien tentang berapa angka yang diberikan untuk
menggambarkan rasa nyeri yang saat ini dirasakan.
2. berikan penjelasan tentang skala nyeri yang diberikan.
0 = tidak nyeri.
1–3 = nyeri ringan, mengomel, sedikit mengganggu ADL.
4–6 = nyeri sedang, cukup mengganggu ADL.
7–10 = nyeri berat tidak mampu melakukan ADL.

92
b) Indikator Mutu PElayanan (Efisiensi Rawat INap)

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui


tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-
indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)


Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur
pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi
rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.Nilai parameter
BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%
(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu periode)
2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)

ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang


pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi,
juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan
pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang
lebih lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes,
2005).
Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur
tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat
tidur.Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
((jumlah tempat tidur ×  Periode) −  Hari Perawatan) 
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)

93
BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat
tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan
waktu tertentu.Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai
40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)
5. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah
dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan
gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
Jumlah pasien mati >  48 jam     × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
6. GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap
1000 penderita keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya   × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
c) Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit:
1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi
nosokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus,
kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.
1. Lembar Ceklist Penilaian SAK dengan Standar Instrumen
A (Dokumentasi Keperawatan)

94
a. Standar I: Pengkajian

No Aspek yang dinilai Ya Tidak


1 Pencatatan data dikaji sesuai dengan pedoman
pengkajian
2 Data dikelompokan (Bio, Psiko, Spiritual)
3 Data dikaji sejak pasien masuk sampai keluar
4 Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara
status kesehatan dengan norma dan pola fungsi
kehidupan

b. Standar II: Diagnosa

No Aspek yang dinilai Ya Tidak


1 Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang tela
dirumuskan
2 Diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES
3 Merumuskan diagnose actual dan potensia

c. Standar III: Perencanaan/ Intervensi

No Aspek yang dinilai Ya Tidak


1 Rencana intervensi berdasarkan diagnose keperawatan
2 Disusun menurut urutan prioritas
3 Rumusan tujuan mengandung komponen pasien atau
subjek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau
kriteria
4 Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat
perintah, terperinci, dan jelas dan atauu melibatkan
keluarga pasien
5 Rencana tindakan menggambarkan kerjasama dengan

95
tim

d. Standar IV: Implementasi

No Aspek yang dinilai Ya Tidak


1 Implementasi dilakukan mengacu pada rencana
perawatan
2 Implementasi mengobservasi respon pasien
3 Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi
4 Semua tindakan telah dilaksanakan dicatat secara singkat
dan jelas

e. Standar V: Evaluasi

No Aspek yang dinilai Ya Tidak


1 Evaluasi mengacu pada tujuan
2 Hasil evaluasi dicatat
3 Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi
4 Semua tindakan telah dilaksanakan dicatat secara singkat
dan jelas

f. Standar IV: Catatan Asuhan Keperawatan

No Aspek yang dinilai Ya Tidak


1 Menulis pada format yang baku
2 Pencatatan dilakukan sesuai dengan tindakan yang
dilakukan
3 Pencatatan ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang baku
dan benar
4 Setiap melakukan tindakan, kegiatan perawat
mencantumkan paraf atau nama yang jelas, tanggal dan

96
jam dilakukannya tindakan
5 Berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku baku
2. Lembar Ceklist Penilain SAK dengan Standar Intrumen B (Kepuasan Pasien)

No
Kriteria Penilaian Ya Tidak
.
1. Apakah perawat selalu memperkenalkan diri
2. Apakah perawat melarang anda/ pengujung merokok di ruangan
3. Apakah perawat selalu menanyakan bagaimana nafsu makan
anda/ keluarga anda
4. Apakah perawat menanyakan pantangan dalam hal makanan
anda/ keluarga anda
5. Apakah perawat menanyakan/ memperhatikan berapa jumlah
makanan dan minuman yang bisa anda/ keluarga habiskan
6. Apabila anda/ keluarga anda tidak mampu makan sendiri, apakah
perawat membantu menyuapinya
7. Pada saat anda/ keluarga anda dipasang infuse, apakah perawat
selalu memeriksa cairan/ tetesannya dan area sekitar pemasangan
jarum infuse
8. Apabila anda/ keluarga anda mengalami kesulitan buang air besar
apakah perawat menganjurkan makan buah-buahan, sayuran,
minum yang cukup, banyak bergerak
9. Pada saat perawat membantu anda/ keluarga anda saat buang air
besar – buang air kecil, apakah perawat memasang sampiran/
selimut, menutup pintu/ jendela, mempersilahkan pengunjung
keluar ruangan
10. Apakah ruangan tidur anda/ keluarga anda selalu dijaga
kebersihannya dengan disapu dan dipel setiap hari
11. Apakah lantai kamar mandi/ WC selalu bersih, tidak licin, tidak
berbau dan cukup terang

97
12. Selama anda/ keluarga anda belum mampu mandi (dalam
keadaan istirahat total), apakah dimandikan perawat
13. Apakah anda/ keluarga anda dibantu oleh perawat jika tidak
mampu: menggosok gigi, membersihkan mulut atau mengganti
pakaian atau menyisir rambut
14. Apakah alat-alat tenun seperti sprei, selimut, dll diganti setiap kotor
15. Apakah perawat pernah memberikan penjelasan akibat dari:
kurang bergerak, berbaring terlalu lama
16. Pada saat anda/ keluarga anda masuk rumah sakit apakah
perawat memberikan penjelasan tentang fasilitas yang tersedia
dan cara penggunaannya, peraturan/ tata tertib yang berlaku di
rumah sakit
17. Selama anda/ keluarga anda dalam perawatan apakah perawat:
memanggil nama dengan benar
18. Selama anda/ keluarga anda dalam perawatan apakah perawat
mengawasi keadaan anda secara teratur pagi, sore maupun
malam hari
19. Selama anda/ keluarga anda dalam perawatan apakah perawat
segera memberi bantuan bila diperlukan
20. Apakah perawat bersikap sopan dan ramah
21. Apakah anda/ keluarga anda mengetahui perawat yang
bertanggungjawab setiap kali pergantian dinas.
22. Apakah perawat selalu memberi penjelasan sebelum melakukan
tindakan perawatan dan pengobatan
23. Apakah perawat selalu bersedia mendengarkan dan
memperhatikan setiap keluhan anda/ keluarga anda
24. Dalam hal memberikan obat, apakah perawat membantu
menyiapkan/ meminumkan obat
25. Selama anda/ keluarga anda dirawat apakah diberikan penjelasan
tentang perawatan/ pengobatan/ pemeriksaan lanjutan setelah
anda/ keluarga anda diperbolehkan pulang

98
Jumlah

a. Kajian Indikator Mutu Ruangan (BOR, LOS, TOI, BTO)


1) BOR (Bed Occupency Rate) menunjukan sampai seberapa jauh
pemakaian tempat tidur yang tersedia di rumah sakit dalam jangka
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR
yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus untuk menghitung BOR adalah sebagai berikut:
Jumlah Hari Perawatan (HP) x 100%
Jumlah TT x Periode

Tabel 3.27 Hasil perhitungan BOR per-triwulan (Februari-April


2019) di Ruang Paru (Dahlia)

No Bulan Hari Perawatan BOR


1 Februari-April 1489 x 100%
2019 Ruang rawat paru: 1178 26 x 89

Ruang MDR : 311 = 64,34 %

Dari hasil diatas didapatkan bahwa pemakaian tempat tidur yang


tersedia di Ruang Paru (Dahlia) telah mencapai angka ideal yaitu
sebesar 64,34%, hal ini membuktikan bahwa tingginya
pemanfaatan tempat tidur pasien di Ruang Paru (Dahlia).

2) LOS
LOS (Average Length of Stay (rata-rata lamanya pasien dirawat))
menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan,
apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang
perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai LOS yang
ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005). Jumlah pasien keluar 193

99
Rumus: LOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup
+ mati)
= 1178 / 193
= 6,10 hari
Jadi, rata-rata lamanya pasien dirawat di Ruang Paru (Dahlia)
selama 6 hari, hal ini menunjukkan bahwa ruangan memiliki tingkat
efisiensi dan mutu pelayanan yang baik ditandai dengan idealnya
lama masa perawatan pasien.

3) TOI
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat
tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator
ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus:
TOI = ((Jumlah tempat tidur x Periode) – Hari perawatan)
Jumlah pasien keluar (hidup +mati)
= ((26 x 89) – 1178)
193
= 5,88
Jadi, rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati adalah 5,88
atau dibulatkan menjadi 6 hari. Hal ini menyatakan bahwa tingginya
tingkat efisiensi penggunan tempat tidur di Ruang Paru (Dahlia).

4) BTO
BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat
tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu
satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur
rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
= 193 / 26

100
= 7,4 (periode 3 bulan)
= 7,4 x 4 (triwulan)
= 29,6
Jadi, frekuensi pemakaian tempat tidur selama satu tahun rata-rata
dipakai 29,6 dibulatkan menjadi 30 kali dalam setahun.

Tabel 3.21 Hasil Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Ruang Paru
(Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin
RATA –
KODE BERKAS REKAM MEDIK RATA
N ASPEK YANG 1 1 1 1 1 1
O DINILAI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 JLH %
1 Pengkajian 4 3 3 78,3
4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 0 3
keperawatan 47 %
2 Diagnosa 3 2 2 3 2 2 3
2 3 3 2 3 3 3 3
keperawatan 39 6,5%
3 Perencanaan 5 4 5 6 4 6 3 82,2
5 5 5 5 5 5 6 5
keperawatan 74 %
4 Tindakan 4 3 4 3 4 3 4 86,6
3 3 2 4 3 4 4 4
keperawatan 52 %
5 Evaluasi keperawatan 2 2 2 2 3 2 3 58,3
3 3 2 2 2 2 3 2
35 %
6 Catatan ASKEP 4 3 96,6
4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 58 %

Pencapaian rata-rata = 78,3% + 6,5% + 82,2% + 86,6%+ 58,3% +96,5%


6
= 68,0%

101
Berdasarkan hasil observasi menggunakan instrument A didapatkan
pengkajian sebesar 78,3 % sebagian ada data pengkajian yang belum terisi yaitu
dibagian psikososial dan spiritual, diagnosis keperawatan sebesar 6,5% dimana ada
sebagian penulisan diagnosis belum sesuai dengan kaidah, intervensi keperawatan
didapatkan sebesar 82,2% dimana instumen pada intervensi sebagian tidak
menggambarkan keterlibatan keluarga dan tidak menggambarkan kerja sama
dengan tim kesehatan lain, implementasi keperawatan sebesar 86,6% dimana
instrumen pada implementasi perawat sebagian jarang mengobservasi respon klien
terhadap implementasi yang dilakukan, evaluasi sebesar 58,3 % sebagian instrumen
pada evaluasi perawat mendokumentasikan tidak mengacu pada tujuan dan catatan
asuhan keperawatan sebesar 96,6% dimana hampir semua dokumentasi catatan
asuhan keperawatan tidak mencantumkan jam.
Dokumentasi sangat penting untuk dilakukan karena dapat meningkatkan
mutu pelayanan dan apabila tidak didokumentasian akan mengakibatkan Terjadinya
medication eror serta adanya tuntutan tanggung jawab dan tanggung gugat dari
masyarakat terhadap pelayanan keperawatan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tersedia di Ruang Paru
(Dahlia) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.19 SOP yang ada di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin
No. Standar Operasional Prosedur (SOP)
1. SOP Pemindahan Pasien
2. SOP Pemindahan Pasien dari Kursi Roda ke Tempat Tidur
3. SOP Pengukuran Tanda-tanda Vital
4. SOP Pengukuran Suhu Tubuh
5. SOP Pengelolaan Linen
6. SOP Pemasangan NGT
7. SOP Mengganti Sprey Pasien
8. SOP Pemberian Injeksi Melalui Intravena
9. SOP Pemberikan Injeksi Intravena Lewat Selang Infus
10. SOP Pemberian Obat Intramuskular
11. SOP Pemberian Injeksi Intrakutan
12. SOP Pemberian Obat Peroral
13. SOP Pengambilan dan Penyediaan Spesimen untuk Dikirim ke
Laboratorium bagi Pasien Rawat Inap
14. SOP Pemberian Penyuluhan Secara Individu/Keluarga
15. SOP Pemasangan Infus
16. SOP Pemasangan Kateter Wanita
17. SOP Pemasangan Kateter Pria
18. SOP Pemberian Injeksi Subkutan
19. SOP Etika Batuk dan Bersin yang Benar
20. SOP Inhalasi Nebulizer

102
21. SOP Batuk Efektif
22. SOP Pengisapan Lendir (Suction)
23. SOP Perawatan Water Sealed Drainage (WSD)
24. SOP Postural Drainage
25. SOP Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
26. SOP Penanganan Syok Hypovolemik
27. SOP Pengambilan Darah untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah
28. SOP Pemberian Transfusi Darah
29. SOP Penerimaan Pasien Baru Rawat Inap
30. SOP Fisioterapi Dada
31. SOP Latihan Nafas Dales
32. SOP Pasien Keluar Rawat Inap
33. SOP Penanganan Pasien Hemaptoe
34. SOP Pleurodesis
35. SOP Pemasangan Selang WSD
36. SOP Bronkhoskopi
37. SOP Penggunaan Alat EKG
38. SOP Spirometri
39. SOP Melakukan Asistensi pada Tindakan Toracosintesis
40. SOP Pengambilan Sampel Sputum BTA
41. SOP Pemberian Kirbat Es
42. SOP Pemberian Kompres Hangat
43. SOP Aspirasi Cairan Pleura
44. SOP Pengaturan Operan Jaga
45. SOP Mengkaji Status Oksigenasi dengan Oksimetri Nadi
46. SOP Posisi Fowler
47. SOP Posisi Ortopnea
48. SOP Posisi Trendelenburg
49. SOP Posisi Lateral
50. SOP Posisi Telungkup
51. SOP Pemberian Makanan Melalui NGT
53. SOP Cuci Tangan (Biasa dan Antiseptik)
54. SOP Memakai Sarung Tangan Steril
56. SOP Cuci Tangan (Biasa dan Antiseptik) dengan Air Mengalir
57. SOP Memakai Sarung Tangan Steril
58. SOP Perawatan Trakeostomi
65. SOP Discharge Planning
68. SOP Penerimaan Pasien Baru
78. SOP Pemberian Obat Oral
79. SOP Komunikasi Efektif
80. SOP Penyampaian Hak Pasien dan Keluarga
84. SOP Manajemen Nyeri Skala 1-3 oleh Perawat

Hasil Penilaian Observasi Tindakan SOP (Instrumen C) di Ruang Paru


(Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin

Tabel 3.20 Hasil Observasi Tindakan SOP (Instrumen C)


No. Kegiatan Jumlah tindakan Jumlah Persentase

103
yg tidak tindakan yg (%)
dilakukan dilakukan
1. Cuci tangan 4 12 75 %
2. Pemberian Injeksi 8 21 72 %
Intra Vena lewat
selang infus
3. Inhalasi nebulizer 7 13 65 %
4. Pemberian Terapi 4 5 55,5 %
Oksigen
Sumber : Data Primer
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan No.436/MENKES/SK/VI/1993
dan Standar asuhan keperawatan yang diberlakukan melalui SK Dirjen
Yanmed No.YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 landasan instrumen C yang di
ukur adalah Perawat di ruangan, namun berdasarkan hasil observasi di
lapangan didapatkan bahwa sebagian besar tindakan didelegasikan kepada
mahasiswa yang berpraktik di ruangan tersebut untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan walaupun ada beberapa tindakan yang benar-
benar dikerjakan perawat. Tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa yang
berpraktik di ruang Paru sayangnya tidak disertai dengan pendampingan
dari perawat ruangan yang memberikan delegasi tersebut. Hasil observasi
yang dilakukan pada tanggal 5-8 Mei 2019 pada tindakan cuci tangan,
Pemberian Injeksi Intra Vena lewat selang infus, Inhalasi Nebulizer dan
memberikan pemberian pemenuhan kebutuhan oksigen.
Berdasarkan hasil observasi tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh
perawat yang bekerja diruang paru (Dahlia) dengan presentasi 75 % jika
dibandingkan dengan SOP hanya ada beberapa poin yaitu salah satunya
tidak tersedianya handuk ataupun tissue.
Berdasarkan hasil observasi Pemberian Injeksi Intra Vena lewat
selang infus dilakukan oleh perawat yang bekerja diruang paru (Dahlia)
dengan presentasi 72 % jika dibandingkan dengan SOP hanya ada
beberapa poin yang kiranya perlu dioptimalkan dalam tindakannya seperti
menjelaskan obat apa yang diberikan beserta kegunaannya dan mencatat
respon pasien setelah pemberian.
Berdasarkan hasil observasi pemberian inhalasi nebulizer yang
dilakukan oleh dokter muda yang berpraktik di ruangan Paru (Dahlia)
memiliki persentase 65% jika dibandingkan dengan SOP yang ada di

104
ruangan. Pemberian inhalasi nebulizer ini sudah cukup baik dilakukan tetapi
ada beberapa hal yang harus diperbaiki seperti kebiasaan hand hygiene
sebelum tindakan, menjaga privacy pasien dan juga menyediakan pot
sputum yang berisi disinfektan untuk menampung sputum pasien saat
diberikan inhalasi nebulizer yang tidak dilakukan oleh dokter muda saat
pemberian inhalasi nebulizer. Pada poin hand hygiene yang paling banyak
tidak dilakukan adalah sebelum dilakukan tindakan, namun setelah
melakukan tindakan semua hand hygiene dilakukan, hal ini berkaitan
dengan kesadaran dan kebiasaan dokter muda, perawat dan mahasiswa
sebab sarana untuk melakukan hand hygiene baik berupa handrub ataupun
air mengalir dan sabun cuci tangan sudah disediakan di wastafel didekat
nurse station. Poin menjaga privasi ini berupa perawat tidak membawa dan
atau menutup sampiran saat dilakukan tindakan, dan terkadang tidak
membawa pot sputum, padahal pot sputum di ruangan penyimpanan
disimpan dalam keadaan baru, kecuali ingin melakukan tes sputum baru
membawa pot sputum.

D. ANALISIS SWOT
1. DEFINISI
2. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats) (Nursalam,2015).
SWOT merupakan metode analisis perencanaan strategi guna
mengetahui peta faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal suatu
perusahaan atau unit bisnis sehingga menghasilkan kesimpulan yang
berguna untuk memberi masukan terhadap pengambilan keputusan
strategi dan memberi masukan prioritas strategi terhadap apa yang
sebaiknya dilakukan terlebih dahulu oleh pengambil keputusan
(Sincy,2016). Analisis SWOT secara sederhana mudah dipahami
sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah
organisasi, serta kesempatan dan ancaman lingkungan eksternalnya.

105
Jika hal ini digunakan dengan benar, maka dimungkinkan bagi suatu
perusahaan untuk mendapatkan sebuah gambaran menyeluruh
mengenai situasi perusahaan itu dalam hubungannya dengan
masyarakat, lembaga-lembaga yang lain (Bakri,2017). Sedangkan
pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal, (terdiri atas ancaman dan
kesempatan), yang digabungkan dengan suatu pengujian mengenai
kekuatan dan kelemahan akan membantu dalam mengembangkan
sebuah visi tentang masa depan. Prakiraan seperti ini diterapkan dengan
mulai membuat program yang kompeten atau mengganti program-
program yang tidak relevan dengan program yang lebih inovatif dan
relevan (Bakri,2017).

3. Tujuan SWOT
a. Memanfaatkan keuntungan dari kekuatan yang dimiliki dan
kesempatan yang ada
b. Meminimalisasi Kelemahan dan mengeliminasi ancaman
c. Analisis SWOT sangat berguna untuk mengenali situasi, lingkungan,
dan kondisi saat ini untuk keperluan pengambilan keputusan-
keputusan menentukan langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan
oleh perusahaan terhadap kelangsungan hidup aktivitas bisnisnya.
d. Analsis SWOT memberikan alur pikir (framework) yang baik untuk
keperluan peninjauan strategi, posisi, dan arah perusahaan
pengambilan posisi bisnis dalam industri, mengevaluasi kompetitor,
pengambilan kebijakan dalam perencanaan strategi marketing atau
bisnis, membuat laporan penelitian, brainstorming saat meeting, atau
kebutuhan lainnya (Asmuji,2013).
4. Komponen SWOT
Analisis SWOT ini terdiri atas 4 komponen dasar yaitu :
a. Strenght (Kekuatan)
Adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi
atau program pada saat ini.
b. Weakness (Kelemahan)

106
Adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari
organisasi atau program pada saat ini.
c. Opporttunity (Peluang)
Adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar organisasi
dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi di masa
depan.
d. Threats (Ancaman)
Adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang
dari luar organisasi dan dapat mengancam ekstensi organisasi
dimasa depan (Nursalam,2015).

5. Jenis-jenis SWOT
a. Model kuantitatif
Model Kuantitatif adalah sebuah asumsi dasar dari model ini, kondisi
yang berpasangan antara S dan W, serta O dan T. Kondisi
berpasangan ini terjadi karena diasumsikan dalam sebuah kekuatan
bahwa selalu ada kelemahan yang tersembunyi dan dari setiap
kesempatan yang terbuka selalu ada ancaman yang harus
diwaspadai. Ini berarti setiap satu rumusan strength harus selalu miliki
satu pasangan weakness dan setiap satu rumusan opportunities
harus memiliki satu pasangan threath. Kemudian setelah masing-
masing komponen dirumuskan dan dipasangkan, langkah selanjutnya
adalah melakukan proses penilaian. Penilaian dilakukan dengan cara
memberikan score pada masing-masing sub komponen, dimana satu
sub komponen dibandingkan dengan sub komponen yang lain dalam
komponen yang sama atau mengikuti laju vertikal. Sub komponen
yang lebih menentukan dalam jalannya organisasi diberikan score
yang lebih besar. Standar penilaian dibuat berdasarkan kesepakatan
bersama untuk mengurangi kadar subyektifitas penilaian model
kualitatif (Bakri,2017)
b. Model kualitatif

107
Urutan-urutan dalam membuat analisa SWOT kualitatif tidak berbeda
dengan urut-urutan kuantitatif perbedaan besar diantara keduanya
adalah pada saat pembuatan subkomponen dari masing-masing
komponen. Apabila pada model kuantitafif setiap subkomponen S
memiliki pasangan subkomponen W, dan satu subkomponen O
memiliki pasangan satu komponen T, maka dalam model kulaitatif hal
ini tidak terjadi. Selain itu subkomponen pada masing-masing
komponen (SWOT) berdiri bebas dan tidak memiliki hubungan satu
sama lain. Ini berarti model kualitatif tidak dapat dibuat diagram
cartesian, karena mungkin saja misalnya subkomponen S ada
sebanyak 10 buah sementara subkomponen W hanya 6 buah
(Bakri,2017).

6. Matrik SWOT
Matrik SWOT adalah alat untuk menyusun faktor-faktor strategis
organisasi yang dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang
dan ancaman eksternal yang dihadapi organisasi dapat disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. IFAS (Internal
Strategic Factors Analysis Summary) adalah ringkasan atau rumusan
faktor-faktor strategis internal dalam kerangka kekuatan (Strengths) dan
kelemahan (Weaknesses). EFAS (External Strategic Factors Analysis
Summary) adalah ringkasan atau rumusan faktor-faktor strategis
eksternal dalam kerangka kesempatan (Opportunities) dan ancaman
(Threats).
a. Strategi S-O adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan jalan pikiran
organisasi yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi W-O adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada.
c. Strategi S-T adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan
yang dimiliki organisasi untuk mengatasi ancaman.

108
d. Strategi W-T adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan
yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang
ada serta menghindari ancaman.
7. Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh
Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak
faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah
kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat kotak
lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik
pertemua antara faktor-faktor internal dan eksternal.

Tabel 3.1 Matriks SWOT Kerns


EK
STERNAL
OPPORTUNITY TREATHS

INTERNAL
Comparative Mobilization
STRENGTH
Advantage
Divestment/Investmen Damage Control
WEAKNESS t

Keterangan :
a. Sel A: Comparative Advantages
Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang
sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa
berkembang lebih cepat.
b. Sel B: Mobilization

109
Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus
dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan
organisasi untuk Comparative Advantage Divestment/Investment
Damage Control Mobilization memperlunak ancaman dari luar tersebut,
bahkan kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang.
c. Sel C: Divestment/Investment
Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang
dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang
kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat
dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk
menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah (melepas
peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain) atau memaksakan
menggarap peluang itu (investasi).

d. Sel D: Damage Control


Sel ini merupaka kondisi yang paling lemahdari semua sel karena
merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman
dari luar, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana
yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage
Control (mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah
dari yang diperkirakan (Pan, 2017).
8. Pendekatan Kuantitatif dan Strategi Analisis SWOT
Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitaif
melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce
dan Robinson (1998), agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang
sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
a. Melakukan perhitungan skor tidak boleh lebih dari 5 (a) dan bobot
dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 1 (b) point faktor serta
jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor
S-W-O-T; Menghitung skor (a) masing-masing point faktor dilakukan
secara saling bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor tidak
boleh dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap point
faktor lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan

110
akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai
10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10
berarti skor yang peling tinggi. Perhitungan bobot (b) masing-masing
point faktor dilaksanakan secara saling ketergantungan. Artinya,
penilaian terhadap satu point faktor adalah dengan membandingkan
tingkat kepentingannya dengan point faktor lainnya. Sehingga
formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat (rentang
nilainya sama dengan banyaknya point faktor) dibagi dengan
banyaknya jumlah point faktor).
b. Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d)
dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya
menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka
(e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y.
c. Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada
kuadran SWOT.

NO STRENGTH SKOR BOBOT TOTAL

1. Dst
Total Kekuatan 1 5
WEAKNESS SKOR BOBOT TOTAL

2 Dst
Total Kelemahan
Selisish Total Kekuatan – Total Kelemahan = S – W = x

OPPORTUNITY SKOR BOBOT TOTAL


1
Dst
Total Peluang

111
TREATH SKOR BOBOT TOTAL

2 Dst
Total Tantangan
Selisih Total Peluang – Total Tantangan = O – T = y

Gambar 1.1 : Matriks Kuadran SWOT

Dari Gambar diatas dapat diketahui bagaimana Matriks kuadran SWOT


yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kuadran I (positif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan
berpeluang, Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif,
artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat
dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar
pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.
b. Kuadran II (positif, negatif)

112
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun
menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang
diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam
kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat
sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan
untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya.
Oleh karenanya, organisasi disarankan untuk segera
memperbanyak ragam strategi taktisnya.
c. Kuadran III (negatif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat
berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah
Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi
sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk
dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja
organisasi.
d. Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan
menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan
adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada
pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk
meenggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal
agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil
terus berupaya membenahi diri (Bakri,2017).

113
BAB III

TINJAUAN LAHAN

A. PENGKAJIAN DATA
1. PROFIL/ GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
a. Kajian Situasi Rumah Sakit
1) Visi Rumah Sakit
Pada tahun 2019 Visi RSUD Ulin Banjarmasin yaitu “Terwujudnya
pelayanan Rumah Sakit yang professional dan mampu bersaing
di masyarakat ekonomi ASEAN”
2) Misi Rumah Sakit
Misi RSUD Ulin Banjarmasin adalah:
a) Menyelenggarakan pelayanan terakreditasi paripurna yang
berorientasi pada kebutuhan dan keselamatan pasien,
bermutu serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
b) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan sub spesialis sesuai kebutuhan pelayanan
kesehatan, kemajuan ilmu pengetahuan dan penapisan
teknologi kedokteran.
c) Menyelenggarakan manajemen RS dengan kaidah bisnis yang
sehat, terbuka, efisien, efektif, akuntabel sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.
d) Menyiapkan SDM, sarana prasarana dan peralatannya untuk
mampu bersaing dalam era pasar bebas ASEAN.

114
e) Mengelola dan mengembangkan SDM sesuai dengan
kebutuhan pelayanan dan kemampuan RS.
3) Motto Rumah Sakit
“Kesehatan pasien kami utamakan”

2. INPUT
a. Profil/Gambaran Umum Ruangan
1) Visi Instalasi Rawat Inap Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin
Banjarmasin
Memberikan pelayanan asuhan keperawatan dan pengobatan di
bidang penyakit paru untuk meningkatkan derajat kesehatan
seluruh masyarakat secara optimal.
2) Misi Instalasi Rawat Inap Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin
Banjarmasin
a) Memberikan pelayanan pengobatan dan asuhan keperawatan
dibidang penyakit paru yang aman dan sesuai standar.
b) Memulihkan kesehatan dan meningkatkan produktivitas kerja,
mencegah kecacatan fisik, dan mental.
c) Melaksanakan pendidikan dan penelitian sesuai prosedur yang
berlaku.
3) Motto Ruangan Perawatan
PARU (Profesional, Akhlak mulia, Rapi, dan Usaha).
4) Tujuan Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin
Tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal sesuai Standar
Rumah Sakit Ulin Daerah Banjarmasin.
5) Letak Ruang/Bangunan
Ruang Dahlia merupakan salah satu ruang perawatan bangsal
khusus ruang perawatan paru yang memiliki 2 lantai, 1 lintai
memiliki 4 rungan, rungan tersebut untuk pasien yang non
infeksius, dan lantai 2 memiliki 5 rungan, rungan tersebut infeksius
dan MDR. Secara Demografi ruang ini berbatasan dengan:
a) Sebelah Selatan berbatasan dengan ruang Gedung SMF

115
b) Sebelah Barat daya berbatasan dengan ruang Syaraf dan
Stroke Centre.
c) Sebelah Barat berbatasan dengan ruang Bougenvile
d) Sebelah Utara berbatasan dengan lahan kosong/rumah
penduduk
e) Sebelah Timur laut berbatasan dengan Lahan kosong/rumah
penduduk.
f) Sebelah Timur bebatasan langsung dengan Gedung Logistik
dan Reservoir.
g) Sebelah Tenggara berbatasan dengan Gedung K3RS
6) Model Layanan
Saat ini model asuhan keperawatan yang digunakan di Ruang
paru (Dahlia) adalah Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan
Profesional (SP2KP).
7) Kapasitas Ruangan
Ruang Dahlia memiliki 2 lantai, lantai 1 memiliki 4 rungan rawat
inap non infeksius dan 5 ruangan rawat inap infeksi dan MDR,
terdapat 26 tempat tidur yang digunakan di ruang rawat inap, dan
1 tempat tidur di Poli MDR. Terdapat ruang OK, 2 ruang perawat,
2 kamar obat, 2 kamar dokter, 1 ruang administrasi dan Kepala
Ruangan, dan 1 Ruang Pertemuan.
8) Analisa Terhadap Pasien
a) Karakterisrik Pasien
Karakteristik pasien yang digunakan menurut Douglas (1984,
dalam Swansburg 1999):

Klasifikasi dan Kriteria


Self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1 – 2 jam/hari
1. Kebersihan diri sendiri, mandi, ganti pakaian dan minum
dilakukan sendiri
2. Ambulasi atau gerakan dalam pengawasan
3. Observasi Tanda vital setiap pergantian shift
4. Pengobatan minimal, status psikologis stabil

116
5. Perawatan luka sederhana
6. Pengobatan perlu prosedur
Intermediet Care/perawatan partial memerlukan waktu 3 – 4 jam/hari
1. Kebersihan diri, makandan minum, ambulasi dibantu
2. Observasi tanda vital tiap 4 jam
3. Pengobatan dengan infeksi
4. Pengobatan lebih dari 1 kali
5. Klien dengan kateter urun, pemasukan dan pengeluaran dicatat
6. Pasang infuse
7. Pengobatan perlu prosedur
Total Care/intensif care, memerlukan waktu 5 – 6 jam/hari
1. Semua keperluan dibantu
2. Perubahan posisi setiap 2 jam dengan dibantu
3. Observasi tanda vital tiap 2 jam
4. Penggunaan NGT
5. Terapi intravena, pakai suction
6. Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar
7. Perawatan luka kompleks

Tingkat Ketergantungan Pasien


Tanggal Klasifikasi Pagi Siang Malam
16/07/ 2020 Minimal 13 11 11
Parsial 4 4 4
Total 0 0 0
Keterangan:
Pagi : Pasien Poli MDR : 2 orang
Pasien rawat inap : 15 orang
Siang : Pasien rawat inap :15 orang
Malam : Pasien rawat inap : 15 orang

117
9) Analisa Unit Layanan Keperawatan
a) Flow of Care

Poliklinik IGD

TPPRI

Ruang Rawat Inap


Paru (Dahlia)

Pasien Pasien Pasien Pasien


Pulang Sehat Pulang atas Dirujuk Meninggal
Permintaan
Sendiri

ADMINISTRASI Instalasi Pemusaran


Jenazah

Gambar 3.1 Flow of Care Pasien Rawat Inap di Ruang Paru (Dahlia)

10) Lingkungan Kerja


a) Lingkungan Fisik

118
Menurut Sedarmayanti (2011), “Lingkungan kerja fisik adalah
semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat
kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara
langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik
adalah lingkungan yang langsung berhubungan dengan
karyawan (seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya).
Pusat kerja dilakukan dibagian depan ruangan sebagai Nurse
Station, yang dimana tempatnya diletakan berhubungan
langsung dengan bagian terluar ruangan.

Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Perlengkapan di Ruang Paru (Dahlia) RSUD


Ulin Banjarmasin Tahun 2019
N Nama Barang Jumlah Alat Ratio Ideal Kondisi
o
1 Loker perawat 1 1/ Ruangan Baik
2 Lemari arsip besi 1 2/ Ruangan Baik
3 Lemari / rak obat 1 2/ Ruangan Baik
4 Lemari Penyimpanan obat 20 2/ Ruangan Baik
pasien
5 Telepon 1 2/ Ruangan Baik
6 Papan tulis putih (besar) - 1/ Ruangan Baik
7 Papan tulis putih (kecil) 2 2/ Ruangan Baik
8 Kursi besi 1 set 1 4/ Ruangan Cukup Baik
9 Kursi putar 3 2/ Ruangan Baik
10 Lemari kayu 8 1/ Ruangan Baik
11 Meja kerja 15 4/ Ruangan Baik
12 Kalkulator 1 1/ Ruangan Baik
13 Printer 3 1/ Ruangan Baik
14 Komputer 3 1/ Ruangan Baik

Sumber : Data Sekunder 2019


b) Lingkungan Non Fisik
- Tenang
Lingkungan di Ruang Paru (Dahlia) terasa tenang karena
rungan sudah berada dirungan yang baru dan tidak
terdengar suara berisik, pada saat diwawancara hal

119
tersebut membuat sebagian pasien bisa tenang, bisa tidur
dan beristirahat dengan optimal.

- Terjaga Kebersihannya
Lingkungan di Ruang Paru (Dahlia) tampak bersih, hal ini
disebabkan karena adanya petugas kebersihan (Cleaning
Service) yang bertugas membersihkan ruangan minimal 2
kali sehari pada pagi dan siang selain tampak tempat
pembuangan sampah yang sudah tersedia di masing
masing ruangan.
- Sirkulasi Udara dan Cahaya Baik
Dari hasil observasi didapatkan bahwa setiap ruang
perawatan memiliki jendela dan pintu yang berada
dimasing-masing ruangan, yang selalu dibuka sehingga
pencahayaan dan sirkulasi udara dapat keluar masuk
dengan baik, Sirkulasi udara dan cahaya yang baik
dibutuhkan bagi pasien TB Paru maupun pasien penyakit
sistem pernapasan agar droplet yang dihasilkan pasien
yang terinfeksi dapat mati saat berada diudara dan terkena
sinar matahari.
- Adanya Ventilasi Udara Yang Cukup
Dari hasil observasi ventilasi udara yang ada diruang
perawatan cukup baik karena jendela selalu terbuka pada
siang hari.
- Luas Ruangan Cukup Nyaman
Luas satu ruang perawatan yang ada di ruang paru
(Dahlia) sebesar ± 7 x 5 m2 dengan kapasitas daya
tampung sebanyak 5 orang, Ruang Paru (Dahlia)
merupakan ruangan bangsal yang dimana jarak antar
pasien ke pasien lainnya ± 90 cm, dan biasanya dijadikan
tempat duduk bagi penunggu pasien.
- Privasi Pasien Terjaga

120
Ruang Paru (Dahlia) memiliki sarana untuk menjaga
privasi pasien dengan adanya sampiran yang berjumlah 2
dengan tujuan dapat digunakan untuk menjaga privasi
pasien saat dilakukan tindakan keperawatan medis
maupun non medis.
- Memenuhi Standar Keamanan Pasien
Untuk menjaga keamanan pasien, perawat selalu
menginformasikan dan mengingatkan pada pasien atau
keluarga untuk menggunakan pengaman bed, namun
banyak dari pasien ataupun keluarga yang tidak mematuhi
peraturan tersebut, pengaman bed masih ada beberapa
yang terlepas, dan mengingat mayoritas pasien yang
dirawat inap di ruang paru adalah lansia jadi untuk
keamanan pada saat pasien berjalan ke kamar mandi/WC
masih kurang dikarenakan tidak adanya pegangan besi
dan lantai menggunakan keramik licin sehingga masih ada
kemungkinan terjadinya resiko jatuh.
b. Tenaga dan Pasien (Man-M1)
Meliputi analisis ketenagaan, jumlah tenaga keperawatan dan non
keperawatan, latar belakang pendidikan, status kepegawaian, struktur
organisasi, kebutuhan tenaga perawat berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien, serta jumlah pasien, jumlah penyakit
terbanyak, data demografi.
1) Sumber Daya Manusia
a) Ketenagaan Perawat
Jumlah tenaga perawat di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin
Banjarmasin berjumlah 17 orang, yang dimana ruangan ini
dipimpin oleh kepala ruangan yang dibantu oleh supervisor
sebagai pengawas dalam bidang keperawatan. Perawat yang
bekerja di Ruang Paru (Dahlia) terbagi menjadi dua katagori
yaitu sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai BLUD
(Non-PNS). Berikut merupakan tingkat pendidikan perawat yang
bekerja di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin:

121
Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Perawat di
Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2019

No Tingkat Pendidikan Jumlah

Pegawai PNS

1 S2 Manajemen 1

2 S1 Keperawatan Ners 2

3 D III Keperawatan 3

Pegawai BLUD (Non-PNS)

4 D III Keperawatan 11

Sumber: Data Sekunder 2019

Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Tenaga Kerja di Ruang Paru (Dahlia) RSUD
Ulin Banjarmasin Tahun 2019
Masa
No Nama Status Jabatan Pendidikan Pelatihan
Kerja

1. Mahdalena, PNS Kepala Sarjana 21 Basic Trauma


S.Kep., Ners, Ruangan Keperawatan tahun Life Support
MM Ners, (BTLS)
Magister Basic Trauma
Manajemen Cardiac Life
Support
(BTCLS),
Managemen
Bangsal
Bantuan Hidup
Dasar (BHD)
Patient Safety,
Kesehatan
dan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi (PPI),
TB,
5 pelatihan
dasar,
Tuberculosis
Directly
Observed
Treatment

122
Short-Course
(TB DOTS)
dan
Tuberculosis
Multi Drug
Resistent (TB
MDR),
3S 3HP,
Bronchoscopy,
Spirometri
2. Murjani, PNS Supervisor Sarjana 24 Basic Trauma
S.Kep., Ners Keperawatan tahun Cardiac Life
Support
Ners (BTCLS),
Directly
Observed
Treatment
Short-Course
(DOTS) GIZI,
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi (PPI),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
Bronkoskopi,
Patient Safety,
3S 3HP (Salam
Senyum
Sapa),
(DOTS) TB
3. Dian PNS Staf Perawat Sarjana 8 Bantuan Hidup
Handrayani tahun Dasar (BHD),
S,S.Kep., Keperawatan Patient Safety,
Ners Ners Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi(PPI),
3S 3HP (Salam
Senyum
Sapa)
HPK (Hak
Pasien dan
Keluarga)
Bronchoskopy
4. Zainal PNS Staf Perawat DIII 8 Basic Life
Hakim, AMK Keperawatan tahun Support
(BLS),
Bantuan Hidup

123
Dasar (BHD),
Patient Safety,
Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi(PPI),
3S 3HP (Salam
Senyum
Sapa)
5. Abdul PNS Staf Perawat DIII 22 Basic Life
Rasyid, AMK Keperawatan tahun Support
(BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
Patient Safety,
Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi(PPI),
3S 3HP (Salam
Senyum
Sapa)
Tatalaksana
pasien isolasi
bagi dokter
dan perawat
6. Hendra PNS Staf Perawat DIII 4 Keselamatan
Yatno, AMK Keperawatan tahun Kerja (K3),
(kerja Pencegahan
Ruang dan
Paru) Pengendalian
Infeksi(PPI),
Perawatan luka

7. Novianti, Peg. BL Staf Perawat DIII 9 Basic Life


AMK Keperawatan tahun Support
UD (BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
Patient Safety,
Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan

124
dan
Pengendalian
Infeksi(PPI),
3S 3HP (Salam
Senyum
Sapa)
Tatalaksana
pasien isolasi
bagi dokter
dan perawat
Pelatihan
pencegahan
dan
pengendalian
infeksi dasar
8. A Sapwan, Peg. BL Staf Perawat DIII 4 Basic Life
AMK Keperawatan tahun Support
UD (BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
Patient Safety,
Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi(PPI),
3S 3HP (Salam
Senyum
Sapa)
9. Tati Hartati, Peg. BL Staf Perawat DIII 10,7 Basic Life
AMK Keperawatan tahun Support
UD (BLS),
Tuberculosis
Directly
Observed
Treatment
Short-Course
(TB DOTS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
Patient Safety,
Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi(PPI),
3S 3HP
(SalamSenyu

125
m Sapa)
10. Nita Muriani, Peg. BL Staf Perawat DIII 4 Basic Life
AMK Keperawatan tahun Support
UD (BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
Patient Safety,
Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi(PPI),
3S 3HP (Salam
Senyum
Sapa)
HPK (Hak
Pasien dan
Keluarga)
11. Ahmad Peg. BL Staf Perawat DIII 5 Basic Life
Yusuf, AMK Keperawatan tahun Support
UD (BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
Patient Safety,
Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi(PPI),
3S 3HP (Salam
Senyum
Sapa)
12. Dian Kartini, Peg. BL Staf Perawat DIII 9 Basic Life
AMK Keperawatan tahun Support
UD (BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
Patient Safety,
Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3),
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi(PPI),
3S 3HP (Salam
Senyum
Sapa)

126
13. Fahriyadi, Peg. Staf Perawat DIII 3 Basic Life
AMK Kontrak Keperawatan tahun Support
(BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
14. Hardita Peg. Staf Perawat DIII 3 Basic Life
Noordianti, Kontrak Keperawatan tahun Support
AMK (BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
Etika Legal
Patient Safety,
Kesehatan
Keselamatan
Kerja (K3)
15. Ahmad Peg. Staf Perawat DIII 3 Basic Life
Ridhani, Kontrak Keperawatan tahun Support
AMK (BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD),
16. Abdul Muis, Peg. Staf Perawat DIII 3 Basic Life
Amd Kep Kontrak Keperawatan tahun Support
(BLS),
Bantuan Hidup
Dasar (BHD)
17. Citra Fithriya, Peg. Staf Perawat DIII 7 Basic Trauma
AMd Kep Kontrak Keperawatan bulan Cardiac Life
Support
(BTCLS)

Sumber: Data Sekunder 2019


b) Ketenagaan Non-Perawat
Tenaga non-perawat di Ruang Paru (Dahlia) berjumlah 5 orang,
dengan uraian sebagai berikut:
Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Tenaga Non-Perawat di Ruang Paru (Dahlia)
RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2019.
Status
No Nama Kepegawai Pendidikan Masa Kerja Jabatan
an

Hj. Norjamilah,
1. PNS D3 Gizi 33 tahun Administrasi
AMG

127
2. Ahmad Fauzi Peg. BLUD SMA 9,5 tahun Loper

3. Murniyati Peg. BLUD SMA 9 tahun Pekarya

Peg.
4. Supianoor, S.E S1 12 tahun CS
Kontrak

Peg.
5 Ari Annoor SMA 10 bulan CS
Kontrak

Sumber: Data Sekunder 2019


c) Ketenagaan Medis
Tabel 3.5 Tenaga Medis Keseluruhan di RSUD Ulin
Banjarmasin Tahun 2019
PNS/NON
No. Nama Dokter Keterangan
PNS

1 dr. Ali Assegat BLUD Kepala SMF

2 dr. Haryati, Sp. P (K) PNS Konsulan

3 dr. IraNurasyida PNS DPJP

4 dr. Isa Ansori PNS DPJP

5 dr. Ayudiah Puspita M PPDS

6 dr. Marsheilla Riska PPDS

7 dr. Bagus Wicaksono PPDS

8 dr. Pradana Maulana P PPDS

9 dr. Muhammad Zubaidi PPDS

10 dr. Muhammad Nor PPDS

11 dr. Aina PPDS

12 dr. Holly Diany PPDS

13 dr. Yulia Octaviany Harnoto PPDS

14 dr. Widya Ramadhaniati PPDS

Sumber: Data Sekunder 2019


d) Ketenagaan Mahasiswa Praktek
Saat dilakukan pengkajian Ruang Dahlia (Paru) pada tanggal 6-
8 Mei 2019, ruangan ini dijadikan lahan praktik bagi mahasiswa
dari institusi kesehatan:
- Program pendidikan Profesi Ners Universitas Sari Mulia

128
- Program pendidikan Profesi Dokter Universitas Lambung
Mangkurat
Struktur Organisasi

Gambar 3.2 Bagan Struktur Karyawan di Ruang Paru (Dahlia)


RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2019.
Model asuhan keperawatan yang digunakan saat ini di
Ruang Paru (Dahlia) adalah Sistem Pemberian Pelayanan
Keperawatan Profesional (SP2KP) dengan metode
pemberian asuhan keperawatan moduler. Metode moduler
dalam SP2KP adalah adanya kerjasama professional antara
perawat primer (PP) dan perawat asosiate (PA) serta tenaga
kesehatan lainnya. Metode modifikasi tim-primer yang terdiri
dari kepala ruangan, supervisor, perawat primer dan perawat
asosiate. Kepala ruangan merupakan seorang yang
diberikan wewenang dan tanggung jawab serta mengelola

129
kegiatan pelayanan keperawatan disatu ruang perawat
dalam hal manajemen ruangan seperti penerapan SP2KP di
ruangan. Supervisor Ruang Paru (Dahlia) berperan sebagai
manajer keperawatan di ruangan yang bertanggung jawab
terhadap pemberian asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien di ruangan, dimana Supervisor dan Ketua Tim
(KATIM) merupakan perawat yang bertanggung jawab dalam
pemberian asuhan keperawatan secara langsung kepada
pasien yang dibantu oleh perawat pelaksana sebagai
anggota tim. Ruang Paru (Dahlia) saat ini memiliki 1 orang
KATIM yang beranggotakan 14 orang.

e) Kepuasan Perawat
Berdasarkan data kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang
perawat, yang terdiri dari 6 orang perawat pegawai PNS dan 3
orang pegawai BLUD di Ruang Paru (Dahlia) pada tanggal 6-7
Mei 2019, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tingkat Kepuasan Perawat PNS


100.00%
90.00%
80.00%
SP
70.00% P
60.00% CP
TP
50.00%
STP
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Ga
mbar 3.3 Tingkat Kepuasan Perawat Pegawai PNS Berdasarkan Hasil Kuesioner
tanggal 6-7 Mei 2019
Dari hasil kuesioner diatas, didapatkan bahwa perawat pegawai PNS
di Ruang Paru (Dahlia) secara garis besar merasa puas. Hal ini digambarkan
dengan perawat menjawab 100% “Cukup Puas” pada poin nomor 19
membahas tentang kesempatan untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi.
Perawat menjawab 50% “Puas” dan 50% “Cukup Puas” pada pertanyaan
nomor 1 dan 3 yang membahas mengenai sistem pemberian gaji. Hal lain

130
yang membuat pegawai perawat PNS menjawab 66,66% - 83,33% “cukup
puas” adalah poin pertanyaan nomor 2,4,8,9,15,18,20 yang membahas
mengenai jaminan kesehatan, perlakuan atasan selama bekerja, keputusan
supervisi, dan kesempatan untuk meningkatkan kerja melalui pelatihan. Hal
lain dengan pertanyaan dan menjawab 66,66% - 83,33% “Puas” adalah poin
nomor 10,11,12,13,14,16,17 yang membahas hubungan antar karyawan,
kemampuan bekerja, sikap antar karyawan, perlakuan atasan kepada staff.
Sedangkan perawat yang 66,67% “Tidak Puas” pada poin nomor 5,6,7
membahas tentang tidak tersedianya fasilitas penunjang dan kondisi ruang
kerja.

Tingkat Kepuasan Perawat BLUD (NonPNS)


100.00%
90.00%
80.00%
70.00% SP
P
60.00%
CP
50.00% TP
STP
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Gambar 3.4 Tingkat Kepuasan Perawat Pegawai BLUD (NonPNS)
Berdasarkan Hasil Kuesioner tanggal 6-7 Mei 2019

Dari hasil data yang didapatkan mengenai kepuasan perawat, perawat


pegawai BLUD didapatkan bahwa perawat menjawab 100% merasa cukup
puas pada poin pertanyaan nomor 5,16,17 yang membahas tentang
tersedianya peralatan dan perlengkapan yang mendukung serta perlakuan
atasan kepada staff. Perawat menjawab merasa puas pada poin pertanyaan
nomor 8,9,10,11,12,13,18,19,20 yang membahas perawat puas terhadap
jaminan kesehatan, hubungan antar karyawan, dan kesempatan untuk
meningkatkan kerja melalui pelatihan dan melanjutkan pendidikan. Namun
selain itu perawat pegawai BLUD menjawab merasa cukup puas terhadap poin
pertanyaan nomor 1,2,3,4,14 membahas mengenai sistem pemberian gaji.
Selain itu perawat pegawai BLUD menjawab tidak puas pada poin pertanyaan
nomor 6 dan 7 membahas mengenai fasilitas penunjang dan kondisi ruangan.

131
Kedua hal ini memang sangat mempengaruhi pelayanan yang akan diberikan
oleh perawat itu sendiri, semakin tinggi rasa kepuasaan terhadap sistem
pemberian gaji dan kenyamanan terhadap lingkungan kerja maka diharapkan
akan maksimal juga pelayanan yang akan diberikan perawat dan merasa
dihargai dengan kinerja sesuai dengan kenaikan posisi gaji sesuai beban kerja
yang di tanggung.
f) Jumlah Pasien Rawat Inap Paru (Dahlia)
i. Perhitungan Jumlah Pasien
Pada bulan Februari-April 2019 pasien yang dirawat inap
baik penyakit sistem pernapasan infeksi maupun non-
infeksi di Ruang Paru (Dahlia) sebanyak 52 orang dan yang
masuk dengan TB-Paru MDR sebanyak 34 orang, jadi
keseluruhan pasien yang dirawat inap di Ruang Paru
(Dahlia) sebagai berikut:
Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Pasien Rawat Inap di Ruang
Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin per-triwulan (pada
bulan Februari – April 2019) (n=222 pasien)
Bulan Klasifikasi Jumlah

Triwulan Non-infeksi dan Infeksi 188


(Februari-April TB Paru MDR
34
2019)

Jumlah 222

Sumber: Laporan Statistik Rekam Medik Ruang Rawat Instalasi


Rawat Inap Dahlia (Paru) RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2019

ii. Data Demografi


Ruang Paru (Dahlia) merupakan salah satu ruang rawat
inap yang ada di RSUD Ulin Banjarmasin yang merupakan
ruangan khusus yang akan merawat pasien dengan
penyakit sistem pernapasan baik infeksi maupun non infeksi
dari umur balita hingga lansia baik perempuan maupun laki-
laki.
Berikut ini merupakan data pasien berdasarkan distribusi
umur dan jenis kelamin di Ruang Paru (Dahlia) pada bulan
Februari-April 2019:

132
Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Umur Pasien yang dirawat di Ruang
Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin per-triwulan (pada bulan
Februari – April 2019) (n=188 pasien)
No. Kategori Frekuensi

1 Masa remaja awal (12-16 tahun) 0

2 Masa remaja akhir (17-25 tahun) 12

3 Masa dewasa awal (26-35 tahun) 13

4 Masa dewasa akhir ( 36-45 tahun ) 26

5 Masa lansia awal (46-55 tahun) 48

6 Masa lansia akhir (56-65 tahun) 58

7 Masa manula (>65 tahun) 31

TOTAL 188

Sumber: Data Sekunder 2019

Tabel 3.8 Distribusi Frekuensi Klasifikasi Pasien Berdasarkan Jenis


Kelamin di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin per-
triwulan (pada bulan Februari – April 2019) (n=188 pasien)
No. Kategori Frekuensi

1 Laki – laki 135

2 Perempuan 53

TOTAL 188

Sumber: Data Sekunder 2019


iii. Jumlah Penyakit terbanyak di Ruang Paru (Dahlia) RSUD
Ulin Banjarmasin
Ada berbagai jenis pasien yang dirawat di Ruang Paru
(Dahlia) dengan penyakit sistem pernapasan. Berikut
merupakan 20 penyakit yang dirawat di Ruang Paru
(Dahlia)
Tabel 3.9 Distribusi Frekuensi Jenis Kasus Terbanyak di Ruang Paru
(Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin per-triwulan (pada bulan
Januari – Maret 2019) (n=260 pasien)

133
No Jenis Penyakit Jumlah Presentase

1 CA Paru 80 17,97%

2 TB Paru 112 25,16%

3 CAP 71 15,95%

4 Efusi 51 11,46% S
5 LRTI 35 7,86%

6 VCSS 5 1,12%

7 SOPT 12 2,69%

8 Sepsis 4 0,89%

9 Pneumothorax 9 2,02%

10 TU Paru 18 4,05%

11 Bronkitis 7 1,57%

12 Hemaptoe 9 2,02%

13 Asma Bronkial 19 4,26%

14 SOB 6 1,34%

15 Atelektasis 1 0,22%

16 PPOK 2 0,44%

17 AECB 1 0,22% S
u 18 HAP 3 0,67% m
b er
: Total 445 100%

Data Sekunder, 2019


2) Kebutuhan Tenaga Keperawatan
a) Menurut Douglas
Tabel 3.10 Klasifikasi Pasien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan
dengan Metode Douglas (1984):

Klasifikasi dan Kriteria

134
Minimal Care ( 1 – 2 jam )
1. Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, mandi, ganti pakaian dan
minum
2. Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan
3. Observasi Tanda vital setiap shift
4. Pengobatan minimal, status psikologis stabil
5. Persiapan prosedur pengobatan

Intermediet Care ( 3 – 4 jam )


1. Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi
2. Observasi tanda vital tiap 4 jam
3. Pengobatan lebih dari 1 kali
4. Pakai foley kateter
5. Pasang infuse, intake out – put dicatat
6. Pengobatan perlu prosedur

Total Care ( 5 – 6 jam )


1. Dibantu segala sesuatunya
2. Posisi diatur
3. Observasi tanda vital tiap 2 jam
4. Pakai NGT
5. Terapi intravena, pakai suction
6. Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar

Pada suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang dibutuhkan


tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien.
Menurut Douglas (1984) Loverige dan Cummings (1996) diklasifikasi
derajat ketergantungan dibagi 3 kategori yaitu:
- Perawat Minimal : 1 – 2 jam/24 jam
- Perawat Intermediet/Partial : 3 – 4 jam/24 jam
- Perawat Total : 5 – 6 jam/24 jam

Tabel 3.11 Standar Jumlah Perawat Per Shift Berdasarkan Klasifikasi


Tingkat Ketergantungan Pasien kelolaan di Ruang
Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2019.
Tingkat Tingkat Tingkat
Klasifikasi
Ketergantungan Ketergantungan Ketergantungan
Pasien
Pagi Siang Malam

Minimal/Self
0,17 0,14 0,10
Care

Partial Care 0,27 0,15 0,07

Total Care 0,36 0,80 0,20

Tabel 3.12 Tingkat Ketergantungan Pasien dan Kebutuhan Tenaga


Keperawatan pada pasien kelolaan di Ruang Paru
(Dahlia) RSUD Ulin Tahun 2019.

135
Tgl Klasifikasi Jumlah Pagi Jumlah Siang Jumlah Malam

06/05/ Minimal 13 0.17 11 0.14 11 0.1


19
Parsial 4 0.27 4 0.15 4 0.07

Total 0 0.36 0 0.3 0 0.2

Minimal Parsial Total


Tgl
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam

06/
05/ 2,21 1,54 1,1 1,08 0,6 0,28 0 0 0
19

Jumlah kebutuhan Perawat Pershift


Tanggal Pagi Siang Malam

06/05/19 3,29 2,14 1,38

Jumlah kebutuhan pegawai perawat perhari berdasarkan tingkat


ketergantungan pasien menurut teori douglas :
- Pagi sebanyak 3,29 = dibulatkan menjadi 3 orang perawat
- Siang sebanyak 2,14 = dibulatkan menjadi 2 orang perawat
- Malam sebanyak 1,38 = dibulatkan menjadi 1 orang perawat
Sehingga Total Keseluruhan Jumlah Perawat Per Hari yaitu 6,47 =
dibulatkan menjadi 6 orang.
Penambahan untuk loss day: 1/3 x 6 orang = 2 orang. Jadi total jumlah
perawat yang dibutuhkan adalah 6 Orang + 2 Orang = 8 orang.
Keterangan
6 orang adalah jumlah total tenaga perawat
2 orang adalah jumlah tenaga perawat yang lepas dinas.
Dari hasil pengkajian pada tanggal 06 Mei 2019 di Ruang Dahlia
RSUD Ulin didapatkan jumlah perawat yang bertugas perhari yaitu:
- Pagi sebanyak 3 orang perawat
Supervisi 1 orang
Kepala ruangan 1 orang
- Siang sebanyak 2 orang perawat
- Malam sebanyak 2 orang perawat

136
Jumlah tenaga keperawatan yang ada di Ruang Paru (Dahlia)
ada 17 orang tenaga perawat dimana di dalamnya sudah termasuk
Kepala Ruangan dan Supervisor. Jumlah tenaga perawat pelaksana
sendiri ada 15 orang, dari perhitungan douglass, kebutuhan tenaga
keperawatan dihitung berdasarkan tingkat ketergantungan pasien,
sedangkan dalam RSUD Ulin khususnya Ruang Paru (Dahlia) tenaga
perawat memiliki hak untuk cuti, sehingga perhitungan douglass
menyatakan jumlah tenaga keperawatan yang ada saat ini di Ruang
Paru (Dahlia) lebih sedikit.
b) Menurut Lokakarya PPNI
Penentuan kebutuhan tenaga perawat menurut lokakarya PPNI
dengan mengubah satuan hari dengan minggu. Selanjutnya jumlah
hari kerja efektif dihitung dalam minggu sebanyak 41 minggu dan
jumlah kerja perhari selama 40 jam per minggu.
Rumus:
Diketahui jumlah tempat tidur adalah 26 unit, BOR pada bulan
Februari-April 2019 sebanyak 64,34% sehingga jumlah kebutuhan
tenaga keperawatan yaitu:

( A x 52 mg) x 7 hr (TT x BOR)


Tenaga Perawat = + 25%
41 mg x 40 jam
Tenaga perawat

( 4 x 52mg ) x 7 hrx ( 26 x 64,34 % )


= + 25 %
41 mg x 40 jam
( 208 ) x 7 x 16,72
= + 25 %
1640
= 14,84 + 25 %
=18,55(19 orang)

Jumlah tenaga keperawatan yang ada di Ruang Paru


(Dahlia) ada 17 orang tenaga perawat, dimana didalamnya sudah
termasuk Kepala Ruangan dan Supervisor. Jumlah tenaga perawat
pelaksananya sendiri ada 15 orang.Berdasarkan perhitungan di
atas, didapatkan kebutuhan tenaga perawat di Ruang Paru (Dahlia)
yaitu 19 orang. Ruang Paru (Dahlia) saat ini memiliki 17 orang
tenaga perawat, itu berarti di ruangan ini kekurangan 2 orang tenaga
perawat. Di Ruang Paru (Dahlia) sendiri menggunakan rumus
Lokakarya PPNI dalam menghitung jumlah kebutuhan tenaga

137
keperawatan hal ini dikarenakan rumus PPNI sudah disesuaikan
dengan lama kerja dan libur kerja yang berlaku di Indonesia.
Tabel 3.13 Distribusi Fekuensi Kesimpulan Jumlah Tenaga Kerja di Ruang
Paru (dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2019
No. Rumus/ Kebutuhan Jumlah Selisih Jumlah
Perhitungan Tenaga Perawat Di Tenaga
Jumlah Tenaga Keperawata Ruang Paru Keperawatan Di
Keperawatan n Ruang Paru

1. Douglas 8 orang 17 orang + 9 orang

2. Gillies 16 orang 17 orang + 1 orang

3. Lokakarya PPNI 19 orang 17 orang - 2 orang

Sumber: Data Sekunder 2019


Masalah pada ketenaga kerjaan menurut lokakarya PPNI yaitu
kurangnya ketenagaan kerjaan berjumlah 2 orang dan masalah berikutnya
beban kerja betambah dengan adanya poli MDR dan rawat Inap.

1. Sarana dan Prasarana (Material/M2 Selama covid 19)


a. Fasilitas/alat (Material)
Material merupakan peralatan penunjang yang mendukung
kelancaran dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.
Secara kualitatif fasilitas yang tersedia seharusnya sesuai dengan
standar yang telah dtetapkan. Fasilitas dan alat-alat kedokteran
maupun keperawatan dipenuhi melalui standar resmi yang telah
ditetapkan oleh Rumah Sakit yang disesuaikan dengan jenis dan
kapasitas unit pelayanan. Adapun yang menjadi syarat/standar sebuah
ruangan perawatan yang baik antara lain:
1) Tenang
Lingkungan di Ruang Paru (Dahlia) agak sedikti bising
dikarenakan bunyi suara alat berat pembangunan bangunan
gedung baru di belakang ruangan, pada saat diwawancara hal
tersebut membuat sebagian pasien tidak bisa tidur dan beristirahat
dengan optimal.
2) Terjaga Kebersihannya
Lingkungan di Ruang Paru (Dahlia) tampak bersih, hal ini
disebabkan karena adanya petugas kebersihan (Cleaning Service)

138
yang bertugas membersihkan ruangan minimal 2 kali sehari pada
pagi dan siang selain tampak tempat pembuangan sampah yang
sudah tersedia di masing masing ruangan.
3) Sirkulasi Udara dan Cahaya Baik
Dari hasil observasi didapatkan bahwa setiap ruang
perawatan memiliki jendela dan pintu yang berada dimasing-
masing ruangan, yang selalu dibuka sehingga pencahayaan dan
sirkulasi udara dapat keluar masuk dengan baik, Sirkulasi udara
dan cahaya yang baik dibutuhkan bagi pasien TB Paru maupun
pasien penyakit sistem pernapasan agar droplet yang dihasilkan
pasien yang terinfeksi dapat mati saat berada diudara dan terkena
sinar matahari.
4) Adanya Ventilasi Udara Yang Cukup
Dari hasil observasi ventilasi udara yang ada diruang
perawatan cukup baik karena jendela selalu terbuka pada siang
hari.
5) Luas Ruangan Cukup Nyaman
Luas satu ruang perawatan yang ada di ruang paru (Dahlia)
sebesar ± 7 x 5 m2 dengan kapasitas daya tampung sebanyak 5
orang, Ruang Paru (Dahlia) merupakan ruangan bangsal yang
dimana jarak antar pasien ke pasien lainnya ± 90 cm, dan biasanya
dijadikan tempat duduk bagi penunggu pasien.
6) Privasi Pasien Terjaga
Ruang Paru (Dahlia) memiliki sarana untuk menjaga privasi
pasien dengan adanya sampiran yang berjumlah 2 dengan tujuan
dapat digunakan untuk menjaga privasi pasien saat dilakukan
tindakan keperawatan medis maupun non medis.
7) Memenuhi Standar Keamanan Pasien
Untuk menjaga keamanan pasien, perawat selalu
menginformasikan dan mengingatkan pada pasien atau keluarga
untuk menggunakan pengaman bed, namun banyak dari pasien
ataupun keluarga yang tidak mematuhi peraturan tersebut,
pengaman bed masih ada beberapa yang terlepas, dan mengingat

139
mayoritas pasien yang dirawat inap di ruang paru adalah lansia jadi
untuk keamanan pada saat pasien berjalan ke kamar mandi/WC
masih kurang dikarenakan tidak adanya pegangan besi dan lantai
menggunakan keramik licin sehingga masih ada kemungkinan
terjadinya resiko jatuh.

140
b. Lokasi dan Denah
Gambar 3.5 Lokasi dan Denah ruangan di Ruang Dahlia (Paru)

141
Keterangan :

: Ruang KARU
: Ruang Perawat
: Ruang Dokter
: Musholla
: Kamar Obat
: Kamar Non Infeksi
: Kamar Infeksi
: Ruang Poli MDR
: Ruang WSD
: Ruang OK Paru
: MDR
: WC

c. Peralatan dan Fasilitas


Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 6 Mei 2019,
lingkungan ruang paru (Dahlia) sudah dikategorikan cukup bersih, hal
ini ditunjukkan dengan adanya tenaga kebersihan (cleaning service)
yang selalu membersihkan ruangan minimal 2 kali sehari pada pagi dan
siang hari, selain itu tersedianya lemari yang penempatannya di
samping bed masing-masing pasien sehingga dapat digunakan
sebagai tempat penyimpanan barang bawaan, salah satu
permasalahan yang muncul didalam penyediaan fasilitas di ruangan
yaitu sebagian besar keluarga belum bisa memenuhi syarat dan
ketentuan rumah sakit dalam tidak membawa barang-barang yang
berlebihan, sebagian besar keluarga belum mentaati peraturan yang
sudah ditetapkan ruangan mengenai kebersihan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di masing-masing
ruangan tampak terlihat adanya sebagian makanan dan minuman yang
tidak ditempatkan sebagaimana mestinya sehingga tampak kurang
rapi. Selain itu, penempatan perlengkapan peralatan seperti tabung
oksigen, tirai, nebulisator, kursi roda belum sesuai dengan
peletakannya. Hal ini disebabkan karena minimnya ruangan. Di lorong

142
ruang perawatan tampak adanya tabung oksigen yang telah dipisah
tempat peletakan tabung oksigen yang berisi dan yang tidak berisi,
karena di ruang paru (Dahlia) penggunaan oksigen tidak menggunakan
oksigen sentral seperti ruangan lain, sedangkan kebutuhan pasien
akan oksigen sangat penting dan diperlukan, perawat harus membawa
tabung untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan cara manual
(mengangkat-mendorong), sampiran diletakan di bagian depan ruang
pasien agar mudah digunakan oleh pasien secara bergantian.
Dari segi kunjungan, masih terlihat adanya lebih dari 1 orang
yang menemani pasien di dalam kamar dan keluarga yang
mengunjungi maupun menemani sering tidak menggunakan masker,
sebagian keluarga juga menempati teras samping kiri kanan ruang
paru (Dahlia) sebagai tempat istirahat sedangkan sudah ada tempat
yang disediakan pihak Rumah Sakit tempat peristirahatan keluarga
digedung tulip lantai 4 ruang caring RSUD Ulin. Selain itu didapatkan
juga di ruang penyimpanan obat-obatan terlihat masih kurang rapi
karena alat-alat kesehatan seperti spuit, selang oksigen, tensimeter,
stetoskop tidak pada tempatnya dan diruangan juga masih tidak
tersedia safety box. Obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien berada pada setiap kotak obatnya. Untuk obat-obatan
emergency telah tersedia di ruangan ini 1 buah diletakan di ruang
kepala ruangan dan 1 buah diletakan diruang obat-obatan. Terdapat
ruangan musholla dan ruangan OK dan terlihat berfungsi dengan baik
tetapi juga tampak kurang rapi.
d. Sarana dan Prasarana
Pada saat observasi pada tanggal 6 Mei 2019, fasilitas yang
didapatkan diruang paru (Dahlia) adalah 1 botol handrub didepan
setiap ruang perawatan, dan tidak disediakan disetiap tempat tidur.
Untuk wastafel hanya satu yang tersedia didepan nurse station, di
ruang OK, di depan ruangan TB MDR dan 1 di ruang poli TB. Kendala
lain yaitu tidak adanya tisu lap tangan, hanya ada tempatnya saja.
Melanjutkan kebagian kamar, Total WC dan kamar mandi yang
tergabung menjadi satu berjumlah 8. Di ruang perawat, ruang OK paru,

143
dan 6 wc (1 wc/kamar dengan total kamar pasien 6 buah). Dari hasil
observasi beberapa pintu WC dan kamar mandi dalam kondisi rusak
tidak bisa dikunci dan hanya menggunakan pengait tali atau kawat jika
ingin dikunci, soal kebersihan dianggap cukup. Pada saat observasi
kedalam kamar mandi. Untuk air mengalir dalam keadaan lancar dan
namun kondisi kebersihan yang masih kurang.
Berdasarkan hasil wawancara ditemukan seperti gagang pintu di
WC pasien memang belum diperbaiki, hal ini disebabkan karena
adanya rencana pemindahan ruang paru (Dahlia) di gedung yang
tengah dibangun, sehingga penggantian beberapa sarana tidak
menjadi prioritas.
Gambaran umum jumlah tempat tidur di ruang paru (Dahlia)
dijabarkan sebagai berikut:
Ruang 1 Non infeksi : 5 tempat tidur
Ruang 2 Infeksi TB : 5 tempat tidur
Ruang 3 infeksi TB : 5 tempat tidur
Ruang 4 Non infeksi TB : 5 tempat tidur
Ruang isolasi pasien TB MDR : 4 tempat tidur
Ruang poli pasien TB : 2 tempat tidur
Total jumlah tempat tidur di Ruang Paru (Dahlia) berjumlah 26
dengan kondisi tempat tidur dalam kondisi yang masih bagus/terawat.
Pada setiap tempat tidur dilengkapi pagar untuk mencegah pasien
terjatuh dari tempat tidur.
Pada saat observasi pada tanggal 6 Mei 2019, Diruang paru
terdapat ruang yang tidak dimiliki ruangan lain yaitu ruangan OK
(Operate Kamer), ruangan operasi kecil seperti tindakan torakosintesis,
fungsi pleura, pemasangan WSD, pleurodosis, penghitungan koloni
bakteri, dan spirometri. Diruang paru (Dahlia) juga sudah tersedia
ruang khusus untuk pasien TB MDR, dimana RS lain tidak mempunyai
ruangan khusus seperti ini untuk perawatan pasien yang resistance
terhadap pengobatan.
Untuk APAR, tempat sampah medis, non medis dan safety box
sudah tersedia dan cukup bagus, terdapat di area Nurse Station, dan di

144
dinding di tiap ruangan sudah banyak terpajang poster-poster
kesehatan seperti 6 langkah cuci tangan bersih, 5 moment pentingnya
cuci tangan, APD, larangan membawa anak usia dibawah 12 tahun.
Terdapat mushola yang digunakan untuk tempat beribadah tetapi
tampak tidak rapi.Ruang Dahlia juga memiliki aula yang terlihat cukup
bersih.
e. Administrasi Penunjang
Pada saat observasi pada tanggal 6 Mei 2019, buku kelengkapan
administrasi yang terdapat di ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin
Banjarmasin meliputi arsip pembayaran, buku sensus dan status
pasien, buku penyerahan status MR, buku penyerahan BPJS, buku
harian dan visite dokter, buku panduan SOP dan SAK, buku injeksi dan
pemeriksaan vital sign, dan buku pelayanan gizi pasien sudah terlihat
sangat bagus dan sudah digunakan, namun buku-buku tersebut belum
ada tempatnya untuk dirapikan sehingga tampak berserakan dimeja
perawat. Semua dokumen administrasi pasien yang dirawat di Ruang
Paru (Dahlia) sudah terinput dikomputer.
f. Daftar Inventaris Barang
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan data inventaris
tanggal 6 Mei 2019 Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin
mengenai perlengkapan alat-alat kantor, alat-alat keperawatan dan
kedokteran seperti uraian dibawah ini:
Tabel 3.14 Daftar Barang Alat Kedokteran di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin
Banjarmasin
Ratio Ideal
No Nama Barang Jumlah Kondisi
Pasien : Alat
1 Suction pump 2 Baik 2/ruangan
2 Suction countinous WSD 5 Baik
3 Nebulizer Compresor 3 Baik 2/ruangan
4 Spirometri 1 Baik
5 EKG set 1 Cukup Baik
6 Saturasi O2/pulse oksimetri 1 Baik
7 Peakflow 1 Baik
8 Regulator oksigen 18 Cukup Baik 1/ruangan
10 Infra red 1 Baik
11 Lampu UV 1 Baik
12 Lampu X-ray 1 Baik
Sepatu bots 1 Baik

145
13 Tensimeter 2 Cukup Baik 2/ruangan
14 Termometer 2 Baik 5/ruangan
15 Timbangan badan 3 Baik 1/ruangan
16 Brangkar 1 Cukup Baik 1/ruangan
17 Kursi roda 3 Baik 2–3:1
18 Stetoskop 4 Cukup Baik, 2/ruangan
1 Rusak
19 Sterilisasi elektrik 1 Baik 1/ruangan
20 Ambubag 1 Baik 1/ruangan
21 Standar infuse 25 Cukup Baik 1/ruangan
22 Kereta O2 besar 3 Baik 1/ruangan
23 Kereta O2 kecil 2 Baik 1/ruangan
24 Tromol sedang 3 Baik 1/ruangan
25 Tromol besar 1 Baik 1/ruangan
26 Urinal 10 Baik 1:½
27 Tabung O2 kecil 2 Baik 2/ruangan
28 Gunting 1 Baik 1/ruangan
29 Bak spuit 4 Baik 2/ruangan
30 Bengkok/piala ginjal 3 Baik 2/ruangan
31 Bak instrument besar 1 Baik 2/ruangan
32 Bak instrument kecil 4 Baik 2/ruangan
33 Tabung oksigen besar 20 Baik 2/ruangan

Tabel 3.15 Daftar Barang Alat Keperawatan di Ruang Paru (Dahlia) RSUD
Ulin Banjarmasin
No Nama Barang Jumlah Satuan
1 Selang Kateter 4 Buah
2 Selang NGT 8 Buah
3 Turniquet 3 buah
4 Surflo ukuran 18 2 Buah
5 Surflo ukuran 24 4 Kotak
6 Surflo ukuran 22 5 Kotak
7 Urine Bag 2 Buah
8 Selang Kateter 5 Buah
9 Infus Set 25 Buah
10 Blood Set 5 Kotak
11 Spuit 1 CC 32 Buah
12 Spuit 3 CC 55 Buah
13 Spuit 5 CC 2 Kotak
14 Spuit 10 CC 32 Buah
15 Spuit 20 CC 8 Buah
16 Spuit 50 CC 3 Buah
17 Alkohol Scrub 2 Botol
18 Masker 4 Kotak
19 Kassa Steril 5 Kotak
20 Kassa Gulung 21 Gulung
21 Hypafik 2 Kotak
22 Plester 7 Buah
23 Povidine Iodine 1 Botol

146
24 Sarung Tangan Steril 2 Kotak
25 Sarung Tangan Bersih 3 Kotak
26 Infus RL 8 Buah
27 Infus NaCl 0,9% 50 Buah
28 Infus D5 8 Buah
29 Infus Asering 1 Buah
30 Infus Levofloxacin 26 Buah
31 Infus Aminofusin 12 Botol
32 Korentang panjang 2 Buah
33 Nasal canule 12 Buah
34 Masker Non Rebreathing 10 Buah
35 Pot sputum 5 Buah
36 Tong spatel 1 Buah
37 Safety Box 10 Buah

Tabel 3.16 Daftar Alat Rumah Tangga di di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin
Banjarmasin
No. Nama Barang Jumlah Satuan Kondisi
1 Printer 2 Buah Baik
2 Kipas Angin 7 Buah Baik
3 Komputer PC 3 Buah Baik
4 Monitor PC 4 Buah Baik
5 TV 1 Buah Baik
6 Jam Dinding 4 Buah Baik
7 Lampu Panjang 23 Buah Baik
8 Lampu Bulat 11 Buah Baik
9 AC 9 Buah Cukup Baik
10 Rak Tempat Obat Pasien 1 Buah Baik

Sedangkan untuk pengadaan peralatan pelayanan di Ruang paru


(Dahlia) semua peralatan sudah cukup bagus dan terpenuhi, namun beberapa
peralatan sebagian ada yang sudah rusak dan tidak bisa digunakan.
Tabel 3.17 Daftar Alat Kantor di di Ruang Paru ( Dahlia ) RSUD Ulin
Banjarmasin
No Nama Barang Jumlah Alat Ratio Ideal Kondisi
1 Loker perawat 1 1/ Ruangan Baik

147
2 Lemari arsip besi 1 2/ Ruangan Baik
3 Lemari / rak obat 1 2/ Ruangan Baik
4 Lemari Penyimpanan obat 20 1/ Ruangan Baik
pasien
5 Telepon 1 1/ Ruangan Baik
6 Papan tulis putih (besar) - 1/ Ruangan Baik
7 Papan tulis putih (kecil) 2 2/ Ruangan Baik
8 Kursi besi 1 set 1 4/ Ruangan Cukup Baik
9 Kursi putar 3 2/ Ruangan Baik
10 Lemari kayu 8 1/ Ruangan Baik
11 Meja kerja 15 4/ Ruangan Baik
12 Kalkulator 1 1/ Ruangan Baik
13 Printer 3 1/ Ruangan Baik
14 Komputer 3 1/ Ruangan Baik

Kelengkapan alat kantor seperti telepon, dan kursi putar sudah tersedia.
Lemari penyimpanan barang pasiendan arsip besi sudah ada dan dapat
dipergunakan dengan baik, arsip-arsip dan blanko keperawatan terlihat masih
tidak terlihat rapi berantakan kemana-mana tidak tersusun rapi. Dimeja Nurse
Station buku-buku administrasi tidak tersusun rapi.
Tabel 2.18 Daftar Barang Linen di di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin
Banjarmasin.
No Nama Barang Jumlah Alat Ratio Ideal Kondisi
1 Bed Pasien 26 1:1 Cukup Baik,
ada 4 bed
tidak ada
pagarnya
2 Kain sampiran 4 2/ Ruangan Baik
3 Seprai putih 24 1:5 Baik
4 Bantal 1 1:1 Baik
Kelengkapan linen yang ada di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin
Banjarmasin berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa kelengkapan linen
dan bantal di ruangan masih kurang. Jumlah yang tersedia tidak sesuai
dengan ratio idealnya, dari persediaan kasur total tidak sesuai dengan seprei
dan bantal yang tersedia.
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tersedia di Ruang Paru
(Dahlia) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.19 SOP yang ada di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin
No. Standar Operasional Prosedur (SOP)
1. SOP Pemindahan Pasien
2. SOP Pemindahan Pasien dari Kursi Roda ke Tempat Tidur
3. SOP Pengukuran Tanda-tanda Vital
4. SOP Pengukuran Suhu Tubuh
5. SOP Pengelolaan Linen

148
6. SOP Pemasangan NGT
7. SOP Mengganti Sprey Pasien
8. SOP Pemberian Injeksi Melalui Intravena
9. SOP Pemberikan Injeksi Intravena Lewat Selang Infus
10. SOP Pemberian Obat Intramuskular
11. SOP Pemberian Injeksi Intrakutan
12. SOP Pemberian Obat Peroral
13. SOP Pengambilan dan Penyediaan Spesimen untuk Dikirim ke
Laboratorium bagi Pasien Rawat Inap
14. SOP Pemberian Penyuluhan Secara Individu/Keluarga
15. SOP Pemasangan Infus
16. SOP Pemasangan Kateter Wanita
17. SOP Pemasangan Kateter Pria
18. SOP Pemberian Injeksi Subkutan
19. SOP Etika Batuk dan Bersin yang Benar
20. SOP Inhalasi Nebulizer
21. SOP Batuk Efektif
22. SOP Pengisapan Lendir (Suction)
23. SOP Perawatan Water Sealed Drainage (WSD)
24. SOP Postural Drainage
25. SOP Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
26. SOP Penanganan Syok Hypovolemik
27. SOP Pengambilan Darah untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah
28. SOP Pemberian Transfusi Darah
29. SOP Penerimaan Pasien Baru Rawat Inap
30. SOP Fisioterapi Dada
31. SOP Latihan Nafas Dales
32. SOP Pasien Keluar Rawat Inap
33. SOP Penanganan Pasien Hemaptoe
34. SOP Pleurodesis
35. SOP Pemasangan Selang WSD
36. SOP Bronkhoskopi
37. SOP Penggunaan Alat EKG
38. SOP Spirometri
39. SOP Melakukan Asistensi pada Tindakan Toracosintesis
40. SOP Pengambilan Sampel Sputum BTA
41. SOP Pemberian Kirbat Es
42. SOP Pemberian Kompres Hangat
43. SOP Aspirasi Cairan Pleura
44. SOP Pengaturan Operan Jaga
45. SOP Mengkaji Status Oksigenasi dengan Oksimetri Nadi
46. SOP Posisi Fowler
47. SOP Posisi Ortopnea
48. SOP Posisi Trendelenburg
49. SOP Posisi Lateral
50. SOP Posisi Telungkup
51. SOP Pemberian Makanan Melalui NGT
53. SOP Cuci Tangan (Biasa dan Antiseptik)
54. SOP Memakai Sarung Tangan Steril
56. SOP Cuci Tangan (Biasa dan Antiseptik) dengan Air Mengalir
57. SOP Memakai Sarung Tangan Steril

149
58. SOP Perawatan Trakeostomi
65. SOP Discharge Planning
68. SOP Penerimaan Pasien Baru
78. SOP Pemberian Obat Oral
79. SOP Komunikasi Efektif
80. SOP Penyampaian Hak Pasien dan Keluarga
84. SOP Manajemen Nyeri Skala 1-3 oleh Perawat

Hasil Penilaian Observasi Tindakan SOP (Instrumen C) di Ruang Paru


(Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin

Tabel 3.20 Hasil Observasi Tindakan SOP (Instrumen C)


No. Kegiatan Jumlah tindakan Jumlah Persentase
yg tidak tindakan yg (%)
dilakukan dilakukan
1. Cuci tangan 4 12 75 %
2. Pemberian Injeksi 8 21 72 %
Intra Vena lewat
selang infus
3. Inhalasi nebulizer 7 13 65 %
4. Pemberian Terapi 4 5 55,5 %
Oksigen
Sumber : Data Primer
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan No.436/MENKES/SK/VI/1993
dan Standar asuhan keperawatan yang diberlakukan melalui SK Dirjen
Yanmed No.YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 landasan instrumen C yang di
ukur adalah Perawat di ruangan, namun berdasarkan hasil observasi di
lapangan didapatkan bahwa sebagian besar tindakan didelegasikan kepada
mahasiswa yang berpraktik di ruangan tersebut untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan walaupun ada beberapa tindakan yang benar-
benar dikerjakan perawat. Tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa yang
berpraktik di ruang Paru sayangnya tidak disertai dengan pendampingan
dari perawat ruangan yang memberikan delegasi tersebut. Hasil observasi
yang dilakukan pada tanggal 5-8 Mei 2019 pada tindakan cuci tangan,
Pemberian Injeksi Intra Vena lewat selang infus, Inhalasi Nebulizer dan
memberikan pemberian pemenuhan kebutuhan oksigen.
Berdasarkan hasil observasi tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh
perawat yang bekerja diruang paru (Dahlia) dengan presentasi 75 % jika
dibandingkan dengan SOP hanya ada beberapa poin yaitu salah satunya
tidak tersedianya handuk ataupun tissue.

150
Berdasarkan hasil observasi Pemberian Injeksi Intra Vena lewat
selang infus dilakukan oleh perawat yang bekerja diruang paru (Dahlia)
dengan presentasi 72 % jika dibandingkan dengan SOP hanya ada
beberapa poin yang kiranya perlu dioptimalkan dalam tindakannya seperti
menjelaskan obat apa yang diberikan beserta kegunaannya dan mencatat
respon pasien setelah pemberian.
Berdasarkan hasil observasi pemberian inhalasi nebulizer yang
dilakukan oleh dokter muda yang berpraktik di ruangan Paru (Dahlia)
memiliki persentase 65% jika dibandingkan dengan SOP yang ada di
ruangan. Pemberian inhalasi nebulizer ini sudah cukup baik dilakukan tetapi
ada beberapa hal yang harus diperbaiki seperti kebiasaan hand hygiene
sebelum tindakan, menjaga privacy pasien dan juga menyediakan pot
sputum yang berisi disinfektan untuk menampung sputum pasien saat
diberikan inhalasi nebulizer yang tidak dilakukan oleh dokter muda saat
pemberian inhalasi nebulizer. Pada poin hand hygiene yang paling banyak
tidak dilakukan adalah sebelum dilakukan tindakan, namun setelah
melakukan tindakan semua hand hygiene dilakukan, hal ini berkaitan
dengan kesadaran dan kebiasaan dokter muda, perawat dan mahasiswa
sebab sarana untuk melakukan hand hygiene baik berupa handrub ataupun
air mengalir dan sabun cuci tangan sudah disediakan di wastafel didekat
nurse station. Poin menjaga privasi ini berupa perawat tidak membawa dan
atau menutup sampiran saat dilakukan tindakan, dan terkadang tidak
membawa pot sputum, padahal pot sputum di ruangan penyimpanan
disimpan dalam keadaan baru, kecuali ingin melakukan tes sputum baru
membawa pot sputum.

3. Output
a. Kajian Indikator Mutu Ruangan (BOR, LOS, TOI, BTO)
1) BOR (Bed Occupency Rate) menunjukan sampai seberapa jauh
pemakaian tempat tidur yang tersedia di rumah sakit dalam jangka
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya

151
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR
yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus untuk menghitung BOR adalah sebagai berikut:
Jumlah Hari Perawatan (HP) x 100%
Jumlah TT x Periode

Tabel 3.27 Hasil perhitungan BOR per-triwulan (Februari-April


2019) di Ruang Paru (Dahlia)

No Bulan Hari Perawatan BOR


1 Februari-April 1489 x 100%
2019 Ruang rawat paru: 1178 26 x 89

Ruang MDR : 311 = 64,34 %

Dari hasil diatas didapatkan bahwa pemakaian tempat tidur yang


tersedia di Ruang Paru (Dahlia) telah mencapai angka ideal yaitu
sebesar 64,34%, hal ini membuktikan bahwa tingginya
pemanfaatan tempat tidur pasien di Ruang Paru (Dahlia).

2) LOS
LOS (Average Length of Stay (rata-rata lamanya pasien dirawat))
menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan,
apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang
perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai LOS yang
ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005). Jumlah pasien keluar 193
Rumus: LOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup
+ mati)
= 1178 / 193
= 6,10 hari
Jadi, rata-rata lamanya pasien dirawat di Ruang Paru (Dahlia)
selama 6 hari, hal ini menunjukkan bahwa ruangan memiliki tingkat
efisiensi dan mutu pelayanan yang baik ditandai dengan idealnya
lama masa perawatan pasien.

152
3) TOI
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat
tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator
ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus:
TOI = ((Jumlah tempat tidur x Periode) – Hari perawatan)
Jumlah pasien keluar (hidup +mati)
= ((26 x 89) – 1178)
193
= 5,88
Jadi, rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati adalah 5,88
atau dibulatkan menjadi 6 hari. Hal ini menyatakan bahwa tingginya
tingkat efisiensi penggunan tempat tidur di Ruang Paru (Dahlia).

4) BTO
BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat
tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu
satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur
rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
= 193 / 26
= 7,4 (periode 3 bulan)
= 7,4 x 4 (triwulan)
= 29,6
Jadi, frekuensi pemakaian tempat tidur selama satu tahun rata-rata
dipakai 29,6 dibulatkan menjadi 30 kali dalam setahun.
Tabel 3.21 Hasil Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Ruang Paru
(Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin
N ASPEK YANG KODE BERKAS REKAM MEDIK RATA –

153
RATA
1 1 1 1 1 1
O DINILAI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 JLH %
1 Pengkajian 4 3 3 78,3
4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 0 3
keperawatan 47 %
2 Diagnosa 3 2 2 3 2 2 3
2 3 3 2 3 3 3 3
keperawatan 39 6,5%
3 Perencanaan 5 4 5 6 4 6 3 82,2
5 5 5 5 5 5 6 5
keperawatan 74 %
4 Tindakan 4 3 4 3 4 3 4 86,6
3 3 2 4 3 4 4 4
keperawatan 52 %
5 Evaluasi keperawatan 2 2 2 2 3 2 3 58,3
3 3 2 2 2 2 3 2
35 %
6 Catatan ASKEP 4 3 96,6
4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 58 %

Pencapaian rata-rata = 78,3% + 6,5% + 82,2% + 86,6%+ 58,3% +96,5%


6
= 68,0%
Berdasarkan hasil observasi menggunakan instrument A didapatkan
pengkajian sebesar 78,3 % sebagian ada data pengkajian yang belum terisi yaitu
dibagian psikososial dan spiritual, diagnosis keperawatan sebesar 6,5% dimana ada
sebagian penulisan diagnosis belum sesuai dengan kaidah, intervensi keperawatan
didapatkan sebesar 82,2% dimana instumen pada intervensi sebagian tidak
menggambarkan keterlibatan keluarga dan tidak menggambarkan kerja sama
dengan tim kesehatan lain, implementasi keperawatan sebesar 86,6% dimana
instrumen pada implementasi perawat sebagian jarang mengobservasi respon klien
terhadap implementasi yang dilakukan, evaluasi sebesar 58,3 % sebagian instrumen
pada evaluasi perawat mendokumentasikan tidak mengacu pada tujuan dan catatan
asuhan keperawatan sebesar 96,6% dimana hampir semua dokumentasi catatan
asuhan keperawatan tidak mencantumkan jam.
Dokumentasi sangat penting untuk dilakukan karena dapat meningkatkan
mutu pelayanan dan apabila tidak didokumentasian akan mengakibatkan Terjadinya
medication eror serta adanya tuntutan tanggung jawab dan tanggung gugat dari
masyarakat terhadap pelayanan keperawatan.

154
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tersedia di Ruang Paru
(Dahlia) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.19 SOP yang ada di Ruang Paru (Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin
No. Standar Operasional Prosedur (SOP)
1. SOP Pemindahan Pasien
2. SOP Pemindahan Pasien dari Kursi Roda ke Tempat Tidur
3. SOP Pengukuran Tanda-tanda Vital
4. SOP Pengukuran Suhu Tubuh
5. SOP Pengelolaan Linen
6. SOP Pemasangan NGT
7. SOP Mengganti Sprey Pasien
8. SOP Pemberian Injeksi Melalui Intravena
9. SOP Pemberikan Injeksi Intravena Lewat Selang Infus
10. SOP Pemberian Obat Intramuskular
11. SOP Pemberian Injeksi Intrakutan
12. SOP Pemberian Obat Peroral
13. SOP Pengambilan dan Penyediaan Spesimen untuk Dikirim ke
Laboratorium bagi Pasien Rawat Inap
14. SOP Pemberian Penyuluhan Secara Individu/Keluarga
15. SOP Pemasangan Infus
16. SOP Pemasangan Kateter Wanita
17. SOP Pemasangan Kateter Pria
18. SOP Pemberian Injeksi Subkutan
19. SOP Etika Batuk dan Bersin yang Benar
20. SOP Inhalasi Nebulizer
21. SOP Batuk Efektif
22. SOP Pengisapan Lendir (Suction)
23. SOP Perawatan Water Sealed Drainage (WSD)
24. SOP Postural Drainage
25. SOP Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
26. SOP Penanganan Syok Hypovolemik
27. SOP Pengambilan Darah untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah
28. SOP Pemberian Transfusi Darah
29. SOP Penerimaan Pasien Baru Rawat Inap
30. SOP Fisioterapi Dada
31. SOP Latihan Nafas Dales
32. SOP Pasien Keluar Rawat Inap
33. SOP Penanganan Pasien Hemaptoe
34. SOP Pleurodesis
35. SOP Pemasangan Selang WSD
36. SOP Bronkhoskopi
37. SOP Penggunaan Alat EKG
38. SOP Spirometri
39. SOP Melakukan Asistensi pada Tindakan Toracosintesis
40. SOP Pengambilan Sampel Sputum BTA
41. SOP Pemberian Kirbat Es
42. SOP Pemberian Kompres Hangat
43. SOP Aspirasi Cairan Pleura
44. SOP Pengaturan Operan Jaga
45. SOP Mengkaji Status Oksigenasi dengan Oksimetri Nadi

155
46. SOP Posisi Fowler
47. SOP Posisi Ortopnea
48. SOP Posisi Trendelenburg
49. SOP Posisi Lateral
50. SOP Posisi Telungkup
51. SOP Pemberian Makanan Melalui NGT
53. SOP Cuci Tangan (Biasa dan Antiseptik)
54. SOP Memakai Sarung Tangan Steril
56. SOP Cuci Tangan (Biasa dan Antiseptik) dengan Air Mengalir
57. SOP Memakai Sarung Tangan Steril
58. SOP Perawatan Trakeostomi
65. SOP Discharge Planning
68. SOP Penerimaan Pasien Baru
78. SOP Pemberian Obat Oral
79. SOP Komunikasi Efektif
80. SOP Penyampaian Hak Pasien dan Keluarga
84. SOP Manajemen Nyeri Skala 1-3 oleh Perawat

Hasil Penilaian Observasi Tindakan SOP (Instrumen C) di Ruang Paru


(Dahlia) RSUD Ulin Banjarmasin

Tabel 3.20 Hasil Observasi Tindakan SOP (Instrumen C)


No. Kegiatan Jumlah tindakan Jumlah Persentase
yg tidak tindakan yg (%)
dilakukan dilakukan
1. Cuci tangan 4 12 75 %
2. Pemberian Injeksi 8 21 72 %
Intra Vena lewat
selang infus
3. Inhalasi nebulizer 7 13 65 %
4. Pemberian Terapi 4 5 55,5 %
Oksigen
Sumber : Data Primer
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan No.436/MENKES/SK/VI/1993
dan Standar asuhan keperawatan yang diberlakukan melalui SK Dirjen
Yanmed No.YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 landasan instrumen C yang di
ukur adalah Perawat di ruangan, namun berdasarkan hasil observasi di
lapangan didapatkan bahwa sebagian besar tindakan didelegasikan kepada
mahasiswa yang berpraktik di ruangan tersebut untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan walaupun ada beberapa tindakan yang benar-
benar dikerjakan perawat. Tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa yang
berpraktik di ruang Paru sayangnya tidak disertai dengan pendampingan

156
dari perawat ruangan yang memberikan delegasi tersebut. Hasil observasi
yang dilakukan pada tanggal 5-8 Mei 2019 pada tindakan cuci tangan,
Pemberian Injeksi Intra Vena lewat selang infus, Inhalasi Nebulizer dan
memberikan pemberian pemenuhan kebutuhan oksigen.
Berdasarkan hasil observasi tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh
perawat yang bekerja diruang paru (Dahlia) dengan presentasi 75 % jika
dibandingkan dengan SOP hanya ada beberapa poin yaitu salah satunya
tidak tersedianya handuk ataupun tissue.
Berdasarkan hasil observasi Pemberian Injeksi Intra Vena lewat
selang infus dilakukan oleh perawat yang bekerja diruang paru (Dahlia)
dengan presentasi 72 % jika dibandingkan dengan SOP hanya ada
beberapa poin yang kiranya perlu dioptimalkan dalam tindakannya seperti
menjelaskan obat apa yang diberikan beserta kegunaannya dan mencatat
respon pasien setelah pemberian.
Berdasarkan hasil observasi pemberian inhalasi nebulizer yang
dilakukan oleh dokter muda yang berpraktik di ruangan Paru (Dahlia)
memiliki persentase 65% jika dibandingkan dengan SOP yang ada di
ruangan. Pemberian inhalasi nebulizer ini sudah cukup baik dilakukan tetapi
ada beberapa hal yang harus diperbaiki seperti kebiasaan hand hygiene
sebelum tindakan, menjaga privacy pasien dan juga menyediakan pot
sputum yang berisi disinfektan untuk menampung sputum pasien saat
diberikan inhalasi nebulizer yang tidak dilakukan oleh dokter muda saat
pemberian inhalasi nebulizer. Pada poin hand hygiene yang paling banyak
tidak dilakukan adalah sebelum dilakukan tindakan, namun setelah
melakukan tindakan semua hand hygiene dilakukan, hal ini berkaitan
dengan kesadaran dan kebiasaan dokter muda, perawat dan mahasiswa
sebab sarana untuk melakukan hand hygiene baik berupa handrub ataupun
air mengalir dan sabun cuci tangan sudah disediakan di wastafel didekat
nurse station. Poin menjaga privasi ini berupa perawat tidak membawa dan
atau menutup sampiran saat dilakukan tindakan, dan terkadang tidak
membawa pot sputum, padahal pot sputum di ruangan penyimpanan
disimpan dalam keadaan baru, kecuali ingin melakukan tes sputum baru
membawa pot sputu

157
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Analisis SWOT

158
No ANALISIS SWOT Bobot Rating Bobot x
Rating

159
1 M1 (Sumber Daya Manusia/Man)
A. Internal Faktor (IFAS)
STRENGTH
1. Klasifikasi ketenagakerjaan 0,3 4 1,2
dan status kepegawaian
meliputi :
a. S2 Manajemen
berjumlah 1 orang
b. S1 Keperawatan Ners
berjumlah 2 orang
c. DIII Keperawatan
berjumlah 14 orang
d. Ketenagaan non-
perawat berjumlah 5
orang
2. Adanya struktur karyawan di 0,1 3 0,3
ruang paru (Dahlia)
3. Adanya dukungan dari kepala 0,3 5 1,5 S-W (
ruangan untuk mengikutkan 2,4-3,9=-
perawat pada pelatihan 1,5)
khusus, seminar dan
melanjutkan pendidikan.
4. Adanya dokter spesialis 0,2 3 0,6
diruang paru.

TOTAL 1 18 2,4
WEAKNESS
1. Masih ada perawat yang 0,3 5 1,5
belum mengikuti pelatihan
khusus diruang paru (TB
DOTS).
2. Masih ada kurangnya tenaga 0,4 3 1,2
keperawatan yang sesuai
dengan standar PPNI dengan
mengharuskan jumlah tenaga
keperawatan minimal 19
orang, sedangkan di ruang
Dahlia hanya 17 orang.
3. Masih banyak perawat yang
0,3 4 1,2
lulusan D3 keperawatan

TOTAL 1 7 3,9

160
B. Eksternal Faktor (EFAS)
OPPORTUNITY
1. Adanya 11 orang mahasiswa 0,5 4 2,4
ners UNISM yang melakukan
praktek di ruang paru untuk
melakukan asuhan
keperawatan. O-T
2. Bersedianya karyawan dalam 0,5 3 1,2 (3,6-
menerima masuknya 2,5=1,1
mahasiswa dan turut serta )
berpartisipasi dalam
melakukan bimbingan praktik.
TOTAL 1 7 3,6
THREATENED
1. Adanya tuntutan masyarakat 0,3 2 0,6
untuk melakukan pelayanan
secara komprehensif dan
profesional.
2. Adanya tuntutan untuk perawat
dalam melanjutkan pendidikan 0,2 3 0,6
yang lebih tinggi dan pelatihan.
3. Persaingan antar RS yang 0,2 2 0,4
semakin kuat.
4. Kurangnya motivasi kerja perawat
karena tidak tersedianya fasilitas 0,3 3 0,9
penunjang dan kondisi ruang
kerja

TOTAL 1 10 2,5
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di RSUD ulin ruag Dahlia paru maka di
dapatkan data sebagai berikut :
a. Strength (Kekuatan)
1) Klasifikasi ketenagakerjaan dan status kepegawaian meliputi :
a) S2 Manajemen berjumlah 1 orang
b) S1 Keperawatan Ners berjumlah 2 orang
c) DIII Keperawatan berjumlah 14 orang
d) Ketenagaan non-perawat berjumlah 5 orang
2) Adanya struktur karyawan di ruang paru (Dahlia)
3) Adanya dukungan dari kepala ruangan untuk mengikutkan perawat pada
pelatihan khusus, seminar dan melanjutkan pendidikan.
4) Adanya dokter spesialis diruang paru.

161
b Weakness (Kelemahan)
1) Masih ada perawat yang belum mengikuti pelatihan khusus diruang paru
(TB DOTS).
2) Masih ada kurangnya tenaga keperawatan yang sesuai dengan standar
PPNI dengan mengharuskan jumlah tenaga keperawatan minimal 19 orang,
sedangkan di ruang Dahlia hanya 17 orang.
3) Masih banyak perawat yang lulusan D3 keperawatan
c Opportunity (Peluang)
1) Adanya 11 orang mahasiswa ners UNISM yang melakukan praktek di ruang
paru untuk melakukan asuhan keperawatan.
2) Bersedianya karyawan dalam menerima masuknya mahasiswa dan turut
serta berpartisipasi dalam melakukan bimbingan praktik.
d Threath (Ancaman)
1) Adanya tuntutan masyarakat untuk melakukan pelayanan secara
komprehensif dan profesional.
2) Adanya tuntutan untuk perawat dalam melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi dan pelatihan.
3) Persaingan antar RS yang semakin kuat.
4) Kurangnya motivasi kerja perawat karena tidak tersedianya fasilitas
penunjang dan kondisi ruang kerja
2. Perhitungan koordinat kurva SWOT :
X =S–W
= 2,4-3,9
= -1,5
Y =O–T
= 3,6-2,5
= 1,1
Diagram Analisis SWOT
O
1,1
W -1,5 S

162
T
Hasil Analisa SWOT
Pada grafik analisis SWOT diatas dapat disimpulkan bahwa hasil dari
analisa Man di di RSUD ulin ruag Dahlia paru adalah kuadran III (Negatif,
positif). Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat
berpeluang. Melalui strategi yang ditetapkan berdasarkan strategi W-O yaitu
strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan
untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama
dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus
memperbaiki kinerja organisasi.

No ANALISIS SWOT Bobot Rating Bobot x Rating


2 M2 (Material)
A. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1. Terdapat ruang OK (tindakan) 0,3 3 0,9
yang dapat digunakan untuk
pemeriksaan paru dan tindakan
bedah seperti pemasangan,
perawatan dan pelepasan WSD.
2. Diruang paru (dahlia) sudah
memiliki suction continous WSD 0,2 3 0,6
3. Diruang paru (dahlia) sudah
memiliki spirometer. 0,2 3 0,6
4. Terdapat poster-poster mengenai
cara cuci tangan yang benar,
larangan membawa anak umur 0,2 3 0,6
<12 tahun dan penggunaan
masker di ruangan Serta materi- S-W
materi mengenai penyakit TB (2,7-1,9=
Paru. 0,8)

TOTAL 1 12 2,7

163
WEAKNESS
1. Sarana dan prasarana sudah 0,2 2 0,2
tersedia namun ada beberapa
yang rusak (gagang pintu WC &
wastafel).
2. Penempatan perlengkapan
peralatan seperti tabung oksigen, 0,1 2 0,4
tirai, nebulisator, kursi roda belum
sesuai dengan peletakan
3. Di Ruang Paru (Dahlia) agak
sedikit bising dikarenakan bunyi 0,2 3 0,3
suara alat berat pembangunan
bangunan gedung baru di
belakang ruangan
4. Masih banyak kekurangan bantal
dan linen dibandingkan dengan 0,2 4 0,4
jumlah bed di ruangan
5. Masih adanya kekurangan tabung
oxygen dan regulator 0,3 3 0,6
dibandingkan dengan jumlah bed
diruangan
TOTAL 1 14 1,9
B. Eksternal Faktor (EFAS)
OPPORTUNITY
1. Adanya kesempatan untuk 0,2 4 0,8
perbaikan ruangan sehingga
menjadi lebih nyaman bagi pasien.
2. Adanya kesempatan untuk 0,3 3 0,9
memanajemen penyusunan alat-
alat setelah digunakan ,
penyusunan buku-buku
kelengkapan administrasi, dan O-T (3,2
Peletakan alat-alat sesuai tempat – 2,8 =
yang disediakan. 0,4)
3. Adanya rencana bisnis dan 0,3 3 0,9
anggaran (RBA) tiap tahunnya di
RSUD Ulin Banjarmasin
4. Adanya jalur cepat permintaan 0,2 3 0,6
keperluan ruangan apabila dana
kurang dengan kepala ruangan
dengan diseminasi yang cepat
untuk pemenuhan barang yang
segera diperlukan atau alat dan
prasarana yang perlu diperbaiki
atau dibeli.

TOTAL 1 13 3,2

164
THREATENED
1. Keluhan pasien dan keluarga 0,2 2 0,4
pasien mengenai ruangan yang
kurang nyaman seperti ruangan
yang panas.
2. Keluarga pasien yang berkunjung
tidak menggunakan APD yang 0,3 4 1,2
sesuai dengan ruangan.
3. Ada beberapa bed yang rusak
pagarnya 0,2 3 0,6
4. Masih kurangnya persediaan
safety box di ruangan hanya
digantikan dengan kardus 0,1 2 0,2
5. Untuk keamanan pada saat
pasien berjalan ke kamar
mandi/WC masih kurang 0,2 3 0,6
dikarenakan tidak adanya
pegangan besi dan lantai
menggunakan keramik
TOTAL 1 14 2,8
Perhitungan koordinat kurva SWOT :
X =S–W
= 2,7 – 1,9
= 0,8
Y = O-T
= 3,2-2,8
= 0,4

DIAGRAM LAYANG AWAL M2 (MATERIAL)

0,8

W 0,4 S
Kuadran IV KuadranOII

Hasil Analia SWOT

Pada grafik analisa SWOT diatas dapat disimpulkan bahwa dari


analisa Material di RSUD ulin ruang dahlia paru adalah kuadran I (positif,
positif). Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan
berpeluang melalui strategi yang ditetapkan dengan memanfaatkan

165
seluruh kekuatan dengan strategi S-O di ruangan untuk merebut peluang
sebesar-besarnya dalam material yang ada.diruangan.

No ANALISIS SWOT Bobot Rating Bobot x


Rating
3 M3 Metode
SP2KP
3.1
a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1) Ruang Paru memiliki visi, dan 0,2 3 0,6
misi sebagai acuan
melaksanakan kegiatan S-W=
pelayanan
2) Memiliki papan struktur 0,2 3 0,6 3,4-
3,5=
organisasi
0,2 3 0,6
3) Penerapan metode SP2KP (-0,1)
diruangan paru oleh mahasiswa.
4) Adanya SAK di ruangan
0,2 4 0,8
5) Adanya SOP di ruangan 0,2 4 0,8

TOTAL 1 17 3,4

WEAKNESS
1) Kurangnya jumlah tenaga yang
0,5 3 1,5
membantu optimalisasi dalam
penerapan model yang
digunakan
1) Banyaknya kewajiban terutama
ketua tim, karena diruang paru 0,5 4 2
hanya memiliki 1 Katim.
Sehingga bertambahnya
pekerjaan yang harus
dikerjakan perawat berjalan
secara situasional.
TOTAL 1 7 3,5

166
b. Eksternal Factor (EFAS)
OPPORTUNITY
1) Adanya mahasiswa praktek 0,4 4 1,6
manajemen keperawatan.
2) Adanya kerjasama yang baik 0,3 4 1,2
antara mahasiswa yang O-T=
berpraktek dengan perawat 4-3,5=
diruangan. 0,3 4 1,2 0,5
3) Adanya kebijakan Rumah sakit
tentang pelaksanaan SP2KP
TOTAL 1 12 4

THREATENED
1) Makin tinggi kesadaran
0,5 3 1,5
masyarakat akan pentingnya
kesehatan. 0,5 4 2
2) Persaingan antara insitusi
pelayanan kesehatan yang
semakin ketat
TOTAL 1 7 3,5

3.2 Penerimaan pasien baru


a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1) Adanya kelengkapan 0,2 4 1,6
administrasi penerimaan pasien
baru.
2) Adanya Inform Consent 0,2 4 1,2 S-W=
penerimaan pasien baru. 5,2-
3) Perawat menjelaskan 0,3 4 1,2 4=1,2
mengenai hak dan kewajiban,
tata tertib , orientasi ruangan
0,3 4 1,2
dan peraturan rumah sakit.
1) Respon time perawat terhadap
pasien baru kurang dari 5 menit
TOTAL 1 12 5,2

167
WEAKNESS
(KELEMAHAN)
1) Perawat jarang mengenalkan 1 4 4
tentang pasien yang berada di
ruang tersebut

TOTAL 1 4 4

b. Eksternal Factor (EFAS)


OPPORTUNITY
(KESEMPATAN)
1) Adanya mahasiswa S1 0,5 3 1,5 O-T=
Keperawatan yang praktik 3,5-3=
manajemen keperawatan. 0,5
1) Mahasiswa manajemen 0,5 4 2
melaksanakan penerimaan
pasien baru
TOTAL 1 7 3,5

THREATENED
(ANCAMAN)
1) Adanya tuntutan masyarakat 0,5 3 1,5
untuk mendapatkan pelayanan
keperawatan yang professional.
1) Makin tingginya kesadaran 0,5 3 1,5
masyarakat akan pentingnya
kesehatan.
TOTAL 1 6 3

168
3.3 Sentralisasi Obat
a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1) Tersedianya sarana dan 0,4 4 1,6
prasarana untuk pengelolaan
sentralisasi obat
2) Sudah dilaksanakan kegiatan 0,3 3 0,9
sentralisasi obat oleh perawat.
S-W=
1) Perawat memperhatikan alur
yang tercantum dalam buku 0,3 4 1,2 3,7-4=
daftar pemberian obat dengan (-0,3)
terlebih dahulu dicocokkan
dengan terapi di instruksi oleh
dokter dan kartu obat yang ada
pada pasien.
TOTAL 1 11 3,7

WEAKNESS
(KELEMAHAN) 0,5 4 2,0
1) Kurangya pendampingan dalam
pendelegasian pada saat
mahasiswa melakukan
pengaplusan obat. 0,5 4 2,0
1) Kurangnya tenaga kefarmasian
sehingga sentralisasi obat
dibebankan kepada perawat
yang dimana hal ini menambah
beban kerja perawat.
TOTAL 1 8 4

b. Eksternal Factor (EFAS)


OPPORTUNITY
(KESEMPATAN)
1) Adanya mahasiswa S1 0,5 4 2,0 O-T=
Keperawatan yang praktik 3,5-4=
manajemen keperawatan dalam (-0,5)
membantu proses sentralisasi.
1) Adanya rencana mahasiswa
0,5 3 1,5
praktek manajemen
mengadakan sentralisasi obat.

169
TOTAL 1 7 3,5

THREATHENED
(ANCAMAN)
0,5 4 2
1) Tuntutan masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan yang
professional.
0,5 4 2
1) Makin tingginya kesadaran
masyarakat akan hokum
TOTAL 1 8 4

3. Discharge Planning
4
a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
0,5 4 2,0
1. Terdapat format discharge
planning yang jelas. S-W=
1. Perawat melaksanakan 0,5 4 2,0 4-2=2
discharge planning pada klien
akan pulang dan pindah
ruangan dengan menggunakan
leaflet
TOTAL 1 8 4

WEAKNESS
(KELEMAHAN)
1 2 2
1. Masih ada terdapat dokumentasi
discharge planning yang belum
dilengkapi contohnya pada fase
diagnostic

TOTAL 1 2 2

170
b. Eksternal Factor (EFAS)
OPPORTUNITY
(KESEMPATAN)
1. Rekam medik dan discharge 0,5 3 1,5
planning yang lengkap dapat
O-T =
menjadi acuan bagi pengobatan
selanjutnya. 0,5 4 2 3,5-
1. Sudah adanya leaflet diruangan 2,5= 1
untuk pendidikan kesehatan
TOTAL 1 7 3,5

THREATHENED
(ANCAMAN)
0,5 2 1,0
1. Tuntutan masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan yang
professional.
0,5 3 1,5
1. Edukasi pada pasien dengan
penyakit menular seperti TB
paru sangat dibutuhkan
discharge planning agar pasien
TB paru melasanakan
kepatuhan dalam minum obat.
TOTAL 1 5 2,5

171
3.5 Timbang Terima
a. Internal Faktor (IFAS)
STRENGTH
1) Timbang terima sudah dilakukan 0,3 4 1,2
sesuai dengan pergantian shift
ruangan
2) Perawat melakukan persiapan 0,3 5 1,5 S-W
status pasien saat dilakukan 4,6-4=
timbang terima.
0,6
3) Perawat yang memimpin 0,2 5 1,0
timbang terima menyebutkan
rencana kerja bagi shift
berikutnya dan
mendokumentasikan
pelaksanaan timbang terima
dibuku laporan oleh ketua tim. 0,1 5 0,5
4) Perawat menginformasikan
identitas pasien saat timbang
terima. 0,1 4 0,4
5) Ada interaksi selama timbang
terima
TOTAL 1 23 4,6

WEAKNESS
1) Perawat sudah melakukan
0,3 4 1,2
timbang terima namun
terkadang masih ada yang
terlambat mengikuti timbang
terima.
2) Timbang terima masih belum 0,3 4 1,2
optimal, khususnya sift sore dan
malam karena hanya dilakukan
di nurse station 0,4 4 1,6
3) Stressor yang cukup tinggi
akibat banyak tindakan yang
dilakukan terkait ketenagaan
yang kurang
TOTAL 1 12 4

172
b. Eksternal Faktor (EFAS)
OPPORTUNITY
1) Adanya supervisi dan katim 0,6 3 1,8
sebagai penanggung jawab
berjalannya timbang terima
1,2 O-T
2) Bersedianya klien dan keluarga 0,4 3
3,0-
untuk memberikan informasi
3,4= (-
pada kegiatan timbang terima 0,4)
TOTAL 1 6 3

THREATENED
1) Resiko kejadian yang tidak
0,5 4 2
diinginkan terhadap klien
2) Meningkatnya kesadaran
masyarakat tentang tanggung
0,3 2 0,6
gugat perawat sebagai
pemberian asuhan
keperawatan.
0,2 4 0,8
3) Adanya tuntutan yang lebih
tinggi dari masyarakat untuk
pelayanan yang lebih
professional

TOTAL 1 10 3,4

3.6 Ronde Keperawatan


a. Internal faktor (IFAS)
STRENGTH
1. Banyaknya kasus yang 0,4 4 1,6
memerlukan perhatian khusus
2. Adanya SDM rumah sakit yang
memadai baik dari tim medis 0,4 4 1,6 S-W
(dokter, perawat, ahli gizi , 3,8-4,0
farmasi dan tim non medis = (-0,2)
lainnya) yang mendukung untuk
terlaksanya ronde keperawatan
0,2 3 0,6
3. Perawat dan mahasiswa
manajemen melaksanakan
ronde keperawatan yang
dimodifikasi menjadi case unit.

173
TOTAL 1 11 3,8

WEAKNESS
1) Ronde keperawatan belum 0,5 4 2,0
dilaksanakan secara maksimal
2) Belum memiliki ruang diskusi 0,5 4 2,0
yang tepat untuk melaksanakan
ronde keperawatan
TOTAL 1 8 4,0

b. Eksternal Faktor (EFAS)


OPPORTUNITY
1) Menumbuhkan pemikiran 0,5 5 2,5
tentang tindakan keperawatan
yang berasal dari masalah klien O-T
2) Meningkatkan kemampuan 0,5 4 2,0 (4,5-
untuk memodifikasi rencana 4,4=0,1
perawatan )

TOTAL 1 9 4,5
THREATENED
1) Adanya tuntutan yang lebih
0,3 5 1,5
tinggi dari masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan yang
lebih profesional.
2) Persaingan antara Ruangan
semakin kuat dalam pemberian 0,3 3 0,9
pelayanan
3) Stressor mudah muncul saat 0,4 5 2,0
pelaksanaan

TOTAL 1 13 4,4

174
3.7 Dokumentasi Keperawatan
a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1) Adanya minat perawat terkait 0,1 4 0,4
sosialisasi inovasi
2) Meningkatnya dokumentasi
asuhan keperawatan setel role 0,1 4 0,4
play yaitu 68%
3) Adanya pendokumentasian S-W=
0,2 4 0,8 3,6-
CPPT
2,8=
4) Perawat mencatat data yang
0,2 3 0,6 0,8
dikaji sesuai dengan pedoman
atau format pengkajian.
5) Data dikaji sejak pasien masuk 0.1 4 0,4
sampai pulang.
6) Tersedianya format 0,1 4 0,4
dokumentasi asuhan
keperawatan.
7) Sudah ada sistem 0,1 3 0,3
pendokumentasian SOAPIE.
8) Adanya kesadaran perawat 0,1 3 0,3
tentang tanggung jawab dan
tanggung gugat
TOTAL 1 29 3,6

WEAKNESS
1) Terkendalanya waktu dalam 0,4 4 1,6
pendokumentasian asuhan
keperawatan
2) Beberapa pengkajian masih ada 0,3 2 0,6
yang tidak didokumentasikan
yaitu pengkajian spiritual
3) Penulisan asuhan keperawatan
0.3 2 0,6
masih jarang mencantumkan
jam
TOTAL 1 8 2,8

175
b. Eksternal Factor (EFAS)
OPPORTUNITY
1) Meningkatnya pelayanan mutu 0,3 4 1,2
rumah sakit
2) Adanya kesempatan 0,2 4 0,8
pembeharuan tentang metode
asuhan keperawatan untuk
mengembangkan sistem
dokumentasi
3) Peluang perawat untuk O-T=
meningkatkan pendidikan 0,2 3 0,6
3,8-
(Pengembangan SDM)
4,0=
4) Bertambahnya wawasan
perawat setelah dilakukan 0,3 4 1,2 (-0,2)
inovasi

TOTAL 1 15 3,8

TREATHENED
1) Resiko terjadinya medication 0,5 4 2
eror 0,3 4 1,2
2) Adanya tuntutan tanggung
jawab dan tanggung gugat dari
masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang lebih baik.
3) Persaingan RS dalam 0,2 4 0,8
memberikan pelayanan
keperawatan.
TOTAL 1 10 4,0

3.8 Supervisi Keperawatan


a. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1) Adanya tenaga yang kompeten 0,4 4 1,6
untuk menjadi supervisor. S-W=
2) Kepala ruangan mendukung 4-3,3=
dan melaksanakan supervisi 0,3 4 1,2 0,7
3) Tindakan yang dilakukan sudah
sesuai dengan SOP rumah sakit 0,3 4 1,2

176
TOTAL 1 12 4

WEAKNESS
(KELEMAHAN)
0,2 4 0,8
1) Perlu penyediaan waktu yang
tepat 0,3 4 1,2
2) Belum mempunyai format yang
baku dalam pelaksanaan
supervisi 0,3 3 0,9
3) Supervisi belum terstruktur dan
belum ada formulir penilaian
yang tetap 0,2 2 0,4
4) Belum adanya dokumentasi
supervisI yang jelas
TOTAL 1 13 3,3

b. Eksternal Factor (EFAS)


OPPORTUNITY
(KESEMPATAN)
0,5 4 2
1) Meningkatnya efektifitas kerja
peningkatan dalam
pengetahuan dan keterampilan
0,3 4 1,2 O-T=
bawahan
2) Hasil supervisi dapat dilakukan 3,8-
sebagai pedoman untuk daftar 3=0,8
0,2 3 0,6
penilaian prestasi pegawai
3) Adanya teguran dari kepala
ruangan bagi perawat yang
tidak melaksanakan tugas
dengan baik
TOTAL 1 11 3,8
THREATENED (ANCAMAN)
1) Persaingan Rumah Sakit dalam 1 3 3
mutu pelayanan kesehatan
TOTAL 1 3 3

1. Analisa SWOT Method

177
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di RSUD ulin ruag Dahlia paru maka
di dapatkan dengan data strength, weakness, opportunity, tharetened sebagai
berikut :
a. SP2KP
1) STRENGTH ( Kekuatan )
a) Ruang Paru memiliki visi, dan misi sebagai acuan melaksanakan
kegiatan pelayanan
b) Memiliki papan struktur organisasi
c) Penerapan metode SP2KP diruangan paru oleh mahasiswa.
d) Adanya SAK di ruangan
e) Adanya SOP di ruangan

2) WEAKNESS (Kelemahan)
a) Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi dalam
penerapan model yang digunakan
b) Banyaknya kewajiban terutama ketua tim, karena diruang paru hanya
memiliki 1 Katim. Sehingga bertambahnya pekerjaan yang harus
dikerjakan perawat berjalan secara situasional.

3) OPPORTUNITY ( Peluang)
a) Adanya mahasiswa praktek manajemen keperawatan.
b) Adanya kerjasama yang baik antara mahasiswa yang berpraktek
dengan perawat diruangan.
c) Adanya kebijakan Rumah sakit tentang pelaksanaan SP2KP
4) THREATENED (Ancaman)
a) Makin tinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan.
b) Persaingan antara insitusi pelayanan kesehatan yang semakin ketat

b. Penerimaan pasien baru


1) STRENGTH ( Kekuatan )
a) Adanya kelengkapan administrasi penerimaan pasien baru.
b) Adanya Inform Consent penerimaan pasien baru.

178
c) Perawat menjelaskan mengenai hak dan kewajiban, tata tertib ,
orientasi ruangan dan peraturan rumah sakit.
d) Respon time perawat terhadap pasien baru kuran dari 5 menit

2) WEAKNESS (Kelemahan)
a) Perawat jarang mengenalkan tentang pasien yang berada di ruang
tersebut

3) OPPORTUNITY ( Peluang)
a) Adanya mahasiswa S1 Keperawatan yang praktik manajemen
keperawatan.
b) Mahasiswa manajemen melaksanakan penerimaan pasien baru

4) THREATENED ( Ancaman )
a) Adanya tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
keperawatan yang professional.
b) Makin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya
kesehatan.

c. Sentralisasi Obat
1) STRENGTH ( Kekuatan )
a) Tersedianya sarana dan prasarana untuk pengelolaan sentralisasi
obat
b) Sudah dilaksanakan kegiatan sentralisasi obat oleh perawat.
c) Perawat memperhatikan alur yang tercantum dalam buku daftar
pemberian obat dengan terlebih dahulu dicocokkan dengan terapi di
instruksi oleh dokter dan kartu obat yang ada pada pasien.

2) WEAKNESS (Kelemahan)
a) Kurangya pendampingan dalam pendelegasian pada saat mahasiswa
melakukan pengaplusan obat.

179
b) Kurangnya tenaga kefarmasian sehingga sentralisasi obat
dibebankan kepada perawat yang dimana hal ini menambah beban
kerja perawat

3) OPPORTUNITY ( Peluang)
a) Adanya mahasiswa S1 Keperawatan yang praktik manajemen
keperawatan dalam membantu proses sentralisasi.
b) Adanya rencana mahasiswa praktek manajemen mengadakan
sentralisasi obat.

4) THREATENED ( Ancaman )
a) Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang
professional.
b) Makin tingginya kesadaran masyarakat akan hukum

d. Discharge Planning
1) STRENGTH ( Kekuatan )
a) Terdapat format discharge planning yang jelas.
b) Perawat melaksanakan discharge planning pada klien akan pulang
dan pinda ruangan dengan menggunakan leaflet

2) WEAKNESS (Kelemahan)
a) Masih ada terdapat dokumentasi discharge planning yang belum
dilengkapi contohnya pada fase diagnostic

3) OPPORTUNITY ( Peluang)
a) Rekam medik dan discharge planning yang lengkap dapat menjadi
acuan bagi pengobatan selanjutnya.
b) Sudah adanya leaflet diruangan untuk pendidikan kesehatan

4) THREATENED ( Ancaman )

180
a) Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang
professional.
b) Edukasi pada pasien dengan penyakit menular seperti TB paru sangat
dibutuhkan discharge planning agar pasien TB paru melasanakan
kepatuhan dalam minum obat.

e. Timbang Terima
1) STRENGTH ( Kekuatan )
a) Timbang terima sudah dilakukan sesuai dengan pergantian shift
ruangan
b) Perawat melakukan persiapan status pasien saat dilakukan timbang
terima.
c) Perawat yang memimpin timbang terima menyebutkan rencana kerja
bagi shift berikutnya dan mendokumentasikan pelaksanaan timbang
terima dibuku laporan oleh ketua tim.
d) Perawat menginformasikan identitas pasien saat timbang terima.
Ada interaksi selama timbang terima

2) WEAKNESS (Kelemahan)
a) Perawat sudah melakukan timbang terima namun terkadang masih ada
yang terlambat mengikuti timbang terima.
b) Timbang terima masih belum optimal, khususnya sif sore dan malam
karena hanya dilakukan di nurse station

3) OPPORTUNITY ( Peluang)
a) Adanya supervisi dan katim sebagai penanggung jawab berjalannya
timbang terima
b) Bersedianya klien dan keluarga untuk memberikan informasi pada
kegiatan timbang terima

4) THREATENED ( Ancaman )
a) Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih profesional.

181
b) Persaingan antara Ruangan semakin kuat dalam pemberian
pelayanan

f. Ronde Keperawatan
1) STRENGTH ( Kekuatan )
a) Banyaknya kasus yang memerlukan perhatian khusus
b) Adanya SDM rumah sakit yang memadai baik dari tim medis (dokter,
perawat, ahli gizi , farmasi dan tim non medis lainnya) yang
mendukung untuk terlaksanya ronde keperawatan
c) Perawat dan mahasiswa manajemen melaksanakan ronde
keperawatan yang dimodifikasi menjadi case unit

2) WEAKNESS (Kelemahan)
a) Ronde keperawatan belum dilaksanakan secara maksimal
b) Belum memiliki ruang diskusi yang tepat untuk melaksanakan ronde
keperawatan

3) OPPORTUNITY ( Peluang)
a) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal
dari masalah klien
b) Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan

4) THREATENED ( Ancaman )
a) Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih profesional.
b) Persaingan antara Ruangan semakin kuat dalam pemberian
pelayanan

g. Dokumentasi Keperawatan
1) STRENGTH ( Kekuatan )
a) Adanya minat perawat terkait sosialisasi inovasi
b) Meningkatnya dokumentasi asuhan keperawatan setel role play yaitu
68%

182
c) Adanya pendokumentasian CPPT
d) Perawat mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman atau
format pengkajian.
e) Data dikaji sejak pasien masuk sampai pulang.
f) Tersedianya format dokumentasi asuhan keperawatan.
g) Sudah ada sistem pendokumentasian SOAPIE.
h) Adanya kesadaran perawat tentang tanggung jawab dan tanggung
gugat

2) WEAKNESS (Kelemahan)
a) Terkendalanya waktu dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
b) Beberapa pengkajian masih ada yang tidak didokumentasikan yaitu
pengkajian spiritual
c) Penulisan asuhan keperawatan masih jarang mencantumkan jam

3) OPPORTUNITY ( Peluang)
a) Meningkatnya pelayanan mutu rumah sakit
b) Adanya kesempatan pembeharuan tentang metode asuhan
keperawatan untuk mengembangkan sistem dokumentasi
c) Peluang perawat untuk meningkatkan pendidikan (Pengembangan
SDM)
d) Bertambahnya wawasan perawat setelah dilakukan inovasi

4) THREATENED ( Ancaman )
a) Resiko terjadinya medication eror
b) Adanya tuntutan tanggung jawab dan tanggung gugat dari masyarakat
terhadap pelayanan keperawatan yang lebih baik.
c) Persaingan RS dalam memberikan pelayanan keperawatan

h. Supervise Keperawatan
1) STRENGTH ( Kekuatan )
a) Adanya tenaga yang kompeten untuk menjadi supervisor.
b) Kepala ruangan mendukung dan melaksanakan supervise

183
c) Tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan SOP rumah sakit

2) WEAKNESS (Kelemahan)
a) Perlu penyediaan waktu yang tepat
b) Belum mempunyai format yang baku dalam pelaksanaan supervise
c) Supervisi belum terstruktur dan belum ada formulir penilaian yang
tetap
d) Belum adanya dokumentasi supervisI yang jelas

3) OPPORTUNITY ( Peluang)
a) Meningkatnya efektifitas kerja peningkatan dalam pengetahuan dan
keterampilan bawahan
b) Hasil supervisi dapat dilakukan sebagai pedoman untuk daftar
penilaian prestasi pegawai
c) Adanya teguran dari kepala ruangan bagi perawat yang tidak
melaksanakan tugas dengan baik

4) THREATENED ( Ancaman )
a) Persaingan Rumah Sakit dalam mutu pelayanan kesehatan

2. Perhitungan koordinat kurva SWOT :


a. SP2KP
X =S–W
= 3,4-3,5
= (-0,1)

Y =O–T
= 4-3,5
= 0,5

Diagram Analisis SP2KP

O
Kuadran III Kuadran I
0,5
W O
Kuadran IV Kuadran II 184

T
-0,1

Hasil Analisis SP2KP


Pada diagram analisis SP2KP ini terlihat method SP2KP di Ruangan Paru RSUD
Ulin Banjarmasin berada pada kuadran III (negatif,positif). Posisi ini
mengindikasikan bahwa model SP2KP yang ada itu adalah merupakan model
pemberian asuhan yang sangat baik namun memiliki beberapa kelemahan yang
perlu diperbaiki. Sehingga strategi yang diterapkan berdasar pada strategi W-O
dengan menopang kelemahan internal untuk mengambil keuntungan dari
kesempatan eksternal.

b.Penerimaan pasien baru

X =S–W
= 5,2 - 4
= 1,2

Y =O–T
= 3,5 - 3
= 0,5
Diagram Analisis Penerimaan pasien baru

O
Kuadran III Kuadran I

0,5
1,2
W O
Kuadran IV Kuadran II

T
Hasil Analisis Penerimaan pasien baru
Pada diagram analisis Penerimaan pasien baru ini terlihat method Penerimaan
pasien baru di Ruangan Paru RSUD Ulin Banjarmasin berada pada kuadran I
(positif,positif). Posisi ini mengindikasikan juga bahwa model Penerimaan pasien

185
baru yang ada itu adalah merupakan model manajement penerimaan yang efektif
dan memiliki kekuatan serta berpeluang untuk dikembangkan dan diterapkan. Hal
inilah yang membuat strategi yang diterapkan pada strategi Strengths-
Opportunities dengan memaksimalkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk
memperoleh peluang.

c. Sentralisasi Obat

X =S–W
= 3,7 – 4
= (-0,3)

Y =O–T
= 3,5 – 4
= (-0,5)
Diagram Analisis Sentralisasi Obat

O
Kuadran III Kuadran I

W O
(-0,3)
Kuadran IV Kuadran II
(-0,5)
Hasil T Analisis Sentralisasi Obat
Pada diagram analisis Sentralisasi Obat ini terlihat kegiatan sentralisasi obat di
Ruangan Paru RSUD Ulin Banjarmasin berada pada kuadran IV (negatif-negatif).
Posisi ini mengindikasikan juga bahwa kegiatan sentralisasi obat yang ada itu
adalah merupakan hal yang memiliki banyak kelemahan dan ancaman. Inilah
yang kemudian membuat strategi yang diterapkan pada strategi W-T dengan
memanfaatkan kelemahan internal untuk mengurangi ancaman eksternal.

d. Discharge Planning
X =S–W
=4–2
=2
Y =O–T

186
= 3,5 – 2,5
=1
Diagram Analisis Discharge Planning

O
Kuadran III Kuadran I

1
2
W O
Kuadran IV Kuadran II

T
Hasil Analisis Discharge Planning
Pada diagram analisis Discharge Planning terlihat kegiatan discharge planning di
Ruangan Paru RSUD Ulin Banjarmasin berada pada kuadran I (positif,positif).
Posisi ini mengindikasikan juga bahwa kegiatan discharge planning yang sudah
ada merupakan hal yang memiliki kekuatan serta berpeluang untuk lebih
dikembangkan. Inilah juga yang kemudian membuat strategi yang diterapkan
pada strategi Strengths-Opportunities dengan memaksimalkan seluruh kekuatan
yang dimiliki untuk memperoleh peluang yang ada

187
e. Timbang Terima
X =S–W
= 4,6 - 4
= 0,6

Y =O–T
= 3,0 – 3,4
=(-0,4)
Diagram Analisis Timbang Terima

O
Kuadran III Kuadran I

0,6
W O
Kuadran IV (-0,4) Kuadran II

T
Hasil Analisis Timbang Terima
Pada diagram analisis Timbang Terima terlihat kegiatan timbang terima di
Ruangan Paru RSUD Ulin Banjarmasin berada pada kuadran II (positif,negatif).
Posisi ini mengindikasikan juga bahwa kegiatan timbang terima yang sudah ada
memiliki kekuatan namun juga terdapat ancaman. Inilah juga yang kemudian
membuat strategi yang diterapkan pada strategi S-T dengan menggunakan
kekuatan internal untuk mengurangi ancaman eksternal.

f. Ronde Keperawatan
X =S–W
= 3,8 – 4,0
= (-0,2)

Y =O–T
= 4,5 – 4,4
=0,1

188
Diagram Analisis Ronde Keperawatan

O
Kuadran III Kuadran I

0,1
(-0,2)
W O
Kuadran IV Kuadran II

T
Hasil Analisis Ronde Keperawatan
Pada diagram analisis Timbang Terima terlihat kegiatan timbang terima di
Ruangan Paru RSUD Ulin Banjarmasin berada pada kuadran III (negatif,positif).
Posisi ini mengindikasikan juga bahwa kegiatan timbang terima yang sudah ada
sangat baik namun memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki. Sehingga
strategi yang diterapkan berdasar pada strategi W-O dengan menopang
kelemahan internal untuk mengambil keuntungan dari kesempatan eksternal..

g. Dokumentasi Keperawatan

X =S–W
= 3,6– 2,8
= 0,8

Y =O–T
= 3,8 – 4,0
= (-0,2)
Diagram Analisis Dokumentasi Keperawatan

O
Kuadran III Kuadran I

0,8
W O
Kuadran IV
(-0,2) Kuadran II

189
Hasil Analisis Dokumentasi Keperawatan
Pada diagram analisis Dokumentasi Keperawatan terlihat kegiatan dokumentasi
keperawatan di Ruangan Paru RSUD Ulin Banjarmasin berada pada kuadran II
(positif,negatif). Posisi ini mengindikasikan juga bahwa kegiatan kegiatan
dokumentasi keperawatan yang sudah ada merupakan hal yang memiliki
kekuatan namun juga terdapat ancaman. Inilah juga yang kemudian membuat
strategi yang diterapkan pada strategi S-T dengan menggunakan kekuatan
internal untuk mengurangi ancaman eksternal.

h. Supervise Keperawatan

X =S–W
= 4– 3,3
= 0,7

Y =O–T
= 3,8 – 3
=0,8
Diagram Analisis Supervise Keperawatan

O
Kuadran III Kuadran I
0,8
0,7
W O
Kuadran IV Kuadran II

T
Hasil Analisis Supervise Keperawatan
Pada diagram analisis Supervise Keperawatan terlihat kegiatan supervise
keperawatan di Ruangan Paru RSUD Ulin Banjarmasin berada pada kuadran I
(positif,positif). Posisi ini mengindikasikan juga bahwa kegiatan supervise
keperawatan yang sudah ada merupakan hal yang memiliki kekuatan serta
berpeluang untuk lebih dikembangkan lagi. Inilah juga yang kemudian membuat
strategi yang diterapkan pada strategi Strengths-Opportunities dengan

190
memaksimalkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk memperoleh peluang yang
lebih besar.

4 M4 (money)
A. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1. Dana operasional ruangan diperoleh 0,4 4 1,6
dari rumah sakit.
2. Dana sumbangan kesejahteraan
0,3 3 0,9
diperoleh dari APBN dan APBD,
BPJS
3. Pasien dengan TB dan MDR 0,3 3 0,9
merupakan jaminan
(umum,Jamkesda,dan BPJS)
TOTAL 1 10 3,4
WEAKNESS S-W
3,4-1,7=
1. Digunakannya uang pribadi perawat 0,3 1 03
1,7
ruangan jika ada hal-hal yang
mendesak diperlukan oleh ruangan
0,6
2. Pemcairan dana yang lama 0,3 2
0,8
3. Tidak memiliki uang kas 0,4 2

TOTAL 1 10 1,7
B. Eksternal Factor (EFAS)
OPPORTUNITY
1. Status RSUD ulin sebagai rujukan
0,4 4 1,6
BerTipe A.
2. Adanya kerja sama dengan pihak 0,3 2 0,6
ke 3 dalam hal pembiayaan
0,3 2 0,6
3. Adanya dana tambahan untuk
ruangan dari hasil jual jasa
TOTAL 1 8 2,8

191
THREATENED O-T

1. Adanya tuntutan dari masyarakat 0,5 3 1,5 2,8-2,5


untuk pelayanan yang profesional
=0,3
dengan harga terjangkau
2. Persaingan rumah sakit dalam 0,5 2 1
memberikan pelayanan
keperawatan
TOTAL 1 5 2,5

2. Analisa SWOT Money (M4)


Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di RSUD ulin ruag Dahlia paru maka di
dapatkan data sebagai berikut :
a. Strength (Kekuatan)
1) Dana operasional ruangan diperoleh dari rumah sakit.
2) Dana sumbangan kesejahteraan diperoleh dari APBN dan APBD, BPJS
3) Pasien dengan TB dan MDR merupakan jaminan (umum,Jamkesda,dan
BPJS)
b Weakness (Kelemahan)
1) Digunakannya uang pribadi perawat ruangan jika ada hal-hal yang
mendesak diperlukan oleh ruangan
2) Pemcairan dana yang lama
3) Tidak memiliki uang kas
c Opportunity (Peluang)
1) Status RSUD ulin sebagai rujukan BerTipe A.
2) Adanya kerja sama dengan pihak ke 3 dalam hal pembiayaan
3) Adanya dana tambahan untuk ruangan dari hasil jual jasa
d Threath (Ancaman)
1) Adanya tuntutan dari masyarakat untuk pelayanan yang profesional
dengan harga terjangkau
2) Persaingan rumah sakit dalam memberikan pelayanan keperawatan
2. Perhitungan koordinat kurva SWOT :
X =S–W
= 3,4-1,7
= 1,7

Y =O–T
= 2,8-2,5
= 0,3

192
Diagram Analisis SWOT

O
0,3
W 1,7 S

T
Hasil Analisa SWOT
Pada grafik analisis SWOT diatas dapat disimpulkan bahwa hasil dari
analisa Money di di RSUD ulin ruag Dahlia paru adalah kuadran I (positif,
positif). Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang.
Melalui strategi yang ditetapkan berdasarkan strategi S-O yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut peluang sebesar-besarnya.

M5 (Marketing)
A. Internal Factor (IFAS)
STRENGTH
1. Ruang dahlia memiliki ruang
0,4 4 1,6
operasi sendiri dan bisa
melakukan pemasangan WSD,
fungsi pleura, bronskopi
2. Ruang dahlia bisa digunakan 0,3 4 1,2
untuk ruang lain nya untuk
melakukan tindakan infasif
3. Ruang dahlia terpisah antara 0,2 3 0,6
infeksi dan noninfeksius dan MDR
4. Ruang dahlia telah mencapai 0.1 3 0,3
angka ideal dalam pemakian dan
penggunaan bed pasien dengan
S-W
presentasi 64,34%
TOTAL 1 11 3,7

193
WEAKNESS
1. Kurangnya poster tentang edukasi 0,4 2 0,8
kesehatan yang bisa dibaca oleh
keluarga dan pasien di ruang
perawatan
3,7-2=
2. Perawat tidak memperkenalkan 1,7
0,6 2 1,2
diri saat operan dinas

TOTAL 1 4 2
B. Eksternal Factor (EFAS)
OPPORTUNITY
1. Masa rawat di ruang dahlia rata-
0,4 3 1,2
rata selama 6 hari memiliki mutu
pelayanan yang baik O-T
2. Ruang dahlia menjadi lahan 0,6 4 2,4 3,6-
praktik dan penelitian oleh
2,5= 1,1
mahasiswa kesehatan
THREATENED
1. Belum adanya SOP tindakan 0,5 3 1,5
yang tertera
2. Kurangnya discrd planning
0,5 2 1,0
TOTAL 1 5 2,5

3. Analisa SWOT Marketing


Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di RSUD ulin ruag Dahlia paru maka di
dapatkan data sebagai berikut :
b. Strength (Kekuatan)
1) Ruang dahlia memiliki ruang operasi sendiri dan bisa melakukan
pemasangan WSD, fungsi pleura, bronskopi
2) Ruang dahlia bisa digunakan untuk ruang lain nya untuk melakukan
tindakan infasif
3) Ruang dahlia terpisah antara infeksi dan noninfeksius dan MDR
4) Ruang dahlia merenovasi ruang untuk diperbesar sehingga bisa
menambah bed pasien
e Weakness (Kelemahan)
1) Kurangnya poster tentang edukasi kesehatan yang bisa dibaca oleh
keluarga dan pasien di ruang perawatan
2) Perawat tidak memperkenalkan diri saat operan dinas

194
f Opportunity (Peluang)
1) Promosi kesehatan lewat dokter yang berpraktik mandiri melalui leftf
2) Ruang dahlia menjadi lahan praktik dan penelitian oleh mahasiswa
kesehatan
g Threath (Ancaman)
1) Belum adanya SOP tindakan yang tertera
2) Kurangnya discrd planning
3. Perhitungan koordinat kurva SWOT :
X =S–W
= 3,7-2
= 1,7

Y =O–T
= 3,6-2,5
= 1,1

Diagram Analisis SWOT

1,1
W 1,7 S

T
Hasil Analisa SWOT
Pada grafik analisis SWOT diatas dapat disimpulkan bahwa hasil dari
analisa Marketing di di RSUD ulin ruag Dahlia paru adalah kuadran I (positif,
positif). Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang.
Melalui strategi yang ditetapkan berdasarkan strategi S-O yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut peluang sebesar-besarnya.

195
O
5,5

5,0

4,5

4,0

3,5

3,0

2,5
Kuadran III 2,0
Kuadran I
1,5

1,0
M5 (1.7, 1.1)
M1 (-1.5, 1.1) 0,5
SK (0.7, 0.8) DP (2, 1)
MAKP (-0.1, 0.5) PPB (1.2, 0.5)
RK (-0.2, 0.1) M4 (1.7, 0.3)
M2 (0.8, 0.4)

W 0,5
DK (0.8, -0.2) S
5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5

SO (-0.3, -0.5) TT1,0


(0.6, -0.4)
1,5

2,0

2,5

3,0 Kuadran II
Kuadran IV
3,5

4,0

4,5

5,0

5,5

Keterangan:
M1 : M1 TT : Timbang Terima

M2 : M2 RK : Ronde Keperawatan

MAKP : MAKP DK : Dokumentasi Keperawatan

PPB : Penerimaan Pasien Baru SK : Supervisi Keperawatan

SO : Sentralisasi Obat M4 : M4

DP : Discharge Planning M5
196 M5 :
Keterangan:
1. Kuadran I (Positif, Positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang,
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi dalam
kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus
melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara
maksimal.
2. Kuadran II (Positif, Negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi
tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi
Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah
tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami
kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya.
Oleh karenanya, organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam
strategi taktisnya.
3. Kuadran III (Negatif, Positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat
berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi, artinya
organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi
yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada
sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
4. Kuadran IV (Negatif, Negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi
tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi
Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh
karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan,
mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini
dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri

197
F. RENCANA STRATEGI (PLAN OF ACTION)

No Masalah Tujuan Program/kegiatan Indikator/keberhasilan waktu Penanggung


Jawab
1 M1 (Man/ 1) Meningkatkan 1) Mengajukan 1) Meningkatnya kualitas Muhammad Al-
Ketenagaan) kualitas Sumber kepada kepala pelayanan di Ruang Hanip
1) Masih ada perawat Daya Manusia Paru (Dahlia) Siti Sahliana
ruangan untuk
yang belum (SDM) dengan 2) Semakin banyaknya
mengikuti pelatihan mengoptimalkan meminta karyawan perawat yang
khusus diruang kinerja perawat mengikuti pelatihan S.Kep.,NS, Semakin
paru seperti TB dengan banyaknya
khusus.
DOTS. meningkatkan kemaksimalan
2) Masalah tenaga kerja melalui 2) Mengajukan ketenagakerjaan dan
kerja di ruang pelatihan dan penambahan pemberian asuhan
dahlia menurut meningkatkan karyawan yang keperawatan kepada
teori lokakarya pendidikan memiliki pasien
PPNI seharusnya 2) Meningkatkan pendidikan S1 3) Dengan adanya
19 orang kualitas tenaga Keperawatan Ners fasilitas penunjang
sedangkan di kerja yang 3) Mengajukan usulan yang baik dan kondisi
ruang dahlia hanya seharusnya. untuk memperbaiki ruang kerja yang
17 orang 3) Memperbaiki fasilitas penunjang nyaman maka akan
3) Kurangnya fasilitas penunjang yang tersedia dan membuat perawat
motivasi kerja dan kondisi memperbaiki semakin termotivasi
perawat karena ruangan yang kondisi ruang kerja dalam bekerja
tidak tersedianya tersedianya agar kepada kepala
fasilitas penunjang terciptanya ruangan
dan kondisi ruang motivasi kerja dan
kerja kenyamanan saat
bekerja.

198
No Masalah Tujuan Program/kegiatan Indikator/keberhasilan waktu Penanggung
Jawab
2 M2 (Material) 1) Agar menjaga 1) Bekerjasama 1) Perawat dan M.Reza Apriandi
1) Ketidakdisiplinan lingkungan pasien dengan teman pengunjung keluarga
pengunjung tetap tenang dan sejawat dalam pasien mengetahui
terhadap protocol nyaman selama mengulah modul bagaimana protocol
baru dalam masa pandemi buku panduan apabila da pasien
pencegahan covid Covid 19 tentang penganan covid-19 dan
19 agar tidak 2) Memanfaatkan pasien covid 19 di bagaimana tindakan
tertural, dan sarana dan pre-intra-post yang harus dilakukan
bagaimana prasarana secara hospital. 2) Pengunjung pasien
memanfaatkan optimal, 2) Bekerjasama menjadi lebih disiplin
sarana dan memperbaiki dan dengan kepala dalam menjaga
prasarana sesuai menjaga secara ruangan dan kebersihan dan
yang dianjurkan bersama-sama dan petugas dalam meletakan barang
seperti cuci selalu menanggulangi sesuai dengan
tangan, pakai membersihkan ketidaksiplinan tempat yang sudah
masker kain untuk tempat dengan pengunjung di disediakan.
pengunjung dan desinfektan agar ruangan untuk 3) Tersedianya
hindari jarak 1 tehindar paparan tetap menjaga persediaan linen dan
meter. dari virus corona. kebersihan kamar bantal sehingga
2) Minimnya dan fasilitas rumah membuat pasien
persediaan linen sakit lebih nyaman pada
dan bantal 3) Bekerjasama saat menjalani
dibandingkan dengan kepala perawatan
dengan jumlah bed ruangan terhadap 4) Barang yang ada
pasien diruangan. persediaan bantal diruangan terutama
3) Kurangnya tabung dan linen di barang medis selalu
oxygen dan ruangan pasien bersih dan bagus
regulator kepada bagian pada saat selesai
diruangan laundry. digunakan dan
sehinnga untuk 4) Bekerjaasama memperlambat
pemakaiannya dengan kepala kerusakan barang.
harus bergantian ruangan terhadap 5) Menyediakan sarana
setelah di sterilkan perawatan dan prasarana yang
4) gagang pintu di diruangan dalam dapat menunjang

199
WC pasien bahan material optimalnya
memang belum dan selalu pelayanan kesehatan
diperbaiki, hal ini membersihkan alat 6) Barang material yang
disebabkan karena pada saat selesai ada diruangan selalu
adanya rencana penggunaan. bersih dan sesuai
pemindahan ruang 5) Bekerjasama SOP dalam
paru (Dahlia) di dengan kepala penggunannya agar
gedung yang ruangan terhadap terhindar dari
tengah dibangun, persediaan oxygen paparan virus dan
sehingga dan regulator di mencegah terjadinya
penggantian ruangan kepada infeksi nasokomial.
beberapa sarana bagian gas medik 7) Ruangan selalu
tidak menjadi 6) Bekerja sama bersih dan nyaman
prioritas dengan kepala digunakan dan kaka
ruangan untuk CS diruangan selalu
selalu sigap dalam
mensterilkan membersihkan
oxygen dan ruangan sesuai
pakaian alat dengan intruksi yang
kesehatan lainnya diberikan
agar terhindar dari
virus dan kuman,
terutama virus
corona.
7) Mengkordinasikan
dengan petugas
kebersihan atau
kaka CS untuk
menjaga dan
merawat ruangan
selalu bersih dan
aman nyaman di
lingkungannya.

200
No Masalah Tujuan Program/kegiatan Indikator/keberhasilan waktu Penanggung
Jawab
N SP2KP (M3)
O Pelaksanaan SP2KP Perawat ruangan 1) Perawat ruangan dan Team
1 Ketenagaan yang dilakukan sesuai dapat bekerjasama mahasiswa praktek
kurang memadai dengan prosedur. dengan mahasiswa dapat memahami
jumlahnya membuat praktik dalam tentang
ketua tim melakukan SP2KP SP2KP.
merealisasikan sesuai SOP yang 2) Perawat ruangan dan
SP2KP terkadang berlaku mahasiswa dapat
berjalan secara menerapakan SP2KP
situasional. sesuai SOP
Penerimaan pasien Perawat dapat Pelaksanaan Berjalannya role play Team
baru memberitahukan pada penerimaan pasien penerimaan pasien baru
1) Pasien tidak pasien namanya, baru. Dengan sesuai dengan SOP.
mengetahui nama perawat yang kegiatan sebagai
perawat bertanggung jawab berikut :
penanggung serta melakukan 1) Melakukan
jawab atas dirinya orientasi, menjelaskan kerjasama dengan
setelah fasilitas dan jam perawat diruangan
pergantian shift berkunjung pasien untuk menjalankan
2) Perawat jarang saat melakukan penerimaan pasien
memberikan penerimaan pasien baru sesuai dengan
penjelasan baru SOP.
tentang fasilitas 2) Role play
dan jam penerimaan pasien
berkunjung, baru.

Sentralisasi Obat Adanya pelaksanaan Pelaksanaan Berjalannya sentralisasi Team


1) Ketenagaan pendokumentasian sentralisasi obat obat sesuai SOP.
farmasi yang terkait pendelegasian dengan kegiatan
kurang memadai dan sentralisasi obat sebagai berikut :
jumlahnya yang lengkap 1) Melakukan
sehingga kerjasama dengan

201
menambah beban perawat dalam
kerja perawat pengecekan obat
dalam pengaturan pasien.
sentralisasi obat. 2) Melakukan
2) Kurangnya kerja sama dengan
pendampingan perawat diruangan,
dalam dimana untuk
pendelegasian meminta
pada saat mengawasi
mahasiswa sekaligus
melakukan mendampingi jika
pengaplusan obat pelimpahan tugas
kepada mahasiswa
praktik.
3) Mengatur
tempat pengadaan
obat sesuai
dengan nomor
kamar pasien.
4) Role play
sentralisasi obat
sesuai 6 benar
obat.

Discharge Planning 1) Perawat dapat 1) pelaksanaan 1) .Perawat dapat Team


2. Perawat hanya melakukan discharge planning melakukan discharge
melakukan discharge planning sesuai dengan planning
discharge 2) Menjadwalkan form rumah sakit. 2) Menjadwalkan
planning berupa persiapan 2) Mempersiapkan persiapan discharge
komunikasi discharge planning brosur/leafleat planning sebelum
verbal tanpa sebelum pasien yang sesuai pasien pulang
menggunakan pulang dengan penyakit 3) Melakukan inovasi
leafleat/brosur pasien yang akan yaitu penyuluhan
terkait diagnose pulang. kesehatan dengan
yang dialami 3) Melakukan melibatkan pasien
pasien program dan keluarga

202
Penyuluhan
kesehatan
mengenai
pendamping
minum obat.
Timbang terima Pelaksanaan timbang 1) Menganjurkan 1) Timbang terima Team
4) Perawat sudah terima keperawatan penerapan dilakukan dengan
melakukan secara teratur dan timbang terima berfokus pada
timbang terima optimal sesuai langsung didepan masalah
namun terkadang prosedur pasien pada keperawatan
masih ada yang setiap pergantian 2) Timbang terima dapat
terlambat dinas pagi, siang dilakukan secara
mengikuti timbang dan malam optimal pada setiap
terima. 2) Menganjurkan perpindahan shift
5) Timbang terima agar setiap dinas
masih belum pergantian dinas 3) Pelaksanaan timbang
optimal, memperkenalkan terima diawali dan
khususnya shft diri kepada diakhiri dengan doa
sore dan malam pasien dan
karena hanya memberitahukan
dilakuan di nurse nama dokter yang
station memeriksa.
3) Melaksanakan
timbang terima
tepat waktu
pergantian shift.
4) Bekerjasama
dengan perawat
ruangan untuk
menerapkan
timbang terima.
Ronde Keperawatan Terlaksananya 1) Melakukan Berjalannya ronde Team
3) Ronde ronde keperawatan kerjama dengan keperawatan dengan
keperawatan sesuai SOP kepala ruangan, lancar.
hanya dilakukan dokter, supervisor
di nurse station dan perawat di

203
4) Ronde ruangan dalam
keperawatan pelaksanaan
belum dilakukan ronde
secara optimal keperawatan.
karena tidak 2) Menerapkan ronde
melibatkan klien keperawatan dan
secara langsung menetapkan ronde
sebagai fokus keperawatan jika
kegiatan disetujui.
Dokumentasi Adanya 1) Menganjurkan 1. Pada intervensi telah Team
Asuhan Pendokumentasian mencantumkan mencantumkan kata
Keperawatan yang sesuai dengan kata “berkolaborasi” pada
standar dan jelas “berkolaborasi” penulisan pemberian
1) Pada pengkajian pada penulisan obat,
ada yang tidak pemberian obat 2. Pada penulisan
didokumentasika medis di asuhan catatan keperawatan
n yaitu keperawatan tertulis dengan jelas
pengkajian 2) Menjalin kerja dan tidak disingkat.
fungsional dan sama dengan
spiritual perawat ruangan
2) Penulisan untuk berdiskusi
dokumentasi mengenai
tidak diikuti penulisan
dengan evaluasi dokumentasi
langsung ke keperawatan
pasien. 3) Menganjurkan
3) Penulisan penulisan catatan
evaluasi juga keperawatan
tidak sesuai dengan jelas
dengan rencana mencantumkan
keperawatan nama jelas paraf
yang akan waktu, dan jam
dilakukan. dilakukan
tindakannya
4) Mahasiswa
membantu perawat

204
ruangan dan
berdiskusi dalam
melakukan
pengisisan
dokumentasi
secara benar dan
sesuai standar

Supervisi Terlaksananya 1) Melakukan Dokumentasi Team


5) Mempersiapkan supervisi kerja sama dengan pelaksanaan supervisi
lagi waktu yang perawat di ruangan
tepat 2) Mahasiswa
6) Supervisi belum melibatkan
terstruktur dan perawat dalam
belum ada latihan supervisi
formulir penilaian nebulisasi
yang tetap 3) Mendiskusikan
tentang
penjadwalan
kegiatan rutin
supervisi

205
4 M4 ( Money) 1) Adanya kesadaran 1) Mengalokasikan 1) Perbaikan sarana Jhoni
1) Digunakannya uang dari masing dana pendapatan dan prasarana yang setiawan
pribadi untuk masing pegawai ruangan untuk cepat
keperluan mendesak jika ada keperluan keperluan ruangan 2) Mengajukan
untuk ruangan yang mendesak jika ada yang anggaran (RAB) ke
2) Pencairan dana yang jangan selalu mendadak IRNA
lama menggunakan 2) Bekerja sama
uang pribadi dengan bagian
2) Adanya simpanan PKMRS
uang kas ruangan 3) Bekerjasama
untuk keperluan dengan kepala
ruangan yang ruangan
mendadak memanagement
pemasukan ruangan
4) Mengadakan kas
pribadi jika
diperlukan dan bisa
di gunakan saat
terdesak
5 M5 ( Marketing) 1) Agar pasien dan 1) Memberikan 1) Perawat bisa Jhoni
1. Kurangnya poster keluarga tau edukasi dan memberikan edukasi setiawan
tentang edukasi tentang tujuan penjelasan setiap serta discharge
kesehatan yang bisa setiap tindakan prosedur melalui planning kepada
yang diberikan poster yang ada di keluarga dan pasien
dibaca oleh keluarga
ruangan agar pasien bisa
dan pasien di ruang mengerti setiap
2) Agar pasien dan 2) Memerikan
perawatan keluarga tahu edukasi berupa tindakan yang di
2. Perawat tidak tentang discharge planning lakukan dan
memperkenalkan diri pengobatan dan untuk pasien pemahan tentang
saat operan dinas pencegahan serta pulang pengobatan lanjutan
menambah ilmu setelah pasien pulang
pengetahuan serta selalu
memperkenalkan
nama disaat operen
ataupun discharge
planning

206
207
DAFTAR PUSTAKA

Agus kontoro. (2010). Buku Ajar Manajemen Keperawatan Skm. Nuhamadika: Jogjakarta

Arwani dan Supriyatno, H. (2005). Manajemen Bangsal Keperawatan. EGC.

Azwar, A. (2012). “Peran Perawat Profesional dalam Sistem Kesehatan di Indonesia”. Makalah
Seminar UI. Jakarta.

Bassie, (2010). Leadership roles and management fungctions in nursing: theory and
application. Lippincott,.

Brown, Montague. (1997). Manajemen Perawatan Kesehatan. Jakarta : EGC


Chitty, K.K. 2011. Professional Nursing. Concepts and Challenges. Edisi 3.

Dalimunthe, R. F. (2014). Keterkaitan Antar Penelitian Dengan Pendidikan Dan


Pengemangan Ilmu Manajemen. Jakarta: EGC.

Depkes RI, (2002). Standar  Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, Dit Jen Yanmed, cetakan 1,
Depkes, Jakarta,
Depkes RI. (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.

Dimas, dkk. (2010). Dasar-dasar Manajemen Actuating. Bandung: Sekolah Tinggi Pariwisata
Bandung.

Douglas, (1992). Industrial Organization and Public Policy. Edisi Ketiga. Kanada:
Maxwell-Macmillan Publishing Company. 

Drs. S. Suarli, MM dan Bachtiar Yayan, S.Kep. (2002). Manajemen Keperawatan Dengan
Pendekatan Praktis. Jakarta: Erlangga

Friesen, White dan Byers (2014) Manajemen Keperawatan. : prinsip timbang terima Jakarta :
Salemba Medika.
George R. Terry, dalam Sukarna, (2011). Dasar-Dasar Manajemen. CV. Mandar Maju:
Bandung.

Gilles, D.A.(2015) Nursing Management. System Approach, Philadelphia : Saunders.

208
Gillies, D. A. (1989). Nursing Management, A System Approach.WB Saunders Company.
Philadelphia.
Gillies, (1994) Nursing Management, A System Approach, WB. Saunders, Philadelphia,

Grant, A.B., dan V.H. Massey. (2014) Nursing Leadership, Management, and Research.
Pennsylvania : Springhouse Corporation.

Halomoan, Rutdtra. (2009). Penerapan Fungsi Manajemen dalam program Produksi Acara
Mimbar Jum'atan di Radio Global FM Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga.

Harquis, (2014). Manajemen keperawatan jenis timbang terima pasien yang berhubungan
dengan perawat, Jakarta : Salemba Medika.
Hasibuan, Malayu S.P. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: PT
Bumi Aksara.

Herman, (2013). Hubungan Pengarahan dalam Keperawatan. Universitas Indonesia..

Kuntoro, Agus. (2010). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika


Marquis dan Huston, (1998). Management Decision Making for Nurses. 124. Case
Studies.Edisi 3. Phialelpia: J.B.

Marquis, B. L. & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan : teori dan
aplikasi, (Ed. 4). Jakarta : EGC

Marquis, B.L., dan C,J. Huston. (2018). Management Decision Studies. Edisi 3. Philadelphia :
JB Lippincott
Marquis, B.L., dan C.J. Huston. (2012). Leadership roles and management functions in nursing.
Philadelphia: JB Lippincott.

Marquis, B.L., dan C.J. Huston. (2017). Leadership roles and management functions in nuesing.
Philadelphia : JB Lippincott
Novuluri, R.B. (2014) “Integrated Quality Improvement inpatient Care.” Journal of Nursing dan
Health Sciences. 1(4:249-254)
Novuluri, R.B. (2015). “Integrated Quality Improvement in Patient Care.” Journal of Nursing dan
Health Sciences. 1 (4: 249–254).

209
Nurasalam. (2014). Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam (2015) Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan praktek. Jakarta :
Selemba Medika
Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya. Penerbit Salemba Medika,
Jakarta

Nursalam. (2009). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2011). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep Dan Praktek. Jakarta :
Salemba Medika.

Nursalam. (2012). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman


Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jilid I. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. (2013). Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional


Jakarta : Sslemba Medika.

Nursalam. (2017). Manajemen Keperawatan : Timbang terima. Jakarta : PT Indonesia


Kelompok gramedia
Potter dan Perry. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
PPNI, (2006). Survei Stres Kerja Perawat. 23.45. http://www.
64.203.71.11/ver1/kesehatan/0705/12/htm. Diakses pada tanggal 25 Juni 2020.

Rahman, dkk. (2011). Actuating dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. Lampung:
Universitas Negeri Lampung.

Rowland, H.S., dan B.L. Rowland. (2016). Nursing Adminitration Handbook. Edisi 4. Maryland:
An Aspen Publication.

Russel, Swansburg C., (2000). Pengembangan Staf Keperawatan: Suatu Komponen


Pengmbangan SDM. EGC : Jakarta

Siagian, Sondang P, (2003). Teori dan Praktek Kepemimpinan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

210
Simanjuntak, A. (2013). Prinsip-prinsip manajemen bisnis keluarga (family business)
dikaitkan dengan kedudukan mandiri perseroan terbatas (PT). Jurnal Manajemen
dan Kewirausahaan, vol. 12, no 2.

Sitorus, R. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Penataan


struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat.
EGC.

Sitorus, R. (2011). “Model Praktek Keperawatan Profesional. Seminar Nasional pada RAPIM
PPNI.” Februari. Malang.

Suarli & Bahtiar, (2009), Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis. Jakarta,
Erlangga.

Suarli dan Bahtiar, Yanyan. (2002). Manajemen Keperawatan. Jakarta : Erlangga


Surjawati. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Keperawatan. Disampaikan
dalam Seminar Nasional Persi. Jakarta.

Swansburg, (1996). Management and Leadership for Nurse Managers, second Edition, Jones
and Barlett Publisher, Boston.
Swansburg, R. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta :
EGC

Swansburg, R.C. (2014). Nursing Staff Development. Jones and Bartlett Publisher, Toronto.

Swansburg,Russel C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan manajemen keperawatan untuk


perawat klinis.Jakarta:EGC
T.Hani. Handoko. (2009). Manajemen ,Edisi 2 .Yogyakarta : BPFE

211

Anda mungkin juga menyukai