Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA DIRUANG BAYI

RSUD. Dr. H. MOCH ANSARI SALEH

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Anak


Program Profesi Ners

Disusun Oleh: Siti Muhibbah


NIM: 11194692010083

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Asfiksia


NAMA MAHASISWA : Siti Muhibbah
NIM : 11194692010083

Banjarmasin, Juni 2021

Mengetahui,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Umi Hanik Fetriyah, Ns., M.Kep Ns. Hj. Helmina, S. Kep


NIK. 1166042009023 NIP. 19750101 199903 2
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Asfiksia


NAMA MAHASISWA : Siti Muhibbah
NIM : 11194692010083

Banjarmasin, Juni 2021

Menyetujui

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Umi Hanik Fetriyah, Ns., M.Kep Ns. Hj. Helmina, S. Kep


NIK. 1166042009023 NIP. 19750101 199903 2

Mengetahui
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Anatomi

System pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen (O2).


Paru dihubungkan dengan lingkungan luarnya melalui serangkaian saluran,
berturut turut, hidung, faring, laring, trachea dan bronchi, saluran saluran itu
relative kaku dan tetap terbuka, keseluruhannya merupakan bagian konduksi dari
system pernafasan, meskipun fungsi utama pernafasan utama adalah pertukaran
oksigen dan karbondioksida, masih ada fungsi tambahan lain, yaitu tempat
menghasilkan suara, meniup (balon, kopi/ teh panas, tangan, alat music, dan lain
sebagainya). Tertawa, menangis, bersin, batuk homostatik (PH darah) otot-otot
pernafasan membantu kompresi abdomen.
1. Hidung/Nasal
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang (kavumrasi)
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi), terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung
2. Faring
Merupakan tempat persimpanan antara jalan makan, yang berbentuk seperti
pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar tengkorak sampai dengan
osofagus. Letaknya didasar tengkorak dibelakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang belakang.
3. Laring : Pangkal tenggorok
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan atau penghasil
suara yang diapaki berbicara dan bernyanyi, terletak didepan dibagian faring
sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk kedalam trachea dan
tulang- tulang bawah yang berfungsi pada waktu kita menelan makan dan
menutup laring.
4. Trackhea : Batang tenggorok
Batang tenggorokan kira-kira panjangnya 9 cm, trachea tersusun atas 16-20
lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh
jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran disebelah belakang trackhea.
5. Bronckhus : Cabang tenggorok
Merupakan lanjutan dari trachea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian
vertebrata torakolis ke IV dan V,mempunyai struktur serupa dengan trchea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama, bronchus kanan lebih pendek dan lebih besar
daripada bronchus kiri.
6. Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung (alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel epitel dan sel endotel.
Pernafasan paru-paru (pernafasan pulmoner) merupakan pertukaran oksigen
dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru atau pernafasan eksternal,
oksigen diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung disampaikan ke
seluruh tubuh. Didalam paru-paru karbondioksida dikeluarkan melalui pipa
bronchus berakhir pada mulut dan hidung
B. Fisiologi
Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi (pernafasan) didalam tubuh
terdapat tiga tahapan yakni ventilasi, difusi dan transportasi.
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer kedalam
alveoli atau alveoli keatmosfer, dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal
yang mempengaruhi diantaranya adalah perbedaan tekanan antar atmosfer
dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.
2. Difusi Gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan
CO2kapiler dan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi, diantaranya pertama luasnya permukaan paru.
Kedua, tebal membrane respirase/ permeabilitas yang terdiri dari epitel alveoli
dan intestinal keduanya.
3. Transportasi gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler kejaringan tubuh dan CO2 jaringan
tubuh kapiler. Proses transportasi, O2akan berkaitan dengan Hb membentuk
oksihemoglobin, dan larutan dalam plasma. Kemudian pada transportasi CO2
akan berkaitan dengan Hb membentuk karbohemoglobin dan larut dalam
plasma, kemudian sebagaian menjadi HCO3.
C. Definisi
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai
dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis. Asfiksia berarti
hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak
bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama
kehamilan atau persalinan.
D. Etiologi
Beberapa faktor yang diketahui menjadi penyebab dari asfiksia pada bayi
diantaranya adalah :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
antensi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini saling ditemukan
pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksia janin dapat terjadi apabila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta misalnya perdarahan plasenta, solusia plasenta, dsb
3. Faktor fetus
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggu nya aliran darah dalam
pembuluh darah umbifitus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin, gangguan alirah darah ini dapat ditemukan dalam keadaan tali pusat
membumbung melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal yaitu pemakaian obat anastesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang
terjadi pada persalinan misalnya perdarahan intracranial, kelainan kongenital
pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran
pernafasan, hipoplasmia pam, dsb
E. Klasifikasi
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR :
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
F. Manifestasi Klinis
1. Akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda sebagai berikut :
a. DJJ irreguler dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada
keadaan umum normal denyut janin berkisar antar 120-160
x/menit dan selama his frekuensi ini bisa turun namun akan
kembali normal setelah tidak ada his.
b. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala.
Kekurangan O2 merangsang usus sehingga mekonium keluar
sebagai tanda janin asfiksia.
c. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan pH janin turun
sampai <7,2 karena asidosis menyebabkan turunnya pH.
2. Pada saat bayi lahir :
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik,
kejang, nistagmus dan menangis kurang baik/tidak baik
G. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi
lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang
secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang
tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

H. Pathway

Persalinan lama, lilitan tali pusat, Paralisis pusat Faktor lain : anastesi,
presentasi abnormal janin pernapasan narkotik
ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 dan Paru-paru terisi cairan


kadar CO2 meningkat (aspirasi, mekonium, air
ketuban)

Suplai O2 dalam
darah menurun
Bersihan Jalan Distribusi oksigen
Napas Tidak Efektif membawa sputum ke
saluran napas
Suplai O2 ke paru
menurun

Gangguan
metabolisme dan
perubahan asam basa
Nafas cepat

Apnea/Dispnea Asidosis respiratorik

Gangguan ventilasi
perfusi
Pola Napas Tidak
Efektif

Gangguan
Pertukaran Gas

I. Komplikasi
1. Edema otak dan perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah keke
otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak
2. Anuria dan Oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih
banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan
ginjal yang menyebabkanan pengeluaran urine sedikit
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut
karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
J. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana medis pada bayi dengan asfiksia dapat diberikan terapi
medikamentosa sebagai berikut :
1. Epinefrin yang berindikasi :
a. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respon
b. Sistolik : Dosis : 0,1-o,3 ml/KgBB dgn cara IV atau endotakheal, dapat
diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
2. Volume ekspander yang berindikasi :
a. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi mengalami hypovolemia dan tidak
ada respon dengan resusitasi
b. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinik
ditandai dengan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat. Jenis cairan : Larutan
NaCl 0,9%, RL) Dosis awal 10ml/KgBB IV pelan 5-10 menit. Dapat diulang
sampai menunjukkan respon klinis
3. Bikarbonat yang berindikasi :
a. Asidosis metabolic
b. Hiperkalemia
Dosis : 1-2 mEq/KgBB atau 2ml/KgBB (4,2%) atau 1ml/KgBB (7,4%)
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5% sama banyak
diberikan secara IV dengan kecepatan min 2 menit
4. Nalokson yang berindikasi :
a. Depresi pernapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan
narkotik 4 jam sebelum persalinan
b. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil
c. Jangan berikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan with drawl tiba tiba pada
sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/KgBB (0,4mg/ml atau 1mg/ml). Cara : IV
endotakheal atau bila perfusi baik diberikan IM atau SC
K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan
a. Bersihkan jalan napas : kepala bayi diletakkan lebih rendah
agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan laringioskop
untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang
lebih dalam
b. Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi
tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua
telapak kaki menekan tanda achiles.
c. Mempertahankan suhu tubuh.
2. Tindakan Khusus
a. Asfiksia berat: Berikan oksigen dengan tekanan positif dan
intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan
tiupan udara yang telah diperkaya dengan oksigen. Tekanan O2
yang diberikan tidak lebih dari 30 cmH2O. Bila pernafasan
spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari
yang menekan pertengahan sternum 80 – 100 x/menit.
b. Asfiksia sedang/ringan: Pasang relkiek pernafasan (hisap
lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan
pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala
bayi ektensi maksimal beri oksigen 1-2 l/mnt melalui kateter
dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan
dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit. Penghisapan
cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.
L. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia dari :
a. Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2 dalam darah sedikit.
b. Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena
bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
c. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
d. Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena
sering terjadi hipoglikemi.
2. Nilai Analisa Gas Darah pada bayi post asfiksi terdiri :
a. pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
b. pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
c. pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
d. HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
3. Urin
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
a. Natrium (normal 134-150 mEq/L)
b. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
c. Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
4. Foto Thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal
M. Masalah Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
b. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk
mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
c. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna
d. Pola Kebersihan
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
e. Pola Tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
f. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,
pergerakantremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama
g. TTV
Umumnya terjadi peningkatan respirasi
h. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
i. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belummenutup dan kelihatan masih bergerak
j. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
k. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan
cuping hidung.
l. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frek!ensi
pernafasan yang cepat
m. Reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
n. Gejala dan tanda
1) Aktivitas : pergerakan hyperaktif
2) Pernapasan : Gejala sesak napas ditandai sianosis
3) TTV : Gejala hipertermi/hipotermi, tanda : ketidakefektifan termoregulasi
o. APGAR Skor
1) Asfiksia ringan
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2) Asfiksia sedang
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
3) Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Pemeriksaan APGAR untuk Bayi :
APGAR 0 1 2
Apperance Biru/pucat Badan merah Seluruh tubuh
seluruh tubuh ekstremitas biru merah
Pulse Tidak terdengar <100x/menit >100x/menit
Grimace Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan
respon kuat/melawan
Activity Lemah Fleksi pada Gerakan Aktif
ekstremitas
Respiration Tidak ada Menangis Menangis kuat
lemah/merintih
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan
tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk
menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1
menit seperti penilaian skor Apgar)
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :
a. Pola Nafas tidak efektif
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c. Gangguan Pertukaran Gas
3. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Pola Nafas Tidak Pola Nafas Pemantauan Respirasi
Diharapkan setelah dilakukan tindakan Observasi
Efektif
keperawatan selama 1x8 jam, pola nafas Monitor frekuensi, irama dan upaya
membaik dengan kriteria hasil : napas
-Tidak ada dyspnea Monitor pola napas (dispnea, apnea,
-Tidak ada penggunaan otot bantu nafas bradipnea, takipnea)
-Frekuensi nafas dalam batas normal Monitor adanya produksi sputum
-Tidak ada pernafasan cuping hidung Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor x-ray thoraks
Terapeutik
Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan (pada keluarga)
Informasikan hasil pemantauan jika
perlu (pada keluarga)

Manajemen Jalan Napas


Obbservasi
Monitor pola nafas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma servikal)
Posisikan semi-fowler atau fowler
Berikan minuman hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik
Berikan oksigenasi, jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan/asi sesuai
kebutuhan klien, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2 Bersihan Jalan nafas Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Diharapkan setelah dilakukan tindakan Obbservasi
tidak efektif
keperawatan selama 1x8 jam, bersihan Monitor pola nafas (frekuensi,
jalan nafas meningkat dengan kriteria kedalaman, usaha napas)
hasil : Monitor bunyi napas tambahan
-Produksi sputum menurun Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
-Tidak ada dispnea Terapeutik
-Tidak ada sianosis Pertahankan kepatenan jalan nafas
-Tidak tampak gelisah dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
-Frekuensi nafas dalam batas normal jika curiga trauma servikal)
Posisikan semi-fowler atau fowler
Berikan minuman hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik
Berikan oksigenasi, jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan/asi sesuai
kebutuhan klien, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
3 Gangguan Pertukaran Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Diharapkan setelah dilakukan tindakan Observasi
Gas
keperawatan selama 1x8 jam, Monitor frekuensi, irama dan upaya
Pertukaran gas meningkat dengan napas
kriteria hasil : Monitor pola napas (dispnea, apnea,
-Tidak ada dispnea bradipnea, takipnea)
-Tidak ada bunyi napas tambahan Monitor adanya produksi sputum
-Tidak ada napas cuping hidung Monitor adanya sumbatan jalan napas
-Tidak ada sianosis Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
-Pola napas membaik Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor x-ray thoraks
Terapeutik
Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan (pada keluarga)
Informasikan hasil pemantauan jika
perlu (pada keluarga)

Terapi Oksigen
Observasi
Monitor kecepatan aliran oksigen
Monitor posisi alat terapi oksigen
Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
Monitor efektifitas terapi oksigen
Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Monitor tanda gejala toksikasi oksigen
Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
Terapeutik
Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan napas
Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
Berikan oksigen tambahan jika perlu
Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah untuk pasien
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
DAFTAR PUSTAKA

Dewi PR, 2018. Laporan Pendahuluan Asfiksia Neonatorum Ruang Perina RSUD

Banyumas. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman

Marlini Mia, 2018. Laporan Pendahuluan Asfiksia Neonatorum di Ruang Perinatologi

RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Banjarmasin: STIKES

Cahaya Bangsa

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis

Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai

Kasus. Jogjakarta: Mediaction.

Nurtanti Ayu, dkk. 2018. Laporan Pendahuluan Asfiksia. Slawi: STIKES Bhakti

Mandala Husada

PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil,

Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rojatutazqiroh Iro, 2018. Laporan Pendahuluan Keperawatan Anak pada An. P

dengan Asfiksia Sedang di Ruang Perinatologi RSUD Pandan Arang

Boyolali. Boyolali: Surakarta

Ulfah SA, 2017. Laporan Pendahuluan Asfiksia Ruang Perinatologi RS Wava

aHusada Kepanjen. Kepanjen: STIKES Kepanjen

Anda mungkin juga menyukai