Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERWATAN KLIEN DENGAN

GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR RASA AMAN DAN NYAMAN

DI RAWAT INAP RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD RIZKY A

NIM : 21032

AKADEMI KEPERAWATAN GIRI SATRIA HUSADA WONOGIRI

2022

1
A. KONSEP KEBUTUHAN DASAR

1. DEFINISI GANGGUAN ELIMINASI URINE

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung
kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010).

Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap
manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar,
menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem
perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya
akan terpengaruh. Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi.
Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi
urine, inkontinensia urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi
urine sering terjadi pada pasien–pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap
(Hidayat, 2010).

Penggunaan kateter urin merupakan suatu tindakan keperawatan yang banyak


dilakukan di rumah sakit. Kasus pemasangan kateter di Indonesia lebih banyak
pada laki-laki dibanding perempuan. Pada kasus pemasangan kateter dimana
sebanyak 4% penggunaan kateter dilakukan pada perawatan rumah dan sebanyak
25% pada perawatan akut. Sebanyak 15% - 25% pasien dirumah sakit menggunakan
kateter menetap. Hal ini dilakukan untuk mengukur haluan urin dan untuk
membantu pengosongan kandung kemih (Basuki, 2011).

Kandung kemih tidak dapat terisi dan berkontraksi pada saat terpasang kateter,
hal ini menyebabkan kapasitas kandung kemih menurun atau hilang (atonia).
Menurunya rangsangan berkemih terjadi akibat pemasangan kateter tetap dalam
waktu yang lama sehingga mengakibatkan kandung kemih tidak akan terisi dan
berkontraksi dalam waktu yang lama pula. Ketika hal ini terjadi pada akhirnya
kandung kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila atonia terjadi dan kateterpun di
lepas maka akan terjadi komplikasi gangguan fungsi perkemihan (Smeltzer & Bare,
2010). Efek samping dari pemasangan kateter tetap adalah terjadinya inkontinensia
urin. Inkontinensia urin adalah keadaan dimana urin yang keluar terus menerus
setelah kateter dilepas atau pasien tidak mampu mengendalikan atau menahan
urin (Potter & Perry, 2013). Data dari WHO (2012) menunjukkan 200 juta
penduduk dunia mengakami inkontinensia urine. Sedangkan dari data DEPKES
(2012) didapatkan data 5,8 % penduduk Indonesia mengalami inkontinensia urine.

2
2. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya terjadi penyaringan


darah sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh. Zat ini akan
larut dalam air dan akan dikeluarkan berupa urine. Zat yang dibutuhkan tubuh akan
beredar kembali dalam tubuh melalui pembuluh darah kapiler ginjal, masuk ke dalam
pembuluh darah dan beredar keseluruh tubuh. Sistem perkemihan merupakan sistem
rangkaian organ yang terdiri atas ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra
(Syaifuddin, 2009).

Ginjal, ureter, kadung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi
utama ginjal adalah mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit dan komposisi
asam basa cairan tubuh, mengeluarkan produk aktif metabolik dari dalam darah dan
mengatur tekanan darah. Urin yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut
dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urin tersebut disimpan
untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urin akan
diekskresikan dari tubuh lewat uretra (Brunner & Suddarth, 2002).

Meskipun cairan serta elektrolit dapat hilang melalui jalur lain dan ada organ lain
yang turut serta dalam mengatur keseimbangan asam basa, namun organ yang
mengatur kimia internal tubuh secara akurat adalah ginjal. Fungsi ekskresi ginjal
diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Namun demikian, berbeda dengan
sistem kardiovaskuler dan respiratorius, gangguan total fungsi ginjal tidak
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat.Ginjal harus mampu untuk
mengekskresikan berbagai produk limbah makanan dan metabolisme dalam jumlah
yang dapat diterima serta tidak dieliminasi oleh organ lain. Jika diukur tiap hari,
jumlah produk tersebut biasanya berkisar dari 1 hingga 2 liter air, 6 hingga 8 gram
garam (natrium klorida), 6 hingga 8 gram kalium klorida dan 70 mg ekuivalen asam
perhari. Di samping itu, ureum yang merupakan produk akhir metabolisme protein
dan berbagai produk limbah lainnya diekskresikan dalam urin (Brunner & Suddarth,
2002).

a. Ginjal

Menurut Saputra (2014) ginjal merupakan suatu organ bervaskuler banyak yang
berbentuk seperti kacang. Ginjal terdiri dari tiga bagian

 Korteks renalis (bagian luar): mengandung mekanisme penyaringan darah dan


dilindungi oleh kapsul berfibrosa dan lapisan lemak.
 Medula renalis (bagian tengah): mengandung 8 sampai 12 piramida ginjal (biji
berlurik yang sebagian besar tersusun dari struktur tubular).

3
 Pelvis renalis ( bagian dalam): menerima urine melalui kalises
mayor
Pada potongan sagital ginjal terdapat 2 bagian yaitu bagian tepi luar ginjal yang
disebut korteks dan bagian dalam ginjal yang berbentuk segitiga disebut pyramid ginjal
atau bagian medulla ginjal. Didalam ginjal terdapat satuan fungsional ginjal yang paling
kecil, yaitu nefron. Tiap ginjal terdiri dari sekitar 1,2 juta nefron. Setiap nefron terdiri
dari komponen vaskuler yaitu glomerulus dan komponen tubulus, keduannya secara
struktural dan fungsional bekaitan erat (Sloane, 2003).

Setiap nefron merupakan saluran yang tipis (dengan diameter 20-50 ) dan memiliki
bentuk yang memanjang/elongasi (dengan panjang 50 mm). Nefron terdiri dari saluran
berujung buntu (blind end) yang melebar. Kapsul bowman yang diikuti oleh tubulus kontotus
proksimal, ansa

Henle serta tubulus kontortus distal (Marya, 2013). Nefron terdiri dari beberapa
bagian antara lain sebagai berikut:

1. Glomerulus
Glomerulus adalah masa kapiler yang berbentuk bola yang terdapat sepanjang arteriol,
fungsinya untuk filtrasi air danzat terlarut dalam darah. Glomerulus juga merupakan
gulungan gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda disebut kapsul
bowman (Sloane, 2003).

2. Kapsul bowman
Kapsul bowman merupakan suatu pelebaran nefron yang dibatasi oleh epitel yang
menyelubungi glomeulus untuk mengumpulkan zat terlarut yang difiltrasi oleh
glomerulus (Sloane, 2003).

3. Tubulus kontroktul proksimal

4
Tubulus kontroktul proksimal merupakan bagian utama nefron. Tubulus ini dilapisi oleh
lapisan tunggal sel epitel yang memperlihatkan suatu brush border yang menonjol pada
permukaan lumen dan sejumlah besar mitokondria dan sitoplasma. Karasteristik
histologik epitel tubulus kontroktus proksimal ini mungkin berkolerasi dengan aktivitas
reabsorpsinya yang luas. Cairan yang difiltrasi akan mengalir ketubulus kontrotus
proksimal. Letak tubulus ini didalam korteks ginjal, sepanjang 15 mm dengan diameter
50-60 mm. bentuknya berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus yang
berjalan kearah medulla, yaitu ansa henle (Marya, 2013).
4. Ansa henle
Ansa henle terdiri dari segmen desenden yang tebal yang struktur serta fungsinya serupa
dengan tubulus kontroktus proksimal, lalu segmen tipis yang berjalan turun kedalam
medulla hingga kedalaman yang beragam untuk membentuk sebuah ansa
(gulungan/loop), dan segmen asenden yang tebal yang struktur serta fungsinnya serupa
dengan tubulus kontortus distal. Dengan menimbulkan hiperosmolalitas pada interstisium
medularis, ansa henle memainkan peranan yang penting dalam mekanisme pemekatan
urin pada ginjal (Marya, 2013).

5. Tubulus kontortus distal


Tubulus kontortus distal merupakan segmen nefron diantara macula densa dan duktus
koligentes. Sel-sel ditandai dengan tidak adanya brush border dan memiliki banyak
mitokondria pada tepi basalis yang menunjukkan peranan sekresi pada sel-sel tersebut
(Marya, 2013).

6. Duktus koligentes atau duktus pengumpul


Duktus koligentes merupakan saluran pengumpul yang akan menerima cairan dan zat
terlarut dari tubulus distal. Duktus koligers berjalan dari dalam berkas medulla menuju ke
medulla. Setiap duktus pengumpul yang berjalan kearah medulla akan mengosongkan
urin yang telah terbentuk kedalam pelvis ginjal (Sloane, 2003).

7. Pembuluh darah ginjal


Setiap arteri renalis berasal langsung dari aorta. Arteri ini memasuki ginjal dan
bercabang secara progresif menjadi pembuluh arteri yang lebih kecil yaitu arteri
interlobaris, arteri arkuata dan arteri interlobularis. Setiap arteri interlobularis

5
mempercabangkan suatu seri arteriola aferen. Arteriola aferen terpecah menjadi 4-6
gelungan kapiler (glomerulus) yang kemudian menyatu kembali menjadi arteriola eferen.
Arteriola eferen bercabang-cabang menjadi suatu jaringan kapiler, yaitu kapiler
peritubularis untuk mengelilingi bagian nefron yang berada dalam korteks renal (Marya,
2013). Arteriola eferen glomerulus jukstamedularis membentuk suatu tipe kapiler
peritubularis yang spesial dan dinamakan vasa rekta. Vasa rekta relatif lurus dan
merupakan gelungan kapiler panjang yang berjalan turun kedalam medulla renal serta
membentuk gelungan seperti penjepit rambut disepanjang sisi
ansa henle. Vasa rekta memiliki peranan yang penting dalam memelihara
hiperosmolalitas interstisium medularis (Marya,
2013).
8. Pembentukan urin
.Menurut Saputra (2014) urine dihasilkan dari tiga proses yang terjadi di nefron:
filtrasi oleh glomerulus, reabsorsi oleh tubulus dan sekresi oleh tubulus.
 Pada filtrasi oleh glomerulus: Transpor aktif dari tubulus kontortus proksimal
menyebabkan reabsorsi Na+ dan glukosa ke sirkulasi terdekat. Osmosis kemudian
menyebabkan reabsorsi H2O
 Pada reabsorsi tubulus: Suatu zat bergerak dari filtrat kembali dari tubulus kontortus
distal ke kapiler peritubuler. Transfor aktif menyebabkan reabsorsi Na+. Adanya
ADH menyebabkan reabsorsi H2O.
 Pada sekresi oleh tubulus: suatu zat berpindah dari kapiler peritubuler ke dalam filtrat
tubulus. Kapiler peritubuler kemudian mensekresikan NH3 dan H+.

9. Ureter
Ureter merupakan tabung fibromuskular yang menghubungkan setiap ginjal dengan
kandung kemih (ureter kiri sedikit lebih panjang dari ureter kanan), dikelilingi oleh tiga
lapis dinding. Berperan sebagai saluran yang membawa urine dari ginjal ke kandung
kemih. Mempunya gelombang peristaltik satu sampai lima kali setiap menit untuk
mengalirkan urine ke kandung kemih. Ureter dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Pelvis renalis: pelvis renalis adalah bagian atas yang mengembang. Struktur ini
bermula sebagai alat berbentuk mangkuk yang dikenal sebagai kaliks.
2. Ureter: ureter memiliki panjang sekitar 25,4 cm. Bagian atas terletak di depan otot
belakang abdomen; bagian bawah masuk ke dalam rongga pelvis sejati dan berakhir
di permukaan belakang kandung kemih di mana ureter menembus dinding kandung
kemih tersebut. Setiap ureter tersusun atas:
 Jaringan fibrosa: lapisan paling luar
 Jaringan otot bebas: lapisan tengah; urine mengalir dari ginjal ke dalam kandung
kemih melalui gerak peristaltic
 Jaringan epitel transisional: menyusun lapisan dalam ureter dan menjaganya dari
keasaman urine

6
10. Vesika Urinarius (Kandung Kemih)
Menurut Syaifuddin (2009), vesika urinaria (kandung kemih) : terletak tepat
dibelakang os pubis, merupakan tempat penyimpanan urin yang berdinding otot yang
kuat, bentuknya bervariasi sesuai dengan jumlah urin yang di kandung. Kandung kemih
pada waktu kosong terletak dalam rongga pelvis, sedangkan dalam keadaan penuh
dinding atas terangkat masuk kedalam region hipogastrika. Apeks kandung kemih
terletak di belakang pinggir atas simpisis pubis dan permukaan posteriornya berbentuk
segi tiga. Bagian sudut superolateral merupakan muara ureter dan sudut interior
membentuk uretra.

Bagian atas kandung kemih di tutupi oleh peritoneum yang membentuk eksafasio
retrovesikalis, sedangkan bagian bawah permukaan posterior dipisahkan oleh rectum oleh
duktus deferens, vesika seminalis, dan vesiko retro vesikalis. Permukaan posterior
seluruhnya di tutupi oleh peritoneum dan berbatasan dengan gulungan ileum dan kolon
sugmoid. Sepanjang lateral permukaan peritoneum melipat ke dinding lateral pelvis.

11. Pengisian kandung kemih


Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral
longitudinal dan sekitar lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi peristaltic ureter -5 kali
per menit. Akan menggerakkan urin pada pelvis renalis kedalam andung kemih dan
disemprotkan setiap gelombang peristaltic. Ureter yang berjalan miring melalui dinding
kandung kemih untuk menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang peristaltic untuk
mencegah urin tidak kembai di uretra.
Apabila kandung kemih terisi penuh permukaan superior membesar, menonjol ke
atas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritenium akan menutupi bagian bawah dinding
anterior kolum kandung kemih yang terletak dibawah kandung kemih dan permuaan atas
prostat. Serabut otot polos dilanjutkan sebagai serabut otot polos prostat kolum kandung
kemih yang dipertahankan. Pada tempatnya oleh liga mentum puborostatika pada pria
oleh ligamentum pubovesikalis. Pada wanita yang merupaan penebalan fasia pubis.
Membran mukosa kandung kemih dalam keadaan kosong akan berlipat-lipat.
Iipatan ini akan hilang apabila kandung kemih berisi penuh. Daerah membrane mukosa
meliputi permukaan dalam basis kandung kemih yang dinamakan trigonum. Vesika
ureter menembus dinding kandung kemih secara miring membuat seperti katup yang
mencegah aliran balik urin ke ginjal pada waktu kandung kemih terisi.
12. Pengosongan kandung kemih
Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab pada pengosongan kandung
kemih selama berkemih (miksturasi) berkas otot tersebut berjalan pada sisi uretra, serabut
ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdpat sfingter otot rangka yaitu
sfingter uretra membrannosa (sfingter uretra eksterna). Epitel kemih dibentuk dari lapisan
superfisialis sel kuboid.

7
13. Uretra
Menurut Saputra dan Dwisang Evi (2014) uretra adalah suatu saluran sambungan
yang membawa urine dari kandung kemih ke arah luar. Uretra pada perempuan
berukuran pendek dengan panjang 3,8 cm. Lubang keluarnya membuka di antara bibir
vagina, di atas lubang vagina. Otot sfringter uretra perempuan terdapat di permulaan
saluran tersebut. Pada laki-laki uretra memiliki panjang 15 hingga 20 cm dari kandung
kemih ke lubang keluarnya di ujung penis. Uretra laki-laki menjalankan dua tugas: tugas
pertama adalah menyalurkan urine dan yang kedua adalah menyalurkan mani. Uretra
laki-laki dibagi menjadi beberapa bagian:
a. Bagian prostat: kelenjar prostat mengelilingi uretra di bagian ini; otot sfringter
uretra terdapat di bagian bawah
b. Bagian membran: bagian uretra yang berlanjut dari bagian prostat
c. Bagian penis: bagian yang terdapat di dalam penis
3. ETIOLOGI
Menurut SDKI (2019), factor-faktor yang mempengaruhi gangguan kebutuhan
eliminasi urine sebagai berikut:
1. Penurunan kapasitas kandung kemih
2. Iritasi kandung kemih
3. Penurunan kemampuan menyampuri tanda-tanda gangguan kandung kemih.
4. Efek tindakan medis dan diasnotik (misal operasi ginjal, operasi saluran kemih,
anestesi, dan obat-obatan)
5. Kelemahan otot pelvis
6. Ketidak mampuan mengakses toilet (misal imobilisasi)
7. Hambatan lingkungan
8. Ketidakmampuan dalam mengomunikasikan kebutuhan eliminasi
9. Outlet kandung kemih tidak lengkap (misal anomali saluran kemih kongenital)
10. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)
4. KLASIFIKASI GANGGUAN ELIMINASI URINE

1. Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih akibat
ketidakmampuanmengosongkan kandung kemih .

2. Dysuria, adanya rasa setidaksakit atau kesulitan dalam berkemih .

3. Polyuria, produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal , seperti 2500
ml / hari , tanpa adanya intakecairan .

4. Inkontinensi urine, ketidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter


eksternal untuk mengontrol keluarnyaurine dari kantong kemih .

5. Urinari suppresi Adalah berhenti mendadak produksi urine.

5. GEJALA KLINIS

8
Eleminasi urine Retensi urine :

a. Ketidaknyamanan daerah pubis

b. Distensi kandung kemih

c. Ketidaksanggupan untuk berkemih

d. Sering berkemih dalam kandung kemih yang sedikit ( 25-50 ml )

6. FAKTOR RISIKO

 Usia lanjut

Seiring pertambahan usia, otot kandung kemih dan saluran lubang kencing
(uretra) akan semakin melemah. Inkontinensia juga sering kali merupakan bagian
dari sindrom geriatri atau sekumpulan masalah kesehatan yang sering terjadi pada
lansia.

 Jenis kelamin wanita

Inkontinensia urine lebih banyak menyerang wanita dibandingkan pria. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh proses kehamilan, melahirkan, dan menopause.

 Keturunan

Risiko seseorang terkena inkontinensia urine akan lebih besar, jika salah satu
anggota keluarganya pernah menderita kondisi yang sama.

 Merokok

Tembakau dapat meningkatkan risiko inkontinensia urine. Oleh karena itu,


perokok lebih berisiko mengalami kondisi ini.

 Operasi pengangkatan Rahim

Pada wanita, kandung kemih dan rahim didukung oleh beberapa otot yang sama.
Ketika rahim diangkat, otot-otot dasar panggul tersebut dapat mengalami
kerusakan, sehingga memicu inkontinensia.

 Pengobatan kanker prostat

Efek samping obat yang digunakan dalam proses pengobatan kanker prostat dapat
berisko menyebabkan inkontinensia urine.

 Obat-obatan

9
Beberapa jenis obat, sepeti obat antihipertensi, obat penenang, dan obat penyakit
jantung, dapat memicu terjadinya inkontinensia urine.

7. PATOFISIOLOGI

Obstruksi kandung kemih (intervesikal)

Penyempitan lumen uretra posterior

Peningkatan tekanan uretra

a. Distensi kandung kemih


b. Disuria/anuria
c. Sensasi penuh pada kandung kemih

Retensi urin

8. TANDA DAN GEJALA ELIMINASI URINE (RETENSI URINE)

Menurut SDKI (2019), Tanda dan Gejala eliminasi urine di antaranya :

1. Tanda dan gejala mayor


Subjektif:
 Desakan berkemih (urgensi)
 Urine menetes (dribbling)
 Sering buang air kecil
 Nokturia
 Mengompol
 Enuresis

Objektif:

 Distensi kandung kemih


 Berkemih tidak tuntas
 Volume residu urine meningkat

10
2. Tanda dan gejala Minor
Subjektif: -
Objektif: -

9. PENANGANAN MEDIS ELIMINASI URINE (RETENSI URINE)

Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2004) Kebutuhan eliminasi urine :

d. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan


cara pengambilan urine antara lain: pengambilan urine biasa, pengambilan urine
steril, dan pengumpulan selama 24 jam.
 Pengambilan urine biasa
 Pengambilan urine steril
 Pengambilan urine selama 24 jam
 Menggunakan Urinal Untuk Berkemih
e. Melakukan Kateterisasi
f. Memasang Kondom Kateter
g. Pembedahan

11
10. PATHWAY

Etiologi

GANGGUAN
ELIMINASI URINE

Penyempitan Penumpukkan Urine di


Uretra Kandung Kemih

Menurunnya
Volume Urine .Distensi Abdomen

MK : RETENSI MK: NYERI Begah


URINE

,Mekanisme Nafsu Makan


Koping Menurun menurun

Aktivitas MK: DEFISIT


Terganggu NUTRISI

MK: INTOLERANSI
AKTIVITAS

PPNI (2019) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia

12
11. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Sistem Eliminasi Urine

1. Pengkajian

Pengkajian yang diambil menurut Ardiansyah dalam Rais (2015) diantarannya


sebagai berikut:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status
kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

b. Anamnese

1. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah pinggang, urine lebih
sedikit, hematuria, pernah mengeluarkan batu saat berkemih, urine berwarana kuning
keruh, sulit untuk berkemih, dan nyeri saat berkemih.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Penurunan haluaran urin atau BAK sedikit, kandung kemih penuh dan rasa terbakar,
dorongan berkemih, mual/muntah, nyeri abdomen, nyeri panggul, kolik ginjal, kolik
uretra, nyeri waktu kencing dan demam.
4. Riwayat Kesehatan DahuluRiwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya,
riwayat kolik renal atau bladder tanpa batu yang keluar, riwayat trauma saluran
kemih.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit atau kelainan ginjal lainnya.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat tinggal yang asupan airnya banyak mengandung kapur, perlu
dikaji juga daerah tempat tinggal dekat dengan sumber polusi atau tidak.
7. Pengkajian Kebutuhan Dasar
a. Kebutuhan Oksigenasi
Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan pasien teratur saat inspirasi dan
ekspirasi dan tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
b. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

13
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium
oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak cukup minum,
terjadi distensiabdomen, penurunan bising usus.
c. Kebutuhan Eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus). Penurunan
haluaran urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar saat buang air kecil. Keinginan
dorongan ingin berkemih terus, oliguria, hematuria, piuri atau perubahan pola
berkemih.
d. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan apakah pasien
terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas misalnya karena penyakit yang kronis
atau adanya cedera pada medulla spinalis.
e. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.
f. Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif klien dengan kejadian di luar penampilan luar mereka.
g. Kebutuhan Kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi tergantung pada lokasi batu
misalnya pada panggul di regio sudut costovertebral dapat menyebar ke
punggung, abdomen dan turun ke lipat paha genetalia, nyeri dangkal konstan
menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal, nyeri yang khas adalah
nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area
ginjal pada palpasi.
h. Kebutuhan Personal Hygiene
Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat di rumah
sakit.
i. Kebutuhan Informasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang diet pada vesikolitiasis serta proses
penyakit dan penatalakasanaan.
j. Kebutuhan Konsep Diri
Konsep diri pasien mengenai kondisinnya
c. Pengkajian Fisik

1. Status kesehatan umum


Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda-tanda vital.

2. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala mesochepal.

3. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan edema periorbital dan konjungtiva apakah anemis.

14
4. Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.

5. Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran.

6. Pemeriksaan Gigi dan Mulut


Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir biasanya
kering, pucat.

7. Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan peningkatann kerja
jantung.

8. Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali.

9. Pemeriksaan Paru
pengembangan ekspansi paru sama atau tidak. Suara napas abnormal

10. Pemeriksaan Abdomen


Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah. Palpasi ginjal
dilakukan untuk mengidentifikasi massa, pada beberapa kasus dapat teraba ginjal
pada sisi sakit akibat hidronefrosis.

11. Pemeriksaan Genitalia


Pada pola eliminasiurine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi urine, dan
sering miksi

12. Pemeriksaan Ekstremitas

Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada saat jalan, duduk dan bangkit dari posisi
duduk, tidak ada deformitas dan fraktur.

15
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN DAN KRITERIA HASIL DAN
INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen nyeri


keperawatan selama 3 x 24
Penyebab : jam diharapkan nyeri pada Observasi
 Agen pencedra pasien berkurang dengan
fisiologis (mis.  Identifikasi lokasi,
kriteria hasil : karakteristik,
Inflamasi iskemia, 1. Tingkat Nyeri
neoplasma) durasi, frekuensi,
 Nyeri berkurang kualitas, intensitas
 Agenpencedera dengan skala 2 nyeri
kimiawi (mis.  Pasien tidak mengeluh
Terbakar, bahan kimia nyeri  Identifikasi skala
iritan) nyeri
 Pasien tampak tenang
 Agen pencedera fisik
 Pasien dapat tidur
(mis. Abses, amputasi,  Identifikasi respon
dengan tenang
prosedur operasi, nyeri nonverbal
 Frekuensi nadi dalam
taruma, dll)
batas normal (60-100  Identifikasi factor
Gejala dan tanda mayor
x/menit) yang memperingan
Subjektif : mengeluh nyeri
 Tekanan darah dalam dan memperberat
Objektif :
batas normal (90/60 nyeri
 Tampak meringis
mmHg – 120/80
 Bersikap proaktif (mis.  Identifikasi
mmHg)
waspada, posisi pengetahuan dan
 RR dalam batas normal
menghindari nyeri) keyakinan tentang
(16-20 x/menit)
 Gelisah nyeri
2. Kontrol Nyeri
 Frekuensi nadi
 Melaporkan bahwa  Identifikasi budaya
meningkat
nyeri berkurang terhadap respon
 Sulit tidur dengan menggunakan
Gejala dan tanda minor nyeri
manajemen nyeri
Subjektif : -  Identifikasi
 Mampu mengenali
Objektif pengaruh nyeri
nyeri (skala, intensitas,
 Tekanan darah frekuensi dan tanda terhadap kualitas
meningkat nyeri) hidup pasien
 Pola nafas berubah 3. Status Kenyamanan
 Monitor efek

16
 Nafsu makan berubah  Menyatakan rasa samping
 Proses berpikir nyaman setelah nyeri penggunaan
terganggu berkurang analgetik
 Menarik diri
 Monitor
 Berfokus pada diri
keberhasilan terapi
sendiri
komplementer yang
 diaforesisi
sudah diberikan

Terapeutik

 Fasilitasi istirahat
tidur

 Kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri ( misal: suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan).

 Beri teknik non


farmakologis untuk
meredakan nyeri
(aromaterapi, terapi
pijat, hypnosis,
biofeedback, teknik
imajinasi
terbimbimbing,
teknik tarik napas
dalam dan kompres
hangat/ dingin)

Edukasi

 Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri

 Jelaskan strategi
meredakan nyeri

 Anjurkan

17
menggunakan
analgetik secara
tepat

 Anjurkan monitor
nyeri secara
mandiri

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu

2. Retensi urin Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen


keperawatan selama…x…jam Eliminasi Urine
Penyebab diharapkan masalah retensi
 Peningkatan tekanan urine membaik dengan kriteria Observasi
uretra hasil: 1. Identifikasi tanda
 Kerusakan arkus reflex  Sensasi berkemih dan gejala retensi
 Blok sfingter meningkat urine
 Disfungsi neurologis  Distensi kandung
(mis. Trauma, penyakit kemih menurun 2. Identifikasi faktor
saraf)  Berkemih tidak tuntas yang menyebabkan
 Efek agen menurun retensi urine
farmakologis  Volume residu urine 3. Monitor eliminasi
(mis.atropine, menurun urine
belladonna,  Urine menetes (mis.frekuensi,
psikotropik, (dribbling) menurun konsistensi, aroma,
antihistamin, opiate)
 Disuria menurun volume dan warna)
 Gejala dan tanda
 Frekuensi BAK
mayor Terapeutik
membaik
Subjektif :
 Karakteristik urine 1. Catat waktu dan
 Sensasi penuh pada
membaik haluaran berkemih
kandung kemih
Objektif : 2. Batasi asupan
 Disuria atau anuria cairan, jika perlu
 Distensi kandung
kemih Edukasi
Gejala dan tanda minor
1. Ajarkan tanda dan
Subjektif : Dribbling
gejala infeksi

18
Objektif : saluran kemih
 Inkontinensia berlebih
2. Ajarkan mengukur
 Residu urine 150 ml
asupan cairan dan
atau lebih
haluaran urine

3. Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat
untuk berkemih

4. Ajarkan terapi
modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemih

5. Anjurkan minum
yang cukup, jika
tidak ada
kontraindikasi

6. Anjurkan
mengurangi minum
menjelang tidur

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian obat


Supositoria uretra jika
perlu

2. Perawatan Kateter
Urine

Observasi

1. Monitor kepatenan
kateter urine

2. Monitor tanda dan


gejala infeksi
saluran kemih

3. Monitor tanda dan


gejala obstruksi

19
aliran urine

4. Monitor kebocoran
kateter, selang dan
kantung urine

5. Monitor input dan


output cairan (mis.
Jumlah dan
karakteristik)

Terapeutik

1. Gunakan teknik
aseptic selama
perawatan kateter
urine

2. Pastikan kateter
dan kantung urine
terbebas dari
lipatan

3. Pastikan kantung
urine diletakkan di
bawah ketinggian
kandung kemih dan
tidakdi lantai

4. Lakukan perawatan
perineal minimal
1x sehari

5. Kosongkan
kantung urine jika
kantung urine
sudah terisi
setengahnya

6. Lepaskan kateter
urine sesuai
kebutuhan

7. Jaga privasi selama

20
melakukan
tindakan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan,
manfaat, prosedur
dan risiko sebelum
pemasangan kateter

3. Perawtaan
Retensi Urine

Observasi

1. Identifikasi
penyebab retensi
urine

2. Monitor efek agens


farmakologis

3. Monitor intake dan


output cairan

4. Monitor tingkat
distensikandung
kemih dengan
palpasi atau perkusi

Terapeutik

1. Sediakan privasi
untuk berkemih

2. Berikan rangsangan
berkemih (mis.
Kompres dingin
pada abdomen)

3. Fasilitasi berkemih
dengan interval
yang teratur

Edukasi

21
1. Jelaskan penyebab
retensi urine

2. Anjurkan pasien
atau keluarga
mencatat output
urine

3. Ajarkan cara
melakukan
rangsangan
berkemih

3. D.0056 Intoleransi Aktivitas. Setelah dilakukan tindakan A. MANAJEMEN


keperawatan 3x24 jam, maka ENERGI (I. 05178)
toleransi aktivitas meningkat
Definisi :… 1. Observasi
dengan kriteria hasil :
 Identifkasi
Ketidakcukupan energi untuk  Keluhan lelah menurun gangguan fungsi
tubuh yang
melakukan aktivitas sehari  Dispenea saat aktivitas mengakibatkan
hari menurun kelelahan
 Frekuensi jantung  Monitor
normal kelelahan fisik
Penyebab dan emosional
 Perasaan lemah
 Monitor pola dan
1. Ketidakseimbangan antara menurun
jam tidur
 EKG iskemia membaik  Monitor lokasi
suplai dan kebutuhan  Aritmia saat aktivitas dan
menurun ketidaknyamanan
oksigen selama
 Sianosis menurun
melakukan
2. Tirah baring  Aritmia setelah
aktivitas
aktivitas menurun 2. Terapeutik
3. Kelemahan  Sediakan
lingkungan
4. Imobilitas nyaman dan
rendah stimulus
5. Gaya hidup monoton (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
 Lakukan rentang
gerak pasif
dan/atau aktif
 Berikan aktivitas
Gejala dan Tanda Mayorse distraksi yang
menyenangkan

22
Subjektif  Fasilitas duduk di
sisi tempat tidur,
jika tidak dapat
1. Mengeluh lelah
berpindah atau
berjalan
3. Edukasi
Objektif  Anjurkan tirah
baring
1. frekuensi jantung  Anjurkan
melakukan
meningkat >20% dari aktivitas secara
bertahap
kondisi sehat  Anjurkan
menghubungi
perawat jika
Gejala dan Tanda Minor tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
Subjektif  Ajarkan strategi
koping untuk
1. Dispnea saat/setelah mengurangi
kelelahan
aktivitas 4. Kolaborasi
 Kolaborasi
2. Merasa tidak nyaman dengan ahli gizi
tentang cara
setelah beraktivitas meningkatkan
asupan makanan
3. Merasa lemah
B.Edukasi Rehabilitas
Jantung
Objektif
Observasi :
1. Tekanan darah berubah
 Identifikasi kesiapan
>20% dari kondisi istirahat
dan kemampuan
2. Gambaran EKG
menerima informasi
menunjukan aritmia

saat/setelah aktivitas

3. Gambaran EKG

menunjukan iskemia

23
4. Sianosis
Terapeutik

 Sediakan materi dan

media pendidikan

kesehatan

 Jadwalkan pendidikan

kesehatan sesuai

kesepakatan

 Berikan kesempatan

untuk bertanya

Edukasi

 Informasikan pasien

dan keluarga mengenai

akses layanan darurat

yang tersedia di

komunitas, jika perlu

 Anjurkan

mempertahankan

jadwal ambulasi, sesuai

toleransi

 Anjurkan pasien dan

keluarga mengikuti

seluruh rangkaian

24
program rehabilitasi

 Ajarkan memonitor

toleransi aktivitas

 Ajarkan pasien dan

keluarga modifikasi

faktor risiko jantung

(mis. penghentian

merokok, diet, dan

olahraga), jika perlu

 Ajarkan cara mengetasi

nyeri dada (mis. minum

nitrogliserin sublingual

setiap 5 menit

tiga kali dan panggil

pertolongan darurat jika

nyeri dada tidak

berkurang)

 Ajarkan teknik latihnan

(mis. pemanasan, daya

tahan tubuh, dan

pendinginan), jika perlu

25
3.IMPLEMENTASI

Pencegahan, pengaturan posisi dan intervensi mandiri. Tindakan


keperawatanmencangkup tindakan mandiri dan kolaborasitindakan mandiri: aktivitas perawat
yang dilakukan atau yang didasarkan pada kesimpulan sendiri dan bahan petunjuk dan perintah
tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi: tindakan yang dilaksanakan atas hasil keputusan
bersama dengan dokterdan petugas kesehatan lain.

4. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana ksehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien.

 S = Subjektif
 O = Objektif
 A = Analisa
 P = Planning

26
DAFTAR PUSTAKA

Marya, R. (2013). Buku Ajar Patofisiologi. Tangerang: Binarupa aksara publisher.

Persatuan Perawat Republik Indonesia. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator

Diagnostik (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozler & Ert's Fundamentals of Nursing (10ª ed.).
USA: Pearson Education.

Perry, A.G. & Potter, P. A. (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed.). St Louis: Elsevier
Wilkinson, J. M., Treas, L. S., Barnett, K. & Smith, M. H. (2016). Fundamentals of
Nursing (3rd ed.). Philadelphia: F. A. Davis Company,

Dougherty, L. & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Procedures NHS Foundation
Trust.

27

Anda mungkin juga menyukai