Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KOMPREHENSIF II

“ gagal ginjal kronis (CKD) ”

Dosen Pembimbing :

Ns. Fauzan Alfikrie, M.Kep

Disusun Oleh:

Muhammad Fatha Maulana Al Mufry (821181008)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI PONTIANAK

TAHUN AJARAN

2021/2022

1
TINJAUN TEORI

A. Anatomi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah sistem yang bekerja sebagai
proses penyaringan darah/filtrasi sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh (ekskresi) danmenyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh (reabsorbsi). Zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan dalam bentuk urine (air kemih)
(Purwanto, 2016, hal:9).
Sistem urinaria dapat dikatakan sistem kerjasama tubuh yang bertujuan
untuk keseimbangan internal atau homeostatis. Namun fungsi utama sistem
urinaria adalah sebagai filtrasi plasma darah, ekskresi zat tidak terpakai, dan
rearbsorbsi zat terpakai tubuh (Purawanto, 2016, hal:9).
Ginjal memaminkan peran penting dalam mempertahankan homeostatis.
Mereka mengeluarkan produk linbah melalui produksi san eksresi urin dan
mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Sebagian dari fungsinya, ginjal
menyaring zat-zat penting dari darah, seperti natrium dan kalium, dan secara
selektif menyerap kembali zat-zat penting untuk homeostatis. Pembentukan
urin dicapai melalui proses filtrasi, rearbsorsi selektif, dan ekskresi
(Blackwell, 2017, hal:300).
1. Ginjal
Ginjal adalah organ utama sistem perkemihan, fungsi utama ginjal
adalah mengatur volume dan komposisi cairan ekstraseluler (ECF) dan
mengeluarkan produk limbah dari tubuh. Ginjal juga berfungsi untuk
mengontrol tekanan darah, memproduksi erytroprotein, mengaktifkan Vit
D, dan mengatur keseimbanagan asam-basa ( Lewis, etc., 2014).

2
Kedudukan ginjal terletak dibelakang dari cavum abdominalis (rongga
perut) dibelakang pritonium pada kedua sisi vertebrata lumbalis III, dan
melekat langsung pada dinding abdomen/perut. Ginjal berbentuk seperti
kacang merah (kara/ercis). Sisi dalamnya atau sering dinamakan hilum
menghadap ke tulang punggung sedangkan sisi uarnya berbentuk
cembung. Jumlah ginjal ada dua yaitu ginjal kanan dan ginjal kiri. Ukuran
ginjal sebelah kiri lebih besar dibanding dengan ginjal sebelah kanan.
Ginjal memiliki ukuran panjang ± 0-12 cm dan lebar ± 6-8 cm dan tebal
2,5 cm dengan ukuran berat sekitar 200 gram (Purwanto, 2016, hal: 10).
Pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dibanding dengan ginjal
perempuan. Setiap ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian korteks
(di sebelah luar) yang mengandung semua kapiler glomerulus dan
sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian medulla di sebelah dalam
tempat sebagian besar segmen tubulus berada. Perkembangan segmen-
segmen tubulus dari glomerulus ke tubulus proksimal, kemudian sampai
di tubulus distal, dan akhirnya hingga ke duktus pengumpul (collecting
duct). Gabungan organ glomerulus, tubulus proksimal, tubulus distal,
duktus coleduktus dinamakan nefron. Satu ginjal terdapat 1.000.000
nefron, kalau dua ginjal berarti ada sekitar 2.000.000 nefron (Purwanto,
2016, hal: 10-11).
2. Ureter
Ureter adalah organ tubular yang berjalan dari pelvis ginjal ke dasar
posterolateral kandung kemih. Panjang ureter sekitar 25-30 cm dan
diameter 5mm (Mades, 2005 dalam Blackwell, 2017, hal:320). Ureter
berhenti dikandung kemih mereka melewati pinggiran panggul di
bifurkasi arteri iliaka yang umum. Ureter memiliki 3 lapisan yaitu
(Blackwell, 2017, hal: 320):
a. Mukosa epitel transisional (Lapisan dalam)
b. Lapisan otot polos (Lapisan tengah)
c. Jaringan ikat fibrosa (Lapisan luar)

3
Urin diangkut melalui ureter, melalui gerakan otot daari gelombang
otot peristaltik saluran kemih. Ketika pelvis ginjal menjadi sarat dengan
urine, aksi gelombang peristaltik mendorong urin untuk meninggalkan
tubuh. Jumlah urin dalam pelvis ginjal menentukan frekuensi aksi
gelombang peristaltik, yang dapat berkisar dari satu hingga setiap
beberapa detik. Tindakan ini menciptakan kekuatan tekanan yang
menggerakan urin melalui ureter dan masuk ke kandung kemih dalam
semburan kecil (Blackwell, 20017, hal:320).

3. Kandung Kemih
Kandung kemih adalah organ yang dapat diregangkan (mampu
mengisi pada tekanan yang relatif rendah) yang diposisikan dibelakang
simfisis pubis dan anterior vagina dan dubur. Fungsi utamanya adalah
untuk berfungsi sebagai reservoir untuk urin dan untuk menghilangkan
produksi limbah dan tubuh. Output urin dewasa normal adalah sekitar
1500ml/hari yang bervariasi sesuai dengan asupan makanan dan cairan
(Lewis, etc., 2014).
Trigon ditempelkan kepanggul oleh banyak nya ligamen dan tidak
berubah bentuknya saat mengisi atau mengosongkan kandung kemih.
Otot kandung kemih (detrusor) terdiri dari lapisan serat otot polos yang
terjalin yang mampu membuat distensi selama pengisian dan kandung
kemih selama pengosongan. Sebagian hasil dari keterikatan ini, ketika
kandung kemih terisii, ia naik menuju umbilikus. Kubah dan aspek
anterior dan lateral kandung kemih mengembang dan berkontraksi
(lewis,etc., 2014).
Rata-rata 200-250 ml urin dalam kandung kemih menyebabkan
distensi sedang dan keinginan untuk buang air kecil. Ketika jumlah urin
mencapai 400-600ml, orang tersebut merasa tidak nyaman, kapasitas
kandung kemih bervariasi dengan individu, tetapi umumnya berkisar
antara 600-1000 ml. Kandung kemih memiliki lapisan mukosa yang sama

4
dengan pelvis ginjal, ureter, dan leher kandung kemih. Kandung kemih
dilapisi oleh epitel sel transisional dan disebut sebagai urothelium.
Urothelium untuk saluran kemih. Oleh karena itu limbah urin yang
diproduksi oleh ginjal tidak keluar dari sistem kemih setelah
meninggalkan ginjal (Lewis, etc., 2014).
4. Uretra
Uretra adalah tabung berotot kecil yang mengeluarkan urin dari
kandung kemih dan membawanya keluar dari tubuh. Ini berisi tiga mantel
dan mereka berotot, ereksi dan tendir otot adalah kelanjutan dari lapisan
otot kandung kemih. Uretra diliputi oleh dua otot spingter uretra yang
terpisah. Otot spingter uretra internal dibentuk oleh otot polos tak sadar,
sedangkan otot sukarela bagian bawah membentuk otot spingter ekternal.
Spingter internal dibuat oleh otot detrusor. Spingter menjaga agar uretra
tetap tertutup saat urin tidak dikeluarkan. Spingter uretra internal berada
dibawah kendali tak sadar dan terletak dipersimpangan kandung kemih-
uretra. Spingter eksternal berada dibawah kendali otot sukarela
(Blackwell, 2017).
Fungsi utama uretra adalah untuk berfungsi sebagai saluran untuk urin
dari kandung kemih keluar tubuh selama berkemih dan untuk mengontrol
berkemih. Uretra perempuan memiliki panjang 2,5-5cm dan terletak
dibelakang simpisis pubis tetapi anterior vagina. Uretra laki-laki, sekitar
8-10 inci (20-25 cm) panjangnya, berasal dari leher kandung kemih dan
memperpanjang panjang penis (Lewis,etc., 2014).
B. Fisiologi Sistem Perkemihan
1. Fisiologi sistem filtrasi plasma darah
Ginjal menerima sekitar 1000-1200 ml darah per menit (20% dari
cardiac output). Jumlah cardiac output per menit sekitar 5000 ml. Laju
aliran darah sebesar ini untuk menjaga agar ginjal mampu menyesuaikan
komposisi darah, sehingga volume darah terjaga, memastikan
keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fsfat, dan pH darah serta

5
membuang produk-produk metabolisme seperti urea dan kreatinin
(Purwanto, 2016, hal: 13).
Darah menuju ke ginjal melalui arteri renalis dan berakhir di arteriol
aferen. Setiap arteriol aferen menjadi sebuah kapiler glomerulus yang
menyalurkan darah ke nefron. Darah meninggalkan ginjal dan mengalir
kembali ke vena kava inferior menuju ke atrium kanan di jantung
(Purwanto, 2016, hal 13).
Aliran darah ginjal harus tetap adekuat agar ginjal dapat bertahan serta
untuk mengontrol volume plasma dan elektrolit. Perubahan aliran darah
ginjal dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan hidrostatik
glomerulus yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus (GFR/glomerulus
filtrasi rate) (Purwanto, 2016, hal 13).
Aliran darah ginjal dikontrol oleh mekanisme intrarenal dan
ekstrarenal. Mekanisme intrarenal dikendalikan oleh arteri afferen dan
efferen berupa melebar dan menyempitnya luas penampang arteri.
Kemampuan mekanisme intrarenal ini disebut mekanisme otoregulasi.
Mekanisme ekstrarenal ini dikendalikan oleh efek peningkatan dan
penurunan tekanan arteri rata-rata dan efek susunan saraf simpatis.
Mekanisme ketiga diatur oleh hormon yang dihasilkan oleh ginjal yaitu
hormon renin, yang bekerja melalui pembentukkan suatu vasokonstriktor
kuat berupa angiotensin II (Purwanto, 2016, hal 13).
Angiotensin II (AII) adalah hormon vasokonstriktor kuat yang bekerja
pada seluruh sistem vaskuler untuk meningkatkan kontraksi otot polos
sehingga penurunan garis tengah pembuluh dan meningkatkan
resistensi/tahanan perifer total (TPR/total perifer resistance). Peningkatan
TPR ini akan meningkatkan tekanan darah sistemik. Hormon AII juga
beredar dalam darah ke kelenjar adrenal untuk menghasilkan hormon
mineralokortikoid berupa hormon aldosteron, yang berfungsi untuk
meningkatkan reabsorbsi natrium (Purwanto, 2016, hal 13).
2. Mekanisme pembentukan urine

6
Jumlah darah yang disaring oleh glomerulus per menit sekitar 1200 ml
( ini disebut laju filtrasi glomerulus), dan membentuk filtrat sekitar 120-
125 cc/menitnya. Setiap hari glomerulus dapat membentuk filtrat
sebanyak 150-180 liter. Namun dari jumlah sebesar ini hanya sekitar 1%-
nya saja atau sekitar 1500 ml yang keluar sebagai air seni. Berikut tahap
pembentukan urine (Purwanto, 2016, hal:13-14):
a. Proses filtrasi
Tahapan ini ada di glomerulus (bagian nefron) lihat gambar nefron di
atas. Proses filtrasi glomerulus disebut dengan laju filtrasi karena
dapat dihitung per menitnya. Prosesnya dimulai dari masukknya
plasma darah di arteri afferent. Hampir semua cairan plasma disaring
kecuali protein. Hasil penyaringan akan diteruskan ke kapsula
Bowman’s berupa air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan mineral
lainnya. Kemudian diteruskan ke tubulus distal, lengkung henle,
tubulus proksimal dan dikumpulkan di duktus kolegentus.
b. Proses reabsorbsi
Hasil dari proses filtrasi dinamakan filtrat. Ada beberapa filtrat
penting seperti; glukosa, natrium, klorida, fosfat dan bikarbonat di
serap kembali ke dalam tubuh. Proses penyerapan terjadi secara pasif
akibat proses difusi.
c. Proses augmentasi (pengumpulan)
Proses ini terjadi dibagian tubulus kontortus distal sampai tubulus
kolegentus (duktus pengumpul). Pada duktus colecting ini masih
terjadi proses reabsobsi natrium, clorida dan ureum sehingga
terbentuknya urine. Dari duktus pengumpul ini urine akan
dimasukkan keperlvis renalis lalu dibawa ke ureter. Dari ureter urine
masuk ke kandung kemih. Setelah cukup banyak sekitar 250-300 cc,
terjadilah proses rangsangan syaraf pudenda yang mengakibatkan otot
polos kandung kemih berkontraksi, maka terjadilah proses berkemih
dan urine akan keluar melalui uretra.

7
C. Konsep Dasar Penyakit
Gagal Ginjal Kronik
1. Definisi
Penyakit ginjal kronik (penyakit ginjal kronik, CKD) adalah suatu
penyakit ginjal yang progresif yang berhubungan dengan penyakit
sistemik, seperti diabetes mellitus (faktor risiko paling penting),
hipertensi, atau lupus eritematosus sistemik, atau terkait dengan penyakit
intrinsik, seperti akut cedera ginjal, kronik glomerulonefritis, kronik
pielonefritis, obstruktif uropati, atau gangguan vaskular. AKI dapat
berkembang menjadi CKD (Huether & Kathryn, 2019, hal:280).
National Kidney Foundation (NKF) menetapkan kerusakan sebagai
laju filtrasi glomerulus (GFR) < 60 ml / menit / 1,73 m 2 selama 3 bulan
atau lebih, terlepas dari penyebabnya. Penyakit ginjal kronis (CKD)
adalah istilah yang dipilih dan diberikan pada penggantian laju filtrasi
glomerulus (GFR). Syarat insufisiensi ginjal dan gagal ginjal kronik
masih sering digunakan untuk menjelaskan penurunan fungsi ginjal, tetapi
tidak memiliki spesifisitas dari 5 stadion yang disetujui oleh NKF. PGK
Penurunan GFR dan fungsi tubulus dengan manifestasi perubahan pada
semua sistem organ (Huether & Kathryn, 2019, hal:280).
2. Tahapan Penyakit Ginjal Kronik
a. Tahap I merupakan fungsi ginjal normal GFR normal atau tinggi
(>90ml/min) dengan fungsi ginjal normal tidak ada tanda, tetapi
dengan GFR yang tinggi bisa terjadi nya sering hipertensi.
b. Tahap II merupakan kerusakan ginjal ringan, sedikit penurunan GFR
(60-89ml/menit). Kerusakan ginjal ringan hampir tidak tampak dan
dengan penurunan GFR ditandai dengan hipertensi dan peningkatan
kadar kreatinin dan urea.

8
c. Tahap III merupakan kerusakan ginjal sedang, GFR 30-59ml/menit.
Kerusakan ginjal sedang ditandai dengan ringan.
d. Tahap IV merupakan kerusakan ginjal parah, GFR 15-29 ml/menit.
Ditandai dengan sedang seperti anemia defisiensi eritroprotein,
hiperfosfatemia, peningkatan trigliserida, asidosis metabolik,
hipekalemia, retensi garam/air.
e. Tahap V merupakan penyakit ginjal stadium akhir, gagal ginjal yang
nyata GFR <15 ml/menit, dengan gejala yang sangat berat (Huether &
Kathryn, 2019, hal:280).
3. Etiologi dan Faktor Risiko
a. Diabetus mellitus
b. Glumerulonefritis kronis
c. Pielonefritis
d. Hipertensi tak terkontrol
e. Obstruksi saluran kemih
f. Penyakit ginjal polikistik
g. Gangguan vaskuler
h. Lesi herediter
i. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
Meningkatnya kejadian CKD secara parsial menunjukkan
meningkatnya hipertensi terkait obesitas dan diabetes mellitus pada
populasi yang bergizi baik dan menetap (Black & Jane, 2014, hal: 308).
Oleh karena penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus sering
menjadi penyakit penyerta CKD, maka pengobatan yang agresif terhadap
penyakit dan faktor resiko dapat memperlambat perkembangan penyakit
dan membatasi morbiditas dan mortilitas (Black & Jane, 2014, hal:309).
4. Patofisiologi
a. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka

9
klirens kretinin kan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen
urea darh (BUN) juga akan meningkat.
b. Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal)
c. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan
natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi.
d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR,
maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu
sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya
kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan
penyakit tulang.
f. Penyakit tulang uremik(osteodistrofi) Terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon (Purwanto,
2016, hal: 146).
5. Manifestasi Klinis

10
a. Kardiovaskuler
- Hipertensi
- Pitting edema
- Edema periorbital
- Pembesaran vena leher
- Friction rub perikardial
b. Pulmoner
- KrekelS
- Nafas dangkal
- Kusmaul
- Sputum kental dan liat
c. Gastrointestinal
- Anoreksia, mual dan muntah
- Perdarahan saluran GI
- Ulserasi dan perdarahan pada mulut
- Konstipasi / diare
- Nafas berbau amonia
d. Muskuloskeletal
- Kram otot
- Kehilangan kekuatan otot
- Fraktur tulang
- Foot drop
e. Integumen
- Warna kulit abu-abu mengkilat
- Kulit kering, bersisik
- Pruritus
- Ekimosis
- Kuku tipis dan rapuh
- Rambut tipis dan kasar
f. Reproduksi

11
- Amenore
- Atrofi testis (Purwanto, 2016, hal: 146-147).

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urine
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan
menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn
ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga
ada
b. Darah
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8
gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Kalium: meningkat
- Magnesium; Meningkat
- Kalsium ; menurun

12
- Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
7. Penatalaksanaan
a. Dialisis
b. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid
c. Diit rendah uremi
8. Komplikasi
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis, efusi perikardialdan tamponade jantung
c. Hipertensi
d. Anemia
e. Penyakit tulang
D. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik
1. Pengkajian
Data subyektif dan obyektif yang harus diperoleh dari pasien dengan
Gagal Ginjal Kronik disajikan [ CITATION Sha14 \l 1057 ].
a. Data Subjektif
1) Informasi kesehatan
- Riwayat kesehatan masa lalu: Beberapa kelainan ginjal,
termasuk sindrom Alport dan penyakit ginjal polikistik,
memiliki dasar genetik. Gangguan lain yang dapat

13
menyebabkan CKD adalah diabetes mellitus, hipertensi, dan
systemic lupus erythematosus.
- Obat-obatan : obat yang berpotensi nefrotoksik, tanyakan
kepada pasien tentang penggunaan resep saat ini dan di masa
lalu dan obat-obatan serta persiapan herbal. Dekongestan dan
antihistamin yang mengandung pseudoefedrin dan fenilefrin
menyebabkan vasokonstriksi dan menyebabkan peningkatan
TD. Juga menilai penggunaan antasida. Magnesium dan
aluminium dari antasida dapat menumpuk di dalam tubuh
karena tidak dapat diekskresikan. Beberapa antasida
mengandung kadar garam yang tinggi, berkontribusi terhadap
hipertensi. Selain itu, antasid dapat mengganggu penyerapan
obat lain. NSAID (aspirin, acetaminophen, ibuprofen,
naproxen) dapat berkontribusi pada pengembangan AKI dan
perkembangan CKD, terutama ketika dikonsumsi dalam dosis
yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan. Analgesik
dalam kombinasi dan dalam jumlah besar telah dikaitkan
dengan perkembangan gagal ginjal. Jika diminum sesuai
resep untuk jangka pendek, analgesik ini biasanya dianggap
aman.
- Diiet: Nilai kebiasaan diet pasien dan diskusikan masalah apa
pun tentang asupan. Ukur tinggi dan berat badan, dan
evaluasi setiap perubahan berat badan baru-baru ini.
Ketahuilah bahwa CKD adalah penyakit seumur hidup.
Kronisitas penyakit ginjal dan perawatan jangka panjang
memengaruhi hampir setiap bidang kehidupan seseorang,
termasuk hubungan keluarga, kegiatan sosial dan pekerjaan,
citra diri, dan keadaan emosi. Nilai sistem pendukung pasien.
Pilihan modalitas pengobatan mungkin terkait dengan sistem
pendukung yang tersedia.

14
b. Data Objektif (Purwanto, 2016).
1) Aktifitas /istirahat
Gejala:
- kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
- Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:
- Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Gejala:
- Riwayat hipertensi lama atau berat
- Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
- Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada
kaki, telapak tangan
- Disritmia jantung
- Nadi lemahhalus, hipotensi ortostatik
- Friction rub perikardial
- Pucat pada kulit
- Kecenderungan perdarahan
3) Integritas ego
Gejala:
- Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
- Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda:
- Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian
4) Eliminasi
Gejala:
- Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap
lanjut)

15
- Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda:
- Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan
- Oliguria, dapat menjadi anuria
5) Makanan/cairan
Gejala:
- Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
- Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut ( pernafasan amonia)
Tanda:
- Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
- Perubahan turgor kuit/kelembaban
- Edema (umum,tergantung)
- Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
- Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga
6) Neurosensori
Gejala:
- Sakit kepala, penglihatan kabur
- Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar
pada telapak kaki
- Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya
ekstrimitasbawah (neuropati perifer)
Tanda:
- Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma
- Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
- Rambut tipis, uku rapuh dan tipis

16
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyei panggu, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
8) Pernapasan
Gejala:
- nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk
dengan/tanpa Sputum
Tanda:
- takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
- Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema
paru)
9) Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda:
- Pruritus
- Demam (sepsis, dehidrasi)
10) Seksualitas
Gejala: Penurunan libido, amenorea,infertilitas
11) Interaksi sosial
Gejala:Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu
bekerja, Mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
12) Penyuluhan
- Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik,
nefritis herediter, kalkulus urinaria
- Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
- Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang
2. Diagnosa Keperawatan & Rencana Keperawatan
Diagnosis keperawatan untuk CKD dapat mencakup, tetapi tidak
terbatas pada, hal-hal berikut [ CITATION Sha14 \l 1057 ]:
a. Volume cairan berlebih terkait dengan gangguan fungsi ginjal

17
b. Risiko ketidakseimbangan elektrolit yang berkaitan dengan gangguan
fungsi ginjal yang mengakibatkan hiperkalemia, hipokalsemia,
hiperfosfatemia, dan perubahan metabolisme vitamin D
c. Gizi yang tidak seimbang: kurang dari kebutuhan tubuh terkait dengan
asupan nutrisi yang terbatas (terutama protein), mual, muntah,
anoreksia, dan stomatitis

No. Dx. Keperawatan Tujuan & Kriteria Intervensi (NIC) & Prf
Hasil (NOC) Rasional
1. Volume cairan Tujuan Memantau status volume
berlebih terkait 1. menunjukkan cairan
dengan gangguan pengetahuan a. Pantau status cairan
fungsi ginjal dan klien dengan
kemampuan mengamati berat badan
untuk harian, tekanan darah
mematuhi ortostatik, turgor kulit,
rejimen dan kelembapan
terapeutik membran mukosa.
KH: b. Intruksi klien rawat
- keseimbangan jalan yang menjelaskan
cairan akan bagaimana menimbang
tetap seperti diri mereka sendiri.
dibuktikannya c. Bantu klien memahami
tidak adanya bahwa muntah, diare,
edema atau dan bekerja atau
dehidrasi bermain dalam
skala lingkungan yang panas
pengukuran mungkin menyebabkan
 1= sangat hilangnya cairan
 2= banyak berlebih dan harus di

18
 3= cukup cegah dan dikontrol.
 4= sedikit Mengikuti pembatasan

 5= tidak cairan
a. Tawarkan saran tentang
mengurangi rasa haus
dan melembabkan kulit.
b. Membagi asupan cairan
untuk waktu yang lebih
lama.
c. IV digunakan,
perhatikan infus dengan
seksama untuk
memastikan kecepatan
tetesan secara tepat.

2. Risiko Tujuan Manajeman elektrolit


ketidakseimbanga 1. melanjutkan a. Monitoring respon
n elektrolit yang kegiatan hidup pasien terhadap terapi
berkaitan dengan sehari-hari dalam elektrolit
gangguan fungsi batasan fisiologis b. Monitoring kehilangan
ginjal yang KH: cairan yang kaya
mengakibatkan - Peningkatan dengan elektrolit
hiperkalemia, serum c. Monitoring manifestasi
hipokalsemia, pottasium ketidakseimbangan
hiperfosfatemia,  Peningkatan elektrolit
dan perubahan denyut nadi
metabolisme _____ Manajemen elektolit:
vitamin D  Penurunan hiperfosfatemia
TD___ a. Monitor perubahan
 Perubahan kadar fosfat dalam

19
EKG__ darah (mis, fosfor
Skala inorganik)
pengukuran b. Monitoring kadar fosfat
1 = berat dengan ketat pada
2 = besar pasien yang mengalami
3 = sedang peningkatan kadar
4 = ringan fosfat
5 = tidak ada c. Monitoring manifestasi
- Peningkatan hipefosfatemia (mis,
serum fosfor sensasi kesemutan,
 Kesemutan anoreksia, mual)
pada jari dan
tangan
 Anoreksia
 Kram otot
Skala
pengukuran
1 = berat
2 = besar
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
3. Gizi yang tidak Tujuan Manajemen gangguan
seimbang: kurang 1. Asupan nutrisi makan
dari kebutuhan terpenuhi a. Kolaborasi dengan tim
tubuh terkait dalam 3x24 keseahatan lain untuk
dengan asupan jam mengembangkan
nutrisi yang rencana keperawatan
terbatas (terutama KH: dengan melibatkan
protein), mual, - Asupan klien dan orang-orang

20
muntah, anoreksia, makanan & terdekatnya dengan
dan stomatitis cairan tepat.
 Asupan b. Tentukan pencapaian
makan berat badan harian
secara oral c. Asupan dan dukungan
 Asupan konsep nutrisi yang
makan baik dengan klien
secara tube d. Monitor asupan kalori
feeding makanan hari harian.
 Asupan
cairan Manajemen Nutrisi
secara oral a. Tentukan status gizi

 Asupan pasien dan kemampuan

cairan pasien untuk memenuhi

intravena kebutuhan gizi

Skala b. Identifikasi adanya

pengukuran alergi atau toleransi

1= tidak makanan yang dimiliki

2= sedikit pasien.

3= cukup c. Bantu pasien dalam

4= sebagian menemukan/menetukan

5= sepenuhnya pedoman/piramida

- Asupan nutrisi makanan yang palin

 Asupan cocok.

protein
 Asupan
karbohidrat
 Asupan
vitamin

21
 Asupan
serat
Skala
pengukuran
1= Tidak
2 = Sedikit
3 = Cukup
4 = Sebagian
5 =
Sepenuhnya

3. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang diterapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan adalah bahwa pasien dengan CKD akan
mempertahankan [ CITATION Sha14 \l 1057 ]:
a. Tingkat cairan dan elektrolit dalam kisaran normal
b. Berat yang dapat diterima dengan tidak lebih dari 10% penurunan
berat badan

DAFTAR PUSTAKA

22
Hawks, Joyce M Black dan Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah:
Manajemen Klinis untuk hasil yang Diharapkan, Ed:8, Buku 3.
Singapore: Elseiver.
Sharon L. Lewis, RN, PhD, FAAN; Shannon Ruff Dirksen, RN, PhD, FAAN;
Margaret McLean Heitkemper, RN, PhD, FAAN; dan Linda Bucher, RN,
PhD, CEN, CNE. 2014. MEDICAL-SURGICAL NURSING:
ASSESSMENT AND MANAGEMENT OF CLINICAL PROBLEMS,
Ed:9. Mosby: Elseiver.
Sue E. Hueter, Kathryn L. McCance, Valentina L. Brashers, Neal S. Rote. 2017.
Buku Ajar Patofisiologi. Singapore: Elseiver.

Sjahranie, H. R. A. W. (2017). Chronic Kidney Disease dengan Intervensi Inovasi


Relaksasi Benson Kombinasi Murottal Al-qur’an (QS .An-naba) Terhadap
Kecemasan di Ruang Samarinda Diajukan sebagai salah syarat memperoleh
gelar Ners Keperawatan Disusun Oleh : Ainurmaryam Hamsyani ,.

Faizal, I., & Sureskiarti, E. (2019). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada
Pasien Ckd (Chronic Kidney Disease) Dengan Intervensi Inovasi Terapi
Murottal Al-Qur’an (Almulk) Terhadap Depresi Di Ruang Hemodialisa
Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. 1–9. https://doi.org/.1037//0033-
2909.I26.1.78

Lutfi, M. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Ckd (Chronic
Kidney Disease) Dengan Intervensi Kombinasi Inovasi Aromaterapi Mawar
Dan Murottal Al Qur’an (Surah Ar-Rahman) Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan Di Ruang Hemodialisis Rsud Abdul Wahab Sjahran.

Muis, A. (2015). Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran Terhadap Tingkat


Kecemasan Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisa Di
Poliklinik Hemodialisa RSD dr. Soebandi Jember.

23
Blackwell, Wiley. 2017. Fundamentals of Anatomy and Physiology: For Nursing
and Healthcare Students. 2th ed. India : SPI Global.

Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Kemenkes RI: Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai