TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih,
dan uretra (Muttaqin & Sari, 2011).
1. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ yang bersimpai yang
terletak di area peritoneum. Sebuah arteri renalis dan sebuah
vena renalis keluar dari setiap ginjal di daerah hilus. Sekitar
25% curah jantung mengalir ke ginjal. Darah difiltrasi di ginjal
untuk membersihkan zat-zat sisa terutama urea dan senyawa
yang
mengandung
nitrogen
dan
mengatur
elektrolit
agak
lebih
superior
dibanding
ginjal
kanan.
kapsula
bowman
dan
mengalir
melewati
akan
memelihara
homeostasis
tubuh
dengan
kreatinin
dihasilkan
di
dalam
jaringan
untuk
membentuk
energi
yang
tinggi
pada
untuk
mendorong/mengeluarkan
sumbatan
memasuki
kandung
kemih
menembus
otot
kemudian
mengeluarkan
melalui
uretra
dalam
uretra
posterior
menjadi
buntu
sehingga
serebelum
sehingga
individu
dapat
merasakan
Striktur
uretra
menyebabkan
gangguan
dalam
2.3 Klasifikasi
mengakibatkan
penekanan
uretra
terus-menerus,
uretra
bagian
penis
proksimal.
Trauma
pada
uretra
dapat
diakibatkan
dari
proses
maka
akan
terjadi
proses
penyembuhan
cara
sikatriks
pada
lumen
uretra
menimbulkan
membentuk
fistula
uretrokutan.
Pada
keadaan
c.
d.
e.
2.
a.
b.
c.
d.
Derasnya
pancaran
dapat
diukur
dengan
terdapat
fistula
uretrokutan
atau
abses
periuretra.
d. Kateter tetap (plastik, silikon, atau lateks) dipasang
selama 5-7 hari. Bila terjadi re-striktura, maka tindakan
lanjut yang dilakukan adalah dilatasi uretra hidraulik,
Self
catheterization.
Perlu
pula
dilakukan
uroflowmetri.
:Perdarahan,
False
Penyulit
passage,
dari
terjadi
dan
hematoma,
posterior,
lakukan
operasi
melalui
perineum
a. Uretra perineostomi
b. Sistostomi permanen
c. Pengalihan aliran urine (diversion)
8. Pemakaian antibiotik:
a. Bila terdapat infeksi saluran air
kemih,
berikan
atau
terdapat
alergi
aminoglikosida
terhadap
(gentamisin),
ampisilin
(Nursalam
bila
&
Baticaca, 2009).
Penatalaksanaan pasien dengan striktur uretra menurut
Basuki (2009), yakni:
1. Sistomi Suprapubik, dilakukan untuk mengeluarkan urine
jika pasien datang karena retensi urine.
2. Insisi dan antibiotika, jika dijumpai abses periuretra.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra
adalah:
1. Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan
secara hati-hati. Tindakan yang kasar akan merusak
uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada
akhirnya menimbulkan striktur uretra lagi yang lebih
berat.
2. Uretrotomi interna, yaitu memotong jaringan sikatriks
uretra dengan pisau otis atau dengan pisau sachse. Otis
dikerjakan jika belum terjadi striktura total, sedangkan
pada striktura yang lebih berat, pemotongan striktura
dikerjakan secara visual dengan memakai pisau sachse.
3. Uretrotomi eksterna, yaitu tindakan operasi terbuka
berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan
anastomosis di antara jaringan uretra yang masih sehat.
4. Johanson I dan II. Pada striktur yang panjang dan buntu
total, seringkali diperlukan beberapa tahapan operasi,
yakni tahap pertama dengan membelah uretra dan
membiarkan
untuk
epitelialisasi
(Johanson
I)
dan
dilanjutkan
pada
tahap
dengan
membuat
neouretra
(Johanson II).
Penyulit
Obstruksi uretra yang lama menimbulkan stasis urine dan
menimbulkan berbagai penyulit, di antaranya adalah infeksi
saluran kemih, terbentuknya divertikel uretra/buli-buli, abses
periuretra, batu uretra, fistel retro-kutan, dan karsinoma
uretra.
Kontrol berkala
Setiap kontrol dilakukan pemeriksaan pancaran urine yang
langsung dapat dilihat oleh dokter, atau dengan rekaman
uroflometri. Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, sering
kali pasien harus menjalani beberapa tindakan, antara lain
dilatasi berkala dengan busi dan kateterisasi bersih mandiri
berkala (Clean Intermitten Catheterization) yaitu pasien
dianjurkan untuk melakukan kateterisasi secara periodik pada
waktu tertentu dengan kateter yang bersih (tidak perlu steril)
guna mencegah timbulnya kekambuhan uretra (Purnomo,
2011).
2.9 Komplikasi
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam
kandung kemih, penumpukan urin di dalam kantung kemih
beresiko
tinggi
untuk
terjadinya
infeksi,
yang
dapat
meningkat,
timbul
gejala
sulit
ejakulasi,
fistula
haluaran
urine,
kandung
kemih
penuh,
rasa
tentang
pekerjaan
pekerjaan
apakah
yang
pasien
monoton,
terpapar
lingkungan
suhu
tinggi,
ml/detik
bila
kecepatan
pancaran
<
10ml/detik
: waktu
meatus
pembengkakan
serta
eksterna
fistula
yang
di
daerah
sempit,
penis,
pembedahan.
6) Resiko kerusakan integritas kulit b.d iritasi dan statis urine
di meatus eksterna
7) Risiko infeksi b.d retensi urine, refluks urine.
8) Risiko kelebihan volume cairan tubuh b.d retensi cairan &
natrium.
9) Risiko inkontinensia urine overflow b.d kerusakan sfingter
uretra
Diagnosa keperawatan post operasi meliputi:
1) Nyeri akut b.d kerusakan integritas jaringan pasca
pembedahan.
2) Risiko infeksi b.d luka pasca bedah.
3) Risiko trauma b.d kerusakan jaringan pasca prosedur
invasif.
4) Risiko disfungsi seksual b.d kerusakan organ seksual.
5) Risiko inkontinensia urine overflow b.d kerusakan sfingter
uretra
3. Intervensi Keperawatan
1) Retensi urine b.d striktur/obstruksi saluran uretra.
Tujuan:
Setelah
diberi
asuhan
kepepola
eliminasi
Intervensi :
a) Jelaskan
pada
klien
tentang
perubahan
dari
pola
eliminasi
Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien sehingga
klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
b) Dorong klien untuk berkemih tiap 2 - 4 jam dan bila
dirasakan
Rasional: Meminimalkan retensi urine dan distensi yang
berlebihan pada kandung kemih.
c) Anjurkan klien minum sampai 2500-3000 ml sehari
Rasional: Cairan yang adequat akan meningkatkan
produksi urine yang berguna untuk mempertahankan
perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung
kemih dari pertumbuhan bakteri.
d) Perkusi / palpasi area supra pubik.
Rasional: Distensi kandung kemih dapat dirasakan di
area supra pubik
e) Observasi aliran dan kekuatan urine.
Rasional: Observasi aliran dan kekuatan urine untuk
mengevaluasi adanya tanda obstruksi
f) Monitor laboratorium: urinalisa dan
kultur,
BUN,
kreatinin.
Rasional: Untuk menentukan antimikroba yang sesuai
dan melihat fungsi ginjal.
g) Kolaborasi untuk tindakan pelebaran uretra baik secara
uretrotomi internal atau pemasangan stent uretra dan
bedah rekonstruksi.
Rasional: Intervensi bedah dilakukan untuk mengatasi
masalah gangguan eliminasi urine dan pemilihan jenis
pembedahan dilakukan sesuai derajat penyempitan dan
tingkat toleransi individu.
2) Nyeri akut b.d disuria, efek mengejan saat miksi.
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang dalam waktu kurang
dari 24 jam
Kriteria hasil :
nonfarmakologi
lainnya
telah
menunjukkan
beristirahat.
stimulus
internal
dengan
akan
dapat
mekanisme
nyerinya
dan
dapat
membantu
nyaman,
kurangi
atau
hilangkan
yang
optimal.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori yang dapat
menghambat tidur nyenyak.
f) Turunkan jumlah minum pada
sore
hari.
Lakukan
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan,
pasien
terhadap
prosedur
rutin
dan
Meningkatkan
relaksasi
dan
menurunkan
kecemasan.
5) Defisiensi pengetahuan b.d prosedur invasif, rencana
pembedahan.
Tujuan:
Setelah
pengetahuan
dilakukan
pasien
tindakan
dan
keperawatan,
keluarga
tentang
pembedahan terpenuhi.
Kriteria hasil :
a) Pasien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan.
b) Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi
keperawatan.
c) Pasien dan keluarga
secara
subyektif
menyatakan
tahap-tahap
Menjadi
data
dasar
untuk
memberikan
jadwal
tindakan
diagnostik
invasif
dan
pembedahan.
Rasional: Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu
dimulainya tindakan invasif dan pembedahan. Perlu
dijelaskan pula mengenai banyaknya operasi yang telah
di jadwalkan.
c) Lakukan pendidikan kesehatan preoperatif.
Rasional: Sangat bermanfaat guna mempertimbangkan
timbulnya kecemasan, kebutuhan serta harapan pasien
dan keluarga.
dilakukan
beberapa
hari
sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
BAB 3
WEB of CAUTATION (WOC)
Didapa
t
Infeksi &
Trauma
Lesi pd epitel
uretra
Kongenital (mis:stenosis
meatus)
Neoplasma/tu
mor
Penekanan pd
uretra
Terbent
uk
jaringan
Peradang
an
Resiko
Infeksi
Penyempit
an lumen
uretra
Kuman
pd bulibui
Striktur
Uretra
Stasis
urin
Hambatan aliran
urine
Buli-
Ginjal &
ureter
- Hipertro
pi otot
destrus
or
Refluks
vesikouretra,
hidroureter,
hidronefrosis
- Divertike
Kerusakan sfingter
uretra
Retensi cairan
& natrium
Risiko tinggi
trauma
Ansieta
s
Resiko kelebihan
volume cairan
tubuh
Gagal
ginjal
Urin
Statis
Pembedah
an
Defisiensi
pengetahuan
Kerusakan
jaringan
pascaprosedur
Frekwensi miksi
me
Pancaran
urine
Incontinensia urine
overflow
Preopera
si
Ansiet
as
Retensi
urin
Gangguan
eliminasi
urin
Nye
ri
Disuri
a
Noktur
Akumulasi
urin
Pe
tekanan
intravesik
Iritasi intra
vesika
Tidak
tertangan
i secara
dini
Kontraksi bulibuli
Gangguan pola
Luka post
op
Resti
infeksi
Posto
p
Kerusakan
integritas
kulit
Kerusakan
Integritas
Kerusakan organ
seksual
Nye
ri
Kerusakan sfingter
uretra
Incontinensia urine
overflow
Risiko
disfungsi
seksual
Daftar Pustaka
McPhee, S. & Ganong, W., 2011. Patofisiologi Penyakit. Jakarta:
EGC.
Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam & Baticaca, F. B., 2009. Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Patel, P., 2007. Radiologi. Jakarta: Erlangga.
Purnomo, B. B., 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV Agung
Seto.