Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS CONVULSION

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yang timbul akibat
kenaikan suhu tubuh. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Hasan, 1995).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi
pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak
pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang
pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak
termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000).
Kejang demam yaitu kejang yang dihubungkan dengan suatu penyakit yang
dicirikan dengan demam tinggi (suhu

38,9 40

C). Kejang demam

berlangsungkurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada anak-anak tanpa


kecacatat neurologik. Jenis kejang ini memberi dampak 3% sampai 5% pada anak
dan biasanya terjadi setelah usia 6 bulan dan sebelum usia 3 tahun. Kejang demam
tidak lazim terjadi pada anak usia lebih dari 5 tahun. (Muscari, 2005)
Kejang demam : suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga
5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya infeksi intrakranial
atau penyebab yang jelas (Meadow, 2005)
Kejang (seizure) terjadi ketika neuron otak mengalami lepas muatan (yaitu
membentuk impuls) secara abnormal. Kejang dapat disebabkan oleh beberapa
pemicu (mis hiperventilasi alcohol, stimulasi cahaya berkedip, kelelahan, infeksi,
penyalahgunaan obat penenang, kurang tidur, dan migrain) serta penyebab yang
terjadi pada orang yang didiagnosis menderita epilepsi dan gangguan lain.
Konvulsi adalah kontraksi involunter otot yang terjadi akibat stimulasi
abnormal pada otak. Konvulsi terjadi dengan atau tanpa kesadaran. Konvulsi
klonik berhubungan dengan kontraksi dan relaksasi otot, dengan gerakan
menyentak kuat pada wajah dan anggota badan, inkontinensia urine dan menggigit
lidah. Konvulsi tonik ditandai oleh kontraksi mendadak dari otot yang
menyebabkan rigiditas menetap. Yang bersangkutan dapat mengalami sianosis
disertai hilangnya kesadaran. Pada konvulsi tonik-klonik, pasien menjadi kaku
(tonik), jatuh ke lantai dan menyentak nyentak (klonik) febris (kejang
demam), system persyarafan (epilepsi), tetani. (Brooker, 2008)
2. Klasifikasi Kejang
a. Kejang Umum
1) Tonik-Klonik (Grand mal)

Serangan epileptic mayor secara klasik terdiri dari fase tonik (spasme otot
kontinu) yang mungkin diawali dengan teriakan, dan jika berlanjut, bisa
berlanjut menjadi sianosis: kemudian fase klonik (sentakan) yang
berhubungan dengan menggigit lidah dan mulut berbusa; kemudian
relaksasi, kehilangan kesadaran dan periode mengantuk/kebingungan.
Anak-anak sering tertidur setelah serangan. Sebagian besar terjadi tiba-tiba
tanpa alasan yang jelas. Lampu yang menyorot ke anak memmicu kejang
pada sebagian anak. EEG dapat menunjukkan pelepasan energy listrik pada
serangan subkortikal, bilateral, dan gelombang pelan.Kejang mayor dapat
berlangsung satu menit bahkan lebih dari satu jam(status epilektikus).
Kejang

yang

berkepanjangan

dan

tak

dapat

dikendalikan

dapat

menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak, khususnya pada lobus


temporal.
Status epilektikus muncul ketika anak mengalami kejang terus-menerus
atau berulang-ulang selama lebih dari 30 menit tanpa pemulihan sama
sekali. Terlepas dai cedera eksternal, kerusakan otak hipoksik dapat terjadi.
2) Absence
Onset dari absence sederhana (petit mal) selalu terjadi pada anak-anak. Ini
bukan tidak disebabkan oleh kerusakan otak, dan perilaku anak tetap
normal. Serangan berupa hilangnya kesadaran singkat selama kurang dari 5
detik dan diikuti dengan mata berkedip-kedip. Bola mata kemungkinan
akan berputar . Anak tidak terjatuh. Disekolah kemungkinan akan
mengalami kesulitan karena melamun atau tidak memperhatikan pelajaran.
Absence dapat diprovokasi dengan menganjurkan anak untuk hiperventilasi
selama 2 menit. EEG

menunjukka gambaran khas berupa gambaran

gelombang dan paku (spike dan wave) 3 kali perdetik.


Absence kompleks lebih cenderung lebih lama, dan berkaitan dengan
gerakan dan sensasi lain. Prognosis kurang bagus dibandingkan dengan
petit mal.
3) Mioklonik
Gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian badan, umumnya lengan atau
kaki. Sentakan ini merupakan gejala yang umum terjadi pada anak yang
mempunyai gangguan saraf lain.
b. Kejang Parsial
Kejang berasal dari satu focus neuron. Sesekali focus terdapat pada kerusakan
otak sebelumnya (misalnya akibat kerusakan anoksia pada lobus temporal
selama konvulsi yang berkepanjangan).
1) Sederhana
Jenis ini muncul tanpa gangguan kesadaran. Pergerakan konvulsif secara
dominan mempengaruhi satu area. Aktivitas kejang dapat fokal kemudian

menyebar pada batang tubuh dan menjadi menyeluruh (kejang jaksonian).


Kadang-kadang kejang diikuti oleh kelemahan sementara pada anggota
badan yang terlibat (paralisis Todd).
2) Kompleks (epilepsy lobus temporal)
Fenomena motorik, sensorik, atau emosional muncul sendiri-sendiri atau
bergabung satu sama lain, bersamaan dengan kesadaran yang terganggu.
Diagnosis dipastikan dengan EEG yang umumnya menunjukkan letupan
dari lobus temporal.
3. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti,
demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul
pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia,
dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh
gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan
(Corwin, 2001).
4. Patofisiologi
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya
konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan
sebaliknya.
Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah
dengan adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel tetangganya sehingga terjadi kejang.
3

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah,
kejang dapat terjadi pada suhu 38 C, sedang pada ambang kejang tinggi baru
terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
5. Manifestasi Klinis
Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data
antara lain klien kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah, badan
klien panas dan berkeringat, mukosa bibir kering (Ngastiyah, 1997).
a. Manifestasi Klinis
1) Sebagian besar aktivitas kejang berhenti pada saat anak mendapatkan
pertolongan medis, tetapi anak mungkin dalam keadaan tidak sadar.
2) Orang tua atau pemberi asuhan akan menggambarkan manifestasi kejang
tonik-klonik (yaitu tonik-kontraksi otot, ektensi ekstremitas, kehilangan
control defekasi dan kandung kemih, sianosis dan hilang kesadaran; klonik
kontraksi dan relaksasi ekstremitas yang teratur (ritmik); fase postiktal
dikarakteristikkan dengan ketidaksadaran persisten)
3) Sering ditemukan riwayat keluarga dengan kejang demam.
b. Temuan pemeriksaan diagnostik dan laboratorium
1) Gambaran elektroensefalografi (EEG) biasanya normal, kemungkinan
menunjukkan hasil seperti gangguan kejang.
2) Fungsi lumbal dapat dilakukan untuk menyingkirkan meningitis.
3) CT (computer tomography) dan MRI (magnetic resonance imaging ) dapat
dilakukan untuk mengetahui abnormalitas.

6. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya
terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula
mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang
demam :
a. Pneumonia aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
7. Penatalaksanaan / Pengobatan
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
4

a. Memberantas kejang secepat mungkin


Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat pilihan utama
adalah diazepam secara intravena. Apabila diazepam tidak tersedia dapat
diberikan fenobarbital secara intramuskulus.
b. Pengobatan Penunjang
Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring untuk
mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar oksigen
terjamin, penghisapan lendir secara teratur dan pengobatan ditambah dengan
pemberian oksigen. Tanda tanda vital diobservasi secara ketat, cairan
intravena diberikan dengan monitoring.
c. Pengobatan di rumah
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah.
Pengobatan ini dibagi atas 2 golongan yaitu :
1) Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat
campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak
bila menderita demam lagi
2) Profilaksis jangka panjang
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan
cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di
kemudian hari.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun epilepsy yang
diprovokasi oleh demam, biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan
otitis media akut.
e. Cegah cedera dan kejang berulang dengan memberi penyuluhan pada anak dan
keluarga.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Adapun pengkajian untuk mengumpulkan datadata yang akurat terhadap
Kejang Demam yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan keluarga
kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.
Hal hal yang perlu dikaji antara lain :
a. Identitas pasien dan keluarga
1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa dan alamat
2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa
3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa.
b. Kesehatan fisik
1) Pola nutrisi
Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat disertai
muntah. Perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi makan sehari hari,

jam makan, pemberian makan oleh siapa, frekuensi makan, nafsu makan,
serta alergi terhadap makanan.
2) Pola eliminasi
3) Pola tidur
Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur serta
kebiasaan sebelum tidur
4) Pola hygiene tubuh
Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku dan
rambut
5) Pola aktifitas
Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
1) Riwayat prenatal
Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan kehamilan,
keluhan ibu saat hamil, kelainan kehamilan dan obat obatan yang
diminum saat hamil.
2) Riwayat kelahiran
Kelahiran spontan atau dengan bantuan bantuan, aterm atau premature.
Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan, ditolong oleh siapa
dan melahirkan di mana.
3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi
Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa, pernahkah
menderita penyakit yang gawat.
Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada keluarga
yang pernah menderita kejang.
4) Tumbuh kembang
Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan
tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial.
5) Imunisasi
Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya. Apakah
imunisasi lengkap, jika belum apa alasannya.
d. Riwayat penyakit sekarang
1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah 24 jam
pertama setelah demam
2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu badan
meningkat
3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan apabila
pasien berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi
kejang.
4) Riwayat sosial ekonomi keluarga
Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota keluarga
dan masyarakat sekitarnya.
5) Riwayat psikologis

Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua


sehubungan dengan penyakit dan hospitalisasi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 C, nadi cepat, pernafasan
(mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)
3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise
4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit
5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta
kebersihannya
6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra
7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut /
Kronis
8) Hidung umumnya tidak ada kelainan
9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis
10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada
11) Paru paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan
12) Jantung : Umumnya normal
13) Abdomen : Mual mual dan muntah
14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak
15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak.
Pada anamnesis dibutuhkan beberapa diagnosis yang mengarah kea rah
kejang demam yakni :
a. Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam
diluar susunan saraf pusat.
b. Beberapa hal yang meningkatkan resiko kejang demam, seperti genetic,
menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang
pertama disertai suhu dibawah 390C.
c. Beberapa factor yang mempengaruhi kejang demam berulang adalah usia <15
bulan saat kejang pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang
segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang
sering kejang pertama berupa kejang demam kompleks.
d. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang :
Demam itu sendiri (tonsillitis, faringitis, otitis media, akut, gastroenteritis,

bronchitis, bronkopneumoni, morbili, varisella, dan dengue)


Demam setelah imunisasi DPT dan morbilli
Efek toksin dari mikroorganisme
Respon alergik atau keadaan imun abnormal akibat infeksi
Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
Ensefalitis viral.
Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut

dikelompokkan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data khusus
(Carpenito, 1997). Data dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data
7

sosial dan spiritual. Sedangkan data khusus adalah data yang bersifat khusus,
misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen dan sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah keperawatan pada klien dengan kasus Febrile Convulsion
menurut Ngastiyah (19997) adalah :
a. Resiko tinggi terhadap kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang
b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses
infeksi
c. Resiko terjadi bahaya / komplikasi berhubungan dengan aktifitas kejang
d. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan tindakan invasif,
prosedur tindakan
e. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada Febrile Convulsion
adalah :
a. Resiko terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
b. Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata,
proses infeksi
d. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi.
Sedangkan menurut Carpenito (1990), diagnosa keperawatan yang terdapat
pada kasus Febrile Convulsion adalah :
a. Resiko tinggi tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
relaksasi lidah, sekunder terhadap gangguan inversi otot
b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses
infeksi.
3. Perencanaan
Adapun rencana tindakan pada kasus Febrile Convulsion menurut Doenges
(2002), yaitu :
a. Diagnosa keperawatan I
Resiko tinggi terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
Tujuan dan kriteria hasil :
Henti nafas dan trauma tidak terjadi dengan kriteria :
Menunjukkan efektifitas pernafasan selama kejang dan sesudahnya
Tidak terdapat tanda injuri, perlukaan di seluruh organ tubuh
Rencana Tindakan :

1) Gali bersama-sama keluarga berbagai stimulasi yang dapat menjadi


pencetus kejang
Rasional : Mengetahui dan dapat menanggulangi sedini mungkin
komplikasi yang dapat terjadi
2) Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang
dengan posisi tempat tidur rendah
Rasional : mengurangi trauma saat kejang selama berada di tempat tidur
3) Gunakan termometer dengan bahan metal atau dapatkan suhu melalui
lubang telinga jika perlu
Rasional : mengurangi resiko klien menggigit dan cedera mulut
4) Tinggallah bersama klien dan keluarga dalam waktu beberapa lama /
setelah kejang
Rasional : Meningkatkan rasa aman keluarga, mengobservasi gejala lanjut
5) Masukkan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik. Miringkan kepala ke
salah satu sisi dan lakukan suction pada jalan nafas sesuia indikasi
Rasional : Memfasilitasi ekspansi dada maksimal, drainage sekret, dan
memfasilitasi saat melakukan suction
6) Atur kepala, tempatkan di atas daerah yang empuk (lunak) atau bantu
meletakkan pada lantai jika keluar dari tempat tidur
Rasional : Menurunkan resiko cedera
b. Diagnosa keperawatan II
Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial
Tujuan dan kriteria hasil :
Pola nafas efektif yang ditunjukkan dengan frekuensi nafas dalam batas
normal, jalan nafas bersih
Rencana Tindakan :
1) Kosongkan mulut klien dari benda / zat makanan
Rasional : menurunkan resiko aspirasi
2) Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala,
selama serangan kejang
Rasional : Meningkatkan aliran (drainage), sekret, mencegah lidah jatuh,
dan menyumbat jalan nafas
3) Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen
Rasional : Memfasilitasi usaha bernafas dan ekspansi dada
4) Masukkan spatel lidah/jalan nafas buatan atau golongan benda lunak sesuai
dengan indikasi
Rasional : Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan
suction
5) Melakukan pengisapan (suction) sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan resiko aspirasi dan asfiksia
c. Diagnosa keperawatan III

Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata,


proses infeksi
Tujuan dan kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal, yang ditunjukkan dengan mendemontrasikan
suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan, tidak mengalami komplikasi
yang berhubungan
Rencana Tindakan :
1) Pantau suhu tubuh
Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius akut. Pola
demam dapat membantu dalam diagnosis
2) Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan penggunaan seprai di tempat
tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus dirubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal
3) Berikan kompres hangat
Rasional : Membantu menurunkan demam dengan efek vasodilatasi air
hangat melalui proses evaporase
4) Kolaborasi : Berikan antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentranya
pada hipotalamus meskipun demam mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodekstruksi selsel yang terinfeksi.
d. Diagnosa keperawatan IV
Kurang pengetahuan (kurang belajar) mengenai kondisi, dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan persepsi
Tujuan dan kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan berbagai rangsang yang dapat
menyebabkan aktifitas kejang, dengan kriteria :
Keluarga dapat mengemukakan kondisi dan pengobatan secara sederhana.
Rencana Tindakan :
1) Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit
Rasional : Memberikan kesempatan mengklarifikasi kesalahan persepsi dan
keadaan penyakit yang ada sesuai dengan yang ditangani
2) Tinjau kembali obat-obat yang didapat
Rasional : Tidak ada pemahaman terhadap obat-obatan yang dapat
merupakan penyebab kecemasan keluarga

10

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia keperawatan. Jakarta : EGC
Dewanto, George. 2009. Panduan praktis diagnosis & tatalaksana penyakit saraf.
Jakarta : EGC
Doenges, Marillyn E, dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges, Marillyn E, et all. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hasan, Dr. Rusepno .1995. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan belajar : keperawatan pediatric. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Pusponegoro, Titut S., dkk .2000. Perinatologi. Jakarta : EGC
Roy Meadow & Simon Newell. 2005. Lecture Notes Pediatrika Edisi Ketujuh. Jakarta :
Erlangga
Sylvia A. Price, dkk. 1995. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4. Jakarta : EGC.
11

Anda mungkin juga menyukai