Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia di
bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama yang dialami oleh anak
berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak berusia kurang dari 6tahun;
tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat; anak tidak menderita gangguan
metabolik sistemik akut. Kejang demam bersifat dependen-usia, biasanya terjadi pada anak
berusia antara 9 dan 20 bulan; kejang jarang dimulai sebelum usia 6 bulan.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang
terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh suhu
rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)
Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada saat awal-awal
demam. Penyebab yang paling sering adalah ispa. Kejang ini akan kejang umum dengan
pergerakkan klonik selama kurang dari 10menit. Sistem syaraf pusat normal dan tidak ada
tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar 1/3 anak akan
mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami
kejang demam setelah usia 6tahun.\

B. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya
suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang
demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan
pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor
genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme,
trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang
disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden,
2002)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi dan sujono,
2009).

C. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
4. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
D. PATHWAY
E. KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu; kejang parsial sederhana dan kejang
parsial kompleks.
1. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai berikut:
a) Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setiap kejang sama
b) Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
c) Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;
mengecap0ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang
pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku.
(Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

F. TANDA DAN GEJALA


Umumnya demam kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik-tonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kelaukan atau hanya sentakan atau kelaukan fokal.
Sebagian besar kejang berlangusng kurang dari 6 menit dan kurang 80 % berlangsung
lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurology. Kejang dapat diikuti hemiparesis
sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang
lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
lebih sering terjadi pada kejang yang pertama.
Dan orang tua akan mneggambarkan manifestasi kejang tonik-klonik (yaitu, tonik-
kontraksi otot, ekstensi eksremitas, kehlangan control defekasi dan kandung kemih, sianosis
dan hilangnya kesadaran. (Mary E Muscari)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam adalah
meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang
demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali
gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi
yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari
18 bulan.
3. Darah
a) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
H. KOMPLIKASI
1. Aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi Mental

I. PENAKTALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan
a) Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b) Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c) Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.
d) Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e) Penanganan sportif
 Bebaskan jalan napas
 Beri zat asam
 Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
 Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a) Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b) Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
 Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
 Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
 Klonazepam : (indikasi khusus)
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

A. PENGKAJIAN
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya
dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda
misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot
lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor
pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang
ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan
atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus
spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
7. Riwayat jatuh / trauma

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

C. INTERVENSI
1. Diagnosa Keperawatan I :
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang
Tujuan : Risk detection.
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
b. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
c. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
d. Pengetahuan tentang risiko
e. Memonitor faktor risiko dari lingkungan
Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh
a. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
b. Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
c. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
d. Rasional : meningkatkan keamanan klien.
e. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah
f. Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
g. Letakkan klien di tempat yang lembut.
h. Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika
kontrol otot volunter berkurang.
i. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
j. Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
k. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejan
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.
2. Diagnosa Keperawatan II :
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment
a. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
b. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
c. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
d. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak
Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
e. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak
dapat menyerap keringat.
f. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
g. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
h. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.

D. EVALUASI
1. DX 1 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai waktu yang ditentukan
diharapkan terhindar dari resiko trauma fisik
2. DX 2 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai waktu yang ditentukan
diharapkan hipertermia teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 2012-2014/Editor,T.


Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC

Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.

Lumbantobing SM, .1995. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru
Lynda Juall C, 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Penerjemah Monica Ester.
Jakarta: EGC

Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made. Jakarta:
EGC

Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta: PT. Sagung Seto

Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC

Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku Kedokteran
I Putu Juniartha Semara Putra

Anda mungkin juga menyukai