Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK SAKIT PADA BY. A DENGAN PROLONG FEBRIS, OBS


SEIZURE EC ETOF DI RUANG KEMUNING ATAS DI RUMAH
SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG

Diajukan guna memenuhi laporan praktik klinik: Keperawatan Anak

Disusun oleh:

DIAN RAHMAYANI

P27905121007

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

I. KONSEP KEJANG DEMAM

A. Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia

3 bulan-5 tahun.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses

intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi

anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-

NOC, 2013).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi

bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan

neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar

4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya

sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak

yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia

5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

B. Etiologi Kejang Demam

1. Faktor-faktor prenatal

2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

5. Demam

6. Gangguan metabolisme

7. Trauma

8. Neoplasma, toksin

9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

C. Patofisiologi Kejang Demam

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan

dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan

sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion

klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan

konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka

terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari

neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan

bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan

potensial membran ini dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya


c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh

dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas

muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat

meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan

“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama

(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen

dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi

artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat

yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan

metabolisme otak meningkat.


D. Nursing Pathway

Toksik ,trauma Penyakit infeksi ekstracranial dll

Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan prostaglandin

Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+


secara cepat dari luar sel menuju ke dalam sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron


dengan cepat

KEJANG
Spasme otot Spasme Bronkus
ekstermitas
Penurunan kesadaran

Kekakuan otot
Resiko tinggi pernafas
cedra

Pola nafas tidak efektif


E. Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala

klinis sebagai berikut :

a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

b. Kejang umum tonik dan atau klonik

c. Umumnya berhenti sendiri

d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala

klinis sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. Klasifikasi Kejang Demam

1. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6

tahun

4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

5) Kejang tidak bersifat tonik klonik

6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang


7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau

abnormalitas perkembangan

8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat

9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)

2. Kejang demam kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang

parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;

mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-

ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme

tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

G. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

1. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG

abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya

epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini

pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang

sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan

untuk mengevaluasi sumber infeksi.

2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,

terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih

kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan

lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan

untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.


3. Darah

a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200

mq/dl)

b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

c. Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda

infeksi, pendarahan penyebab kejang.

5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya

lesi

6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk

transiluminasi kepala.

H. Penaktalaksanaan Medis

1. Pengobatan

a. Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam

yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.

Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).

Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah

20 menit.
b. Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM / Os

c. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang

pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi

lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila

aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.

d. Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam

dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk

profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 –

0,5 mg/hgBB/hari.

e. Penanganan sportif

1) Bebaskan jalan napas

2) Beri zat asam

3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan

a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri

diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.

b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata

Dapat digunakan :
– Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

– Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

– Klonazepam : (indikasi khusus)

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

A. Pengkajian Keperawatan

1. Anamnesa

a. Aktivitas atau Istirahat

Keletihan, kelemahan umum

Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain

b. Sirkulasi

Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis

Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi

dan pernafasan

c. Intergritas Ego

Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan

atau penanganan

Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya

Perubahan dalam berhubungan

d. Eliminasi

1) Inkontinensia epirodik

2) Makanan atau cairan

3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan

dengan aktivitas kejang


e. Neurosensori

1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing

riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal

2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)

3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis

f. Kenyamanan

1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)

2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal

g. Pernafasan

1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat

peningkatan sekresi mulus

2) Fase posektal : Apnea

h. Keamanan

1) Riwayat terjatuh

2) Adanya alergi

i. Interaksi Sosial

Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan

sosialnya

2. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas

1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot

2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot

b. Integritas Ego

1) Pelebaran rentang respon emosional


c. Eleminasi

Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter

Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia

d. Makanan atau cairan

1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)

2) Hyperplasia ginginal

e. Neurosensori (karakteristik kejang)

1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon

efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.

2) Kejang umum

Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag

peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine

3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah

kalau mental dan anesia

4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan

5) Kejang parsial

Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir

15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif

f. Kenyamanan

Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati

Perubahan pada tonus otot

Tingkah laku distraksi atau gelisah


g. Keamanan

Trauma pada jaringan lunak

Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot pernafasan

3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas


C. Rencana Keperawatan
Diagnosis
No Tujuan & kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1. Pola nafas tidak (L.01004) Pola nafas (I. 01011) Manajemen jalan nafas
efektif Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan keperawatan selama 3x24  Monitor pola nafas (frekuensi,
dengan imaturitas jam, diharapkan inspirasi kedalamanan)
neurologis (D. dan/atau ekspirasi yang tidak Terapuetik
0005) memberikan ventilasi  Pertahankan kepatenan jalan nafas
adekuat membaik. Dengan dengan head-tilt dan chin-lift
kriteria hasil:  Posisikan semi fowler/ fowler
a. Ventilasi semenit 4  Berikan oksigen
(cukup meningkat)
b. Tekanan ekspirasi 4 (I. 01014 Pemantauan respirasi)
(cukup meningkat) Observasi
c. Tekanan inspirasi 4
 Monitor frekuensi, irama,
(cukup meningkat)
kedalaman dan upaya napas
d. Dispnea 4 (cukup
 Monitor pola napas (bradipnea,
menurun)
takipnea, hiperventilasi, Kusmaul,
e. Penggunaan otot bantu
nafas 4 (cukup menurun) Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
f. Pemanjangan fase  Monitor kemampuan batuk efektif
ekspirasi 4 (cukup  Monitor adanya produksi sputum
menurun)  Palpasi kesimetrisan ekspansi
g. Orthopnea 4 (cukup
paru
menurun)
 Auskultasi
h. Frekuensi nafas 4 (cukup
 Monitor saturasi oksigen
membaik)
i. Kedalaman nafas 4  Monitor nilai AGD
(cukup membaik)  Monitor hasil x-raystoraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia (I.15506)
(D.0130) tidakan keperawatan 1. Observasi
1x 24  Identifkasi penyebab hipertermi
Termoregulasi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan
L.14134 panas penggunaan incubator)
jam dengan kriteria hasil  Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh menurun  Monitor kadar elektrolit
2. Menggigil menurun  Monitor haluaran urine
a. Suhu kulit menurun
2. Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)

3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
 Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
 Kolaborasi pemberian Paracetamol

3. Risiko cedera (L.14135) Tingkat cidera (I. 14542) Pencegahan kejang


berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan kejang (D. keperawatan selama 3x24  Monitor status neurologis
0136) jam, diharapkan keparahan  Monitor tanda-tanda vital
dari cedera yang diamati atau Terapeutik
dilaporkan menurun.  Baringkan pasien agar tidak terjatuh
Dengan kriteria hasil:  Rendahkan ketinggian tempat tidur
a. Kejadian cedera 3
 Pasang side-rail tempat tidur
(sedang)
 Berikan als empuk di bawah kepala,
b. Luka/ lecet 3 (sedang) jika memungkinkan
c. Frekuensi nadi 4 (cukup  Jauhkan benda – benda berbahaya
membaik) terutama benda tajam
d. Frekuensi nafas 3  Sediakan suction di samping tempat
(sedang) tidur
e. Pola istirahat/ tidur 4 Edukasi
(cukup membaik)  Anjurkan segera melaporkan jika
merasakan aura
 Anjurkan tidak berkendara
 Ajarkan keluarga pertolongan pertama
pada kejang
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antikovulsan, jika
perlu
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. A DI RUANG KEMUNING
ATAS

Anda mungkin juga menyukai