KEPERAWATAN ANAK
KEJANG DEMAM
DISUSUN OLEH :
Rizqi Annisa, S.Kep
A. Pengertian
Kejang demam Adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari
38, 40.C tanpa adanya infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada
anak berusia diatas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya.
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur
3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu .
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam komplek.
Kejang demam dapat Ditandai dengan aktivitas serangan kejang berulang tanpa
demam., Serangan tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodik, Diakibatkan
kelainan fungsional (motorik, sensorik atau psikis). Menyerang segala kelompok usia dan
segala jenis bangsa / keturunan. Biasanya pasien tetap sadar tetapi berhalusinasi.
B. Etiologi
Penyebab kejang demam belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab
utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Menurut Arif Mansjoer. 2000) demam yang
terjadi sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
Selain penyebab diatas Ada 5 Faktor yang mempengaruhi kejang, faktor –
faktor tersebut adalah
1. Umur
a. Kurang lebih 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam.
b. Jarang terjadi pada anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun.
c. Insiden tertinggi didapatkan pada umur 2 tahun dan menurun setelah
berumur 4 tahun. Hal ini mungkin disebabkan adanya kenaikan dari
ambang kejang sesuai dengan bertambahnya umur. Serangan pertama
biasanya terjadi dalam 2 tahu pertama dan kemudian menurun dengan
bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak laki-laki daripada anak
perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal tersebut mungkin disebabkan
oleh karena pada wanita didapatkan kematangan otak yang lebih cepat
dibanding laki-laki.
3. Suhu badan
4. Faktor keturunan
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
d. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
e. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat
D. PATHWAY
E. Klasifikasi
Klasifikasi anak kejang demam menurut (Riyadi, 2011), sebagai berikut :
a. Kejang demam sederhana
• Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
• Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
• Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
• Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
• Kejang tidak bersifat tonik klonik
• Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
• Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas
perkembangan
• Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
• Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam
b. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap- ecapkan
bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan
gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku
F. Gejala Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam (Mumpuni, 2016), yaitu:
a. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
• Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
• Kejang umum tonik dan atau klonik
• Umumnya berhenti sendiri
• Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
b. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
• Kejang lama > 15 menit
• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
• Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada anak kejang demam menurut (Hanny & Waldi,
2009) sebagai berikut :
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi
atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG
tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.
c. Darah
• Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
• BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
• Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
H. Penaktalaksanaan Medis
Penatalaksanaan kejang demam pada anak menurut (Widagdo, 2012) sebagai
berikut :
a. Pengobatan
• Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau indra vectal. Dosis awal : 0,3 – 0,5
mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum berhenti dapat diulang
dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
• Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis dan kompres air
Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau
bila kejang demam berlangsung lama.
• Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
• Penanganan sportif
Bebaskan jalan napas, Beri zat asam, Jaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, Pertahankan tekanan darah.
b. Pencegahan
• Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
I. Komplikasi
Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kejang demam
sebagai berikut :
a. Retardasi Mental
b. Kerusakan jaringan otak
J. Manifestasi klinis
K. Pemeriksaan diagnostic
1. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik,
melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.
2. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan
Abses.
3. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
4. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila
ada komplikasi dan penyakit kejang demam. (Arif Mansyoer,2000)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
sulit tidur, tidak mampu rileks, - Keluhan tidak nyaman menurun 2. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan
- Gelisah menurun darah, dan suhu sebelum dan sesudah Latihan
dan mengeluh Lelah
- Keluhan sulit tidur menurun 3. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
S: 39, 2◦C, - Lelah menurun Terapeutik
R: 26x/menit
4. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
N: 86x/menit,
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman,
jika memungkinkan
5. Gunakan pakaian longgar
6. Gunakan nada suara lembut dengan lrarna
lambat dan berirama
Edukasi
- Kejang menurun
- Suhu tubuh membaik
S: 36◦C,
R: 20x/menit
N: 80x/menit,
TD : 120/60 mmHg
A : Termoregulasi membaik
- Rileks meningkat
- Keluhan tidak nyaman menurun
- Gelisah menurun
- Keluhan sulit tidur menurun
- Lelah menurun
S: 36◦C,
R: 20x/menit
N: 80x/menit,
TD : 120/60 mmHg
A : Status kenyamanan meningkat
P : Pertahankan kondisi pasien
Tgl. Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf
O : S: 39◦C,
10.10 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah merasa tidak nyaman, sulit tidur, dan
latihan tidak mampu rileks
R: 22x/menit
N: 85x/menit,
TD : 130/80 mmHg
10.30 Mengidentifkasi teknik relaksasi yang pernah S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita efektif digunakan (terapi dongeng) suka mendegarkan dongeng
O : pasien tampak kooperatif
10.35 Menciptakan lingkungan tenang dan tanpa S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang lebih rileks
nyaman,
O : pasien tampak kooperatif
10.40 Menggunakan nada suara lembut dengan lrarna S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita lambat dan berirama senang mendengarkan dongeng
O : S: 38◦C,
13.55 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah merasa lebih nyaman, sudah tidur
latihan dengan rileks
R: 20x/menit
N: 80x/menit,
TD : 120/60 mmHg
O : S: 38◦C,
07.50 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah merasa nyaman, dan sudah rileks
latihan
O : pasien tampak tidak gelisah
R: 20x/menit
N: 80x/menit,
TD : 120/60 mmHg
08.10 Melakukan pendinginan eksternal (kompres S : ibu pasien mengatakan anaknya (Cintya)
wita pada dahi, leher, dada, aksila) sudah lebih rileks dan nyaman
08.20 Menciptakan lingkungan tenang dan tanpa S : ibu pasien mengatakan anaknya (Cintya)
wita gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman dan sudah tidur dengan
nyaman, nyanyak
08.23 Menganjurkan pasien tirah baring S : ibu pasien mengatakan mengerti (Cintya)
wita dengan anjuran perawat
08.25 Menganjurkan untuk mengulangi teknik S : ibu pasien mengatakan mengerti (Cintya)
wita relaksasi yang disuka dengan anjuran perawat
O : pasien tampak lebih rileks dan
nyaman
O : S: 37◦C,
13.55 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, S : ibu pasien mengatakan anaknya (Cintya)
wita tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah merasa lebih nyaman, sudah tidur
latihan dengan rileks
R: 20x/menit
N: 80x/menit,
TD : 120/60 mmHg