Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK
KEJANG DEMAM

DISUSUN OLEH :
Rizqi Annisa, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NURS


STIKes TENGKU MAHARATU
PEKANBARU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM

A. Pengertian
Kejang demam Adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari
38, 40.C tanpa adanya infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada
anak berusia diatas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya.
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur
3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu .
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam komplek.
Kejang demam dapat Ditandai dengan aktivitas serangan kejang berulang tanpa
demam., Serangan tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodik, Diakibatkan
kelainan fungsional (motorik, sensorik atau psikis). Menyerang segala kelompok usia dan
segala jenis bangsa / keturunan. Biasanya pasien tetap sadar tetapi berhalusinasi.

B. Etiologi

Penyebab kejang demam belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab
utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Menurut Arif Mansjoer. 2000) demam yang
terjadi sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
Selain penyebab diatas Ada 5 Faktor yang mempengaruhi kejang, faktor –
faktor tersebut adalah

1. Umur
a. Kurang lebih 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam.
b. Jarang terjadi pada anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun.
c. Insiden tertinggi didapatkan pada umur 2 tahun dan menurun setelah
berumur 4 tahun. Hal ini mungkin disebabkan adanya kenaikan dari
ambang kejang sesuai dengan bertambahnya umur. Serangan pertama
biasanya terjadi dalam 2 tahu pertama dan kemudian menurun dengan
bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak laki-laki daripada anak
perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal tersebut mungkin disebabkan
oleh karena pada wanita didapatkan kematangan otak yang lebih cepat
dibanding laki-laki.

3. Suhu badan

Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat untuk terjadinya


kejang demam. Tingginya suhu badan pada saat timbulnya serangan
merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap
anak, berkisar antara 38.30C – 41.40C. Adanya perbedaan ambang kejang ini
dapat menerangkan mengapa pada seseorang anak baru timbul kejang
sesudah suhu meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak lainnya kejang
sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.

4. Faktor keturunan

Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang


demam. Beberapa penulis mendapatkan 25 – 50% daripada pada anak
dengan kejang demam mempunyai anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
C. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
d. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
e. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat
D. PATHWAY
E. Klasifikasi
Klasifikasi anak kejang demam menurut (Riyadi, 2011), sebagai berikut :
a. Kejang demam sederhana
• Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
• Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
• Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
• Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
• Kejang tidak bersifat tonik klonik
• Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
• Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas
perkembangan
• Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
• Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam
b. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap- ecapkan
bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan
gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku

F. Gejala Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam (Mumpuni, 2016), yaitu:
a. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
• Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
• Kejang umum tonik dan atau klonik
• Umumnya berhenti sendiri
• Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
b. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
• Kejang lama > 15 menit
• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
• Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada anak kejang demam menurut (Hanny & Waldi,
2009) sebagai berikut :
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi
atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG
tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.
c. Darah
• Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
• BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
• Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
H. Penaktalaksanaan Medis
Penatalaksanaan kejang demam pada anak menurut (Widagdo, 2012) sebagai
berikut :
a. Pengobatan
• Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau indra vectal. Dosis awal : 0,3 – 0,5
mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum berhenti dapat diulang
dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
• Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis dan kompres air
 Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau
bila kejang demam berlangsung lama.
• Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
• Penanganan sportif
Bebaskan jalan napas, Beri zat asam, Jaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, Pertahankan tekanan darah.
b. Pencegahan
• Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.

• Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi Dapat digunakan :


Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Diazepam : (indikasi khusus)
Menurut NANDA (2015) Penatalaksanaan di Rumah Sakit dibagi menjadi 3
tahap, yaitu :
Pengobatan saat terjadi kejang :
1) Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Dosis pemberian:
a) 5 mg untuk anak 3 tahun.
b) 5 mg untuk BB 10 kg
c) 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2) Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB.
Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit untuk
menghindari depresi pernafasanan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis,
hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila
anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak
diabsorbsi dengan baik.
3) Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan-
lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50 mg IM dan pasang
ventilator bila perlu.
Setelah kejang berhenti
Bila Kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan
pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya
kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
1) Antipiretik
a) Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau tiap
6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa
hiperdosis.
b) Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali
2) Antikonvulsan
a) Berikan diazepam oral dosis 0.3-0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang.
b) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari
Bila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproat dengan dosis
valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosi, sedangkan fenbobarbital 3-5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan
adalah :
1) Kejang lama 15 menit.
2) Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang misalnya hemiparise, cerebral palsy, hidrocefalus.
3) Kejang fokal.
4) Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsi.

I. Komplikasi
Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kejang demam
sebagai berikut :

a. Retardasi Mental
b. Kerusakan jaringan otak

J. Manifestasi klinis

Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :


a. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
b. Mata terbalik ke atas
c. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal
d. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit
e. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
f. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd),
g. Suhu 38oc atau lebih.

K. Pemeriksaan diagnostic
1. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik,
melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.

2. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan
Abses.
3. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.

4. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila
ada komplikasi dan penyakit kejang demam. (Arif Mansyoer,2000)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria


Intervensi Keperawatan Rasional
Hasil
1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan asuhan Observasi Observasi
proses infeksi ditandai keperawatan 3 x 24 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui
dengan suhu tubuh jam, maka hipertermia factor penyebab
diatas nilai normal, kulit termoregulasi (dehidrasi, terpapar hipertermia
merah, kejang, takikardi, membaik dengan lingkungan panas, 2. Untuk menjaga suhu
takipnea, kulit terasa kriteria hasil : penggunaan tubuh normal
hangat - Menggigil incubator) 3. Untuk menjaga kadar
menurun 2. Monitor suhu tubuh elektrolit normal
- Kejang menurun 3. Monitor kadar 4. Untuk menjaga
- Suhu tubuh elektrolit haluaran urine
membaik 4. Monitor haluaran normal
urine 5. Menjaga terjadinya
5. Monitor komplikasi komplikasi akibat
akibat hipertermia hipertermia
Terapeutik Terapeutik
6. Sediakan lingkungan 6. Membantu
yang dingin memulihkan kondisi
7. Longgarkan atau 7. Agar pasien lebih
lepaskan pakaian nyaman
8. Basahi dan kipasi 8. Agar pasien lebih
permukaan tubuh nyaman
9. Berikan cairan oral 9. Mencegah dehidrasi
10. Ganti linen setiap 10. Agar tidak terjadi
hari atau lebih sering penyakit kulit
jika mengalami 11. Menjaga suhu tubuh
hyperhidrosis tetap normal
11. Lakukan pendinginan 12. Agar tidak
eksternal (mis. menyebabkan
selimut atau terjadinya komplikasi
kompres pada dahi, 13. Membantu
leher, dada, aksila) kebutuhan oksigenasi
12. Hindari pemberian Edukasi
antireptik atau 14. Agar pasien tidak
aspirin kaku
13. Berikan oksigen jika Kolaborasi
perlu 15. Untuk memenuhi
Edukasi kebutuhan cairan
14. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
15. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena
2 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan Terapi Relaksasi Terapi Relaksasi
berhubungan dengan asuhan Observasi Observasi
gejala penyakit ditandai keperawatan 3x24 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
dengan mengeluh tidak jam, maka status penurunan tingkat penurunan tingkat
nyaman, gelisah, kenyamanan energi, energi,
mengeluh sulit tidur, meningkat dengan ketidakmampuan ketidakmampuan
tidak mampu rileks, kriteria hasil berkonsentrasi, atau berkonsentrasi, atau
mengeluh - Rileks meningkat gejala lain yang gejala lain yang
kedinginan/kepananasan, - Keluhan tidak mengganggu mengganggu
merasa gatal, mengeluh nyaman menurun kemampuan kognitif kemampuan kognitif
mual, mengeluh Lelah, - Gelisah menurun 2. Identifkasi teknik 2. Untuk mengetahui
menunjukan gejala - Keluhan sulit tidur relaksasi yang pernah teknik relaksasi yang
distress, tampak menurun efektif digunakan pernah efektif
merintih/menangis, pola - Lelah menurun 3. Identifikasi kesediaan, digunakan
eliminasi berubah, postur kemampuan, dan 3. Untuk mengetahui
tubuh berubah, penggunaan teknik kesediaan,
iritabilitas sebelumnnya kemampuan, dan
4. Periksa ketegangan penggunaan teknik
otot, frekuensi nadi, sebelumnnya
tekanan darah, dan 4. Untuk mengetahui
suhu sebelum dan ketegangan otot,
sesudah latihan frekuensi nadi,
5. Monitor respons tekanan darah, dan
terhadap terapi suhu sebelum dan
relaksasi sesudah latihan
Terapeutik 5. Memantau respons
6. Ciptakan lingkungan terhadap terapi
tenang dan tanpa relaksasi
gangguan dengan Terapeutik
pencahayaan dan 6. Agar pasien
suhu ruang nyaman, merasakan tenang dan
jika memungkinkan nyaman
7. Berikan informasi 7. Agar pasien mudah
tertulis tentang memahami prosedur
persiapan dan teknik yang diberikan
prosedur teknik 8. Agar membantu
relaksasi proses relaksasi
8. Gunakan pakaian 9. Agar pasien tidak
longgar merasa tegang
9. Gunakan nada suara 10. Agar mudah
lembut dengan lrarna mempercepat proses
lambat dan berirama penyembuhan
10. Gunakan relaksasi Edukasi
sebagai strategi 11. Agar pasien
penunjang dengan memahami tujuan
analgetik atau Teknik rileksasi
tindakan medis lain, 12. Agar pasien mampu
jka sesuai menerapkan teknik
Edukasi rilekasasi yang dipilih
11. Jelaskan tujuan, 13. Anjurkan mengambil
manfaat, batasan, posisi nyaman
dan jenis relaksasi 14. Agar kenyamnan
yang tersedla (mis. terasa
musik, meditasi, 15. Agar mempercepat
napas dalam, proses penyembuhan
relaksasi otot 16. Agar pasien mampu
progresin) mempraktikan teknik
12. Jelaskan secara rinci relaksasi secara
intervensi relaksasi mandiri
yang dipilih
13. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
14. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
15. Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
16. Demostrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis napas dalam,
peregangan, atau
irama terbimbing)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tgl. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Keperawatan Tanda


Tangan
15 /7/22 Hipertemia berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 Manajemen Hipertermia
proses infeksi ditandai dengan jam, maka termoregulasi membaik dengan Observasi
suhu tubuh diatas nilai normal, kriteria hasil : 1. Monitor suhu tubuh
kejang - Kejang menurun Terapeutik
S: 39, 2◦C,
- Suhu tubuh membaik 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
R: 26x/menit
3. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut
N: 86x/menit,
atau kompres pada dahi, leher, dada, aksila)
Edukasi

4. Anjurkan tirah baring


Kolaborasi

5. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit


intravena
(Diazepam oral dosis 0.3-0.5 mg/kgBB setiap 8
jam, Parasetamol oral 10-15 mg/kgBB setiap 6
jam, Terapi Infus RL 500ml)
15/7/22 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 Terapi Relaksasi
berhubungan dengan gejala jam, maka status kenyamanan meningkat Observasi
penyakit ditandai dengan dengan kriteria hasil 1. Identifkasi teknik relaksasi yang pernah efektif

mengeluh tidak nyaman, gelisah, - Rileks meningkat digunakan

sulit tidur, tidak mampu rileks, - Keluhan tidak nyaman menurun 2. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan
- Gelisah menurun darah, dan suhu sebelum dan sesudah Latihan
dan mengeluh Lelah
- Keluhan sulit tidur menurun 3. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
S: 39, 2◦C, - Lelah menurun Terapeutik
R: 26x/menit
4. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
N: 86x/menit,
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman,
jika memungkinkan
5. Gunakan pakaian longgar
6. Gunakan nada suara lembut dengan lrarna
lambat dan berirama
Edukasi

7. Anjurkan mengambil posisi nyaman


8. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik
yang dipilih
9. Demostrasikan dan latih teknik relaksasi
(Mendengarkan dongeng)
15/7/22 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan identifikasi kemampuan mengambil keputusan
ketidakmampuan keluarga selama 2x24 jam keluarga menunjukkan pahami situasi yang membuat anisetas
mengenal masalah kesehatan menunjukkan pengetahuan tentang proses gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
penyakit : latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
1. verbalisasi kebingungan tepat
menurun Edukasi
2. verbalisasi khawatir akibat kondisi 1. latih Teknik relaksasi
yang dihadapi menurun
3. perilaku gelisah menurun
NO DATA ETIOLOGI Nama dan
Ttd
1. DS : ibu pasien mengatakan anaknya sudah
DO :

- Kejang menurun
- Suhu tubuh membaik
S: 36◦C,

R: 20x/menit
N: 80x/menit,
TD : 120/60 mmHg
A : Termoregulasi membaik

P : Pertahankan kondisi pasien

2. S : ibu pasien mengatakan anaknya sudah (Cintya)


nyaman, lebih rileks, dan sulit tidur
O:

- Rileks meningkat
- Keluhan tidak nyaman menurun
- Gelisah menurun
- Keluhan sulit tidur menurun
- Lelah menurun
S: 36◦C,

R: 20x/menit
N: 80x/menit,
TD : 120/60 mmHg
A : Status kenyamanan meningkat
P : Pertahankan kondisi pasien
Tgl. Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf

02/11 / 10.00 Memonitor suhu tubuh S : ibu pasien mengatakan anaknya


2020
wita masih panas dan pasien mengeluh
tidak nyaman dan gelisah

O : S: 39◦C,

10.10 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah merasa tidak nyaman, sulit tidur, dan
latihan tidak mampu rileks

O : pasien tampak gelisah

R: 22x/menit

N: 85x/menit,

TD : 130/80 mmHg

10.15 Melonggarkan atau melepaskan pakaian S : ibu pasien mengatakan anaknya


wita masih tidak nyaman dan tidak rileks

O : pasien tampak gelisah

10.20 Melakukan pendinginan eksternal (kompres S : ibu pasien mengatakan anaknya


wita pada dahi, leher, dada, aksila) sudah lebih rileks namun masih
merasa tidak nyaman

O : pasien tampak tidak nyaman

10.30 Mengidentifkasi teknik relaksasi yang pernah S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita efektif digunakan (terapi dongeng) suka mendegarkan dongeng
O : pasien tampak kooperatif

10.35 Menciptakan lingkungan tenang dan tanpa S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang lebih rileks
nyaman,
O : pasien tampak kooperatif

10.40 Menganjurkan mengambil posisi nyaman S : ibu pasien mengatakan anaknya


wita sudah diposisi yang nyaman

O : pasien tampak nyaman dengan


posisi terlentang

10.40 Mendemostrasikan teknik relaksasi S : ibu pasien mengatakan anaknya


wita (mendegarkan cerita dongeng) senang mendengarkan dongeng

O : pasien tampak lebih rileks dan


terasa nyaman

10.40 Menggunakan nada suara lembut dengan lrarna S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita lambat dan berirama senang mendengarkan dongeng

O : pasien tampak lebih rileks dan


antusias mendengarkan

11.00 Menganjurkan untuk mengulangi teknik S : ibu pasien mengatakan mengerti


wita relaksasi yang disuka dengan anjuran perawat

O : pasien tampak lebih rileks dan


nyaman

13.50 Memonitor suhu tubuh S : ibu pasien mengatakan anaknya


wita masih panas

O : S: 38◦C,

13.55 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah merasa lebih nyaman, sudah tidur
latihan dengan rileks

O : pasien tampak tidak gelisah

R: 20x/menit

N: 80x/menit,

TD : 120/60 mmHg

14.00 Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit S : -


wita intravena atau obat oral
paracetamol oral dosis 0,5 sendok teh (60mg) O : pasien tampak kooepartif

16.00 Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit S : -


wita intravena atau obat oral
O : pasien tampak kooepartif
diazepam oral dosis 1,5-2,5mg

03/11/ 07.45 Memonitor suhu tubuh S : ibu pasien mengatakan anaknya


2020
wita sudah merasa lebih nyaman dan rileks

O : S: 38◦C,

07.50 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, S : ibu pasien mengatakan anaknya
wita tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah merasa nyaman, dan sudah rileks
latihan
O : pasien tampak tidak gelisah

R: 20x/menit

N: 80x/menit,

TD : 120/60 mmHg

08.00 Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit S : - (Cintya)


wita intravena
O : pasien tampak kooepartif
terapi cairan infus RL 12 tetes per menit

diazepam oral dosis 1,5-2,5mg

paracetamol oral dosis 0,5 sendok teh (60mg)

08.10 Melakukan pendinginan eksternal (kompres S : ibu pasien mengatakan anaknya (Cintya)
wita pada dahi, leher, dada, aksila) sudah lebih rileks dan nyaman

O : pasien tampak tidak gelisah

08.20 Menciptakan lingkungan tenang dan tanpa S : ibu pasien mengatakan anaknya (Cintya)
wita gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman dan sudah tidur dengan
nyaman, nyanyak

O : pasien tampak tidak gelisah

08.23 Menganjurkan pasien tirah baring S : ibu pasien mengatakan mengerti (Cintya)
wita dengan anjuran perawat

O : pasien tampak nyaman

08.25 Menganjurkan untuk mengulangi teknik S : ibu pasien mengatakan mengerti (Cintya)
wita relaksasi yang disuka dengan anjuran perawat
O : pasien tampak lebih rileks dan
nyaman

13.50 Memonitor suhu tubuh S : ibu pasien mengatakan anaknya (Cintya)


wita masih panas

O : S: 37◦C,

13.55 Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, S : ibu pasien mengatakan anaknya (Cintya)
wita tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah merasa lebih nyaman, sudah tidur
latihan dengan rileks

O : pasien tampak tidak gelisah

R: 20x/menit

N: 80x/menit,

TD : 120/60 mmHg

14.00 Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit S : - (Cintya)


wita intravena atau obat oral
O : pasien tampak kooepartif
paracetamol oral dosis 0,5 sendok teh (60mg)

16.00 Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit S : - (Cintya)


wita intravena atau obat oral
O : pasien tampak koopartif
diazepam oral dosis 1,5-2,5mg

Anda mungkin juga menyukai