Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

CHOLELITHIASIS

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan


Medikal Bedah Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Leny Priyanti
NIM: 11194692210140

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL LAPORAN : Cholelithiasis


NAMA MAHASISWA : Leny Priyanti , S.Kep

NIM :11194692210140

Banjarmasin, januari 2023

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Suci Kurniya, S.Kep., Ns NIK. Onieqie Ayu D.M, S.Kep, Ns.,M.Kep


198709142014 022004 NIK. 1166012014063
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL LAPORAN : Cholelithiasis


NAMA MAHASISWA : Leny Priyanti, S.Kep

NIM : 11194692210140

Banjarmasin, januari 2023


Menyetujui,
RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Suci Kurniya, S.Kep., Ns NIK. Onieqie Ayu D.M, S.Kep, Ns.,M.Kep


198709142014 022004 NIK. 1166012014063

Mengetahui,

Ketua Jurusan Program


Studi Profesi Ners
Fakultas Kesehatan Universitas
Sari Mulia

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 166102012053
1. Konsep Anatomi dan fisiologi sistem
a. Anatomi sistem

1) Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir,


yang terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan
lobus kanan dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran
kandung empedu pada orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan
kapasitas lebih kurang 30mL. Kandung empedu menempel pada hati oleh
jaringan ikat longgar , yang mengandung vena dan saluran limfatik yang
menghubungkan kandung empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi
menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum
(Avunduk, 2017).
a) Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang terlerak
pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh peritoneum
kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada permukaan bawah
hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
b) Empedu terdiri dari:
i. Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah
tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi rawan ujung kosta IX kanan.
ii. Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
iii. Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang
berjalan dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus
hepatikus komunis membentuk doktus koledukus.
Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian
menuju ke duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus
hepatikus kanan dan kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di
porta hepatis.
Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus
hepatikus komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus biliaris
komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm,
melewati duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian menuju ampula
Vateri (Avunduk, 2017).
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika
yang berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi
pada tiap tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan (Debas,
2018).
Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan antara
vena vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung
ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan
akhirnya menuju vena portal. Aliran limfatik dari kandung empedu
menyerupai aliranvenanya. Cairan limfa mengalir dari kandung empedu ke
hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke sebuah nodus atau sekelompok
nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan masuk ke nodus pada
vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf simpatetik dan
parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka. Saraf preganglionik simpatetik
berasal dari T8 dan T9. Saraf postganglionik simpatetik berasal dari pleksus
seliaka dan berjalan bersama dengan arteri hepatik dan vena portal menuju
kandung empedu. Saraf parasimpatetik berasal dari cabang nervus vagus
(Welling & Simeone, 2019).

2) Fisiologi Kandung Empedu


Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut:
a) Menyimpan dan mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari hati
di antara dua periode makan.

b) Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan turunan


kolesterol, dengan stimulasi oleh kolesistokinin,ke duodenum sehingga
membantu proses pencernaan lemak (Barett, 2016).
Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 mL per hari, terdiri
dari air, elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid, bilirubin, dan senyawa
organik terlarut lainnya. Kandung empedu bertugas menyimpan dan
menkonsentrasikan empedu pada saat puasa. Kira-kira
90 % air dan elektrolit diresorbsi oleh epitel kandung empedu, yang
menyebabkan empedu kaya akan konstituen organik (Avunduk, 2017).

Di antara waktu makan, empedu akan disimpan di kandung empedu dan


dipekatkan. Selama makan, ketika kimus mencapai usus halus, keberadaan
makanan terutama produk lemak akan memicu pengeluaran kolesistokinin
(CCK). Hormon ini merangsang kontraksi dari kandung empedu dan relaksasi
sfingter Oddi, sehingga empedu dikeluarkan ke duodenum dan membantu
pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu secara aktif disekresikan ke
dalam empedu dan akhirnya disekresikan bersama dengan konstituen empedu
lainnya ke dalam duodenum. Setelah berperan serta dalam pencernaan lemak,
garam empedu diresorpsi ke dalam darah dengan mekanisme transport aktif
khusus di ileum terminal. Dari sini garam empedu akan kembali ke sistem porta
hepatika lalu ke hati, yang kembali mensekresikan mereka ke kandung empedu.
Proses pendaurulangan antara usus halus dan hati ini disebut sebagai sirkulasi
enterohepatik (Sherwood, 2020).

Dalam keadaan dimana kandung empedu tidak berfungsi dengan baik,


garam empedu yang telah melalui sirkulasi enterohepatik sebagian besar akan
disimpan di usus halus (Barett, 2016).
2. Konsep dasar penyakit
a. Definisi
Batu empedu adalah suatu bahan keras berbentuk bulat, oval, ataupun
bersegi-segi yang terdapat pada saluran empedu dan mengandung kolesterol,
kalsium karbonat, kalsium bilirubin, ataupun campuran dari elemen-elemen
tersebut (Debas, 2018).
Batu empedu adalah endapan cairan pencernaan yang mengeras yang dapat
terbentuk di kantung empedu. Sementara itu, kantung empedu adalah organ kecil
berbentuk buah pir di sisi kanan perut, tepat di bawah hati. Kantung empedu
menampung cairan pencernaan yang disebut empedu yang dilepaskan ke usus
kecil.
Ukuran batu empedu berkisar dari sekecil sebutir pasir hingga sebesar bola
golf. Beberapa orang bisa memiliki hanya satu batu empedu, sementara yang lain
mengembangkan banyak batu empedu pada saat yang bersamaan
b. Etiologi
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum
diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan
supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang
telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu.
Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan.
metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis
empedu, dan infeksi kandung empedu.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu, diantaranya:

1) Eksresi garam empedu. Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai


garam empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau
dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi
dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin menyebabkan
terbentuknya batu empedu.
2) Kolesterol empedu Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol,
sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi
batu empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol empedu dapat di
jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak.
3) Substansia mukus Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia
mukus dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.
4) Pigmen empedu Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi
karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa larutan bilirubin
glukorunid.
5) Infeksi Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian
menaikan pembentukan batu.
c. Patofisiologi (pathway)
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai
garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen
kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang
sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu sisanya diangkut
dalam lipoprotein,
dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Kolesterol bersifat tidak larut air
dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang
dikeluarkan bersamasama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi
kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada
dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol
monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi
karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan
akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa
bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti
sepenuhnya. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan
garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah
merah. Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
>50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol).
Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin
dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi
bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium,
bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu.
Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal
tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor
motilitas kandung 16 empedu, billiary statis, dan kandungan empedu merupakan
predisposisi pembentukan batu kandung empedu.
Pathway

Cedera tulang belakang, puasa berkepanjangan, atau pemberian diet Kehamilan multipel Anemia hemolitik Sirosis hepatis Bakteri (kolangitis, kolesistisis)
nutrisi total parenteral (TPN, Total parental nutrition), dan
penurunan berat badan yang b.d kalori & pembatasan lemak (mis. Peningkatan kadar progestoren
diet, vagotomi, dan operasi bypass lambung) Bilirubin tak Penurunan pembentukan misel
terkonjugasi
Statis bilier
Kalsium bilirubinat Kalsium palmitat dan stearat
Penyakit crhon Reseksi usus Penurunan garam empedu

Batu pigmen
Obesitas, resistensi insulin, diabetes melitus tipe II, Batu kolestrol
hipertensi, dan hiperlipidemia
Batu empedu

Peningkatan sekresi kolestrol Ikterus


Oklusi dan obstruksi dari batu

Intervensi bedah, Intervensi litotripsi, Obstruksi duktus sistikus


Intervensi endoskopik Pola nafas tidak efektif atau duktus biliaris

Tekanan di duktus biliaris akan


meningkat dan peningkatan
Respons kontraksi peristaltik
Preoperatif Pascaoperatif lokal saraf

Respon psikologis Port de Gangguan Respons sistemik


Nyeri
Misinterpretasi perawatan entree pasca gastrointestinal
dan penatalaksanaan bedah
Kerusakan
pengobatan
Resiko infeksi jaringan Mual, muntah, anoreksia Peningkatan suhu tubuh
Kecemasan pemenuhan pascabedah
informasi
Intake nutrisi Hipertemi
Kelelahan, malaise, dan cairan
pemakaian energi tidak adekuat
berlebihan pasca nyeri
Penurunan cairan tubuh Resiko ketidakseimbangan cairan
Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan nutrisi kurang dan elektrolit
dari kebutuhan
d. Manifestasi Klinis

Hanya 20-25% pasien dengan batu empedu yang menunjukkan gejala klinia.
Biasa batu empedu dijumpai ketika dilakukan pemeriksaan USG dan dijumpai
asimtomatik pada 80% pasien (Paumgartner&Greenberger, 2006).
1) Kolik bilier
Kolik yang diakibatkan oleh obstruksi transien dari batu empedu merupakan
keluhan utama pada 70-80% pasien. Nyeri kolik disebabkan oleh spasme
fungsional di sekitar lokasi obstruksi. Nyeri kolik mempunyai karakteristik
spesifik; nyeri yang dirasakan bersifat episodik dan berat, lokasi di daerah
epigastrium, dapat juga dirasakan di daerah kuadran kanan atas, kuadran
kiri, prekordium, dan abdomen bagian bawah. Onset nyeri tiba-tiba dan
semakin memberat pada 15 menit pertama dan berkurang hingga tiga jam
berikutnya. Resolusi nyeri lebih lambat. Nyeri dapat menjalar hingga region
interskapular, atau ke bahu kanan (Cuschieri,2003).
2) Kolesistitis kronik
Diagnosis yang tidak pasti yang ditandai dengan nyeri perut atas kanan yang
bersifat intermiten, distensi, flatulens, dan intoleransi makanan berlemak,
atau apabila mengalami kolesistitis episode ringan yang berulang.
(Cuschieri, 2003).
3) Kolesistitis obstruktif akut
Ditandai dengan nyeri konstan pada hipokondrium kanan, pireksia, mual ,
dapat atau tidak disertai dengan jaundice, Murphy sign positif (nyeri di
kuadran atas kanan), leukositosis (Cuschieri, 2003).
4) Kolangitis
Ditandai dengan nyeri abdominal, demam tinggi, obstruktif jaundice
(Charcot’s triad), nyeri hebat pada kuadran atas kanan. (Cuschieri, 2003).
5) Jaundice obstruktif
Ditandai nyeri abdominal atas, warna feses pucat, urin berwarna gelap
seperti teh pekat, dan adanya pruritus. Jaundice obstruktif dapat berujung ke
kolangitis bila saluran bersama tetap terjadi obstruksi (Cuschieri, 2003).
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Sinar-X Abdomen
Pemeriksaaan sinar-X abdomen dapat dilakukan jika terdapat
kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan
penyebab gejala yang lain. Namun demikian, hanya 15% hingga 20% batu
empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui
pemeriksaan sinar-X.
2) Ultrasonografi.
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
cepat serta akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan
ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan
radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika
pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
berada dalam keadaan distensi. Penggunaan ultrasound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi. Dilaporkan bahwa USG mendeteksi batu empedu dengan
akurasi 95%.
3) Pemeriksaan Radionuklida atau Koleskintografi
Koleskintografi telah berhasil dalam membantu menegakkan diagnosis
kolelisistitis. Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan melalui
intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
diekskresikan dalam system bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran
empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
Pemeriksaan ini lebih mahal daripada USG, memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mengerjakannya, membuat pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak
dapat mendeteksi batu empedu. Penggunaannya terbatas pada kasus-kasus
yang dengan pemeriksaan USG, diagnosisnya masih belum dapat disimpulkan.
4) Kolesistografi.
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pemeriksaan pilihan,
kolesistografi masih digunakan jika alat USG tidak tersedia atau bila hasil
USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Media kontras yang mengandung iodium
yang diekskresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan
kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan
radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan tampak pada
foto rontgen.
Preparat yang diberikan sebagai bahan kontras mencakup asam iopanoat
(Telepaque), iodipamie meglumine (Cholografin) dan sodium ipodat
(Oragrafin). Semua preparat ini diberikan dalam dosis oral, 10-
12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan sinar-X. sesudah diberikan preparat
kontras, pasien tidak boleh mengkonsumsi apapun untuk mencegah kontraksi
dan untuk pengosongan kandung empedu.
f. Komplikasi
Jika tidak segera ditangani, batu empedu bisa menyumbat saluran empedu dan
memicu terjadinya peradangan atau infeksi kantung empedu. Kondisi ini dikenal
dengan kolesistitis akut atau radang kantung empedu akut.
Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi jika batu empedu tidak segera diobati,
yaitu:
1) Cholangitis atau peradangan saluran empedu
2) Pankreatitis akut atau peradangan pankreas akut
3) Ileus batu empedu atau penyumbatan usus akibat batu empedu
4) Sepsis
g. Prognosis
Prognosis kolelitiasis atau batu empedu dilaporkan memiliki angka
morbiditas 10%, dan mortalitas 0,5%. Komplikasi yang bisa terjadi adalah
kolesistitis, kolangitis, koledokolitiasis, pankreatitis batu empedu, dan
kolangiokarsinoma.
h. Penatalaksanaan Medis
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan
kolelitiasis yang asimptomatik.
1) Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan pendukung dan diet Kurang lebih 80% dari pasien-
pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan
infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah
harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.
Manajemen terapi :
 Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
 Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
 Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
 Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
b) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati).
Disolusi medis Oral Dissolution Therapy adalah cara
penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic
acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena
efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic
seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang.
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60%
pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan
mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi.
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif
diantaranya batu kolesterol diameternya
< 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan
duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali
pada anakanak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
c) Disolusi kontak Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut
ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau
alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah
methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke
dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu
kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.
d) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Prosedur non invasive ini
menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang
diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa
sejumlah fragmen.
e) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) Pada ERCP,
suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan
ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran
empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi,
otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat
saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah
berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.
ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu
yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
2) Penatalaksanaan Bedah
a) Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk
penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang
paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang
terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk
prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi Kolesistektomi laparoskopik mulai
diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90%
kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian
dibanding operasi normal (0,1- 0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan
lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi awal hanya pasien dengan
kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin
bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur
ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan
biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi
lebih sering selama kolesistektomi
laparoskopi.
i. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil
pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien,
membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons
kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh,
sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi
masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh dari data
subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui observasi,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & YuliMuryanti,
2017):
a) Pengumpulan Data
(1).Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
tempat tinggal
(2).Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya
keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran
(3).Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita
pasien dengan timbulnya kanker kolon.
(4).Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami
penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit kronis lainnya
(5).Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien
dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum
maupun saat sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit,
karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana pasien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
b) Riwayat bio- psiko- sosial-
spiritual(1). Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa
saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai,
frekwensi makanannya
(2). Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar
darah atau tidak, keras, lembek, cair ?
(3). Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau
tidak, menyikat gigi.
(4). Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ? Kebiasaan – kebiasaan
sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
(5). Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar
kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan
sekitarnya.
(6). Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,
ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).
(7). Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-
teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
(8). Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga,
kebersamaan dengan keluarga.
(9). Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut
danpatuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
(10). Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan
keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
c) Pemeriksaan fisik
(1). Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi (2).
Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan,
perlukaan,penekanan
(3). Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
(4). Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata,
adanya benda asing, skelera putih ?
(5). Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan
anatomiakibat trauma ?
(6). Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?
(7). Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ? (8).
Rahang : Perlukaan, stabilitas ?
(9). Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar
tiroid(10). Pemeriksaan dada
(a). Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan
ekspirasi pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara
napas tambahan.
(b). Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus
samaantara kanan kiri dinding dada.
(c). Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara
redup pada batas paru dan hepar.
(d).Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua
lapisanparu, suara ronchi dan wheezing
(11). Kardiovaskuler
(a). Inspeksi: Bentuk dada
simetris (b). Palpasi: Frekuensi
nadi,
(c). Parkusi: Suara pekak
(d).Auskultasi: Irama regular, systole/
murmur(12). System pencernaan / abdomen
(a). Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus
menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan
/ massa.
(b). Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor,
teses) turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi
pasien, apakah tupar teraba, apakah lien teraba?
(c). Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau
cair akan menimbulkan suara pekak ( hepar, asites,
vesikaurinaria, tumor).
(d).Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5-
35 kali permenit.
(13).Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
(a). Warna dan suhu kulit
(b). Perabaan nadi distal
(c). Depornitas extremitas alus
(d).Gerakan extremitas secara aktif dan pasif (e).
Gerakan extremitas yang tak wajar adanya
krapitasi(f). Derajat nyeri bagian yang cidera
(g).Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh (h).
Reflek patella
(14). Pemeriksaan pelvis/genitalia
(a). Kebersihan, pertumbuhan rambut
(b). Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat
lesi atau tidak.
2) Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri Akut b/d agen cedera fisik
b) Disfungsi Seksual b/d berhubungan dengan fungsi tubuh
c) Gangguan Rasa Nyaman b/d gejala terkait penyakit
d) Intoleransi Aktivitas b/d Imobilitas
e) Defisiensi Pengetahuan b/d kurang pajanan terhadap proses
penyakit

Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1 Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri
(D.0077) Setelah dilakukan (I.09314):
tindakan keperawatan Observasi
diharapkan tingkat nyeri - Identifikasi lokasi,
pasien menurun dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun. - Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun - Identifiksi respons nyeri
3. Gelisah menurun non verbal
Terapeutik
- Berikan Teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi
- Jelaskan
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Ajarkan Teknik
nonfarmakolgis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian obat


analgesik, jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
mobilitas asuhan keperawatan a. Identifikasi penyebab
fisik (D.0054) diharapkan mobilitas fisik hipertermia
pasien meningkat dengan b. Monitor suhu tubuh
kriteria hasil: c. Monitor kadar elektrolit
a. Pergerakan extremitas d. Monitor haluan urine
meningkat e. Monitor komplikasi
b. Kekuatan otot akibat
meningkat c. Rentang gerak hipertermia
meningkat d. Nyeri menurun Terapeutik :
e. Kecemasan menurun a. Sediakan lingkunga
f. Gerakan tidak yang dingin
terkoordinasi menurun b. Basahi dan kipasi
g. Gerakan terbatas permukaan
menurun h. Kelemahan fisik tubuh
menurun c. Berikan cairan oral
d. Ganti linen setiap hari
atau lebih
sering jika terjadi
hyperhidrosis
e. Hindari pemberian
antipiretik dan aspirin
f. Berikan oksigen
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
cairan dan
elektrolit intravena
Status kenyamanan Terapi Relaksasi (I.09326)
(L08064) Observasi
Setelah dilakukan - Identifikasi
tindakan keperawatan penurunantingkat
diharapkan gangguan rasa energi,
nyaman pasien menurun ketidakmampuan
Gangguan
dengan kriteria hasil : berkonsentrasi, atau
3 rasa
1. Keluhan tidak nyaman gejalalain yang
nyaman
menurun mengganggukemampuan
(D.0074)
2. Gelisah menurun kognitif
3. Keluhan sulit tidur Terapeutik
4. Suhu ruangan - Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa gangguan
denga n
pencayahaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan

Edukasi
- Jelaskan tujuan,manfaat,
Batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia.
4 Intoleransi Toleransi aktivitas Terapi Aktivitas (I.05186)
Aktivitas (L.05047) Observasi
(D.0057) Setelah dilakukan - Identifikasi deficit tingkat
tindakan keperawatan ansietas
diharapkan toleransi Terapeutik
aktivitas pasien - Fasilitasi fokus pada
meningkat dengan kriteria kemampuan, bukan
hasil : defisityang dialami
1. Kekuatan nadi Edukasi
2. Tingkat kesadaran - Jelaskan metode
3. Akral dingin aktivitasfisik sehari-hari,
4. MAP jika perlu
5 Resiko Setelah dilakukan tindakan Observasi :
asuhan
ketidakseim a. Monitor status hidrasi
keperawatan selama ….
bangan Diharapkan keseimbangan (mis. Frekuensi nadi,
cairan pasien meningkat
cairan kekuatan nadi,akral,pengisian
dengan kriteria hasil:
(D.0036) a. Asupan cairan meningkat kapiler,kelembapan mukosa,
b. Keluaran urin meningkat
turgor kulit, tekanan darah)
c. Kelembapan membrane
Mukosa b. Monitor berat badan
d. Asupan makanan
harian
meningkat
e. Edema menurun c. Monitor berat badan
f. Asites menurun
sebelum dan sesudah dialysis
g. Tekanan darah membaik
h. Denyut nadi radial d. Monitor hasil pemeriksaan
membaik
laboratorium
i. Tekanan arteri rata-rata
membaik e. Monitor status
j. Mata cekung membaik
hemodinamik
k. Turgor kulit membaik
l. Berat badan membaik Terapeutik :
a. Catat intake dan output lalu
hitung balance cairan 24 jam
b. Berikan asupan cairan ,
sesuai kebutuhan
c. Berikan cairan intravena ,
jika diperlukan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
diuretic, jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Avunduk, C., 2017. Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy. Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins
Debas H , T.Biliary Tract In : Pathophysiology andManagement.Springer – Verlaag 2018 ; Chapter
7 :198 – 224
National Health Service UK. Diakses pada 2022. Gallstones.
Welling,T.H, Simeone DM, 2019. Tadataka Yamada, Ed. Textbook of Gastroenterology.
Gallbladder and Biliary Tract: Anatomy and Structural
Anomalies. 5th ed.United Stated: Wiley-Blackwell; 2009.
Barrett Kim E [et al.] Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong [Buku]. - Jakarta : EGC
Medical, 2016. - 24th
Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 JuliSeptember 2017)
World Health Organization. 2012: Estimated Cancer Incidence,

Anda mungkin juga menyukai