CHOLELITHIASIS
Disusun Oleh:
Leny Priyanti
NIM: 11194692210140
NIM :11194692210140
Menyetujui,
NIM : 11194692210140
Mengetahui,
Cedera tulang belakang, puasa berkepanjangan, atau pemberian diet Kehamilan multipel Anemia hemolitik Sirosis hepatis Bakteri (kolangitis, kolesistisis)
nutrisi total parenteral (TPN, Total parental nutrition), dan
penurunan berat badan yang b.d kalori & pembatasan lemak (mis. Peningkatan kadar progestoren
diet, vagotomi, dan operasi bypass lambung) Bilirubin tak Penurunan pembentukan misel
terkonjugasi
Statis bilier
Kalsium bilirubinat Kalsium palmitat dan stearat
Penyakit crhon Reseksi usus Penurunan garam empedu
Batu pigmen
Obesitas, resistensi insulin, diabetes melitus tipe II, Batu kolestrol
hipertensi, dan hiperlipidemia
Batu empedu
Hanya 20-25% pasien dengan batu empedu yang menunjukkan gejala klinia.
Biasa batu empedu dijumpai ketika dilakukan pemeriksaan USG dan dijumpai
asimtomatik pada 80% pasien (Paumgartner&Greenberger, 2006).
1) Kolik bilier
Kolik yang diakibatkan oleh obstruksi transien dari batu empedu merupakan
keluhan utama pada 70-80% pasien. Nyeri kolik disebabkan oleh spasme
fungsional di sekitar lokasi obstruksi. Nyeri kolik mempunyai karakteristik
spesifik; nyeri yang dirasakan bersifat episodik dan berat, lokasi di daerah
epigastrium, dapat juga dirasakan di daerah kuadran kanan atas, kuadran
kiri, prekordium, dan abdomen bagian bawah. Onset nyeri tiba-tiba dan
semakin memberat pada 15 menit pertama dan berkurang hingga tiga jam
berikutnya. Resolusi nyeri lebih lambat. Nyeri dapat menjalar hingga region
interskapular, atau ke bahu kanan (Cuschieri,2003).
2) Kolesistitis kronik
Diagnosis yang tidak pasti yang ditandai dengan nyeri perut atas kanan yang
bersifat intermiten, distensi, flatulens, dan intoleransi makanan berlemak,
atau apabila mengalami kolesistitis episode ringan yang berulang.
(Cuschieri, 2003).
3) Kolesistitis obstruktif akut
Ditandai dengan nyeri konstan pada hipokondrium kanan, pireksia, mual ,
dapat atau tidak disertai dengan jaundice, Murphy sign positif (nyeri di
kuadran atas kanan), leukositosis (Cuschieri, 2003).
4) Kolangitis
Ditandai dengan nyeri abdominal, demam tinggi, obstruktif jaundice
(Charcot’s triad), nyeri hebat pada kuadran atas kanan. (Cuschieri, 2003).
5) Jaundice obstruktif
Ditandai nyeri abdominal atas, warna feses pucat, urin berwarna gelap
seperti teh pekat, dan adanya pruritus. Jaundice obstruktif dapat berujung ke
kolangitis bila saluran bersama tetap terjadi obstruksi (Cuschieri, 2003).
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Sinar-X Abdomen
Pemeriksaaan sinar-X abdomen dapat dilakukan jika terdapat
kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan
penyebab gejala yang lain. Namun demikian, hanya 15% hingga 20% batu
empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui
pemeriksaan sinar-X.
2) Ultrasonografi.
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
cepat serta akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan
ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan
radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika
pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
berada dalam keadaan distensi. Penggunaan ultrasound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi. Dilaporkan bahwa USG mendeteksi batu empedu dengan
akurasi 95%.
3) Pemeriksaan Radionuklida atau Koleskintografi
Koleskintografi telah berhasil dalam membantu menegakkan diagnosis
kolelisistitis. Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan melalui
intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
diekskresikan dalam system bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran
empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
Pemeriksaan ini lebih mahal daripada USG, memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mengerjakannya, membuat pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak
dapat mendeteksi batu empedu. Penggunaannya terbatas pada kasus-kasus
yang dengan pemeriksaan USG, diagnosisnya masih belum dapat disimpulkan.
4) Kolesistografi.
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pemeriksaan pilihan,
kolesistografi masih digunakan jika alat USG tidak tersedia atau bila hasil
USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Media kontras yang mengandung iodium
yang diekskresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan
kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan
radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan tampak pada
foto rontgen.
Preparat yang diberikan sebagai bahan kontras mencakup asam iopanoat
(Telepaque), iodipamie meglumine (Cholografin) dan sodium ipodat
(Oragrafin). Semua preparat ini diberikan dalam dosis oral, 10-
12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan sinar-X. sesudah diberikan preparat
kontras, pasien tidak boleh mengkonsumsi apapun untuk mencegah kontraksi
dan untuk pengosongan kandung empedu.
f. Komplikasi
Jika tidak segera ditangani, batu empedu bisa menyumbat saluran empedu dan
memicu terjadinya peradangan atau infeksi kantung empedu. Kondisi ini dikenal
dengan kolesistitis akut atau radang kantung empedu akut.
Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi jika batu empedu tidak segera diobati,
yaitu:
1) Cholangitis atau peradangan saluran empedu
2) Pankreatitis akut atau peradangan pankreas akut
3) Ileus batu empedu atau penyumbatan usus akibat batu empedu
4) Sepsis
g. Prognosis
Prognosis kolelitiasis atau batu empedu dilaporkan memiliki angka
morbiditas 10%, dan mortalitas 0,5%. Komplikasi yang bisa terjadi adalah
kolesistitis, kolangitis, koledokolitiasis, pankreatitis batu empedu, dan
kolangiokarsinoma.
h. Penatalaksanaan Medis
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan
kolelitiasis yang asimptomatik.
1) Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan pendukung dan diet Kurang lebih 80% dari pasien-
pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan
infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah
harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.
Manajemen terapi :
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
b) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati).
Disolusi medis Oral Dissolution Therapy adalah cara
penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic
acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena
efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic
seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang.
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60%
pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan
mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi.
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif
diantaranya batu kolesterol diameternya
< 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan
duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali
pada anakanak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
c) Disolusi kontak Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut
ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau
alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah
methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke
dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu
kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.
d) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Prosedur non invasive ini
menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang
diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa
sejumlah fragmen.
e) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) Pada ERCP,
suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan
ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran
empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi,
otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat
saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah
berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.
ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu
yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
2) Penatalaksanaan Bedah
a) Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk
penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang
paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang
terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk
prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi Kolesistektomi laparoskopik mulai
diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90%
kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian
dibanding operasi normal (0,1- 0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan
lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi awal hanya pasien dengan
kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin
bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur
ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan
biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi
lebih sering selama kolesistektomi
laparoskopi.
i. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil
pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien,
membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons
kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh,
sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi
masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh dari data
subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui observasi,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & YuliMuryanti,
2017):
a) Pengumpulan Data
(1).Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
tempat tinggal
(2).Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya
keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran
(3).Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita
pasien dengan timbulnya kanker kolon.
(4).Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami
penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit kronis lainnya
(5).Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien
dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum
maupun saat sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit,
karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana pasien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
b) Riwayat bio- psiko- sosial-
spiritual(1). Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa
saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai,
frekwensi makanannya
(2). Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar
darah atau tidak, keras, lembek, cair ?
(3). Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau
tidak, menyikat gigi.
(4). Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ? Kebiasaan – kebiasaan
sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
(5). Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar
kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan
sekitarnya.
(6). Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,
ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).
(7). Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-
teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
(8). Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga,
kebersamaan dengan keluarga.
(9). Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut
danpatuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
(10). Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan
keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
c) Pemeriksaan fisik
(1). Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi (2).
Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan,
perlukaan,penekanan
(3). Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
(4). Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata,
adanya benda asing, skelera putih ?
(5). Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan
anatomiakibat trauma ?
(6). Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?
(7). Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ? (8).
Rahang : Perlukaan, stabilitas ?
(9). Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar
tiroid(10). Pemeriksaan dada
(a). Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan
ekspirasi pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara
napas tambahan.
(b). Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus
samaantara kanan kiri dinding dada.
(c). Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara
redup pada batas paru dan hepar.
(d).Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua
lapisanparu, suara ronchi dan wheezing
(11). Kardiovaskuler
(a). Inspeksi: Bentuk dada
simetris (b). Palpasi: Frekuensi
nadi,
(c). Parkusi: Suara pekak
(d).Auskultasi: Irama regular, systole/
murmur(12). System pencernaan / abdomen
(a). Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus
menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan
/ massa.
(b). Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor,
teses) turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi
pasien, apakah tupar teraba, apakah lien teraba?
(c). Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau
cair akan menimbulkan suara pekak ( hepar, asites,
vesikaurinaria, tumor).
(d).Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5-
35 kali permenit.
(13).Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
(a). Warna dan suhu kulit
(b). Perabaan nadi distal
(c). Depornitas extremitas alus
(d).Gerakan extremitas secara aktif dan pasif (e).
Gerakan extremitas yang tak wajar adanya
krapitasi(f). Derajat nyeri bagian yang cidera
(g).Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh (h).
Reflek patella
(14). Pemeriksaan pelvis/genitalia
(a). Kebersihan, pertumbuhan rambut
(b). Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat
lesi atau tidak.
2) Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri Akut b/d agen cedera fisik
b) Disfungsi Seksual b/d berhubungan dengan fungsi tubuh
c) Gangguan Rasa Nyaman b/d gejala terkait penyakit
d) Intoleransi Aktivitas b/d Imobilitas
e) Defisiensi Pengetahuan b/d kurang pajanan terhadap proses
penyakit
Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1 Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri
(D.0077) Setelah dilakukan (I.09314):
tindakan keperawatan Observasi
diharapkan tingkat nyeri - Identifikasi lokasi,
pasien menurun dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun. - Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun - Identifiksi respons nyeri
3. Gelisah menurun non verbal
Terapeutik
- Berikan Teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi
- Jelaskan
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Ajarkan Teknik
nonfarmakolgis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan,manfaat,
Batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia.
4 Intoleransi Toleransi aktivitas Terapi Aktivitas (I.05186)
Aktivitas (L.05047) Observasi
(D.0057) Setelah dilakukan - Identifikasi deficit tingkat
tindakan keperawatan ansietas
diharapkan toleransi Terapeutik
aktivitas pasien - Fasilitasi fokus pada
meningkat dengan kriteria kemampuan, bukan
hasil : defisityang dialami
1. Kekuatan nadi Edukasi
2. Tingkat kesadaran - Jelaskan metode
3. Akral dingin aktivitasfisik sehari-hari,
4. MAP jika perlu
5 Resiko Setelah dilakukan tindakan Observasi :
asuhan
ketidakseim a. Monitor status hidrasi
keperawatan selama ….
bangan Diharapkan keseimbangan (mis. Frekuensi nadi,
cairan pasien meningkat
cairan kekuatan nadi,akral,pengisian
dengan kriteria hasil:
(D.0036) a. Asupan cairan meningkat kapiler,kelembapan mukosa,
b. Keluaran urin meningkat
turgor kulit, tekanan darah)
c. Kelembapan membrane
Mukosa b. Monitor berat badan
d. Asupan makanan
harian
meningkat
e. Edema menurun c. Monitor berat badan
f. Asites menurun
sebelum dan sesudah dialysis
g. Tekanan darah membaik
h. Denyut nadi radial d. Monitor hasil pemeriksaan
membaik
laboratorium
i. Tekanan arteri rata-rata
membaik e. Monitor status
j. Mata cekung membaik
hemodinamik
k. Turgor kulit membaik
l. Berat badan membaik Terapeutik :
a. Catat intake dan output lalu
hitung balance cairan 24 jam
b. Berikan asupan cairan ,
sesuai kebutuhan
c. Berikan cairan intravena ,
jika diperlukan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
diuretic, jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA