Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN KASUS CHOLELITIASIS


DI RUANG BROMO RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :

MEIGY DWI RIZKA

(14901.10.23094)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

GENGGONG – PROBOLINGGO

2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN KASUS “CHOLELITIASIS”

Disusun Oleh :

Nama : Meigy Dwi Rizka

NIM : 14901.10.23094

Semester/ Program Studi : 1/ Profesi Ners

Ruangan : Bromo

Laporan Pendahuluan disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Mahasiswa,

Meigy Dwi Rizka


Pebimbing Praktik/CI Pembimbing Akademik

. .

Mengetahui,
Kepala Ruangan

.
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH “CHOLELITIASIS”

I. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 1 webmd.com

Gambar 2vet.uga.edu
a. Anatomi (Eva Meilinda, 2020)
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan
batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan
kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di
bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan
kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang
sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu
yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus.
a. Anatomi kandung empedu
1. Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang
terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh
peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada
permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
2. Empedu terdiri dari :
a. Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah
tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi rawan ujung kosta IX kanan.
b. Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
c. Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan
dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk doktus koledukus.
3. Cairan empedu Cairan empedu merupakan cairan yang kental
berwarna kuning keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus
menerus oleh sel hepar lebih kurang 500-1000ml sehari. Empedu
merupakan zat esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan
penyerapan lemak. Unsur-unsur cairan empedu:
a. Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu
alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu
berfungsi membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan
kelenjar lipase dari pankreas.
b. Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu)
diresorpsi dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali
ke hepar untuk digynakan ulang.
c. Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak
mempunyai fungsi dalam proses pencernaan.
d. Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi
sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan
feses berwarna kuning.
4. Saluran empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian
bersatu dengan duktus sistikus, karena akantersimpan dalam kandung
empedu. Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari
kandung empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang
dihasilkan dalam membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat
masuknya lemak. Kolesistokinin menyebab kan kontraksi otot
kandung empedu. Pada waktu bersamaan terjadi relaksasi sehingga
empedu mengalir ke dalam duktus sistikus dan duktus koledukus.
b. Fisiologi empedu (Eva Meilinda, 2020)
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung
mucus, mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa.
Komposisi empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu,
kolesterol, lesitin, lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari
bilirubin dan bilverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran
darah merah terurai menjadi globin dan bilirubin, sebagai pigmen yang
tidak mempunyai unsur besi lagi. Pembentukan bilirubin terjadi dalam
system retikulorndotel di dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin
yang telah dibebaskan ke dalam peredaran darah disebut hemobilirubin
sedangkan bilirubin yang terdapat dalam empsdu disebut kolebilirubin.
Pada waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu dalam
keadaan relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong empedu
akan meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu sehingga
cairan empedu mengalir dan masuk ke dalam duodenum. Rangsangan
terhadap saraf simpatis mengakibatkan terjadinya kontraksi pada
kandung empedu (Eva Meilinda, 2020).
II. DEFINISI
Cholelitiasis (Batu empedu) adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung
empedu atau saluran empedu atau keduanya. Batu empedu terbentuk dari timbunan
batu kristal yang mengendap di dalam kantung empedu sehingga menimbulkan
radang serta infeksi pada kantung empedu. Batu empedu tidak hanya ditemukan
pada kantung empedu, akan tetapi dapat ditemukan di tempat terdapatnya cairan
empedu (Dimas Avian dan Fakhrudin N, 2020).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa cholelitiasis (Batu
Empedu) adalah adanya penumpukan kristal (koleterol, pigmen empedu, kalsium,
dan matriks inorganik) yang berbentuk seperti batu pada empedu (kandung empedu
/ saluran empedu).
III. ETIOLOGI
Etiologi dari cholelitiasis adalah sebagai berikut: (Katarzyna Zdanowicz, et all,
2022)
1. Gen
Sebuah studi kembar Swedia menunjukkan bahwa predisposisi yang
diwariskan bertanggung jawab atas 25% dari keseluruhan risiko pengembangan
batu empedu. Gen litogenik 1 dan 2 berperan dalam sekresi kolesterol hati dan
mengatur aliran empedu. Peningkatan kerentanan terhadap pembentukan batu
kolesterol dikaitkan dengan metabolisme kolesterol abnormal yang dihasilkan
dari peningkatan transportasi atau penyerapan usus yang lebih rendah dalam
kombinasi dengan peningkatan sintesis kolesterol.
Dalam studi genetik lain, ABCB4 gen (pengkodean multi-drug resistance
protein 3 (MDR3) dievaluasi dalam patogenesis batu empedu idiopatik. Mutasi
dari ABCB4 gen dapat menyebabkan kolelitiasis terkait fosfolipid rendah
(LPAC) yang ditentukan oleh adanya kolelitiasis simtomatik dan berulang pada
pasien muda dengan ultrasonografi hati yang abnormal, kolestasis intrahepatik
familial progresif (PFIC) tipe 3, kolelitiasis terkait fosfolipid rendah, dan
kolestasis intrahepatik dari kehamilan
2. Mikrobioma
Mikrobioma saluran pencernaan manusia memainkan peran yang relevan
dalam kesehatan manusia, seperti fungsi nutrisi dan metabolisme, mencegah
invasi agen infeksius atau meningkatkan integritas usus.
3. Diet, Obat-obatan, dan Racun
Asupan makanan telah diindikasikan sebagai faktor risiko potensial untuk
cholelithiasis. Sejauh ini belum ada penelitian yang menjelaskan pengaruh pola
makan terhadap terjadinya penyakit batu empedu pada anak-anak. Namun,
mengingat pengaruh diet terhadap kejadian cholelithiasis pada orang dewasa
mungkin sama pentingnya, terutama di negara-negara Barat. Asupan lemak yang
meningkat dengan gula halus, fruktosa, dan kandungan serat yang rendah
menjadi predisposisi perkembangan batu empedu.
4. Jenis kelamin
Studi epidemiologis telah menemukan bahwa cholelithiasis lebih sering
terjadi pada wanita dewasa daripada pria. Estrogen terikat pada reseptor estrogen
(ER) di hati dan meningkatkan sekresi kolesterol ke dalam empedu, mendorong
pembentukan batu empedu. Selain itu, penggunaan kontrasepsi oral oleh anak
perempuan dapat menjadi predisposisi terjadinya cholelithiasis yang lebih
sering.
5. Obesitas
Obesitas telah ditemukan meningkatkan risiko perkembangan kolelitiasis
karena gangguan motilitas kandung empedu, sekresi hati yang berlebihan, dan
saturasi kolesterol empedu.
IV. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada cholelitiasis adalah sebagai berikut : (Dimas Avian
dan Fakhrudin N, 2020).
1. Sebagian bersifat asimtomatik (tanpa gejala)
2. Nyeri hebat pada perut bagian kanan atas menjalar ke punggung.
3. Peningkatan kontraksi peristaltik di daerah sumbatan.
4. Muntah dan muntah serta demam
5. Icterus obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang
khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan
diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal
pada kulit
6. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay colored”
7. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
8. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi
vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier
berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan
darah yang normal
V. KLASIFIKASI
Kolelitiasis (batu empedu) terbagi menjadi tiga jenis yaitu : (Attara R, dkk, 2022)
1. Batu kolestrol
Batu kolestrol umumnya berbentuk oval, multifokal atau mulberrydan
mengandung lebih dari 70% kolesterol.
2. Batu pigmen (batu bilirubin)
a. Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat) umumnya berwarna coklat
atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium
bilirubinat sebagai komponen utama, batu pigmen coklat terbentuk akibat
adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu.
b. Batu pigmen hitam biasanya ditemukan pada pasien hemolisis kronik atau
sirosis hati dan terdiri dari derivat polymerizedbilirubin.
3. Batu campuran.
Batu campuran merupakan campuran kolestrol yang mengandung kalsium.
VI. PATOFISOLOGI
Lima konstituen utama empedu meliputi air, bilirubin, kolesterol, pigmen
empedu, serta lesitin merupakan precursor dari fosfolipid empedu. Tahap inisial
pembentukan batu berasal dari sedimentasi komponen primer empedu yang tidak
terlarut yaitu kolesterol, pigmen empedu, dan garam kalsium. Ketidakseimbangan
dari konstituen empedu seprti kolesterol, lesitin, dan garam empedu, merupakan
penyebab utama pembentukan kolelitiasis. Meningkatnya konsentrasi dari
kolesterol, menjadi pemicu pembentukan batu empedu. Batu empedu secara agris
besar diklasifikan menjadi tiga jenis yaitu batu kolesterol, batu pigmen dan
campuran. Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari seluruh
beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering
mengandung kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang
murni biasanya agak lunak dan adanya protein menyebabkan kosistensi batu
empedu menjadi lebih keras (Yusirwan Yusuf, 2021).
Batu empedu kolesterol terbentuk terutama karena sekresi berlebihan dan
saturasi kolesterol oleh sel hati; dan hipomotilitas atau gangguan pengosongan
kandung empedu. Pada batu empedu berpigmen, kondisi dengan pergantian heme
yang tinggi, bilirubin dapat hadir dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi
dari normal. Bilirubin kemudian dapat mengkristal dan akhirnya membentuk batu.
Manifestasi cholelithiasis biasanya tidak spesifik dan tidak berhubungan dengan
adanya batu empedu. Mereka termasuk mulas terisolasi, regurgitasi asam,
bersendawa, mual, muntah, kembung, perut kembung, nyeri dada, kepenuhan
postprandial atau cepat kenyang, dan perut kembung. Nyeri viseral berasal dari
benturan batu, atau mikrolitiasis di duktus sistikus atau ampula Vater. Kondisi ini
menyebabkan distensi dan kontraksi dari kandung empedu dan saluran empedu.
Peningkatan tekanan intermiten di kandung empedu mengaktifkan neuron sensorik
visceral. Nyeri akan berkurang jika batu bergerak kembali ke dalam lumen kandung
empedu, melewati ampulla ke dalam duodenum, atau bergerak kembali ke saluran
empedu yang umum.
Di sisi lain, dua pertiga pasien mengalami nyeri kolik yang berhubungan dengan
keinginan untuk berjalan, mual dan muntah, serta diaforesis; dan nyeri jenis ini
biasanya tidak berkurang dengan perut kembung atau buang air besar. Adanya
demam, Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda dapat muncul sebagai penyakit kuning
dan nyeri kuadran kanan atas (RUQ) selama palpasi perut. Tanda Murphy positif
juga dapat ditimbulkan. Pada kasus kegawatdaruratan, trias Charcot (demam, nyeri
RUQ, dan ikterus) dapat ditemukan, dan hal ini sangat mengindikasikan adanya
kolangitis, dimana penanganan darurat harus segera dilakukan untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut (Febyan, 2020).
VII. PATHWAY
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi sebagai berikut : (Attara R, dkk, 2022)
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium akan ditemukan kenaikan serum kolesterol,
kenaikan fosfolipid, penurunan ester kolesterol, kenaikan protrombin
serum time, penurunan urobilinogen, peningkatan sel darah putih, dan
peningkatan serum amilase, selain itu apabila terjadi sindroma mirizzi
akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu. (Attara R, dkk, 2022)
2. Pemeriksaan Foto Polos ( X – Ray)
Pemeriksaan foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas dikarenakan hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang
bersifat radiopak. (Attara R, dkk, 2022)
3. Pemeriksaan Ultra Sonografi (USG)
Pemeriksaan USG mempunyai kadar spesifitas yang tinggi dan
sensitifitas 96% untuk mendeteksi kolelitiasis. Pemeriksaan USG juga
dapat mendeteksi batu berukuran 2mm dan membedakan adanya
penebalan dinding kandung empedu karena proses inflamasi. (Attara R,
dkk, 2022)
4. Pemeriksaan Kolesistografi Oral
Pemeriksaan kolesitografi oral merupakan pemeriksaan terbaik untuk
mengetahui jenis batu, namun pemeriksaan akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pylorus
dan hepatis, dikarenakan pada keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. (Attara R, dkk, 2022)
5. Pemeriksaan Sonogram
Pemeriksaan sonogram dapat menentukan apakah dinding kandung
empedu menebal. (Attara R, dkk, 2022)
6. Pemeriksaan Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi (ERCP)
Pada pemeriksaan ERCP(Endoscopic Retrograde Colangio
Pancreatografi) memungkinkan visualisasi struktur secara langsung dan
hanya dapat dilihat pada saat laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi
insersi endoskopiserat optik yang fleksibel ke dalam esofagus sampai
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukanke dalam
duktus koleduktus dan duktus pankreatikus kemudian bahan kontras
disuntikan ke dalam duktus untuk menentukan keberadaan batu dan
memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. (Attara R,
dkk, 2022)
IX. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana kolelitiasis dibedakan menjadi 2 yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. (Attara R, dkk, 2022)
1. Penatalaksaan Non Bedah
a. Penatalaksanaan non bedah dapat dilakukan dengan penatalaksaan
pendukung dan diet, 80% pasien kolelitiasis sembuh dengan istirahat,
cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
b. Oral dissolution therapy yaitu penghancuran batu dengan pemberian obat
oral, pemberian obat ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien
kolelitiasis, kriteria disolusi media adalah diameter batu ,20mm, batu
kurang dari 4 batu, fungsi kandung kemih baik dan duktus sistik paten,
namun pada anak anak terapi ini tidak dianjurkan kecuali anak dengan
risiko tinggi untuk menjalani operasi.
c. Disolusi kontak yaitu cara untuk menghancurkan batu dengan memasukan
cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui heparatau kateter nasobilier, larutan yang dipakai adalah methyl
terbutyl eter yang dimasukan ke dalam kandung empedu dan mampu
menghancurkan batu empedu dalam 24 jam.
d. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy(ESWL) yaitu menggunakan
gelombang suara amplitudo tinggi untuk menghancurkan batu, namun
pada anak-anak metode ini tidak direkomenasikan karena angka
kekambuhan tinggi
2. Penatalaksanaan Bedah (Eva Meilinda, 2020)
a. Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2cm. kelebihan yang
diperoleh klien luka operasi kecil (2- 10mm) sehingga nyeri pasca bedah
minimal.
b. Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
mengangkat kandung empedu dan salurannya dengan cara membuka
dinding perut (Sahputra, 2016). Operasi ini merupakan standar terbaik untuk
penanganan klien dengan kolelitiasis sitomatik.
X. KOMPLIKASI
Adapun jenis komplikasi sebagai berikut: (Eva Meilinda, 2020)
1. Kolesistis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung
empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi
yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran
menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang
berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang
normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat seger
XI. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal proses keperawatan yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi statuskesehatan pasien (Yuvita D R,
2019).
1. Data Identitas
a. Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pendidikan, pekerjaan, pekerjaan, tanggal tanggal
masuk, tanggal tanggal pengkajian, pengkajian, nomor register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien
tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien post
operasi saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang pasien
rasakanadalah nyeri pada bagian abdomen kanan atas kuadran 4, mual
danmuntah.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien
merasakan nyeri/gatal tersebut.
(P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang ber yang
berlemak
(Q): Nyeri dirasakan hebat
(R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar
dan menjalar ke punggung atau bahu kanan.
(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi
(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari
(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis.
4. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi
Pada pasien kolelitiasis saat pola nutrisi sebelum sakit kebanyakan
pasien menyukai semua makanan terutamamakanan yang berlemak,
pola makan pasien setiap hari 3 kali sehari. Setelah sakit pada pasien
kolelitiasis akan muncul gejala anoreksia, mual/muntah, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, dan tidak toleranterhadap lemak dan
makanan yang berbentuk gas.
b. Pola Eliminasi
Pola eliminasi pasien post operasi kolelitiasis sebelum sakit pasien
BAB 1-2 kali sehari dan BAK 3-4 kali sehari, pada saat sesudah
sakit pasien post operasi kolelitiasis akan mengalami konstipasi
sebagai efek dari puasanya dan terjadi perubahan warnaurine dan
feses pada pasien, lebih gelap/pekat.
c. Pola Istirahat Tidur
Poa istirahat tidur pasien post operasi kolelitiasis sebelum sakit
umumnya pola tidur baik dan teratur yaitu7- 8 jam perhari. Sesudah
sakit pada pasien post operasi kolelitiasis, polatidurnya bisa saja
terganggu karena adanya rasa nyeri, cemas ataupuntidak nyaman
akibat proses pembedahan.
d. Pola Personal Hygiene
Pola personal hygiene pasien post operasi kolelitiasis sebelum sakit
baik yaitu mandi 3 kali sehari, keramas 1kali sehari dan sikat gigi 2
kali sehari. Sesudah sakit biasanya pasienpost operasi kolelitiasis
dalam memenuhi perawatan dirinya memerlukanbantuan karena
adanya pembatasan aktivitas dan harus lebih banyakberbaring.
e. Pola Aktivitas Fisik
Pola aktivitas pasien post operasi kolelitiasissebelum sakit baik,
sesudah sakit pasien post operasi kolelitiasis akanterganggu karena
kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri lukaoperasi
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik kepada pasien kolelitiasis :
a. Keadaan Umum Kesadaran dapat composmentis sampai koma
tergantung beratnyakondisi penyakit yang dialami, dapat terlihat
adanya kesakitan, lemahatau kelelahan. Tanda - Tanda Vital
Kemungkinan terjadinya peningkatan suhu tubuh atau hipertermi,
nadi cepat (takikardi) bahkan lemah (bradikardi), tekanan darah
meningkat, nafas cepat dan dalam, dyspnea.
b. Pemeriksaan Fisik Persistem
1. Sistem Pernafasan
Terjadi perubahan dan frekuensi pernapasan menjadi lebih
cepat akibat nyeri, penurunan ekspansi paru.
2. Sistem Kardiovaskuler
Ditemukan adanya perdarahan sampai syok, tanda-tanda
kelemahan, kelelahan yang ditandai dengan pucat, mukosa
bibir keringdanpecah-pecah, tekanan darah dan nadi
meningkat.
3. Sistem Pencernaan
Kaji adanya perut kembung, penurunan bising usus karena
puasa, penurunan berat badan dan konstipasi. Cairan empedu
tidak masukke dalam duodenum, menyebabkan gangguan
ingesti dan absorbsi. Karbohidrat dan lemak berkurang maka
akan menyebabkan nausea, muntah, diare, distensi abdomen.
Inspeksi : terdapat luka post operasi. Auskultasi: bising usus 14
kali/menit. Biasanya pada kolelitiasis terdapat nyeri pada
bagian abdomenkanan atas kuadran 4. Palpasi : terdapat nyeri
tekan abdomen Perkusi : bunyi tympani
4. Sistem Perkemihan
Jumlah output urine kemungkinan lebih sedikit dengan
perubahanwarna yang lebih gelap/pekat karena kehilangan
cairan tubuhsaat operasi atau karena adanya muntah. Dan
biasanya terpasang kateter urine.
5. Sistem Persyarafan
Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan
glasgowcomascale(GCS) dan dikaji semua fungsi nervus
kranialis. Biasanya tidakadakelainan pada sistem persyarafan.
6. Sistem Penglihatan
Biasanya ditemukan sklera ikterus sebagai respon dari
peningkatan bilirubin dalam darah.
7. Sistem Pendengaran
Uji kemampuan pendengaran dengan tes rinne, webber,
danschwabach menunjukan tidak ada keluhan pada
sistempendengaran.
8. Sistem Muskuloskeletal
Pasien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring
post operasi kolelitiasis dan mengalami kekakuan, sehingga
ditemukan adanyakelemahan dan keterbatasan gerak akibat
adanya nyeri post operasi kolelitiasis. Kekuatan otot berangsur
membaik seiring denganpeningkatan toleransi aktivitas.
9. Sistem Integumen
Adanya luka operasi pada abdomen. Turgor kulit menurun
akibat kurangnya volume cairan, suhu tubuh dapat meningkat
apabilaterjadi infeksi. Bilirubin terkonjugasi akan meningkat
dalamdarahdiakibatkan oleh absorbsi cairan empedu oleh
kapiler darah sebagai dampak adanya obstruksi, sehingga
ikterus akan timbul.
10. Sistem Endokrin
Biasanya tidak ada keluhan pada sistem endokrin.
Tidakadapembengkakan kelenjar tiroid dan getah bening.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan merupakan suatu
penilaianklinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau
proseskehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial.
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri
2. Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan d.d frekuensi nadi
meningkat
3. Nausea b.d iritasi lambung d.d mengeluh mual
4. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d merasa hawatir dengan
akibat dari kondisi yang dihadapi
5. Resiko infeksi d.d efek prosedur infasif
6. Gangguang interitas kulit b.d perubahan status nutrisi d.d kerusakan
jaringan dan/ atau lapisan kulit.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Standar Diagnosis Standar luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
Keperawatan Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
Indonesia (SDKI)

1 Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama


b.d agen pencedera keperawatan selama 1x24 jam 1. Manajemen Nyeri
fisiologis d.d tingkat nyeri menurun dengan 2. Pemberian Analgetik
mengeluh nyeri, kriteria hasil : Manajemen Nyeri (I.08238)
tampak meringis, Tingkat Nyeri (L.08066) Observasi
bersikap protektif
1. Identifikasi lokasi
Gelisah, frekuensi meningkat
karakterstik, durasi,
nadi meningkat, frekuensi, kualitas,
gelisah. Kemampuan 5 intensitas nyeri
menuntaskan 2. Identifikasi skala nyeri
aktifitas 3. Identifikasi respon nyeri
non verbal
Menurun 4. Identifikasi faktor
memperberat dan
Keluhan nyeri 5 memperigan nyeri
Meirngis 5 5. Identifikasi pengetahuan
Sikap protektif 5 dan keyakinan tentang
nyeri
Gelisah 5
6. Identifikasi pengaruh
Kesulitas tidur 5 budaya terhadap respon
Menarik diri 5 nyeri
Berfokus pada 5 7. Identifikasi pengaruh
diri sendiri 5 nyeri pada kualitas hidup
Diaforesis 5 8. Monitor keberhasilan
Perasaan depresi 5 terapi komplomenter yang
sudah diberikan
(tertekan)
9. Monitor efek samping
Perasaan takut 5 pengunaan analgetik
mengalami 5 Terapeutik
cedera berulang 5
Anoreksia 5 10. Berikan teknik
Perinium terasa 5 nonfarmakologis untuk
tertekan 5 mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS,
Uterus teraba 5
hipnosis,akupresur,terapi
membulat 5 musik,biofeedback,terapi
Ketegangan otot 5 pijat,aroma terapi,teknik
Pupil dilatasi 5 imajinasi terbimbimbing,
Muntah 5 kompres hangat atau
Mual 5 dingin,terapi bermain)
11. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
membaik (mis.suhu
ruangan,pengcahayaan,ke
bisingan)
Frekunsi nadi 5
12. Fasilitasi istirahat dan
Pola nafas 5 tidur
13. Pertimbankan jenis dan
Tekanan darah 5 sumber nyeri dalam
Proses berfikir 5 pemilihan strategi
Fokus 5 meredahkan nyeri
Edukasi
Fungsi berkemih 5
Prilaku 5 14. Jelaskan penyebab,priode
Nafsu makan 5 dan pemicu nyeri
Pola tidur 5 15. Jelaskan strategi
peredakan nyeri
16. anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
17. Anjurkan mengunakan
analgetik secara tepat
18. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu

2 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama


(0.142) b.d efek keperawatan selama 1x24 jam 1. Manajemen imunisasi
prosedur invasif tingkat infeksi menurun dengan 2. Pencegahan Infeksi
kriteria hasil :
Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi (L.14539)
Meningkat Observasi
Kebersihan 5
Monitor tanda dan gejala infeksi
tangan
lokal dan sistemik
Kebersihan 5
badan Terapeutik

Nafsu makan 5 a. Batasi jumlah pengunjung


b. Berikan perawatan kulit
Menurun pada area edema
c. Cuci tangan sebelum dan
Demam 5 sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
Kemerahan 5 pasien
d. Pertahankan teknik aseptik
Nyeri 5 pada pasien beresiko
tinggi
Bengkak 5 Edukasi
Vesikel 5 a. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Cairan berbau 5
b. Ajarkan cara mencuci
busuk
tangan dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
Sputum 5
d. Ajarkan cara memeriksa
berwarna hijau
kondisi luka atau luka
operasi
e. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Drainase 5 f. Anjurkan meningkatkan
purulen asupan cairan
Kolaborasi
Piuna 5
Kolaborasi pemberian
Periode malaise 5 imunisasi, jika perlu.
Periode 5
menggigil

Lelargi 5

Gangguan 5
kognitif

Membaik

Kadar sel darah 5


putih

Kultur darah 5

Kultur urine 5

Kultur sputum 5

Kultur area luka 5


Kultur feses

Kadar sel darah 5


putih
DAFTAR PUSTAKA
Attara R, Dkk, (2022). Diagnosis Dan Tatalaksana Kolelitiasis. Jurnalmedula Volume
12 Nomor 1

Dimas Avian Dan Fakhrudin N, 2020. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post
Pembedahan Cholelitiasis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Dan
Nyaman

Febyan, (2020). Cholelithiasis: A Brief Review On Diagnostic Approach And


Management In Clinical Practice.

Meylinda, eva. (2020) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pre Dan Post Operasi
Cholelitiasis Yang Di Rawat Di Rumah Sakit

Ppni (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Daan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Dpp Ppni.

Ppni (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Daan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dpp Ppni.

Ppni (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Daan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dpp Ppni.

Rahmasari D, Y (2019) Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. F


Deng Ny. F Dengan Diagnosa M Diagnosa Medis Cholelitia Edis Cholelitiasis
Di Ruang Melati Rsud Mardi Waluyo Blitar
Yusirwan Yusuf, (2021) Kolelitiasis Pada Anak. Majalah Kedokteran Andalas Ruang
Ict, Gedung Ef, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Jalan Perintis
Kemerdekaan No. 94 Padang, Sumatera Barat

Anda mungkin juga menyukai