Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI
Laporan Pendahuluan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Dasar 1
Dosen Pembimbing : Dr. Sugeng Mashudi, S.Kep.Ns., M.Kes

Disusun Oleh :
MELINIA ANGGITA ROSSIY MAHARDITA VEBRIANTI
19613272

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan oleh :


Nama : Melinia Anggita Rossiy Mahardita Vebrianti
Nim : 19613272
Prodi/Fak : D3 Keperawatan / Fakultas Ilmu Kesehatan
Institusi : Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Judul : Laporan Pendahuluan Kebutuhan Oksigenasi

Telah disetujui dalam rangka mengikuti Praktik Klinik Keperawatan 1 mahasiswa DIII
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponoorogo pada tanggal :

Ponorogo,… Januari 2021

Pembimbing Institusi Mahasiswa

(Dr. Sugeng Mashudi, S.Kep.Ns., M.Kes) (melinia anggita r.m.v)


A. KONSEP DASAR KEBUTUHAN PSIKO-SPIRITUAL
1. DEFINISI
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolism tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Miksia dalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung
kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra Eliminasi merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap manusia. Kebutuhan dasar
manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan bahwa kebutuhan
eliminasi terdapat pada urutan ketiga. Apabila system perkemihan tidak dapat
berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh.
Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga
mengakibatkan masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain :retensi urine,
inkontinensia urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine
sering terjadi pada pasien – pasien rumahsakit yang terpasang kateter tetap.
2. ANATOMI FISIOLOGI
 Mulut
Mulut secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi menjadi ukuran dan
bentuk yang dapat digunakan.
 Gigi gigi
Mengunyah makanan, memecahnya menjadi ukuran yang cocok untuk
ditelan. Air liur, diproduksi oleh air liur kelenjar di mulut, mengencerkan
dan melembutkan makanan di mulut agar lebih mudah ditelan.
 Kerongkongan
Saat makanan memasuki esofagus bagian atas, ia melewati sfingter
esofagus bagian atas, melingkar otot yang mencegah udara memasuki
kerongkongan dan makanan dari refluks ke tenggorokan. Itu bolus
makanan mengalir ke kerongkongan dengan bantuan gerakan peristaltik,
yang merupakan kontraksi itu mendorong makanan melalui saluran
pencernaan. Makanan bergerak ke kerongkongan dan mencapai sfingter
jantung, yang terletak di antara kerongkongan dan ujung atas perut. Itu
sfingter mencegah refluks isi lambung kembali ke kerongkongan.
 Perut
Perut melakukan tiga tugas: penyimpanan makanan dan cairan yang
tertelan, mencampur makanan dengan cairan pencernaan menjadi zat yang
disebut chime dan mengatur pengosongan isinya menjadi yang kecil usus.
Lambung memproduksi dan mengeluarkan asam klorida (HCl), lendir,
enzim pepsin,dan faktor intrinsik. Pepsin dan HCl membantu mencerna
protein. Lendir melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitas
enzim. Faktor intrinsik sangat penting dalam penyerapan vitamin B12.
 Usus halus
Gerakan di dalam usus kecil, yang terjadi dengan gerakan peristaltik,
memfasilitasi pencernaan dan penyerapan. Chyme masuk ke usus kecil
sebagai bahan cair dan bercampur dengan pencernaan enzim. Resorpsi di
usus kecil sangat efisien sehingga pada saat cairan mencapai ujungnya dari
usus kecil, itu adalah cairan kental dengan partikel setengah padat dalam
konsistensi. Usus kecil dibagi menjadi tiga bagian: duodenum, jejunum,
dan ileum. Duodenum memiliki panjang sekitar 20 hingga 28 cm (8 hingga
11 inci) dan terus memproses cairan dari perut. Bagian kedua,
jejunum,panjangnya sekitar 2,5 m (8 kaki) dan menyerap karbohidrat dan
protein. Ileum memiliki panjang sekitar 3,7 m (12 kaki) dan menyerap air,
lemak, dan garam empedu. Duodenum dan jejunum menyerap sebagian
besar nutrisi dan elektrolit dalam jumlah kecil usus. Ileum menyerap
vitamin, zat besi, dan garam empedu tertentu. Enzim pencernaan dan
empedu masuk ke dalam usus kecil dari pankreas dan hati untuk
selanjutnya memecah nutrisi menjadi suatu bentuk dapat digunakan oleh
tubuh. Proses pencernaan sangat berubah ketika fungsi usus kecil
terganggu. Kondisi seperti peradangan, infeksi, pembedahan reseksi, atau
obstruksi mengganggu peristaltik, menguranngi penyerapan, atau
menghalangi jalannya cairan, mengakibatkan kekurangan elektrolit dan
nutrisi.
 Usus besar
Saluran GI bagian bawah disebut usus besar atau usus besar karena
diameternya lebih besar daripada usus kecil usus. Namun, panjangnya, 1,5
hingga 1,8 m (5 hingga 6 kaki), jauh lebih pendek. Usus besar adalah
dibagi menjadi sekum, kolon asendens, kolon transversal, kolon
desendens, kolon sigmoid, dan kolon dubur. Usus besar adalah organ
utama buang air besar. Cairan pencernaan memasuki usus besar melalui
gelombang gerak peristaltik melalui katup ileocecal (mis., lapisan otot
melingkar yang mencegah regurgitasi kembali ke usus kecil). Jaringan
otot usus besar memungkinkannya menampung dan menghilangkan
sejumlah besar limbah dan gas (kentut). Itu usus besar memiliki tiga
fungsi: penyerapan, sekresi, dan eliminasi. Usus besar menyerap volume
yang besar air (hingga 1,5 L) dan sejumlah besar natrium dan klorida
setiap hari. Jumlah air diserap tergantung pada kecepatan pergerakan isi
kolon. Biasanya feses menjadi massa lunak, padat atau setengah padat.
Jika gerakan peristaltik sangat cepat, waktu untuk air menjadi lebih sedikit
diserap, dan feses akan berair. Jika kontraksi peristaltik melambat, air
terus mengalir diserap, dan massa tinja yang keras terbentuk,
mengakibatkan sembelit. Kontraksi peristaltik memindahkan isi melalui
usus besar. Isi usus adalah rangsangan utama untuk kontraksi. Peristaltik
massa mendorong makanan yang tidak tercerna ke arah rektum. Massa ini
gerakan terjadi hanya 3 atau 4 kali sehari, dengan yang terkuat selama satu
jam setelah waktu makan.
 Rektum
Rectum adalah bagian terakhir dari usus besar. Biasanya rektum kosong
dari kotoran sampai sebelum buang air besar. Ini berisi lipatan jaringan
vertikal dan melintang yang membantu untuk mengontrol pengusiran isi
tinja saat buang air besar. Setiap lipatan berisi pembuluh darah yang bisa
membengkak dari tekanan saat mengejan. Hasil distensi ini dalam
pembentukan wasir.
 Dubur
Tubuh mengeluarkan kotoran dan flatus dari rektum melalui anus.
Kontraksi dan relaksasi sfingter internal dan eksternal, yang dipersarafi
oleh simpatis dan parasimpatis saraf, membantu mengontrol buang air
besar. Saluran anus kaya akan pasokan saraf sensorik memungkinkan
orang untuk mengetahui bila ada zat padat, cair, atau gas yang perlu
dikeluarkan dan membantu menjaga kontinuitas.
 Berak
Faktor fisiologis penting untuk fungsi usus dan buang air besar termasuk
saluran cerna normal fungsi, kesadaran sensorik distensi rektal dan isi
rektal, kontrol sfingter sukarela, dan kapasitas rektal dan kepatuhan yang
memadai. Buang air besar normal dimulai dengan gerakan ke kiri usus
besar, memindahkan tinja ke arah anus. Saat tinja mencapai rektum,
menyebabkan kembung relaksasi sfingter internal dan kesadaran akan
kebutuhan untuk buang air besar. Pada saat buang air besar, sfingter
eksternal mengendur, dan otot perut berkontraksi, meningkatkan
intrarektal menekan dan memaksa kotoran keluar. Biasanya buang air
besar tidak menimbulkan rasa sakit, mengakibatkan keluarnya cairan
lunak, tinja berbentuk. Mengejan saat buang air besar menunjukkan
bahwa pasien mungkin perlu perubahan pola makan atau asupan cairan
atau adanya kelainan yang mendasari fungsi GI.

3. KLASIFIKASI
1. Eleminasi Urine
Gangguan eliminasi urine adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya
orang yang mengalami gangguan eliminasi urine akan dilakukan
kateterisasi urine, yaitu tindakan memasukan selang kateter kedalam
kandung kemih melalui uretra dengan mengeluarkan urine.
2. Eliminasi fekal
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk
mengatasi eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah,baik huknah tinggi
maupun huknah rendah. Memasukan cairan hangat memalui anus sampai
ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.
4. ETIOLOGI
 Usia
Bayi memiliki kapasitas lambung yang lebih kecil, sekresi enzim
pencernaan yang lebih sedikit, dan lebih cepat peristaltik usus.
Kemampuan mengontrol buang air besar baru terjadi pada usia 2 hingga 3
tahun.
Remaja mengalami pertumbuhan yang cepat dan laju metabolisme yang
meningkat. Ada juga pertumbuhan pesat usus besar dan peningkatan
sekresi asam lambung untuk mencerna serat makanan dan bertindak
sebagai bakterisida terhadap organisme yang tertelan. Orang dewasa yang
lebih tua mungkin mengalami penurunan kemampuan mengunyah.
Makanan yang dikunyah sebagian tidak mudah dicerna. Peristaltik
menurun, dan pengosongan esofagus melambat. Ini mengganggu
penyerapan oleh mukosa usus. Tonus otot di dasar perineum dan anal
sfingter melemah, yang terkadang menyebabkan kesulitan dalam
mengontrol buang air besar (Sembelit, n.d.).
 Diet
Asupan makanan harian yang teratur membantu menjaga pola gerak
peristaltik yang teratur di usus besar. Serat di makanan menyediakan
sebagian besar bahan tinja. Makanan pembentuk curah seperti biji-bijian,
buah-buahan segar,dan sayuran membantu menghilangkan lemak dan
produk limbah dari tubuh dengan lebih efisien. Beberapa makanan ini
seperti kubis, brokoli, atau kacang-kacangan juga dapat menghasilkan gas,
yang menyebabkan buncit dinding usus dan meningkatkan motilitas kolon.
Dinding usus meregang, menciptakan gerakan peristaltik dan memulai
refleks buang air besar.
 Asupan Cairan
Meskipun kebutuhan cairan individu bervariasi dengan orangnya, asupan
cairan 3L per hari untuk pria dan 2,2 L per hari untuk wanita
direkomendasikan (Mayo Clinic, 2014). Beberapa kebutuhan cairan
terpenuhi minum cairan, tapi ada juga cairan pada makanan yang tertelan
seperti buah-buahan. Cairan yang tidak memadai asupan atau gangguan
yang mengakibatkan kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi
karakter feses. Cairan mencairkan isi usus dengan menyerap ke dalam
serat dari makanan dan menciptakan yang lebih besar, lebih lembut massa
tinja. Ini meningkatkan gerakan peristaltik dan mendorong pergerakan
tinja melalui usus besar. Dikurangi Asupan cairan dan serat
memperlambat jalan makanan melalui usus dan mengakibatkan
pengerasan tinja isi, menyebabkan sembelit.
 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik mendorong gerakan peristaltik, sedangkan imobilisasi
menekannya. Beri dorongan sejak dini ambulasi saat penyakit mulai
sembuh atau sesegera mungkin setelah operasi untuk meningkatkan
pemeliharaan peristaltik dan eliminasi normal. Mempertahankan tonus
otot rangka yang digunakan saat buang air besar penting. Otot perut dan
dasar panggul yang melemah mengganggu kemampuan untuk meningkat
tekanan intraabdominal dan mengontrol sfingter eksternal. Nada otot
terkadang melemah atau hilang akibat penyakit jangka panjang, cedera
tulang belakang, atau penyakit saraf yang merusak saraf penularan. Akibat
dari perubahan pada otot perut dan dasar panggul ini, terjadilah
peningkatan risiko sembelit.
 Faktor psikologi
Stres emosional yang berkepanjangan merusak fungsi hampir semua
sistem tubuh Selama stres emosional, proses pencernaan dipercepat, dan
gerakan peristaltik meningkat. Efek samping peristaltik meningkat
termasuk diare dan distensi gas. Sejumlah penyakit GI diperparah oleh
stres, termasuk kolitis ulserativa, sindrom iritasi usus besar, lambung
tertentu dan ulkus duodenum, dan penyakit Crohn. Jika seseorang menjadi
depresi, otonom gugup sistem dapat memperlambat impuls yang
menurunkan gerakan peristaltik, menyebabkan sembelit.
 Kebiasaan Pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan
orang mendapat manfaat karena bisa menggunakan fasilitas toilet mereka
sendiri pada waktu yang paling efektif dan nyaman bagi mereka.
Pekerjaan yang sibuk jadwal terkadang menghalangi individu untuk
merespons dengan tepat keinginan untuk buang air besar,mengganggu
kebiasaan rutin dan menyebabkan kemungkinan perubahan seperti
sembelit. Individu perlu mengenali waktu terbaik untuk eliminasi.
 Posisi Saat Buang Air Besar
Jongkok adalah posisi normal saat buang air besar. Toilet modern
memfasilitasi postur ini, memungkinkan orang untuk mencondongkan
tubuh ke depan, menggunakan tekanan intraabdominal, dan
mengontraksikan otot gluteal. Untuk sebuah pasien tidak bisa bergerak di
tempat tidur, sering buang air besar sulit. Dalam posisi terlentang sulit
dilakukan secara efektif kontraksikan otot yang digunakan saat buang air
besar. Jika kondisi pasien memungkinkan, angkat kepala tempat tidur
untuk membantunya ke posisi duduk yang lebih normal di atas pispot,
meningkatkan kemampuannya buang air besar.
 Rasa sakit
Biasanya buang air besar tidak menimbulkan rasa sakit. Namun sejumlah
kondisi seperti wasir; operasi rektal; fisura anus, yang merupakan
perpecahan linier yang menyakitkan di daerah perianal; dan perut operasi
menyebabkan ketidaknyamanan. Dalam hal ini penderita seringkali
menekan keinginan untuk buang air besar hindari rasa sakit, berkontribusi
pada perkembangan sembelit.
 Kehamilan
Saat kehamilan semakin lanjut, ukuran janin meningkat, dan tekanan
diberikan pada rektum. obstruksi sementara yang diciptakan oleh janin
mengganggu jalannya tinja. Memperlambat gerakan peristaltik selama
trimester ketiga sering menyebabkan sembelit. Seorang wanita hamil
sering mengejan selama buang air besar atau persalinan dapat
menyebabkan pembentukan wasir.
 Bedah dan Anestesi
Agen anestesi umum yang digunakan selama operasi menyebabkan
peristaltik terhenti sementara. Agen anestesi inhalasi memblokir impuls
parasimpatis ke otot usus. Itu tindakan anestesi memperlambat atau
menghentikan gelombang peristaltik. Seorang pasien yang menerima
lokal atau regional risiko anestesi untuk perubahan eliminasi lebih kecil
karena jenis anestesi umumnya mempengaruhi aktivitas usus minimal atau
tidak sama sekali. Setiap operasi yang melibatkan manipulasi langsung
usus untuk sementara menghentikan gerakan peristaltik. Ini kondisi, yang
disebut ileus, biasanya berlangsung sekitar 24 hingga 48 jam. Jika pasien
tetap tidak aktif atau sedang tidak bisa makan setelah operasi, kembalinya
buang air besar yang normal tertunda lebih lanjut.
 Pengobatan
Banyak obat yang diresepkan untuk kondisi akut dan kronis memiliki efek
sekunder pada pasien pola buang air besar. Misalnya, analgesik opioid
memperlambat peristaltik dan kontraksi, seringkali mengakibatkan
sembelit; dan antibiotik menurunkan flora bakteri usus, seringkali
mengakibatkan diare (Burchum dan Rosenthal, 2016). Penting bagi
perawat dan pasien untuk waspada efek samping yang mungkin terjadi dan
gunakan tindakan yang tepat untuk mempromosikan eliminasi usus yang
sehat. Beberapa obat digunakan terutama untuk tindakan mereka di usus
dan akan mendorong buang air besar seperti obat pencahar atau katarsis
atau diare kontrol. Jika obat pencahar diperlukan untuk evakuasi rutin
rektum, pencahar serat adalah jenis yang pertama kali digunakan. Jika ini
tidak cukup untuk meredakan sembelit, maka percobaan berikutnya harus
menjadi pencahar osmotik. Pasien perlu menghindari penggunaan
stimulan secara teratur pencahar karena usus sering menjadi tergantung
padanya.
 Tes Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang melibatkan visualisasi struktur GI seringkali
membutuhkan usus yang diresepkan persiapan (misalnya, pencahar dan /
atau enema) untuk memastikan bahwa usus kosong. Biasanya pasien tidak
bisa makan atau minum beberapa jam sebelum pemeriksaan seperti
endoskopi, kolonoskopi, atau lainnyapengujian yang membutuhkan
visualisasi saluran GI. Setelah prosedur diagnostik, perubahan eliminasi
seperti peningkatan gas atau buang air besar sering terjadi sampai pasien
kembali normal pola makan Masalah Umum buang air besar Anda akan
sering merawat pasien yang memiliki atau berisiko mengalami masalah
eliminasi karena perubahan fisiologis pada saluran GI seperti operasi
perut, penyakit inflamasi, obat-obatan, stres emosional, faktor lingkungan,
atau gangguan yang mengganggu buang air besar sering terjadi dalam
praktik keperawatan.
 Sembelit (konstipasi)
Sembelit adalah gejala, bukan penyakit, dan ada banyak kemungkinan
penyebabnya, seperti : Tidak tepat diet, asupan cairan yang berkurang,
kurang olahraga, dan obat-obatan tertentu dapat menyebabkan sembelit.
Misalnya, pasien yang menerima opiat untuk nyeri setelah operasi
seringkali memerlukan pelunak feses atau pencahar mencegah sembelit.
Sebuah tinjauan integratif terbaru dari literatur mengungkapkan bahwa
gender perempuan dan usia yang lebih tua adalah faktor risiko tertinggi
untuk sembelit (Schmidt dan Santos, 2014).
Tanda-tanda sembelit termasuk buang air besar yang jarang (kurang dari
tiga kali seminggu) dan tinja yang keras dan kering yang sulit untuk dilalui
(Sembelit, n.d.). Saat motilitas usus melambat, massa feses menjadi
terkena dinding usus seiring waktu, dan sebagian besar kandungan air tinja
diserap. Sedikit air dibiarkan untuk melunakkan dan melumasi tinja.
Buang air besar yang kering dan keras sering kali menyebabkan nyeri
rektal.
Sembelit adalah sumber ketidaknyamanan yang signifikan. Kaji perlunya
intervensi sebelum buang air besar menjadi nyeri atau tinja terpengaruh.
Penyebab Umum Sembelit :
- Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur dan mengabaikan
keinginan untuk buang air besar
- Penyakit kronis (misalnya penyakit Parkinson, sklerosis multipel,
artritis reumatoid, usus kronis penyakit, depresi, gangguan makan)
- Diet rendah serat yang tinggi lemak hewani (mis., Daging dan
karbohidrat); asupan cairan rendah
- Stres (mis., Anggota keluarga sakit, kematian orang yang dicintai,
perceraian)
- Ketidakaktifan fisik
- Pengobatan, terutama penggunaan opiat
- Perubahan dalam hidup atau rutinitas seperti kehamilan, penuaan,
dan perjalanan
- Kondisi neurologis yang memblokir impuls saraf ke usus besar
(misalnya, stroke, cedera tulang belakang, tumor)
- Disfungsi usus kronis (misalnya, inersia kolon, iritasi usus besar)
 Impaksi
Impaksi feses terjadi jika pasien mengalami konstipasi yang tidak kunjung
sembuh dan tidak dapat mengeluarkan cairan kotoran yang mengeras
tertahan di rektum. Dalam kasus impaksi parah, massa meluas ke kolon
sigmoid. Jika tidak diatasi atau dihilangkan, impaksi parah menyebabkan
obstruksi usus.Pasien yang lemah, bingung, atau tidak sadar paling
berisiko mengalami impaksi. Mereka dehidrasi atau terlalu lemah atau
tidak menyadari perlunya buang air besar, dan tinja menjadi terlalu keras
dan kering melewati.Tanda impaksi yang jelas adalah ketidakmampuan
untuk buang air besar selama beberapa hari, meski berulang dorongan
untuk buang air besar. Curigai impaksi ketika cairan feses terus mengalir.
Cairan bagian dari tinja yang terletak lebih tinggi di usus besar merembes
ke sekitar massa yang terkena dampak. Kehilangan selera makan
(anoreksia), mual dan / atau muntah, perut kembung dan kram, dan nyeri
rektal dapat menemani kondisi. Jika Anda mencurigai adanya impaksi,
lakukan pemeriksaan digital dengan hati-hati rektum dan palpasi untuk
massa yang terkena dampak (Hussain et al., 2014).
 Diare
Diare adalah peningkatan jumlah tinja dan bagian dari cairan, kotoran
yang tidak terbentuk. Ini dikaitkan dengan gangguan yang mempengaruhi
pencernaan, penyerapan, dan sekresi dalam saluran GI. Isi usus melewati
usus kecil dan besar terlalu cepat untuk memungkinkan penyerapan cairan
dan nutrisi biasa. Iritasi dalam usus besar menghasilkan peningkatan
sekresi lendir. Akibatnya, feses menjadi berair, dan pasien sering
mengalami kesulitan mengendalikan dorongan untuk buang air besar.
Kelebihan hilangnya cairan kolon dalam dehidrasi dengan fluida dan
elektrolit atau ketidakseimbangan dasar asam jika cairan tidak diganti.
Bayi dan orang dewasa yang lebih tua sangat rentan terhadap komplikasi
terkait . Karena diulang dari buang air diare mengekspos kulit perineum
dan bokong untuk menjengkelkan isi usus, perawatan kulit yang teliti dan
penahanan drainase tinja diperlukan untuk mencegah kerusakan kulit.
Tanda-tanda dehidrasi pada orang dewasa meliputi:
- Haus
- Kurang buang air kecil dari biasanya
- Urin berwarna gelap
- Kulit kering
- Kelelahan
- Pusing
tanda-tanda dehidrasi dalam infs Inkontinensia tinja adalah
ketidakmampuan untuk mengendalikan bagian dari kotoran dan gas dari
anus. Inkontinensia membahayakan citra tubuh pasien .Rasa malu pada
pakaian yang tersiram sering mengarah ke isolasi sosial. Kondisi fisik
yang mengganggu fungsi sfingter anal atau bangku cair volume besar
menyebabkan inkontinensia. Gangguan fungsi kognitif sering
menyebabkan inkontinensia urin dan bangku. Banyak kondisi
menyebabkan inkontinensia tinja atau diare. Anda perlu mengidentifikasi
kondisi endapan dan merujuk pasien ke penyedia layanan kesehatan untuk
manajemen pengobatan. Penggunaan antibiotik mengubah flora normal di
saluran GI. Agen penyebab umum diare adalah Clostridium difficile (C.
difficile), yang menghasilkan gejala mulai dari diare ringan hingga kolitis
berat. Pasien memperoleh infeksi C. difficile dalam satu dari dua cara:
dengan terapi antibiotik yang menyebabkan pertumbuhan berlebih C.
difficile dan dengan kontak dengan organisme C. difficile. Strain C.
difficile yang baru diidentifikasi lebih ganas dengan efek beracun lebih
beracun (Grossman dan Mager, 2010). Pasien terkena organisme dari
tangan pekerja perawatan kesehatan atau kontak langsung dengan
permukaan lingkungan yang terkontaminasi dengannya. Hanya kebersihan
tangan dengan sabun dan air yang efektif untuk menghapus spora C.
difficile secara fisik dari tangan. Uji diagnostik yang paling umum untuk
bakteri adalah tes immunosorbent pengujian enzim (ELISA) yang
ditautkan, yang mendeteksi C. difficile A dan B di bangku. Pasien lanjut
usia sangat rentan terhadap infeksi C. difficile ketika terkena antibiotik,
dan mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi diamati pada kelompok
usia ini (Daniel dan Rapose, 2015). Patogen bawaan makanan menular
juga menyebabkan diare. Kebersihan tangan mengikuti penggunaan kamar
mandi, sebelum dan sesudah menyiapkan makanan, dan ketika
membersihkan dan menyimpan produk segar dan daging sangat
mengurangi risiko penyakit bawaan makanan. Ketika diare dihasilkan dari
patogen bawaan makanan, tujuan biasanya adalah untuk membersihkan
sistem GI patogen daripada peristaltik lambat. Bedah atau pengujian
diagnostik dari saluran GI yang lebih rendah juga dapat menyebabkan
diare. Pasien yang menerima nutrisi enteral juga berisiko untuk diare dan
membutuhkan konsultasi diet untuk menemukan formula yang tepat untuk
makan. Intoleransi makanan dapat meningkatkan peristaltik dan
menyebabkan diare. Intoleransi makanan bukanlah alergi; Sebaliknya,
makanan tertentu menyebabkan tubuh terdistrikan dalam beberapa jam
setelah konsumsi.
Hasilnya adalah diare, kram, atau perut kembung. Misalnya, orang yang
minum susu sapi dan memiliki gejala-gejala ini tidak alergi terhadap susu
tetapi kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk mencerna gula susu
laktase dan karenanya merupakan intoleran laktosa. Kondisi lain yang
disebut penyakit celiac adalah sindrom di mana pasien memiliki
hipersensitivitas terhadap protein pada biji-bijian sereal tertentu dan
gluten. Alergi makanan kurang umum tetapi memang terjadi, dan orang-
orang dengan alergi ini perlu tahu cara membaca label pada makanan
dengan hati-hati. Alergi makanan sejati mungkin mengancam jiwa dan
mengarah pada anafilaksis (alergi makanan, 2015).
 Perut kembung
Ketika gas menumpuk di lumen usus, dinding usus membentang dan
membaringkan. Flatulensi adalah penyebab umum kepenuhan, rasa sakit,
dan kram abdomen. Biasanya gas usus lolos melalui mulut (bersendawa)
atau anus (lewat flatus). Namun, perut kembung menyebabkan distensi
perut dan rasa sakit yang parah, tajam jika motilitas usus berkurang karena
opiat, anestesi umum, operasi perut, atau imobilisasi.
 Wasir
Wasir dilatasi, pembuluh darah yang dibiesar dalam lapisan dubur.
Mereka eksternal atau internal. Wasir eksternal terlihat jelas sebagai
tonjolan kulit. Biasanya ada perubahan warna keunguan (trombosis) jika
vena yang mendasarinya dikeraskan. Ini menyebabkan peningkatan rasa
sakit dan kadang-kadang membutuhkan eksisi. Wasir internal terjadi pada
saluran anus dan dapat meradang dan membanjir. Meningkatkan tekanan
vena dari ketegangan pada buang air besar, kehamilan, gagal jantung, dan
penyakit hati kronis menyebabkan wasir. Pengalihan usus penyakit
tertentu atau perubahan bedah membuat bagian normal dari isi usus
sepanjang usus kecil dan besar sulit atau tidak disarankan. Ketika kondisi
ini hadir, pembukaan sementara atau permanen (stoma) dibuat dengan
bedah dengan membawa bagian usus melalui dinding perut. Bukaan bedah
ini disebut ileostomy atau colostomy, tergantung pada bagian mana dari
saluran usus yang digunakan untuk membuat stoma. Teknik bedah yang
lebih baru memungkinkan lebih banyak pasien untuk memiliki bagian dari
usus kecil dan besarnya dihapus dan bagian yang tersisa terhubung
sehingga mereka akan terus buang air besar melalui saluran anal.
 Ostomi
Lokasi ostomy menentukan konsistensi feses. Seseorang dengan
kolostomi sigmoid akan memiliki feses yang lebih terbentuk. Keluaran
dari kolostomi transversal akan berupa cairan kental hingga lunak
konsistensi. Ostomi ini adalah yang paling mudah dilakukan dengan
pembedahan dan dilakukan sementara berarti mengalihkan tinja dari area
trauma atau luka perianal. Mereka mungkin juga paliatif pengalihan jika
ada obstruksi dari tumor. Dengan ileostomi, limbah feses meninggalkan
tubuh sebelum memasuki usus besar, sering membuat tinja cair.
 Kolostomi loop
adalah stoma reversibel yang dibuat oleh ahli bedah di ileum atau usus
besar. Itu ahli bedah menarik satu lingkaran usus ke perut dan sering
menempatkan batang plastik, jembatan, atau karet kateter sementara di
bawah loop usus agar tidak tergelincir kembali. Dokter bedah kemudian
membuka usus dan menjahitnya ke kulit perut. Loop ostomy memiliki
dua bukaan melalui stoma. Ujung proksimal mengalirkan limbah feses,
dan bagian distal mengalirkan lendir. Kolostomi akhir terdiri dari stoma
yang dibentuk dengan mengeluarkan sebagian usus melalui abukaan yang
dibuat melalui pembedahan di dinding perut, memutarnya seperti
turtleneck dan menjahitnya ke dinding perut. Usus distal ke stoma
diangkat atau dijahit ditutup (disebut Kantong Hartmann) dan tertinggal di
rongga perut. Pertunjukan akhir bersifat permanen atau reversibel.
Rektum dibiarkan utuh atau diangkat
 Anastomosis Kantung Ileoanal
Anastomosis kantong ileoanal adalah prosedur pembedahan untuk pasien
yang perlu menjalani kolektomi untuk pengobatan kolitis ulserativa atau
adenopoliposis familial (FAP) (Goldberg et al., 2010). Di dalam prosedur
ahli bedah mengangkat usus besar, membuat kantong dari ujung usus
kecil, dan menempelkan kantong ke anus pasien (Gambar 47-4). Kantong
ini berfungsi untuk menampung feses bahan, yang mensimulasikan fungsi
rektum. Pasien adalah benua tinja karena tinja dievakuasi melalui anus.
Ketika kantong ileum dibuat, pasien menjalani ileostomi sementara
alihkan aliran feses atau limbah dan biarkan garis jahitan di kantong
sembuh.Sebuah ileostomi benua melibatkan pembuatan kantong dari usus
kecil. Kantong memiliki stoma benua di perut dibuat dengan katup yang
hanya dapat dikeringkan saat pasien menempatkan kateter besar ke dalam
stoma. Pasien mengosongkan kantong beberapa kali sehari. Ini prosedur
jarang dilakukan sekarang. Anak-anak dengan kotoran feses yang
berhubungan dengan kelainan neuropatik atau struktural anus sphincter
terkadang memiliki prosedur antegrade continence enema (ACE). Dokter
bedah menciptakan a katup kontinensia dengan lubang di perut di usus
sehingga pasien atau pengasuh bisamasukkan selang dan berikan dirinya
sendiri enema yang keluar melalui anus. Kolon evakuasi dimulai sekitar
10 hingga 20 menit setelah pasien menerima cairan enema.

Penyebab yang sering terjadi pada gangguan kebutuhan Eliminasi Fekal


(PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI).
1. Konstipasi
Fisiologis
a. Penurunan motilitas gastrointestinal
b. Ketidakadekuatan petumbuhan gigi
c. Ketidakcukupan diet
d. Ketidakcukupan asupan serat
e. Ketidakcukupan asupan cairan
f. Aganglionik (mis. Penyakit hircsprung)
g. Kelemahan otot abdomen

Psikologis

a. konfusi
b. depresi
c. gangguan emosional

Situasional

a. perubahan kebiasaan makan (mis.jenis makanan, jadwal makan)


b. ketidakadekuatan toileting
c. aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
d. penyalahgunaan laksatif
e. efek agen farmakologis
f. ketidakteraturan kebiasaan defeksi
g. kebiasaan menahan dorongan defekasi
h. perubahan lingkungan

2. Retensi urin
a. Peningkatan tekanan uretra
b. Kerusakan arkus reflex
c. Blok spingter
d. Disfungsi neurologis (mis. Trauma, penyakit saraf)
e. Efek agen farmakologis (mis. Atropine, belladonna, psikotropik,
antihistamin, opiate)

5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis atau tanda dan gejala pada masalah kebutuhan Eliminasi
menurut SDKI (2017) adalah :
1. Menurut SDKI tanda dan gejala Eliminasi Fekal adalah :
konstipasi
Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif
1. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
2. Pengeluaran feses lama dan sulit
b. Objektif
1. Feses keras
2. Peristaltic usus menurun
Gejala dan tanda minor
a. Subjektif
1. Mengejan saat defekasi
b. Objektif
1. Distensi abdomen
2. Kelemahan umum
3. Teraba massa pada rektal
2. Menurut SDKI tanda dan gejala Eliminasi Urin adalah :
Retensi urin
Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif
- Sensasi penuh pada kandung kemih
b. Objektif
- Dysuria/ anuria
- Distensi kandung kemih
Gejala dan tanda minor
a. Subjektif
- Dribbling
b. Objektif
- Inkontensia berlebih
- Residu urin 150 ml atau lebih

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan USG
 Pemeriksaan foto rotgen
 Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

7. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN


ELIMINASI
1. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defikasi
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal
untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung
kemih. Begitu juga dengan fases menjadi keras karena terlalu lama di
rectum dan terjadi reabsorsi cairan.
2. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine
dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi keluarga
dapat mempengaruhi tingkah laku
3. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensifif untuk
keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
4. Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada
wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan
dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua terjadi
penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan pristaltik
intestinal.
5. Kondisi Patologis
Demam dapat menurunkan prduksi urin( jumlah dan karakter).
6. Obat-obatan
Obat-obatan dioretik dapat meningkatkan output urin. Analgetik dapat
terjadi retensi urin.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitaspasien
Nama, umur, alamat, agama, pekerjaan, dan pendidikan
Penanggungjawab
Nama, umur, alamat, agama, pekerjaan, pendidikan, hubungan dengan
pasien
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Merupakan pernyataan pasien mengenai masalah atau penyakit yang
mendorong pasien memeriksakan diri atau keluhan yang paling dirasakan
klien, yang membawa klien datangke RS.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan tahapan yang penting karena melalui kegiatan ini akan
diperoleh gambaran secara kronologis mengenai mulai pertama keluhan
dirasakan dan hal-hal yang terkait termasu klokasi, durasi, hubungannya
dengan fungsi fisiologis maupun pengobatan yang pernah dialami.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit dulu yang pernah diderita oleh pasien
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga baik itu penyakit menular,
dan menurun
e. Anamnesa
i. Kebiasaan berkemih
1. Bagaimana kebiasaan berkemih?
2. Adakah hambatan?
3. Apakah frekuensi berkemih bergantung pada kebiasaan atau
kesempatan?
ii. Pola berkemih
1. Frekuensi, berapa kali individu berkemih dalam waktu 24
jam?
2. Urgensi, sering ke toilet karena takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih?
3. Disruria, adakah rasa sakit saat berkemih atau kesulitan
untuk berkemih?
4. Poliuria, apakah urine yang keluar berlebihan, tanpa ada
peningkatan masukan cairan?
5. Urinaria supresi, apakah saat berkemih keadaan produksi
urine yang berhenti mendadak?
6. Volume urine, berapa banyak jumlah urine yang
dikeluarkan dalam waktu 24 jam?
7. Keadaan urine, bagaimana warna, bau, kejernihan dan
adakah darah yang keluar saat berkemih?
f. Pola kesehatan sehari-hari
Pola kesehatan sehari-hari menurut (Gordon, 1982)
1. Pola kesehatan
Menggambarkan pola pemahaman klien tentang kesehatan,
kesejahteraan, dan bagaimana kesehatan mereka diatur.
2. Pola metabolik-nurisi
Menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik dan
suplai gizi : meliputi pola konsumsi makanan dan cairan keadaan kulit,
rambut, kuku dan membran mukosa, suhu tubuh, tinggi dan berat
badan.
3. Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar, kandung kemih, dan
kulit) termasuk pola individu sehari-hari, perubahan atau gangguan dan
metode yang digunakan untuk mengendalikan eksresi.
4. Pola aktivitas – olahraga
Menggambarkan pola olahraga, ativitas, pengisian waktu senggang dan
rekreasi, termasuk kehidupan sehari-hari, tipe, kualitas olahraga, dan
faktor yang mempengaruhi pola aktivitas (seperti otot-saraf, respirasi,
dan sirkulasi).
5. Pola tidur-istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, relaksasi, dan setiap bantuan
untuk merubah pola tersebut.
6. Pola persepsi diri-kognitif diri
Menggambarkan pola persepsi-sensori dan pola kognitif : meliputi
keadekuatan bentuk sensori (pengliharan, pendengaran, perabaan,
pengecapan, dan penciuman) pelaporan mengenai persepsi nyeri, dan
kemampuan fungsi kognitif.
7. Pola persepsi diri-konsep diri
Menggambarkan bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri :
kemampuan mereka, gambaran diri, dan perasaan.
8. Pola hubungan peran
Menggambarkan pola keterikatan peran dengan hubungan
meliputi;persepsi terhadap peran utama dan tanggung jawab dalam
situasi kesidupan saat ini.
9. Pola reproduksi-seksualitas
Menggambarkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam seksualitas.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Keadaan pasien saat dating ke RS meliputi kesadaran, keadaan
emosional, tekanan darah, suhu, nadi, respirasi.
b. Pemeriksaan kepala
Inspeksi
Bentuk kepala, kulit kepala, rambut pasien (peryebaran, keadaan
rambut, warna rambut, tekstur rambut ), wajah pasien (warna kulit,
struktur wajah)
Palpasi
Ubun-ubun (datar / cekung / cembung), nyeritekan
c. Pemeriksaan mata
Inspeksi dan Palpasi
Kesimetrisan mata, pertumbuhan alis dan bulu mata, warna
konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya
d. Pemeriksaan telinga
Inspeksi dan palpasi
Bentuk telinga, amati lubang telinga dengan otoskop, identifikasi
ketajaman pendengaran
e. Pemeriksaan hidung
Inspeksi
Bentuk hidung, amati lubang hidung dengan speculum hidung
f. Pemeriksaan mulut
Inspeksi
Amati mukosa bibir, rongga mulut, gusi dan kelengkapan gigi,
periksa ketajaman indra perasa,
g. Pemeriksaan leher
Inspeksi dan palpasi
Bentuk leher, pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
h. Pemeriksaan thorax
a. paru-paru
Inspeksi
1. Perhatikan secara keseluruhan :Bentuk thorax, Ukuran dinding
dada, kesimetrisan, Keadaan kulit, Klavikula, fossa supra dan
infraklavikula, lokasi costa dan intercosta pada kedua sisi, Ada
bendungan vena atau tidak, Pemeriksaan dari belakang
perhatikan bentuk atau jalannya vertebra, bentuk scapula
2. Amati pernafasan pasien :Frekuensi pernafasan, dan gangguan
frekuensi pernafasan, Ada tidaknya penggunaan otot bantu
pernafasan (tanda sesak nafas) : Retraksi intercosta, Retraksi
suprasternal, pernafasan cuping hidung(pada bayi), Adanya
nyeri dada, Adanya batuk atau tidak. Suara batuk produktif atau
kering. Sputum mengandung darah / tidak, Amati adanya
gangguan irama pernafasan
Palpasi
Memeriksa gerakan diafragma dan sensasi rasa nyeri dada, Palpasi
posisi costa, Palpasi Vertebra, Palpasi getaran suara paru (Traktil /
Vokal Fremitus)
Perkusi
Perkusi paru-paru anterior, perkuri paru-paru posterior,
Auskultasi
Dengarkan suara nafas pasien, identifikasi adanya nafas tambahan
b. Pemeriksaan jantung
Inspeksi dan palpasi
1. Letakkan tangan pada ruang intercostae II (area aorta dan
pulmonal), lalu amati ada tidaknya pulsasi
2. Geser tangan keruang intercostae V parasternal sinister (area
ventrikel kanan/tricuspid). Amati adanya pulsasi,
Palpasi
Untuk memeriksa batas jantung :
a. ICS II (area aorta pada sebelah kanan dan pulmonal pada
sebelah kiri)
b. ICS V Mid Sternalis kiri (area katup tricuspid atau ventrikel
kanan)
c. ICS V Mid Clavikula kiri (area katup mitral)
d. Untuk mengetahui batas, ukuran dan bentuk jantung secara
kasar. Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II Mid sternalis
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : ICS V Midclavikula Kiri
Batas Kanan: ICS IV MidSternalis Kanan
Auskultasi
Dengarkan BJ I pada :
 ICS V garis midsternalis kiri (area katuptrikuspid)
 ICS V garis midklavicula kiri (area katup mitral): terdengar
LUB lebih keras akibat penutupan katub mitral dan trikuspid
Dengarkan BJ II pada :
 ICS II garis sternalis kanan (area katup aorta)
 ICS II garis sternalis kiri (area katup pulmonal): terdengar
DUB akibat penutupan katup aorta dan pulmonal.
Dengarkan adanya Murmur (bising jantung)
i. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
Permukaan perut, bentuk perut, gerakan dinding perut
Auskultasi
Suara abdomen, Dengarkan di setiap kuadran dengan stetoskop
selama 1 menit dan perhatikan :intensitas, frekuensi, dan nada.
Normal frekuensi peristaltik 5-35 x/menit, Dengarkan suara
vaskulerdari : aorta (di epigastrium), arteri hepatika (di hipokondrium
kanan), arteri lienalis : di hipokondrium kiri
Perkusi
Identifikasi adanya, pembesaran organ, adanya udara bebas, cairan
bebas di dalam rongga perut, perkusi hepar, perkusi limpa
Rasakan :adanya ketegangan otot atau tidak, nyeri tekan atau tidak,
periksaadanyamassa abdomen, palpasihepar, palpasilimpa, palpasi
ginjal
j. Pemeriksaan neurologis
Periksa tingkat kesadaran, periksa respon verbal dan non verbal
k. Pemeriksaan system intergumen
Identifikasi warna kulit, adanya lesi, dan tekstur kulit
l. Pemeriksaan ekstermitas
Pergerakan ekstermitas atas dan bawah, kekuatan otot
m. Pemeriksaan genetalia
Amati rambut pubis, adanya nyeri tekan, adanya massa
n. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan IVP (Intravenous pyelogram)
Dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine
- Pemeriksaan urine (urinalisis)
 Warna (N :jernih kekuningan)
 Penampilan (N :jernih)
 Bau (N :beraroma)
 PH (N : 4,5 – 8,0)
 Berat jenis (N : 1,005 – 1.030)
 Glukosa (N :negatif)
 Keton (N :negatif)
- Kultur urine (N :kuman pathogen negatif)
o. Penatalaksanaan
 Dilakukan tindakan terapeutik (pendekatan terapeutik) pada
pasien dan keluarga, misal : senyum, sapa, salam, sopan dan
santun
 Berikan informasi pada pasien tentang pentingnya pemenuhan
kebutuhan nutrisi
 Motivasi pasien untuk makan sedikit (dalam porsi kecil) dan
lebih sering (selama tidak ada kontraindikasi)
 Observasi TTV
 Kolaborasi dengan tim medis

4. DIAGNOSE YANG MUNGKIN MUNCUL


 Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat
 Konstipasi berhubungan dengan ketidakteraturan kebiasaan defekasi
5. PERUMUSAN MASALAH
Eliminasi urine

Intake cairan Penyakit Aktivitas Obstruksi usus

Defekasi Mempengaruhi Mempertahankan Pertumbuhan


jml output urin tonus otot jaringan
abnormal

-kurang aktivitas
Inkontinsia urin Retensi urin
-Kelebihan
aktivitas

Mempengaruh
i produksi urin

Bakteri masuk ke
saluran kemih

kehamilan

infeksi
Gangguan eliminasi Sering bak
urin

obat

Mempengaruhi
produksi urin
Eliminasi fecal

usia diet aktivitas


stress Obat-obatan

bayi lansia Makanan Kurang Meningkatkan Efek samping


serat aktivitas gerakan berpengaruh
perislatik usus pada proses
Massa feses
Kontrol eliminasi
defekasi Menurunkan
belum perislatik usus
Kontrol defekasi
berkembang
menurun

intake
Gangguan eliminasi fekal
Cairan
absorsi
feses keras

Feses cair Pengeluaran feses tidak disadari


Feses keras
Frekuensi BAB >3x sehari Springter fekal tidak dapat
Defekasi < 3x/minggu
Bising usus >30x/menit mengatur pengeluaran feses
Bising usus terlambat

DIARE
konstipasi INKONTINENSIA FEKAL

Gangguan
keseimbangan
cairan dan Sakit perut,
elektrolit mulas, kembung

Nafsu makan
berkurang
dehidrasi

Kekurangan
volume cairan
PERENCANAAN

DIAGNOSA (SDKI) KRITERIA HASIL INTERVENSI (SIKI)


(SLKI)
D.0049 Konstipasi L.4033 Eliminasi I.04155 Manajemen
berhubungan dengan Fekal Konstipasi
ketidakcukupan asupan Setelah di lakukan Tindakan
serat. intervensi Observasi :
Definisi : keperawatan 1x24 1. identifikasi tanda
Penurunan defekasi jam maka eliminasi dan gejala
normal yang disertai fecal membaik konstipasi
pengeluaran fses sulit dan dengan kriteria hasil : 2. identifikasi
tidak tuntas serta feses  kontrol pergerakan usus,
kering dan banyak pengeluaran karakteristik feses,
feses teraeutik
Penyebab : meningkat 1. anjurkan klien diet
Fisilogis  teraba massa tinggi serat
1. Penurunan pada rectal 2. lakukan masase
motilitas menurun abdomen, jika
gastrointestinal  konsistensi perlu
2. Ketidakadekuatan feses 3. berikan enema atau
pertumbuhan gigi membaik irigasi
3. Ketidacukupan  peristaltik Edukasi
diet usus 1. jelaskan etiologi
4. Ketidakcukupan masalah dan alasan
asupan serat tindakan
5. Ketidakcukupan 2. anjurkan
asupan cairan peningkatan
6. Aganglionik (mis asupan cairan, jika
penyakit tidak ada
Hircsprung) kontraindikasi
7. Kelemahan otot 3. anjurkan cara
abdomen mengatasi
konstipasi
Psikologis kolaborasi
1. Konfusi 1. anjurkan konsultasi
2. Depresi dengan tim medis
3. Gangguan tentang
emosional penurunan/peningk
atan suara usus
Situasional
1. Perubahan
kebiasaan makan
(mis jenis
makanan, jadwal
makan)
2. Ketidakadekuatan
toileting
3. Aktivitas fisik
harian kurang dari
yang dianjurkan
4. Penyalahgunaan
laksatif
5. Efek agen
farmakologis
6. Ketidakteraturan
kebiasaan
defekasi
7. Kebiasaan
menahan
mendorong
defekasi
8. Perubahan
lingkungan

Gejala dan tanda mayor:


Subjektif
1. Defekasi kurang
dari 2 kali
seminggu
2. Pengeluaran feses
lama dan sulit
Objektif
1. Feses keras
2. Peristalitik usus
menurun

Gejala dan tanda minor :


subjektif
1. Mengejan saat
defekasi
objektif
1. distensi abdomen
2. kelemahan umum
3. teraba massa pada
rektal
D.0050 L.04034 I.04148
Retensi urin Eliminasi urin Kateterisasi urin
Definisi Setelah di lakukan Observasi
Pengosongan kandung intervensi - Periksa kondisi pasien
kemih yang tidak lengkap keperawatan 1x24 Terapeutik
jam maka eliminasi - Siapkan peralatan,
Penyebab fecal membaik bahan-bahan dan
- Peningkatan tekanan dengan kriteria hasil : ruangan tindakan
uretra - Sensasi berkemih - Siapkan pasien:
- Kerusakan arkus meningkat bebaskan pakaian
reflex - Desakan bawah dan posisikan
- Blok spingter berkemih dorsal rekumben untuk
- Disfungsi neurologis menurun (wanita) dan supine
(mis. Trauma, - Distensi kandung untuk (laki-laki)
penyakit saraf) kemih menurun - Pasang sarung tangan
- Efek agen - Berkemih tidak - Bersihkan daerah
farmakologis (mis. tuntas menurun perineal atau
Atropine, - Volume residu preposium dengan
belladonna, urin menurun cairan NaCL atau
psikotropik, - Urin menetes aquades
antihistamin, opiate) menurun - Lakukan insersi kateter
- Nokturia urine dengan
menurun menetapkan prinsip
- Mengompol aseptic
menurun - Sambungkan kateter
- Enuresis dengan urin bag
menurun - Isi balon dengan NaCL
- Dysuria menurun 0,0% sesuai anjuran
- Anuria menurun pabrik
- Frekuensi BAK - Fiksasi selang kateter
membaik diatas simpisis atau
- Karakteristik paha
urin membaik - Pastikan kantung urin
ditempatkan lebih
rendah dari kandung
kemih
- Berikan label waktu
pemasangan
Kolaborasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine
- Anjurkan menarik
napas saat insersi
selang kateter

IMPLEMENTASI
Pencegahan, pengaturan posisi dan intervensi mandiri, tindakan keperawatan
mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi
Tindakan : anktivitas perawat yang dilakukan atau yang didasarkan pada kesimpulan
sendiri dan bahan perintah tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi: tindakan yang
dilaksanakan atas hasil keputusan bersama dengan dokter dan petugas kesehatan lain

EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien.
S : subjectif
O : objectif
A : Analisa
P : Planing
DAFTAR PUSTAKA

https://www.coursehero.com/file/63015763/LP-Eliminasidocx/. Diakses tanggal 3 Januari


2021
http://www.google.com/id.scribd.com/doc/29388064/LP-eliminasi/.Diakses tanggal 3 Januari
2021
http://eprint.poltekesjogja.ac.id/2624/4/Chapter1.pdf diakses tanggal 3 Januari 2021
https://docplayer.info/amp/30357703-Konsep-dasar-kebutuhan-eliminasi./ diakses tanggal 3
Januari 2021
Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :
http://911medical.blongspot.com/2007/06/asuhan-keperawatn-klien-dengan-masalah.html

PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
Jl. Budi Utomo No. 10, Telp. (0352) 481124 Ponorogo – 63471

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AN.T


DENGAN KONSTIPASI
DI RUANG B202

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama : An.T
Umur : 7 th
No. Register : 0577-21
Agama : Islam
Alamat : Madiun
Pendidikan : TK
Pekerjaan : Asisten Rumah tangga
Tanggal masuk RS : 24-01-2021
Diagnosa Medis : Konstipasi

b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny.A
Umur : 24 th
Agama : Islam
Alamat : Madiun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : wiraswasta
Hubungan dengan klien : Ibu kandung

2. KELUHAN UTAMA
Ibu pasien mengatakan defeksi 1x/minggu serta pengeluaran feses lama dan sulit.
a. Riwayat penyakit sekarang
pada tanggal 24 januari 2021 jam 09.00 wib, Seorang anak usia 7 tahun, agama
Islam, dirawat di Rumah Sakit dengan Obesitas. Ibu pasien mengatakan bahwa
saat ini Anak T defekasi 1x/minggu serta pengeluaran feses lama dan sulit disertai
sering mengejan menjelang defeksi. Hasil pemeriksaan ditemukan hasil bahwa
feses keras dan peristaltic menurun.
b. Riwayat penyakit dahulu
Ibu pasien mengatakan baru kali ini Anak T dirawat di Rumah Sakit , pasien
belum pernah mengalami sakit seperti yang dialami sekarang.
c. Riwayat penyakit keluarga
pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita riwayat yang sama atau
penyakit turunan.
d. Riwayat kesehatan anak
a. Perawatan masa kandungan
Dalam kandungan pasien tidak mengalami masalah. Pasien dilahirkan
dengan normal dan bernafas spontan. Ibu tidak memiliki masalah riwayat
penyakit tertentu
b. Perawatan waktu kelahiran
Pasien dilahirkan oleh bidan. Pasien mendapatkan imunisasi lengkap
e. pola kesehatan sehari-hari
No Pola-pola Sebelum sakit Saat sakit
.
1. Bernafas Ibu pasien mengatakan tidak Pasien tampak terengah-engah
mengalami sesak dalam bernafas
2. Nutrisi Ibu pasien mengatakan Ibu pasien mengatakan makan
makan sebanyak 3x sehari siangnya dihabiskan sebanyak 1
dengan porsi besar. Pasien ½ porsi. Ibu pasien juga
juga suka makan-makanan mengatakan sudah minum air
instan. Pasien tidak putih sebanyak 1 gelas sehabis
memiliki alergi terhadap makan. Pasien mengatakan
makanan. Untuk minum perutnya sakit saat makan
pasien minum sebanyak 2 banyak.
gelas sehabis makan.
3. Eliminasi BAB : BAB :
Ibu pasien mengatakan Saat pengkajian ibu pasien
pasien BAB rutin sekali mengatakan pasien belum BAB
sehari dengan konsistensi sejak 7 hari yang lalu.
lunak.tidak mengalami BAK :
kesulitan saat BAB Saat pengkajian pasien
BAK : mengatakan sudah BAK.
Ibu pasien mengatakan
pasien tidak mengalami
kesulitan saat BAK.
4. Aman dan Pasien mengatakan pasien Pasien mengatakan perutnya
nyaman tidak mengalami nyeri kembung
ataupun keadaan
mengganggu lainya
5. Aktivitas Ibu pasien mengatakan Aktivitas pasien tidak
sebelum sakit pasien dapat mengalami gangguan, tetapi
menjalankan aktivitas terkadang pasien merasa lemah
seperti biasanya
6. Istirahat tidur Ibu pasien mengatakan Ibu pasien mengatakan pasien
pasien dapat tidur dengan tidak mengalami masalah dalam
tenangdan nyenyak tidurnya
7. Personal hygine Pasien mengatakan biasanya Ibu pasien mengatakan sejak
mandi 3x sehari, keramas 3x dirawat dirumahsakit pasien
seminggu, mandi dengan hanya di lap dengan air bersih
sabun, sikat gigi 2x sehari. 2x sehari pagi dan sore hari.
8. Komunikasi Ibu pasien mengatakan Saat pengkaian sesekali pasien
pasien dirumah menjawab pertanyaan. Pasien
berkomunikasi aktif dengan menggunakan bahasa jawa
sesama temannya
9. Ibadah Ibu pasien mengatakan saat Pasien mengatakan berdoa saja
mau tidur pasien berdoa tidak melakukan sholat

f. pemeriksaan fisik (focus pemeriksaan fisik)


 keadaan umum
 lemah
 keasadaran composmentis
 distensi abdomen
 feses keras
 peristaltic menurun
 antripometri :
BB : 25,9 kg S : 380C RR : 38x/menit
TB : 123 cm N : 100x/menit
1. keadaan fisik
1. Kepala
Bentuk simetris, rambut pendek, warna rambut hitam, kulit kepala bersih,
kulit kepala berminyak, tidak ada massa, tidak ada pembengkakan, tidak
ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
2. Mata
Mata tampak sembab, reflex mata baik, pupil ishokor, lapang pandang
baik, konjungtiva merah muda, mata teraba keras, tidak ada nyeri tekan,
3. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada secret, tidak ada nafas cuping hidung, tidak
ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
4. Telinga
Bentuk simetris, tidak ada secret, pendengaran baik, tidak ada lesi, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada massa
5. Mulut dan gigi
Mukosa bibir kering, keadaan gigi bersih dan lengkap, lidah simetris,
warna lidah keputihan, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa, tidak ada pembengkakan
6. Leher
Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada nyeri tekan, arteri karotis teraba, tidak ada massa
7. Thoraks
Bentuk simetris, pergerakan dada simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada massa, pernafasan torakal ves+/+, wh -/-, rh -/-, vibrasi/getaran bicara
terasa
8. Abdomen
Abdomen tidak tampak mengeras, distensi abdomen, peristaltic menurun
bising usus tidak terdengar
9. Ektermitas
Atas : bentuk normal, jari-jari lengkap, tidak ada lesi
Bawah : bentuk normal, jari-jari lengkap,
5 : gerakan penuh tekanan
5 5 4 : kekuatan otot normal, tahanan minimal
3 : gerakan normal melawan gravitasi
5 5 2 : gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
tompangan
1 : gerakan tidak ada otot positive pada palpasi/di
lihat
0 : paralisi sempurna

10. Genetalia
Terdapat massa di rektal
g. Pemeriksaan penunjang
Pasien belum melakukan pemeriksaan penunjang

ANALISA DATA

Nama : An.T No.reg: 0577-21


Umur : 7 th

No Tanggal Kelompok Data Masalah Penyebab


1 24-01- DS : Ibu pasien Konstipasi Ketidakcukupan
2021 mengatakan pasien asupan serat
defekasi
1x/minggu,pengeluaran
feses lama dan sulit

DO : pasien menunjukkan
feses keras dan peristaltic
menurun.

2. 24-01- DS : ibu pasien Konstipasi Ketidakteraturan


2021 mengatakan bahwa kebiasaan defekasi
anaknya sering mengejan
menjelang defekasi

DO : distensi abdomen,
pasien tampak lemah dan
teraba massa di rektal

DAFTAR MASALAH

Nama: An.T No.reg: 0577-21


Umur : 7 th

TGL. TGL.
No MASALAH KEPERAWATAN TT
MUNCUL TERATASI
1 24-01-2021 Konstipasi berhubungan dengan - Meli
ketidakcukupan asupan serat ditandai
dengan defekasi 1x/minggu

2. 24-01-2021 Konstipasi berhubungan dengan


ketidakteraturan kebiasaan defekasi
ditandai dengan teraba massa di rektal
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama: An.T No.reg: 0577-21


Umur :7 th

N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) TT


O (SDKI) (SLKI)
1. Konstipasi berhubungan L.04033 I.04155 Meli
dengan ketidakcukupan asupan Eliminasi fekal Management konstipasi
serat ditandai dengan defekasi Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
1x/minggu selama 2x24 jam, maka status nutrisi - Memeriksa tanda dan gejala konstipasi
membaik dengan - Memeriksa pergerakan usus,
Kriteria Hasil : karakteristik feses
- Pengeluaran feses meningkat - Mengidentifikasi factor risiko
- Keluhan defekasi lama dan sulit konstipasi
menurun - Memonitor tanda dan gejala ruput usus
- Megejan saat defekasi menurun Terapeutik
- Teraba massa pada rektal menurun - Menganjurkan diet tinggi serat
- Urgency menurun - Melakukan masase abdomen
- Nyeri abdomen menurun - Melakukan evakuasi feses secara
- Konsistensi feses membaik manual
- Frekuensi defekasi membaik - Memberikan enema atau irigasi
- Peristaltic usus membaik Edukasi
- Menjelaskan etiologic masalah dan
alasan tindakan
- Menganjurkan peningkatan asupan
cairan
- Melatih buang air besar secara teratur
- Mengajarkan cara mengatasi konstipasi
Kolaborasi
Mengkonsultasi dengan tim medis tentang
peningkatan frekuensi suara usus
2. Konstipasi berhubungan L.04033
dengan ketidakteraturan Eliminasi fekal Management eliminasi fekal
kebiasaan defekasi ditandai Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
dengan teraba massa di rektal selama 2x24 jam, maka status nutrisi
membaik dengan Terapeutik
Kriteria Hasil :
- Pengeluaran feses meningkat Edukasi
- Keluhan defekasi lama dan sulit
menurun Kolaborasi
- Megejan saat defekasi menurun
- Teraba massa pada rektal menurun
- Urgency menurun
- Nyeri abdomen menurun
- Konsistensi feses membaik
- Frekuensi defekasi membaik
Peristaltic usus membaik
CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama : An.T Ruang : B202


Umur : 7 th No. Reg. : 0577-21

NO
TANGGAL/
. TINDAKAN KEPERAWATAN TT
JAM
DX
1. 24-01-2021 Observasi Meli
Jam 14.00 - Memeriksa tanda dan gejala konstipasi
- Memeriksa pergerakan usus, karakteristik feses
Terapeutik
- Menganjurkan diet tinggi serat
- Melakukan masase abdomen
Edukasi
- Menjelaskan etiologic masalah dan alasan tindakan
- Menganjurkan peningkatan asupan cairan
Kolaborasi
Mengkonsultasi dengan tim medis tentang peningkatan
frekuensi suara usus
1. 25-01-2021 Observasi
Jam 09.00 - Mengidentifikasi factor risiko konstipasi
- Memonitor tanda dan gejala ruput usus
Terapeutik
- Melakukan evakuasi feses secara manual
- Memberikan enema atau irigasi

Edukasi
1. - Melatih buang air besar secara teratur
- Mengajarkan cara mengatasi konstipasi

Anda mungkin juga menyukai