Oleh:
Dhuhita Ghassanizada
G4A018034
Pembimbing:
dr. Supriyanto, Sp.A
2020
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS REFERAT
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
Oleh:
Dhuhita Ghassanizada
G4A018034
Pembimbing
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang
2. Fisiologi
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta
nefron yang masing- masing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk
membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh sebab
itu, pada trauma, penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi
penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah
nefron biasanya menurun setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini
seharusnya tidak mengancam jiwa karena adanya proses adaptif tubuh
terhadap penurunan fungsi faal ginjal (Sherwood, 2001).
Pada saat bayi baru lahir, ginjal masih dalam keadaan belum matur
dan akan terus berkembang segera di awal kehidupan. Saat bayi lahir,
sudah memiliki nefron yang lengkap, namun hanya memiliki kemampuan
25% dari laju filtrasi glomerulus dewasa. Fungsi ginjal anak yang sehat
akan terus mengalami peningkatan progresif, mencapai laju filtrasi
glomerulus matur pada usia 2 tahun. Neonatus memiliki mekanisme
kompensasi immature untuk mengatasi perubahan aliran darah ginjal dan
belum memiliki kemampuan mengonsentrasikan urin
(Selewski&Symons, 2014).
Aliran darah ginjal membantu untuk menjalankan sejumlah proses
fisiologis, termasuk filtrasi glomerulus, penyampaian oksigen ke ginjal,
dan reabsorpsi cair atau zat terlarut. Aliran darah ginjal diatur oleh
kombinasi hormon dan mekanisme reflek. Arteriol aferen dan eferen
mengatur aliran darah dari dan menuju glomerulus. Peregangan dari
arteriol ini (umpanbalik negative) dan penyampaian NaCl disensitisasi
oleh apparatus juxtaglomerular yang akan mengantarkan sejumlah respon
hormonal local maupun sistemik terhadap aliran darah yang rendah. Pada
keadaan penurunan perfusi ginjal, terjadi vasodilatasi arteriol aferen yang
terjadi karena respon dari prostaglandin E dan I, nitrit oksida, dan
bradikinin untuk mempertahankan filtrasi glomerulus dan aliran darah
injal. Pada waktu yang sama, arteriol eferen akan mengalami
vaskonstriksi oleh aktivasi saraf simpatis, endothelin, dan aktivasi system
renin angiotensis, mengantarkan produksi dari angiotensin II. Mekanisme
ini bekerja untuk mempertahankan filtrasi glomerulus dan aliran darah
ginjal (Selewski&Symons, 2014).
Gambar 2.3. Ginjal dan nefron (Sumber : Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)
Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden.
Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa
rata-rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh
volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal
plasma total akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun,
hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang dapat
direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh
kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5
liter diserap kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui
bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi
kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal.
Cara pertama adalah dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari
seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA.
Dua produk sisa dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea
atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak mungkin air dan
urin jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh
(Ganong, 2009).
Gambar 2. Zat zat yang dapat terkandung dalam urun (Martini, 2012)
B. Definisi
Acute Kidney Injury (AKI) dideskripsikan sebagai terganggunya
struktur dan atau fungsi ginjal mendadak yang mengakibatkan gangguan pada
keseimbangan cairan, elektrolit, dan produk-produk sisa yang akan dibuang.
Beberapa definisi terkait AKI telah digunakan. Beberapa diantaranya yaitu
menggunakan kriteria Rifle, Injury, Failure, Loss of kidney function, End-
stage renal disease (RIFLE) yang selanjutnya menjadi skor pediatric-RIFLE
(pRIFLE), dan kriteria Acute Kidney Injury Network (AKIN). Kedua kriteria
tersebut memiliki definisi dan derajat AKI sedikit berbeda, yang membuat
perbandingan studi dan rekomendasi standar terkait tatalaksana menjadi lebih
sulit (Ciccia & Devarajan, 2017).
Pada tahun 2012, Kidney Disease Improving Global Outcomes
(KDIGO) merumuskan kriteria dan derajat keparahan AKI, termasuk kriteria
pada anak dengan mempertimbangkan kriteria sebelumnya, yaitu pRIFLE dan
AKIN sehingga menjadi lebih selaras (Fragasso & Goldstein, 2018). Kriteria
KDIGO saat ini telah digunakan sebagai dasar konsensus terkini dan diterima
secara luas sebagai definisi dan sistem derajat keparahan AKI (Selewski et
al., 2014). AKI merupakan sindrom klinis luas yang mencakup bermacam
etiologi. (KDIGO, 2012)
Definisi berdasarkan kriteria KDIGO mengidentifikasi dan membagi
derajat AKI berdasarkan perubahan kreatinin serum dari baseline atau
keluaran urin, yang dijelaskan lebih lengkap pada Tabel 2.1.
C. Klasifikasi
Klasifikasi AKI terbaru mengunakan kriteria KDIGO yang dapat
digunakan untuk kelompok dewasa maupun pediatrik. Definisi dan klasifikasi
menggunakan KDIGO membagi klasifikasi berdasarkan kreatinin serum
(estimasi CrCl pada pasien usia <18 tahun) dan keluaran urin. Meskipun saat
ini definisi dan klasifikasi tersebut menjadi acuan terkini untuk kelompok
usia pediatrik, masih perlu dilakukan penyesuaian kriteria untuk fase
neonatus yang mana fisiologi renalnya memiliki sifat khas. Pada tahun 2015
dipublikasikan lah klasifikasi AKI KDIGO untuk neonatus. Klasifikasi dan
penyempurnaan definisi AKI lebih lengkap dijelaskan pada Tabel 2.2 (Cleto-
Yamane et al., 2018).
D. Epidemiologi
Studi prospektif multisenter pertama kali (Assessment of Worlwide
Acute Kidney Injury, Renal Angina, and Epidemiology/AWARE) telah
dilakukan pada tahun 2016 untuk mengetahui epidemiologi AKI pada 4.683
pasien pediatri (rerata usia 3 – 25 bulan) yang dirawat di Perinatal Intensive
Care Unit (PICU) selama 28 hari. Hasilnya, 29.6% pasien mengalami AKI,
dan 11.7% pasien mengalami AKI berat (derajat 2 atau 3) dalam 7 hari
perawatan. Pasien yang meninggal yaitu sebanyak 60 dari 543 pasien dengan
AKI berat. Angka kematian ini lebih tinggi dibandingkan kematian pada
pasien tanpa AKI berat. Terjadinya AKI berat juga dihubungkan dengan
meningkatnya Renal Replacement Therapy (RRT), lama perawatan di rumah
sakit, dan durasi penggunaan ventilasi mekanik (Fragasso & Goldstein,
2018).
Studi retrospektif multisenter terhadap neonatus dengan AKI telah
dilakukan dalam studi “Assessment of Worldwide Acute Kidney Injury
Epideniology in Neonates (AWAKEN)”. Setelah dilakukan analisis terhadap
lebih dari 2000 neonatus yang dirawat di Neonatal Intensive Care Unit
(NICU), 30% dari seluruh kasus mengalami AKI (Jetton et al., 2017).
Berbagai studi epidemiologi dari tahun ke tahun telah dilakukan. Hasil studi
epidemiologi AKI pada anak dapat dilihat pada gambar 2.1 (Cleto-Yamane et
al., 2017). Sangat bervariasinya insidensi dan angka mortalitas pada AKI
kemungkinan disebabkan karena kasus yang beragam, penyakit yang
mendasari, derajat keparahan penyakit dan definisi yang diganakan
(Kaddourah et al., 2017).
Pada tahun 2016, dilakukan studi epidemiologi terkait insidensi AKI
pada anak tidak sakit kritis yang dirawat di rumah sakit. Hasilnya didapatkan
insidensi AKI pada anak tidak sakit kritis yang dirawat di rumah sakit sebesar
5% (McGregor et al., 2016).
Gambar 2.1. Epidemiologi AKI pada anak (Cleto-Yamane et al., 2017)
Gambar 2.4. Etiologi AKI prerenal pada anak (Selewski & Symons,
2014).
b. Intrinsik (Renal)
Gambar 2.5. Etiologi intrinsik (renal) AKI pada anak (Selewski & Symons,
2014)
c. Pascarenal
AKI pascarenal dihasilkan dari proses obstruksi yang
menutupi aliran urin. Obstruksi traktus urinarius yang didapat
biasanya karena pengaruh massa lokal, kalkulus ginjal, atau
sumbatan dalam kandung kemih. Obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan cedera ginjal akut jika obstruksi terjadi pada ginjal
soliter, jika melibatkan ureter secara bilateral, atau jika ada
obstruksi uretra. Obstruksi dapat terjadi akibat malformasi
kongenital seperti katup uretra posterior, obstruksi persimpangan
ureteropelvis bilateral, atau ureterokel obstruktif bilateral.
Obstruksi saluran kemih yang didapat dapat terjadi akibat
keluarnya batu ginjal atau, yang jarang terjadi, dari tumor. Penting
untuk mengevaluasi obstruksi, karena manajemen harus segera
dilakukan untuk mengatasi obstruksi (Andreoli, 2009).
2. Faktor Resiko
Disfungsi organ multipel merupakan salah satu penyebab AKI.
Ginjal seringkali menjadi korban dari masalah yang timbul karena
disfungsi pada jantung, paru dan hepar. Pasien dengan Sinusoidal
Obstruction Syndome (SOS) menjadi salah satu faktor resiko tertinggi
dalam perkembangan AKI, namun masih sedikit studi mengenai AKI
pada SOS ini (Humphreys, 2004).
Gagal jantung menjadi penyebab kedua tersering yang
dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal pada anak. Penyakit jantung
akut yang dihubungkan dengan AKI, atau disebut dengan Cardiorenal
Syndrome (CRS) tipe I, merupakan keadaan akut di mana gangguan
fungsi utama berasal dari jandung dan menyebabkan efek sekunder pada
ginjal. Insidensi AKI yang disebabkan karena operasi jantung pada anak
bervariasi mulai dari 11-80% (Kumar et al., 2016) . Secara umum, pasien
yang memiliki peningkatan resiko untuk berkembang menjadi AKI
disebabkan oleh efek sekunder dari cardiac output rendah dan beberapa
mekanisme cedera pada teknik bedah. (Web & Goldstein, 2016).
Pengaturan keseimbangan cairan menjadi mekanisme patogenik
yang berpengaruh dalam perkembangan AKI pada anak dengan atau
tanpa penyakit jantung kongenital. Kelebihan cairan pada pasien dengan
penyakit jantung yang disebabkan karena diuresis yang tidak adekuat
mapupun resusitasi cairan, telah seringkali dihubungkan dengan keluaran
yang buruk dan disfungsi renal (Web & Goldstein, 2016).
KDIGO 2012 menyarankan untuk menganalisis resiko penyebab
dari AKI berdasarkan resiko paparan dan kerentanan pada pasien yang
akan dirawat di rumah sakit, berikut dijelaskan pada gambar 2.7
Gambar 2.7 Faktor resiko maternal perinatal terhadap AKI (Perico et al.,
2018)
Gambar 2.8 Faktor resiko terjadinya AKI pada neonatus (Selewski et al., 2015).
F. Patofisiologi
AKI memiliki patofisiologi kompleks dan multifaktorial. Penyebab
paling umum adalah adanya iskemik dengan sejumlah penyebab yang
mendasari. Adaptasi fisiologis sebagai respon dari pengurangan aliran darah
dapat mengkompensasi pada derajat tertentu, namun ketika penyampaian
oksigen dan substrat metabolik menjadi tidak adekuat, akan menghasilkan
cedera seluler yang dapat menjadi disfungsi organ.
Ginjal adalah organ yang memiliki kerentanan tinggi terhadap cedera
yang dihubungkakn dengan iskemia, sehingga menyebabkan vasikonstriksi
cedera endotel, dan aktivasi proses inflamasi (Bonventre, 2007). Adanya
iskemia akan diikuti dengan berkurangnya perfusi efektif, sel epitel menjadi
tidak mampu untuk mempertahankan ATP intraseluler yang adekuat untuk
metabolisme sel. Deplesi ATP akan menyebabkan cedera sel, apabila pada
keadaan parah dapat menyebabkan kematian sel melalui nekrosis atau
apoptosis. Pada keadaan iskemik, bagian tubulus ginjal akan mengalami
cedera yang paling berat. Fungsi alamiah nefron akan terganggu sebagai
penyaring dan penyerap kembali substansi dari lumen tubulus, sehingga
konsentrasi suatu substrat akan mencapai level toksik bagi sel epitel di
sekitarnya. (Sharfuddin & Molitoris, 2011).
a. Pre Renal AKI
Prerenal AKI disebabkan oleh menurunnya aliran darah ginjal,
yang dapat menuju keadaan hipoperfusi. Patofisiologi keadaan tersebut
dapat dikarenakan adanya penurunan volume sirkulasi yang efektif,
hilangnya tonus vaskular, atau menurunnya cardiac output atau aliran
darah ke ginjal. Kerusakan pada ginjal, kerusakan pada saluran
gastrointestinal, atau perdarahan dapat menyebabkan reduksi secara
langsung pada volume dan penurunan perfusi ginjal. Redistribusi cairan
dapat terjadi karena penurunan tekanan onkotik dalam darah
(hipoalbuminemia dari penyakit hepar, sindrom nefrotik, atau protein
losing enteropathy) atau peningkatan kebocoran pembuluh darah
(systemic inflammatory response syndrome atau sepsis), dapat menuju ke
keadaan perfusi ginjal yang suboptimal.
Walaupun sepsis adalah faktor predisposisi atau penyebab yang
paling umum terjadinya AKI, AKI dengan penyebab apapun juga
dihubungkan dengan resiko tinggi terjadinya sepsis. Mekanisme sepsis
yang dapat menyebabkan cedera organ melalui 3 mekanisme: inflamasi,
disfungis mikrosirkulasi, dan reprogram metabolik (Peerapornratana et
al., 2019). Selama sepsis, mediator inflamasi termasuk molekul patogen
dilepaskan ke dalam kompartemen intravaskular. Molekul ini akan terikat
dengan reseptor membran Toll-like receptor, khususnya TLR2 dan
TLR4. Ketika terpapa damage- atau pathogen-associated molecular
pattern (DAMP atau PAMP) yang difiltrasi melalui glomerulus atau
melalui kapiler peritubuler, sel epitel tubuler proksimal akan
meningkatkan stres oksidatif, memproduksi reactive oxygen species
(ROS), dan cedera mitokondria. Sel epitel tubulus juga dapat
menginisiasi sinyal parakrin, yang akan memberi sinyal ke sel di
sekitarnya untuk deaktivasi dalam upaya untuk meminimalisir kematian
sel dengan mengorbankan fungsinya (Lerolle et al., 2010).
G. Manifestasi Klinis
Secara klinis, yang dapat diamati dari penderita sesuai dengan penyakit yang
mendasari, namun pada kasus yang sering ditemukan, manifestasi klinis
muncul seperti pada gambar 2.10
Gambar 2.10 Karakteristik klinis AKI pada anak ( Tresa et al., 2016; Esezobor, 2014)
H. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis, pasien dapat datang dengan keluhan lemah, pucat,
sakit kepala, edema. Dapat disertai produksi urin berkurang atau tidak
ada sama sekali, urin berwarna merah, kejang, atau sesak nafas (IDAI,
2009).
Anamnesis riwayat akan memberikan gambaran terkait penyebab
maupun faktor resiko terhadap AKI prerenal, termasuk berkurangnya
volume sirkulasi (gastroenteritis atau perdarahan), redistribusi volume
sirkulasi (edema, sindrom nefrotik, dan sepsis), penurunan curah jantung
(penyakit jantung), atau peningkatan resistensi aliran darah (sindrom
kompartemen abdomen dan stenosis arteri renalis). Pada anak yang
sebelumnya sehat, dapat ditelusuri kemungkinan penyebab AKI intrinsik,
seperti riwayat infeksi virus atau gangguan tenggorokan (berhubungan
dengan glomerulonefritis akut), kemerahan atau rash, pembengkakan
sendi (berhubungan dengan gangguan sistemik seperti lupus), hematuria,
paparan medikasi. Selain itu juga wajib ditelusuri Riwayat pemakaian
obat-obatan termasuk obat herbal, Riwayat terkena malaria, gigitan
hewan dan Riwayat penyakit lainnya. Pada bayi baru lahir curiga adanya
obstruksi, maka riwayat prenatal menjadi sangat penting. Sebagai contoh,
abnormalitas ultrasonografi fetal, yang berkaitan dengan pembesaran
ginjal, hidronefrosis, atau penurunan cairan amnion.
Pada pemeriksaan fisik, dapat didapatkan pernapasan kussmaul,
edema, dan hipertensi. Tanda overload cairan lain seperti edema paru,
gagal jantung, ensefalopati hipertensi, dan perdarahan saluran cerna.
Penurunan kesadaran juga dapat ditemukan (IDAI, 2009)
2. Pemeriksaan Penunjang
Penghitungan keluaran urin selama beberapa hari mungkin dapat
memberikan gambaran mengenai penyebab dan keparahan dari episode
AKI dan dapat dikategorikan sebagai keadan oligurik (<1mL/kgBB/jam)
atau non oligurik. Evaluasi sistematik terkait potensi penyebab AKI
prerenal, intrinsik, dan pascarenal merupakan kunci untuk menegakkan
diagnosis asal mula dari AKI.
Sebagai bagian dari evaluasi awal dari AKI, pasien harus dilakukan
pemeriksaan elektrolit, pengukuran serum kreatinin, urinalisis,
pengukuran sodium urin, pengukuran urea urin, pengukuran kreatinin
urin, dan pemeriksaan radiografi serta ultrasonografi ginjal. Pada
pemeriksaan penunjang, pada urinalisis, dapat ditemukan proteinuria,
hematuria, dan leukosituria. Osmolalitas urin <400 mOsm/L, berat jenis
urin <1,020, natrium urin >20 meq/L, serta FeNa >1% menunjukkan
adanya AKI renal. Pada pemeriksaan darah tepi, dapat ditemukan
anemia, trombositopenia, dan tanda hemolitik. Kadar ureum dan
kreatinin serum meningkat, analisis gas darah menunjukkan asidosis
metabolik dengan anion gap yang meningkat, pemeriksaan elektrolit
dapat menunjukkan hipo.hipernatremia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan
hiperfosfatemia. Foto toraks dilakukan untuk mendeteksi adanya edema
paru. Ultrasonografi ginjal dan saluran kemih dan atau foto polos
abdomen untuk mendeteksi penyakit primer (IDAI, 2009)
Kriteria diagnosis AKI yang digunakan saat ini yaitu mengacu pada
kriteria KDIGO, yaitu berdasarkan perubahan kreatinin serum dan
penurunan volume/keluaran urin. Dalam perkembangannya, kreatinin
serum adalah biomarker yang kurang adekuat terhadap AKI karena
keterlambatan peningkatannya. Peningkatan kreatinin serum terjadi pada
48 jam setelah adanya cedera ginjal dan mungkin menggambarkan
kejadian yang terjadi 2 hingga 3 hari lebih awal. Kreatinin serum adalah
penanda fungsional dari laju filtrasi ginjal, yang baru terdeteksi
meningkat ketika telah terjadi kerusakan luas pada kapasitas. Kreatinin
serum juga dipengaruhi oleh faktor non renal seperti massa otot, diet,
medikasi dan sekresi tubular. Kelemahan lainnya, bahwa kreatinin tidak
dapat untuk membedakan antara perubahan fungsional dan kerusakan
struktural (Jetton et al., 2016).
Keterlambatan dalam mendiagnosis AKI pada pasien sakit kritis akan
meningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan lama perawatan,
dan biaya. Terdapat beberapa biomarker terkait dengan kerusakan
struktural ginjal yang dapat mendeteksi terjadinya AKI lebih dini. (Gorga
et al., 2018). Pada gambar 2.8 dijelaskan secara skematis terkait penanda
gangguan fungsional maupun structural yang terjadi pada AKI.
Selain itu, beberapa biomarker structural ginjal diantaranya adalah
neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL), cystatin C, Kidney
Injury Molecule-1 (KIM-1), interleukin-18 (IL-18), dan liver-type fatty
acid binding protein (L-FABP) ) (Hunt&Fergusson, 2018). Tiap
biomarker tersebut telah menunjukkan peningkatan pada 2-12 jam
setelah terjadinya cedera pada ginjal. Biomarker tersebut masih dalam
studi lebih lanjut dan membutuhkan validasi sebelum digunakan secara
luas (Jean&Devarajan, 2019).
NGAL akan meningkat segera pada trauma yang terjadi pada sel
tubulus yang dipicu oleh keadaan sepsis. NGAL dapat memprediksi
kematian atau dialysis pada pasien yang dating ke instalasi gawat darurat.
Peningkatan NGAL >104 ng/mL dan kreatinin serum >1.4 mg/dL
menunjukkan 15% angka kematian atau dialysis selama perawatan di
rumah sakit. Peningkatan salah satunya menunjukkan peningkatan 5%
insidensi kematian dan dialysis (Nickolas et al., 2012).
Gambar 2.11 Lokasi asal biomarker struktural pada AKI (Schrezenmier et al., 2019).
Selain RAI, dapat digunakan Furosemide Stress Test (FST) sebagai uji
fungsional untuk membantu memprediksi progress pasien menjadi AKI berat
dan konsekuensi dilakukannya Renal Replacement Therapy (RRT). Caranya
dengan pemberian Furosemid 1.5 atau 1 mg/kgBB dkemudian memonitor
keluaran urin selama 6 jam setelahnya. Pasien yang mungkin mengalami
progress menjadi AKI derajat 3 memiliki urin output rendah secara signifikan
mengikuti pemberian furosemide (Chawla et al., 2013).
J. Tatalaksana
Prinsip tatalaksana AKI pada anak adalah pencegahan. Pada pasien rawat
jalan maupun rawat inap harus bisa dilakukan identifikasi faktor resiko
berkembangnya AKI. Pada pasien rawat jalan harus dipastikan hidrasi yang
adekuat dan berhati hati terhadap penggunaan obat yang meningkatkan resiko
AKI. Pada pasien rawat inap, perlu juga diperhatikan terkait volume harian,
medikasi nefrotoksik, atau paparan nefrotoksik.
1. Manajemen Cairan dan Elektrolit
Pasien yang memperlihatkan adanya oliguria, hipotensi, atau
ketidakstabilann dalam mempertahankan keseimbangan cairan, dapat
dilakukan terapi inisial. Cairan isotonis 20 ml/kgbb IV bolus dapat
diberikan secara cepat (sesuai tatalaksana algoritma syok). Aoabila pasien
memiliki penyakit dasar jantung, bolus cairan dapat diberikan 10 ml/kgbb.
Penggunaan cairan resusitasi dengan normal saline 0.9% dibandingkan
dengan kristaloid seperti Ringer Lactat, akan meningkatkan resiko asidosis
metabolic pada pasien AKI dengan sepsi (Romanovsky 2013).
2. Menghentikan dan menhindari agen nefrotoksik
3. Medikasi
Saat ini diuretik dan dopamin sering digunakan untuk mencegah atau
membatasi terjadinya AKI. Terdapat beberapa penelitian menggunakan
manitol, diuretik, dan dopamin untuk penanganan AKI. Pemantauan
pengeluaran urin membantu dalam penanganan dari AKI, namun perubahan
dari oliguria menjadi non-oliguria AKI hanya berpengaruh sedikit dalam
penanganan gagal ginjal. Furosemid dapat meningkatkan jumlah aliran urin
melalui penurunan obstruksi intratubular dan akan menghambat Na-K
ATPase, yang akan membatasi penggunaan oksigen pada kerusakan tubulus
(Andreoli, 2009). Furosemid yang dapat digunakan yaitu 1 mg/kg IV bolus 1-
2 menit dengan onset 5-30 menit. Jika terjadi kondisi asidosis metabolik
dapat digunakan Natrium bikarbonat 1-2 meq/kg/dosis IV bolus 2-5 menit
dapat diulang 5-10 menit (Daly&Farrington, 2013).
Penggunaan dari renal-dose dopamin (0.5 µg/kg/menit sampai 3-5
µg/kg/menit) untuk memperbaiki perfusi ginjal pada keadaan iskemia
dilakukan di unit perawatan intensif. Dopamin dapat meningkatkan aliran
darah ginjal melalui peningkatan vasodilatasi dan dapat memperbaiki
produksi urin melalui peningkatan natriuresis. Terdapat penelitian terkini
yang menyatakan bahwa dosis rendah dopamin efektif dalam menurunkan
kebutuhan dilaisis pada pasien dengan AKI (Andreoli, 2009)
K. Komplikasi
AKI akan menyebabkan disfungi organ multipel terhadap paru, jantung,
hepar, usus halus, dan otak melalui mekanisme pro inflamasi yang meibatkan
migrasi neutrofil, ekspresi sitokin dan peningkatan stres oksidatif. Pada
gambar 2.14 merupakan mekanisme skematik cedera organ distal yang
disebabkan oleh AKI (Makris&Spanou, 2016).
III. KESIMPULAN
1. Acute Kidney Injury (AKI) dideskripsikan sebagai terganggunya struktur dan
atau fungsi ginjal mendadak yang mengakibatkan gangguan pada
keseimbangan cairan, elektrolit, dan produk-produk sisa yang akan dibuang,
yang ditandai dengan perubahan serum kreatinin dan penurunan keluaran urin.
2. Definisi dan kriteria diagnosis yang digunakan secara luas saat ini
menggunakan kriteria KDIGO untuk anak
3. Angka kejadian AKI pada anak masih tinggi terutama pada anak yang dirawat
di rumah sakit dengan etiologi pre renal, intrinsic (renal), maupun pasca renal
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada AKI berat (derajat 2
dan 3).
4. Penegakkan diagnosis harus dilakukan multisistem untuk mengetahui penyakit
yang mendasari terjadinya AKI, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
hingga pemeriksaan penunjang. Saat ini pengembangan biomarker terbaru
yang lebih spesifik dan lebih cepat dibandingkan serum kreatinin telah banyak
digunakan, seperti NGAL, KIM-1, IL-8, Cystatin C, dan L-FAPB. Deteksi
dini perkembangan AKI menjadi berat dapat digunakan skoring Renal Angina
Index
5. Prinsip tatalaksana adalah mencaga kestabilan untuk mencegah perburukan
dengan manajemen cairan dan elektrolit, medikasi, atau terapi RRT, serta
mengatasi penyakit yang mendasari,
DAFTAR PUSTAKA
Andreoli SP. Acute kidney injury in children. Pediatric nephrology. 2009 Feb
1;24(2):253.
Basile DP, Anderson MD, Sutton TA. Pathophysiology of acute kidney injury.
Compr Physiol. 2012;2:1303–53.
Bernardo, E. O., Cruz, A. T., Buffone, G. J., Devaraj, S., Loftis, L. L., & Arikan,
A. A. (2018). Community‐acquired Acute Kidney Injury Among Children
Seen in the Pediatric Emergency Department. Academic Emergency
Medicine, 25(7), 758–768. doi:10.1111/acem.13421
Bonventre JV. Pathophysiology of acute kidney injury: roles of potential
inhibitors of inflammation. Contrib Nephrol. 2007;156:39–46.
Chawla LS, Davison DL, Brasha-Mitchell E, Koyner JL, Arthur JM, Shaw AD, et
al. Development and standardization of a furosemide stress test to predict
the severity of acute kidney injury. Crit Care. 2013;17:R207.
Ciccia E, Devarajan P. 2017. Pediatric acute kidney injury: prevalence, impact
and management challenges. International journal of nephrology and
renovascular disease.
Daly, K., & Farrington, E. (2013). Hypokalemia and Hyperkalemia in Infants and
Children: Pathophysiology and Treatment. Journal of Pediatric Health
Care, 27(6), 486–496. doi:10.1016/j.pedhc.2013.08.003
Dager W, Hallilovic J. Acute Kidney Injury. In: DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC,
et al., editors. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 8th
Edition. New York: McGraw-Hill; 2011. p. 746
Duggan, C., Watkins, J., Koletzko, B. and Walker, W., 2016. Nutrition In
Pediatrics. 5th ed. Boston.
Esezobor, C. I., Ladapo, T. A., & Lesi, F. E. (2014). Clinical Profile and Hospital
Outcome of Children with Severe Acute Kidney Injury in a Developing
Country. Journal of Tropical Pediatrics, 61(1), 54–60.
doi:10.1093/tropej/fmu066
Fragasso, T., Ricci, Z., & Goldstein, S. L. (2018). Pediatric Acute Kidney Injury.
Acute Kidney Injury - Basic Research and Clinical Practice, 113–126.
doi:10.1159/000484968
Gorga, S. M., Murphy, H. J., & Selewski, D. T. (2018). An Update on Neonatal
and Pediatric Acute Kidney Injury. Current Pediatrics Reports.
doi:10.1007/s40124-018-0184-5
Hegarty NJ, Young LS, Kirwan CN, O’Neill AJ, Bouchier-Hayes DM, Sweeney
P, et al. Nitric oxide in unilateral ureteral obstruction: effect on regional
renal blood flow. Kidney Int. 2001;59:1059–65.
Humphreys BD: Renal failure associated with cancer and its treatment: an update.
J Am Soc Nephrol 2004; 16: 151–161.
Hunt, E. A. K., & Ferguson, M. A. (2018). Pediatric Acute Kidney Injury:
Diagnosis, Epidemiology, and Treatment. Core Concepts in Acute
Kidney Injury, 237–246. doi:10.1007/978-1-4939-8628-6_15
Jetton JG, Selewski DT, et al: Incidence and outcomes of neonatal acute kidney
injury (AWAKEN): a multicentre, multinational, observational cohort
study. Lancet Child Ad-olesc Health 2017; 1: 184–194.
Jetton, J. G., Rhone, E. T., Harer, M. W., Charlton, J. R., & Selewski, D. T.
(2016). Diagnosis and Treatment of Acute Kidney Injury in Pediatrics.
Current Treatment Options in Pediatrics, 2(2), 56–68.
doi:10.1007/s40746-016-0047-7
Kaddourah, A., Basu, R. K., Bagshaw, S. M., & Goldstein, S. L. (2017).
Epidemiology of Acute Kidney Injury in Critically Ill Children and
Young Adults. New England Journal of Medicine, 376(1), 11–20.
doi:10.1056/nejmoa1611391
Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Acute Kidney Injury
Working Group. KDIGO clinical practice guideline for acute kidney
injury. Kidney Int Suppl. 2012;2(1):1–138
Kumar TK, Allen Ccp J, Spentzas Md T, Ber-rios Ccp L, Shah Md S, Joshi Md
VM, Ballweg Md JA, Knott-Craig CJ: Acute kidney injury following
cardiac surgery in neonates and young infants: experience of a single
center using novel perioperative strategies World J Pediatr Congenit Hear
Surg 2016; 7: 460–466.
Lee, C.-C., Chan, O.-W., Lai, M.-Y., Hsu, K.-H., Wu, T.-W., Lim, W.-H., …
Lien, R. (2017). Incidence and outcomes of acute kidney injury in
extremely-low-birth-weight infants. PLOS ONE, 12(11), e0187764.
doi:10.1371/journal.pone.0187764
Lerolle N, Nochy D, Guerot E, et al. Histopathology of septic shockinduced acute
kidney injury: apoptosis and leukocytic infiltration.Intensive Care Med.
2010;36:471–478.
Makris, K., & Spanou, L. (2016). Acute Kidney Injury: Definition,
Pathophysiology and Clinical Phenotypes. The Clinical biochemist.
Reviews, 37(2), 85–98.
McCaffrey, J., Dhakal, A. K., Milford, D. V., Webb, N. J. A., & Lennon, R.
(2016). Recent developments in the detection and management of acute
kidney injury. Archives of Disease in Childhood, 102(1), 91–96.
doi:10.1136/archdischild-2015-309381
McGregor, T. L., Jones, D. P., Wang, L., Danciu, I., Bridges, B. C., Fleming, G.
M., … Van Driest, S. L. (2016). Acute Kidney Injury Incidence in
Noncritically Ill Hospitalized Children, Adolescents, and Young Adults:
A Retrospective Observational Study. American Journal of Kidney
Diseases, 67(3), 384–390. doi:10.1053/j.ajkd.2015.07.019
Nickolas, T.L., Schmidt-Ott, K.M., Canetta, P., Forster, C., Singer, E., Sise, M.,
Elger, A., Maarouf, O., Sola-Del Valle, D.A., O’Rourke, M. et al. 2012.
Diagnostic and prognostic stratification in the emergency department
using urinary biomarkers of nephron damage: a multicenter prospective
cohort study. J Am Coll Cardiol 59, 246–255
Peerapornratana, S., Manrique-Caballero, C. L., Gómez, H., & Kellum, J. A.
(2019). Acute kidney injury from sepsis: current concepts, epidemiology,
pathophysiology, prevention and treatment. Kidney International.
doi:10.1016/j.kint.2019.05.026
Perico, N., Askenazi, D., Cortinovis, M., & Remuzzi, G. (2018). Maternal and
environmental risk factors for neonatal AKI and its long-term
consequences. Nature Reviews Nephrology. doi:10.1038/s41581-018-
0054-y
Prasad, R., & Mishra, O. P. (2015). Acute Kidney Injury in Children with
Plasmodium falciparum Malaria: Determinants for Mortality. Peritoneal
Dialysis International, 36(2), 213–217. doi:10.3747/pdi.2014.00254
Rakhmawati, U., Murni, IK., Rusmawatiningtyas., D. 2019. Predictors of
mortality in children with acute kidney injury in intensive care unit.
Paediatrica Indonesiana. Vol. 59, No. 2. doi:
http://dx.doi.org/10.14238/pi59.2.2019.92-7
Ricci Z: Fluid overload after neonatal cardiac sdurgery is bad: keep the bottles on
the shelf, squeeze the patients...or both? Pediatr Crit Care Med 2016; 17:
463–465.
Roy, JP., Devarajan, P. 2019. Acute Kidney Injury: Diagnosis and Management.
The Indian Journal of Pediatrics. https://doi.org/10.1007/s12098-019-
03096-y
Schwartz GJ, Brion LP, Spitzer A. The use of plasma creatinine concentration for
estimating glomerular filtration rate in infants, children, and adolescents.
Pediatr Clin North Am 1987;34:571-90
Selewski DT, Cornell TT, Heung M, et al. Validation of the KDIGO acute kidney
injury criteria in a pediatric critical care population. Intensive Care Med.
2014;40(10):1481–1488
Selewski, D. T., Charlton, J. R., Jetton, J. G., Guillet, R., Mhanna, M. J.,
Askenazi, D. J., & Kent, A. L. (2015). Neonatal Acute Kidney Injury.
PEDIATRICS, 136(2), e463–e473. doi:10.1542/peds.2014-3819
Sharfuddin AA, Molitoris BA. Pathophysiology of ischemic acute kidney injury.
Nat Rev Nephrol. 2011;7:189–200
Susantitaphong, P., Cruz, D. N., Cerda, J., Abulfaraj, M., Alqahtani, F., …
Koulouridis, I. (2013). World Incidence of AKI: A Meta-Analysis.
Clinical Journal of the American Society of Nephrology, 8(9), 1482–
1493. doi:10.2215/cjn.00710113
Tresa, V., Yaseen, A., Lanewala, A. A., Hashmi, S., Khatri, S., Ali, I., & Mubarak, M.
(2016). Etiology, clinical profile and short-term outcome of acute kidney injury
in children at a tertiary care pediatric nephrology center in Pakistan. Renal
Failure, 39(1), 26–31. doi:10.1080/0886022x.2016.1244074
Triastuti, I., Sujana, IBG. 2017. Acute Kidney Injury. Bagian Ilmu Anestesi dan
Terapi Intensif RSUP Sangral: FK Udayana.
Webb TN, Goldstein SL: Congenital heart surgery and acute kidney injury. Curr
Opin Anaesthesiol 2016; 30: 1.
Yaseen, A., Tresa, V., Lanewala, A. A., Hashmi, S., Ali, I., Khatri, S., &
Mubarak, M. (2017). Acute kidney injury in idiopathic nephrotic
syndrome of childhood is a major risk factor for the development of
chronic kidney disease. Renal Failure, 39(1), 323–327.
doi:10.1080/0886022x.2016.1277743