Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ANESTESIOLOGI PERAWATAN INTENSIF LAPORAN KASUS

DAN MANAJEMEN NYERI DESEMBER 2018


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

SYOK, TERAPI OKSIGEN, ANESTESI LOKAL

OLEH :
Nurul Ilmi Ariyanti Danu
C 111 13 352

PEMBIMBING :
dr. Muh Rum Baderu

KONSULEN :
dr. Nur Surya Wirawan, M.Kes, Sp.An-KMN

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ANESTESIOLOGI PERAWATAN INTENSIF
DAN MANAJEMEN NYERI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nurul Ilmi Ariyanti Danu


NIM : C 111 13 352
Judul : Syok, Terapi Oksigen, Anestesi lokal

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Desember
2018
Residen Pembimbing

dr. Muh Rum Baderu

Mengetahui,
Konsulen Pembimbing

dr. Nur Surya Wirawan, M.Kes, Sp.An-KMN


SYOK

a. Definisi
Syok adalah suatu keadaan yang ditandai dengan tidak adekuatnya
aliran darah (hipoperfusi) ke organ dan oksigenasi jaringan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Walaupun sindrom syok berupa
hipotensi takikardi dan kesadaran menurun telah dikenal ratusan tahun
yang lalu, namun definisi yang tepat barulah diketahui setelah tabir
mikrosirkulasi terungkap. Jadi diagnosis syok saat ini bukan hanya
berdasarkan tekanan darah, melainkan syok adalah hipotensi disertai
tanda/gejala hipoperfusi. Hipoperfusi dapat berupa perubahan status
mental, oligouria, asidosis laktat. Selanjutnya dapat terjadi dissfungsi
organ hingga kematian.
b. Etiologi
1. Syok akibat perdarahan
Perdarahan merupakan penyebab syok yang paling sering
ditemukan, khususnya disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Syok
akibat perdarahan yang masif dan akut disebut syok hipovolemia.
2. Syok akibat bukan dari perdarahan
a. Syok kardiogenik :
Disfungsi miokard yang mungkin disebabkan oleh trauma
miokard, cardiac tamponade, emboli udara, atau mungkin juga oleh
infark miokard.
b. Tension pneumothorax
Biasanya karena ada katup terbuka kesatu arah yang
menyebabkan udara masuk ke pleural dan tidak dapat keluar lagi,
hal ini ditandai dengan emphiema subkutan, hiangnya suara napas,
pada perkusi ditemukan hiperesonansi, dan acut respiratory
distress.
c. Syok neurogenik
Biasanya terjadi karena trauma medulla spinalis dimana terjadi
kehilangan stimulus dari simpatis yang mengakibatkan hipotensi.
Gambaran kliniknya khas dimana terjadi hipotensi tanpa takikardi
atau vasokonstriksi kutaneus, penurunan tekanan nadi tidak tampak
pada penderita dengan syok neurogenik.
d. Syok septik
Paling sering akibat trauma tembus abdomen dan kontaminasi
rongga abdomen oleh visera.
c. Klasifikasi syok
a. Syok hipovolemik adalah syok yang terjadi karena gangguan volume.
1. Syok non hemoragik karena kehiangan cairan gastrointestinal dan
kehilangan cairan ginjal
2. Syok hemoragik terjadi karena perdarahan

Terapi :
1. Syok hemoragik
 Cairan
Derajat I – II menggunakan kristaloid (3-4 x volume
perdarahan)
Derajat III – IV menggunakan kristaloid + koloid + darah
 Medikamentosa
 Na-Bikarbonat = 1 mEq/kgBB/iv untuk asidosis
 Steroid (dexametason) = 0,5-1mg/kgBB/iv (vasodilatasi, CO
meningkat)
 Dopamin = 5µg/kgBB/menit (inotropik + dan vasodilatasi
daerah sekitar ginjal untuk mencegah terjadinya renal failure
akibat iskemia yang lama)
 Clorpromazin = 0,1-0,2 mg/kgBB dilarutkan dalam 10 ml
aquades (anthistamin dan alfa adrenergik bloker lemah untuk
membuka pembuluh darah perifer sehingga perfusi menjadi
baik)
 Inotropik + = misalnya dopamin, dobutamin (kontraktilitas)
 Kronotropik + (ritme/frekuensi

b. Syok kardiogenik adalah syok yang terjadi karena gangguan pompa


jantung, dapat karena disfungsi katupm kegagalan pengisian strok
volume ataupun kegagalan pengisian ventrikel.
Mekanisme : tekanan darah menurun menyebabkan cardiac output
menurun sehingga volume darah menurun, merangsang arteri carotis
melepaskan katekolamin (adrenalin dan noradrenalin) sehingga
menyebabkan vasokonstriksi.
Dapat diberikan inotropik seperti dopamin dan dobutamin.
c. Syok distributif adalah syok yang terjadi karena gangguan pembuluh
darah.
1. Syok anafilaktik merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi
akibat suatu reaksi alergi (reaksi imunologis) bersifat sistemik yang
cepat mengenai beberapa organ, meliputi respirasi, sirkulasi,
pencernaan, kulit. Contohnya alergi obat.
Diberikan terapi :
 Adrenalin (drug of choise) dosis 0,3-0,5 mg IM)
 Bronkodilator kuat
 Vasokonstriktor pembuluh darah
 Inotropik kuat
 Histamin bloker peningkatan (syclic amp)
 Epinefrin untuk relaksasi otot bronkus dan bersifat inotropik dan
kronotropik pada jantung
 Amiophilin (dosis 240 mg iv) bila spasme otot bronkus tidak
hilang dengan epinefrin
 Antihistamin (difenilhidramin HCL 5-20 mg iv)
 Kortikosteroid (hidrokortison HCL 5-20 mg iv)
2. Syok neurogenik merupakan suatu keadaan ketidakseimbangan
rangsangan simpatis dan parasimpatis. Syok dapat terjadi karena
adanya gangguan pada saraf yang langsung mengakibatkan
vasodilatasi, hipoperfusi jaringan dan organ vital, kemudian syok.
Contohnya pada blok simpatis atau cedera spinal cord sehingga
tonus vaskuler hilang.
Terapi yaitu dengan pemberian vasopresor
3. Syok sepsis merupakan suatu keadaan syok yang disebabkan
karena adanya infeksi (bakteri, virus, parasit, jamur), autoimun,
cedera sel, trauma capitis yang bermanifestasi hipotensi (SBP <90
mmHg) meskipun dengan resusitasi cairan adekuat atau pemberian
vasopresor/inotropik untuk mempertahankan tekanan darah.
Systemic Inflamatory Response syndrome (SIRS) respon sistemik
yang ditandai dengan 2 atau lebih tanda : suhu > 38 atau < 36, nadi
> 90 kali/menit, napas 20 kali/menit, leukosit > 12.000 mm3, <
4000 atau > 10% immatur bone.
Terapi yaitu dengan pemberian vasopresor dan inotropik seperti
dopamin, dobutamin, adrenalin atau noradrenalin
d. Syok obstruktif merupakan syok yang disebabkan karena gangguan
aliran darah karena tension pneumothorax, tamponade jantung atau
emboli paru masif.
TERAPI OKSIGEN

a. Definisi
Terapi oksigen adalah pengobatan untuk hipoksemia, bukan sesak
napas, karena oksigen belum terbukti memiliki efek pada keadaan sesak
napas pada pasien noh hipoksemia. Rasio oksigen sangat penting diukur,
oksigen diberikan kepada pasien yang memiliki saturasi turun di bawah
target. Pasien akut biasanya memiliki saturasi sekitar 94 – 98%, dan 82 –
92% pada pasien yang memiliki risiko gagal napas.
b. Indikasi Terapi Oksigen
Terapi oksigen direkomendasikan untuk semua pasien hipoksemia
akut, pasien dengan risiko mengalami hipoksemia seperti pasien-pasien
trauma berat dan syok. Pasien sesak napas akut membutuhkan terapi
oksigen, kecuali pada sesak napas akut seperti hiperventilasi akut atau
diabetic ketoacidosis. Oksigen dibutuhkan pada kelompok pasien:
1. Pasien dengan critical illness membutuhkan oksigen konsentrasi tinggi
dan pasien dengan kondisi emergensi yang sebabkan sesak napas dan
hipoksemia, seperti:
 Henti jantung dan kondisi yang membutuhkan cardiopulmonary
resuscitation (CPR). Saat sirkulasi spontan telah kembali, dan
saturasi oksigen 94 – 98%, segera ambil sampel darah untuk
analisis gas darah yang hasilnya sebagai panduan apakah terapi
oksigen yang diberikan saat itu adekuat atau tidak. Jika hasilnya
menunjukkan gagal napas hiperkapnik, target saturasi menjadi 88 –
92% atau pikirakan untuk melakukan ventilasi mekanik.
 Trauma berat, syok, dan sepsis, pada kondisi ini inisiasi untuk
menggunakan reservoir mask 15 L/menit, dengan target saturasi 94
– 98%.
 Tenggelam. Pasien tenggelam yang selamat telah menghirup air
dan kemungkinan untuk mengalami hipoksemia, terapi oksigen
diberikan apabila saturasi oksigen <94%.
 Anafilaksis. Pasien dengan kondisi ini dapat mengalami hipoksia
jaringan disebabkan oleh kombinasi obstruksi saluran pernapasan
atas dan saluran pernapasan bawah ditambah dengan keadaan
hipotensi. Aliran oksigen yang dibutuhkan yaitu 10 – 15 L/menit
dengan masker reservoir, dengan target saturasi oksigen 94 – 98%.
 Pulmonary haemorrhage atau masif hemoptisis masif. Target
saturasi oksigen yaitu 94 – 98%, dengan oksigen konsentrasi tinggi
via masker reservoir.
 Epilepsi. Kondisi ini dapat menyebabkan hipoksia serebri dan
direkomendasikan menggunakan masker reservoir hingga kondisi
stabil. Target saturasi 94 – 98% atau 88 – 92% jika pasien risiko
gagal napas hiperkapnik (Hypercapnic respiratory Failure).
 Trauma kepala berat. Target saturasi oksigen adalah 94 – 98%.
Inisial terapi oksigen konsentrasi tinggi 15 L/menit via masker
reservoir sampai memungkinkan untuk melakukan analsis gas
darah atau hingga airway aman dengan intubasi.
 Keracunan karbonmonoksida. Pada kasus ini saturasi oksigen dapat
terlihat normal oleh karena yang terbaca adalah
carboxyhaemoglobin, jadi target saturasi adalah 100% dan gunakan
masker reservoir 15L/menit.
2. Pasien dengan penyakit serius yang membutuhkan oksigen dengan
konsentrasi sedang:
 Onset akut hipoksemia yang penyebabnya tidak diketahui tanpa
gangguan respirasi atau faktor risiko. Untuk pasien akut tanpa
risiko hypercapnic respiratory failure dengan saturasi <85%, terapi
dimulai dengan oksigen 15 L/menit via masker reservoir, saat
pasien mulai stabil oksigen dapat diturunkan 1 – 6 L/menit via
nasal cannula atau 5 -10 L/menit via simple face mask untuk
maintain target saturasi 94 – 98%. Pada kasus hipoksemia akut lain
tanpa critical illness atau faktor risiko hypercapnic respiratory
failure terapi dimulai dengan nasal cannula atau simple face mask
jika nasal cannula tidak efektif, dengan target saturasi 94 – 98%.
Jika penggunaan nasal cannula atau simple face mask tidak dapat
mencapai target saturasi, ganti dengan masker reservoir atau konsul
ke spesialis.
 Asma akut. Jangan berikan oksigen konsentrasi tinggi jika tanpa
hipoksia berat. Target saturasi 94 – 98%.
 Pneumonia. Keadaan tanpa hypercapnic respiratory failure target
saturasi yaitu 94 - 98%.
 Kanker paru-paru dan kanker lainnya yang melibatkan paru-paru.
Pada sesak napas akut, target saturasi 94 – 98%.
 Fibrotic lung dan kondisi lain yang melibatkan parenkim paru atau
alveolitis. Target saturasi 94 – 98% atau atau saturasi maksimum
yang dapat dicapai apabila tidak dapat mencapai target.
 Pneumothorax. Target saturasi 94 – 98% jika tanpa risiko
hypercapnic respiratory failure. Pasien pneumothorax yang telah
mendapat perawatan di rumah sakit tanpa pemasangan drainase,
direkomendasikan oksigen konsentrasi tinggi 15 L/menit via
masker reservoir kecuali pasien risiko hypercapnic respiratory
failure.
 Efusi pleura. Target saturasi 94 – 98% jika tanpa risiko
hypercapnic respiratory failure.
 Emboli paru. Target saturasi 94 – 98% jika tanpa risiko
hypercapnic respiratory failure atau 88 – 92% jika risiko
hypercapnic respiratory failure.
 Acute heart failure. Target saturasi 94 – 98% jika tanpa risiko
hypercapnic respiratory failure atau 88 – 92% jika risiko
hypercapnic respiratory failure. CPAP (continuous positive airway
pressure) atau nasal cannula dengan oksigen konsentrasi tinggi
yang telah dilembabkan untuk maintain saturasi 94 – 98% jika
tanpa risiko hypercapnic respiratory failure atau 88 – 92% jika
risiko hypercapnic respiratory failure. Untuk meningkatkan
pertukaran gas pada pasien ini yang tidak merespon terapi standar.
 Sesak napas oleh karena anemia. Target saturasi 94 – 98% jika
tanpa risiko hypercapnic respiratory failure atau 88 – 92% jika
risiko hypercapnic respiratory failure, ditambah koreksi anemia
dengan transfusi darah.
 Sickle cell crisis. Target saturasi 94 – 98%.
3. Pasien yang bisa rentan terhadap kadar konsentrasi oksigen sedang –
tinggi:
 PPOK eksaserbasi. Kebanyakan pasien dengan PPOK atau
hypercapnic respiratory failure target saturasi adalah 88 - 92%.
Terapi oksigen harusnya berdasarkan dari hasil analisis gas darah.
Pada pasien yang riwayat hypercapnic respiratory failure yang
membutuhkan non invasif ventilasi atau intermitten ventialasi
tekanan positif, tanpa tanda bahaya, direkomendasikan terapi
oksigen konsentrasi rendah dimulai dengan 24% 2 – 3 L/menit via
masker venturi atau 28% 4 L/menit via masker venturi atau 1 – 2
L/menit via naasal cannula jika masker venturi tidak ada. Dengan
target saturasi 88 – 92%. Konsentrasi oksigen dikurangi jika
saturasi mencapai 92% dan naikkan jika saturasi <88%.
 Sistik fibrosis eksaserbasi. Target saturasi 88 – 92%.
 Gangguan muskuloskeletal dan neurologi kronik. Terapi inisial
pada pasien yang disertai gagal napas akut atau acute on chronic
respiratory failure target saturasi 88 – 92%, dan lakukan analisis
gas darah untuk menilai apakah pasien membutuhkan non invasif
ventilasi.
 Sindrom hipoventilasi obesiti. Pasien ini mengalami hiperkapnik
kronik kecuali diterapi dengan non invasif ventilasi. Target saturasi
88 – 92%.
4. Kondisi lain yang memiliki kondis hipoksemia:
 Infark miokard akut, suspek infark miokard, dan sindrom koroner
akut. Target saturasi 94 – 98% jika tanpa risiko hypercapnic
respiratory failure atau 88 – 92% jika risiko hypercapnic
respiratory failure.
 Stroke. Oksigen konsentrasi tinggi harus dihindari kecuali untuk
maintain saturasi normal. Target saturasi 94 – 98% jika tanpa risiko
hypercapnic respiratory failure atau 88 – 92% jika risiko
hypercapnic respiratory failure.
 Gangguan cemas dan hiperventilasi atau disfungsi pernapasan
 Keracunan zat lain selain karbonmonoksida atau sianida. Target
saturasi 94 – 98% jika tanpa risiko hypercapnic respiratory failure
atau 88 – 92% jika risiko hypercapnic respiratory failure. Pada
keracunan paraquat dan bleomicyn oksigen diberikan jika saturasi
<85% dan dihentikan bila saturasi >88%.
 Gangguan metabolik, endokrin, dan renal. Target saturasi 94 – 98%
jika tanpa risiko hypercapnic respiratory failure atau 88 – 92% jika
risiko hypercapnic respiratory failure.
 Akut dan subakut ganggua neuromuskular yang sebabkan
kelemahan pada otot pernapasan. Pasien ini lebih membutuhkan
non invasif vantilasi atau invasif ventilasi daripada terapi oksigen.
 Cluster headache. Gunakan oksigen 12 L/menit via masker
reservoir dan dapat pula menyediakan home oxygen di rumah.
5. Pada bidang obstetri. Wanita yang menderita trauma berat, sepsis atau
acute illness selama kehamilan, harus mendapat oksigen sebagaimana
yang diperlukan oleh pasien-pasien penyakit serius lainnya, dengan
target saturasi 94 – 98%. Wanita yang hipoksemia karena gagal
jantung harus diberikan oksigen tambahan pada saat persalinan untuk
mencapai target saturasi 94 – 98% atau 88 – 92% jika risiko
hypercapnic respiratory failure.
6. Perawatan postoperatif dan perioperatif
 Periode postoperasi
 Pasien dibawah pengaruh analgesia
7. Endoskopi dan prosedur lain yang menggunakan sedasi
8. Terapi paliatif
Tabel 1. Indikasi Akut Terapi Oksigen Jangka Pendek
Indikasi yang sudah direkomendasi :
- Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)
- Cardiac arrest dan respiratory arrest
- Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
- Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat < 18 mmol/L)
- Respiratory distress (frekuensi pernafasan > 24/min)

Tabel 2. Indikasi terapi oksigen jangka panjang


Pemberian oksigen secara kontinyu :
- PaO2 istirahat ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88%
- PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89% pada satu keadaan :
o Edema yang disebabkan karena CHF
o P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3mm pada lead II, III, aVF
- Eritrositoma (hematokrit > 56%)
- PaO2 > 59 mmHg atau saturasi oksigen > 89%
Pemberian oksigen tidak kontinyu :
- Selama latihan : PaO2 ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88%
- Selama tidur : PaO2 ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88% dengan
komplikasi seperti hipertensi pulmoner, somnolen, dan artimia

c. Teknik Pemberian Oksigen


Sistem penghantaran oksigen diklasifikasikan sebagai sistem aliran
rendah (low-flow systems), reservoir systems, dan sistem aliran tinggi
(high-flow systems). Masing-masing mempunyai keuntungan dan
kerugian.
Sistem Penghantaran Oksigen
System/Device Laju Arus Volume FiO2
Oksigen Reservoir Range Variability
Low-Flow Nasal O2 1 – 6 L/min - 24 – 40% Variable

Standard Face 5 – 10 L/min 100 – 200 mL 35 – 50% Variable


Masks
Partial rebreather >10 L/min 600 – 1000 40 – 70% Variable
Mask mL
Non rebreather >10 L/min 600 – 1000 60 – 80% Variable
Mask mL
Air-Entrainment >60 L/min 100 – 200 mL 24 – 50% Constant
Mask
High-Flow Nasal ≤40 L/min - 21 – 100% Variable
O2
ANESTESI LOKAL
a. Definisi
Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang
artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu
anestesi lokal dan anestesi umum. Anestesi lokal adalah hilangnya rasa
sakit tanpa disertai hilang kesadaran dan anestesi umum, yaitu hilang rasa
sakit disertai hilang kesadaran. Tindakan anestesi digunakan untuk
mempermudah tindakan operasi mapun memberikan rasa nyaman pada
pasien selama operasi.
Pemberian anestesi lokal dapat dengan teknik:
 Anestesi permukaan adalah pengolesan atau penyemprotan
analgetik lokal diatas selaput mukosa seperti mata, hidung, faring.
 Anestesi infiltrasi adalah penyuntikan larutan analgetik lokal
langsung diarahkan disekitar tempat lesi, luka atau insisi. Cara
infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade lingkar dan larutan
obat disuntikan intradermal atau subkutan.
 Anestesi blok adalah penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf
utama atau pleksus saraf.
 Anestesi regional intravena adalah penyuntikan larutan analgetik
lokal intravena.
b. Mekanisme Anestesi Lokal
Mekanisme anestetikum lokal yaitu dengan menghambat hantaran
saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup.
Bahan ini bekerja pada Universitas Sumatera Utara tiap bagian susunan
saraf. Anestetikum lokal mencegah terjadi pembentukan dan konduksi
impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada
aksoplasma hanya sedikit saja. Potensial aksi saraf terjadi karena adanya
peningkatan sesaat permeabilitas membran terhadap ion natrium (Na+ )
akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses inilah yang dihambat
oleh anestetikum lokal, hal ini terjadi akibat adanya interaksi langsung
antara zat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap adanya
perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin bertambahnya efek
anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan
meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun,
konduksi impuls melambat dan faktor pengaman konduksi saraf juga
berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan kemungkinan
menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian mengakibatkan
kegagalan konduksi saraf. Anestetikum lokal juga mengurangi
permeabilitas membran bagi (kalium) K+ dan Na+ dalam keadaan
istirahat, sehingga hambatan hantaran tidak disertai banyak perubahan
pada potensial istirahat. Menurut Sunaryo, bahwa anestesi lokal
menghambat hantaran saraf tanpa menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan
ditemukan hiperpolarisasi ringan. Pengurangan permeabilitas membran
oleh anestesi lokal juga timbul pada otot rangka, baik waktu istirahat
maupun waktu terjadinya potensial aksi. Potensi berbagai anestetikum
lokal sama dengan kemampuannya untuk meninggikan tegangan
permukaan selaput lipid monomolekuler. Mungkin sekali anestesi lokal
dapat meningkatkan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan
membran sel saraf, dengan demikian pori dalam membran menutup
sehingga menghambat gerak ion melalui membran. Hal ini akan
menyebabkan penurunan permeabilitas membran dalam keadaan istiharat
sehingga akan membatasi peningkatan permeabilitas Na+ . Dapat
disimpulkan bahwa cara kerja utama bahan anestetikum lokal adalah
dengan bergabung dengan reseptor spesifik yang terdapat pada kanal Na,
sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut, dan hal
ini akan mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membran.
c. Golongan Bahan Anestesi lokal
Bahan anestesi lokal merupakan gabungan dari garam laut dalam air
dan alkaloid larut dalam lemak dan terdiri dari bagian kepala cincin
aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian badan sebagai penghubung
terdiri dari cincin hidrokarbon dan bagian ekor yang terdiri dari amino
tersier bersifat hidrofilik.
Bahan anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan.
i) Golongan ester (-COOC-) Bahan-bahan dimetabolisme melalui
proses hidrolisis. Yang termasuk kedalam golongan ester, yakni :
Kokain, Benzokain, ametocaine, prokain, piperoain, tetrakain,
kloroprokain.
ii) Golongan amida (-NHCO-) Bahan-bahan ini termetabolisme
melalui oksidasi di dalam hati. Yang termasuk kedalam golongan
amida, yakni : lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain,
etidokain, dibukain, ropivakain, levobupivakain. Kecuali kokain,
maka semua bahan anestesi lokal bersifat vasodilator (melebarkan
pembuluh darah). Sifat ini membuat bahan anestesi lokal cepat
diserap, sehingga toksisitasnya meningkat dan lama kerjanya jadi
singkat karena bahan ini cepat masuk ke dalam sirkulasi. Untuk
memperpanjang kerja serta memperkecil toksisitas sering
ditambahkan vasokonstriktor. Vasokonstriktor merupakan
kontraindikasi pada kondisi sebagai berikut:
(1) Anestesi pada telinga dan jari.
(2) Infiltrasi, blok saraf pada persalinan spontan.
(3)Penderita usia lanjut.
(4) Penderita hipertensi.
(5) Penderita dengan penyakit-penyakit kardiovaskuler.
(6) Penderita diabetes mellitus.
(7) Penderita tirotoksikosis.
1. Amida
Ikatan amida dari bahan anestesi lokal amida dihidrolisis
oleh enzim mikrosomal hati. Kecepatan metabolisme senyawa
amida di dalam hati ini bervariasi bagi setiap individu,
perkiraan urutannya adalah Prilokain (tercepat) > etidokain >
lidokain > mepivakain > bupivakain (terlambat). Akibatnya,
toksisitas dari anestesi lokal tipe amida ini akan meningkat
pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh,
waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada
7 pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan
penyakit hati yang berat.
1) Artikain
Artikain mulai digunakan di Amerika Serikat sebagai
bahan anestesi lokal pada gigi sejak April 2000, dari
berbagai anestetikum amino-amida karena memiliki suatu
tiofen, dan bukan cincin benzene.12Saat ini jenis artikain
direkomendasikan untuk infiltrasi saja. Ini memiliki onset
yang cepat(< 2 menit ) dengan kemampuan menembus
kepadatan tulang kortikal mandibula. Dosis maksimum
yang aman untuk orang dewasa 7 mg/kgBB 1.
Kontraindikasi dari jenis ini adalah memiliki riwayat
apabila pasien alergi atau hipersensitivitas dengan sulfat.
2) Prilokain
Prilokain di antara bahan anestesi amoni-amida yang dapat
menurunkan toksisitas sistemik. Biasanya bahan ini
digunakan untuk blok dan infiltrasi yang membutuhkan
waktu analgesia yang lebih dari 90 menit. Dosis
maksimum 400 mg sekalinya, 600 mg bersama
vasokonstriktor. Efek sampingnya berupa
methemoglobinemia dan sianosis, terutama pada dosis
besar, yang disebabkan oleh metabolit o-toluidin.
3) Mepivakain
Bahan anestesi lokal golongan amida ini sifat
farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain digunakan
untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf regional dan
anestesi spinal. Sediaan untuk suntikan merupakan larutan
1,0; 1,5 dan 2%. Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi,
potensi, dan toksisitasnya mirip dengan lidokain.
Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap
agen anestesi lokal tipe ester. Agen ini dipasarkan sebagai
garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anestesi
infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila
digunakan untuk anestesi topikal. Mepivakain dapat
menimbulkan vasokonstriksi lebih ringan daripada
lidokain tetapi biasanya mepivakain digunakan dalam
bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1: 80.000.
maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge
biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau
regional.
4) Lidokain
Lidokain adalah bahan anestesi lokal yang kuat dan dapat
digunakan secara luas dengan pemberian topikal maupun
suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih
lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh
prokain. Lidokain merupakan aminoetilamid. Pada larutan
0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih
toksik daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan
untuk anestesi infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk
anestesi blok dan topikal. Bahan anestesi ini efektif bila
digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs
dan toksisitasnya bertambah serta masa kerjanya lebih
pendek.16 Lidokain terutama bersifat toksik pada susunan
saraf pusat. Efek samping yang terjadi akibat toksisitas
dapat berupa kejang, agitasi, disorientasi, euforia,
pandangan kabur, dan mengantuk. Kejang berlangsung
singkat dan berespon baik dengan pemberian diazepam.
Secara umum bila kadar dalam plasma tidak mencapai 9
mg/ml, maka lidokain dapat ditoleransi dengan baik.
2. Ester
Bahan anastesi lokal ini dihidrolisis di dalam plasma
oleh enzim pseudocholinesterase. Kadar hidrolisis akan
berdampak pada potensi toksisitas dari anastesi obat. Reaksi
alergi bisa terjadi akibat respon dari obat anastesi golongan
ester yang biasanya tidak berhubungan dengan PABA, yang
sebagian besar produk dari metabolisme anastesi lokal
golongan ester.
1) Kokain
Saat ini pemakaian klinis kokain umumnya terbatas pada
anestesi topikal untuk tindakan telinga, hidung dan
tenggorokan, kokain memiliki efek vasokonstriktor yang
kuat sehingga berfungsi mengurangi perdarahan.
Pemakaiannya semakin berkurang karena digantikan oleh
bahan anestesi lain yang dikombinasikan dengan
vasokonstriktor karenaakandapat menyebabkan toksisitas
secara sistemik.
2) Prokain
Prokain disintesis dan diperkenalkan tahun 1905 dengan
nama dagang novokain. Selama lebih dari 50tahun, bahan
ini merupakan obat terpilih untuk anestesi lokal, namun
kegunaannya digantikan oleh bahan anestesi lain, yaitu
lidokain yang lebih kuat dan lebih aman berbanding
prokain. Sebagai bahan anestesi lokal, prokain pernah
digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok saraf,
anestesi spinal, anestesi epidural dan anestesi kaudal.
Namun karena potensinya rendah, mula kerja lambat serta
masa kerjanya pendek, maka penggunaannya sekarang ini
hanya terbatas untuk anestesi infiltrasi dan kadang-kadang
untuk anestesiblok saraf. Didalam tubuh, prokain akan
dihidrolisis menjadi PABA, yang dapat menghambat kerja
sulfonamide. Efek samping yang serius adalah
hipersensitasi,yang kadang-kadang pada dosis rendah
sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian.Efek
samping yang harus dipertimbangkan pula adalah reaksi
alergi terhadap kombinasi prokain penisilin. Berlainan
dengan kokain, zat ini tidak mengakibatkan adiksi.
3) Benzokain
Benzokain merupakan turunan dari prokain di mana bahan
ini tidak dapat larutsempurna dalam cairan encer,
benzokain cenderung tetap di lokasi aplikasi dan tidak
mudah diserap ke dalam sirkulasi sistemik dan memiliki
efek toksisitas rendah, benzokain sangat berguna untuk
anestesi pada area permukaan besar dalam rongga mulut .
Efek samping penggunaan benzokain adalah warna
kebiruan pada kuku, bibir, kulit atau telapak tangan.
d. Dosis maksimum anestesi lokal

Anda mungkin juga menyukai