Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat Profesi Ners

Disusun oleh :
Anifa (1419002632)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal merupakan suatu masalah yang sering terjadi diseluruh dunia,
World Health Organization (WHO, 2015) secara global mengatakan lebih dari 500
juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus
menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah dan merupakan penyebab
kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990, meningkat menjadi urutan ke-18 pada
tahun 2010 (Riskesdas, 2013).
Pada tahun 2025 prevalensi gagal ginjal kronik di Asia Tenggara, Mediterania
dan Timur Tengah serta Afrika diperkirakan mencapai lebih dari 380 juta orang, hal
tersebut dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan penduduk, peningkatan proses penuaan,
urbanisasi, obesitas dan gaya hidup tidak sehat (Nurhayati, 2010). Di Indonesia
sendiri pada tahun 2013 sebanyak 499.800 penduduk Indonesia menderita penyakit
gagal ginjal (Rikesdas, 2013).
Indonesia adalah termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang
cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Perneftri),
diperkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal di Indonesia, namun yang terdeteksi
menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah
(hemodialisa) hanya sekitar empat ribu sampai lima ribu saja. Menurut Sri
Soedarsono, ketua Yayasan Pembina Asuhan Bunda (YPAB) Rumah Sakit Khusus
Ginjal (RSKG), “Saat ini, dari jumlah penderita gagal ginjal mencapai 4.500 orang,
banyak penderita yang meninggal dunia akibat tidak mampu berobat dan cuci darah,
yang biayanya sangat mahal” (Syamsir & Iwan, 2007).
Data menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok
umur 25-34 tahun. Pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%),
Masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%). Menurut data Dinas Kesehatan Jawa Tengah bahwa
angka kejadian yang ada di Kota Pekalongan 0,3% (Dinkes Pemprov Jateng, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara benar dan tepat kepada klien
yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD).
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)
b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD)
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD)
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD)
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan informasi bagi penulis tentang asuhan keperawatan
dengan masalah Chronic Kidney Disease (CKD) serta diharapkan dapat menjadi
salah satu cara penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh didalam
perkuliahan.
2. Bagi Pembaca
Sebagai sarana pengetahuan dan pembelajaran mahasiswa keperawatan dan
masyarakat umum khususnya pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi Ginjal
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam
mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan
keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan
meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal
terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal (Snell,
2006). Ginjal berwarna coklat kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri
kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal dexter
terletak sedikit lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus hepatis yang
besar. Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior, fasies inferior, margo
lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior (Moore,
2002). Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adiposa, fasia
renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal memiliki bagian
yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut korteks dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang. Medulla renalis terdiri
dari kira-kira 12 piramis renalis yang masing- masing memiliki papilla renalis di
bagian apeksnya. Di antara piramis renalis terdapat kolumna renalis yang
memisahkan setiap piramis renalis (Snell, 2006).
Letak Anatomi Ginjal (Sumber : Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa
darah dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis.
Secara khas, di dekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima cabang
arteri segmentalis yang melintas ke segmenta renalis. Beberapa vena menyatukan
darah dari ren dan bersatu membentuk pola yang berbeda-beda, untuk
membentuk vena renalis. Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis, dan
vena renalis sinistra lebih panjang, melintas ventral terhadap aorta. Masing-
masing vena renalis bermuara ke vena cava inferior (Moore, 2002). Arteri lobaris
merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis di mana masing-masing
arteri lobaris berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya, arteri ini bercabang
menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks di antara piramis
renalis. Pada perbatasan korteks dan medula renalis, arteri interlobaris bercabang
menjadi arteri arkuata yang kemudian menyusuri lengkungan piramis renalis.
Arteri arkuata mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian menjadi
arteriol aferen (Snell, 2006).
b. Fisiologi Ginjal
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang
masing- masing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk urin.
Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada trauma, penyakit
ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara
bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron biasanya menurun setiap 10 tahun.
Berkurangnya fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa karena adanya proses
adaptif tubuh terhadap penurunan fungsi faal ginjal (Sherwood, 2001).
Setiap nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus.
Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah
sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang telah
difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal. Glomerulus tersusun
dari jaringan kapiler glomerulus bercabang dan beranastomosis yang mempunyai
tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60mmHg), dibandingkan dengan jaringan
kapiler lain.
Ginjal dan nefron (Sumber : Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)
Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus
dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler
glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus
proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian
dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian
yang desenden dan asenden. Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula
densa. Makula densa juga memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi
nefron. Setelah itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus
koligentes modular hingga urin mengalir melalui ujung papilla renalis dan
kemudian bergabung membentuk struktur pelvis renalis (Berawi, 2009).
Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasi
glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat
darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein
menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini dikenal sebagai
filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin.
Setiap hari terbentuk rata- rata 180 liter filtrat glomerulus. Dengan menganggap
bahwa volume plasma rata-rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini
berarti seluruh volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh
ginjal setiap harinya. Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin, volume plasma
total akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak
terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang dapat mereabsorpsi kembali
zat-zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh. Perpindahan zat-zat dari
bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus ini disebut sebagai
reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin,
tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung
untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5
liter diserap kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui pelvis
renalis dan keluar sebagai urin. Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan
tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan
tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi
tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler
peritubulus ke lumen tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat
dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan
filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasma yang mengalir melewati
kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler
peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari plasma
ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar
ginjal tersebut, terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi (Sherwood, 2001).
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan
menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan
menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan
darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah. Ginjal mempunyai
kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi dari elektrolit-
elektrolit seperti sodium dan potassium, dan keseimbangan asam-basa dari tubuh.
Ginjal menyaring produk-produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea dari
metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua produk sisa dalam
darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin (Cr).
Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal memutuskan berapa
banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi apa dari
elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasi dari latihan
olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak mungkin air
dan urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urin
adalah jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin,
suatu hormon yang diproduksi dalam ginjal yang merupakan sebagian daripada
sistem regulasi cairan dan tekanan darah tubuh (Ganong, 2009).
2. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah proses kerusakan ginjal selama rentang
waktu lebih dari tiga bulan. Chronic Kidney Disease (CKD) dapat menimbulkan
simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada di bawah 60 ml/men/1.73 m 2, atau
diatas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan sedimen urine. Selain itu, adanya
batu ginjal juga dapat menjadi indikasi Chronic Kidney Disease pada penderita
kelainan bawaan, seperti hioeroksaluria dan sistinuria (Muhammad, 2012).
Chronic Kidney Disease gejalannya muncul secara bertahap biasanya tidak
menimbulkan gejala awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal tersebut sering
tidak dirasakan, tahu-tahu sudah pada tahapan yang parah yang sulit diobati. Chronic
Kidney Disease sama dengan hipertensi, penyakit ikutan yang berkaitan, termasuk
silent kiler, yaitu penyakit mematikan yang tidak menunjukan gejala peringatan
sebelumnya, sebagaimana umumnya yang terjadi pada penyakit berbahaya lainnya
(Syamsir & Iwan, 2007).
Dua pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Chronic Kidney
Disease adalah suatu penyakit yang terjadi akibat kerusakan kedua ginjal yang
bersifat progresi6f dan irreversible, sebagai penyakit yang timbul secara perlahan dan
sifatnya menahun, dan sebagai kelainan pada urine atau darah atau kelainan
morfologi, yang berlangsung lebih dari 3 bulan atau bila didapatkan Laju Filtrasi
Glomelurus (LGF) <60 ml/menit.
3. Etiologi
Menurut Muhammad (2012) yang menyebabkan Chronic Kidney Disease
(CKD) adalah kehilangan fungsi ginjalnya secara bertahap, kerusakan sudah terjadi
selama lebih dari 3 (tiga) bulan. Selain itu, hasil pemeriksaan juga menunjukan
adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal. Kondisi tersebut disebabkan oleh :
Penyakit glomerular kronis, Infeksi kronis, Kelainan kongenital, Penyakit vaskuler,
Obstruksi saluran kemih, Penyakit kolagen, Obat-obatan nefrotoksis.
Selain hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, masih ada banyak faktor
penyakit gagal ginjal. Beberapa penyebab penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)
adalah : Tekanan darah tinggi (hipertensi), Penyumbatan saluran kemih, Kelainan
ginjal, misalnya penyakit ginjal polikistik, Diabetes Militus (kencing manis), Kelainan
autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik, Penyakit pembuluh darah, Bekuan
darah pada ginjal, Cidera pada jaringan ginjal dan sel-sel.
4. Patofisiologi
Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD) tergantung pada
penyebab yang mendasarinya. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa ( surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
faktor-faktor pertumbuhan (growth factor ). Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa nefron sklerosis yang masih tersisa. Proses ini kemudian diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif.
Adanya peningkatan aktivitasaksis renin-angiotensin-aldosteron internal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas
tersebut. Aktivitas jangka panjang renin- angiotensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh faktor pertumbuhan seperti transforming growth factor β (TGF-β).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Chronic
Kidney Disease (CKD) adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstitial (Kemenkes RI, 2010).
Pada stadium paling dini Chronic Kidney Disease (CKD), terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan ini basal Laju Filtrasi Glomelurus
(LFG) masih normal atau sudah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti,
akan terjadi penurunan fungsi nefronyang progresif ditandai dengan peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada Laju Filtrasi Glomelurus (LFG) sebesar
60%, penderita masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum (normal kadar kreatinin serum 0,5-1,5
mg/dl dan ureum 20-40 mg/dl) (Kemenkes RI, 2010).
Sampai pada Laju Filtrasi Glomelurus (LFG) sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada klien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada Laju Filtrasi Glomelurus (LFG) dibawah 30%,
klien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Klien juga mudah terjadi infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan klien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal (Kemenkes RI, 2010).
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) dikarenakan
gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran
sirkulasi yang banyak sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut adalah
tanda dan gejala yang ditunjukan oleh Chronic Kidney Disease (CKD):
a. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi penurunan
kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat, dampak dari peningkatan
kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami
kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan
asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine output
dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis, effusi
perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema
periordital dan edema perifer.
c. Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis, uremic lung, dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal
karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan juga disertai
parotitis, esofagus, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/usus besar,
colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia,
neusea, dan vomiting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada sclap. Selain itu,
biasanya juga menunjukan adanya purpura, akimoses, petechiae, dan
timbunan urea pada kulit.
f. Neurologis
Biasanya ditunjukan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan
dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya memori
menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang.
Dari hasil EEG menunjukan adanya perubahan metabolik encephalopathy.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penururna libido, amenorea dan gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekriesi sperma, peningkatan sekresi
aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
h. Hematokoitik
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia (dampak
dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius pada sistem
hematologi ditunjukan dengan adanya perubahan (purpura, ekimoses, petechiae).
i. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur patologis, dan
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard) (Eko dan Andi, 2014).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai ginjal dan menilai derajat komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu/obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan
tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya: usia lanjut, DM, dan nefropati asam urat.
d. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parekim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,
parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeiksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
g. Pemeriksaan radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks
jari), klasifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radiologi paru untuk mencari uremik lung, yang terakhir ini dianggap
sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrogrand bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan : hipertrovi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan laboatorium yang umumnya dianggap menunjang kemungkinan
adanya suatu gagal ginjal kronik.
8. Program Therapy
Menurut Kemenkes RI (2017), bila ditemukan tanda dan gejala penyakit ginjal,
maka yang harus dilakukan adalah :6
a. Kontrol gula darah pada penderita diabetes
b. Kontrol tekanan darah pada penderita hipertensi
c. Pengaturan pola makan yang sesuai dengan kondisi ginjal
Penyakit ginjal kronik tidak dapat disembuhkan, tetapi masih dapat dipertahankan
supaya tetap berfungsi seoptimal mungkin dengan cara :
a. Terapi dengan obat-obatan
b. Transplantasi (cangkok) ginjal
c. Dialisis (cuci darah)
d. Modifikasi gaya hidup
9. Penatalaksaan Medis
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai
dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut
Suwitra (2014), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel
berikut :

LFG
Deraj (ml/mnt/1,873 Perencanaan Penatalaksanaan Terapi
at m2)
Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya,
1 >90 kondisi komorbid, evaluasi pemburukan
(progresion) fungsi
ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler.
2 60-89 Menghambat pemburukan (progresion) fungsi
ginjal.
3 30-59 Mengevaluasi dan melakukan terapi pada
komplikasi.
4 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis).
5 <15 Dialysis dan mempersiapkan terapi
penggantian ginjal
(transplantasi ginjal).

Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi
spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal
terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
b. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada
pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang
dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik, bahan radio kontras,
atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit
pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah
terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang
antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan
asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang
harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium
dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.
Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung kalium
(sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt. sedangkan pada
natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah
garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
c. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah
hiperventilasi glomerulus yaitu :
1) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan
diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang
dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35- 0,50 gr diantaranya protein nilai
biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam
pemberian diit. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena
protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat.
Namun saat terjadi malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan sedikit,
selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor,
sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu
pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat
dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi
hiperfosfatemia.
2) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian
obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko
komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat
perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat
hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin
Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi
ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan
anti proteinuri.
d. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting,
karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit
komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan
terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia,
anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini
terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara
keseluruhan.
e. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan
derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi
eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun
dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi
fosfat.
f. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.
Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.

Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2012), serta Carpenito (2012) sebagai berikut :
1) Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
2) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
3) Pengkajian pola fungsional Gordon
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang
sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari
dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat
bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah
dilarang telah dihindari.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
c) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
d) Aktifitas dan latian
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta
pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas
dibantu.
e) Pola istirahat dan tidur
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
f) Pola persepsi dan kognitif
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan
kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi
dengan jelas.
g) Pola hubungan dengan orang lain
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri
sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih
menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
h) Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan
saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
i) Pola persepsi diri
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi
edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik,
perubahan peran, dan percaya diri.
j) Pola mekanisme koping
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
k) Pola kepercayaan
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan
kegiatan agama seperti biasanya.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b) Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c) Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
d) Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir
kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g) Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h) Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i) Ektremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
k) Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD) adalah (NANDA I 2012-2014) :
1) Kelebihan Volume Cairan yang berhubungan dengan gangguan mekanisme
pengaturan, asupan cairan yang berlebih, asupan natrium yang berlebih.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen,
kelemahan umum, immobilitas.
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien, ketidak mampuan
untuk mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan, faktor
psikologis.
c. Perencanaan Keperawatan
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah
keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) (NANDA 1
2012-2014) :
1) Kelebihan Volume Cairan yang berhubungan dengan gangguan mekanisme
pengaturan, asupan cairan yang berlebih, asupan natrium yang berlebih.
Nursing Outcome Classification (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
keluaran urin normal, natrium dalam batas normal.
Kriteria hasil :
 Kelebihan volume cairan dapat dikurangi
 Tidak terjadi oedema
 Keseimbangan cairan tidak akan terganggu

Nursing Interventions Classification (NIC)

Aktivitas keperawatan :

 Tentukan derajat dan lokasi oedema


Rasional : dapat mengetahui seberapa berat oedema
 Kaji ektremitas dan bagian tubuh yang oedema
Rasional : dapat menentukan bagian tubuh yang terdapat oedeme
 Pantau intake dan output cairan
Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
adanya penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis,
sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
 Timbang berat badan secara teratur
Rasional : dapat mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen,
kelemahan umum, immobilitas.
Nursing Outcome Classification (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
mampu melakukan aktivitas sendiri.
Ktiteria Hasil :
 Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan
 Mampu melakukan perawatan diri sendiri
 Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur
Nursing Interventions Calssification (NIC)
Aktivitas keperawatan :
 Periksa tanda-tanda vital setelah beraktivitas
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas, karena
efek obat (vasodilatasi) dan perpindahan cairan (diuretik).
 Catat kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, dispnea,
berkeringat dan pucat
Rasional : atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume darah sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
peningkatan rasa kelelahan dan kelemahan.
 Evaluasi peningkatan aktivitas
Rasional : dapat menunjukan peningkatan dekompensasi jantung dari
pada kelebihan aktivitas.
 Kaji faktor yang menyebabkan keletihan
Rasional : dapat mengetahui penyebab keletihan
 Kaji faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan
Rasioanal : dapat mengetahui faktor apa saja yang dapat
menyebabkan kelebihan cairan dan dapat mengetahui takaran asupan
yang dapat di berikan.
 Anjurkan aktivitas ringan sambil istirahat
Rasional : dapat mengetahui tingkat aktifitas yang dapat dilakukakan
klien.
 Anjurkan kepada keluarga untuk memandikan klien
Rasional : dapat mempertahankan kebersihan pada klien
 Periksa laboratorium darah sesuai indikasi
Rasional : dapat mengetahuin hasil laboratorium sehingga dapat di
berikan tindakan lanjut
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien, ketidak mampuan
untuk mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan, faktor
psikologis.
Nursing Outcome Classification (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Intake makanan per oral (spontan/ naso feeding) adekuat.
 Intake cairan (per oral/ parenteral) adekuat.
 Nutrisi parental adekuat.
 Menyatakan nafsu makan baik.
 Menyiapkan makanan dengan baik.
 Menyantap makanan dengan maksimal dan mengunyahnya dengan
baik.
 Menghabiskan porsi makanan tanpa adanya gangguan.
 Tidak ada gangguan selama proses makan (mual/muntah).
Nursing Interventions Calssification (NIC)
Aktivitas keperawatan :
 Kaji status nutrisi klien dan kemampuan pemenuhan nutrisi klien.
Rasional : memvalidasi dan menepatkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
 Identifikasi klien tentang riwayat alergi makanan dan kaji makanan
kesukaan klien.
Rasional : mengetahui asupan makanan yang dapat menyebabkan
alergi

 Instruksikan kepada klien tentang cara pemenuhan kebutuhan nutrisi


yang optimal (misalnya dengan pelaksanaan diet sesuaianjuran).
Rasioanal : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
 Hitung kebutuhan kalori klien setiap hari dan sediakan aneka ragam
makanan kesukaan klien.
Rasional : untuk menambah selera makan klien.
 Anjurkan klien/keluarga untuk membantu klien melakukan perawatan
rongga mulut (sikat gigi) sebelum makan untuk meningkatkan
kenyamanan.
Rasional : untuk menjaga kebersihan rongga mulut sehingga terjaga
kebersihananya.
 Sajikan makanan dengan menarik dan suhu hangat. Rasional : untuk
meningkatkan selera makan.

d. Discharge Planning
Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang :
a) Obat
Beritahu klien dan kelurga tentang daftar nama obat dosis, waktu pemberian
obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan vitamin tanpa
instruksi dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika merasakan ada efek
samping dari obat segera cek ke rumah sakit. Perhatikan aktivitas ketika
selesai meminum obat yang memiliki efek samping mengantuk.
b) Diet
Pertahankan diet seperti yang dianjurkan dokter seperti mengonsusmsi
makanan tinggi kalori dan rendah protein. Banyak mengonsumsi makanan
rendah natrium dan kalium. Kelurga harus memperhatikan benar-benar pola
makan klien. Batasi masuknya cairan. Jangan membiasakan diri untuk
menahan buang air kecil. Pertahankan berat badan normal. Timbang berat
badan secara teratur. Hindari minuman alkhohol termasuk bir, anggur, wiski
dan minuman keras lainnya.
c) Latihan
Melatih membuat jantung lebih kuat, menurunkan tekanan darah, dan
membantu membuat klien tetap sehat. Cara terbaik untuk mulai berolahraga
perlahan-lahan dan lakukan lebih berat untuk membuat klien lebih kuat.
Lakukan beberapa kegiatan yang sudah dijadwalkan bersama dokter dan
perawat secara rutin.6
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S, Iwan. (2007). Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Andi E. P, Eko P. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan Edisi 1


Buku Ajar, Nuha Medika : Yogyakarta.

Arif, N & Hardi. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi


2015- 2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.

Carpenito, L.J. (2012). Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan

(Edisi 2), Alih Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC.

Dinkes Prov. Jateng (2014). Profil Kesehatan Jawa Tengah 2014. Diakses
pada tanggal 3 Juni 2020, jam 15:00.

Doengoes, M.E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi
3, Jakarta: EGC.

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Rencana Strategis Kementerian


Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.

. 2017. Rencana Strategis Kementerian


Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.

Muhammad, A. (2012). Medical Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta :


DIVA Ekspres.

Nanda. (2012). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.

Buku Kedokteran : EGC.

Nurhayati. (2010). Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: alfabeta.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas% 20 2013.pdf. Diakses pada tanggal 3 Juni 2020, jam
20:00.

Suwitra K. (2014). Penyakit ginjal kronik. In: Setiati S, editor. Ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai