Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat Profesi Ners
Disusun oleh :
Anifa (1419002632)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal merupakan suatu masalah yang sering terjadi diseluruh dunia,
World Health Organization (WHO, 2015) secara global mengatakan lebih dari 500
juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus
menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah dan merupakan penyebab
kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990, meningkat menjadi urutan ke-18 pada
tahun 2010 (Riskesdas, 2013).
Pada tahun 2025 prevalensi gagal ginjal kronik di Asia Tenggara, Mediterania
dan Timur Tengah serta Afrika diperkirakan mencapai lebih dari 380 juta orang, hal
tersebut dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan penduduk, peningkatan proses penuaan,
urbanisasi, obesitas dan gaya hidup tidak sehat (Nurhayati, 2010). Di Indonesia
sendiri pada tahun 2013 sebanyak 499.800 penduduk Indonesia menderita penyakit
gagal ginjal (Rikesdas, 2013).
Indonesia adalah termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang
cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Perneftri),
diperkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal di Indonesia, namun yang terdeteksi
menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah
(hemodialisa) hanya sekitar empat ribu sampai lima ribu saja. Menurut Sri
Soedarsono, ketua Yayasan Pembina Asuhan Bunda (YPAB) Rumah Sakit Khusus
Ginjal (RSKG), “Saat ini, dari jumlah penderita gagal ginjal mencapai 4.500 orang,
banyak penderita yang meninggal dunia akibat tidak mampu berobat dan cuci darah,
yang biayanya sangat mahal” (Syamsir & Iwan, 2007).
Data menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok
umur 25-34 tahun. Pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%),
Masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%). Menurut data Dinas Kesehatan Jawa Tengah bahwa
angka kejadian yang ada di Kota Pekalongan 0,3% (Dinkes Pemprov Jateng, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara benar dan tepat kepada klien
yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD).
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)
b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD)
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD)
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD)
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD)
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan informasi bagi penulis tentang asuhan keperawatan
dengan masalah Chronic Kidney Disease (CKD) serta diharapkan dapat menjadi
salah satu cara penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh didalam
perkuliahan.
2. Bagi Pembaca
Sebagai sarana pengetahuan dan pembelajaran mahasiswa keperawatan dan
masyarakat umum khususnya pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
LFG
Deraj (ml/mnt/1,873 Perencanaan Penatalaksanaan Terapi
at m2)
Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya,
1 >90 kondisi komorbid, evaluasi pemburukan
(progresion) fungsi
ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler.
2 60-89 Menghambat pemburukan (progresion) fungsi
ginjal.
3 30-59 Mengevaluasi dan melakukan terapi pada
komplikasi.
4 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis).
5 <15 Dialysis dan mempersiapkan terapi
penggantian ginjal
(transplantasi ginjal).
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi
spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal
terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
b. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada
pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang
dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik, bahan radio kontras,
atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit
pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah
terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang
antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan
asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang
harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium
dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.
Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung kalium
(sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt. sedangkan pada
natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah
garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
c. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah
hiperventilasi glomerulus yaitu :
1) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan
diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang
dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35- 0,50 gr diantaranya protein nilai
biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam
pemberian diit. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena
protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat.
Namun saat terjadi malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan sedikit,
selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor,
sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu
pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat
dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi
hiperfosfatemia.
2) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian
obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko
komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat
perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat
hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin
Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi
ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan
anti proteinuri.
d. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting,
karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit
komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan
terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia,
anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini
terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara
keseluruhan.
e. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan
derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi
eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun
dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi
fosfat.
f. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.
Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2012), serta Carpenito (2012) sebagai berikut :
1) Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
2) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
3) Pengkajian pola fungsional Gordon
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang
sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari
dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat
bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah
dilarang telah dihindari.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
c) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
d) Aktifitas dan latian
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta
pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas
dibantu.
e) Pola istirahat dan tidur
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
f) Pola persepsi dan kognitif
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan
kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi
dengan jelas.
g) Pola hubungan dengan orang lain
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri
sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih
menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
h) Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan
saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
i) Pola persepsi diri
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi
edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik,
perubahan peran, dan percaya diri.
j) Pola mekanisme koping
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
k) Pola kepercayaan
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan
kegiatan agama seperti biasanya.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b) Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c) Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
d) Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir
kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g) Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h) Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i) Ektremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
k) Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD) adalah (NANDA I 2012-2014) :
1) Kelebihan Volume Cairan yang berhubungan dengan gangguan mekanisme
pengaturan, asupan cairan yang berlebih, asupan natrium yang berlebih.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen,
kelemahan umum, immobilitas.
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien, ketidak mampuan
untuk mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan, faktor
psikologis.
c. Perencanaan Keperawatan
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah
keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) (NANDA 1
2012-2014) :
1) Kelebihan Volume Cairan yang berhubungan dengan gangguan mekanisme
pengaturan, asupan cairan yang berlebih, asupan natrium yang berlebih.
Nursing Outcome Classification (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
keluaran urin normal, natrium dalam batas normal.
Kriteria hasil :
Kelebihan volume cairan dapat dikurangi
Tidak terjadi oedema
Keseimbangan cairan tidak akan terganggu
Aktivitas keperawatan :
d. Discharge Planning
Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang :
a) Obat
Beritahu klien dan kelurga tentang daftar nama obat dosis, waktu pemberian
obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan vitamin tanpa
instruksi dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika merasakan ada efek
samping dari obat segera cek ke rumah sakit. Perhatikan aktivitas ketika
selesai meminum obat yang memiliki efek samping mengantuk.
b) Diet
Pertahankan diet seperti yang dianjurkan dokter seperti mengonsusmsi
makanan tinggi kalori dan rendah protein. Banyak mengonsumsi makanan
rendah natrium dan kalium. Kelurga harus memperhatikan benar-benar pola
makan klien. Batasi masuknya cairan. Jangan membiasakan diri untuk
menahan buang air kecil. Pertahankan berat badan normal. Timbang berat
badan secara teratur. Hindari minuman alkhohol termasuk bir, anggur, wiski
dan minuman keras lainnya.
c) Latihan
Melatih membuat jantung lebih kuat, menurunkan tekanan darah, dan
membantu membuat klien tetap sehat. Cara terbaik untuk mulai berolahraga
perlahan-lahan dan lakukan lebih berat untuk membuat klien lebih kuat.
Lakukan beberapa kegiatan yang sudah dijadwalkan bersama dokter dan
perawat secara rutin.6
DAFTAR PUSTAKA
Dinkes Prov. Jateng (2014). Profil Kesehatan Jawa Tengah 2014. Diakses
pada tanggal 3 Juni 2020, jam 15:00.
Suwitra K. (2014). Penyakit ginjal kronik. In: Setiati S, editor. Ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Interna Publishing.