Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan irreversible karena kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
(Smeltzer dan Bare, 2004). Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang terjadi
pada stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika
dilakukan terapi pengganti (Soeparman, 2003). Gangguan ginjal yang telah berada
pada tahap berat ditunjukkan dengan ketidakmampuan ginjal membuang sisa-sisa
zat metabolism dari dalam tubuh. Ketidakmampuan ginjal menyebabkan tubuh
dipenuhi dengan air dan racun sehingga timbul gejala seperti mual, muntah dan
sesak napas yang memerlukan hemodialisa darah sesegera mungkin (Indonesian
Kidney Care Club/ IKCC, 2008).
Menurut Annual Data Report United States Renal Data System yang dirilis
pada tahun 2000, memperkirakan gagal ginjal kronis mengalami peningkatan
hampir dua kali lipat dalam kurun waktu 1998-2008. Gagal ginjal kronis di
Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 8% tiap tahun. Data yang
diterima dari RSU dr. Soetomo Jakarta pada tahun 2004-2006, diperkirakan tiap
tahun ada 2.000 pasien baru dengan kasus gagal ginjal. Data tersebut didapat
bahwa sekitar 60-70% dari pasien tersebut menjalani terapi dengan kondisi sudah
masuk tahap gagal ginjal kronis sehingga pasien harus bergantung pada
hemodialisa seumur hidup (Winata, 2007 dalam Desita, 2009).
Soeparman (2003) mengatakan, Pusat Data & Informasi Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menunjukkan jumlah penderita gagal
ginjal kronis di Indonesia yang menjalani terapi hemodialisa sekitar lima puluh
orang per satu juta penduduk. Menurut laporan tahunan dari Yayasan Ginjal
Diatrans Indonesia (YGDI) tahun 2006, diperkirakan jumlah penderita gagal
ginjal kronis di Indonesia sebanyak 150 ribu pasien dan jumlah total pasien
tersebut 21% berusia 15-34 tahun, 49% berusia 35-55 tahun, dan 30% berusia 56
tahun.
2

Peran perawat pelaksana dapat memberikan asuhan keperawatan secara


langsung maupun tidak langsung kepada pasien dan keluarga dengan baik,
terampil, aman, cepat, dan tepat untuk meningkatkan status kesehatan . Menurut
Taylor (1990 dalam Kartika, 2010) dukungan yang dimiliki pasien gagal ginjal
kronis yang menjalani terapi hemodialisa dapat mencegah berkembangnya
masalah akibat yang dihadapi.

1.2. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian gagal ginjal kronis.
2. Untuk mengetahui etiologi gagal ginjal kronis.
3. Untuk mengetahui patofiologi gagal ginjal kronis.
4. Untuk mengetahui penatalaksaan gagal ginjal kronis.
5. Untuk mengetahui pengkajian asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronis.
6. Untuk mengetahui diagnosa asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronis.
7. Untuk mengetahui intervensi asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronis.
8. Untuk mengetahui implementasi asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronis.
9. Untuk mengetahui evaluasi asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronis.
3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP MEDIS
2.1. Anatomi Fisiologi Ginjal
Potongan Longitudinal Ginjal
Secara fungsional, membran glomerulus dapat dengan mudah melewatkanzat
bermuatan netral yang berdiameter sampai 4 nanometer dan hampir tidak dapat
melewatkan zat yang berdiameter lebih dari 8 nanometer. Selain besarnya,muatan
molekul juga mempengaruhi kemudahannya untuk masuk ke dalamkapsula browman. Jumlah
luas seluruh endotel kapiler glomerulus tempatdilaluinya filtrasi pada manusia kira-kira 0,8 m
Panjang tubulus kontortus proksimal manusia kira-kira 15mm
dengandiameter 55 mikrometer. Dindingnya terdiri dari selapis sel yang
saling berinterdigitasi dan membentuk tight junction didaerah apikal. Didaerah
basis sel,

antara 2 sel yang bersebelahan terdapat ruang perluasan ekstra sel yang
disebutruang intersel lateral. Tepi sel yang menghadap ke lumen memiliki garis-
garis brush border karena terdapat sangat banyak mikrofili yang berukuran 1 x 0,7
mikrometer. Bagian tubulus proksimal yang bergelung (pars
4

konvoluta)mengalirkan cairan filtrate kedalam bagian yang lurus (pars rekta)


yangmembentuk awal dari ansa henle. Tubulus proksimal berakhir di segmen tipis
parsdesendens ansa henle, yang epitelnya terdiri dari sel-sel tipis dan gepeng.
Nefronyang glomerulusnya berada di korteks bagian luar mempunyai ansa henle
yang pendek (nefron kortikal) sedangkan yang glomerulusnya terletak di
daerah jukstamedularis korteks (nefron jukstamedularis) memiliki ansa henle
yang panjang sampai mencapai piramid medulla. Hanya 15% nefron manusia
yangmemiliki ansa henle yang panjang. Panjang segmen tipis ansa henle berkisar antara 2-14
mm. segmen ini beakhir di segmen tebal pars asendes yang panjangnya kira-kira 12mm. sel tebal
pars asendens ini berbentuk kubus. Sel inimemiliki banyak mitokondria dan bagian basis
membran selnya sangat berlekuk-lekuk (invaginasi).
Segmen tebal pars asendens ansa henle akan mencapai glomerulus
nefrontempat asal tubulus dan berjalan berdekatan dengan arteriol aferen dan
arterioleferennya. Dinding arteriol aferen mengandung sel jukstaglomerulus yang
akanmensekresikan renin. Sel jukstaglomerulus, makula densa dan lasis yang berdekatan akan
membentuk satu kesatuan yang disbut sebagai apparatus jukstaglomerulus.
Panjang tubulus kontortus distal kira-kira 5 mikrometer epitelnya lebih
tipis daripada epitel tubulus proksimal. Epitel ini mengandungsedikit mikrovili
tanpa brush border yang jelas. Beberapa tubulus distal akan bersatu membentuk
duktus koligentes yang panjangnya kira-kira 20mm. duktuskoligentes akan melalui korteks dan
medulla ginjal serta mengalirkan cairanfiltrate kedalam pelvis renalis yang berada ditiap
apeks piramis medulla. Epiteldinding duktus koligentes terdiri dari sel principal
(sel P) dan sel interkalasi (selI). sel P merupakan sel yang terbanyak relative lebih
tinggi dan mengandungsedikit organel. Sel ini berperan dalam reabsorpsi Na+ dan
reabsorpsi air yangdirangsang oleh hormone vaso presin. Sel I yang lebih sedikit
jumlahnya juga terdapat dinding tubulus distal. Sel ini memiliki banyak mikrovili,
vesikelsitoplasma dan mitokondria. Sel I berperan dalam sekresi asam dan
transportHCO3-. Panjang seluruh nefron, termasuk duktus koligentis, berkisar
antara 45-65mm.
5

KORTEKS
Korteks ginjal terdiri atas banyak tubulus kontortus dan badan-badan bulat
yang dikenalsebagai korpus renal atau korpus. Malpighi. Korteks tidak hanya
membentuk bagian luar ginjal, tetapi pada tempat-tempat tertentu menyusup
diantara bagian medula danmembentuk apa yang disebut kolom Bertini atau
kolom Renal.

MEDULA
Massa medula utama terdiri atas 8 sampai 18 piramid medula. Bagian dasarnya
yanglebar berhubungan dengan bagian korteks dan bagian puncak (apeks) yang
membulat danmenonjol ke dalam kaliks minor.

NEFRON
Parenkim ginjal terdiri atas nefron atau tubulus uriniferus yang berhimpit
padat. Nefronmerupakan satuan fungsional ginjal yang bertugas menghasilkan
urine. Diantara tubulusini tedapat pembuluh darah dan sedikit jaringan ikat.
Tubulus ini bermuara ke dalamtubulus penampung (duktus koligens), kemudian
ke tubulus penampung besar (duktus papilaris Bellini), yang mengcurahkan urine
ke dalam pelvis dan ureter melalui kaliksminor dan mayor.
Nefron terdiri atas:
a. Korpus renal yang bertugas menyaring substansi dari plasma, dan
b. Tubulus renal yang bertugas mengadakan resorpsi selektif terhadap
substansi dari filtratglomerulus, sampai mendapatkan komposisi urine.

KORPUS RENAL (KORPUS MALPIGHI)


Korpus renal merupakan badan bulat berdiameter 0,2 mm yang terdapat
pada bagiankorteks dan kolom renal. Terdapat 1 juta atau lebih korpus renal pada
setiap ginjal. 1korpus renal terdiri atas 2 bagian, glomerulus di pusat dan suatu
kapsula glomerulus, yang berupa pelebaran tubulus renal mirip kantung, yang
disebut kapsula Bowman.
a. Glomerulus: Glomerulus terdiri atas gelung-gelung kapiler yang terdapat
diantara arteriolaferen dan arteriol eferen. Daerah tempat arteriol aferen
6

masuk dan arteriol eferenkeluar disebut kutub vaskular. Setelah masuk


dalam glemerulus, arteriol aferenmemecah menjadi 4 atau 5 kapiler yang
relatif besar. Masing- masing kapiler inimenjadi sejumlah kapiler yang
lebih kecil yang membentuk lengkung-lengkung tidak teratur menuju ke
arteriol eferen. Arteriol eferen lebih kecil dari arteriolaferen. Perbedaan
ukuran ini ada kaitan dengan fungsinya . pembuluh eferenmengangkut
lebih sedikit cairan bila dibandingkan dengan pembuluh aferen,karena
cukup banyak cairan tersaring dari darah selama melalui
kapiler glomerulus. Akibat adanya perbedaan ukuran maka tekanan di
dalam aliranglomerulus tetap diperahankan dan hal ini membantu
penyaringan plasma.
b. Kapsula Bowman: Kapsula ini terdapat lapisan dalam atau viseral yang
melapis glomerulus, dansuatu lapisan luar atau parietal. Lapisan viseral
secara langsung membungkusglomerulus, dan terdiri atas selapis sel epitel
gepeng diatas membran basal, yangtelah menyatu dengan membran basal
epitel kapiler glomerulus. Jadi epitelviseral dan endotel kapiler hanya
terpisah oleh suatu membran basal tipis. Membran basal ini tebalnya hanya
0,3m, tediri atas srat-serat halus dan disebutmembran basal glomerulus.
Lapisan parietal kapsula Bowman terdiri atas selapissel epitel
gepeng. Celah diantara lapian viseral dan parietal disebut ruang urine
atau ruang Bowman.Sel-sel gepeng lapisan viseral kapsula Bowman
mempunyai struktur khusus, dan sel itudisebut podosit. Podosit ini gepeng,
merangkul sel endotel kapiler. Juluran-juluran kakiatau pedikelnya
menempel pada membran basal dan berselisih dengan pedikel-
pedikel podosit sebelahnya. Podosit merupakan sel yang sangat aktif yang
tercermin dari banyaknya metokondria, vakuola dan mikrotubul di dalam
sitoplasma. Endotel kapiler yang terdapat disini memiliki tingkap yang
kecil-kecil. Pori-pori ditutup fragma khusus.Pedikel-pedikel podosit yang
berbaris paralel dan berselisip dengan pedikel podosit berdekatan, mirip
susunan kancing-rigi (resleting). Keadaan ini membentuk sawar selektif.
7

2.2. Defenisi Gagal Ginjal Kronik


Secara definisi, gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney
Disease (CKD). Perbedaan kata kronis disini dibanding dengan akut adalah
kronologis waktu dan tingkat fisiologis filtrasi. Berdasarkan Mc Clellan (2006)
dijelaskan bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang
persisten (keberlangsungan 3 bulan) dengan:
1. Kerusakan ginjal
2. Kerusakan Glomerular Filtration Rate (GFR) dengan angka GFR 60
ml/menit/1.73 m2.
Berdasarkan analisa defenisi diatas, jelas bahwa gagal ginjal kronis
merupakan gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga
mengakibatkan gangguan yang persisten dan dampak yang bersifat kontinyu.
Sedangkan National Kidney Foundation (NKF) mendefenisikan dampak dari
kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminaria/ over proteinuria,
abnormalitas sedimentasi, dan abnormalitas gambaran ginjal. Oleh karena itu,
perlu diketahui klasifikasi dari derajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui
tingkat prognosanya.

Stage Deskripsi GFR (ml/menit/1.73 m2)


1 Kidney damage with normal or 90
increase of GFR
2 Kidney damage with mild 60-89
decrease of GFR
3 Moderate decrease of GFR 30-59
4 Severe decrease of GFR 15-29
5 Kidney Failure < 15(or dialysis)

Sumber: Mc Clellan (2006), Clinical Mangement of Chronic Kidney Disease

Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan


penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50
ml/menit. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang, ringan,
8

sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah
stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan
terapi pengganti (Suhardjono, 2003).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & Suddart, 2001).

2.3. Etiologi Gagal Ginjal Kronis


Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab
yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu , ada beberapa
penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis, yaitu ( Robinson, 2013):
1. Penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis)
2. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, tuberkulosis)
3. Kelainan congenital (polikistik ginjal)
4. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis)
5. Obstruksi saluran kemih (nephrolithisis)
6. Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus)
7. Obat- obatan nefrotoksik (aminoglikosida)

2.4. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis

Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis


yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap
akhir (Suhardjono, 2003). Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang
dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) KidneyDisease Outcomes
Quality Initiative (K/DOQI).
Klasifikasi tersebut diantaranya adalah :
a. Tahap pertama (stage 1)
Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan
LFG (>90 mL/min/1.73 m2) atau LFG normal.
9

b. Tahap kedua (stage 2)


Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89
mL/min/1.73 m2.
c. Tahap ketiga (stage 3)
Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59
mL/min/1.73.
d. Tahap keempat (stage 4)
Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73.
e. Tahap kelima (stage 5)
Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73. (Arora, 2009)

2.5. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis


Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan kronis
secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan
vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditujukan oleh gagal ginjal
kronis (Robinson,2013; Judith, 2006) :

1. Ginjal dan gastrointestinal


Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari
peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot
mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling khas adalah terjadinya
penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.

2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic perikarditis,
effuse pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung,
edema periorbital dan edema perifer.
10

3. Respiratory System
Biasanya terjadinya edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak
napas.

4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan
juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesipada usus halus/
usus besar, colitis, dan pancreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti
anoreksia, nausea dan vomiting.

5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain
itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan
timbunan urea pada kulit.

6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan reflex keduten, daya
memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan
kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolic
encephalophaty.

7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan
sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.

8. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah ysng serius pada
11

system hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpure, ekimosis,


dan petechiae).

9. Muskuloskletal
Nyeri pada sendi dan tulang demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard)

2.6. Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara drastic yang berasal
dari nefron. Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal
GFR (Glomerular Filtration Rate). Pada penurunan fungsi rata-rata 50%,
biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri, nokturia, hipertensi
dan sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi kegagalan fungsi ginjal
maka keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. Pada hakikatnya tanda
dan gejala gagal ginjal kronis hamper sama dengan gagal ginjal akut, namun
awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis
membawa dampak yang sistemik terhadap seluruh system tubuh dan sering
mengakibatkan komplikasi (Madara,2008).
12

2.7. Pathway

Glomerulonefritis

Infeksi Kronis

Kelainan kongenital

Penyakit vaskuler GAGAL GINJAL KRONIS

Nephrolithiasis

SLE Gangguan Hipernatremia Produksi urine turun


reabsorbsi
Obat Nefrotoksik
Retensi cairan Gangguan
Hiponatremia
Eliminasi Urine
Volume vaskuler
Volume vaskuler
meningkat
turun

Proses hemodialisa Permeabilitas


Hipotensi
kontinyu kapiler meningkat

Perfusi turun
Tindakan invasive Oedema
berulang
Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Stagnansi
Injury jaringan perifer vena

Inflitrasi
Resiko Cedera
Informasi inadekuat
Oedema pulmonal
Kerusakan
Ansietas
Jaringan
Retensi
Kulit Ekspansi
Stress ulcer CO2
paru turun

HCL meningkat Defisiensi energi sel Asidosis


Dispneu
Respiratorik

Mual muntah Intoleransi


Ketidakefektifan Gangguan
Aktivitas
Pola Nafas pertukaran
Ketidakseimbangan Nutrisi :
gas
Kurang dari kebutuhan tubuh
13

2.8. Pemeriksaan Penunjang


Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis (Baughman, 2000):
1. Biokimia
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin plasma.
Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan
analisa creatinine clearance (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal
(Renal Function Test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk
mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja
ginjal.

2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada/tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.

3. Ultrasonoggrafi
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal
biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain
itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.

2.9. Penatalaksanaan
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan pengembalian,
maka tujuan dari penatalkasanaan klien gagal ginjal kronis adalah untuk
mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan
secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit
yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan
serius, sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup
klien. Oleh karena itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
penatalaksanaan pada klien gagal ginjal kronik (Robinson, 2013; Baughman,
2000):
14

1. Perawatan kulit yang baik


Perhatikan hygiene kulit pasien dengan baik melalui personal hygiene
(mandi/seka) secara rutin. Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion
tanpa alkohol untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/ sabun yang
mengandung gliserin karena akan mengakibatkan kulit tambah kering.

2. Jaga kebersihan oral


Lakukan perawat oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat yang
lembut/spon. Kurangi konsumsi gula (bahan makanan manis) untuk mengurangi
rasa tidak nyaman di mulut.

3. Beri dukungan nutrisi


Kolaborasi dengan nutritionist untuk menyediakan menu makanan favorit sesuai
dengan anjuran diet. Beri dukungan intake tinggi kalori, rendah natrium dan
kalium.

4. Pantau adanya hiperkalemia


Hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang/ kram pada lengan dan
abdomen, diare. Sealain itu pemantauan hiperkalemia dengan hasil ECG.
Hiperkalemia bisa diatasi dengan dialysis.

5. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia


Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diatasi dengan pemberian antasida
(kandungan aluminium/ kalsium karbonat).

6. Kaji status hidrasi dengan hati- hati


Dilakukan dengan memeriksa ada/ tidaknya distensi vena jugularis, ada/ tidaknya
crackles pada auskultasi paru. Selain itu, status hidrasi bisa dilihat dari keringat
berlebih pada aksila, lidah yang kering, hipertensi, dan edema perifer. Cairan
hidrasi yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24
jam.
15

7. Kontrol tekanan darah


Tekanan diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah dengan
mengontrol volume intravaskuler dan obat- obatan anrihipertensi.

8. Pantau ada/ tidaknya komplikasi pada tulang dan sendi.

9. Latih klien napas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan napas akibat obstruktif.

10. Jaga kondisi septic dan aseptic setiap prosedur perawatan (pada perawatan
luka operasi)

11. Observasi adanya tanda- tanda perdarahan


Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit klien. Pemberian heparin selama klien
menjalani dialysis harus disesuaikan dengan kebutuhan.

12. Observasi adanya gejala neurologis


Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran delirium, dan
kejang otot. Berikan diazepam/ fenitoin jika dijumpai kejang.

13. Atasi komplikasi dari penyakit


Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi, maka harus
dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal dapat diatasi
dengan membatasi cairan, diet rendah natrium, diuretic, preparat inotropik
(digitalis/dobutamin) dan lakukan dialysis jika perlu. Kondisi asidosis metabolik
bisa diatasi dengan pemberian natrium bikarbonat atau dialysis.

14. Laporkan segera jika ditemui tanda-tanda perikarditis (friction rub dan nyeri
dada)
16

15. Tata laksana dialysis/ transplantasi ginjal


Untuk membantu mengoptimalkan fungsi ginjal maka dilakukan dialysis. Jika
memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan transplantasi ginjal.

2.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah
(Baughman, 2000) :
1. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporis) dan
jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur pathologis.

2. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa dan kelainan hemodinamik (sering
terjadi hipertrofi ventrikel kiri)

3. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal
(endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.

4. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan
dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.
17

B. KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan CKD perlu
dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspek
yang ada sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien dengan
CKD. Pengkajian pada klien CKD menurut Suzanne C. Smeltzer, Doenges (1999)
dan Susan Martin Tucker (1998):
1. Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum). Edema
periorbital, fiction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal
jantung, perikardtis takikardia dan disritmia.
2. Sistem Integument
Tanda dan gejala : Warna kulit abu abu mengkilat, kulit kering bersisik,
pruritus, echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit
buruk, dan gatal gatal pada kulit.
3. Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental , nafas dangkal, pernafasan kusmaul, udem
paru, gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia, nafas berbau
amoniak, sesak nafas.
4. Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Nafas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
gastrointestinal, sto,atitis dan pankreatitis.
5. Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
penurunan konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
dan perubahan perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.
6. Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop,
osteosklerosis, dan osteomalasia.
18

7. Sistem Urinaria
Tanda dan gejala : Oliguria, hiperkalemia, distropi renl, hematuria,
proteinuria, anuria, abdomen kembung, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan
asidosis metabolik.
8. Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido, infertilitas.
9. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan
pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik
saat ini/berulang.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien CKD untuk
mengetahui penyebab dan daerah yang terkena menurut Doenges (1999), Suzanne
C. Smeltzer (2001) adalah sebagai berikut :
1. Urine : Volume kurang dari 40 ml / 24 jam ( oliguria ), warna keruh, berat jenis
kurang dari 1.015, osmolalitas kurang dari 350 m.osn/kg, klirens kreatinin agak
menurun kurang 10 ml / menit, natrium lebih dari 40 mEq/L, proteinuria.
2. Darah : BUN/kreatinin meningkat lebih dari 10 mg/dl, Ht menurun, Hb kurang
dari 7 8 gr/dl, SDM waktu hidup menurun, AGD (pH menurun dan terjadi
asidosis metabolic (kurang dari 7.2), natrium serum rendah, kalium meningkat
6,5 mEq atau lebih besar, magnesium/fosfat meningkat, kalsium menurun,
protein khususnya albumin menurun.
3. Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 nOsm/kg, sering sama dengan urine.
4. KUB Foto : Menunjukkan ukuran finjal/ureter/kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu).
5. Elektrokardiografi (ECG) : Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel
kiri, tanda tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia
dan hipokalsemia).
6. Ultrasonografi (USG) : Menilai bentuk dan besar ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan paremkim ginjal, ureter proximal, kandung kemih serta prostat.
19

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel, juga
menilai apakah proses sudah lanjut.
7. Foto polos abdomen : Sebaiknya tampa puasa, karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu atau obstruksi lain.
8. Pielografi Intravena (PIV) : Pada PIV, untuk CKD tak bermanfaat lagi olah
karena ginjal tidak dapat mengeluarkan kontras, saat ini sudah jarang
dilakukan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd : Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang
reversibel.
10. Pemeriksaan Foto Dada : Dapat terlihat tanda tanda bendungan paru
akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi
perikardial.
11. Pemerikasaan Kardiologi tulang : Mencari osteoditrofi (terutama tulang
atau jari) dan klasifikasi metastatik.

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian
data dikumpulkan maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan
diagnosa keperawatan yang ada pada klien dengan CKD. Menurut Doenges
(1999), Lynda Juall (1999), dan Suzanne C. Smeltzer (2001) diagnosa
keperawatan pada klien CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
kurang atau pembatasan nutrisi.
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan volume cairan.
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolisme.
6. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penekanan
produksi/sekresi eritropoetin.
20

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, penurunan fungsi


ginjal.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan tidak mengenal sumber informasi.

Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan CKD ditemukan, maka
dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang
meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi
sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tampa kelebihan cairan.
Kriteria Evaluasi :
a. Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
b. BB stabil.
c. TTV dalam batas normal.
d. Tidak ada edema.
Intervensi :
a. Awasi denyut jantung TD dan CVP.
b. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
c. Awasi berat jenis urine.
d. Timbang BB tiap hari dengan alat ukur dan pakaian yang sama.
e. Batasi pemasukan cairan.
f. Kaji kulit, area tergantung edema, evaluasi derajat edema.
g. Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
h. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : Kreatinin, ureum HB/Ht, kalium
dan natrium serum.
i. Kolaborasi foto dada, berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
j. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik, anti hipertensif.
k. Kolaborasi untuk dialisis sesuai indikasi.
21

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


pembatasan nutrisi.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Evaluasi :
a. Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan
oleh situasi individu.
b. Bebas edema.
Intervensi :
a. Kaji/catat pemasukan diet.
b. Beri makan sedikit tapi sering.
c. Berikan pasien daftar makanan tatau cairan yang diizinkan dan dorong
terlibat pada pemilihan menu.
d. Timbang BB tiap hari.
e. Kolaborasi pemeriksaan lab BUN, albumin serum, transferin, natrium,
kalium.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi, berikan kalori tinggi rendah protein.
g. Batasi kalsium, natrium dan pemasukan fosfat sesuai indikasi.
h. Berikan obat sesuai indikasi, seperti zat besi, kalsium, Vit D, Vit B
Komplek, anti emetik.

3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan


ketidakseimbangan volume cairan.
Tujuan : Curah jantung adekuat.
Kriteria evaluasi :
a. TD dan frekuensi dalam batas normal.
b. Nadi perifer kuat dan waktu pengisian kapiler vaskuler.
c. Dispneu tidak ada.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti
vaskuler dan keluhan dyspneu.
b. Kaji adanya/derajat hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan posturat.
22

c. Selidiki keluhan nyeri dada, beratnya (skala 1- 10) dan apakah tidak
mantap dengan inspirasi dalam posisi terlentang.
d. Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti
kapiler, suhu dan sensori atau mental.
e. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
f. Kolaborasi pemeriksaan lab : Elektrolit, BUN, Foto dada.
g. Berikan obat antihipertensif, contoh : Prozin (minipres), captopirl
(capoten), klonodin (catapres), hidralazin (apresolinie).

4. Perubahan proses fikir berhubungan dengan akumulasi toksin.


Tujuan : Tingkat mental meningkat
Kriteria evaluasi : Dapat mengeidentifikasi cara untuk mengkompensasi
gangguan kognitif/deficit memori.
Intervensi:
a. Kaji luarnya gangguan kemampuan berfikir, memori, dan orientasi.
b. Pastikan dari orang terdekat tingkat mental pasien biasanya.
c. Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.
d. Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televise, radio, dan
kunjungan.
e. Orientasikan kembali terhadap lingkungan, orang dan sebagainya.
f. Hadirkan kenyataan secara singkat, ringkas, dan jarang menantang dan
pemikiran tidak logis.
g. Komunikasikan informasi/instruksi dalam kalimat pendek dan sederhana.
Tanyakan pertanyaan ya/tidak, ulangi penjelasan sesuai kebutuhan.
h. Buat jadwal teratur untuk aktivitas yang diharapkan.
i. Kolaborasi : awasi pemeriksaan lab BUN/kreatinin, elektrolit serum, kadar
glukosa, AGD.
j. Hindari penggunaan barbiturate dan opiad.
23

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik.


Tujuan : Mempertahankan kulit utuh.
Kriteria Evaluasi : Menunjukkan prilaku/teknik untuk mencegah erusakan
atau cedera kulit.
Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler.
b. Pertahankan kemerahan, eskoriasi, observasi terhadap ekimosis, purpura.
c. Pantau masukan cairan dan hidrasi kuli dan membran mukosa.
d. Inspeksi area tergantung terhadap edema.
e. Ubah posisi sering, gerakan pasiaen dengan berlahan, beri bantalan pada
tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku tumit.
f. Berikan perawatan kulit.
g. Berikan salap atau krim(analin, aquaphor).
h. Pertahanan linen kering dan bebas keriput.
i. Selidiki keluhan gatal.
j. Anjurkan pasienm menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritus, pertahankan kuku pendek.
k. Anjurkan menggunakan pakaian katun dan longgar

6. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penekanan produksi atau


sekresi eritropoetin.
Tujuan : Cedera tidak terjadi.
Kriteria Evaluasi :
a. Tidak mengalami tanda atau gejala perdarahan.
b. Mempertahankan atau menunjukkan perbaikan nilai laboratorium.
Intervensi :
a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan.
b. Observasi takikardia, kulit atau membrane mukosa pucat, dispneu dan
nyeri dada.
c. Awasi tingkat kesadaran klien.
d. Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk melakukan tugas.
e. Batasi contoh vaskuler, kombinasikan tes laboratorium bila mungkin.
24

f. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, perdarahan


area ekimosis karena trauma kecil, ptechie, pembengkakan sendi atau
membran mukosa.
g. Hematemesis sekresi Gastrointestinal atau darah feses.
h. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil bila
mungkin dan lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan atau
penusukan vaskuler.
i. Kolaborasi: awasi pemeriksaan laboratorium : jumlah trombosit, faktor
pembekuan darah.
j. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi contoh sediaan besi, asam fosfat
(folvite), sianokobalamin (betaun), simetidin (tegamert), ranitidine
(zartoc), anatasiad, pelunak feses, laxative bulk (metamucit).
25

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
Tanggal Pengkajian: 21 Januari 2017
1. Biodata
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 55 Tahun
Alamat : Jln. Danau Singkarak, Medan
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku Bangsa : Batak
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Tanggal Masuk RS : 20 Januari 2017
No. RM : 04.07.19
Ruangan : Lantai 15/ RS Royal Prima, Medan
Diagnosa Medis : Gagal Ginjal Kronis/GGK

b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Umur : 50 Tahun
Alamat : Jln. Danau Singkarak, Medan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan pasien : Istri
26

2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh susah buang air kecil

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


1. Provocative/ Paliative:
a. Apa penyebabnya: gangguan proses filtrasi, sekresi dan reabsorpsi urine
akibat kerusakan kronis pada ginjal.
b. Hal yang memperbaiki keadaan: pemasangan kateter dan istrahat/bedrest.
2. Quality:
a. Bagaimana dirasakan: nyeri saat berkemih.
b. Bagaimana terlihat: klien terlihat merintih kesakitan saat berkemih.
3. Region:
a. Dimana lokasinya: daerah abdomen bagian bawah.
b. Apakah menyebar: tidak menyebar.
4. Severity (mengganggu aktivitas):
a. Apakah mengganggu aktivitas: ya, mengganggu aktivitas terutama bila
banyak bergerak.
5. Time:
a. Kapan mulai timbul: kira-kira 5 bulan yang lalu.
b. Bagaimana terjadinya: bertahap.

4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


a. Penyakit yang pernah dialami: sakit maag dan sakit kepala.
b. Pengobatan/tindakan yang dilakukan: berobat ke praktek dokter.
c. Pernah dirawat/dioperasi: tidak pernah dirawat/dioperasi
d. Riwayat alergi: tidak alergi terhadap makanan/minuman atau suasana tertentu.
e. Riwayat imunisasi: tidak dapat dijelaskan klien.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Orangtua: tidak ada yang menderita penyakit kronis seperti klien.
b. Saudara kandung: tidak ada yang menderita penyakit kronis seperti klien.
c. Penyakit keturunan yang ada: tidak ditemukan.
27

d. Keluarga yang meninggal: orangtua klien.


e. Penyebab meninggal: faktor ketuaan/degeneratif.
f. Genogram:

KETERANGAN :

: Laki laki

: Perempuan

: Laki laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Pasien

: Yang Tinggal Serumah


28

6. Pengkajian Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (11 Pola Gordon)


1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Kebersihan Diri/Personal Higiene:
1. Pemeliharaan badan: pasien di bantu perawat dalam membersihkan badan
dengan mengelap badan pasien 2 kali sehari.
2. Pemeliharaan gigi dan mulut: pasien menggosok gigi 2 kali sehari dibantu
perawat.
3. Pemeliharaan kuku: selama masuk di RS pasien tidak pernah memotong
kukunya.

2. Pola Nutrisi
1. Tanda Subjektif
a. Type diit: Diet rendah garam. Jumlah makan perhari 3 kali sehari.
b. Kehilangan selera makan: Ya, karena klien mengeluh mual.
c. Nyeri ulu hati: Ya
Yang berhubungan dengan stress ulcer, sehingga HCL meningkat.
Disembuhkan dengan makan sering tetapi porsi sedikit-sedikit.
d. Alergi terhadap makanan: tidak ada
e. Berat badan biasa: 58 kg.
2. Tanda Objektif
a. BB sekarang: 55 Kg, TB: 168 cm, bentuk tubuh: kurus.
b. Waktu pemberian makan: makan pagi (06.30 wib), makan siang
(11.30 wib) dan makan malam (18.00 wib).
c. Jumlah dan jenis makanan: frekuensi makan 3 x sehari, jenis diet
rendah garam.
d. Waktu pemberian cairan: setiap selesai makan, dan dalam pemberian
terapi.
3. Masalah makan dan minum
a. Kesulitan mengunyah: tidak ada.
b. Kesulitan menelan: ya, karna klien merasa mual.
c. Tidak dapat makan sendiri: terkadang pasien tidak mampu makan
sendiri.
29

d. Upaya mengatasi masalah: keluarga kadang membantu menyuapi


klien.

3. Pola Eliminasi
1. BAB
a. Pola BAB: Selama masuk RS, klien belum BAB, penggunaan laksantif:
tidak
b. Kararteristik feses: konsistensi lembek/kadang encer.
c. Riwayat perdarahan: tidak ada, Diare: Tidak
2. BAK
a. Pola BAK: klien memakai kateter. Inkontinensia: tidak.
b. Karakteristik urin: urin berwarna keruh, dan berbau amoniak.
c. Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK: ya
d. Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih: Tidak
e. Penggunaan diuretika: Tidak

4. Pola Aktivitas dan Latihan


Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Kemampuan melakukan ROM
Kemampuan mobilitas ditempat tidur
Kemampuan toileting
Kemampuan mandi
Kemampuan berpindah
Kemampuan berpakaian
Kemampuan makan/minum
Total skore: 21
Keterangan: 0= Mandiri
1= Dengan alat bantu
2= Dibantu orang lain
3= Dengan bantuan alat dan orang lain
4= Ketergantungan total
30

5. Tidur dan Istirahat


Pola tidur dan kebiasaan
a. Waktu tidur: kebiasaan tidur siang paling lama 1 jam dan tidur malam 5
jam
b. Waktu bangun: kadang tengah malam klien terbangun.
c. Masalah tidur: klien mengalami kesukaran tidur karena suasana rumah
sakit yang asing bagi klien.
d. Hal-hal yang mempermudah tidur: menonton televise
e. Hal-hal yang mempermudah bangun: suara-suara di sekitar RS.

6. Pola Perseptual
Sebelum dan selama sakit daya ingat bagus, tetapi ada keluhan nyeri maupun
yang berkenaan dengan kemampuan sensasi. Keluhan nyeri terutama ketika BAK.

7. Konsep Diri
Pasien merasa gelisah dan cemas, keluarga berusaha memberi dorongan kepada
pasien, supaya pasien cepat sembuh dan segera pulang ke rumah.

8. Seksual dan Reproduksi


Pasien mempunyai dua orang anak, dan gangguan seksual tidak ada.

9. Pola Peran Hubungan


Sebelum dan selama sakit hubungan dengan orang lain baik, orang terdekat istri
dan anak.

10. Manjemen Koping Stres


Bila ada masalah pasien biasanya cenderung diam, tapi terkadang juga cerita
dengan istri dan temannya. Dalam menghadapi penyakitnya pasien selalu optimis
dan percaya diri.
31

11. Sistem Nilai dan Keyakinan


Pasien beragama islam, ibadah sholat 5 waktu tidak tentu, jika sholat berdoa untuk
kesembuhan penyakitnya.

7. Pengkajian Fisik
a. Tingkat Kesadaran: CM (Compos mentis)
b. Tanda-tanda vital:
- Suhu tubuh: 370 C
- TD: 140/90 mmHg
- TB: 168 cm
- Nadi: 80x/i
- RR: 27x/i
- BB: 55 kg
c. Pemeriksaan kepala
1. Kepala
- Bentuk: oval
- Kulit kepala: bersih
2. Rambut
- Penyebaran dan keadaan rambut: menyebar menyeluruh dan tidak
mudah rontok.
- Bau: tidak berbau
- Warna: Hitam bercampur uban putih
3. Wajah
- Warna kulit: sawo matang
- Struktur wajah: simetris
d. Mata
1. Kelengkapan dan kesimetrisan: mata klien lengkap dan simetris
2. Sklera: tidak ikterus
3. Pupil: isokhor kiri dan kanan, refleks pupil terhadap cahaya (+)
4. Visus: klien dapat membaca dalam jarak 25-30 cm tanpa menggunakan
kacamata.
5. Konjungtiva: ditemukan tanda-tanda anemis seperti pucat atau
32

peradangan.
e. Hidung
1. Polip: tidak ada kelainan
2. Perdarahan: tidak ditemukan perdarahan
3. Peradangan: tidak ditemukan peradangan
4. Fungsi penciuman: baik, dapat membedakan aroma, seperti aroma
minyak kayu putih dengan jeruk.
f. Telinga
1. Bentuk telinga: simetris
2. Serumen: ada sedikit dan tidak menganggu pendengaran
3. Tanda peradangan: tidak ditemukan
4. Alat bantu: tidak memakai alat bantu dengar
5. Fungsi pendengaran: baik, masih dapat mendengar suara gesekan
rambutnya sendiri.
g. Mulut dan Faring
1. Keadaan bibir: pucat
2. Rongga mulut: bersih
3. Bau: Agak bau
4. Perdarahan: tidak ditemukan peradangan
5. Gigi: tidak lengkap
6. Lidah: Kurang bersih
7. Tonsil: tidak membesardan tidak meradang.
8. Fungsi pengecapan: baik, klien dapat membedakan rasa manis, pahit,
asam dan asin.
h. Leher
1. Kelenjar tiroid: tidak ditemukan pembesaran
2. Tekanan Vena Jugularis: tidak ada ditemukan peningkatan tekanan
vena jugularis.
3. Denyut nadi karotis: teraba.
33

i. Pemeriksaan Paru-paru (Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)


I : Statis, dinamis simetris kanan dan kiri, sela iga tidak melebar
P : Stem fremitus kanan normal, stem fremitus kiri normal
P : Redup
A: Vesikuler (+) normal pada seluruh lapangan paru, ronkhi basah halus
(+) di kedua basal paru, wheezing (-). RR= 27x/i
j. Pemeriksaan Jantung (Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba IC VI linea mid clavicula
P : Redup
A: Terdengar BJ 1 dan BJ 2 tidak terdapat bunyi tambahan. HR = 80
x/menit, murmur (-), gallop (-)
k. Abdomen (Inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi)
I: Cembung, asites
A: Bising usus 8 kali per menit, tidak terdengar bruit maupun friction rub.
P: Pekak
P: Hepar teraba, lien tidak teraba serta diperleh distensi abdomen.
l. Sistem Perkemihan
Pengkajian input dan output selama 24 jam dilakukan pada 21 Januari
2017 didapat input berasal dari makan 250 cc, minum 600 cc, infuse 1000
cc, sehingga didapat hasil input 1850 cc. Output berasal dari buang air
besar (klien tidak BAB), buang air kecil 500 cc, Insensible Water Los
(IWL) 720 cc, dan didapat hasil output 995 cc, maka didapat perhitungan
balance cairan +855 cc.
m. Ektremitas, Kulit, dan Persyarafan
1. Ektremitas atas: sebelah kiri kekuatan ott penuh, sebelah kanan
kekuatan otot penuh, terpasang infuse D5% 16 tetes per menit,
integritas kulit kurang baik, capillary refill lebih dari 3 detik.
2. Ektremitas bawah: sebelah kiri kekuatan otot penuh, sebelah kanan
kekuatan otot penuh, kedua ektremitas bawah terdapat oedema, pitting
oedema derajat 2, integritas kulit kurang baik, capillary refill lebih dari
34

3 detik. Kulit tidak kemerahan, integritas kulit kurang baik, gatal-gatal


dan mengkilat atau kulit kering.
n. Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
o. Reproduksi
Terpasang kateter tanggal 20-1-2017, tidak ada infeksi pada area
pemasangan kateter.

8. Hasil Penunjang Diagnostik


Diagnosa Medis: Gagal Ginjal Kronis
a. Pemeriksaan Laboratorium

Nilai
Jenis Pemeriksaan Tgl Satuan Nilai Normal Kesimpulan
Hasil

1. Hematologi 21/01/
Hemoglobin 2017 8,4 gr/% 12 15 L
Hematokrit 26,4 % 35 47 L
Eritrosit 3,5 Juta/mmk 3,9 5,6 L
MCH 24 Pg 27 32 L
MCV 75,3 Fl 76 96 L
MCHC 31,9 g/dl 29 36 N
Leukosit 6,30 ribu/mmk 4 11 N
Trombosit 241,0 ribu/mmk 150 400 N
RDW 21,9 % 11,6 14,8 H
MPV 9,3 Fl 4 11 N

2. Kimia Klinik
Ureum 153 Mg/dl 15 39 H
Kreatinin 9,8 Mg/dl 0,6 1,3 H
Protein total 6,0 g/dl 6,2 8 L
Globulin 2,95 g/dl 2,3 3,5 N
35

Albumin 3,05 g/dl 3,8 5,4 L


Calcium 8,1 g/dl 8,6 10,3 L

3. Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 136 145 N
Kalium 3,7 mmol/L 3,5 5,1 N
Clorida 106 mmol/L 98 107 N

4. Analisa Gas Darah


O
Temperatur 37,6 C
FiO2 28 %
PH (corrected) 7.400 7,350 7,450 N
PCO2 (corrected) 30,0 mmHg 35 45 L
PO2 (corrected) 80 mmHg 83 108 L
HCO3 18,4 mmol/l 18 23 N
TCO2 19,30
Base Excess -4,4 mmol/l -2 3 L
BE Effective -5,20
SBC 21,5
O2 saturasi 99 % 95 - 98
A.A. DO2 14 Mmol/L
RI 0,10

b. Pemeriksaan Radiologi
Hasil Rontgen Thorax
COR:
CTR tidak dapat dinilai
Apeks jantung bergeser ke laterokaudal
Pulmo:
Tampak bercak keturunan pada kedua pulmo
Diafragma kanan setinggi kosta IX posterior
36

Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip


Adanya cairan di rongga alveolus
Kesan:
Suspek kardiomegali (CV). Adanya cairan dalam pulmo.
c. Pemeriksaan USG
Ginjal Kanan
Bentuk dan ukuran normal, batas kortiko meduler tampak tidak jelas, ekogenitas
parenkim hiperechoic, tak tampak batu pielokdiks tak melebar, tak tampak
penipisan korteks.
Ginjal Kiri
Bentuk dan ukuran normal, batas kortiko meduler tampak tidak jelas, ekogenitas
parenkim hiperechoic, tak tampak batu, pielokaliks tak melebar, tak tampak
penipisan korteks.
Vesika Urinaria
Dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak tampak massa.
Kesan: Gambaran proses kronis kedua ginjal

9. Penatalaksanaan Terapi
1. Non Farmakologis
- Istirahat, posisi setengah duduk
- O2 2-3 liter/menit
- Diet rendah garam
2. Farmakologis
- Injeksi ceftriaxone 2 gr tiap 24 jam
- Injeksi furosemid 80 mg/6 jam
- Infus D5% 16 tetes per menit
- Obat oral: klonidin 2x0,1 mg, asam folat 3x1 tablet, Vitamin B
complex 3x1 tablet.
37

3.2. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS: Konsumsi minuman Kelebihan
- Pasien mengatakan susah beralkohol tinggi, volume cairan.
BAK, warnanya keruh. jarang minum air
Tangan dan kakinya putih
membengkak.
DO:
- Edema pada tangan dan Nefropati toksik
kaki.
- Turgor kulit tidak elastis.
- CRT pada ekstremitas atas Kerusakan fungsi
dan bawah lebih dari 3 ginjal
detik.
- BB: 55 Kerusakan
- Balance cairan (+) glomerulus
- Ureum: 153 mg/dl
- Creatinin: 9,8 mg/dl
- Natrium: 140 mmol/l Filtrasi glomerulus
- Kalium: 3,7 mmol/l menurun
- Clorida: 106 mmol/l
- Diet rendah garam
GFR menurun

Retensi cairan

Edema

Kelebihan Volume
Cairan
38

2 DS: Konsumsi minuman Gangguan


- Pasien mengatakan mual beralkohol tinggi, nutrisi kurang
dan tidak nafsu makan. jarang minum air dari kebutuhan
DO: putih
- Pasien makan porsi sedikit,
tidak habis 1 porsi, habis
hanya dari porsi yang Nefropati toksik
disediakan.
- Protein total: 6.0 mg/dl
- Globulin: 2,95 mg/dl Kerusakan fungsi
- Albumin: 3.0 mg/dl ginjal
- BB: 55 Kg sebelumnya 58
kg BUN dan creatinin
- TB: 168 cm meningkat

Produksi sampah
dialiran darah

Masuk dalam
saluran
gastrointestinal

Nausea dan vomitus

Gangguan Nutrisi
Kurang Dari
Kebutuhan
39

3. DS: Konsumsi minuman Gangguan pola


- Pasien mengatakan sesak beralkohol tinggi, napas
napas jarang minum air
DO: putih
- TD: 140/90 mmHg
- N: 80 kali/menit
- RR: 27 kali/menit Nefropati toksik
- T: 37 0C
- Bibir pucat
- Hasil pemeriksaan fisik Kerusakan
paru: glomerulus
I: Simetris statis dinamis
Pa: Taktil fremitus teraba Filtrasi glomerulus
kanan kiri lemah menurun
Pe: Redup
Au: SD vesicular
Ronkhi basah GFR menurun
- Hasil rontgen pulmo:
Adanya cairan di rongga
alveolus Retensi cairan

Edema

Cairan masuk ke
paru

Edema paru
40

Difusi O2 & CO2 ,


paru terganggu

Hiperventilasi

Gangguan pola
napas

4 DS: Konsumsi minuman Intoleransi


- Pasien mengatakan tidak beralkohol tinggi, aktivitas
mampu melakukan aktivitas jarang minum air
sehari-hari sendiri. putih
DO:
- Pasien dibantu perawat atau
keluarga dalam aktivitas Nefropati toksik
sehari-hari seperti mandi,
makan, mengganti pakaian
dll. Kerusakan fungsi
ginjal

Gangguan
reabsorpsi

Perfusi turun

Defisiensi energi sel


41

Intoleransi
Aktivitas

5. DS: Konsumsi minuman Kerusakan


- Pasien mengatakan terasa beralkohol tinggi, Jaringan Kulit
gatal-gatal pada kulit jarang minum air
DO: putih
- Kulit gatal-gatal
- Integritas kulit kurang baik
- Capillary refill lebih dari 3 Nefropati toksik
detik.
- Kulit mengkilat/kering.
Kerusakan
glomerulus

Filtrasi glomerulus
menurun

GFR menurun

Retensi cairan

Edema

Stagnansi vena

Infiltasi
42

Kerusakan
Jaringan Kulit

3.3. Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan b/d input cairan lebih besar daripada output d/d
terdapat edema pada tangan dan kaki pasien, turgor kulit tidak elastik dll.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat d/d
porsi makan pasien tidak habis.
3. Gangguan pola napas tidak efektif b/d edema paru d/d pasien mengatakan sesak
napas.
4. Intoleransi aktivitas b/d defisiensi energi sel d/d pasien dibantu perawat atau
keluarga dalam aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan, mengganti pakaian dll.
5. Kerusakan jaringan kulit b/d stagnansi vena dan infiltrasi d/d kulit gatal-gatal,
integritas kulit kurang baik, capillary refill lebih dari 3 detik, dan kulit kering.

3.4. Intervensi Keperawatan


TUJUAN DAN
N DIAGNOSA
KRITERIA INTERVENSI RASIONALISASI
O KEPERAWATAN
HASIL
1 Kelebihan volume NOC: NIC
cairan b/d input - Keseimbangan a. Pertahankan a. Mengetahui status
cairan lebih besar cairan catatan intake cairan,meliputi
daripada output d/d - Volume cairan dan output input dan output.
terdapat edema pada dalam keadaan yang akurat.
tangan dan kaki seimbang. b. Pasang urine b. Untuk memantau
pasien, turgor kulit Setelah kateter jika volume sirkulasi
tidak elastik dll. dilakukan diperlukan. melalui haluaran
tindakan urin.
keperawatan c. Monitor hasil c. Mengetahui status
selama 3x24 jam lab yang cairan,meliputi
kelebihan sesuai dengan input dan output
43

volume cairan retensi cairan


dapat teratasi (BUN,
dengan kriteria: Osmolitas
tidak ada edema, urin)
keseimbangan d. Kaji status d. Pembatasan cairan
antara input dan cairan dengan akan menentukan
output cairan. menimbang BB ideal, haluaran
BB/hari, urin, dan respon
keseimbangan terhadap terapi.
masukan dan
haluaran,
turgor kulit ,
tanda-tanda
vital.
e. Berikan e. Untuk
diuretic sesuai memobilisasi
indikasi cairan udema.
f. Monitor tanda f. Untuk mengetahui
dan gejala adanya kelebihan
odema. volume cairan.

2 Gangguan nutrisi NOC: NIC


kurang dari - Status nutrisi a. Kaji adanya a. Untuk
kebutuhan tubuh b/d yang adekuat alergi menghindari rasa
intake tidak adekuat - Berat badan makanan mual dan muntah
d/d porsi makan yang dan rasa tidak
pasien tidak habis. terkontrol. enak.
Setelah b. Kolaborasi b. Untuk
dilakukan dengan ahli mengidentifikasi
tindakan gizi untuk kekurangan nutrisi.
keperawatan menentukan
selama 3x24 jam jumlah kalori
44

Gangguan nutrisi dan nutrisi


kurang dari yang
kebutuhan tubuh dibutuhkan
dapat teratasi pasien.
dengan criteria: c. Yakinkan diet c. untuk mencegah
- Menunjukkan yang dimakan konstipasi
protein mengandung
albumin tinggi serat.
stabil. d. Perhatikan d. Menurunkan
adanya mual pemasukan dan
dan muntah. memerlukan
intervensi.
e. Berikan e. Porsi lebih kecil
makanan dapat
sedikit tapi meningkatkan
sering. masukan makanan.
f. Berikan diit f. Meningkatkan
protein protein albumin.
g. Berikan g. Menurunkan
perawatan ketidaknyamanan
mulut dengan dan mempengaruhi
sering. masukan makanan.

3 Gangguan pola NOC: NIC


napas tidak efektif Pola napas a. Auskultasi a. Menyatakan
b/d edema paru d/d kembali bunyi napas, adanya
pasien mengatakan normal/stabil. catat adanya pengumpulan
sesak napas. Setelah crakles. sekret.
dilakukan b. Ajarkan b. Membersihkan
tindakan pasien batuk jalan napas dan
keperawatan efektif dan memudahkan
selama 3x24 jam napas dalam. aliran O2.
45

gangguan pola c. Atur posisi c. Mencegah


nafas tidak senyaman terjadinya sesak
efektif dapat mungkin. napas.
teratasi dengan d. Batasi untuk d. Mencegah sesak
criteria: beraktivitas. atau hipoksia.
- Pasien tidak e. Anjurkan diit e. Mengurang edema
mengalami hipertonis paru.
dispnea. f. Kolaborasi f. Perfusi jaringan
pemberian O2. adekuat.

4. Intoleransi aktivitas NOC: NIC:


b/d defisiensi energi - Toleransi a. Observasi a. Untuk mengetahui
sel d/d pasien aktivitas adanya tingkat
dibantu perawat atau - Konservasi pembatasan kemandirian
keluarga dalam energi klien dalam pasien.
aktivitas sehari-hari Setelah melakukan
seperti mandi, dilakukan aktivitas.
makan, mengganti tindakan b. Kaji adanya b. Untuk mengetahui
pakaian dll. keperawatan faktor yang pembatasan dalam
selama 3x24 jam mengakibatka beraktivitas
Intoleransi n kelelahan
aktivitas dapat c. Tingkatkan c. Meningkatkan
teratasi dengan tirah istirahat dan
criteria: baring/duduk ketenangan.
- Berpartisipasi dan
dalam memberikan
aktivitas fisik lingkungan
tanpa disertai yang tenang.
peningkatan d. Tingkatkan d. Tirah baring lama
tekanan darah, aktivitas dapat menurunkan
nadi dan RR. sesuai dengan kemampuan.
- Mampu toleransi.
46

melakukan e. Berikan e. Meningkatkan


aktivitas aktivitas relaksasi dan
sehari-hari hiburan yang penghematan
tepat energy.
5 Kerusakan jaringan NOC: NIC
kulit b/d stagnansi - Integritas a. Jaga a. Meningkatkan
vena dan infiltrasi kulit: kulit kebersihan integritas kulit
d/d kulit gatal-gatal, dan kulit agar yang baik.
integritas kulit membrane tetap bersih.
kurang baik, mucus. b. Mobilisasi b. Mencegah
capillary refill lebih - Penyembuhan pasien (ubah terjadinya luka
dari 3 detik, dan luka primer posisi pasien) dekubitus.
kulit kering. dan sekunder. setiap 2 jam
Setelah sekali.
dilakukan c. Monitor kulit c. Memantau apakah
tindakan akan adanya ada peradangan.
keperawatan kemerahan d. Agar kulit lembab
selama 3x24 jam d. Oleskan dan tidak kering.
kerusakan lotion atau
jaringan kulit minyak/ baby
dapat teratasi oil pada
dengan criteria: daerah yang
- Integritas tertekan atau
kulit baik, kering.
bisa e. Memandikan e. Agar menjaga
dipertahankan pasien dengan kebersihan kulit,
(sensasi, sabun dan air kelembapan kulit
elastisitas, hangat. dan member
temperature, kenyamanan pada
hidrasi, dan kulit.
pigmentasi) f. Berikan posisif. f. Menghindari
- Perfusi yang kerusakan pada kulit.
47

jaringan baik mengurangi


- Mampu tekanan pada
melindungi luka.
kulit dan
mempertahan
kan
kelembapan
kulit dan
perawatan
alami.

4.4. Catatan Perkembangan

N DIAGNOSA HARI/TGL
IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
O KEPERAWATAN /JAM
1 Kelebihan volume Sabtu, 21 a. Mempertahanka S: Pasien
cairan b/d input Januari n catatan intake mengatakan
cairan lebih besar 2017 dan output yang BAK tidak
daripada output d/d 08.00-09.00 akurat. lancar, air
terdapat edema pada wib b. Memasang kencing
tangan dan kaki urine kateter sedikit dan
pasien, turgor kulit jika diperlukan. warnanya
tidak elastik dll. c. Memonitor keruh.
hasil lab yang Tangan dan
sesuai dengan kakinya
retensi cairan masih
10.00- 11.00
wib (BUN, bengkak
Osmolitas urin) O: Edema
d. Mengkaji status pada tangan
12.00- 13.00
cairan dengan dan kaki.
wib
menimbang Turgor kulit
BB/hari, tidak elastis.
48

keseimbangan A: Masalah
masukan dan belum
14.00- 15.00
wib haluaran, turgor teratasi
kulit , tanda- P: Intervensi
tanda vital. dilanjutkan.
e. Memberikan
diuretic sesuai
indikasi.
f. Memonitor
tanda dan gejala
odema
2 Gangguan nutrisi Senin, 23 a. Mengkaji S: Pasien
kurang dari Januari adanya alergi mengatakan
kebutuhan tubuh b/d 2017 makanan sudah mulai
intake tidak adekuat b. Berkolaborasi selera makan.
d/d porsi makan 08.00-09.00 dengan ahli gizi O: Pasien
pasien tidak habis. wib untuk menghabiska
menentukan n porsi
jumlah kalori makan
10.00-12.00
dan nutrisi yang A: Masalah
wib
dibutuhkan teratasi
pasien. sebagian
c. Meyakinkan P: Intervensi
diet yang dilanjutkan.
14.00-16.00
dimakan
wib
mengandung
tinggi serat.
d. Memperhatikan
adanya mual
dan muntah.
e. Memberikan
makanan sedikit
49

tapi sering.
f. Memberikan
diit protein .
g. Memberikan
perawatan
mulut dengan
sering.
3 Gangguan pola Selasa, 24 a. Mengauskultasi S: Pasien
napas tidak efektif Januari bunyi napas, mengatakan
b/d edema paru d/d 2017 catat adanya masih sesak
pasien mengatakan crakles. napas.
sesak napas. b. Mengajarkan O:
08.00-09.00 pasien batuk RR: 28
wib efektif dan kali/menit
napas dalam. A: Masalah
c. Mengatur posisi teratasi
10.00-11.00 senyaman sebagian.
wib mungkin. P: Intervensi
d. Membatasi dilanjutkan.
untuk
12.00-13.00 beraktivitas.
wib e. Menganjurkan
diit hipertonis
f. Berkolaborasi
pemberian O2.
14.00-16.00
wib
4 Intoleransi aktivitas Senin, 23 a. Mengobservasi S: Pasien
b/d defisiensi energi Januari adanya mengatakan
sel d/d pasien 2017 pembatasan tidak dapat
dibantu perawat atau klien dalam melakukan
keluarga dalam 08.00-09.00 melakukan aktivitas
aktivitas sehari-hari wib aktivitas. sehari-hari
50

seperti mandi, b. Mengkaji dengan


makan, mengganti adanya faktor mandiri
10.00-12.00
pakaian dll. yang O: Pasien
wib
mengakibatkan dibantu
kelelahan. perawat dan
c. Meningkatkan keluarga
tirah dalam
14.00-16.00
baring/duduk melakukan
wib
dan aktivitas.
memberikan A: Masalah
lingkungan belum
yang tenang. teratasi.
d. Meningkatkan P: Intervensi
16.30-17.00 aktivitas sesuai dilanjutkan.
wib dengan
toleransi.
e. Memberikan
aktivitas
hiburan yang
tepat
5 Kerusakan jaringan Selasa, 24 a. Menjaga S: Pasien
kulit b/d stagnansi Januari kebersihan kulit mengatakan
vena dan infiltrasi 2017 agar tetap sudah mulai
d/d kulit gatal-gatal, bersih. berkurang
integritas kulit b. Memobilisasi gatal-gatal
kurang baik, 08.00-09.00 pasien (ubah pada
capillary refill lebih wib posisi pasien) kulitnya.
dari 3 detik, dan setiap 2 jam O:- Kulit
kulit kering. sekali. gatal-gatal
10.00-11.00 c. Memonitor kulit - Integritas
wib akan adanya kulit
kemerahan kurang
51

d. Mengoleskan baik
12.00-13.00
lotion atau - Capillary
wib
minyak/ baby refill
oil pada daerah lebih dari
yang tertekan 3 detik.
atau kering. - Kulit
14.00-16.00
e. Memandikan mengkilat
wib
pasien dengan /kering
sabun dan air A: Masalah
hangat. teratasi
f. Memberikan sebagian.
posisi yang P: Intervensi
mengurangi dilanjutkan.
tekanan pada
luka.
52

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50
ml/menit. Gangguan ginjal dalam tahap ringan masih dapat diatasi dengan bnyak.
Kurang minum air putih ternyata dapat menggangu fungsi ginjal. Namun, kalau
sudah gagal ginjal, hanya bisa diatasi dengan cuci darah atau cangkok ginjal yang
biayanya ssangat mahal. Organ ginjal meskipun ukuran kecil bersifat sangat vital.
Ginjal berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta mengatur konsentrasi dan
komposisi cairan didalam tubuh. Ginjal juga berfungsi untuk membersihkan darah
dan berbagai zat hasil metabolism serta racun didalam tubuh. Sampah dari dalam
tubuh tersebut akan diubah menjadi air seni (urin).
Gagal ginjal dapat diterapi dengan jalan hemodialisa (cuci darah). Dialisis
adalah proses pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolism melalui selaput
semipermiabel dalam mesin dialiser. Darah yang sudah bersih kemudian dipompa
kembali ke dalam tubuh. Cuci darah bisa dilakukan dirumah sakit atau klinik yang
memiliki unit hemodialisis. Frekuensi cuci darah bergantung pada kondisi klien.
53

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Penerjemahan Yasmin


Asih S.kp. Penerbit: Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Doengoes (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit: Buku Kedokteran


EGC. Jakarta

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta : Salemba Medika.

Prabowo, Eko. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai