Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

ACUTE LUNG OEDEM (ALO) DI RUANG ICU RSUD KRATON


KABUPATEN PEKALONGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat


Perseptor Klinik : Zuhrotunnisa, S.Kep., Ns
Pembimbing Akademik : Khusnul Khotimah, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh :
Agustina Milasari (1419002612)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


ACUTE LUNG OEDEM (ALO) DI RUANG ICU RSUD KRATON
KABUPATEN PEKALONGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat

Oleh

Agustina Milasari
NPM. 1419002612

Diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Preseptor Klinik

Khusnul Khotimah, S.Kep., Ns., M.Kep Zuhrotunnisa, S.Kep., Ns


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acute lung oedema cardiogenik adalah penumpukan cairan pada interstisial
dan alveoli yang diakibatkan karena peningkatan tekanan hidrostatik. Acute lung
oedema cardiogenik adalah suatu kondisi gawat darurat yang memerlukan tindakan
sesegera mungkin karena akan berakibat terganggunya pertukaran gas di alveoli yang
sudah terisi oleh cairan (Huldani, 2014).
Pasien yang masuk dengan acute lung oedema memerlukan pemberian
oksigenisasi yang adekuat bahkan pada kasus acute lung oedema cardiogenik tingkat
lanjut memerlukan tindakan intubasi dan ventilasi mekanik sehingga pasien harus
dirawat di unit perawatan intensif (Huldani, 2014).
Edema paru akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi di dalam
paru-paru, biasanya diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak memompa
secara adekuat. Edema paru akut terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke
ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali
ke darah atau melalui saluran limfatik.
Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru disebut
edema paru akut. Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa dari penyakit
jantung dan kebanyakan kasus dari kondisi ini dihubungkan dengan kegagalan
jantung. Edema paru akut dapat menjadi kondisi kronik atau dapat berkembang
dengan tiba-tiba dan dengan cepat menjadi ancaman hidup. Tipe yang mengancam
hidup dari edema paru terjadi ketika sejumlah besar cairan tiba-tiba berpindah dari
pembuluh darah paru ke dalam paru, dikarenakan masalah paru, serangan jantung,
trauma, atau bahan kimia toksik. Ini dapat juga menjadi tanda awal dari penyakit
jantung koroner.
Angka kejadian penyakit ini adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.
Angka kematian melebihi 40%. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir
dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan
selamat. Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh
total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang.
Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka
kelompok akan membahas mengenai edema paru akut dan asuhan keperawatan yang
diberikan. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif
dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden edema paru akut melalui
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Acute Lung Oedema (ALO).
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi Acute Lung Oedema (ALO).
b. Untuk mengetahui etiologi Acute Lung Oedema (ALO).
c. Untuk mengetahui patofisiologi Acute Lung Oedema (ALO).
d. Untuk mengetahui pathway Acute Lung Oedema (ALO).
e. Untuk mengetahui manifestasi klinik Acute Lung Oedema (ALO).
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Acute Lung Oedema (ALO).
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan Acute Lung Oedema (ALO).
h. Untuk mengetahui pengkajian Acute Lung Oedema (ALO).
i. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan Acute Lung Oedema (ALO).
j. Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan Acute Lung Oedema (ALO).
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Acute Lung Oedema (ALO) Adalah akumulasi cairan di paru yang terjadi
secara mendadak (Aru W Sudoyo, 2010).
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya
penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada
dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2016).
B. Etiologi
Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
a. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan
darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung
yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami
gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa
ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan
oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan
efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah
lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal
inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau
tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan
darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
2. Edema paru non kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru
itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain :
a. Infeksi pada paru
b. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
c. Paparan toxic
d. Reaksi alergi
e. Acute respiratory distress syndrome (ards)
f. Neurogenik
(Smeltzer, 2011)
C. Patofisiologi
Alo kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang
mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmhg. Mekanisme fisiologis
tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri
alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini
sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami
alo adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25
mmhg.
Sedangkan alo non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan
dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru
sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan
mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty.
Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan
fungsinya.
D. Pathway

E. Manifestasi Klinik
Alo dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium), yaitu :
1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi co. Keluhan pada
stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya
penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit
saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin
pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun
napas menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan
secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami
sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas
vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
(Brunner dan Suddarth, 2013)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
a. Analisa gas darah pO2 rendah, Pco2 mula-mula dan kemudian hiperkalemia
b. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard akut
c. Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalis, foto thoraks, EKG, enzim
jantung
2. Foto thorax
3. Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra
ventrikular atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia,
infark miokard dan LVH yang berhubungan dengan ALO kardiogenik.
4. Pemeriksaan ekokardiografi penyebab gagal jantung : kelainan katub, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), penyakit jantung koroner, pada umumnya di temukan
dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
(Nurarif dan Hardhi, 2015)
G. Penatalaksanaan
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (90 – 100%) sampai 12 liter/menit bila perlu dengan masker NRBM.
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 –
10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
6. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis
dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik
85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
7. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
8. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan
tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1
ml/kgBB/jam.
9. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
10. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
11. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
12. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel / corda tendinae.
(Nurarif dan Hardhi, 2015)
H. Pengkajian
1. Identitas, umur, jenis kelamin
2. Riwayat masuk : Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak napas,
sianosis atau batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun
tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada
kasus trauma.
3. Riwayat penyakit sebelumnya : Predileksi penyakit sistemik atau berdampak
sistemik seperti sepsis, pancreatitis, penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada pasien.
4. Pengkajian Primer
Airways
a. Sumbatan atau penumpukan secret.
b. Wheezing atau krekles.
c. Kepatenan jalan nafas.
Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c. Ronchi, krekles.
d. Ekspansi dada tidak penuh.
e. Penggunaan otot bantu nafas.
Circulation
a. Nadi lemah, tidak teratur.
b. Capillary refill.
c. Takikardi.
d. TD meningkat/menurun.
e. Edema.
f. Gelisah.
g. Akral dingin.
h. Kulit pucat, sianosis.
i. Output urine menurun.
Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan
kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar
terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran
yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan
dengan rangsang apapun.
Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan
(nyeri) dengan pengkajian PQRST.
5. Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu
terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit
terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan
kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
6. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Integumen
Subyektif         : -
Obyektif          : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b. Sistem Pulmonal
Subyektif         : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif         : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
c. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif         : sakit dada
Obyektif          : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
d. Sistem Neurosensori
Subyektif         : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif          : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e. Sistem Musculoskeletal
Subyektif         : lemah, cepat lelah
Obyektif          : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f. Sistem genitourinaria
Subyektif         : -
Obyektif          : produksi urine menurun,
g. Sistem digestif
Subyektif         : mual, kadang muntah
Obyektif          : konsistensi feses normal/diare
h. Pemeriksaan Penunjang  :
1) Hb : menurun/normal
2) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,
kadar karbon darah meningkat/normal
3) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat
bantu nafas.
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal.
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotrakeal
(Nurarif dan Hardhi, 2015)
J. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan Pola nafas kembali efektif setelah - Berikan HE pada pasien - Informasi yang adekuat dapat
pola nafas  dilakukan tindakan keperawatan tentang penyakitnya membawa pasien lebih
berhubungan dengan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria kooperatif dalam memberikan
keadaan tubuh yang hasil : terapi
lemah - Tidak terjadi hipoksia atau - Atur posisi semi fowler - Jalan nafas yang longgar dan
hipoksemia tidak ada sumbatan proses
- Tidak sesak respirasi dapat berjalan dengan
- RR normal (16-20 × / menit) lancar.
- Tidak terdapat kontraksi otot bantu - Observasi tanda dan gejala - Sianosis merupakan salah satu
nafas sianosis tanda manifestasi
- Tidak terdapat sianosis ketidakadekuatan suply O2 pada
jaringan tubuh perifer .
- Berikan terapi oksigenasi - Pemberian oksigen secara
adequat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya
hipoksia.
- Observasi tanda-tanda vital - Dyspneu, sianosis merupakan
tanda terjadinya gangguan nafas
disertai dengan kerja jantung
yang menurun timbul takikardia
dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
- Observasi timbulnya gagal - Ketidakmampuan tubuh dalam
nafas proses respirasi diperlukan
intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu
pernafasan (mekanical
ventilation).
- Kolaborasi dengan tim medis - Pengobatan yang diberikan
dalam memberikan berdasar indikasi sangat
pengobatan membantu dalam proses terapi
keperawatan
2 Gangguan pertukaran Fungsi pertukaran gas dapat - Berikan HE pada pasien - Informasi yang adekuat dapat
Gas berhubungan maksimal setelah dilakukan tindakan tentang penyakitnya membawa pasien lebih
dengan distensi keperawatan selama 3 × 24 jam kooperatif dalam memberikan
kapiler pulmonar dengan kriteria hasil: terapi
- Tidak terjadi sianosis - Atur posisi pasien semi fowler - Jalan nafas yang longgar dan
- Tidak sesak tidak ada sumbatan proses
- RR normal (16-20 × / menit) respirasi dapat berjalan dengan
- BGA normal : lancer
a. partial pressure of oxygen - Bantu pasien untuk - Posisi yang berbeda
(PaO2): 75-100 mmHg melakukan reposisi secara menurunkan resiko perlukaan
b. partial pressure of carbon sering akibat imobilisasi
dioxide (PaCO2): 35-45 mm - Berikan terapi oksigenasi - Pemberian oksigen secara
Hg adequat dapat mensuplai dan
c. oxygen content (O2CT): 15- memberikan cadangan oksigen,
23% sehingga mencegah terjadinya
d. oxygen saturation (SaO2): 94- hipoksia
100% - Observasi tanda – tanda vital - Dyspneu, sianosis merupakan
e. bicarbonate (HCO3): 22-26 tanda terjadinya gangguan nafas
mEq/liter disertai dengan kerja jantung
f. pH: 7.35-7.45 yang menurun timbul takikardia
  dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
- Kolaborasi dengan tim medis - Pengobatan yang diberikan
dalam memberikan berdasar indikasi sangat
pengobatan membantu dalam proses terapi
keperawatan
3 Resiko tinggi infeksi Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan - Berikan HE pada pasien - Informasi yang adekuat dapat
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama 3 × 24 tentang kondisi yang membawa pasien lebih
area invasi jam, dengan kriteria hasil: dialaminya kooperatif dalam memberikan
mikroorganisme - Pasien mampu mengurangi kontak terapi
sekunder terhadap dengan area pemasangan selang - Observasi tanda-tanda vital. - Meningkatnya suhu tubuh dpat
pemasangan selang endotrakeal dijadikan sebagai indicator
endotrakeal - Suhu normal (36,5oC) terjadinya infeksi
- Observasi daerah pemasangan - Kebersihan area pemasangan
selang endotrakheal selang menjadi factor resiko
masuknya mikroorganisme
- Lakukan tehnik perawatan - Meminimalkan organisme yang
secara aseptik kontak dengan pasien dapat
menurunkan resiko terjadinya
- Kolaborasi dengan tim medis infeksi
dalam memberikan - Pengobatan yang diberikan
pengobatan berdasar indikasi sangat
membantu dalam proses terapi
keperawatan
 
(Nurarif dan Hardhi, 2015)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Acute lung oedema cardiogenik adalah penumpukan cairan pada interstisial
dan alveoli yang diakibatkan karena peningkatan tekanan hidrostatik. Acute lung
oedema cardiogenik adalah suatu kondisi gawat darurat yang memerlukan tindakan
sesegera mungkin karena akan berakibat terganggunya pertukaran gas di alveoli yang
sudah terisi oleh cairan (Huldani, 2014).
B. Saran
1. Dengan mengetahui permasalahan penyebab penyakit Acute Lung
Oedema (ALO), diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari
penyebab penyakit ini serta benar-benar menjaga kesehatan.
2. Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan penyuluhan secara jelas
mengenai bahayanya penyakit ini serta tindakan pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.

Brunner dan Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Gumiwang. 2016. Peran Trigliserida sebagai faktor resiko kardiovaskuler. Pusat penerbitan
departemen ilmu penyakit dalam. Jakarta : FKUI.

Huldani, D. 2014. Edem paru akut.

Nuratif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta : Media Action.

Smeltzer, Suzanne. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung
Waluyo. Edisi 2 : Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai