Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT STROKE

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keluarga


Pembimbing Klinik : Ns. Sri Mumpuni, Y,S.kep, M.Kep
Perseptor Klinik : Ns. Subagyo S.Kep

Disusun Oleh :
Ani’matul Uluhiyah
1418002161

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga didunia setelah
penyakit jantung koroner dan kanker baik dinegara maju maupun Negara
berkembang satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke ( Ennen, 2004;
Marsh&Keyrouz, 2010;American Heart Association, 2014, stroke forum,
2015 ). Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu
pertiga meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen ( Stroke
forum, 2015 ). Stroke merupakan penyebab utama kecacatan yang dapat
dicegah ( American heart Association, 2014 ).
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat
modern saat ini.Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang
dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke
yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan
mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut.(Junaidi, 2011 ).
Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang
menyerang usia produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola
makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan tinggi
lemak dan kolesterol tapi rendah serat, Selain banyak mengkonsumsi
kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga akan
menimbulkan kegemukan yang berakibat terjadinya penumpukan energi
dalam tubuh. (Dourman,; 2011).
Menurut WHO (World health Organization) tahun 2012, kematian
akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah
tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan
tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah
dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi
glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar
glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar
kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat
akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak.
(Rico dkk, 2008 ).
Menurut hasil Riskesdas Indonesia, penyebab kematian utama pada
semua umur adalah stroke (15,4%), TB (7,5%), hipertensi (6,8%) dan
cedera (6,5%) (Depkes, 2008). Bila dibandingkan dengan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menurut empat kelompok
penyebab kematian tersebut dapat dilihat bahwa selama 12 tahun telah
terjadi transisi epidemiologi dimana proporsi penyakit tidak menular
semakin meningkat, sedangkan proporsi penyakit menular sudah mulai
menurun walaupun tetap terbilang tinggi. Proporsi penyakit menular di
Indonesia dalam 12 tahun telah menurun sepertiganya dari 44% menjadi
28%.Sedangkan, proporsi penyakit tidak menular mengalami peningkatan
yang cukup tinggi dari 42% menjadi 60%. Apabila di kelompok penyakit
menular tuberculosis yang memiliki proporsi morbiditas paling tinggi pada
semua umur (27,8%), maka di kelompok penyakit tidak menular stroke
yang memiliki proporsi morbiditas paling tinggi (26,9%) (Depkes, 2008).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada keluarga
dewasa dengan stroke
2. Tujuan khusus
a. mampu mendeskripsikan pengkajian pada keluarga dewasa dengan
stroke
b. mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada keluarga
dewasa dengan stroke
c. mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada keluarga
dewasa dengan stroke
d. mampu melakukan implementasi keperawatan pada keluarga
dewasa dengan stroke
e. mampu melakukan evaluasi keperawatan pada keluarga dewasa
dengan stroke
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep keluarga
1. pengertian keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena
ikatan tertentu untuk saling berbagi pengalaman dan melakukan
pendekatan emosional, serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai
bagian dari keluarga (Friedman, 2010). Berbeda halnya dengan Padila
(2012), keluarga adalah suatu arena berlangsungnya interaksi kepribadian
atau sebagai sosial terkecil yang terdiri dari seperangkat komponen yang
sangat tergantung dan dipengaruhi oleh struktur internal dan sistem-
sistem lain.
2. bentuk-bentuk keluarga
a. Keluarga inti
Keluarga inti terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah,
ibu yang mengurusi rumah tangga dan anak (Friedman, 2010).
Sedangkan menurut Padila (2012), keluarga inti adalah keluarga yang
melakukan perkawinan pertama atau keluarga dengan orang tua
campuran atau orang tua tiri.
b. Keluarga adopsi
Adopsi merupakan sebuah cara lain untuk membentuk
keluarga. Dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai
orang tua adopsi, biasanya menimbulkan keadaan saling
menguntungkan baik bagi orang tua maupun anak. Di satu pihak
orang tua adopsi mampu memberi asuhan dan kasih sayangnya pada
anak adopsinya, sementara anak adopsi diberi sebuah keluarga yang
sangat menginginkan mereka (Friedman, 2010).
c. Keluarga besar (Extended Family)
Keluarga dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah
tangga dan pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak/adik, dan
keluarga dekat lainnya. Anak-anak kemudian dibesarkan oleh generasi
dan memiliki pilihan model pola perilaku yang akan membentuk pola
perilaku mereka (Friedman, 2010). Sedangkan menurut Padila (2012),
keluarga besar terdiri dari keluarga inti dan orang-orang yang
berhubungan.
d. Keluarga orang tua tunggal
Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga dengan ibu atau
ayah sebagai kepala keluarga. Keluarga orang tua tunggal tradisional
adalah keluarga dengan kepala rumah tangga duda/janda yang
bercerai, ditelantarkan, atau berpisah. Keluarga orang tua tunggal non
tradisional adalah keluarga yang kepala keluarganya tidak menikah
(Friedman, 2010).
e. Dewasa lajang yang tinggal sendiri
Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian dari
beberapa bentuk jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini
tidak terdiri atas kerabat, jaringan ini dapat terdiri atas temanteman.
Hewan peliharaan juga dapat menjadi anggota keluarga yang penting
(Friedman, 2010).
f. Keluarga orang tua tiri
Keluarga yang pada awalnya mengalami proses penyatuan
yang kompleks dan penuh dengan stress. Banyak penyesuaian yang
perlu dilakukan dan sering kali individu yang berbeda atau
subkelompok keluarga yang baru terbentuk ini beradaptasi dengan
kecepatan yang tidak sama (Friedman, 2010).
g. Keluarga Binuklir
Keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu anak
merupakan anggota dari sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua
rumah tangga inti, maternal dan paternal dengan keragaman dalam hal
tingkat kerjasama dan waktu yang dihabiskan dalam setiap rumah
tangga (Friedman, 2010).
h. model friedman dalam keperawatan keluarga
Teori keperawatan keluarga terus berkembang sejalan dengan
penelitian dan praktik keperawatan, dan para peneliti keperawatan
terus berdebat tentang perkembangan teori keperawatan di semua area
keperawatan. Banyak debat yang berfokus pada konseptualisasi baru
konsep metaparadigma keperawatan dan merefleksikan pengaruh
perspektif pascamoderenisasi dan neomoderenisasi (Friedman, 2010).
Model pengkajian keluarga Friedman merupakan
pendekatan terpadu dengan menggunakan teori sistem umum, teori
perkembangan keluarga, teori struktural-fungsional, dan teori lintas
budaya sebagai landasan teoritis primer model dan alat pengkajian
keluarga. Teori pertengahan lainnya juga dipadukan kedalam berbagai
dimensi struktural dan fungsional yang dikaji, seperti teori
komunikasi, teori peran, dan teori stress keluarga. Diagnosis
keperawatan keluarga dan strategi intervensinya juga dibahas terkait
dengan setiap data yang diidentifikasi, sosiokultural, perkembangan,
struktural, fungsional, dan bidang kajian stress serta kopingnya
(Friedman, 2010).
i. Fungsi keluarga
Menurut Friedman (2010), lima fungsi keluarga menjadi
saling berhubungan erat pada saat mengkaji dan melakukan intervensi
dengan keluarga. Lima fungsi itu adalah :
1. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk
pembentukan maupun berkelanjutan unit keluarga itu sendiri,
sehingga fungsi afektif merupakan salah satu fungsi keluarga yang
paling penting. Saat ini, ketika tugas sosial dilaksanakan di luar
unit keluarga, sebagian besar upaya keluarga difokuskan pada
pemenuhan kebutuhan anggota keluarga akan kasih sayang dan
pengertian. Manfaat fungsi afektif di dalam anggota keluarga
dijumpai paling kuat di antara keluarga kelas menengah dan kelas
atas, karena pada keluarga tersebut mempunyai lebih banyak
pilihan. Sedangkan pada keluarga kelas bawah, fungsi afektif
sering terhiraukan. Balita yang seharusnya mendapatkan perhatian
dan kasih sayang yang cukup, pada keluarga kelas bawah hal
tersebut tidak didapatkan balita terutama pada pola makan balita.
Sehingga dapat menyebabkan gizi kurang pada balita tersebut
(Friedman, 2010).
2. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang universal
dan lintas budaya yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
masyarakat menurut Lislie dan Korman (1989 dalam Friedman,
2010). Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar
yang diberikan dalam keluarga yang ditujukan untuk mendidik
anak-anak tentang cara menjalankan fungsi dan memikul peran
sosial orang dewasa seperti peran yang dipikul suami-ayah dan
istri-ibu. Karena fungsi ini semakin banyak diberikan di sekolah,
fasilitas rekreasi dan perawatan anak, serta lembaga lain di luar
keluarga, peran sosialisasi yang dimainkan keluarga menjadi
berkurang, tetapi tetap penting. Orang tua tetap menyediakan
pondasi dan menurunkan warisan budayanya ke anak-anak mereka.
Dengan kemauan untuk bersosialisasi dengan orang lain, keluarga
bisa mendapatkan informasi tentang pentingnya asupan gizi,
penyakit yang ditimbulkan dan pencegahan terjadinya gizi kurang
untuk anak khususnya balita (Friedman, 2010).
3. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang
menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan
kesehatan, dan perlindungan terhadap bahaya. Pelayanan dan
praktik kesehatan (yang mempengaruhi status kesehatan anggota
keluarga secara individual) adalah fungsi keluarga yang paling
relevan bagi perawat keluarga. Kurangnya kemampuan keluarga
untuk memfasilitasi kebutuhan balita terutama pada asupan
makanan dapat menyebabkan balita mengalami gizi kurang
(Friedman, 2010).
4. Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin
kontinuitas antar-generasi keluarga masyarakat yaitu :
menyediakan anggota baru untuk masyarakat menurut Lislie dan
Korman (1989 dalam Friedman, 2010). Banyaknya jumlah anak
dalam suatu keluarga menyebabkan kebutuhan keluarga juga
meningkat terutama pada kebutuhan makan anak. Karena tidak
terpenuhinya kebutuhan makanan anak mengakibatkan anak
mengalami gizi kurang (Friedman, 2010).
5. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan
sumber daya yang cukup finansial, ruang dan materi serta
alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.
Pendapatan keluarga yang terlalu rendah menyebabkan keluarga
tidak mampu membeli kebutuhan gizi anak, sehingga anak
mengalami gizi kurang (Friedman, 2010).
j. Tahap perkembangan kehidupan keluarga
1. Tahap I : Keluarga Pasangan Baru (beginning family)
Pembentukan pasangan menandakan permulaan suatu
keluarga baru dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli
sampai ke hubungan intim yang baru. Tahap ini juga disebut tahap
pernikahan. Tugas perkembangan keluarga tahap I adalah
membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain,
berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan dan
merencanakan sebuah keluarga (Friedman, 2010)
2. Tahap II : Keluarga Kelahiran Anak Pertama (childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai
bayi berusia 30 bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah
salah satu kunci dalam siklus kehidupan keluarga. Tugas
perkembangan keluarga disini adalah setelah hadirnya anak
pertama, keluarga memiliki beberapa tugas perkembangan penting.
Suami, istri, dan anak harus memepelajari peran barunya,
sementara unit keluarga inti mengalami pengembangan fungsi dan
tanggung jawab (Friedman, 2010).
3. Tahap III : Keluarga dengan Anak Prasekolah (families with
preschool)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 2,5 tahun
dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini dapat
terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan posisi pasangan suami-
ayah, istri-ibu, putra-saudara laki-laki, dan putri-saudara
perempuan. Tugas perkembangan keluarga saat ini berkembang
baik secara jumlah maupun kompleksitas. Kebutuhan anak
prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengekplorasi dunia di
sekitar mereka, dan kebutuhan orang tua akan privasi diri,
membuat rumah dan jarak yang adekuat menjadi masalah utama.
Peralatan dan fasilitas juga harus aman untuk anak-anak
(Friedman, 2010).
4. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Sekolah (families with school
children)
Tahap ini dimulai pada saat tertua memasuki sekolah dalam
waktu penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia
mencapai pubertas, sekitar usia 13 tahun. Keluarga biasanya
mencapai jumlah anggota keluarga yang maksimal dan hubungan
akhir tahap ini juga maksimal menurut Duvall dan Miller (1985
dalam Friedman, 2010). Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah keluarga dapat mensosialisasikan anak-anak, dapat
meningkatkan prestasi sekolah dan mempertahankan hubungan
pernikahan yang memuaskan (Friedman, 2010).
5. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja (families with
teenagers)
Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau tujuh
tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan
keluargalebih awal atau lebih lama jika anak tetap tinggal di rumah
pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun. Anak lainnya yang tinggal
dirumah biasanya anak usia sekolah. Tujuan keluarga pada tahap
ini adalah melonggarkan ikatan keluarga untuk memberikan
tanggung jawab dan kebebasan remaja yang lebih besar dalam
mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa muda menurut Duvall
dan Miller (1985 dalam Friedman, 2010). Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah menyeimbangkan kebebasan
dengan tanggung jawab seiring dengan kematangan remaja dan
semakin meningkatnya otonomi (Friedman, 2010).
6. Tahap VI : Keluarga Melepaskan Anak Dewasa Muda (launching
center families)
Tahap ini dimulai pada saat perginya anak pertama dari
rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika
anak terakhir juga telah meninggalkan rumah. Tahap ini dapat
cukup singkat atau cukup lama, bergantung pada jumlah anak
dalam keluarga atau jika anak yang belum menikah tetap tinggal di
rumah setelah mereka menyelesaikan SMU atau kuliahnya. Tahap
perkembangan keluarga disini adalah keluarga membantu anak
tertua untuk terjun ke duania luar, orang tua juga terlibat dengan
anak terkecilnya, yaitu membantu mereka menjadi mandiri
(Friedman, 2010).
7. Tahap VII : Orang Tua Paruh Baya (middle age families)
Tahapan ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan
rumah dan berakhir dengan pensiunan atau kematian salah satu
pasangan. Tahap ini dimulai ketika orang tua berusia sekitar 45
tahun sampai 55 tahun dan berakhir dengan persiunannya
pasangan, biasanya 16 sampai 18 tahun kemudian. Tahap
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah wanita
memprogramkan kembali energi mereka dan bersiap-siap untuk
hidup dalam kesepian dan sebagai pendorong anak mereka yang
sedang berkembang untuk lebih mandiri (Friedman, 2010).
8. Tahap VIII : Keluarga Lanjut Usia dan Pensiunan
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini adalah dimulai
pada saat pensiunan salah satu atau kedua pasangan, berlanjut
sampai kehilangan salah satu pasangan, dan berakhir dengan
kematian pasangan yang lain menurut Duvall dan Miller (1985
dalam Friedman, 2010). Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan.
Kembali ke rumah setelah individu pensiun/berhenti bekerja dapat
menjadi problematik (Friedman, 2010).
k. Tingkat kemandirian keluarga
Keberhasilan asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan
perawat keluarga dapat dinilai seberapa tingkat kemandirian keluarga
dengan mengetahui kriteria atau ciri-ciri yang menjadi ketentuan
tingkatan mulai dari tingkat kemandirian I sampai tingkat kemandirian
IV menurut Depkes (2006 dalam Achjar, 2012), adalah sebagai berikut
1. Tingkat kemandirian I (keluarga mandiri tingkat I / KM-I)
a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
2. Tingkat kemandirian II (keluarga mandiri tingkat II / KM-II)
a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d. Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang
dianjurkan
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
3. Tingkat Kemandirian III (keluarga mandiri tingkat III / KM-III)
a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d. Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang
dianjurkan
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
f. Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
4. Tingkat kemandirian IV (keluarga mandiri tingkat IV / KM-IV)
a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d.Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang
dianjurkan
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
f. Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
g. Melakukan tindakan promotif secara aktif
l. Peran perawat keluarga
1. Sebagai pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga. Terutama
pada keluarga dengan gizi kurang, perawat memberikan pendidikan
tentang pengertian gizi kurang, penyebab, tanda dan gejala, akibat
yang ditimbulkan dan cara mendeteksi dini balita agar tidak terjadi gizi
kurang.
2. Sebagai koordinator pelaksana pelayanan keperawatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan
keperawatan yang komprehensif. Pelayanan keperawatan yang
berkesinambungan di berikan untuk menghindari kesenjangan.
Kemampuan mengkoordinir pelaksana pelayanan kesehatan dengan
baik mengakibatkan keluarga dapat terintervensi dengan baik sehingga
angka gizi kurang berkurang.
3. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan
Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga
melalui kontak pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang
memiliki masalah kesehatan. Dengan demikian, anggota keluarga yang
sakit dapat menjadi “entry point” bagi perawat untuk memberikan
asuhan keperawatan keluarga secara komprehensif. Memberikan
pelayanan yang maksimal untuk keluarga dengan gizi kurang sehingga
dapat mengurangi angka kejadian gizi kurang.
4. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan
Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap
keluarga melalui kunjungan rumah secara literatur, baik terhadap
keluarga malalui kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap
keluarga berisiko tinggi maupun yang tidak. Kunjungan rumah
tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau secara mendadak.
Terutama pada keluarga yang mempunyai balita dengan gizi kurang
karena banyak orang tua yang tidak mau membawa anaknya ke
posyandu untuk penimbangan BB tiap bulan.
5. Sebagai pembela (advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi
hakhak keluarga sebagai klien. Perawat diharapkan mampu mengeta
hui harapan serta memodifikasi sistem pada perawatan yang diberikan
untuk memenuhi hak dan kebutuhan keluarga. Pemahaman yang baik
oleh keluarga terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai klien
mempermudah perawat untuk memandirikan keluarga. Hak bagi
keluarga dengan gizi kurang adalah mendapatkan pelayanan yang baik
dari tenaga kesehatan sedangkan kewajiban dari keluarga dengan gizi
kurang adalah mendeteksi dini tumbuh kembang anak ke tenaga
kesehatan.
6. Sebagai fasilitatator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga,
dan masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan
keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu
memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah. Keluarga dengan
gizi kurang dapat bertanya pada perawat tentang perkembangan
balitanya.
7. Sebagai peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami
masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga.
Masalah kesehatan yang muncul di dalam keluarga biasanya terjadi
menurut siklus atau budaya yang dipraktikkan keluarga. Begitu juga
dengan keluarga dengan gizi kurang, karena kebiasaan atau budaya
keluarga tidak pernah memperhatikan pola makan anak sehingga anak
tidak terpantau asupan gizi yang dikonsumsinya setiap hari dan anak
jatuh pada gizi kurang.

B. Konsep Stroke
1. Pengertian Stroke
Stroke adalah gangguan perderahan darah otak yang
menyebabkan deficit nueorologis mendadak sebagai akibat iskemia
atau hemorogi sirkulasi saraf otak ( sudoyo Aru ).Istilah stroke
biasanya digunakan seacara spesifik untuk menjelaskan infark
serebrum. (Nuratif, S dan kusuma Diakses pada tanggal 20 mei 2018).
Stroke didefisinikan sebagai deficit ( gangguan ) fungsi system saraf
yang terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredarahan
darah otak.Stroke terjadi akibat gangguan pembuluh darah di otak.
Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen ke otak akan
memunculkan kematian sel saraf (neuron ). Gangguam fungsi otak ini
akan menimbulkan gejala stroke ( Pinzon Rizaldy & Asanti Laksmi,
2010).
2. Klasifikasi Stroke
Menurut ( Indrawati dkk, 2016 Diakses pada tanggal 20 mei
2018) Mekanisme stroke dibagi menjadi dua Kategori yaitu stroke
hemorogik dan stroke non hemorogik atau stroke iskemik.
a. Stroke hemorogik
Stroke yang disebabkan karena adanya perdarahan akibat
bocor atau pecahnya pembuluh darah ke otak. Aneurisma atau
pembengkakan pembuluh darah di otak.Aneuarisme atau
pembengkakan pembuluh darah adalah salah satu penyebab yang
umum dialami penderita stroke hemorogik. Seiring bertambahnya
usia,maka ada satu beberapa bagian dari dinding pembuluh darah
yang lemah bisa mengakibatkan pembuluh darah tersebut pecah.
Selain usia, factor yang berisiko untuk terjadinya stroke hemorogik
adalah factor keturunan dan secara umum terjadi karena penderita
memiliki tekanan darah yang tinggi atau hipertensi. Hipertensi
kronis yang diderita pasien juga dapat menyebabkan perubahan
struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis ( radang
pada pembuluh darah ) atau nekrosis fibrinoid ( nekrosis / kematian
sel karena kerusakan pembuluh darah yang termediasi imun).
Selain mengakibatkan gangguan aliran darah ke bagian otak,
pecahnya pembuluh darah arteri juga akan menekan otak dan
menyebabkan jaringan otak membengkak. Ada dua jenisa stroke
hemorogik antara lain :
a) Perdarahan intraserbral yang merupakan jenis paling umum dari
stroke hemorogik. Hal ini terjadi saat arteri di otak pecah dan
membanjiri jaringan sekitarnya dengan darah, pendarahan yang
sering dijumpai berada didaerah putamen, thalamus, subkrotikel,
nucleus, kaudatus, dan cerebellum.
b) Pendarahan subarachnoid adalah perdarahan di daerah antara
lapisan dalam ( piameter ) dan lapisan tengah ( aracnoid mater) dan
jaringan tipis pelindung otak ( meninges ).
c) Stroke non hemorogik atau stroke iskemik terjadi karena pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu
penumpukan kolestrol pada dinding pembuluh darah atau bekuan
darah yang telah menyumbat pembuluh darah atau bekuan darah
yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Stroke iskemik dbagi menjadi 3 jenis yaitu : ( 1 ) stroke trombotik (
proses terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan ), (2 )
stroke embolik ( tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah ),
(3) hipoperfusion sistemik ( aliran darah ke seluruh bagian tubuh
berkurang karena adanya gangguan denyut jantung).
3. Etiologi Stroke
Menurut ( Adam dan Victor 2009). penyebab kelainan
pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan stroke, antara lain :
a. Trombosis aterosklerosis
b. Transient iskemik
c. Emboli
d. Perdarahan hipertensi
e. Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena
f. Arteritis
g. Trombophlebitis serebral : infeksi sekunder telinga, sinus
paranasal,
dan wajah.
h. Kelaianan hematologi : antikoagulan dan thrombolitik, kelainan
faktor pembekuan darah, polisitemia, sickle cell disease, trombotik
trombositopenia purpura, trombositosis, limpoma intravaskular.
i. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar
j. Angiopati amiloid
k. Kerusakan aneuriisma aorta
l. Komplikasi angiografi
4. Manifestasi Klinis
a. Tiba – tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan
b. Tiba – tiba hilangnya rasa peka
c. Bicara cedal atau pelo
d. Gangguan bicara dan bahasa
e. Gangguan pengelihatan
f. Mulut moncong atau tidak simetris ketika menyeringai
g. Gangguan daya ingat
h. Nyeri kepala hebat
i. Vertigo
j. Kesadaran menurun
k. Proses kencing terganggu
Menurut (Nuratif dan kusuma 2015)
5. Faktor Resiko
Banyak factor yang dapat meningkatkan risiko stroke. beberapa factor juga
dapat meningkatkan kemungkinan anda terkena serangan jantung.Factor resiko
stroke antara lain :
a. Factor resiko gaya hidup
1) Kelebihan berat badan dan obesitas
2) Aktivitas fisik
3) Konsumsi alcohol
4) Pengguanaan obat – obatan terlarang, seperti kokain dan
methamphetamine
b. Factor resiko medis
1) Tekanan darah tinggi. Risiko stroke meningkat jika tekanan darah lebih
tinggi dari 120 / 80 mmHg
2) Merokok atau menjadi perokok pasif
3) Kolestrol tinggi
4) Diabetes
5) Sllep apnea atau gangguan tidur
6) Penyakit kardiovaskuler
c. Factor – factor lain :
1) Riwayat keluarga stroke, serangan jantung atau TIA
2) Berusia 55 ke atas
3) Suku bangsa. Orang afrika – amerika memiliki risiko lebih tinggi terkena
stroke dari pada ras lain.
4) Jenis kelamin. Pria memiliki risiko stroke lebih tinggi dari pada wanita,
namun wanita lebih mungkin untuk meninggal karena stroke dari pada
pria. wanita juga memiliki risiko terkena stroke dari penggunaan pil KB
atau terapi hormone, serta dari kehamilan dan persalinan.( atrid safitri
Yogyakarta 2016 ).

17
6. Patofisiologi
1. Patofisiologi stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran darah ke otak atau
bagian otak sehingga terjadi kekurangan oksigen dan glukosa serta zat-zat lain
yang penting dan diperlukan untuk kehidupan sel-sel, otak dan pembuangan
CO2 dan asam laktat
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak, antara lain:
a) Keadaan pembuluh darah dapat menyempit akibat aterosklerosis atau
tersumbat oleh thrombus atau embolus
b) Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat dan hematokrit yang
meningkat menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang
berat menyebabkan oksigenasi otak menurun
c) Tekanan darah sistematik memgang peranan terhadap tekanan perfusi otak
d) Kelainan jantung menyebbakan menurunnya curah jantung serta lepasnya
embolus yang menimbulkan iskemai otak.
Sebagai akibat dari menurunnya aliran darah ke sebagian otak tertentu,
maka akan terjadi seragkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai ditingkat selular, berupa perubahan fungsi dan struktur
sel yang diikuti dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari
susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.
2. Patofisiologi stroke hemoragik
a. Patofisiologi perdarahan intraserebral
Penyebab perdarahan intraserebral dapat bersifat primer akibat
hipertensi kronik dan sekunder akibat anomaly vaskuler congenital,
koagulopati, tumor otak, vaskulitis, post stroke iskemik dan penggunaan
obat anti koagulan.
b. Patofisiologi perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid jumlahnya realtif kecil yaitu sekitar
4,2%. Perdarahan subarachnoid terjadi karena pecahnya anuerisme sakuler
80% kasus perdarahan subarachnoid non traumatic. Anuerisme sakuler
merupakan proses degenerasi vaskler akibat didapat proses hemodinamika
pada bifurcation pembuluh arteri otak terutama di daerah sirkulus willisi.
Darah masuk ke subarachnoid pada sebagian besar kasus menyebabkan

18
sakit kepala hebat diikuti penurunan kesadaran dan rangsangan
meningeal.
7. Pathways
Menurut ( Hariyanto dan sulistyowati, 2015 )

Aterosklerosis Trombos dan Emboli

Menyumbat pembuluh darah otak

Perubahan
perfusi Suplai darah ke otak menurun
jaringan
serebral

Iskemia dan hipoksia jaringan otak

Resiko
kerusakan
integritas kulit Kematian jaringan dan sel-sel otak

Penurunan kesadaran dan tirah baring Defisit neurologis

mucus berlebihan Kerusakan system motorik dan sensorik

Hambatan
komunikasi verbal
Kelemahan dan kelumpuhan

Bersihan
jalan nafas
tidak efektif Hambatan
mobilitas fisik

Defisit perawatan
diri

19
8. Pemeriksaan penunjang
a. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari perdarahan
seperti aneurisma malformasi vaskuler
b. Lumbal pungsi, CT scan , EEG,Magnetic Imaging Resnance (MRI)
c. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena ( masalah system
karotis ). (Arif mutaqqin, 2008 Di akses pada tanggal 20 mei 2018).
9. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis pada pasien stroke adalah :
a) Diueretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
b) Antikogulan untuk mencegah terjadihnya thrombosis embolisasi dari
tempat lain dalam system kardiovaskuler.
c) Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
(Smetlezer & Bare, 2010 dalam  http://erepo.unud.ac.id/17414/3/1102106073
3-BAB%20II.pdf Diakses pada tanggal 25 mei 2018 ).
2) Penatalaksanaan stroke menurut (Wijaya dan Putri 2013
http://repository.unimus.ac.id/693/3/BAB%20II%20tinjauan%20teori.pdf
Diakses pada tanggal 25 Mei 2018 )adalah:
a) Penatalaksanaan umum
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus bila
disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik
stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan
oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah.
c. Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.
d. Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal.
e. Suhu tubuh harus dipertahankan.

20
f. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik,
bila terdapat gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun
dianjurkan pipi NGT.
g. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi.
b) Penatalaksanaan medis
a. Trombolitik (streptokinase).
b. Anti platelet (asetosol, ticlopidin, cilostazol, dipiridamol).
c. Antikoagulan (heparin).
d. Hemorrhage (pentoxyfilin).
e. Antagonis serotonin (noftidrofurly).
f. Antagonis calsium (nomodipin, piracetam).
3) Penatalaksanaan khusus atau komplikasi
a. Atasi kejang(antikonvulsan).
b. Atasi tekanan intrakranial yang meninggi 9manitol, gliserol, furosemid,
intubasi, steroid dll).
c. Atasi dekompresi (kraniotomi).
d. Untuk penatalaksanaan faktor resiko : atasi hipertensi (anti hipertensi),
atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia), atasi hiperurisemia (anti
hiperurisemia)

C. Konsep Asuhan keperawatan Keluarga pada kasus Stroke

1. Pengkajian
a. Data umum
1) Nama kepala keluarga
2) Tipe keluarga
3) Suku bangsa
4) Status ekonomi keluarga
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum
3) Riwayat keluarga inti
c. Pengkajian lingkungan
1) Karakteristik rumah
d. Fungsi keluarga

21
1) Fungsi afektif
2) Fungsi sosialisasi
3) Fungsi perawatan kesehatan
4) Fungsi sosialisasi
5) Fungsi reproduksi
6) Fungsi ekonomi
e. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
2) Kepala dan leher
3) Sistem integumen
4) Sistem pernapasan
5) Sistem kardiovaskular
6) Sistem gastrointestinal
7) Sistem urinary
8) Sistem muskuloskeletal
9) Sistem neurologis
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang
didapatkan pada pengkajian, yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan
berhubungan dengan etiologi yang berasal dari pengkjian fungsi perawatan keluarga.
Diagnosa keperawatan mengacu pada rumusan PES (Problem Etiologi Simptom)
dimana untuk etiologi dapat menggunakan pendekatan lima tugas keluarga atau
dengan menggambarkan pohon masalah. Tipologi dari diagnosa keperawatan
keluarga terdiri dari diagnosa keperawatan keluarga aktual, resiko dan keadaan
sejahtera. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan stroke
adalah:
1. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan
koordinasi, spastisitas dan cedera otak.
2. Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskular
3. Kerusakan integritas kulit b.d hemiparesis / hemiplegia, penurunan mobilitas

22
A. Rencana keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


Hambatan mobilitas - Klien meningkat a. Kaji kemampuan Pasien a. mengatahui skala
fisik b.d hemiparesis, dalam aktifitas fisik dalam mobilisasi. mobilitas pasien dan
kehilangan - Menverbalisasikan b. Latih pasien dalam perencanaan tidakan
keseimbangan dan perasaan dalam pemenuhan kebutuhan terahadap pasien
koordinasi, spastisitas meningkatkan ADL secara mandiri sesuai b. membantu klien
dan cedera otak. kekuatan dan kemampuan. memenuhi kebutuhan
kemampuan berpindah c. Dampingi dan bantu ADL
-Mempergerakan pasien saat mobilisasi dan c. mencegah terjadinya
penggunaaan alat bantu penuhi kebutuhan cidera
bantu untuk mobilisasi alds

Defisit perawatan diri - klien menunjukan a. Monitor integritas kulit a. mengetahui adanya
b.d gangguan perubahan gaya hidup klien resiko kerusakan
neuromuskular untuk kebutuhan b. Letakan handuk, integritas kulit
merawat diri sabun, deodoran, alat b. memudahkan pasien
- klien mampu bercukur, dan asesoris untuk menjangkau
melakukan aktivitas lain yang diperlukan peralatan mandi
perawatan diri sesuai disisi tempat tidur atau
dengan tingkat kamar mandi
kemampuan c. Berikan bantuan
- Mempertahankan sampai klien benar-

23
kebersihan mulut benar mampu merawat
- Menyisir rambut diri secara mandiri
- Mempertahankan d. Dukung orang tua /
kebersihan tubuh keluarga berpartisipasi
dalam ritual jelang
tidur yang biasa
dilakukan, dengan
tepat

Kerusakan integritas - Intregitas kulit yang a. Jaga kebersihan kulit a. mengurangi


kulit b.d hemiparesis / baik bisa agar tetap bersih dan kelembaban kulit yang
hemiplegia, penurunan dipertahankan kering berlebih.
mobilitas - Tidak ada luka atau b. Monitor kulit akan b. mengetahui adanya
lesi kulit adanya kemerahan resiko kerusakan
- Perfusi jaringan baik integritas kulit
- Mampu melindungi
kulit dan
mempertahan
kelembapan

BAB III
PENUTUP

24
A. Kesimpulan
Stroke adalah gangguan fungsional otak sebagian atau menyeluruh yang
timbul secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Penyebab utamanya adalah
aterosklerosis. Faktor yang mempengaruhi terjadinya stroke terbagi menjadi 4 yaitu
factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi, factor yang dapat dimodifikasi, factor
perilaku (primordial) dan factor social dan ekonomi. Untuk mencegahnya maka
melakukan gaya hidup sehat, menghindari merokok, alcohol, menggunakan obat-obat
yang dianjurkan, melibatkan peran serta keluarga, dll.
B. Saran
Berdasarkan factor resiko stroke yang dapat dicegah, maka sebaiknya instansi
kesehatan seperti Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat dapat
melakukan sosialisasi emngenai factor resiko stroke dan pencegahannya kepada
masyarakat.Masyarakat seharusnya melakukan program pencegahan primer seperti
cek tekanan darah secara rutin untuk mendeteksi status hipertensi agar dapat
dilakukan tindakan secepatnya.
Pemeriksaaan dan pengontrolan kolesterol total, LDL dan HDL serta diiringi
dengan diet rendah lemak juga disarankan untuk mencegah terjadinya serangan stroke
Bagi orang-orang yang telah memiliki status hipertensi, hiperkolesterolemia, penyakit
jantung dan DM diperlukan pengontrolan serta diet yang ketat dalam penurunan
tekanan darah, kadar gula darah dan meningkatkan kadar HDL untuk mencegah
terjadinya strok

DAFTAR PUSTAKA
Batubara, Rio Nurdiansyah. 2013. Penyebab Mortalitas Pada Pasien Stroke Fase Akut di
RSUP Haji Adam Malik Medan Januari 2011-Desember 2011.

25
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37942/4/Chapter%20II.pdf, diakses
pada tanggal 11 Oktober 2016.
Dosen keperawatan Medikal bedah Indonesia. 2016 Rencana Asuhan Keperawatan Medikal –
Bedah : Diagnosa NANDA – 12015 Intervensi NIC hasil NOC Jakarta . EGC
Engstrom, Gunnar, et al. Occupation. 2005. Marital status, and Low-Grade Inflamation
(Mutual Confounding or Independent Cardiovascular Risk Factors). Journal of The
American Heart Asociation. atvb.ahajournals.org/content/26/3/643.full.pdf. diakses pada
tanggal 12 September 2016.
Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosa Keperawatan: Definisi Dan
klasifikasi 2015 – 2017. Jakarta : EGC
Misbach, Jusuf dan Kalim , Harmani. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif [serial
online]. www.medicastore.com, diakses pada tanggal 8 Oktober 2016.
Simangunsong, Dedy Kristofer. 2011. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke di
RSU Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30235/3/Chapter%20II.pdf, diakses pada
tanggal 11 Oktober 2016.
Sirait, Mustafa. 2011. Karakteristik Penderita Stroke Hemoragik yang di Rawat Inap DI
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2007-2008.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21421/4/Chapter%20II.pdf, diakses
pada tanggal 11 Oktober 2016
Stroke Association. 2010. Converging Risk Factors. 10 September 2016.
www.strokeassosiation.org. diakses pada tanggal 8 Oktober 2016.
WHO. 2008. Fact Sheet: The Top Ten Causes of Death. 12 September 2016.
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf. diakses pada tanggal 8 Oktober 2016.

26

Anda mungkin juga menyukai