Disusun Oleh:
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim.
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah, serta karunianya. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan ilmiah dalam bentuk laporan tanpa suatu halangan yang
amat berarti hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan laporan ini. Tak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada penanggung jawab (CI) ruangan yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Case Conference mengenai Klien dengan Gagal Ginjal Kronik.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila terdapat kata di dalam
laporan ini yang kurang berkenan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat, memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi yang membacanya. Kami sadar bahwa laporan ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing
kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan laporan kami di masa yang
akan datang dan kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
a. Tujuan Umum
Laporan case conference ini dibuat untuk memberikan
gambaran terkait penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan
Chronic Kidney Disease di ruang HCU Bedah Bougenville Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan masalah keperawatan yang di
hadapi klien
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap masalah
yang terjadi pada klien
3. Mahasiswa mampu menentukan pohon masalah pada klien
4. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa prioritas pada klien
5. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan yang
tepat bagi klien
6. Mahasiswa mampu memberikan intervensi dan implementasi
yang tepat untuk klien
7. Mahasiswa mampu menuliskan catatan perkembangan klien
8. Mahasiswa mampu menuliskan dokumentasi yang telah
diberikan kepada klien.
D. Manfaat
1. Institusi Pendidikan
PEMBAHASAN
B. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau
tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2015).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia
atau azotemia (Smeltzer, 2014)
Pengertian lain dari Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu
kondisi kerusakan ginjal yang terjadi selama tiga bulan atau lebih, yang
dimanifestasikan dengan abnormalitas struktural atau fungsional ginjal,
dengan penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) hingga kurang dari 60 ml
per menit/1,73m2 disertai dengan abnormalitas hasil pemeriksaan
laboratorium darah, urine atau pemeriksaan imaging dan kondisi pasien
semakin memburuk.
C. Klasifikasi
D. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21%. Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit
ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi
yakni uropati obstruktif, lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US
Renal System, 2010 dalam Price & Wilson, 2016). Penyebab gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan
glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan
infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan
13,65% (Sudoyo, 2016).
E. Faktor Resiko
Faktor Resiko Chronic Kidney Disease Terdapat beberapa faktor
resiko terjadinya chronic kidney disease. Faktor tersebut yaitu diabetes,
hipertensi, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, penyakit kardiovaskular,
infeksi HIV, riwayat batu ginjal, usia, aktifitas fisik rendah, merokok, dan
obesitas.
1. Diabetes
Diabetes dapat menyebabkan nefropati sebagai komplikasi
mikrovaskuler. Diabetes nefropati merupakan glomerulopati yang paling
banyak terjadi, dan merupakan penyebab pertama dari end stage renal
disease atau gagal ginjal tahap akhir di USA dan Eropa (Molitch et al,
2004). Selain itu United States Renal Data System (2009) menunjukkan
bahwa sekitar 50% pasien dengan gagal ginjal tahap akhir adalah
penderita diabetes. Penelitian dari NHAES III, HUNT II, UK cross-
sectional study dan longitudinal study menunjukkan bahwa diabetes
berhubungan secara signifikan meningkatkan resiko CKD (The National
Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008).
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab kedua dari end stage renal disease
atau gagal ginjal tahap akhir. Sebagai contoh, berdasarkan United States
Renal Data System (2009), sekitar 51-63% dari seluruh pasien dengan
CKD mempunyai hipertensi (Novoa et al, 2010). Pada empat penelitian
lain di Australia, Washington, US menunjukkan orang dengan hipertensi
mempunyai resiko yang lebih besar untuk berkembang menjadi CKD
dibandingkan orang dengan normotensi (The National Collaborating
Centre for Chronic Conditions, 2008). Hipertensi menyebabkan glomerulo
nefropati dengan menurunkan aliran darah ke renal yang menjadikan
arteriolar vaskulopati, obstruksi vaskular dan penurunan densitas vaskular.
Kejadian ini akan dikompensasi hingga tidak lama akan terjadi penurunan
GFR.
3. Penyakit Kardiovaskular
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Elsayed et al pada tahun
2005, orang dengan penyakit kardiovakular telah menunjukkan
peningkatan resiko secara signifikan pada penurunan fungsi ginjal
dibanding dengan orang tanpa penyakit kardiovaskular. (The National
Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008). Penyakit
kardiovaskular menyebabkan menurunnya aliran darah ke ginjal.
Penurunan perfusi renal mengaktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron
yang menyebabkan vasokonstriksi alteriol dan meningkatkan tekanan
glomerulus sehingga dapat menjadikan nefron rusak. Kerusakan nefron ini
berdampak pada penurunan laju filtrasi glomerulus.
4. Riwayat Batu Ginjal
Gillen et al (2005) menggunakan the Third National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES III) pada populasi di USA
mendapatkan data bahwa riwayat batu ginjal dapat menurunkan fungsi
ginjal pada orang dengan berat badan berlebih (overweight).
5. Usia
Pada empat cross sectional study oleh Drey et al. (2003), Coresh et
al. (2003), Hallan et al. (2006), Chadban et al. (2003) menunjukkan bahwa
lansia (usia di atas 65 tahun) memiliki resiko lebih besar eGFR
<60ml/menit/1,73m2 dibandingkan usia muda (The National
Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008).
6. Merokok
Efek merokok pada penurunan fungsi ginjal telah diteliti melalui
penelitian kohort dan case control study. Pada penelitian kohort oleh Orth
et al. (2005) ditemukan bahwa kelompok perokok mengalami penurunan
fungsi ginjal sebanyak 20% setelah 5 tahun dibandingkan dengan bukan
perokok. Kejadian proteinuria meningkat pada kedua kelompok perokok
dan bukan perokok, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
kedua grup (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions,
2008). Pada penelitian kontrol kasus oleh Orth et al. (1998) menunjukkan
bahwa perokok secara signifikan menunjukkan proses menjadi gagal
ginjal tingkat akhir (The National Collaborating Centre for Chronic
Conditions, 2008). Tiga penelitian lain yaitu Haroun, et al. (2003), Stengel
et al. (2003), Retnakaran et al. (2006) juga menunjukkan bahwa perokok
secara signifikan mempunyai resiko lebih tinggi untuk mendapatkan
penyakit gagal ginjal (The National Collaborating Centre for Chronic
Conditions, 2008).
F. Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat
sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai
fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal
kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih
fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa menigkatkan kecepatan filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin
banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas
yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya
mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan
pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabdorpsi protein. Pada
saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut
dan aliran darah ginjal akan berkurang yang menyebabkan penurunan fungsi
renal (Muttaqin, 2011).
Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolism protein
tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan
memengaruhi seluruh system tubuh. Semakin banyak timbunan produksi
sampah maka gejala semaklin berat. Gangguan clearance renal terjadi akibat
penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi
glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urin tamping 24
jam yang menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum (Nursalam, 2009).
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitive dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi seacra konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid (Smeltzer,
2008).
Menurut Muttaqin (2011), terdapat beberapa respons gangguan pada GGK :
1. Ketidakseimbangan cairan
H. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan
Bare (2010) serta Suwitra (2016) antara lain adalah:
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata
bolisme, dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom dan jumlah
retikulosit yang rendah.
b. Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin kurang lebih 30 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin pada diet rendah protein,
dan tes klirens kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu misalnya usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati
asam urat.
c. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
d. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG untuk melihat kemungkinan: hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga
yaitu:
a. Konservatif
Dilakukan pemeriksaan lab. darah dan urin
Observasi balance cairan
Observasi adanya odema
Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
Peritoneal dialysis
Peritoneal Dialysis merupakan salah satu terapi
pengganti ginjal yang fungsinya sama dengan hemodialisis,
tetapi dengan metode yang berbeda. Peritoneal dialisis
adalah metode dialisis dengan bantuan membran
peritoneum (selaput rongga perut), jadi darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh
mesin dialysis.
Jenis Peritoneal Dialisis
1. APD (Automated Peritoneal Dialysis).
Merupakan bentuk terapi dialysis peritoneal
yang baru dan dapat dilakukan di rumah, pada
malam hari sewaktu tidur dengan menggunakan
mesin khusus yang sudah diprogram terlebih
dahulu.
2. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis). Bedanya tidak menggunakan mesin
khusus seperti APD. Dialisis peritoneal diawali
dengan memasukkan cairan dialisat (cairan
khusus untuk dialisis) ke dalam rongga perut
melalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6
jam.4,5
Hemodialisis
Hemodialisis merupakan terapi untuk pasien gagal
ginjal tahap akhir. Metode ini menggantikan kerja yang
biasanya dijalankan ginjal, yaitu pembersihan darah dari
sisa metabolisme, zat toksik, dan pengeluaran timbunan air
dalam tubuh (Agoes, 2010).
Menurut Sukandar (2013) hemodialisaa dalah salah
satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk
eliminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein) dan
koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
antara kompartemen darah dan diasillat melalui selaput
membran semipermeabel yang berperan sebagai ginjal
buatan.
c. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal
(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal,
yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama
berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi (Dewi, 2016).
Terbebas dari edema, efusi, 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional
anasarka pembatasan cairan
3 Kurang pengatahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Mengkaji pengetahuan pasien dan keluarga
berhubungan dengan keperawatan selama 1x4 jam 2. Memberikan penjelasan tentang penyakit klien
kurang terpaparnya diharapkan ps dan keluarga
3. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan
informasi mengetahui informasi kesehatan
dilakukan
pasien dengan kriteria hasil :
4. Menyediakan waktu untuk berdiskusi kepada
- Ps mengetahui jenis
keluarga pasien
penyakitnya
5. Menyediakan leaflet pasien gagal ginjal
- Ps mengetahui hal apa saja
6. Menjelasakan diit pasien gagal ginjal
yang harus dilakukan untuk
mengobati penyakitnya
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak napas, bengkak pada seluruh tubuh, batuk
namun tidak dapat mengeluarkan dahak, nyeri saat berkemih, BAK
sedikit..
c) Alergi
Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat, makanan maupun debu.
d) Pola Kebiasaan
1. Pola nutrisi
Sebelum di RS: klien mengatakan makan 3-4x/hari dengan porsi nasi dan
lauk dihabiskan. Nafsu makan baik, tidak ada mual,
muntah dan sariawan. Tidak ada alergi makanan,
makanan pantangan tidak ada, penggunaan obat sebelum
makan tidak ada, tidak menggunakan alat bantu makan
(NGT).
Saat di RS: klien mengatakan tidak nafsu makan, makan 2x/hari,
menghabiskan makanan sekitar ¼ porsi.
2. Pola Eliminasi
Sebelum di RS: klien mengatakan BAK sering tetapi sedikit, terdapat
keluhan nyeri saat BAK, warna kuning keruh, tidak
menggunakan alat bantu (kateter). BAB 2-3 x/minggu,
warna kuning kecoklatan, tidak menggunakan laksatif.
Saat di RS : Klien BAK spontan sering tetapi sedikit, terdapat
keluhan nyeri saat BAK, warna kuning keruh,
menggunakan pampers. Saat di RS klien mengatakan
sulit untuk BAB, sudah 4 hari belum BAB.
3. Pola personal hygine
Sebelum di RS : klien mengatakan mandi sekali setiap harinya pada
pagi hari, keramas sehari sekali, sikat gigi 2 kali sehari
pagi dan sore
Saat di RS : klien mengatakan mandi sekali setiap harinya pada
pagi hari. sikat gigi satu kali pada pagi hari.
4. Pola istirahat dan tidur
Sebelum RS: klien mengatakan sehari tidur siang selama 1 jam dan pada
malam hari tidurnya selama 7 jam. Tidak ada kebiasaan
yang dilakukan sebelum tidur.
Saat di RS : klien mengatakan sering tidur saat di rumah sakit karena
tidak ada kegiatan yang dilakukan.
5. Pola Aktivitas dan latihan
Sebelum RS: klien mengatakan setiap pagi melakukan jalan pagi sekitar
1,5 KM. sudah tidak lagi bekerja dan jika terlalu banyak
melakukan aktivitas sering sesak dan lemas.
Saat di RS : Klien tidak melakukan aktivitas olahraga. Pasien dengan
total care.
6. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Sebelum di RS: klien riwayat merokok dan berhenti merokok sejak 2001.
Tidak pernah menggunakan NAPZA
Saat di RS : klien tidak merokok dan tidak menggunakan NAPZA
e) Genogram
f) Riwayat Lingkungan
Kebersihan : klien mengatakan lingkungan tempat tinggal bersih, rumah
tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah.
Bahaya : lingkungan tempat tinggal klien tidak denkat dengan jalan
raya, sungai maupun pinggir rel kereta. Lantai tidak licin,
penataan rumah rapi, tidak ada kabel yang berserakan
Polusi : lingkungan rumah tidak terdapat polusi yang berlebihan
karena jauh dari jalan raya
g) Aspek psikososial
1. Pola pikir dan persepsi
Berdarsarkan hasil pengkajian pada aspek psikososial klien tidak
menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata) dan pendengaran. Klien
tidak ada kesulitan dalam hal membaca ataupun menulis, tidak mengalami
pusing kepala
2. Persepsi diri
Hal yang dipikirkan saat ini yaitu klien ingin segera cepat sembuh dan
segera pulang kerumah. Harapan setelah menjalani perawatan penyakit
yang diderita saat ini tidak mengalami kekambuhan. Perubahan setelah
sakit klien tidak dapat beraktifitas seperti biasanya, aktivitas selalu dibantu
dan selalu ingin tidur. Suasana hatinya, klien mengatakan biasa saja. Saat
di rumah sakit klien selalu ditemani oleh anaknya dan sering dikunjungi
oleh saudara yang lainnya.
3. Hubungan komunikasi
Bahasa utama yang digunakan yaitu Bahasa Indpnesia. Saat berbicara
jelas, mampu mengerti orang lain dan interaksi dengan orang lain baik.
Dirumah ia tinggal bersama dengan anaknya.
4. Kehidupan keluarga
Adat istiadat yang dianut yaitu budaya Jawa. Pembuat keputusan
dalam keluarganya diambil oleh anaknya. Pola komunikasi antar anggota
keluarganya baik dan harmonis. Keuangan di keluarga memadai.
5. Kesulitan dalam keluarga
Tidak ada kesulitan dalam hubungan dengan sanak suara maupun
dengan anaknya.
6. Kebiasaan seksual
Klien seorang duda dan berumur 74 tahun sudah tidak melakukan
hubungan seksual
7. Pertahanan koping
Dalam mengambil keputusan klien dibantu oleh anaknya. Hal yang
ingin dirubah dari kehidupannya yaitu klien ingin hidup sehat dan akan
melakukan hemodialisa rutin. Hal yang dilakukan ketika klien sedang
stress yaitu mencoba mencari solusi dan menceritakan kepada anaknya
8. Sistem Nilai Kepercayaan
Klien merupakan seorang muslim. Sumber kekuatannya yaitu Allah
SWT. Ia mengaku bahwa Tuhan, agama dan kepercayaanya saat ini sangat
penting. Kegiatan agama yang sering dilakukan yaitu sholat 5 waktu dan
berdzikir
h) Tingkat Perkembangan
Klien merupakan seorang laki-laki dengan usia 74 tahun sudah
memasuki fase lanjut usia.
B. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
a) Berat badan : 85 kg
b) Tinggi badan : 167 cm
c) Tekanan darah : 184/85 mmHg
d) Nadi : 105 x/menit
e) Frekuensi nafas : 25 x/menit
f) Suhu tubuh : 36,5ᵒC
g) Keadaan umum : Sedang
h) Pembesaran kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
b. Sistem penglihatan
Sisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal, konjungtiva anemis, kornea normal, sclera an ikterik, pupil isokor,
otot-otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-
tanda peradangan pada daerah mata, tidak memakai kacamata maupun lensa
kontak, reaksi terhadap cahaya positif.
c. Sistem pendengaran
Daun telinga normal, tidak ada serumen, kondisi telinga tengah
normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, perasaan penuh di telinga
tidak ada, tinnitus tidak ada, fungsi pendengaran normal, tidak memakai alat
bantu pendengaran.
d. Sistem wicara
Klien saat berbicara normal, artikulasi dan pengucapan jelas.
e. Sistem pernafasan
Terdapat sputum pada jalan napas , pernafasan sesak, frekuensi nafas
25 x/menit, menggunakan alat bantu pernafasan yaitu Non Rebreathing Mask
10 Lpm, irama tidak teratur, jenis pernafasan spontan, kedalaman pernafasan
dangkal, terdapat batuk, tidak ada nyeri tekan pada daerah dada, bunyi sonor,
suara nafas ronkhi pada kedua paru (kanan dan kiri), tidak ada nyeri saat
bernafas.
f. Sistem kardiovaskular
Sirkulasi perifer : frekuensi nadi 105 x/menit, , tidak teratur, denyut
kuat, tekanan darah 184/85 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis bagian
kanan maupun kiri, temperature kulit normal, warna kulit pucat, pengisian
kapiler > 2 detik, terdapat pembesaran jantung (kardiomegali)
Sirkulasi jantung : irama jantung tidak teratur, tidak ada kelainan
bunyi jantung normal tidak ada suara tambahan, sakit dada tidak ada, nyeri
dada tidak ada.
g. Sistem hematologi
Klien tampak pucat, tidak ada perdarahan, mimisan tidak ada, pteki
tidak ada, perdarahan gusi tidak ada, purpura tidak ada, ekimosis tidak ada
h. Sistem syaraf pusat
Klien tidak ada keluhan sakit kepala, tingkat kesadaran composmentis,
GCS : E4M6V5, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, gangguan sistem
persyarafan tidak ada seperti : kejang, mulut mencong, pelo, disorientasi,
kelumpuhan ekstremitas, polinueritis, reflex fisiologis normal, reflex patalogis
tidak ada.
i. Sistem pencernaan
Keadaan mulut : gigi tidak caries, terdapat beberapa yang sudah copot,
tidak mengginakan gigi palsu, stomatitis tidak ada, lidah tidak kotor, saliva
normal, tidak ada muntah, nyeri tekan daerah perut tidak ada, bising usus 5
x/menit, tidak diare, tidak konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen asites
j. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak bau keton, tidak
terdapat luka gangrene, polidipsi dan polyphagia disangkal, tidak tremor,
tidak ada exoptalmus.
k. Sistem urogenital
Intake 800 ml, output 50 ml, balance +750 ml, perubahan pola kemih
retensi, BAK sedikit, warna kuning keruh, terdapat distensi kandung kemih,
terdapat keluhan sakit penggang skala 4/10.
l. Sistem integument
Turgor kulit baik, temperature kulit hangat, suhu 36,8ᵒC, warna kulit
pucat, kedaan kulit baik, tidak ada lesi maupun ulkus, tidak ada kelainan kulit,
konsisi kulit daerah pemasangan infus tidak phlebitis, tidak ada kemerahan
maupun bengkak, kedaan rambut tektur baik, kebersihan kepala bersih
m. Sistem musculoskeletal
Kondisi klien lemah, pergerakan terbatas, tidak ada sakit tulang; sendi
maupun tidak terdapat fraktur, tiak ada kelainan bentuk tulang, keadaan tonus
otot baik kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
Data Tambahan
Klien mengetahui bahwa ia memiliki penyakit gagal ginjal dan harus melakukan
hemodialisa setiap minggunya. Namun dari gejala yang sering dirasakan klien tidak
pernah BAK sedikit seperti saat ini dan merasakan nyeri saat BAK. Sebelumnya klien
diberitahu bahwa terdapat tumor pada prostatnya namun belum dilakukan biopsy
sehingga belum jelas penyakitnya.
Data Penunjang
HEMATOLOGI
Hematokrit 22 % 33-45
VER/HER/KHER/RDW
HEMOSTASIS
FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
ELEKTROLIT DARAH
HEMATOLOGI
Hematokrit 27 % 33-45
VER/HER/KHER/RDW
FUNGSI GINJAL
HEMATOLOGI
VER/HER/KHER/RDW
FUNGSI GINJAL
ELEKTROLIT DARAH
HEMATOLOGI
Hematokrit 31 % 33-45
VER/HER/KHER/RDW
RDW 16.8% 11.5-14.5
HEMOSTASIS
FUNGSI GINJAL
ELEKTROLIT DARAH
HEMATOLOGI
hematokrit 31 % 33-45
Leukosit 27.2 ribu/ul 5.0-10.0
VER/HER/KHER/RDW
FUNGSI GINJAL
1. Radiologi
1) Tanggal 15 Desember 2019
Thoraks Foto Dewasa
- Infiltrat di perihiler dan parakardial bilateral, DD/ Pneumonia
- Hilus kanan menebal, DD/vascular, limfadenopati
- Kardiomegali
- CDL dengan posisi tip distal di proyeksi vena cava superior
- Tidak tampak gambaran pneumotoraks, pneumomediastinum, maupun
emfisema subkutis
2) Tanggal 17 Desember 2019
CT Scan Urografy
Kesan:
- Edema ginjal bilateral disertai fat stranding disekitarnya dan
akumulasi cairan di perinefrik ginjal kiri, serta pelviektasis dan
hidroureter bilateral, suspek pyelonephritis.
- Penebalan dinding vesika urinaria (suspek cystitis) disertai lesi isodens
di intralumen vesika urinaria, DD/blood clot, pus.
- Kista multipel berkalsifikasi di ginjal bilateral.
- Hipertrofi prostat, suspek BPH
- Kesuraman di subkutis anteroinferior abdomen setinggi vertebra S1,
DD/edema. Proses inflamasi.
- Infiltrat di basal paru bilateral yang tervisualisasi, DD/ pneumonia
- Efusi pleura minimal kiri.
3) Thoraks Foto Dewasa 18 Desember 2019
Kesan:
- Dibandingkan radiografi thoraks tanggal 15 Desember 2019, saat ini:
- Infiltrat di perihilar bilateral dan parakardial kanan, berkurang. Tidak
tampak lagi infiltrate di parakardial kiri.
- Penebalan hilus kanan, stqa.
- Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung
- Posisi tip CVC relative stqa.
Therapi
Tanggal Jenis obat Keterangan
Oral Injeksi
RESUME
Klien datang ke IGD Fatmawati tanggal 13 Desember 2019 pukul 00.05
diantar oleh ambulan dinas kesehatan dengan rujukan dari RS . Pelni untuk rencana
pro biopsy prostat. Saat datang klien mengeluh sesak napas sejak 4 hari SMRS, BAK
sedikit, susah BAB sejak 4 hari SMRS,kedua kaki bengkak saat aktivitas. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/60 mmHg, HR 112 x/menit, RR 24 x/ menit
Suhu 36,7 C. mata konjungtiva anemis, leher: terpasang triple lumen, abdomen:
terdapat shifting dullness, ekstremitas: edema tungkai bawah. Diagnose keperawatan
yang muncul adalah hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulas dan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan adalah memposisikan klien semi
fowler, memonitor pola napas, memonitor bunyi napas, memberikan oksigen 10
liter/menit. Tindakan keperawatan kolaborasi pemeriksaan darah lengkap, Analisa
Gas Darah dan EKG. Terapi kolaborasi yang diberikan nitrokaf 2x2,5 mg, coralan 1x
5 mg, allopurinol 1x 100 mg, CaCo3 3x500 mg, candesartan 1x16 mg, bicnat 3x500
mg, concor 1x2,5 mg, furosemide 1x40 mg, atorvastatin 1x 20 mg, paracetamol
3x1000 mg, ranitidine 2x25 mg, aspilet 1x80 mg. Hasil laboratorium darah lengkap
Hb 7,1 g/dl, Ht 22 %, trombosit 88 ribu/ul, erotrosit 2,29 juta/ul, RDW 15,6 %, PT
15,9 detik, SGOT 41 u/I, Ureum darah 205 mg/dl, kreatinin darah 10,7 mg/dl. Hasil
Analisa Gas Darah pH 7,345 , HCO3 20,5 mmol/L, BE -4,7 mmol/L, kalium darah
5,71 mmol/L. Nilai fungsi ginjal dalam batas kritis maka dilakukan tindakan HD
tanggal 14 Desember 2019. Tanggal 14 Desember pasien dipindahkan ke HCU Bedah
Bougenville .
ANALISA DATA
DATA MASALAH PENYEBAB
Data Objektif
- Tampak sulit berbicara
- Nadi 116 x/menit
- tampak gelisah
- RR 24 x/menit
- Pola napas irregular
- Kedalaman dangkal
- Nafas cepat
- Ronkhi +/+
- pH 7.220
- PCO2 49.2 mmHg
- HCO3 19.7 mmol/L
- BE -4.7 mmol/L
- Asidosis respiratorik dan
metabolik
- Hasil foto thoraks terdapat
infiltrate di perihiler &
parakardial bilateral dd
pneumonia
Data Subjektif Perfusi perifer tidak efektif Penurunan konsentrasi
- hemoglobin
Data Objektif
- Nadi teraba lemah
- CRT > 3 detik
- BAK sedikit
- Warna kulit pucat
- Turgor kulit menurun
- Edema pada tungkai kaki
dan asites pada perut
- Hemoglobin 8,6 mg/dL
- Eritrosit 2.89 juta/Ul
Data Subjektif Hipervolemia Gangguan mekanisme
Klien mengeluh nyeri, BAK regulasi
sedikit
Data Objektif
Edema anarsaka, berat badan
85 kg, terdapat suara
tambahan paru ronkhi +/+,
Hemoglobin 8.6 g/dl,
hematocrit 27%, intake 800,
output 50, balance +750
R : asupan cairan dan garam dibatasi, klien makan diit yang diberikan oleh
rumah sakit, diit lunak, susu 3x150 ml
R : asupan cairan dan garam dibatasi, klien makan diit yang diberikan oleh
rumah sakit, diit lunak, susu 3x150 ml
R : ureum 240 mg/dl, kreatinin 10,0 mg/dl, Edema ginjal bilateral, Penebalan
dinding vesika urinaria (suspek cystitis) disertai lesi isodens di intralumen
vesika urinaria
R : asupan cairan dan garam dibatasi, klien makan diit yang diberikan oleh
rumah sakit, diit susu 3x250 ml
R : Klien dipuasakan
5. Meninggikan kepala tempat tidur
R : nadi perifer lemah, edema anarsaka, pengisian kapiler > 3 detik, suhu
38ᵒC
2. Melakukan hidrasi
R : klien dipuasakan
18-12-19 O : intake : 1499 ml, output 450 ml, balance +1044 ml, mukosa
lembab, edema anarsaka, tanda-tanda dehidrasi (-), turgor
kulit menurun, mata cekung (-)
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas disumpulkan bahwa Chronic Kidney Disease
(CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan irreversible
dimana ginjal menunjukkan kegagalan dalam memelihara metabolisme
keseimbanagn cairan dan elektrolit sehingga berujung pada uremia. Hipertensi dan
diabetes merupakan penyebab tertinggi dari CKD. Faktor resiko yang
menyebabkan CKD yaitu hipertensi, diabetes, usia, riwayat batu ginjal perilaku
merokok, dan pola hidup. Dan dampak ditimbulkan Anemia, asidosis metabolik,
Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder (CKD-MBD) dan Gangguan
Kardivaskuler. Pada pasien didapatkan masalah keperawatan yaitu gangguan
pertukaran gas, perfusi perifer tidak efektif, hypervolemia
Daftar Pustaka
Bakta, I Made & I Ketut Suastika. 2000. Gawat Darurat di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. EGC: Jakarta.
Firmansyah, Adi. 2010. Usaha Memperlambat Perburukan Penyakit Ginjal
Kronik ke Penyakit Ginjal Stadium Akhir. PPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Hayward RA, Levin JM. 2003. Penyunting. Current pediatric diagnosis and
treatment. Edisi ke-16. Boston: Mc Graw Hill.
Jodhpur, Rajasthan. 2014. Management of Hypertension in CKD. Reed Elsevier
India Pvt. Lta.
Mansjoer, A dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mutaqien & Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Salemba Medika: Jakarta.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA: Oxford University Press. 2016
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC. 2015
Smeltzer, S. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKU
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2016
Smeltzer, Susanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah. EGC: Jakarta
Sudoyo, A. W dkk. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi V. Pusat Penerbitan IPD FK UI: Jakarta.
Udjianti, Wajan J. 2015. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika