Anda di halaman 1dari 16

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN ACUTE KIDNEY DISEASE

DI SUSUN OLEH :
Kelompok 2
1. Fani Fadillah (2202197)
2. Tricia Andeska Putri ( 2202211)
3. Dosni Milenia Simarmata (2202195)
4. Rinda Nabela Sari (2202207)
5. Silva Bela Putri (2202214)

Dosen Pembimbing :
Ns. Siska Sakti Angraini, M. Kep

PRODI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
2022/2023
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN…………………………………………………………............................2

KATA PENGANTAR……………………………………….......
…………………….......................3

BAB I …………………………………………………………………........................………4
PENDAHULUAN ……………………………………………………........................………4
A. Latar belakang …………….………………………………………...........................……4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………...........................….4
C. Tujuan Penulisan ………………………………………....................................................5

BAB II ……………………………………………………………...........................................6
PEMBAHASAN ………………………………………………………............……...............6
A. Pengertian…………………………………………………………...................…...............6
B. Anatomi Fisiologi…………………………………………………….......………...............8
C. Etiologi……………………………………………………………....................................10
D. Patofisiologi…………………………………………………………….............................10
E. Manifestasi klinis…………………………………………………………......…...............11
F. Asuhan Keperawatan………………………………………………………..................….11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….................16

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Dengan
Acute Kidney Disease”.

Makalah ini berisikan tentang informasi yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
dengan acute kidney disease. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita semua.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih.

Kerinci, Agustus 2023

Kelompok 2

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah dengan
mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuh,
menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi
hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah
merah dan menjaga tulang tetap kuat (Infodatin, 2017).

Penelitian epidemiologi di China tentang Acute Kidney Injury (gagal ginjal akut) telah
menjadi perhatian dunia. Penelitian dari 44 rumah sakit di 22 provinsi yang berhubungan
dengan insiden Acute Kidney Injury yang memiliki presentase 0.9% di antaranya adalah
2.223.230 pasien rawat inap menurut klasifikasi KDIGO (Kidney Disease: Improving Global
Outcome) pada tahun 2015. Standar RRT (Renal Replacement Theraphy) ialah 14,4% dan
mortalitas di rumah sakit sebesar 12.4%. Penelitian baru membuktikan bahwa faktor
komplikasi dari Acute Kidney Injury (AKI) memiliki presentase sebesar 2.4% sampai 8.1% di
rumah sakit khusus orang dewasa dan pasien ICU memiliki presentase 30 sampai 50%
dengan mempengaruhi standar mortalitas sebesar 18.6 sampai 28.5% (Wang, 2016).

International Society of Nephrology berinisiatif bahwa dari “0” sampai “25” yaitu, nol
kematian yang dapat dicegah dari Acute Kidney Injury (AKI) secara dunia tahun 2025.
Berdasarkan bukti yang baru ditemukan bahwa pre kondisi iskemik, pengobatan non invasif
serta pengobatan secara tradisional dapat mencegah Acute Kidney Injury (AKI) termasuk
diantaranya pasien dengan bedah jantung dan sejenisnya (Wang, 2016).
Data Indonesia Renal Registry (IRR) tahun 2016 menyebutkan sebanyak 98%
penderita gagal ginjal menjalani terapi hemodialisis dan 2% menjalani terapi peritoneal
dialisis (Depkes, 2018). Prevalensi gagal ginjal di Indonesia pada laki- laki (0.3%) lebih
tinggi dibandingkan dengan perempuan (0.2%). Berdasarkan karakteristik umur prevalensi
tertinggi pada kategori usia diatas 75 tahun (0.6%), dimana mulai terjadi peningkatan pada
usia 35 tahun ke atas (Kemkes, 2017). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
(2017), mengatakan bahwa berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 bahwa prevalensi
tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0.5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara
masing-masing 0.4%.

4
Acute Kidney Injury merupakan sebuah gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible, dimana fungsi ginjal mengalami penurunan dalam mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga terjadi uremia (Ariani, 2016).

Dampak Acute Kidney Injury dari berbagai masalah keperawatan yaitu penurunan
aliran darah ginjal. Efek merugikan dari perfusi ginjal pada fungsi ginjal sangat jelas. Karena
aliran darah ginjal dalam jumlah yang besar dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi
normal ginjal, maka perubahan komposisi urin terjadi lebih dini bila perfusi ginjal menurun
(Nuari dan Widayati, 2017).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian acute kidney disease ?


2. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari acute kidney disease ?
3. Bagaimana etiologi acute kidney disease ?
4. Bagaimana patofisiologi dari acute kidney disease ?
5. Bagaimana manifestasi klinis acute kidney disease ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan acute kidney disease ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan acute kidney disease
2. Tujuan khusus
Dengan pembuatan makalah ini mahasiswa mampu :
a) Mengerti dan memahami konsep dasar acute kidney disease
b) Melakukan pengkajian pada pasien acute kidney disease
c) Menentukan diagnosa keperawatan dan merumuskan diagnosa prioritas
acute kidney disease
d) Menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan acute kidney disease

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Acute Kidney Disease

Acute Kidney Disease adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan


akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostatis tubuh. Acute
Kidney Disease juga merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal mendadak dengan akibat terjadinya penimbunan hasil metabolik
persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Diagnosa Acute Kidney Disease
(Gagal Ginjal Akut) yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah secara
progresif 0.5 mg/dl per hari. Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10 sampai
20 mg/dl per hari kecuali bila terjadi hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dl per
hari (Nuari & Widayati, 2017).

Acute Kidney Disease biasanya secara mendadak tanpa didahului dengan


gejala penurunan fungsi ginjal. Kasus yang banyak terjadi adalah ketika pasien
bekerja berat, berolah raga, stress, dan sebagainya, tiba-tiba muncul gejala Acute
Kidney Disease ini. Gejala biasanya baru teridentifikasi di rumah sakit yang berupa
oliguria (output urin dalam 24 jam kurang dari 400 cc [Cubic centimeter]), azotemia
progresif dan disertai kenaikan ureum dan kreatinin (Diyono & Mulyanti, 2019).

Acute Kidney Disease adalah fungsi ginjal yang menurun dengan tiba- tiba
yang dapat menganggu keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Biasanya
gejalanya ditandai dengan penurunan berkemih atau peningkatan berkemih dalam 24
jam. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan ureum dan kreatinin

Acute Kidney Disease adalah jika ginjal secara tiba-tiba tidak mampu
mengatur volume dan komposisi urine secara tepat sebagai respon terhadap asupan
makanan dan cairan terhadap kebutuhan organisme.

6
B. Anatomi Fisiologi Ginjal
a) Anatomi

Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di belakang kavum abdominalis di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang
abdomen. Bentuknya ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal
kiri lebih besar dari pada ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari
pada ginjal wanita (Widia, 2015).

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum
ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis). Kulit ginjal yang terdapat bagian
yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Tempat penyaringan
darah ini banyak mengandung kapiler darah yang tersusun bergumpal-gumpal disebut
glomerulus. Tiap glomerulus dikelilingi oleh simpai bowman, dan gabungan antara
glomerulus dan simpai bowman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada
badan malphigi, yaitu diantara glomerulus dan simpai bowman. Zat-zat yang terlarut dalam
darah akan masuk ke dalam simpai bowman. Zat-zat tersebut akan menuju ke pembuluh
darah yang merupakan lanjutan dari simpai bowman yang terdapat di dalam sumsum ginjal
(Nuari & Widayati, 2017).

Ginjal diperkirakan memiliki 1.000.000 nefron yang selama 24 jam dapat menyaring
darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang
yang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dari kapiler satu badan

7
malphigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler
menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior (Widia, 2015).

b) Fisiologi

Ginjal memainkan peran penting dalam mengatur volume dan komposisi cairan
tubuh, mengeluarkan racun dan menghasilkan hormon seperti renin, erythropoietin dan
bagian aktif vitamin D. Kegagalan untuk menangani efek-efek ini menjadi pertimbangan
yang dapat menghasilkan kesalahan serius dalam penanganan pasien. Ginjal dibentuk dari
kira-kira 1 juta unit fungsional yang disebut dengan nefron. Secara anatomi, sebuah nefron
terdiri dari sebuah tubulus berliku-liku dengan sedikitnya enam segmen yang khusus Akhir
bagian proksimal (Kapsula Bowman), ultrafiltrasi darah telah terbentuk, dan selama cairan ini
melewati nefron, jumlah dan komposisinya termodifikasi oleh kedua proses reabsoprsi dan
sekresi. Hasil akhir yang dikeluarkan berupa urin. Enam bagian utama anatomi daan
fungsional nefron meliputi kapiler-kapiler glomerular, tubulus proksimal, lengkung henle,
tubulus distal, tubulus pengumpul, dan apparatus juxtaglomerular (Nuari & Widayati, 2017).

Perubahan patologi yang mendasari Acute Kidney Disease adalah terjadinya Nekrosis
Tubular Akut (NTA). Kondisi ini mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrolit dan bahan
protein lainnya. Kemudian membentuk silinder dan menyumbat lumen tubulus sehingga
tekanan intratubuluer meningkat. Tekanan intratubulus yang meningkat menyebabkan
gangguan filtrasi glomerulus sehingga GFR menurun. Obstruksi tubulus merupakan faktor
penting pada ARF yang disebabkan oleh logam berat. Etilen glikol atau iskemia
berkepanjangan. Pada keadaan sel endotel kapiler glomerulus dan/atau sel membran basalis
mengalami perubahan sehingga luas permukaan filtrasi menurun mengakibatkan penurunan
ultrafiltrasi glomerulus (Diyono & Mulyanti, 2019).

C. Etiologi
1. Gagal jantung kongestif
2. Syok kardiogenik
3. Sepsis
4. Anafilaksi

8
D. Patofisiologi
Acute Kidney Disease umumnya merupakan keadaan yang reversible, tetapi
penyimpangan fungsi fisiologi ginjal bisa sangat ekstrim, dan angka mortalitas
kelompok usia pediatrik tetap tinggi. Pada keadaan ini dapat terjadi pengurangan laju
fitrasi glomerulus yang parah, kenaikan kadar BUN, dan penurunan aliran darah
ginjal yang signifikan.

Perjalanan klinis Acute Kidney Disease bervariasi dan tergantung pada


penyebabnya. Pada Acute Kidney Disease reversible,terdapat periode oliguria yang
parah atau fase low-output (pengeluaran urine sedikit) yang diikuti di uresis atau fase
high-output dengan awitan mendadak, dan kemudian disusul dengan pemulihan
secara berangsur-angsur kembali atau kearah volume urine yang normal.

E. Manifestasi Klinis
Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa manifestasi klinik pada
Acute Kidney Disease menurut yaitu :
a. Pernafasan seperti pernafasan kussmaul, efusi pleura dan pneumonia
b. Saraf seperti sakit kepala, kelelahan, perubahan status mental.
c. Kardiovaskular seperti anemia (nomochromic, normocytic), hipertensi,
disritmia.
d. Perkemihan seperti perubahan volume dan komponen tergantung penyebab dan
perubahan ekskresi karena obat-obatan.
e. Kulit seperti oedema mata, tangan atau kaki dan memar.
f. Darah seperti asidosis, hiperkalemia, BUN, meningkat, dan serum kreatinin
meningkat.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap

berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan

yang terjadi pada tahap ini akan menetukan diagnosis keperawatan

(Rohmah & Walid, 2016).

9
 Pola Kesehatan Fungsional

a). Aktivitas dan Istirahat


b). Sirkulasi
c). Pola eliminasi
d). Makanan dan cairan
f). Neurosensori
g). Nyeri/Kenyamanan
h). Pernapasan
i). Keamanan

2. Diagnosa, Luaran dan Intervensi Keperawatan (SDKI,SLKI,SIKI)

1. Hipervolemia ( Sdki D.0022)


Luaran: Status Cairan Membaik (Slki L.03028)

 Kekuatan nadi meningkat


 Output urin meningkat
 Membran mukosa lembab meningkat
 Ortopnea menurun
 Dispnea menurun
 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
 Edema anasarka menurun
 Edema perifer menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Tekanan darah membaik
 Turgor kulit membaik
 Jugular venous pressure membaik
 Hemoglobin membaik
 Hematokrit membaik

Intervensi Keperawatan Siki


 Manajemen Hipervolemia (Siki I.03114)

 Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis: ortopnea, dispnea, edema,


JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara nafas tambahan)
 Identifikasi penyebab hypervolemia
 Monitor status hemodinamik (mis: frekuensi jantung, tekanan darah, MAP,
CVP, PAP, PCWP, CO, CI) jika tersedia
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor tanda hemokonsentrasi (mis: kadar natrium, BUN, hematokrit, berat
jenis urine)
 Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis: kadar protein dan
albumin meningkat)
 Monitor kecepatan infus secara ketat
 Monitor efek samping diuretic (mis: hipotensi ortostatik, hypovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama

10
 Batasi asupan cairan dan garam
 Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40 derajat
 Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
 Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
 Ajarkan cara membatasi cairan
 Kolaborasi pemberian diuretic
 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
 Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy (CRRT) jika
perlu

 Pemantauan Cairan (Siki I.03121)

 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi


 Monitor frekuensi napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis: osmolaritas serum, hematokrit,
natrium, kalium, dan BUN)
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis: dispnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi faktor risiko ketidakseimbagnan cairan (mis: prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pancreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Dokumentasikan hasil pemantauan

2. Risiko penurunan Curah Jantung (Sdki D.0011)


Luaran : Curah Jantung Meningkat (Slki L.02008)

 Kekuatan nadi perifer meningkat


 Ejection fraction (EF) meningkat
 Palpitasi menurun
 Bradikardia menurun
 Takikardia menurun

11
 Gambaran EKG Aritmia menurun
 Lelah menurun
 Edema menurun
 Distensi vena jugularis menurun
 Dispnea menurun
 Oliguria menurun
 Pucat/sianosis menurun
 Paroximal nocturnal dyspnea (PND) menurun
 Ortopnea menurun
 Batuk menurun
 Suara jantung S3 menurun
 Suara jantung S4 menurun
 Tekanan darah membaik
 Pengisian kapiler membaik

Intervensi Keperawatan :
a. Perawatan Jantung (Siki I.02075)

 Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi: dispnea,


kelelahan, edema, ortopnea, PND, peningkatan CVP).
 Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi:
peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (mis: intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presipitasi
yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
 Monitor nilai laboratorium jantung (mis: elektrolit, enzim jantung, BNP,
NTpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas
 Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis: beta
blocker, ACE Inhibitor, calcium channel blocker, digoksin)
 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi
nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai (mis: batasi asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermitten, sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

12
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung.

b. Perawatan Jantung Akut (Siki I.02067)

 dentifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan Pereda,


kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi, dan frekuensi)
 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
 Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
 Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia (mis: kalium,
magnesium serum)
 Monitor enzim jantung (mis: CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I)
 Monitor saturasi oksigen

 Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut (mis: skor TIMI, Killip,
Crusade)
 Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
 Pasang akses intravena
 Puasakan hingga bebas nyeri
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan stress
 Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan pemulihan
 Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
 Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis: mengedan saat BAB atau
batuk)
 Jelaskan Tindakan yang dijalani pasien
 Ajarkan Teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan
 Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu
 Kolaborasi pemberian antianginal (mis: nitrogliserin, beta blocker, calcium
channel blocker)
 Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
 Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver Valsava (mis: pelunak
tinja, antiemetik)
 Kolaborasi pencegahan trombus dengan antikoagulan, jika perlu
 Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu

3. Risiko Hipovolemia (Sdki D.0034)

Luaran: Status Cairan Membaik (Slki L.03028)

 Kekuatan nadi meningkat

 Output urin meningkat

13
 Membran mukosa lembab meningkat
 Ortopnea menurun
 Dispnea menurun
 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
 Edema anasarka menurun
 Edema perifer menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Tekanan darah membaik
 Turgor kulit membaik
 Jugular venous pressure membaik
 Hemoglobin membaik
 Hematokrit membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Hipovolemia (Siki I.03116)

 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
 Monitor intake dan output cairan
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified Trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah

4. Risiko ketidakseimbangan Elektrolit (Sdki D.0037)

Luaran: Keseimbangan Elektrolit Meningkat (Slki L.03021)

 Serum natrium membaik


 Serum kalium membaik
 Serum klorida membaik

Intervensi Keperawatan: Pemantauan Elektrolit (Siki I.03122)

 Monitor kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit


 Monitor kadar elektrolit serum
 Monitor mual, muntah, diare
 Monitor kehilangan cairan, jika perlu
 Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis: kelemahan otot, interval QT
memanjang, gelombang T datar atau terbalik, depresi segmen ST, gelombang
U, kelelahan, parestesia, penurunan refleks, anoreksia, konstipasi, motilitas
usus menurun, pusing, depresi pernapasan)

14
 Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (mis: peka rangsang, gelisah, mual,
muntah, takikardia mengarah ke bradikardia, fibrilasi/takikardia ventrikel,
gelombang T tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS tumpul, blok jantung
mengarah asistol)
 Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis: disorientasi, otot berkedut, sakit
kepala, membrane mukosa kering, hipotensi postural, kejang, letargi,
penurunan kesadaran)
 Monitor tanda dan gejala hipernatremia (mis: haus, demam, mual, muntah,
gelisah, peka rangsang, membrane mukosa kering, takikardia, hipotensi,
letargi, konfusi, kejang)
 Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis: peka rangsang, tanda Chvostek
[spasme otot wajah] dan tanda Trousseau [spasme karpal], kram otot, interval
QT memanjang)
 Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis: nyeri tulang, haus, anoreksia,
letargi, kelemahan otot, segmen QT memendek, gelombang T lebar, komplek
QRS lebar, interval PR memanjang)
 Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia (mis: depresi pernapasan, apatis,
tanda Chvostek, tanda Trousseau, konfusi, disritmia)
 Monitor tanda dan gejala hypermagnesemia (mis: kelemahan otot,
hiporefleks, bradikardia, depresi SSP, letargi, koma, depresi)
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

15
DAFTAR PUSTAKA

Ariani. 2016. Stop Gagal Ginjal dan Gangguan Ginjal Lainnya. Yogyakarta : Istana Media.

Budiono & Budi Pertami, Sumirah. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika.

Cianci et al. 2009. Hypertension in Hemodialysis. An Overview on Physiopathology and Therapeutic


Approach in Adults and Children. The Open Urology & Nepphrology Journal. 2 : 11-19.

Corwin J, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisilogi. Jakarta : EGC.

Diyono & Mulyanti. 2019. Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Urologi.


Yogyakarta : Andi.

Doenges. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.

Gonce Morton, Patricia et al. 2016. Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik Volume 2.
Edisi 8. Jakarta : EGC.

Infodatin. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Muttaqin & Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta : Salemba Medika.

Nuari & Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta : Deepublish.

16

Anda mungkin juga menyukai