BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Gagal ginjal akut merupakan istilah untuk kondisi di mana ginjal seseorang mengalami kerusakan secara
mendadak, sehingga tidak bisa berfungsi. Gagal ginjal akut terjadi ketika ginjal tiba-tiba tidak bisa menyaring
limbah kimiawi dari darah yang bisa memicu penumpukan atau penimbunan limbah tersebut di dalam tubuh.
Penumpukan limbah kimia dan garam dalam tubuh bisa menghentikan organ lain untuk berfungsi dengan benar.
Di Amerika Serikat, kejadian tahunan gagal ginjal akut terjadi 100 kasus / 1 juta orang.. Gagal ginjal akut
di rumah sakit terjadi pada 4% dari semua pasien yang dirawat. (nurseslabs.com)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 menunjukkan bahwa
penduduk Indoensia kurang aktifitas fisik (26,1%); penduduk usia > 15 tahun merupakan perokok aktif (36,3%);
penduduk > 10 tahun kurang mengonsumsi buah dan sayur (93%); serta penduduk >10 tahun memiliki kebiasaan
minum minuman beralkohol (4,6%). Dari data ini orang dewasa dan anak-anak mempunyai risiko terkena penyakit
ginjal. (depkes.go.id)
Akhir tahun 2013 tercatat jumlah pasien gagal ginjal di dunia mencapai 3.200.000 dengan tingkat
pertumbuhan 6% . Sekitar 78,8% dari pasien gagal ginjal di dunia menggunakan terapi dialisis untuk kelangsungan
hidupnya. Peningkatan jumlah pasien gagal ginjal terjadi di negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan
data US Renal Data System Annual Data Report, jumlah penderita gagal ginjal di Amerika Serikat tahun 2013
lebih dari 660.000 orang dengan jumlah penderita baru mencapai 117.000 orang. 88,2% pasien gagal ginjal di
Amerika Serikat menggunakan terapi hemodialisis dan mortality rate pada pasien hemodialisis adalah 172 per
1000 pasien. Penyakit yang tercatat sebagai penyebab gagal ginjal adalah diabetes melitus (37,47%), hipertensi
(25,1%) dan glomerulonefritis (16,34%).
Berdasarkan data yang dirilis PT Askes jumlah penderita gagal ginjal tahun 2010, 2011 dan 2012 adalah
15.507 orang, 23.261 orang dan 24.141 orang. Laporan Indonesian Renal Registry (IRR) menunjukkan 82,4%
pasien gagal ginjal di Indonesia menjalani hemodialisis pada tahun 2014 dan jumlah pasien hemodialisis
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Tahun 2013 jumlah pasien hemodialisis yaitu 24.524 dan tahun
2014 adalah 28.882. Laporan IRR mencatat bahwa penyebab gagal ginjal pada pasien yang menjalani
hemodialisis adalah hipertensi (37%), diabetes melitus (27%) dan glomerulopati primer (10%). Jumlah pasien
hemodialisis yang meninggal tahun 2014 adalah 2.779.(8)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.2 Konsep Kasus
2.2.1 Definisi
Gagal Ginjal Akut adalah hilangnya fungsi secara mendadak dan hamper lengkap akibat
kegagalan sirkulasi renal atau fungsi tubular dan glomerular.
(brunner and suddarth.2002.KMB.jakarta: EGC)
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkat sampah metabolic tubuh atau
melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieleminasi di urin menumpuk dalam airan tubuh
akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin metabolic, cairan, elektrolit,
serta asam basa. (Saifudin:2010)
2.2.2 Etiologi
1. Parental (hipoperfusi ginjal) akibat masalah aliran darah hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi
glomerulus. Kondisi klinis yang umumnya adalah penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan
melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis) gagal jantung kongestif atau syok
kardiogenik)
2. Intrarenal (kerusakan actual jaringan ginjal) akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal.
Kondisi ini seperti : rasa terbakar, cedera akibat benturan dan infeksi serta agens nefrotoksik dapat
menyebabkan nekrosis tubulus akut( ATN) dan berhentinya fungsi renal.
3. Pasca renal (obstruksi aliran urin) yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi
dibagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal menigkat akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.
(brunner and suddarth.2002.KMB.jakarta: EGC)
2.2.3 Tanda dan Gejala
1. Dapat terjadi oliguria, terutama apabila kegagalan disebabkan oleh iskemia atau obstruksi. Oliguria
terjadi karena penurunan GPR.
2. Nekrosis tubulus toksik dapat berupa non-oliguria (haluaran urine banyak) dan terkait dengan
dihasilkannya volume urine encer yang adekuat
3. Tampak peningkatan BUN dan nilai kreatinin serum menetap
4. Hiperkalemia berat dapat mengarah pada disritmia dan henti jantung
5. Asidosis progresif, peningkatan konsentrasi fosfat serum, dan kadar kalsium serum rendah
6. Anemia, karena kehilangan darah akibat lesi uremik gastrointestinal, penurunan masa hidup sel-sel
darah merah, dan penurunan pembentukan eritropoetin
(Corwin, Elizabeth J. 2009)
4
d. Tubulus distal konvulta. Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelokkelok dan letaknya jauh
dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari masing-masing nefron bermuara ke
duktus koligens yang panjangnya 20 mm.
e. Duktus koligen medula. Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus dari
ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi
kalsium.
2.2.5 Patofisiologi
1) GGA prarenal
Karena berbagai sebab pra-renal, volume sirkulasi darah total atau efektif menurun, curah
6
jantung menurun, dengan akibat darah ke korteks ginjal menurun dan laju filtrasi glomerulus menurun.
Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air dan garam terus berlangsung. Oleh karena itu pada GGA
prarenal ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urin yang tinggi >300 mOsm/kg dan konsentrasi
natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta fraksi ekskresi natrium (FENa) yang rendah (<1%).
Sebaliknya bila telah terjadi nekrosis tubulus (GGA renal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi
lagi. Ditemukan kadar osmolalitas urin yang rendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi
>20 mmol/L dan FENa urin juga tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan
apakah pasien GGA prarenal yang terjadi sudah menjadi renal. GGA renal terjadi apabila hipoperfusi
prarenal tidak cepat ditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal.
Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan renin dari aparatus
jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, dimana terjadi peningkatan resorbsi
natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan, penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi
pelepasan hormon antidiuretik (ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di medulla. Hasil akhirnya
adalah penurunan volume urin, penurunan kadar natrium urin, dimana semua ini adalah karakteristik
dari GGA prarenal.
Pembedaan ini penting karena GGA prarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan
adekuat dengan atau tanpa diuretika. Sedangkan pada GGA renal tidak. Penyebab tersering pada anak
adalah dehidrasi berat karena muntah dan diare, perdarahan, luka bakar, syok septik, sindrom nefrotik,
pembedahan jantung, dan gagal jantung.
2) GGA renal
Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi menjadi beberapa kelompok;
kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali kongenital. Tubulus ginjal karena
merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi
iskemia atau oleh obat nefrotoksik oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah
penyebab tersering dari GGA renal.
3) GGA pasca renal
Hambatan aliran urin dapat terjadi pada berbagai tingkat, dari pelvis renalis hingga uretra dan
dapat merupakan manifestasi dari malformasi kongenital, obstruksi intrinsik atau kompresi ekstrinsik dari
traktus urinarius, dan neurogenic bladder. GGA pasca renal terjadi ketika obstruksi melibatkan kedua
ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu ginjal. Patofisiologi GGA pasca renal adalah multifaktor,
melibatkan peningkatan tekanan hidrostatik pada ruang bowman, diikuti oleh perubahan aliran darah
kapiler. Hasil akhir adalah penurunan filtrasi glomerulus. Mirip dengan GGA prarenal, kerusakan
parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya obstruksi berlangsung serta sifat
kepenuhan obstruksi. GGA pasca renal biasanya reversibel apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.
7
Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu. Pada stadium awal,
aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun GFR dan volume urin menurun. Osmolalitas urin dapat
tinggi dengan konsentrasi natrium urin yang rendah seperti yang terlihat pada GGA prarenal. Stadium
ini berlangsung cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan penurunan aliran darah
ke ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi
natrium. Hilangnya obstruksi pada fase awal GGA dapat mengakibatkan diuresis yang berlebihan, disini
berperan faktor intrinsik dalam ginjal dan juga akibat penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin
lama obstruksi makin sedikit kemungkinan GFR untuk pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat
mungkin dapat mengalami perbaikan GFR secara penuh, tetapi lebih lama kemungkinan ini bertambah
sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa obstruksi jagka pendek (72 jam) ternyata sudah
menimbulkan kerusakan permanen pada nefron, dan pulihnya GFR kembali normal adalah akibat dari
hiperfiltrasi nefron yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi obstruksi, pengeluaran urin
dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai beberapa liter per hari. Tetapi pengeluaran urin saja tidak
dapat dipakai untuk membedakan GGA pascarenal dari GGA prarenal dan renal/intrinsik.
Di Indonesia GGA pascarenal didapat biasanya adalah akibat dari kristal jengkol (intoksikasi
jengkol).
8
Pathway GGA
Penurunan oksigenasi
MK : GANGGUAN MK : KELEBIHAN Mekanisme
sirkuasi
ELIMINASI URINE VOLUME CAIRAN kompensasi
hipoksemia
hiperventalisasi
Akumulasi residual urine
Hipoksia sel
MK :
Timbunan zat sisa metabolisme
KETIDAKEFEK
MK : KETIDAKEFEKTIVAN PERFUSI
TIFAN POLA
MK : KERUSAKAN MK : INTOLERANSI
INTEGRITAS KULIT Keseimbangan energi AKTIVITAS
2) Asidosis
Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis metabolik, dikoreksi
dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil analisis gas darah yaitu:
BE x BB x 0,3 (mEq)
Atau kalau hal ini tidak memungkinkan maka dapat diberikan koreksi buta 2- 3
mEq/kgBB/hari. Bila terapi konservatif tetap berlangsung lebih dari 3 hari harus dipertimbangkan
pemberian emulsi lemak dan protein 0,5-1 g/kgBB/hari. Pemberian protein kemudian dinaikkan
sesuai dengan jumlah diuresis.
3) Hiperkalemia
Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan jiwa penderita.
Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat yaitu suatu kation exchange resin
(Resonium A) 1 g/kgBB per oral atau per rektal 4x sehari. Bila kadar K >7 mg/L atau ada kelainan
EKG (berupa gelombang T yang meruncing, pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks
QRS),atau aritmia jantung perlu diberikan:
• Glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB i.v. dalam 5-10 menit
• Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB i.v. dalam 10-15 menit
Bila hiperkalemia tetap ada diberi glukosa 20% per infus ditambah insulin 0,5 unit/gram
glukosa sambil menyiapkan dialisis.
12
4) Hiponatremia
Hiponatremia <130 mEq/L sering ditemukan karena pemberian cairan yang berlebihan
sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan restriksi cairan. Bila disertai dengan gejala serebral maka
perlu dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mmol/ml). Pemberian Natrium dihitung
dengan rumus;
Na (mmol) = (140 – Na) x 0,6 x BB
Diberikan hanya separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan overload cairan.
Pendapat lain menganjurkan koreksi natrium cuku sampai natrium serum 125 mEq/L sehingga
pemberian Na = (125 – Na serum) x 0,6 x BB.
5) Tetani
Bila timbul gejala tetani akibat hipokalsemia perlu diberikan glukonas kalsikus 10% i.v. 0,5
ml/kgBB pelan-pelan 5-10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumat kalsium oral 1-4 gram/hari. Untuk
mencegah terjadinya tetani akibat koreksi asidosis dengan bikarbonas natrikus, maka sebaiknya
diberikan glukonas kalsikus i.v. segera sebelum diberikan pemberian alkali.
6) Kejang
Bila terjadi kejang dapat diberikan Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB i.v. dan dilanjutkan dengan
dosis rumat luminal 4-8 mg/kgBB/hari atau difenilhidantoin 8 mg/kgBB. Kejang pada GGA dapat
disebabkan oleh gangguan elektrolit hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia atau karena
hipertensi/uremia.
7) Anemia
Transfusi dilakukan bila kadar Hb < 6 g/dL atau Ht < 20%, sebaiknya diberikan packed
red cell (10 ml/kgBB) untuk mengurangi penambahan volume darah dengan tetesan lambat 4-6
jam (lebih kurang 10 tetes/menit). Pemberian transfusi darah yang terlalu cepat dapat menambah
beban volume dengan cepat dan menimbulkan hipertensi, gagal jantung kongestif, dan edema
paru.
8) Hipertensi
Hipertensi ditanggulangi dengan diuretika, bila perlu dikombinasi dengan kaptopril 0,3
mg/kgBB/kali. Pada hipertensi krisis dapat diberikan klonidin drip atau nifedipin sublingual (0,3
mg/kgBB/kali) atau nitroprusid natrium 0,5 mg/kgBB/menit.
9) Edema paru
Edema paru merupakan hal yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kematian
13
dalam waktu singkat, sebagai tindakan percobaan dapat diberikan furosemid i.v. 1 mg/kgBB
disertai dengan torniket dan flebotomi. Disamping itu dapat diberikan morfin 0,1 mg/kgBB.
Bila tindakan tersebut tidak memberi hasil yang efektif, dalam waktu 20 menit, maka dialisis harus
segera dilakukan.
B. Tindakan dialisis
Indikasi dialisis pada anak dengan GGA ialah:
1) Kadar ureum darah >200 mg%
2) Hiperkalemia >7,5 mEq/L
3) Bikarbonas serum <12 mEq/L
4) Adanya gejala-gejala overhidrasi: edema paru, dekompensasi jantung dan hipertensi yang tidak
dapat diatasi dengan obat-obatan.
5) Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan, kesadaran menurun sampai
koma.
Dialisis dapat dilakukan dengan dialisis peritoneal atau hemodialisis. Dialisis Peritoneal (DP)
mudah dilakukan pada anak terutama bayi kecil, tidak memerlukan alat yang canggih dan dapat
dilakukan didaerah terpencil. Karena itu DP lebih banyak dipakai pada anak. Hemodialisis (HD)
mempunyai keuntungan dapat lebih cepat memperbaiki kelainan biokimia dalam darah. Pada pasien
yang baru saja mengalami operasi intra abdomen, HD dapat dipakai sedangkan PD tidak.
2.2.8 Komplikasi
1. Retensi cairan akibat kegagalan fungsi ginjal dapat menyebabkan edema atau gagal jantung kongestif
2. Gangguan elektrolit dan pH dapat menimbulkan ensefalopati
3. Apabila hiperkalemia parah (≥ 6,5 miliekuivalen per liter) dapat terjadi disritmia dan kelemahan otot
(Corwin, Elizabeth J. 2009)
14
terjadinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan
untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang
bertahan dalam jumlah berlebihan.
Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi
harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini
mungkin. Hal ini perlu diperhatikan karena infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian
paling sering pada gagal ginjal oligurik.
Penyakit GGA jika segera diatasi kemungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang
sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat
dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan
(medical check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal dapat segera
diketahui dan diobati.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Terkait Kasus (Berbasis NANDA NIC NOC)
2.2.1 Pengkajian
1. Aktifitas dan istirahat :
a. Gejala : Kelitihan kelemahan malaese
b. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.
2. Sirkulasi.
Tanda :
a. hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia, hipertensi akibat kehamilan).
b. Disritmia jantung.
c. Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia).
d. DVI, nadi kuat,Hipervolemia).
e. Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum).
f. Pucat, kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi
Gejala :
a. Perubahan pola berkemih,
b. peningkatan frekuensi,
c. poliuria (kegagalan dini), atau
d. penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir)
e. Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan
f. retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).
16
a. Perilaku berhati-hati/distrkasi,
b. gelisah.
7. Pernafasan
Gejala :
a. nafas pendek
Tanda :
a. Takipnoe,
b. dispnoe,
c. peningkatan frekuensi,
d. kusmaul,
e. nafas amonia,
f. batuk produktif dengan sputum kental merah muda( edema paru ).
8. Keamanan
Gejala :
a. adanya reaksi transfusi
Tanda :
a. demam,
b. sepsis(dehidrasi),
c. ptekie atau kulit ekimosis,
d. pruritus,
e. kulit kering.
9. Penyuluhan/Pembelajaran:
Gejala :
a. riwayat penyakit polikistik keluarga,
b. nefritis herediter,
c. batu urianrius,
d. malignansi.,
e. riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), Obat nefrotik penggunaan berulang Contoh :
aminoglikosida, amfoterisisn, B,anestetik vasodilator,
f. Tes diagnostik dengan media kontras radiografik,
g. kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran perkemihan,
h. sepsis gram negatif,
i. trauma/cedera kekerasan ,
j. perdarahan,
18
k. cedra listrik,
l. autoimunDM,
m. gagal jantung/hati.
Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sember ditambah perkiraan
yang tidak nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak responsif terhadap pembatasan
caiaran dan diuretic membutuhkan dialysis.
e. Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik.
Rasional :
Obat anti diuretic dat melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan
meningkatkan volume urine adekuat. Misalnya : Furosemide.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal.
Rasional :
Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan
ginjal.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus, nausea.
a. Observasi status klien dan keefektifan diet.
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi dan kebutuhan diet, kondisi fisik umum, gejala uremik dan
pembatasan diet mempengaruhi asupan makanan.
b. Berikan dorongan hygiene oral yang baik sebelum dan setelah makan.
Rasional :
Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak enak akibat mikroorganisme, membantu
mencegah stomatitis.
c. Berikan makanan TKRGR
Rasional :
Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein utama, sehingga tidak terjadi
penumpukan yang bersifat asam, serta diet rendah garam memungkinkan retensi air kedalam intra
vaskuler.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering.
Rasional :
Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.
e. Kolaborasi pemberian obat anti emetic.
Rasional :
Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
3. Aktivity intolerans b/d kelemahan.
Intervensi:
a. Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL
20
Rasional :
Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL.
b. Kaji tingkat kelelahan.
Rasional :
Menentukan derajat dan efek ketidakmampun.
c. Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
Rasional :
Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang dapat diturunkan bila ada masalah
dan takut untuk diketahui.
d. Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional :
Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
e. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :
Memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika rasa aman bagi klien.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.
Rasional :
Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi neuromuscular yang
memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan Hb yang menurun adalah menunjukan salah
satu indikasi teerjadinya gangguan eritopoetin.
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan
yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah
sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan
ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana harus direvisi sesuai kebutuhan pasien.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan
pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses perawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan / criteria : evaluasi pada klien dengan gagal ginjal akut adalah
sebagai berikut :
a. mengatakan pemahaman situasi / factor risiko dan program pengobatan individu
b. menunjukkan teknik / prilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas
21
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Seorang anak perempuan berusia 10 tahun dirawat diruang anak sebuah RS. Hasil wawancara didapatkan ibu
pasien mengatakan anaknya jarang BAK, mual muntah 2x/hari dan nafsu makan menurun. Ibu pasien juga
mengatakan anaknya nyeri pinggang. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami bengkak pada kaki,
pasien tampak lemas dan pucat, pasien tampak kesakitan di area pinggang.seperti tertekan dengan skala 3.
Pemeriksaan TTV didapatkan : TD: 100/60 mmhg, N: 85x/menit, RR: 26x/menit BB Awal 33kg,BB sekarang 30 kg.
Hasil pemeriksaan lab diperoleh kreatinin 2mg/dl, BUN 45mg/dl, dan Albumin 3gram%. Urine output 10cc/30
kg/30jam. Tterpasang infus Dextrose 15 tpm.
I. Idetitas
1. Nama : An. B
2. Tgl lahir : Kuningan, 29 Oktober 2009
3. Usia : 10 Tahun
4. Pendidikan : SD
5. Alamat : Kuningan
6. Nama Ayah/Ibu : Tn D / Ny. A
7. Pekerjaan Ayah/ Ibu : Wiraswasta / IRT
8. Agama : Islam
9. Suku/ bangsa : Sunda/ Indonesia
10. Tgl masuk RS : 1 November 2019
11. Tgl pengkajian : 1 November 2019
II. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan anaknya mual muntah 2x/hari
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit pada hari jumat 1 november 2019 dengan keluhan jarang BAK disertai
dengan nyeri pinggang yang seperti tertekan dengan skala 3, ibu pasien juga mengatakan anaknya mual
muntah 2x/hari dan nafsu makan berkurang Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami
bengkak pada kaki,pasien tampak lemas dan pucat,pasien tampak meringis kesakitan di area pinggang.
Pemeriksaan TTV didapatkan : TD: 100/60 mmhg, N: 85x/menit, RR: 26x/menit. Hasil pemeriksaan lab
diperoleh kreatinin 2mg/dl, BUN 45mg/dl,dan Albumin 3gram%.. BB Awal 33kg BB Sekarang 30kg. Urine
output 10cc/30 kg/30jam. Tterpasang infus Dextrose 15 tpm.
23
V. Riwayat Keluarga
a. Penyakit yang pernah/ sedang diderita oleh keluarga
Tidak ada yang menderita penyakit seperti yang di derita pasien, tidak ada yang menderita
penyakit keturunan atau penyakit menular.
24
b. Gambar genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: An. B
: Ny. A
: Tn D
- - - - -
4. Tindakan Keperawatan
- Monitor Vital Sign
- Kaji lokasi dan luas edema
- Monitor tanda dan gejala dari edema
- Anjurkan pasien untuk meningkatan intake Fe
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi nyeri
- Tingkatkan istirahat
5. Hasil laboratorium
No Jenis Hasil Nilai normal Interpretasi naik/
Pemeriksaan turun/ normal
1 Kreatinin 2 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl Naik
2 BUN 45 mg/dl 15-40 mg/dl Naik
3 Albumin 3 gr % 3,8-5 gr % Turun
BB Sekarang : 30kg
c. Mata : mata simetris, tidak ada benjolan
d. Hidung : bersih, tidak ada kelainan
e. Mulut : bersih, tidak ada bau mulut
f. Telinga : bersih, bentuk simetrsis, fungsi pendengaran baik
g. Leher : tidak ada benjolan, pergerakan leher baik
h. Dada : bentuk dada simetris, tidak ada retrataksi dinding
i. Abdomen : abdomen simetris, tidak ada kelainan
j. Punggung : bentuk simetris, tulang belakang tegap
k. Genetalia : tampak bersih, tidak terpasang kateter
l. Ekstremitas atas : Tidak ada edema, nyeri dibagian pinggang
m. Ekstremitas Bawah : adanya edema pada kaki
n. Kulit : turgor kulit baik, tidak ada lesi, tidak ada kelainan
5 Aktifitas Bermain
a. Frekuensi Fleksibel Terbaring lemah
b. Jenis Mainan perempuan Tidak bermain
c. Keluhan Tidak Ada Lemas
6 Istirahat tidur
a. Frekuensi 2x sehari 2x sehari
b. Kebiasaan siang,malam siang,malam
c. Waktu / lama tidur / hari 8 jam 6 jam
d. Keluhan Tidak Ada Tidur terganggu
7 Personal Higiene
a. Oral Care Bersih Kurang bersih
b. Mandi 2x sehari Diseka
c. Keramas 1x sehari Diseka
d. Penampilan umum Bersih Kurang bersih
28
GGA
PH darah menurun
Asidosis metabolik
Nyeri Akut
3 Ds: Mual muntah Kelebihan Volume Cairan
- Ibu pasien mengatakan
anaknya jarang BAK Dehidrasi
Do:
- Pasien mengalami bengkak Hipovolemik
pada kaki
- Kreatinin 2mg/dl Hipoperfusi
- BUN 45mg/dl (Berkurangnya Supply Darah)
- Albumin 3gr%
Output Urine 10 cc/30kg
/30jam Kelainan Fungsi Ginjal
Edema
Mampu mempengar
mengenal uhi nyeri
i nyeri Kurangi faktor Untuk
prepitasi nyeri mengurangi
rasa nyeri
pasien
Pilih dan lakukan Untuk
penanganan nyeri mengurangi
( farmakologi dan rasa nyeri
nonfarmakologi )
Kaji tipe dan Untuk
sumber nyeri menentukan
intervensi
Ajarkan teknik non Untuk
farmokologi mengurangi
rasa nyeri
Seperti
distraksi dan
relaksasi
Kolaborasikan Untuk
dengan dokter jika menentukan
ada keluhan dan tindakan
tindakan nyeri yang akan
tidak berhasil. dilakukan
selanjutnya
energi dan
mengurangi
katabolisme
protein
Untuk
menurunkan
volume
plassma dan
menurunkan
retensi
cairan
Kolaborasi Untuk
dengan dokter mengeluarka
dalam pemberian n cairan
deuretik ( yang
furosemide, ) berlebih
makanan yang
mengandung vit C
2 Nyeri 1-11-19
13.00 Melakukan pengkajian nyeri secara Nyeri terasa
kompherensif tertekan dengan
skala 3
13.15 Mengkaji kultur yang mempengaruhi Ketidak mampuan
nyeri ginjal
mengeksresikan
urine
13.30 Melakukan penanganan nyeri ( non Pasien melakukan
farmakologi) teknik napas dalam
13.45 Berkolaborasi dengan dokter jika ada Tidak ada keluhan
keluhan dan tindakan nyeri tidak lagi
berhasil
3 Kelebihan 1-11-19
volume 09.00 Memonitor hasil BUN, kreatinin BUN : 45 mg/dl
cairan 09.15 Memonitor indikasi retensi/kelebihan Kreatinin : 2mg/d
cairan Retensi cairan
09. 30 Mengkaji lokasi dan luas edema menumpuk
Adanya edema di
Memonitor elektrolit urine kaki
36
A : Masalah teratasi
P: intervensi di hentikan
43
BAB IV
PENUTUP
1.1 Simpulan
Gagal Ginjal Akut adalah hilangnya fungsi mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi
renal atau fungsi tubular dan glomerular.
Factor yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal, yaitu:
1. Obstruksi tubulus
2. Kebocoran cairan tubulus
3. Penurunan permeabilitas glomerulus
4. Disfungsi vasomotor
5. Glomerulus feedback
Tanda dan Gejala
1. Nekrosis tubulus toksik dapat berupa non-oliguria (haluaran urine banyak) dan terkait dengan dihasilkannya
volume urine encer yang adekuat
2. Peningkatan BUN dan nilai kreatinin serum menetap
3. Hiperkalemia berat
4. Asidosis progresif, peningkatan konsentrasi fosfat serum, dan kadar kalsium serum rendah
5. Anemia, karena kehilangan darah akibat lesi uremik gastrointestinal.
Komplikasi
1. Retensi cairan dapat menyebabkan edema atau gagal jantung kongestif
2. Gangguan elektrolit dan pH dapat menimbulkan ensefalopati
3. Apabila hiperkalemia parah (≥ 6,5 miliekuivalen per liter) dapat terjadi disritmia dan kelemahan otot
1.2 Saran
Di dalam makalah ini penyusun menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesmpurnaan. Maka dari itu penyususn mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan di dalam makalah
ini.
44
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif., Kumala Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika
Abdul. Sila, Hj. Andi Intang, Saipuddin. “ FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA
GAGAL GINJAL AKUT PADA PASIEN DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR.” Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosisi Volume 4 Nomor 5 (2014) ISSN : 2302-1721