TRAKTUS UROPOETIKA
Disusun oleh:
Muhammad Hanif Noor Wahyudi
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan berkat, rahmat, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
TARSAL (Diktat Belajar Bersama Lengkap) ini yang berjudul “Traktus
Uropoetika”. Tarsal ini kami susun dari berbagai sumber ilmiah sebagai
hasil dari belajar kami dan dapat dijadikan sebagai referensi tambahan bagi
pembaca untuk mempelajari subbab terkait materi Traktus Uropoetika.
Kami mengucapkan terima kasih terhadap seluruh pihak yang telah
membantu sehingga Tarsal ini dapat diselesaikan. Kami menyadari bahwa
kemampuan kami dalam menyusun Tarsal ini masih sangat terbatas. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi tercapainya kesempurnaan dari isi
Tarsal ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN….…………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang……….…………………………………………………..1
1.2 Tujuan…………..…………………………………………………………1
1.3 Manfaat……………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………...3
2.1 Anatomi Traktus Uropoetika…………………………………………….3
2.2 Histologi Traktus Uropoetika……………………………………………5
2.3 Mekanisme Pembentukan Urine……………………………………….7
2.4 Faktor Pembentukan Urine……………………………………………14
2.5 Regulasi Ginjal Dalam Pembentukan Urine…………………………16
2.6 Regulasi Miksi…………………………………………………………..22
2.7 Karakteristik Urine……………………………………………………...23
BAB III PENUTUP…………………………………………………………….24
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...24
3.2 Saran………………..…………………………………………………...24
REVIEW QUIZ………………………………………………………………….25
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dibentuknya Tarsal ini antara lain :
1. Penulis dan pembaca dapat memahami anatomi dan histologi
traktus uropoetika,
2. Penulis dan pembaca dapat memahami mekanisme dan faktor
pembentukan urine,
3. Penulis dan pembaca dapat memahami fisiologi ginjal,
4. Penulis dan pembaca dapat memahami fisiologi miksi,
1
5. Penulis dan pembaca dapat memahami karakteristik urine.
1.3 Manfaat
Kami berharap dengan dibuatnya tarsal ini dapat berfungsi
sebagai referensi tambahan dalam memberikan pengetahuan dan
manfaat bagi semua pembaca khususnya untuk mahasiswa
kedokteran dalam menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
anatomi dan histologi traktus uropoetika, mekanisme produksi,
ekskresi urin serta hal-hal yang meregulasi keduanya, serta subbab
lainnya terkait materi traktus uropoetika.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
(Atlas of Human Anatomy 6th Ed.,2014)
4
internal, di bawahnya ada sfingter uretral externa. Dikandung kemih
terdapat persarafan yang terlibat dalam refleks miksi,yaitu segmen
sacral spinalis S2 dan S3 yaitu nervus pudenda, dan saraf somatik
motorik. (Tortora, 2017)
5
desendens tebal dan tipis serta segemen ansa Henle asendens
tebal dan tipis. Segmen ansa Henle tipis dilapisi oleh epitel
selapis gepeng dan menyerupai kapiler. Yang membedakan
antara segmen ansa Henle tipis dengan kapiler yaitu lapisan
epitel yang lebih tebal dan tidak adanya sel darah pada lumen
ansa Henle tipis. (Eroschenko,2008)
B. Ureter
Urine ditranspor oleh ureter dari pevis renalis ke vesica
urinaria tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Dinding ureter
terdiri dari lapisan mukosa, muskularis, dan adventitia, serta
berangsur menebal saat mendekati vesica urinaria. Epitel
transisional di ureter yang tidak meleba memperlihatkan lipatan
mukosa dan banyak lapisan dengan sel bulat. Bagian superfisial
dari epitel memiliki membrane permukaan yang memiliki fungsi
khusus sebagai sawar osmotik antara urin dan jaringan yang
terdapat dibawahnya. Epitel dipisahkan dengan lamina propria
oleh suatu membran basalis tipis. (Eroschenko,2008)
6
C. Vesica Urinaria
atas 3 lapis otot polos yaitu lapisan otot polos longitudinal dalam,
7
urin, akan terjadi perpindahan selektif dari darah kapiler peritubulus
ke dalam lumen tubulus atau biasa dikenal dengan sekresi tubulus.
Proses ini merupakan mekanisme untuk membuang dengan lebih
cepat zat-zat terpilih dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di
glomerulus dan menambahkannya ke hasil filtrasi di tubulus. Semua
konstituen plasma yang difiltrasi dan disekresi, tetapi tidak di
reabsorpsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis renal untuk
diekskresikan sebagai urin. (Sherwood, 2013).
Mekanisme lebih jelas mengenai tiga proses dalam
pembentukan urine akan di bahas sebagai berikut :
A. Filtrasi Glomerulus
8
akhirnya bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi terhadap
aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan eferen.
Tekanan darah kapiler glomerulus sekitar 55 mmHg, tekanan yang
tinggi ini diakibatkan oleh diameter arteriol aferen lebih besar
daripada arteriol eferen, di mana saat darah mengalir cepat melalui
arteriol aferen akan terhambat dan tertahan di kapiler glomerulus
akibat terbendung oleh penyempitan pada arteriol eferen. Tekanan
ini mendorong cairan keluar dari glomerulus menuju kapsula
Bowman sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama
yang menghasilkan filtrasi glomerulus.
9
B. Reabsorbsi Tubulus
1. Reabsorbsi Na+
10
menjadi angiotensin I. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
oleh angiotensin-converting enzyme (ACE) yang diproduksi di paru.
Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan
hormon aldosteron, yang merangsang reabsorpsi Na+ oleh ginjal.
Rentesi Na+ yang terjadi menimbulkan efek osmotik yang menahan
lebih banyak H20 di CES. Bersama-sama, konservasi Na+ dan H20
membantu mengoreksi rangsang semula yang mengaktifkan sistem
hormon ini. Angiotensin II juga memiliki efek lain yang membantu
memperbaiki rangsang semula, misalnya dengan mendorong
vasokonstriksi arteriol. Sementara SRAA memiliki efek paling kuat
pada penanganan Na+ oleh ginjal, sistem penahan Na+ dan
penambah tekanan darah ini dilawan oleh sistem pembuang Na+
dan penurun tekanan darah yang melibatkan hormon peptida
natriuretik atrium (atrial natriuretic peptide, NAP) dan peptida
natriuretik otak (brain natriuretic peptide, BNP) (natriuretik artinya
"memicu ekskresi sejumlah besar natrium di urine").
11
Setelah diangkut ke dalam sel tubulus, glukosa dan asam amino
akan berdifusi secara pasif masuk ke dalam plasma, dipermudah
oleh karier yang tidak memerlukan energi, seperti glucose
transporter (GLUT). Reabsorpsi aktif Na+ menyebabkan reabsorpsi
pasif CI-, H20, dan urea sebagai berikut :
3. Reabsorbsi Klorida
4. Reabsorbsi Air
12
hidrostatik , yang mendorong H2O ke luar dari ruang lateral menuju
cairan interstisium dan akhirnya ke dalam kepiler peritubulus.
5. Reabsorbsi Urea
C. Sekresi Tubulus
13
Sistem sekresi terpenting adalah untuk :
A. Tekanan Darah
B. Obat-obatan
14
menyebabkan diuresis (peningkatan keluaran urin) sehingga
mendorong keluarnya cairan dari tubuh. Banyak dari obat ini bekerja
dangan menghambat reabsorbsi Na+ di tubulus. Sebagai contoh,
diuretik tiazid, misalnya hidroklorotiazid menghambat reabsorbsi
Na+ di tubulus distal. Dengan lebih banyak Na+ diekskresi, lebih
banyak H2O yang dikeluarkan dari tubuh sehingga kelebihan CES
dapat dikeluarkan. Obat penghambat ACE (angiotensin-converting
enzyme), yang menghambat kerja ACE, dan penyekat reseptor
aldosteron (aldosterone receptor blokers, ARBs), yang menghambat
pengikatam aldosterone dengan reseptor di ginjal, bermanfaat untuk
mengobati hipertensi dan gagal jantung kongestif. Kedua golongan
obat ini menghentikan aksi fundamental penghematan garam-air
serta efek konstriksi arteriol SRAA (sistem renin-
angiotensinaldosteron).
C. Olahraga
15
plasma yang lebih banyak memiliki waktu untuk lolos melewati
membran glomerulus. Perubahan hormonal yang terjadi pada saat
olahraga juga dapat mernengaruhi permeabilitas glomerulus.
Misalnya, injeksi hormon ginjal renin merupakan cara yang paling
banyak diketahui untuk menginduksi proteinuria secara
eksperimental. Aktivitas renin plasma meningkat selama olahraga
berat dan dapat berkontribusi pada proteinuria pascaolahraga. Para
peneliti juga berhipotesis bahwa reabsorpsi tubulus maksimal
dicapai selama olahraga berat, yang dapat mengganggu reabsorpsi
protein. (Sherwood, 2013)
16
normal oleh vasodilatasi arteriol aferen, yang rnemungkinkan lebih
banyak darah masuk meskipun tekanan pendorong berkurang.
Peningkatan volume darah glomerulus meningkatkan tekanan darah
glomerulus, yang pada gilirannya membawa LFG kembali ke normal.
Ada 2 mekanisme intrarenal berperan dalam autoregulasi:
1. Mekanisme miogenik, yang berespons terhadap perubahan
tekanan didalam komponen vaskular nefron,
2. Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus, yang mendeteksi
perubahan kadar garam di cairan yang mengalir melalui komponen
tubular nefron.
17
Dalam jangka panjang, volume plasma harus dipulihkan ke normal.
Salah satu kompensasi untuk berkurangnya volume plasma adalah
penurunan pengeluaran urine sehingga lebih banyak cairan yang
ditahan di tubuh. Pengeluaran urine berkurang sebagian karena
penurunan LFG jika cairan yang difiltrasi berkurang maka yang
tersedia untuk diekskresikan juga berkurang. (Sherwood, 2013)
18
berperan dalam menambah volume plasma dan meningkatkan
tekanan arteri. Situasi yang berlawanan terjadi jika beban Na+,
volume CES dan plasma, dan tekanan darah arteri di atas normal.
Pada keadaan-keadaan ini, sekresi renin dihambat. Dengan
demikian, karena angiotensinogen tidak diaktifkan menjadi
angiotensin I dan II, sekresi aldosteron tidak terangsang. Tanpa
aldosteron, tidak terjadi reabsorpsi kecil Na+ dependen-aldosteron
di segmen distal tubulus. Malahan, Na+ yang tidak direabsorpsi ini
kemudian keluar bersama urine. Tanpa aldosteron, pengeluaran
terus-menerus sebagian kecil Na+ yang terfiltrasi ini dapat dengan
cepat mengeluarkan kelebihan Na+ dari tubuh. Meskipun hanya 8%
Na+ yang terfiltrasi yang bergantung pada aldosteron untuk
direabsorpsi, pengeluaran sedikit-sedikit ini, yang dikalikan berlipat
ganda ketika seluruh volume plasma difiltrasi melalui ginjal
berkalikali per hari, dapat menyebabkan pengeluaran Na+ dalam
jumlah bermakna, jumlah aldosteron yang disekresikan, dan
karenanya jumlah relatif garam yang dihemat versus yang
dikeluarkan, bervariasi bergantung pada kebutuhan tubuh. Sebagai
contoh, orang yang mengonsumsi garam dalam jumlah biasa
umumnya mengekskresikan sekitar 10 gram garam per hari di urine,
mereka yang mengonsumsi garam dalam jumlah besar
mengeluarkan lebih banyak, dan orang yang telah kehilangan cukup
banyak garam karena mandi keringat mengeluarkan lebih sedikit
garam melalui urine.
19
tingkat yang relatif konstan meskipun konsumsi garam sangat
bervariasi dan adanya pengeluaran cairan penuh garam secara
abnormal. (Sherwood, 2013)
20
melemaskan sel mesangium glomerulus sehingga terjadi
peningkatan Kf. Dengan semakin banyaknya garam dan air
terfiltrasi, semakin banyak garam dan air yang diekskresikan di urine.
ANP lebih kuat dalam dalam menghasilkan natriuresis dan diuresis
dibandingkan BNP. Selain secara tak-langsung menurunkan
tekanan darah dengan mengurangi beban Na+ dan karenanya
beban cairan di tubuh, ANP dan BNP secara langsung menurunkan
tekanan darah dengan menurunkan curah jantung dan mengurangi
resistensi vaskular perifer dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis pada jantung dan pembuluh darah.
21
2.6 Regulasi Miksi
A. Mekanisme Miksi
Miksi atau berkemih merupakan suatu proses pengosongan
kandung kemih yang diatur oleh dua mekanisme, yaitu refleks miksi
dan control volunteer.
B. Refleks Miksi
Refleks miksi diawali ketika reseptor regang di dalam kandung
kemih terstimulasi. Saat regangan di dinding kemih meningkat, maka
regangan ini akan mengaktifkan reseptor regang. Semakin tinggi
tegangan yang diberikan semakin besar tingkat pengaktifan
reseptor. Kemudian serat-serat aferen dari reseptor regang
membawa impuls ke medulla spinalis dan akhirnya, melalui
interneuron, menstimulasi jaras saraf parasimpatis kandung kemih
dan menghambat jaras neuron motorik ke sfingter eksternus.
Stimulasi saraf parasimpatis kandung kemih menyebabkan organ ini
berkontraksi. Sfingter internus terbuka pada saat terjadi perubahan
bentuk kandung kemih selama kontraksi sehingga secara mekanis
akan menarik sfingter internus untuk terbuka. Secara bersamaan,
sfingter eksternus berelaksasi karena jaras neuron motoriknya
dihambat. Kini kedua sfingter terbuka dan urin keluar melalui uretra
oleh gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks
miksi ini sepenuhnya merupakan refleks spinal.
22
kandung kemih dengan cara mengencangkan sfingter eksternus dan
diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter dai korteks serebri
mengalahkan sinyal inhibitorik refleks dari reseptor regang ke
neuron-neuron motorik yang terlibat sehingga otot-otot ini tetap
dapat berkontraksi sehingga tidak ada urin yang keluar
Miksi tidak dapat ditahan selamanya. Karena sinyal inhibitorik
refleks dari reseptor regang akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan isi kandungan kemih. Akhirnya, sinyal inhibitorik refleks
ke neuron motorik sfingter eksternus semakin kuat dan mengalahkan
sinyal eksitatorik volunteer, sehingga terjadi relaksasi sfingter dan
pengosongan kandung kemih. Miksi dapat juga dimulai dengan
sengaja walaupun kandung kemih tidak teregang, yaitu dengan
merelaksasi sfingter uretra eksternus dan difragma pelvis secara
volunteer. Dengan merendahkan dasar panggul, kandung kemih
jatuh ke bawah, yang secara bersamaan menarik sfingter uretra
internus terbuka dan meregangkan dinding kandung kemih.
Pengaktifan reseptor regang lebih jauh menyebabkan kontraksi
kandung kemih melalui refleks miksi. Pengosongan kandung kemih
secara volunteer juga dibantu oleh kontraksi dinding abdomen dan
diafragma pernapasan. Peningkatan tekanan intraabdominal yang
dihasilkan memeras kandung kemih untuk memudahkan
pengosongan (Sherwood, 2013).
23
hasil pemecahan hemoglobin. Urine pada umumnya berbau
ammonia. (Guyton, 2011)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem urinaria adalah suatu sistem tempat terjadinnya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat- zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang dipergunakanoleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urine. Ginjal melaksanakan tiga
proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik dan ekskretoriknya
yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus. Segala
sesuatu yang difiltrasi atau disekresikan tetapi tidak direabsorpsi akan
diekresikan sebagai urine.
3.2 Saran
Dalam penyusunan tarsal ini kami menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dan kedangkalan materi serta kesalahan dalam
penulisan, sehingga kami membutuhkan dukungan dalam bentuk kritik
dan saran yang membangun agar kami dapat semakin baik dikemudian
hari. Semoga tarsal yang kami susun ini dapat membantu pembaca
untuk lebih memahami materi Traktus Uropoetika terkait produksi dan
ekskresi serta regulasinya.
24
REVIEW QUIZ
25
2. Dalam mekanisme pembentukan urine, zat-zat yang masih
diperlukan oleh tubuh akan direabsorbsi kembali oleh tubulus.
Dalam 24 jam berapakah jumlah normal air yang direabsorbsi
kembali oleh tubulus ?
A. 180 Liter
B. 178,5 Liter
C. 175 Liter
D. 172,5 Liter
E. 170 Liter
Jawaban : B
Pembahasan :
26
3. Akibat dari pengaktifan Angiotensin II pada sistem renin
angiotensin aldosterone akan mempengaruhi hal dibawah ini,
kecuali…….
A. Merangsang rasa haus
B. Merangsang peningkatan resistensi perifer
C. Merangsang sekresi aldosteron
D. Merangsang hormon ADH
E. Merangsang sekresi atrial natriuretic peptide
Jawaban : E
Pembahasan :
Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II adalah
konstriktor poten arteriol sistemik, yang secara langsung
meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi
perifer total. Selain itu, angiotensin II merangsang rasa haus
(meningkatkan asupan cairan) dan merangsang vasopresin
(suatu hormon yang meningkatkan retensi H2O oleh ginjal),
keduanya ikut berperan dalam menambah volume plasma dan
meningkatkan tekanan arteri. Situasi yang berlawanan terjadi
jika beban Na+, volume CES dan plasma, dan tekanan darah
arteri di atas normal.
27
DAFTAR PUSTAKA
28