Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN BATU SALURAN KEMIH


(UROLITHIASIS)

OLEH :

KELOMPOK 3

MUAMMAR (201901019)
NI MADE RIANTIKA (201901024)
RAHMA PUTRI SEPTIANI (201901029)
SELA NORISA (201901032)
2A KEPERAWATAN

PEMBIMBING

DR.TIGOR H.SITUMORANG,M.H.,M.KES

PROGRAM STUDI S1 NERS


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Auhan
Keperawatan Batu Saluran Kemih (Urolithiasis)” tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun untuk melengkapi serta memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah
II yang telah diberikan Dr.Tigor H.Situmorang,M.H.,M.Kes selaku dosen mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Penyusunan makalah ini, kami mendapat hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak semua itu bisa teratasi. Olehnya kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah Swt.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurrnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Palu, 16 Juni 2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................


KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................. 3
D. Manfaat .......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi ............................................................................ 4
B. Definisi ............................................................................................ 6
C. Epidemiologi ................................................................................... 7
D. Etiologi ............................................................................................ 8
E. Patofisiologi ..................................................................................... 8
F. Pathwey ............................................................................................ 9
G. Manifestasi Klinis ........................................................................... 10
H. Komplikasi ...................................................................................... 10
I. Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 11
J. Penatalaksanaan ................................................................................ 13
K. Pencegahan ...................................................................................... 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS (BSK)
A. Pengkajian ..................................................................................... 16
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 21
C. Intervensi ........................................................................................ 23
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 26
B. Saran .............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batu saluran kemih masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang
paling sering terjadi pada bagian urologi di dunia, termasuk di Indonesia
(Trisnawati & Jumenah, 2018). Pada klien yang mengalami batu saluran
kemih terdapat masa keras berbentuk batu kristal di sepanjang saluran
kemihsehingga menimbulkan rasa nyeri (Silla, 2019). Nyeri merupakan tanda
gejala utama yang dirasakan apabila batu masuk ke dalam ureter, dan nyeri
yang terjadi secara mendadak, intensitas tinggi dan terjadi dibawah tiga bulan
disebut sebagai nyeri akut (Fadlilah, 2019). Nyeri merupakan tanda gejala
utama yang dirasakan apabila batu masuk ke dalam ureter, dan nyeri yang
terjadi secara mendadak, intensitas tinggi dan terjadi dibawah tiga bulan
disebut sebagai nyeri akut (Fadlilah, 2019). Nyeri akut atau pengalaman
sensori dan emosional tidak menyenangkan muncul akibat kerusakan jaringan
aktual atau potensial atau yang di gambarkan sebagai kerusakan (internasional
association for the studi of pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atu
diprediksi (NANDA, 2018). Nyeri yang tidak tertangani dengan bernar akan
berefek pada mobility dan lama penyembuhan (Silla, 2019).
Kejadian batu saluran kemih di Amerika Serikat dilaporkan 0,1- 0,3 per
tahun dan sekitar 5-10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah
menderita penyakit ini, di Eropa Utara 3-6%, sedangkan di Eropa bagian
Selatan di sekitar laut tengah 6-9% (Liu et.al., 2018). Di Jepang kejadian batu
saluran kemih sebesar 7% dan di Taiwan 9,8%, sedangkan di Indonesia
menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) memperlihatkan peningkatan
yaitu dari 6,9% di tahun tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018 (Silla, 2019).
Pasien batu saluran kemih terbanyak pada kelompok usia 46-60 tahun dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 33:29 dengan domisili terbanyak di

1
Jawa Timur dan keluhan utama nyeri pinggang (Kurniawan,et.al.,2019). batu
saluran kemih pada bulan November dan Desember 2019 sejumlah 86 orang
(Rekam Medik RSUD Bangil, 2019).
Salah satu faktor risiko terjadinya batu saluran kemih adalah penyakit
sistemik, diantaranya adalah hipertensi dan obesitas (Brunner & Suddarth,
2016). Peningkatan risiko terbentuknya saluran kemih sejalan dengan
peningkatan tekanan darah, namun penelitian Madore dalam Obligado dan
Goldfarb juga mendapatkan hasil riwayat batu ginjal memiliki kecenderungan
yang lebih besar menjadi hipertensi. Penelitian Shang et.al. (2017) dan
Kittanamongkolchai et.al. (2017). Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) adalah
kondisi dimana terdapat masa keras berbentuk batu kristal di sepanjang
saluran kemih sehingga menimbulkan rasa nyeri, pendarahan dan infeksi
(Silla, 2019).
Penatalaksanaan nyeri akut karena ureterolithiasis dapat dilakukan dengan
memberikan tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan untuk Berdasarkan
mengatasi nyeri adalah salah satunya dengan menggunakan teknik distraksi..
Hasil penelitian menunjukkan penurunan skala nyeri rata-rata adalah 4 bahkan
hilang (Ramadani & Setiyaningsih, 2018). Selain itu, terapi relaksasi dan
musik merupakan satu dari banyaknya tindakan keperawatan yang dapat
digunakan untuk menurunkan nyeri. Nyeri akut dapat diturunkan dengan
terapi kombinasi yaitu relaksasi dan musik. (Risnah, et.al., 2019).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis membuat
suaturumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana konsep teoritis pada Batu Saluran Kemih?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada Batu Saluran Kemih?

2
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui konsep teoritis pada Batu Saluran Kemih
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Batu Saluran Kemih

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu untuk memperluas wawasan dan
sebagai tambahan referensi bagi pembaca tentang Batu Saluran Kemih.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan merupakan sistem ekskresi utama dan terdiri atas 2
ginjal (untuk menyekresi urine), 2 ureter (mengalirkan urine dari ginjal ke
kandung kemih), kandung kemih (tempat urinedikumpulkan dan disimpan
sementara), dan uretra (mengalirkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh.

1. Ginjal
Ginjal terletak secara retroperitoneal, pada bagian posterior abdomen,
pada kedua sisi kolumna vertebra. Mereka terletak antara vertebra torakal
keduabelas dan lumbal ketiga. Ginjal kiri biasanya terletak sedikit lebih
tinggi dari ginjal kanan karena letak hati. Ginjal orang dewasa secara rata–
rata memiliki panjang 11 cm, lebar 5 –7,5 cm, dan ketebalan 2,5 cm. Hal
yang menahan ginjal tetap pada posisi di belakang peritonium parietal
adalah sebuah masa lemak peritoneum (kapsul adiposa) dan jaringan
penghubung yang disebut fasia gerota(subserosa) serta kapsul fibrosa
(kapsul renal) membentuk pembungkus luar dari ginjal itu sendiri, kecuali
bagian hilum. Ginjal dilindungi lebih jauh lagi oleh lapisan otot di

4
punggung pinggang, dan abdomen, selain itu juga oleh lapisan lemak,
jaringan subkutan, dan kulit.
Bila dibelah bagian dalam, ginjal mempunyai tiga bagian yang
berbeda, yaitu korteks, medula, dan pelvis. Bagian eksternal, atau korteks
renal, berwarna terang dan tampak bergranula. Bagian ginjal ini berisi
glomerulus, kumpulan kecil kapiler. Glomerulus membawa darah menuju
dan membawa produk sisa dari nefron, unit fungsional ginjal.
2. Ureter
Ureter membentuk cekungan di medial pelvis renalis pada hilus ginjal.
Biasanya sepanjang 25 –35 cm di orang dewasa, ureter terletak di jaringan
penghubung ekstraperitoneal dan memanjang secara vertikal sepanjang
otot psoas menuju ke pelvis. Setelah masuk ke rongga pelvis, ureter
memanjang ke anterior untuk bergabung dengan kandung kemih di bagian
posterolateral. Pada setiap sudut ureterovesika,ureter terletak secara oblik
melalui dinding kandung kemih sepanjang 1,5 –2 cm sebelum masuk ke
ruangan kandung kemih.
3. Kandng Kemih
Kadung kemih adalah organ kosong yang terletak pada separuh
anterior dari pelvis, di belakang simfisis pubis. Jarak antara kandung
kemih dan simfisis pubis diisi oleh jaringan penghubung yang longgar,
yang memungkinkan kandung kemih untuk melebar ke arah kranial ketika
terisi. Peritonium melapisi tepi atas dari kandung kemih, dan bagian dasar
ditahan secara longgar oleh ligamen sejati. Kandung kemih juga
dibungkus oleh sebuah fasia yang longgar.
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas
spiral longitudinal dan sirkuler. Kontraksi peristaltik teratur 1 –5
kali/menit menggerakan urine dari pelvis renalis ke vesika
urinaria,disemprotkan setiap gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring
melalui dinding vesika urinaria untuk menjaga ureter tertutup kecuali
selama gelombang peristaltik dan mencegah urine tidak kembali ke ureter.

5
4. Uretra
Uretra adalah sebuah saluran yang keluar dari dasar kandung kemih ke
permukaan tubuh. Uretra pada laki –laki dan perempuan memiliki
perbedaan besar. Uretra perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm dan
sedikit melengkung ke depan ketika mencapai bukaan keluar, ataumeatus,
yang terletak di antara klitoris dan lubang vagina. Pada laki –laki, uretra
merupakan saluran gabungan untuk sistem reproduksi dan pengeluaran
urine. Uretra pada lakui –laki memiliki panjang sekitar 20 cm, dan terbagi
dalam 3 bagian utama. Uretra pars prostatika menjulur sampai 3 cm di
bawah leher kandung kemih, melalui kelenjar prostat, kedasar panggul.
Uretra pars membranosa memiliki panjang sekitar 1 –2 cm dan berakhir di
mana lapisan otot membentuk sfingter eksterna. Bagian distal adalah
kavernosa, atau penis uretra. Sepanjang sekitar 15 cm, bagian ini melintas
melalui penis ke orifisum uretra pada ujung penis.

B. Definisi
Batu saluran kemih adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih
individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Brunner &
Suddarth, 2016).

Batu saluran kemih merupakan obstruksi benda padat pada saluran


kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu
istilah penyakit batu bedasarkan letak batu antara lain:

6
1. Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal
2. Ureterolithiasis disebut batu pada ureter
3. Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli
4. Uretrolithiasis disebut sebagai batu pada uretra

Batu saluran kemih (BSK) atau urolithiasis adalah pembentukan batu


(kalkuli) di saluran kemih, paling sering terbentuk di pelvis atau kaliks
(widiarti,dkk.2008). menurutdongoes,dkk batu ginjal kalkulus adalah bentuk
deposit mineral, paling umum oksalat Ca2+, namun asa urat dan Kristal lain
juga pembentuk batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk di mana saja
dari saluran perkemihan, batu ini paling umum di temukan pada pelvis dan
kaliks ginjal. Batu ginjal dapat tetap asimtomatik sampai keluar ke dalam
ureter dan atu aliran urin terhambat.

Dengan kata lain, batu saluran kemih adalah adanya gumpalan (konkresi)
padat yang terbentuk di saluran kemih. Batu dengan ukuran lebih kecil yang
mungkin terbentuk, bisa lewat di sepanjang saluran kemih, dan bisa
dikeluarkan selama berkemih (mikturisi), menyebabkan beberapa atau bahkan
tidak ada gejala, tetapi batu dengan ukuran yang lebih besar akan
menimbulkan gejala klinis ketikatelah menyumbat saluran kemih atau telah
mengandung patogen-patogen yang menimbulkan infeksi yang menetap
meskipun telah diberi terapi antimikroba.

C. Epidemiologi
Di Indonesia, penyakit ginjal yang paling umum dijumpai adalah gagal
ginjal dan batu ginjal. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi penderita
batu ginjal di Indonesia adalah 0,6%. Prevalensi tertinggi penyakit batu ginjal
yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa
Tengah , dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%) (Depkes, 2013).
Berdasar penelitian epidimiologi diduga pria menderita batu ginjal lebih
banyak dibanding wanita (Scales, et al, 2012). Prevalensi batu ginjal di
Amerika Serikat adalah 12% pada pria dan 7% pada wanita (Han et al., 2015).

7
D. Etiologi
Penyebab terjadinya batu saluran kemih secara teoritis dapat terjadi atau,
adanya kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel,
obstruksi intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH),
striktur dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu (Angelina, 2016). Infeksi saluran
kemih kronis. Gangguan metabolism (hiperparotiroidisme, hiperuresemia,
hiperkalsiuria). Dehidrasi. Benda asing. Jaringan mati, inflamasi usus.
Masuknya vitamin D yang berlebih. Pembentukan batu dapat diklasifikasikan
berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi, kelainan genetik dan obat-
obatan.
E. Patofisiologi
Banyak faktor menyebabkan berkurangnya aliran urin dan menyebabkan
obstruksi, salah satunya adalah statis urine dan menurunnya volume urin
akibat dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat
meningkatkan resiko terjadinya urolithiasis, rendahnya aliran urin adalah
gejala abnormal yang umum terjadi. Selain itu, berbagai kondisi pemicu
terjadinya urolithiasis seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor
utama bekal identifikasi penyebab urolithiasis. Batu yang terbentuk dari ginjal
dan berjalan menuju ureter paling mungkin tersangkut pada satu dari lokasi
berikut, yaitu sambungan uroteropelvik, titik ureter menyilang disebut batu
staghorn. pembuluh darah iliaka, dan sambungan ureterovesikakeputusan
untuk tindakan pengangkatan batu. Batu yang masuk pada pelvis akan
membentuk pola koligentes yang di sebut staghorn.

8
F. Pathwey
Infeksi saluran kemih kronis. Gg metabolism (hiperparotiroidisme,
hiperuresemia, hiperkalsiuria). Dehidrasi. Benda asing. Jaringan mati,
inflamasi usus. Masuknya vitamin D yang berlebih

Pengendapan garam mineral.


Infeksi. Mengubah Ph urin dari
asam menjadi alkaliss

Pembentukan Batu di Ginjal


(Nefrolitiasis)

Obstruksi/Penyumba
tan ginjal

Peningkatan
distensi abdomen
Inflamasi/Perad Kurang
anagn pengetahuan
Anoreksia

Rangsanga terhadap Cemas


mediator reseptor
Mual muntah
nyeri

Output
Persepsi Nyeri
berlebihan

Nyeri Akut Gg pemenuhan


(Gg rasa kebutuhan nutrisi kurang
nyaman) dari kebutuhan tubuh

Intoleransi
Aktifitas

9
G. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2016) batu saluran kemih dapat
menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat infeksi dan
ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Beberapa gambaran klinis yang dapat
muncul pada pasien batu saluran kemih:
1. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan
non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran
kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar.
(Prabowo & Pranata, 2014).
2. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami
desakan berkemih (Brunner & Suddarth, 2016).
3. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada
pasien karena nyeri (Brunner & Suddarth, 2016).
4. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain.
Tanda demam (Prabowo & Pranata, 2014).
5. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan
menyebabkan vasodilatasi (Prabowo & Pranata, 2014).

H. Komplikasi
Komplikasi serius yang dapat terjadi pada urolithiasis, antara lain
pembentukan abses, hidronefrosis terinfeksi, infeksi renal, pembentukan
fistula saluran kemih, jaringan parut dan stenosis ureter, perforasi ureter,
ekstravasasi, urosepsis, serta tidak berfungsinya renal akibat obstruksi lama.
Ureterolithiasis yang berhubungan dengan obstruksi dan infeksi saluran
kemih (ISK) bagian atas merupakan keadaan darurat urologi. Komplikasi yang
dapat terjadi yakni perinephric abscess, sepsis, bahkan kematian. Selain itu,

10
terdapat komplikasi terkait intervensi dan pembedahan yang dilakukan, seperti
perdarahan, hematoma, dan cedera organ visceral pasca tindakan.

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan batu
saluran kemih antara lain pemeriksaan laboratorium dan pencitraan.
Pemeriksaan laboratorium sederhana dilakukan untuk semua pasien batu
saluran kemih.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah
dan urinalisa. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit,
trombosit, dan hitung jenis darah, apabila pasien akan direncanakan untuk
diintervensi, maka perlu dilakukan pemeriksaan darah berupa, ureum,
kreatinin, uji koagula si (activated partial thromboplastin time/aPTT,
international normalised ratio/INR), natrium, dan kalium. Bila diperlukan
dapat dilakukan pemeriksaan kalsium dan atau C-reactive protein (CRP).
Pemeriksaan urine rutin digunakan untuk melihat eritrosuria, leukosuria,
bakteriuria, nitrit, pH urine, dan atau kultur urine.
Hanya pasien dengan risiko tinggi terjadinya kekambuhan, maka perlu
dilakukan analisis spesifik lebih lanjut. Analisis komposisi batu sebaiknya
dilakukan apabila didapatkan sampel batu pada pasien BSK. Pemeriksaan
analisis batu yang dianjurkan menggunakan sinar X terdifraksi atau
spektroskopi inframerah. Selain pemeriksaan di atas, dapat juga dilakukan
pemeriksaan lainnya yaitu kadar hormon PTH dan kadar vitamin D, bila
dicurigai hiperparatiroid primer.
2. Pencitraan
Diagnosis klinis sebaiknya dilakukan dengan pencitraan yang tepat
untuk membedakan yang dicurigai batu ginjal atau batu ureter. Evaluasi
pada pasien termasuk anamnesis dan riwayat medis lengkap serta
pemeriksaan fisik. Pasien dengan batu ureter biasanya mengeluh adanya
nyeri, muntah, kadang demam, namun dapat pula tidak memiliki gejala.

11
Pencitraan rutin antara lain, foto polos abdomen (kidney-ureter-
bladder/KUB radiography). Pemeriksaan foto polos dapat membedakan
batu radiolusen dan radioopak serta berguna untuk membandingkan saat
follow-up.
USG merupakan pencitraan yang awal dilakukan dengan alasan aman,
mudah diulang, dan terjangkau. USG juga dapat mengidentifikasi batu
yang berada di kaliks, pelvis, dan UPJ. USG memiliki sensitivitas 45%
dan spesifisitas 94% untuk batu ureter serta sensitivitas 45% dan
spesifisitas 88% untuk batu ginjal. Pemeriksaan CT- Scan non kontras
sebaiknya digunakan mengikuti pemeriksaan USG pada pasien dengan
nyeri punggung bawah akut karena lebih akurat dibandingkan IVP.
CT-Scan non kontras menjadi standar diagnostik pada nyeri pinggang
akut. CT-Scan non kontras dapat menentukan ukuran dan densitas batu.
CT-Scan dapat mendeteksi batu asam urat dan xantin.7,8 Pemeriksaan CT-
Scan non kontras pada pasien dengan IMT <30, dapat menggunakan dosis
rendah dengan sensitivitas 86% pada batu ureter <3 mm dan 100% pada
>3 mm.9 Pada studi meta-analisis menunjukkan bahwa dosis rendah CT-
Scan dapat mendiagnosis BSK dengan sensitivitas 96,6% (95%CI 95,0-
97,8) dan spesifisitas 94,9% (95%CI 92,0-97,0).10 Pemeriksaan urografi
intravena (IVP) dapat dipakai sebagai pemeriksaan diagnostik apabila CT-
Scan non kontras tidak memungkinkan.
Pada wanita hamil, paparan radiasi dapat menyebabkan efek
teratogenik dan karsinogenesis. USG menjadi modalitas pencitraan utama
pada pasien hamil dengan kecurigaan adanya kolik renal. Namun,
perubahan fisiologis pada wanita hamil dapat menyerupai gejala obstruksi
ureter. MRI dapat digunakan sebagai modalitas lini kedua untuk menilai
adanya obstruksi saluran kemih dan dapat melihat batu sebagai ‘filling
defect’. MRI 1,5 T merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan pada
wanita hamil. Penggunaan gadolinium tidak rutin digunakan pada wanita
hamil karena memiliki efek toksik pada janin. Untuk deteksi BSK selama
kehamilan, penggunaan CT-Scan dosis rendah memiliki nilai prediksi

12
positif 95,8% dibandingkan MRI (80%) dan USG (77%). Penggunaan CT-
Scan direkomendasikan pada wanita hamil sebagai pilihan modalitas
terakhir.

J. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih
kecil yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu
dapat keluar tanpa intervensi medis (Tjokronegoro & Utama, 2003).
Analgesik dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar
batu dapat keluar sendiri secara spontan (Sloane, 2003).
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan
ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh
untuk memecah batu (Purnomo, 2011).
c. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan
langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra
atau melalui insisi kecil pada kulit (Purnomo, 2011).
d. Tindakan Operasi
Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk
mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan
bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan
lainnya. Nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi
dimana batu berada (Tjokronegoro & Utama, 2003).

13
K. Pencegahan
(Purnomo 2011) Pencegahan BSK terdiri dari pencegahan Primer atau
pencegahan tingkat pertama, pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat
kedua, dan pencegahan Tersier atau pencegahan tingkat ketiga. Tindakan
pencegahan tersebut antara lain :
1. Pencegahan Primer
Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mencegah agar tidak
terjadi penyakit BSK dengan cara mengendalikan faktor penyebab dari
penyakit BSK. Sasarannya ditujukan kepada orang-orang yang masih
sehat, belum pernah mengidap penyakit BSK. Kegiatan yang dilkukan
meliputi promosi kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Contohnya
adalah untuk menghidari terjadinya penyakit BSK, dianjurkan untuk
minum air putih minimal 2 liter per hari. Konsumsi air putih dapat
menigkatkan aliran kemih dan menurunkan konsistensi pembentukan batu
dalam air kemih. Serta olahraga yang cukup terutama bagi individu yang
pekerjaannya lebih bnyak duduk atau statis.
2. Pencegahan Sekunder
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan
perkembangan penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya
komplikasi. Sasarannya ditujukan kepada orang yang telah menderita
penyakit BSK. Kegiatan yang dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan
sejak dini. Diagnosis Batu Saluran Kemih dapat dilakukan dengan cara
pemriksaan fisik pada daerah organ yang bersangkutan :
a. Keluhan lain selian nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual,
dan demam (tidak selalu)
b. Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah
pinggul (flank tenderness), hal ini diakibatkan oleh obstruksi
sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.

14
Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan beberapa tindakan radiologis yaiu:

a. Sinar X Abdomen
b. Intavenous Pyelogram (IPV)
c. Ultrasonografi (USG)
3. Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah agar tidak
terjadi komplikasi sehingga tidak berkembang ketahap lanjut yang
membutuhkan perawatan intensif. Sasarannya ditujukan pada orang yang
sudah menderita penyakit BSK agar penyakitnya tidak semakin bertambah
berat. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan rehabilitasi seperti
konseling kesehatan agar orang tersebut lebih memahami tentang cara
menjaga fungsi saluran kemih trutama ginjal yang telah rusak akibat dari
BSK sehingga fungsi organ tersebut dapat maksimal kembali dan tidak
terjadi kekambuhan penyakit BSK, dan dapat memberikan kualitas hidup
sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
BATU SALURAN KEMIH (BSK)

A. Pengkajian
1. Identitas
Secara otomatis ,tidak factor jenis kelamin dan usia yang signifikan
dalam proses pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis
dilapangan sering kali terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa.
Hal ini dimungkinkan karena pola hidup, aktifitas, dan geografis (Prabowo
& Pranata, 2014).
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri
pada saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi
dan besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga
mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan (Nurarif, 2016).
3. Pola psikososial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya
ketidaknyamanan (nyeri hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya
hanya pada sakitnya. Isolasi social tidak terjadi karena bukan merupakan
penyakit menular (Prabowo & Pranata, 2014).
4. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot,
tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas
relative dibantu oleh keluarga,misalnya berpakaian, mandi
makan,minum dan lain sebagainya,terlebih jika kolik mendadak terjadi
(Prabowo &Pranata, 2014)
2) Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat
nyeri hebat. Anoreksia sering kali terjadi dialami (Prabowo & Pranata,
2014).

16
3) Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali
diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. (Prabowo & Pranata, 2014).
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK sangat bervariasi mulai tanpa
kelainan fisik sampai adanya tanda-tanda sakit berat, tergantung pada letak
batu dan penyulit yang ditimbulkan (komplikasi).
a. Sudut kostovertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok, dan pembesaran ginjal
b. Supra simfisis : Nyeri tekan, teraba batu, buli kesan penuh
c. Genitalia eksterna : Teraba batu di uretra
d. Colok dubur : Teraba batu di buli-buli (palpasi bimanual)
Anamnese tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang
kuat. Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari batu saluran
kemih. Kaji TTV, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu (uretrolthiasis)
(Prabowo & Pranata, 2014).
a. Keadaan umum
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa
kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak
batu dan penyulit yang ditimbulkan. Terjadi nyeri/kolik renal klien
dapat juga mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah
110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20
kali/menit, suhu 36,2 C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,3 kg/m2.
Pada pemeriksaan palpasi regio flank sinistra didapatkan tanda
ballotement (+) dan pada perkusi nyeri ketok costovertebrae angle
sinistra (+) (Nahdi Tf, 2013)

17
c. Pemeriksaan head to toe
4) Kepala
Kulit kepala :
Tujuan : untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit dan
mengetahui adanya lesi atau bekas luka.
Inspeksi : lihat ada atau tidak adanya lesi, warna kehitaman
/kecoklatan, edema, dan distribusi rambut kulit.
Palpasi : diraba dan tentukan turgor kulit elastik atau tidak,
tekstur : kasar atau halus, akral dingin/hangat.
5) Rambut
Tujuan : untuk mengetahui warna, tekstur dan percabangan
pada rambut dan untuk mengetahui mudah rontok
dan kotor.
Inspeksi : distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau
tidak, bercabang
Palpasi : mudah rontok atau tidak, tektur kasar atau halus.
6) Kuku
Tujuan : utuk mengetahui keadaan kuku, warna dan
panjang, dan untuk mengetahui kapiler refill.
Inspeksi : catat mengenai warna biru : sianosis, merah :
peningkatan visibilitas Hb, bentuk : clubbing
karena hypoxia pada kangker paru.
Palpasi : catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat 5-15
detik).
7) Kepala / wajah
Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan
untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala.
Inspeksi : lihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan kiri
berbeda atau missal lebih condong ke kanan atau
ke kiri, itu menunjukkan ada parase/kelumpuhan.

18
Palpasi : cari adanya luka, tonjolan patologik dan respon
nyeri dengan menekan kepala sesuai kebutuhan.
8) Mata
Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan
penglihatan visus dan otot-otot mata), dan juga
untuk mengetahui adanya kelainan atau pandagan
pada mata.
Inspeksi : kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera : merah atau
konjungtivitis, ikterik/indikasi hiperbilirubin atau
gangguan pada hepar, pupil : isokor, miosis atau
medriasis.
Palpasi : tekan secara rinagn untuk mengetahui adanya
TIO (tekanan intra okuler) jika ada peningkatan
akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan
dikus optikus) kaji adanya nyeri tekan.
9) Hidung
Tujuan : untuk megetahui bentuk dan fungsi hidung dan
mengetahui adanya inflamasi atau sinusitis.
Inspeksi : apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi,
apakah ada secret.
Palpasi : apakah ada nyeri tekan massa.
10) Telinga
Tujuan : untuk mengetahui kedalaman telinga luar, saluran
telinga, gendang telinga.
Inspeksi : daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran
bentuk, kebersihan, lesi.
Palpasi : tekan daun telinga apakah ada respon nyeri,
rasakan kelenturan kartilago.
11) Mulut dan Faring
Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada

19
mulut, dan untuk mengetahui kebersihan mulut.
Inspeksi : amati bibir apa ada kelainan congenital (bibir
sumbing) warna, kesimetrisan, kelembaban
pembengkakan, lesi, amati jumlah dan bentuk
gigi, berlubang, warna plak dan kebersihan gigi.
Palpasi : pegang dan tekan darah pipi kemudian rasakan
ada massa atau tumor, pembengkakan dan nyeri.
12) Leher
Tujuan : untuuk menentukan struktur imtegritas leher,
untuk mengetahui bentuk dan organ yang
berkaitan dan untuk memeriksa system limfatik.
Inspeksi : amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan
parut, amati adanya pembengkakan kelenjar
tiroid, amati kesimetrisan leher dari depan
belakan dan samping.
Palpasi : letakkan telapak tangan pada leher klien, suruh
pasien menelan dan rasakan adanya kelenjar
tiroid.
13) Dada
Tujuan : untuk mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi,
irama pernafasan, adanya nyeri tekan, dan untuk
mendengarkan bunyi paru.
Inspeksi : amati kesimetrisan dada kanan kiri, amati adanya
retraksi interkosta, amati pergerakan paru.
Palpasi : adakah nyeri tekan , adakah benjolan
Perkusi : untuk menentukan batas normal paru.
Auskultasi : untuk mengetahui bunyi nafas, vesikuler,
wheezing/crecles.
14) Abdomen
Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan gerakan perut ,
mendengarkan bunyi peristaltik usus, dan

20
mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam
abdomen.
Inspeksi : amati bentuk perut secara umum, warna kulit,
adanya retraksi, penonjolan, adanya ketidak
simetrisan, adanya asites.
Palpasi : adanya massa dan respon nyeri tekan.
Auskultasi : bising usus normal 10-12x/menit.
15) Muskuloskeletal
Tujuan : untuk mengetahui mobilitas kekuatan otot dan
gangguan-gangguan pada daerah tertentu.
Inspeksi : mengenai ukuran dan adanya atrofil dan
hipertrofil, amati kekuatan otot dengan memberi
penahanan pada anggota gerak atas dan bawah
6. Pemeriksaan Nyeri
Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala
deskriptif. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih objektif.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.
Batasan karakteristik:
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan prekuensi jantung
d. Perubahan prekuensi pernafasan

21
e. Diaphoresis
f. Prilaku ditraksi
g. Sikap melindungi area nyeri
h. Gangguan tidur

Faktor yang berhubungan : Agen cedera (misalnya biologis, fisik, dan


psikologis) Di tandai dengan:

a. Keluhan nyeri, colik billiary (frequensi nyeri ).


b. Ekspresi wajah saat nyeri, prilaku yang hati-hati.
c. Respon autonomik (perubahan pada tekanan darah ,nadi).
d. Fokus terhadap diri yang terbatas.
2. Gangguan Eliminasi Urine
Definisi: disfungsi pada eliminasi urine. Batasan karakteristik:
a. Dissurya
b. Sering berkemih
c. Inkontinensia
d. Nokturya
e. Retensi
f. Dorongan
g. Obstopsi anatomic
h. Penyebab multiple
3. Retensi urine
Definisi: pengosongan kandung kemih tidak komplet Batasan
karakteristik:
a. Tidak ada haluaran urie
b. Distensi kandung kemih
c. Menetes
d. Disuria
e. Sering berkemih
f. Inkontenensia aliran berlebih
g. Residu urine

22
h. Sensasi kandung kemih penuh
i. Berkemih sedikit
j. Sumbatan
k. Tekanan ureter tinggi
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Cemas (Ansietas)
6. Intoleransi Aktifitas

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan NOC NIC

1. Nyeri Akut 1. Pain Level, Pain Management


2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
Definisi : 3. Comfort level
secara komprehensif
Sensori yang tidak Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
menyenangkan dan 1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
pengalaman nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu
emosional yang faktor presipitasi
menggunakan tehnik
muncul secara nonfarmakologi untuk 2. Observasi reaksi nonverbal
aktual atau mengurangi nyeri, dari ketidaknyamanan
mencari bantuan)
potensial kerusakan 3. Gunakan teknik komunikasi
2. Melaporkan bahwa
jaringan atau nyeri berkurang terapeutik untuk mengetahui
menggambarkan dengan menggunakan pengalaman nyeri pasien
adanya kerusakan manajemen nyeri
4. Kaji kultur yang
3. Mampu mengenali
(Asosiasi Studi nyeri (skala, intensitas, mempengaruhi respon nyeri
Nyeri frekuensi dan tanda 5. Evaluasi pengalaman nyeri
Internasional): nyeri) masa lampau
4. Menyatakan rasa nyeri
serangan mendadak 6. Evaluasi bersama pasien dan
berkurang
atau pelan 5. Tanda vital dalam tim kesehatan lain tentang
intensitasnya dari rentang normal ketidakefektifan control

23
ringan sampai berat nyeri masa lampau
yang dapat 7. Bantu pasien dan keluarga
diantisipasi dengan untuk mencari dan
akhir yang dapat menemukan dukungan
diprediksi dan 8. Kontrol lingkungan yang
dengan durasi dapat mempengaruhi nyeri
kurang dari 6 bulan. seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Batasan
9. Kurangi faktor presipitasi
karakteristik :
nyeri
- Laporan secara 10. Pilih dan lakukan
verbal atau non penanganan nyeri
verbal (farmakologi, non
farmakologi dan inter
- Fakta dari
personal)
observasi
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
- Posisi antalgic untuk menentukan
untuk menghindari intervensi
nyeri 12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
- Gerakan
13. Berikan analgetik untuk
melindungi
mengurangi nyeri
- Tingkah laku 14. Evaluasi keefektifan control
berhati-hati nyeri
15. Tingkatkan istirahat
- Muka topeng
16. Kolaborasikan dengan
- Gangguan tidur dokter jika ada keluhan dan
(mata sayu, tampak tindakan nyeri tidak berhasil
capek, sulit atau 17. Monitor penerimaan pasien
gerakan tentang manajemen nyeri

24
kacau,menyeringai) Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
- Terfokus pada diri
karakteristik, kualitas, dan
sendiri
derajat nyeri sebelum
- Fokus menyempit pemberian obat
(penurunan persepsi 2. Cek instruksi dokter tentang
waktu, kerusakan jenis obat, dosis, dan
proses berpikir, frekuensi
penurunan interaksi 3. Cek riwayat alergi
dengan orang dan 4. Pilih analgesik yang
lingkungan) diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
- Tingkah laku
pemberian lebih dari satu
distraksi, contoh :
5. Tentukan pilihan analgesic
jalanjalan,
tergantung tipe dan beratnya
menemui orang lain
nyeri
dan/atau aktivitas,
6. Tentukan analgesik pilihan,
aktivitas berulang-
rute pemberian, dan dosis
ulang)
optimal
- Respon autonomy 7. Pilih rute pemberian secara
(seperti diaphoresis, IV, IM untuk pengobatan
perubahan tekanan nyeri secara teratur
darah, perubahan 8. Monitor vital sign sebelum
nafas, nadi dan dan sesudah pemberian
dilatasi pupil) analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
- Perubahan
waktu terutama saat nyeri
autonomic dalam
hebat
tonus otot
10. Evaluasi efektivitas
(mungkin dalam
analgesik, tanda dan gejala
rentang dari lemak
(efek samping)

25
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
Batu saluran kemih (BSK) atau urolithiasis adalah pembentukan batu
(kalkuli) di saluran kemih, paling sering terbentuk di pelvis atau kaliks
(widiarti,dkk.2008). menurutdongoes,dkk batu ginjal kalkulus adalah bentuk
deposit mineral, paling umum oksalat Ca2+, namun asa urat dan Kristal lain
juga pembentuk batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk di mana saja
dari saluran perkemihan, batu ini paling umum di temukan pada pelvis dan
kaliks ginjal.
Dengan kata lain, batu saluran kemih adalah adanya gumpalan (konkresi)
padat yang terbentuk di saluran kemih. Batu dengan ukuran lebih kecil yang
mungkin terbentuk, bisa lewat di sepanjang saluran kemih, dan bisa
dikeluarkan selama berkemih (mikturisi), menyebabkan beberapa atau bahkan
tidak ada gejala, tetapi batu dengan ukuran yang lebih besar akan
menimbulkan gejala klinis ketikatelah menyumbat saluran kemih atau telah
mengandung patogen-patogen yang menimbulkan infeksi yang menetap
meskipun telah diberi terapi antimikroba.

B. Saran

Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah


ilmu pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada
pembaca semua agar memberikan kritik dan sarang yang bersifat membangun.

26
DAFTAR PUSTAKA

Budiarti, N. Y. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Batu Saluran Kemih


Dengan Masalah Nyeri Akut (Studi di ruang Melati RSUD Bangil
Pasuruan) (Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika
Jombang).

Han, H., Segal, A., Seifter, J., & Dwyer, J. (2015). Nutritional Management of
Kidney Stones (Nephrolithiasis). Clinical Nutrition Research, 4(3), 137.

Noegroho, B. S., Daryanto, B., Soebhali, B., Kadar, D. D., Soebadi, D. M.,
Hamiseno, D. W., ... & Djojodimedjo, T. (2018). Panduan Penatalaksanaan
Klinis Batu Saluran Kemih.

Purnomo, B, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke-3. Jakarta : CV.Sagung Seto,


2011.

Wardani, M. A. F. (2014). Hubungan Batu Saluran Kemih Dengan Penyakit


Ginjal Kronik Di Rumah Sakit An-Nur Yogyakarta Periode Tahun 2012-
2013 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

27

Anda mungkin juga menyukai