SKRIPSI
Oleh
ELLA ANGGRAINI
NIM. 161000099
Oleh
ELLA ANGGRAINI
NIM. 161000099
ii
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TB paru merupakan penyakit kronis dan
membutuhkan waktu penyembuhan teratur serta waktu yang lama sehingga dapat
mengakibatkan kebosanan yang akan membuat penderita putus berobat.
Puskesmas Medan Deli merupakan Puskesmas dengan jumlah penderita TB paru
ke-tiga tertinggi di kota Medan tahun 2018 sebesar 131 kasus, dengan angka
kesembuhan TB paru terkonfirmasi yang rendah <85% sebanyak 63 orang
(48,1%), angka pengobatan lengkap TB paru di Puskesmas Medan Deli sebanyak
4,9%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di
Puskesmas Medan Deli tahun 2020. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik
dengan desain cross sectional. Populasi sebanyak 60 responden penderita TB paru
yang sudah menjalani pengobatan minimal 3 bulan, dengan jumlah sampel sama
dengan jumlah populasi. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner.
Data univariat dianalisis secara deskriptif, data bivariat dianalisis menggunakan
uji chi-square. Hasil pengolahan data menunjukan proporsi kepatuhan minum
obat sebesar 68,3%. Berdasarkan uji chi-square didapatkan hubungan yang
bermakna antara pengetahuan (p=0,001), sikap pasien (0,025), motivasi pasien
(0,001), dan dukungan keluarga (0,006) dengan kepatuhan minum obat,
sedangkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan dukungan petugas
kesehatan tidak ada hubungan bermakna dengan kepatuhan minum obat. Kepada
penderita TB paru untuk tetap patuh dalam mengkonsumsi obat secara teratur
dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh petugas kesehatan. Kepada Puskesmas
Medan Deli agar tetap rutin memberikan penyuluhan kepada pasien TB paru,
memberikan edukasi melalui short message atau whatsapp group serta follow up
kembali status kepemilikan PMO. Kepada peneliti selanjutnya agar diharapkan
meneliti variabel lain seperti hubungan antara PMO dengan kepatuhan minum
obat dan efek samping obat.
iv
Universitas Sumatera Utara
Abstract
v
Universitas Sumatera Utara
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah swt,
oleh karena kasih karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
Puskesmas Medan Deli Tahun 2020, guna memenuhi salah satu syarat untuk
dukungan dari beberapa pihak, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
4. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
vi
Universitas Sumatera Utara
5. Drs. Jemadi, M.Kes., selaku Dosen Penguji II Skripsi, terimakasih untuk
saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
USU.
7. Seluruh Dosen FKM USU dan Staf FKM USU yang telah memberikan ilmu,
8. Selaku Kepala Puskesmas Medan Deli yang telah memberikan izin kepada
penulis, serta pegawai dan dokter dibagian TB yang juga turut membantu
9. Teristimewa untuk orang tua penulis Mirjan (Bapak) dan Sulihastini (Ibu)
serta adik penulis Muhammad Halim, Tiara Amanda, dan Yumna Naladhipa
yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan baik moril maupun materil
dan Dina Khairiyah yang telah banyak membantu, mendukung, dan memberi
dan Stambuk 2016 FKM USU yang telah banyak mendukung dan memberi
semangat serta doa dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
skripsi ini.
vii
Universitas Sumatera Utara
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
Ella Anggraini
viii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv
Daftar Lampiran xvi
Daftar Istilah xvii
Riwayat Hidup xviii
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 5
Tujuan umum 5
Tujuan khusus 5
Manfaat penelitian 6
Tinjauan Pustaka 8
Konsep Tuberkulosis 8
Definisi 8
Etiologi 8
Gejala Klinis 9
Patogenesis 10
Klasifikasi 14
Epidemiologi 16
Penularan 17
Penegakan diagnosis 19
Pengobatan 22
Upaya pencegahan 24
Konsep Karakteristik 25
Usia 25
Jenis kelamin 26
Pendidikan 26
Pekerjaan 27
Konsep Perilaku 27
Pengetahuan 27
ix
Universitas Sumatera Utara
Sikap 28
Tindakan 28
Konsep Motivasi 29
Teori motivasi 29
Faktor penggerak motivasi 30
Konsep Kepatuhan 30
Definisi 30
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan 30
Variabel dalam kepatuhan 31
Landasan Teori 32
Kerangka Konsep 35
Hipotesis 35
Metode Penelitian 37
Jenis Penelitian 37
Lokasi dan Waktu Penelitian 37
Populasi dan Sampel 37
Variabel dan Definisi Operasional 38
Metode Pengumpulan Data 40
Metode Pengukuran 40
Metode Analisis Data 42
x
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan 53
kepatuhan minum obat
Hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan
minum obat 54
Pembahasan 56
Proporsi Kepatuhan Minum Obat TB Paru 56
Hubungan antara Umur dengan Kepatuhan Minum Obat 57
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat 59
Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat 61
Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat 63
Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat 65
Hubungan antara Sikap pasien dengan Kepatuhan Minum Obat 67
Hubungan antara Motivasi Pasien dengan Kepatuhan Minum Obat 69
Hubungan antara Dukungan Petugas Kesehatan dengan 71
Kepatuhan Minum Obat
Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum 73
Obat
Keterbatasan Penelitian 76
Daftar Pustaka 79
Lampiran 85
xi
Universitas Sumatera Utara
Daftar Tabel
No Judul Halaman
xii
Universitas Sumatera Utara
13 Distribusi Proporsi Dukungan Keluarga pada Penderita 49
TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun
2020
xiii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Gambar
No Judul Halaman
3 Kerangka konsep 35
xiv
Universitas Sumatera Utara
12 Diagram bar tabulasi silang antara dukungan petugas 72
kesehatan dengan kepatuhan minum obat pada penderita
TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun
2020
xv
Universitas Sumatera Utara
Daftar Lampiran
No Judul Halaman
1 Informed Consent 85
2 Kuesionel Penelitian 86
3 Master Data 92
xvi
Universitas Sumatera Utara
Daftar Istilah
xvii
Universitas Sumatera Utara
Riwayat Hidup
pada tanggal 02 Februari 1998. Penulis beragama Islam, anak pertama dari empat
Ella Anggraini
xviii
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
Latar Belakang
Diagnosis dan perawatan tepat waktu rutin minum obat anti tuberkulosis (OAT)
selama enam bulan pertama pada penderita TB dapat disembuhkan dan penularan
pada tahun 2018. Tiga negara dengan kejadian TB terbesar adalah India sebesar
(27%), Cina (14%), dan Federasi Rusia (9%). Secara geografis sebagian besar
kasus TB tahun 2018 terbesar di Asia Tenggara sebanyak 44%, Afrika (24%), dan
Pasifik Barat (18%), dengan persentase lebih kecil di Mediterania Timur (8%),
Amerika (3%) dan Eropa (3%). Negara sebagai penyumbang dua pertiga dari total
dunia adalah India sebesar (27%), Cina (9%), dan Indonesia (8%) (WHO, 2019).
mengeluarkan bakteri ke udara melalui droplet dahak saat batuk atau bersin yang
Ditemukan sekitar 70% orang dengan dahak BTA positif TB paru meninggal
1
Universitas Sumatera Utara
2
rimfapisin menjadi 51% sebelumnya di tahun 2017 sebesar 41%. Menurut WHO,
dari 7.000.000 kasus baru dan kambuh pada penderita TB paru tahun 2018
sebanyak 5,9 juta (85%) yang mengalami TB paru. Persentase kasus TB paru
yang terkonfirmasi secara bakteriologis pada tahun 2018 dengan rata-rata di dunia
sebesar 55%. Secara global diperkirakan 1,3 juta anak < 5 tahun kontak rumah
tangga dari TB paru yang terkonfirmasi. Total kasus baru dan relapse sebesar
6.950.750 orang. Kasus TB menurut jenis kelamin laki-laki (58%) lebih tinggi
dari perempuan (34%). Menurut jenis kelamin perempuan dengan kelompok umur
tertinggi 15-24 tahun sekitar 500.000 orang menderita TB dan jenis kelamin laki-
laki menurut kelompok umur tertinggi pada kelompok umur 25-34 tahun sekitar
Estimasi dengan beban TB di Asia Tenggara tahun 2018 untuk total kasus
baru sebesar 4.370.000 kasus dengan rate 220 per 100.000 penduduk. Kasus TB
terkonfirmasi pada tahun 2018 untuk kasus baru dan relapse sebesar 3.183.255
sebesar 56%, anak-anak berumur 0-14 tahun terkonfirmasi sekitar 7%, menurut
jenis kelamin laki-laki (58%) lebih besar dari perempuan (35%). Berdasarkan
jenis kelamin perempuan menurut umur tertinggi pada kelompok umur 15-24
tahun sebesar >200.000 orang dan jenis kelamin laki-laki menurut umur tertinggi
pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar >300.000 orang (WHO, 2019).
(Infodatin, 2018). Pada tahun 2018 kasus TB berjumlah 845.000. Proporsi kasus
tuberkulosis menurut kelompok umur pada tahun 2018 tertinggi pada kelompok
umur 45-54 tahun sebesar 14,2% dan terendah pada kelompok umur ≥65 tahun
sebesar 8,1%. Estimasi beban TB di Indonesia pada kasus baru sebesar 846.000
kasus dengan rate 316/100.000 penduduk. Kasus TB terkonfirmasi kasus baru dan
dengan terkonfirmasi bakteriologi sebesar 50%. Pada anak usia 0-14 tahun
sebesar 11% kasus. Jenis kelamin laki-laki (52%) lebih besar dari penderita
laki-laki dengan kelompok umur tertinggi adalah 45-54 tahun sebesar >500.000
orang dan jenis kelamin perempuan adalah kelompok umur 15-24 tahun sebesar
sebesar 0,18% tahun 2017, dengan jumlah kasus terbanyak adalah kota Medan
8.192 kasus dengan proporsi sebesar 1,8% diikuti dengan Deli Serdang sebanyak
Sumetera Utara Tahun 2017 yang SR-nya belum mencapai target nasional 85%
yaitu Kota Medan sebesar 84,113%, Nias Selatan (83,9%), Padang Sidempuan
TB paru BTA (+) dengan angka case notification rate (kasus baru) di
85,52% (Dinkes Provsu, 2017). Jumlah Penderita TB paru BTA (+) di Sumatera
Utara sebesar 14.883 kasus. Jumlah penderita TB paru BTA (+) di kota Medan
sebesar 3.207 kasus. Angka kesembuhan (cute rate) penderita TB paru di kota
Medan sebesar 75,29%, Angka pengobatan lengkap sebesar 8,83% dan angka
Pada tahun 2018 kasus TB paru di Kota Medan sebesar 1.196 kasus.
Angka kesembuhan (cute rate) penderita TB paru di Kota Medan sebesar 88,2%,
TB paru ke-tiga tertinggi di kota Medan tahun 2018 sebesar 131 kasus, dengan
Dampak yang di peroleh penderita TB Paru jika tidak patuh minum obat
anti tuberkulosis adalah bakteri yang menginfeksi tubuh akan kuat dan kebal
terhadap obat anti tuberkulosis jika tidak mematuhi petugas kesehatan dalam
minum OAT sehingga penderita TB paru akan semakin menderita dengan beban
TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020. Penelitan ini
Perumusan Masalah
pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun
2020.
Tujuan Penelitian
minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan
tahun 2020.
tahun 2020.
tahun 2020.
Manfaat penelitian
pada penderita tuberkulosis paru bagi puskesmas Medan Deli dalam upaya
Sumatera Utara .
Konsep Tuberkulosis
bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang juga dikenal sebagai bakteri tahan asam
tuberculosis berupa batang lurus dan tipis berukuran sekitar 0,4 × 3μm. Bakteri
pada medium artifisial memiliki bentuk kokoid dan filamentosa yang terlihat
dalam berbagai morfologi dari satu spesies ke spesies lain (Caroll, K.C., dkk,
2018).
pencucian warna dengan asam klorida dan alkohol sehingga disebut basil tahan
Gejala klinis. Gambaran klinik TB dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala
berupa demam, malaise, berkeringat pada malam hari, anoreksia, dan berat badan
menurun.
lebih dari tiga minggu. Demam dapat mencapai suhu 40-41 ◦C. Serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali (Aditama,
T.J., 2002).
tidak enak badan, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, sakit kepala,
pegal-pegal, mudah lelah, dan pada beberapa wanita dapat terjadi gangguan siklus
menstruasi.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk diperlukan untuk
membuang dampak dari radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
sputum). Kondisi batuk yang lebih lanjut adalah batuk darah dengan terjadinya
pembuluh darah pecah. Batuk darah lebih sering terjadi pada kavitas tetapi dapat
nafas. Sesak nafas ditemukan saat penyakit sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
mencapai setengah bagian paru-paru. Kondisi lainnya diikuti dengan wheeze atau
mengi saat bernafas disebabkan oleh bronkitis tuberkulosis atau tekanan kelenjar
Nyeri dada. Keadaan ini jarang ditemukan pada tuberkulosis. Nyeri dada
timbul jika infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga dapat menimbulkan
pleuritis atau radang. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu penderita TB menarik
menjadi droplet nuklei melalui batuk atau bersin dalam udara sekitar kita. Bakteri
ini dapat hidup dalam udara bebas selama satu sampai dua jam dan mati jika
terkena sinar matahari. Dalam keadaan lembab dan gelap bakteri dapat hidup
<5 mikrometer. Bakteri pertama kali akan dihadapi oleh neutrofil kemudian
makrofag. Bakteri akan lebih banyak mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar
makrofag, bakteri juga dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Sarang
primer atau afek primer (ghon) merupakan tempat bakteri yang hidup di jaringan
paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil. Sarang primer dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Jika bakteri menjalar sampai ke pleura maka
terjadilah efusi pleura. Bakteri juga dapat masuk dari saluran gastrointestinal,
bakteri masuk ke dalam vena dan menyebar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal dan tulang. Jika masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke
Dari afek atau sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga terjadi pembesaran kelenjar getah
dengan limfadenitis regional akan menjadi kompleks primer (ranke), proses ini
berikut:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, hal ini yang sering terjadi.
klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumoni (radang paru-
sebelahnya, bakteri juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
berlebih, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca
primer dimulai dengan sarang dini yang bertempat di regio atas paru (bagian
Sarang dini awalnya berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam waktu tiga
sampai sepuluh minggu sarang menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang
terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans (sel besar dengan banyak inti)
TB pasca primer dapat juga berasal dari infeksi eksogen yaitu usia muda
kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat, tergantung dari jumlah bakteri,
virulensinya dan imunitas pasien. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera
menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang menyebar luas sebagai
jaringan keju keluar melalui droplet batuk maka akan terjadi kavitas. Kavitas
Hidrolisi protein lipid dan nukleat oleh enzim yang di produksi oleh makrofag
imunodefisiensi dan uisa lanjut merupakan bentuk perkujian lain yang jarang.
Pada keadaan ini lesi sangat kecil tetapi berisi sangat banyak bakteri.
Kavitas dapat:
dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Kavitas juga
mycetoma.
Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yaitu, sarang yang
sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi, sarang aktif
eksudatif, sarang ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna, dan sarang
yang berada antara sembuh dan aktif kemudian sarang dapat sembuh secara
dalam parenkim paru, jika ditemukan kelainan di paru maka pasien di registrasi
Ektsra paru. Ekstra parulokasi penyakit jika ditemukan kelainan ada pada
resistan obat untuk sampel pemeriksaan yang diambil di luar parenkim paru.
Pasien baru. Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan dengan OAT atau pernah diobati menggunakan OAT kurang dari 1
bulan.
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima
dahaknya positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan. Hal ini didukung dengan rekam medis dan
4. Default, Pasien kembali setelah loss to follow up, lalai berobat atau
default adalah pasien yang kembali berobat setelah putus berobat atau
terkonfirmasi.
TB paru di dunia menurut jenis kelamin laki-laki (58%) lebih tinggi dari
perempuan (34%). Kasus TB paru di Asia tenggara menurut jenis kelamin laki-
laki lebih tinggi dibanding perempuan sebesar 58% kasus berjenis kelamin laki-
laki dan perempuan 35%. TB paru di Indonesia terkonfirmasi laki-laki lebih tinggi
Indonesia berdasarkan jenis kelamin tahun 2017 lebih banyak laki-laki sebesar
245.298 kasus dan perempuan sebesar 175.696 kasus (Infodatin, 2018). Kasus TB
paru di Sumatera Utara pada tahun 2018 menurut jenis kelamin lebih tinggi laki-
laki sebesar 64,76% dan diikuti oleh perempuan 35,24% (Kementerian Kesehatan,
2018).
tahun 2018 tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 14,2% dan
bangsa terbesar dunia adalah India sebanyak 27%, Cina (14%), dan Federasi
Rusia (9%). Secara geografis sebagian besar kasus TB tahun 2018 terbesar di Asia
Tenggara sebanyak 44%, Afrika (24%), dan Pasifik Barat (18%), dengan
persentase lebih kecil di Mediterania Timur (8%), Amerika (3%) dan Eropa (3%).
Negara sebagai penyumbang dua pertiga dari total dunia adalah India sebanyak
26.361 kasus dengan proporsi sebesar 0,18% tahun 2017, dengan jumlah kasus
terbanyak adalah kota Medan 8.192 kasus dengan proporsi sebesar 1,8% diikuti
dengan Deli Serdang sebanyak 3.204 kasus (0,15%) (Dinas Kesehatan Sumut,
2017).
tahun 2000-2018 cenderung meningkat yaitu >50 per 100.000 penduduk hingga
100 per 100.000 penduduk per tahun. Total insiden TB di Asia Tenggara
cenderung menurun dari tahun 2000-2018 dari 300 per 100.000 penduduk hingga
<300 per 100.000 penduduk. Kasus baru dan kasus kambuh cenderung meningkat
dari tahun 2000-2018 dari <100 per 100.000 penduduk hingga 200 per 100.000
nomor 67 tahun 2016 penularan TB paru dikelompokan menjadi dua yaitu sumber
pasien TB yang mengandung bakteri. Bakteri menyebar saat batuk atau bersin ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet). Infeksi terjadi jika individu
menghirup udara yang terpapar dan mengandung bakteri Mycobacterium
empat tahapan yaitu tahap paparan, infeksi, menderita sakit, dan meninggal dunia
sebagai berikut:
kasus menular di masyarakat, peluang kontak dengan kasus menular, tingkat daya
kontak dengan sumber penularan, dan lamanya waktu kontak dengan sumber
penularan.
Infeksi. Reaksi imunitas tubuh terjadi 6-14 minggu setelah infeksi. Lesi
biasanya sembuh total tetapi bakteri dapat tetap hidup dalam lesi tersebut
(dormant) dan akan aktif kembali sesuai dengan imunitas tubuh manusia.
Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi.
bakteri yang tehirup, lamanya waktu sejak terinfeksi, usia seseorang yang
terinfeksi, tingkat imunitas yang rendah seperti ODHA (Orang Dengan HIV
kesehatan yang buruk dan penyakit penyerta, pada penderita TB tanpa pengobatan
gejala pasien yaitu pada gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak
selama ≥2 minggu, batuk disertai dengan bercampur darah, sesak nafas, malaise,
berat badan menurun, berkeringat pada malam hari, demam lebih dari satu bulan.
gejala tersebut dianggap sebagai suspek atau terduga TB, dan perlu dilakukan
meliputi, kontak erat dengan pasien, tinggal di daerah padat penduduk, daerah
pengungsian dan orang yang bekerja dengan bahan kimia berisiko menimbulkan
saat pagi setelah bangun tidur, dilakukan di rumah pasien atau di fasilitas
akhir pengobatan.
dengan foto toraks dan pemeriksaan hispatologi pada kasus TB dicurigai ekstra
paru.
menentukan ada atau tidaknya resistensi M.tb kepada OAT. Uji kepekaan
fasilitas yang sudah tersedia yaitu fasilitas kesehatan yang memiliki akses
pemeriksaan dengan alat tes cepat molekuler dan fasilitas kesehatan yang
mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan tidak memiliki akses ke tes cepat
Pasien baru, tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)
atau tidak diketahui status HIV nya
(- -)
(+ +)
(+ -)
Gambaran
Tidak
Mendukung
mendukung
TBTb, Bukan TB cari kemungkinan penyakit lain Pengobatan TB Lini 1
TB Ada perbaikan
Terkonfirmasi klinis Tidak ada perbaikan klinis, ada faktor risiko TB dan pertimbangan dokt
klinis
TB terkonfirmasi klinis
Pengobatan TB Lini 1
Gambar 1. Alur diagnosis TB (Peraturan Menteri Kesehatan, 2016)
Pengobatan tuberkulosis. Pengobatan tuberkulosis bertujuan dalam
tepat yang terdiri dari empat jenis obat untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Dosis yang diberikan harus tepat, OAT konsumsi secara teratur yang diawasi oleh
pengawas minum obat (PMO) hingga pengobatan selesai. Jangka waktu yang
digunakan dalam pengobatan harus tepat terdiri atas dua bagian yaitu bagian awal
Tahap awal. Pada tahap ini pengobatan dilakukan setiap hari. Paduan obat
pengaruh dari bakteri yang memiliki kemungkinan resistan saat sebelum penderita
mendapat pengobatan. Pengobatan ini dilakukan selama dua bulan sampai tiga
bulan dan kemampuan menularkan mulai menurun setelah pengobatan selama dua
minggu pertama.
yang masih ada dalam tubuh. Pengobatan ini membutuhkan waktu empat atau
lima bulan pada tiga hari dalam satu minggu agar mencegah terjadinya
kekambuhan.
Jenis OAT lini kedua Tabel 2Jenis obat anti tuberkulosis. OAT terbagi
atas dua jenis, yaitu OAT lini pertama dan OAT lini kedua (Peraturan Menteri
Tabel 1
pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan serta faktor pejamu,
pengobatan dan tetap meminum OAT secara tepat dan teratus seuai pasuan OAT
yang diberikan oleh petugas kesehatan sehingga tidak timbulnya TB resitan obat.
Penderita TB MDR harus mematuhi etika bersin dan batuk, menggunakan masker
Konsep Karakteristik
tingkat kekuasaan dan kematangan individu akan lebih baik dalam bekeja dan
berfikir. Akibat dari kematangan dan pengalaman jiwa maka semakin dewasa
suatu individu maka pola berfikir akan semakin teratur dan matang dalam
menjalankan sesuatu.
Menurut Zubaidah (2015) bahwa usia dengan kepatuhan minum obat pada
p=0,000, dan nilai OR pada penderita muda 0,822 kali dari pada penderita usia
tua. Menurut Yuda (2018) bahwa usia memiliki hubungan dengan kepatuhan
minum obat dengan p=0,006 dan usia >45 tahun cenderung tidak patuh sebesar
28,13%.
(Makhfudi, 2010).
kategori tidak teratur berobat lebih tinggi dengan mempunyai pekerjaan yang
2010).
Konsep Perilaku.
merupakan hasil bersama atau resultant antara berbagai faktor baik faktor internal
mata dan telinga. Pengatahuan atau ranah kognitif adalah domain yang sangat
yang tercakup dalam domain kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu, tahu
pengetahuan tentang sakit dan penyakit (penyebab penyakit, gejala atau tanda
tertutup dari seseorang terhadap suatu objek. Sikap adalah kesiapan untuk
reaksi terbagi menjadi dua yaitu, komponen pokok sikap dan tingkatan sikap.
Allport (1954).
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan salah satunya adalah
(Notoatmodjo, 2012).
Konsep Motivasi
terdiri dari dua orang atau lebih. Dengan ikatan persudaraan maka hidup dalam
motif melalui motif pembawaan yang dibawa sejak lahir dan motif yang dipelajari
instrinsik (rangsangan dari dalam diri) dan ekstrinsik (rangsangan dari luar).
Victor. H. Vroom yaitu, hasil merupakan hasil yang berkenaan dari pekerjaan itu
menyangkut hasil tingkat pertama maupun tingkat kedua, dan harapan berkaitan
dalam mendapat kesehatan yang baik dapat diperoleh melalui motivasi atau
Faktor individu. Berasal dari dalam diri individu itu sendiri yaitu
pribadi.
memberi dorongan kepada individu yang sakit seperti keluarga atau kondisi
rumah tangga, petugas kesehataan dengan cara penyampaian kepada pasien dan
motivasi kemasyarakatan.
Konsep Kepatuhan
pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh petugas kesehatan. Teori Decision
Akomodasi. Suatu cara dan usaha yang dilakukan guna memahami ciri
dan sosial dapat membangun dukungan sosial dari orang terdekat dengan pasien
pengobatan.
Perubahan model terapi. Perubahan model terapi adalah cara yang dibuat
paling sederhana dan pasien terlihat aktif dalam menjalankan pengobatan (terapi).
bertujuan memberi umpan balik pada pasien atau klien setelah mendapat
penyakit akut dan lebih rendah pada penyakit kronis karena dampak yang
pengawas minum obat pada penderita TBC yang cukup serta dukungan yang
cukup.
pertolongan yang mereka butuhkan dari individu lainnya cenderung lebih mudah
sosial.
efektivitas pengobatan.
Landasan Teori
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, faktor predisposisi (predisposing factor), faktor
fasilitas-fasilitas kesehatan.
mendorong terjadinya perilaku. Faktor ini berupa faktor sikap dan perilaku
oleh beberapa faktor yaitu faktor pemudah atau predisposisi seperti pengetahuan
pasien TB paru tentang tuberkulosis paru, OAT baik jenis maupun waktu minum
obat yang nantinya berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam minum obat,
sikap pasien menjadi faktor pemudah dalam kepatuhan minum obat dengan
respon ataupun reaksi mengenai TB paru serta minum obat anti tuberkulosis
secara tepat waktu dan lengkap, motivasi pasien juga menjadi faktor pemudah
untuk patuh dalam minum obat dengan hasil sembuh dari sakit, dan variabel
dukungan petugas
kesehatan yang mejadi salah satu penyebab dari perilaku kepatuhan minum obat
Independen Dependen
Pengetahuan
Sikap Pasien
Kepatuhan
Minum Obat
Motivasi Pasien
Dukungan Keluarga
Hipotesis
3. Ada hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat pada
penderita TB paru.
4. Ada hubungan antara motivasi pasien dengan kepatuhan minum obat pada
penderita TB paru.
6. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada
penderita TB paru.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Medan Deli dengan tingginya kasus TB Paru yang merupakan peringkat ketiga
dari seluruh puskesmas di kota Medan dan rendahnya angka kesembuhan (cure
rate) sebesar 48,1% yang merupakan dibawah angka minimal yang harus dicapai
Populasi. Populasi pada penelitian ini adalah pasien TB paru yang sudah
Sampel. Adapun jumlah sampel pada penelitian ini sama dengan jumlah
37
Universitas Sumatera Utara
38
Jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan ciri biologis yang dimiliki oleh
dilakukan penelitian.
langsung untuk memastikan pasien TB menelan obat secara teratur dan tepat
Sikap pasien. Reaksi atau respon tertutup berupa sikap dari alam diri
yang diberikan keluarga kepada pasien selama pengobatan baik moril maupun
materil (Notoatmodjo,2012).
dalam proses pengambilan obat rutin dan konsumsi obat rutin selama pengobatan
tahap intensif dan tahap lanjutan yang ditentukan oleh petugas kesehatan
Metode Pengukuran
Variabel yang diukur dan dianalisa dalam penelitian tertera dalam tabel
berikut yaitu :
Tabel 3
(Bersambung)
Tabel 3
karakteristik dan distribusi frekuensi setiap variabel yang meliputi, umur, jenis
pasien, motivasi pasien, sikap petugas kesehatan, dan dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat pada penderita TB paru. Analisa statistik dengan uji chi-
berhubungan.
Hasil Penelitian
Geografis. Puskesmas Medan Deli terletak di Jalan K.L Yos Sudarso Km.
11,1 Lingkungan III Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli, dengan luas
tanah 397.75m2 dan luas bangunan 232m2. Puskesmas Medan Deli menjadi
Puskesmas rawat inap sejak tahun 2005, kode Pos 20243. Mempunyai wilayah
sebanyak 84.789 jiwa, penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 40.159
jiwa dan penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 44.630 jiwa.
Tabel 4
43
Analisis Univariat
Tabel 5
Tabel 6
Karakteristik Responden n %
Umur (tahun)
Produktif 13 68,4
Tidak produktif 6 31,6
Jenis Kelamin
Laki-laki 9 47,4
Perempuan 10 52,6
Pendidikan
Tinggi 11 57,9
Rendah 8 42,1
Pekerjaan
Bekerja 7 36,8
Tidak bekerja `12 63,2
PMO
Ada 17 89,5
Tidak 2 10,5
Status PMO
Suami 3 15,8
Istri 2 10,5
Orangtua 9 47,4
Anak 3 15,8
Tidak memiliki 2 10,5
pada umur 15-64 tahun (produktif) sebesar 68,4% (13 orang) dan pada umur <15
tahun dan >64 tahun (tidak produktif) sebesar 31,6% (6 orang), dan pada jenis
penderita TB paru yang tidak patuh minum obat lebih banyak pada tingkat
pendidikan tinggi sebesar 57,9% (11 orang) dan penderita TB paru dengan tingkat
banyak pada penderita TB paru yang tidak bekerja sebesar 63,2% (12 orang)
sementara itu yang bekerja sebesar 36,8% (7 orang). Proporsi untuk PMO lebih
banyak pada penderita TB paru yang memiliki PMO sebesar 89,5% (17 orang)
sementara yang tidak memiliki PMO sebesar 10,5% (2 orang). Status PMO
penderita TB paru ditemukan paling banyak pada status orangtua sebesar 47,4%
(9 orang), diikuti status suami dan anak sebesar 15,8% (3 orang), paling kecil
pada status istri sebesar 10,5% (2 orang), dan selebihnya tidak memilki PMO.
wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020 diperoleh hasil seperti tabel 7.
Tabel 7
Karakteristik Responden n %
Umur (tahun)
Produktif 50 83,3
Tidak Produktif 10 16,7
Jenis Kelamin
Laki-laki 37 61,7
Perempuan 23 38,3
(Bersambung)
Tabel 7
Karakteristik Responden n %
Pendidikan
Tinggi 32 53,3
Rendah 28 46,7
Pekerjaan
Bekerja 34 56,7
Tidak bekerja 26 43,3
pada umur 15-64 tahun (produktif) sebesar 83,3% (50 orang) dan pada umur <15
tahun dan >64 tahun (tidak produktif) sebesar 16,7% (10 orang), dan pada jenis
kelamin laki-laki sebesar 61,7% (37 orang). Proporsi pendidikan pada penderita
TB paru lebih banyak pada tingkat pendidikan tinggi sebesar 53% (32 orang) dan
penderita TB paru dengan tingkat pendidikan rendah sebesar 46,7% (28 orang).
Proporsi status pekerjaan lebih banyak pada penderita TB paru yang bekerja
sebesar 56,7% (34 orang) sementara itu yang tidak bekerja sebesar 43,3% (26
orang).
Tabel 8
PMO n %
Ada 54 90,0
Tidak 6 10,0
(Bersambung)
Tabel 8
PMO n %
Status PMO
Suami 8 13,3
Istri 20 33,3
Orangtua 15 25,0
Anak 9 15,0
Saudara 2 3,3
Tidak ada 6 10,1
penderita TB paru yang memiliki PMO sebesar 90% (54 orang) sementara yang
tidak memiliki PMO sebesar 10,1% (6 orang). Status PMO penderita TB paru
ditemukan paling banyak pada status istri sebesar 33,3% (20 orang), diikuti status
orangtua sebesar 25% (15 orang), status anak 15% (9 orang), status suami 13,3%
(8 orang), paling kecil pada status saudara (abang dan kakak) sebesar 3,3% (2
paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020 dapat dilihat pada tabel
9.
Tabel 9
Pengetahuan n %
Baik 14 23,3
Kurang 46 76,7
lebih banyak pada penderita TB paru yang berpengetahuan kurang sebesar 76,7%
(46 orang) dan lebih kecil pada penderita TB paru berpengetahuan baik sebesar
wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020 dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10
Sikap Pasien n %
Baik 39 65,0
Kurang 21 35,0
banyak pada penderita TB paru yang bersikap baik sebesar 65% (39 orang) serta
lebih kecil pada sikap pasien yang kurang sebesar 35% (21 orang).
paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun2020 dapat dilihat pada tabel
11.
Tabel 11
Motivasi pasien n %
Baik 38 63,3
Kurang 22 36,7
banyak pada motivasi yang baik sebesar 63,3% (38 orang) dibandingkan dengan
kesehatan pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun
Tabel 12
kesehatan ditemukan lebih banyak pada dukungan petugas yang baik sebesar
91,7% (55 orang) dan lebih kecil pada dukungan petugas yang kurang sebesar
8,3% (5 orang).
TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat dilihat pada
tabel 13.
Tabel 13
Dukungan Keluarga n %
Baik 33 55,0
Kurang 27 45,0
ditemukan bahwa lebih banyak pada dukungan keluarga yang baik sebesar 55%
(33 orang) dan lebih kecil pada dukungan keluarga yang kurang sebesar 45% (27
orang).
Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang akan diuji yakni hubungan antara karakteristik (umur,
uji statistik hubungan antara karakteristik dengan kepatuhan minum obat dapat
Tabel 14
kepatuhan minum obat pada umur produktif sebesar 74% (37 orang) sedangkan
pada umur tidak produktif sebesar 40% (4 orang). Hasil uji chi-square, diperoleh
nilai p> 0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan kepatuhan
minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan
Proporsi kepatuhan minum obat pada jenis kelamin laki-laki sebesar 75,7%
(28 orang) sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebesar 56,5% (13 orang).
Hasil uji chi-square, diperoleh nilai p>0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna
antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis
65,6% (21 orang) sedangkan pada pendidikan rendah sebesar 20% (20 orang).
Hasil uji chi-square, diperoleh nilai p>0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna
antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru
Proporsi kepatuhan minum obat pada pasien TB paru yang bekerja sebesar
79,4% (27 orang) sedangkan proporsi kepatuhan minum obat pada penduduk
yang tidak bekerja sebesar 53,8% (14 orang). Hasil uji chi-square, diperoleh nilai
p>0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan kepatuhan
minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan
uji statistik hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat dapat
orang) dan pengetahuan kurang sebesar 80,4% (37 orang). Hasil uji chi-square,
diperoleh nilai p<0.05 artinya ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan
Hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat. Hasil uji
statistik hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat dapat dilihat
Tabel 16
Tabulasi Silang antara Sikap Pasien dengan Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020
obat pada sikap pasien TB paru yang baik sebesar 79,5% (31 orang) sedangkan
pada sikap pasien yang kurang sebesar 47,6% (10 orang). Hasil uji chi-square,
diperoleh nilai p<0.05 artinya ada hubungan bermakna antara sikap pasien dengan
uji statistik hubungan antara motivasi pasien dengan kepatuhan minum obat dapat
Tabel 17
Tabulasi Silang antara Motivasi Pasien dengan Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020
obat dengan motivasi pasien yang baik sebesar 84,2% (32 orang) sedangkan pada
motivasi pasien yang kurang sebesar 40,9% (9 orang). Hasil uji chi-square,
diperoleh nilai p<0.05 artinya ada hubungan bermakna antara motivasi pasien
dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja
minum obat. Hasil uji statistik hubungan antara dukungan petugas kesehatan
obat pada dukungan petugas kesehatan yang baik sebesar 69,1% (38 orang) dan
pada dukungan petugas kesehatan yang kurang sebesar 60% (3 orang). Hasil uji
chi-square, diperoleh nilai p>0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna antara
Hasil uji statistik hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum
Tabel 19
obat dengan dukungan keluarga yang baik sebesar 84,8% (28 orang) sedangkan
pada dukungan keluarga yang kuramg sebesar 48,1% (13 orang). Hasil uji chi-
square, diperoleh nilai p<0.05 artinya ada hubungan bermakna antara dukungan
32%
Patuh
Tidak Pa
68%
Gambar 4. Diagram pie distribusi proporsi kepatuhan minum obat pada penderita
TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020
Puskesmas Medan Deli sebesar 68% (41 orang), sementara untuk proporsi tidak
patuh sebesar 32% (19 orang). Hasil penelitian tidaksejalan dengan penelitian
Kota Cirebon dengan desain studi cross sectional menujukan bahwa dari 31
responden terdapat 51,6% (16 orang) tidak patuh minum obat TB dan responden
yang patuh minum obat sebesar 48,4% (15 orang). Semakin cukup umur maka
56
Universitas Sumatera Utara
57
bekeja dan berfikir. Akibat dari kematangan dan pengalaman jiwa maka semakin
dewasa suatu individu, maka pola berfikir akan semakin teratur dan matang dalam
Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru juga sejalan pada beberapa
hasil penelitian sebelumnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Basra, Hariadi
bahwa dari 26 responden yang patuh minum obat sebesar 73,1% (19 orang) dan
responden yang patuh dalam pengobatan TB paru BTA positif sebesar 80% (28
orang), sedangkan responden yang tidak patuh dalam pengobatan TB paru BTA
paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat dilihat pada
gambar 5.
60
50
40
40
26 Patuh
30
Tidak Patuh
20
10
0
Produktif Tidak Prduktif
Umur
Gambar 5. Diagram bar tabulasi silang antara umur dengan kepatuhan minum
obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020
15-64 tahun (produktif) sebesar 74% sedangkan umur <15 tahun dan >64 tahun
(tidak produktif) sebesar 40%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai p=0,082
menunjukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli tahun 2020.
lanjutan, secara statistik umur di uji dengan chi-square ditemukan nila p=0,0869
lebih besar dari p.value 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara umur dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru.
Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Yuda (2018) pada 32 penderita
bermakna antara umur dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p=0,006.
Tidak ada hubungan antara umur dengan kepatuhan minum obat dalam
penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Wulandari, Rantung,
dan Malianti (2020), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
umur dengan kepatuhan minum obat pada 23 pasien TBC di wilayah kerja
kepatuhan minum obat karena pada umur produktif dan tidak produktif memiliki
motivasi pada setiap individu untuk menjalani hidup sehat dan selalu
dan Rahman (2017). Oleh sebab itu hasil penelitian dan beberapa penelitian
penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat
60 56,5
50
40 43,5
Patuh
30 24,3
Tidak Patuh
20
10
0
Laki-laki Perempuan
Jenis Kelamin
Gambar 6. Diagram bar tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
Tahun 2020
tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat
pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli tahun 2020. Hal ini terjadi
hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat dengan nilai
p=0,0592. Hal ini berbeda dengan Wulandari dkk. (2020) pada penderita TBC di
p=0,037.
Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat
dalam penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Yuda (2018)
Surabaya menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
untuk patuh dalam meminum obat. Hal tersebut didasari oleh keputusan yang
diambil oleh setiap individu dalam menjalani pengobatan sesuai dari keinginan
penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat
60
50
40
34,4
28,6 Patuh
30
Tidak Patuh
20
10
0
Tinggi Rendah
Pendidikan
bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum
pengetahuan yang dimiliki (Makhfudi, 2010). Penelitian ini tidak sejalan dengan
dalam penelitian ini juga didukung oleh penelitian Wulandari (2015) menujukan
tidak sejalan dengan Makhfudi (2010) dimana pada penelitian ini tingkat
TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat dilihat pada
gambar 8.
90
79,4
80
70
Proporsi (%)
60
50 53,8
40 46,2
30
20 Patuh
10 20,6 Tidak Pa
0
BekerjaTidak Bekerja
Pekerjaan
Gambar 8. Diagram bar tabulasi silang antara pekerjaan dengan kepatuhan minum
obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020
pekerjaan dengan status bekerja sebesar 79,4% sedangkan status tidak bekerja
bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan kepatuhan minum
Penelitian sejalan dengan penelitian oleh Ariani, Rattu, dan Ratag (2015)
pekerjaan dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p=0,814. Hal ini
tinggi, ada atau tidaknya gerak tubuh saat bekerja dan tinggal serta berkumpul di
Rumah Sehat Terpadu dengan nilai p=0,133 dan Yuda (2018) di Puskesmas
tuberkulosis paru.
terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat, hal ini
yang dilakukan bahwa penderita TB paru yang bekerja ataupun tidak bekerja
obat sehingga sebagian penderita bekerja ataupun tidak bekerja meminum obat
dengan rutin tanpa diikuti alasan aktivitas yang sibuk untuk tidak meminum obat.
penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat
60
50
40 Patuh
30 28,6
20 19,6 Tidak Patuh
10
0
BaikKurang
Pengetahuan
dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli
wilayah kerja Puskesmas Perak Timur Surabaya memiliki nilai p=0,000 yang
berati bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Sari, Mubasyiroh, dan Supardi
obat.
Penelitian ini sejalan dengan Tukayo, Hardyanti, dan Madeso (2020) di
Puskesmas Waena dengan jumlah sampel 66 orang dengan nilai p=0,043 bahwa
menjukan bahwa nilai p=0,002 yang berarti bahwa terdapat hubungan bermakna
dasar motivasi atau niat seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai sebuah
pengetahuan yang baik akan berpengaruh terhadap tindakan yang baik salah
bahwa pengetahuan yang rendah sebesar 76,7% dan sikap yang baik 65% hal ini
didasari dari keinginan untuk sembuh pasien sangat tinggi, ditemukan dalam
wawancara dengan pasien bahwa pasien sangat ingin sembuh walaupun sebagian
penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat
60
50 52,4
40 47,6
30
20 Patuh
10 Tidak Patuh
0 20,5
BaikKurang
Sikap Pasien
Gambar 10. Diagram bar tabulasi silang antara sikap pasien dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
Tahun 2020
pasien dengan sikap pasien yang baik sebesar 79,5% sedangkan sikap pasien yang
kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli tahun
2020. Hal ini sesuai dengan teori Lawrence Green dalam (Notoatmodjo,
2012)dimana sikap merupakan salah satu faktor predisposisi yang menjadi dasar
motivasi atau niat seseorang melakukan sesuatu, salah satunya berupa patuh
hubungan yang bermakna antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat.
Penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariani dkk.
Timur menunjukan bahwa nilai p=0,005 yang berarti bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan minum obat. Hal ini sejalan oleh
bahwa terdapat hubungan bermakna antara sikap dengan kepatuhan minum obat.
p=0,014 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu objek. Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat
59,1
60
50
40,9
40
30 Patuh
20 Tidak Patuh
10 15,8
0
BaikKurang
Motivasi Pasien
Gambar 11. Diagram bar tabulasi silang antara motivasi pasien dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
Tahun 2020
motivasi pasien dengan motivasi pasien yang baik sebesar 84,2% sedangkan
dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli
tahun 2020.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fitriani, Sinaga, dan Syahran
Hal ini sejalan dengan teori Lawrence Green dalam (Notoatmodjo, 2012)
dimana motivasi merupakan salah satu faktor predisposisi yang menjadi dasar niat
seseorang melakukan sesuatu salah satunya berupa patuh dalam minum obat.
Penelitian sejalan dengan Widianingrum (2017) di wilayah kerja Puskesmas Perak
motivasi dengan kepatuhan minum obat. Penelitian Gurning dan Manoppo (2019)
di Poli TB RSUD Scholoo Keyen dengan 105 responden menunjukan bahwa nilai
muncul harus dari masyarakat itu sendiri (Notoatmodjo, 2012). Dengan demikian
motivasi pasien merupakan bentuk persyaratan dalam partisipasi untuk terus patuh
Obat
obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020
60
50
40
40
30,9
Patuh
30
Tidak Patuh
20
10
0
Baik Kurang
Dukungan Petugas Kesehatan
Gambar 12. Diagram bar tabulasi silang antara dukungan petugas kesehatan
dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja
Puskesmas Medan Deli Tahun 2020
antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat pada penderita
Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Fadhila dan Gustin (2019) di
minum obat dalam penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Widiastutik, Makhfudli, dan Wahyuni (2020) di salah satu Puskesmas Kota
minum obat, sementara ditemukan tingginya dukungan yang baik dari petugas
kesehatan sebesar 91,7%. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dan
ingin tahu pasien terhadap penyakit tuberkulosis paru sangat rendah sehingga
pasien tidak menerima informasi dengan baik saat petugas memberikan edukasi
serta motivasi perihal tuberkulosis paru yang berkaitan dengan kepatuhan minum
obat.
penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat
60 51,9
50 48,1
40
30 Patuh
20 Tidak Patuh
10 15,2
0
BaikKurang
Dukungan keluarga
Gambar 13. Diagram bar tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas
Medan Deli Tahun 2020
dukungan yang kurang sebesar 48,1%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai
Medan Deli tahun 2020. Dukungan keluarga berkaitan dengan status PMO pada
memiliki PMO, hal ini didasari oleh hilangnya informasi mengenai PMO di
Adapun hal yang mendasari adalah putusnya status hubungan penderita dengan
PMO seperti perceraian atau ketidak pedulian keluarga terhadap pasien sehingga
sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya oleh Netty, Kasman, dan Ayu
kepatuhan minum obat. Penelitian oleh Siregar, Siagian, dan Effendy (2019) di
obat. Hal inijuga sejalan degan penelitian oleh Herawati dkk. (2020) di UPT
minum obat.
tuberkulosis paru untuk lebih patuh dalam menjalani pengobatan dengan patuh
keluarga yang baik dengan kepatuhan minum obat sebesar 84,8%, hal ini
disebabkan oleh rasa nyaman dan menambah percaya diri dalam menjalani
pengobatan karena penderita diberi dukungan yang baik oleh keluarga. Dukungan
yang dideritanya.
Keterbatasan Penelitian
untuk diwawancarai.
pasien yang seharusnya datang setiap hari selasa (TB Day) diubah
Kesimpulan
tahun 2020 lebih tinggi pada kelompok umur produktif (15-64 tahun) sebesar
pengawas menelan obat yang memiliki PMO sebesar 90%, motivasi pasien
yang baik sebesar 63,3%, sikap pasien yang baik sebesar 65%, pengetahuan
yang kurang sebesar 76,7%, dukungan petugas kesehatan yang baik sebesar
91,7%, dukungan keluarga yang baik sebesar 55%, dan status pengawas
Medan Deli.
77
Saran
1. Bagi penderita TB paru agar tetap patuh dalam mengkonsusmsi obat secara
paru dan pentingnya patuh dalam minum obat TB paru, dengan demikian
pengingat kepada PMO berupa short message atau whatsapp group sebagai
antara PMO dengan kepatuhan minum obat dan efek samping obat, serta
control.
Aditama, T.J. (2002). Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya (Edisi ke-
4.). Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Ariani, N.W., Rattu, A.J.M., & Ratag, B. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan keteraturan minum obat penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja
Puskesmas Modayang Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. JIKMU,
5(1). Diakses dari file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor
%20berhub%20dgn%20kepatuhan/7184-14344-1-PB%20(1).pdf
Arifin, S., Muhyi, R., Setyaningrum, R., Rahman, F., & Marlinae, L. (2017).
Development indicators TB pulmonary disease healing wetland in the city
banjarmasin (study of swallowing drug assistance program supervisor at
family core DOTS). International Journal Foundation, 8, 15-23. Diakses
dari hhtp://eprints.ulm.ac.id/5595/1/6.pdf
Basra, Hariadi, Muniarti, R. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan minum obat pada penderita TB paru. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Pencerah, 7 (1). Diakses dari file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20
REAL/faktor%20berhub%20dgn%20kepatuhan/42-Article%20Text-62-1-
10-20190412%20(1).pdf
Carrol, K.C., Hobden, J.A., Miller, S., Morse, S.A., Mietzner, T.A., Detrick, B.,
Mitchell, T.G., McKerrow, J.H., ... Sakarni, J.A. (Ed). (2018). Mikrobiologi
kedokteran Jawezt,Melnick, & Adelberg (Edisi ke-27.). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran.
Crofton, J., Horne, N., & Miller, Fred. (Ed.). (2002). Klinikal tuberkulosis (Edisi
ke-2.). Jakarta: Widya Medika.
Dinas Kesehatan Kota Medan. (2018). Pencapaian penanggulangan TB 2018 di
Kota Medan. Anonim
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Dinkes Provsu). (2018). Profil
kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017. Diakses dari
https://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVI
NSI_2017/02_Sumut_2017.pdf
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Dinkes Provsu). (2015). Profil
kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014. Diakses dari
http://diskes.sumutprov.go.id
79
Fadhila, Ainun., & Gustin, R.K. (2019). Kepatuhan penderita tuberkulosis paru
dalam menjalani pengobatan. Jurnal Kesehatan. 10(01), 47-52. Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/384-1312-2-PB.pdf
Fitriani, N.E., Syahran, A., & Sinaga, T. (2019). Hubungan antara pengetahuan,
motivasi pasien dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis (OAT) pada penderita penyakit TB paru BTA (+) di Puskesmas
Pasundan Kota Samarinda. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(2). Diakses
dari
https://www.researchgate.net/publication/339625685_Hubungan_Antara_Pe
ngetahuan_Motivasi_Pasien_dan_Dukungan_Keluarga_Terhadap_Kepatuha
n_Minum_Obat_Anti_Tuberkulosis_OAT_Pada_Penderita_Penyakit_TB_P
aru_BTA_di_Puskesmas_Pasundan_Kota_Samarinda
Gurning, M., & Manoppo,I.A. (2019). Hubungan pengetahuan dan motivasi
dengan kepatuhan minum obat pada pasien TBC paru di poli TB RSUD
Scholoo Keyen. Wellness and Healthy Magazine, 1(1), 41-47. Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/6-11-2-PB.pdf
Herawati, C., Abdurakhman, R.N., & Rundamintasih, N. (2020). Peran dukungan
keluarga, petugas kesehatan, dan perceived stigma dalam meningkatkan
kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 15(1), 19-23. Diakses dari file:///D:/SKRIPSI
%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/cucu%20herawati%202019%20duk%20ptgs.pdf
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2018, 23 September). Sistem
zonasi jadi landasan wajib belajar 12 tahun. Diakses 23 Feruari 2020, dari
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/09/mendikbud-sistem-zonasi-
jadi-landasan-wajib-belajar-12-tahun
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Pusat Data dan Informasi Tahun 2018.
Diakses dari https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin
/infodatin/infodatin-tuberkulosis-2018.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018.
Diakses dari https://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2018.pdf
Netty, Kasman, & Ayu, A.D. (2018). Hubungan peran petugas dan dukungan
keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis
(TB) paru BTA (+) di Wilayah Kerja UPT.Puskesmas Martapura. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 5(1), 45-50. Diakses dari file:///D:/SKRIPSI
%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/1728-3760-1-PB.pdf
Tokayo, I.J.H., Hardyanti, S., & Madeso, M.S. (2020). Faktor yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada pasien
tuberkulosis paru di Puskesmas Waena. Jurnal Keperawatan Tropis Papua,
03(01), 145-150. Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/tukayo%20pengethn,sikap,%20sikapptg,%20duk%20kel%2
02020.pdf
Ulfah, Windiyaningsih, C., Abidin, Z., & Murtiani, F. (2018). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru.
The Indonesian Journal of Infectious Diseases, 4(1). Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/fak%20berhub%20dg%20kep%202018.pdf
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)
85
Universitas Sumatera Utara
86
Lampiran 2 : Kuesioner
No.Responden :
Tanggal pengisian :
A. Karakteristik Responden.
1. Nama Responden :
2. Umur : Tahun
3. Jenis Kelamin :
1. Laki-laki
2. Perempuan
4. Pendidikan Terakhir :
1. Tidak tamat SD
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Akademi/Sarjana
5. Pekerjaan
: 1. Bekerja (.......................)
2. Tidak Bekerja
G. Dukungan Keluarga
Berilah tanda ceklist (√) pada kolom dibawah ini, sesuai dengan apa yang
anda rasakan.
No Pertanyaan Ya Tidak
No.
U UK JK Pd Pk PM PMK Klpd PrKp Kp ToP Pe ToS S ToM M PrDp DP Pr DK DK
R
1 41 1 1 4 1 1 2 1 75 1 6 2 17 1 70 1 83 1 92 1
2 48 1 1 4 1 1 2 1 88 1 6 2 15 1 73 1 78 1 75 1
3 10 2 1 1 2 1 3 2 50 2 6 2 14 2 70 1 89 1 100 1
4 11 2 2 2 2 1 3 2 63 2 6 2 13 2 75 1 89 1 100 1
5 78 2 1 4 2 1 4 1 88 1 6 2 14 2 70 1 83 1 100 1
6 47 1 1 4 1 1 2 1 75 1 6 2 15 1 73 1 89 1 79 1
7 47 1 2 3 1 1 1 2 88 1 7 1 18 1 73 1 78 1 83 1
8 40 1 1 4 1 1 2 1 88 1 6 2 14 2 80 1 72 1 79 1
9 43 1 2 4 1 1 1 1 75 1 6 2 13 2 75 1 89 1 75 1
10 54 1 1 3 1 1 2 2 88 1 7 1 16 1 75 1 89 1 75 1
11 18 1 1 4 2 1 3 1 75 1 6 2 14 2 73 1 89 1 100 1
12 47 1 2 4 2 1 4 1 75 1 7 1 21 1 70 1 89 1 67 2
13 22 1 1 4 2 1 3 1 63 2 9 1 28 1 78 1 61 2 58 2
14 61 1 1 2 2 1 2 2 88 1 3 2 20 1 70 1 61 2 71 1
15 29 1 1 4 1 1 2 1 75 1 10 1 14 2 78 1 89 1 83 1
16 13 2 2 3 2 1 3 2 75 1 5 2 12 2 55 2 89 1 79 1
17 40 1 2 3 2 1 1 2 88 1 5 2 12 2 75 1 78 1 79 1
18 24 1 1 4 1 1 2 1 88 1 6 2 14 2 80 1 72 1 83 1
19 52 1 1 3 1 1 2 2 88 1 5 2 21 1 80 1 89 1 79 1
20 57 1 2 3 1 1 4 2 50 2 6 2 14 2 75 1 89 1 67 2
21 20 1 1 4 2 1 3 1 38 2 8 1 13 2 60 2 94 1 67 2
22 17 1 2 3 2 1 3 2 88 1 4 2 16 1 75 1 89 1 71 1
A. Analisis Univariat
Frequency Table
Umur kategori responden (Tahun)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Produktif
Valid 50 83,3 83,3 83,3
Tidak
10 16,7 16,7 100,0
produktif
Total 60 100,0 100,0
TingkatPendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 32 53,3 53,3 53,3
Rendah 28 46,7 46,7 100,0
Total 60 100,0 100,0
Kepatuhan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Patuh 41 68,3 68,3 68,3
tidak patuh 19 31,7 31,7 100,0
Total 60 100,0 100,0
Motivasi
Vali Cumulative
Frequency Percent d Percent Percent
Valid Baik 38 63,3 63,3 63,3
Kurang 22 36,7 36,7 100,0
Total 60 100,0 100,0
Sikap
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 39 65,0 65,0 65,0
Kurang 21 35,0 35,0 100,0
Total 60 100,0 100,0
Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 14 23,3 23,3 23,3
Kurang 46 76,7 76,7 100,0
Total 60 100,0 100,0
Duk_Ptgs
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 55 91,7 91,7 91,7
Kurang 5 8,3 8,3 100,0
Total 60 100,0 100,0
Duk_Kel
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 33 55,0 55,0 55,0
Kurang 27 45,0 45,0 100,0
Total 60 100,0 100,0
TingkatPendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 11 57,9 57,9 57,9
Rendah 8 42,1 42,1 100,0
Total 19 100,0 100,0
B. Analisis Bivariat
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 4,452(b) 1 ,035
Continuity
3,019 1 ,082
Correction(a)
Likelihood Ratio 4,154 1 ,042
Fisher's Exact Test ,059 ,044
Linear-by-Linear
Association 4,378 1 ,036
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,17.
Jenis Kelamin Responden * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
Patuh tidak patuh Patuh
Jenis Kelamin Laki-laki Count 28 9 37
Responden % within Jenis
Kelamin Responden 75,7% 24,3% 100,0%
Perempuan Count 13 10 23
% within Jenis
Kelamin Responden 56,5% 43,5% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Jenis
Kelamin Responden 68,3% 31,7% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 2,405(b) 1 ,121
Continuity
1,601 1 ,206
Correction(a)
Likelihood Ratio 2,373 1 ,123
Fisher's Exact Test ,157 ,103
Linear-by-Linear
Association 2,365 1 ,124
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,28.
TingkatPendidikan * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
Patuh tidak patuh Patuh
TingkatPendidikan Tinggi Count 21 11 32
% within
TingkatPendidikan 65,6% 34,4% 100,0%
Rendah Count 20 8 28
% within
TingkatPendidikan 71,4% 28,6% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within
TingkatPendidikan 68,3% 31,7% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square ,232(b) 1 ,630
Continuity
,042 1 ,838
Correction(a)
Likelihood Ratio ,233 1 ,629
Fisher's Exact Test ,782 ,420
Linear-by-Linear
Association ,229 1 ,633
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,87.
Status pekerjaan responden * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
Patuh tidak patuh patuh
Status pekerjaan Bekerja Count 27 7 34
responden % within Status
pekerjaan responden 79,4% 20,6% 100,0%
Tidak Bekerja Count 14 12 26
% within Status
pekerjaan responden 53,8% 46,2% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Status
pekerjaan responden 68,3% 31,7% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 4,450(b) 1 ,035
Continuity
3,347 1 ,067
Correction(a)
Likelihood Ratio 4,456 1 ,035
Fisher's Exact Test ,051 ,034
Linear-by-Linear
Association 4,376 1 ,036
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,23.
Pengetahuan * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
patuh tidak patuh Patuh
Pengetahuan Baik Count 4 10 14
% within Pengetahuan 28,6% 71,4% 100,0%
Kurang Count 37 9 46
% within Pengetahuan 80,4% 19,6% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Pengetahuan 68,3% 31,7% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 13,342(b) 1 ,000
Continuity
11,053 1 ,001
Correction(a)
Likelihood Ratio 12,691 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear
Association 13,120 1 ,000
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,43.
Sikap * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
patuh tidak patuh Patuh
Sikap Baik Count 31 8 39
% within Sikap 79,5% 20,5% 100,0%
Kurang Count 10 11 21
% within Sikap 47,6% 52,4% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Sikap 68,3% 31,7% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 6,406(b) 1 ,011
Continuity
5,018 1 ,025
Correction(a)
Likelihood Ratio 6,276 1 ,012
Fisher's Exact Test ,019 ,013
Linear-by-Linear
Association 6,300 1 ,012
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,65.
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 12,073(b) 1 ,001
Continuity
10,155 1 ,001
Correction(a)
Likelihood Ratio 12,004 1 ,001
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear
Association 11,872 1 ,001
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,97.
Duk_Ptgs * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
patuh tidak patuh Patuh
Duk_Ptgs Baik Count 38 17 55
% within Duk_Ptgs 69,1% 30,9% 100,0%
Kurang Count 3 2 5
% within Duk_Ptgs 60,0% 40,0% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Duk_Ptgs 68,3% 31,7% 100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square ,175(b) 1 ,676
Continuity
,000 1 1,000
Correction(a)
Likelihood Ratio ,169 1 ,681
Fisher's Exact Test ,648 ,510
Linear-by-Linear
Association ,172 1 ,678
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,58.
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-
Square 9,243(b) 1 ,002
Continuity
Correction(a) 7,625 1 ,006
Likelihood
Ratio 9,455 1 ,002
Fisher's Exact
Test ,005 ,003
Linear-by-
Linear Association 9,089 1 ,003
N of Valid
Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,55.
Lampiran 5 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Pelaksanaan Penelitian dan Selesai Penelitian
Lampiran 8 : Dokumentasi