Anda di halaman 1dari 128

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA


TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MEDAN DELI TAHUN 2020

SKRIPSI

Oleh

ELLA ANGGRAINI
NIM. 161000099

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN


MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
2021

Universitas Sumatera Utara


SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELLA ANGGRAINI
NIM. 161000099

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN


MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
2021
i
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 02 September 2020

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes.

Anggota : 1. dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D

2. Drs. Jemadi, M.Kes.

ii
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
Abstrak

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TB paru merupakan penyakit kronis dan
membutuhkan waktu penyembuhan teratur serta waktu yang lama sehingga dapat
mengakibatkan kebosanan yang akan membuat penderita putus berobat.
Puskesmas Medan Deli merupakan Puskesmas dengan jumlah penderita TB paru
ke-tiga tertinggi di kota Medan tahun 2018 sebesar 131 kasus, dengan angka
kesembuhan TB paru terkonfirmasi yang rendah <85% sebanyak 63 orang
(48,1%), angka pengobatan lengkap TB paru di Puskesmas Medan Deli sebanyak
4,9%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di
Puskesmas Medan Deli tahun 2020. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik
dengan desain cross sectional. Populasi sebanyak 60 responden penderita TB paru
yang sudah menjalani pengobatan minimal 3 bulan, dengan jumlah sampel sama
dengan jumlah populasi. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner.
Data univariat dianalisis secara deskriptif, data bivariat dianalisis menggunakan
uji chi-square. Hasil pengolahan data menunjukan proporsi kepatuhan minum
obat sebesar 68,3%. Berdasarkan uji chi-square didapatkan hubungan yang
bermakna antara pengetahuan (p=0,001), sikap pasien (0,025), motivasi pasien
(0,001), dan dukungan keluarga (0,006) dengan kepatuhan minum obat,
sedangkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan dukungan petugas
kesehatan tidak ada hubungan bermakna dengan kepatuhan minum obat. Kepada
penderita TB paru untuk tetap patuh dalam mengkonsumsi obat secara teratur
dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh petugas kesehatan. Kepada Puskesmas
Medan Deli agar tetap rutin memberikan penyuluhan kepada pasien TB paru,
memberikan edukasi melalui short message atau whatsapp group serta follow up
kembali status kepemilikan PMO. Kepada peneliti selanjutnya agar diharapkan
meneliti variabel lain seperti hubungan antara PMO dengan kepatuhan minum
obat dan efek samping obat.

Kata kunci: TB paru, kepatuhan minum obat

iv
Universitas Sumatera Utara
Abstract

Pulmonary Tuberculosis is infectious disease usually caused by the bacteria


Mycobacterium tuberculosis. Pulmonary tuberculosis is a chronic and require
healing time with regular and a long time. Regular tretment with a long time can
lead to boredom that will make sufferers seek treatment. Medan Deli Health
Center was Health Center with the third highest number of pulmonary
tuberculosis sufferers in Medan with 131 cases, with a low pulmonary
tuberculosis cure rate of 48,1%, the complete pulmonary tuberculosis treatment
rate was 4,9% (Dinkes Kota Medan, 2018). The purpose of this research was to
determine factors to the incidence of pulmonary tuberculosis sufferers with drug
drinking complience in the research area of Medan Deli Health Center in 2020.
This research is an analytic study with cross sectional design. The Population is
60 pulmonary tuberculosis respondents who had undergrone treatment for at
least 3 months. Total sample of research equal to total population is 60
respondents. Intrument used was questioner. Univariate data was analyzed by
descriptive test, bivariate data was analyzed by chi-square test. The result showed
that proportion of drug drinking complianceis 68,3%. According to chi-square
test significant association beetween knwoladge (p=0,001), patient
attitude(p=0,025), patient motivation (p=0,001), and family support (p=0,006),
with the drug drinking complience. While, age, gender, education, profession, and
health workers support there is no significant relationship with drug drinking
complience. Patients with pulmonary tuberculosis to remain compliant consuming
drugs regularly with a shedule tha has been set by health workers. Medan Deli
Health Center to keep routinely providing counseling to pulmonary tuberculosis
patients, provide education from short message or whatsapp group and follow up
again of treatment observer. The next researcher is expected to exam other
variables such as the relationship between PMO and drug side effects with drug
drinking complience.

Keywords : Pulmonary tuberculosis, drug drinking complience

v
Universitas Sumatera Utara
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah swt,

oleh karena kasih karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan

Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Deli Tahun 2020, guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dan

dukungan dari beberapa pihak, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D., selaku Ketua Departemen Epidemiologi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku

Dosen Penguji I Skripsi, terimakasih untuk saran, bimbingan dan arahan

kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam

penulisan skripsi ini.

vi
Universitas Sumatera Utara
5. Drs. Jemadi, M.Kes., selaku Dosen Penguji II Skripsi, terimakasih untuk

saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Drh. Hiswani, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis di FKM

USU.

7. Seluruh Dosen FKM USU dan Staf FKM USU yang telah memberikan ilmu,

bimbingan serta dukungan moral kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan di FKM USU.

8. Selaku Kepala Puskesmas Medan Deli yang telah memberikan izin kepada

penulis, serta pegawai dan dokter dibagian TB yang juga turut membantu

dalam proses pengumpulan data.

9. Teristimewa untuk orang tua penulis Mirjan (Bapak) dan Sulihastini (Ibu)

serta adik penulis Muhammad Halim, Tiara Amanda, dan Yumna Naladhipa

yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan baik moril maupun materil

bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

10. Sahabat penulis Widya Anastasyia Manao, Theresia Erim K.Sinulingga

dan Dina Khairiyah yang telah banyak membantu, mendukung, dan memberi

semangat serta doa demi penyelesaian skripsi ini.

11. Teman-teman Peminatan Epidemiologi 2016, Peminatan Epidemiologi 2015

dan Stambuk 2016 FKM USU yang telah banyak mendukung dan memberi

semangat serta doa dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,

yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan demi penyelesaian

skripsi ini.

vii
Universitas Sumatera Utara
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dan memberikan kontribusi positif bagi pembaca.

Medan, September 2020

Ella Anggraini

viii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv
Daftar Lampiran xvi
Daftar Istilah xvii
Riwayat Hidup xviii

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 5
Tujuan umum 5
Tujuan khusus 5
Manfaat penelitian 6

Tinjauan Pustaka 8
Konsep Tuberkulosis 8
Definisi 8
Etiologi 8
Gejala Klinis 9
Patogenesis 10
Klasifikasi 14
Epidemiologi 16
Penularan 17
Penegakan diagnosis 19
Pengobatan 22
Upaya pencegahan 24
Konsep Karakteristik 25
Usia 25
Jenis kelamin 26
Pendidikan 26
Pekerjaan 27
Konsep Perilaku 27
Pengetahuan 27

ix
Universitas Sumatera Utara
Sikap 28
Tindakan 28
Konsep Motivasi 29
Teori motivasi 29
Faktor penggerak motivasi 30
Konsep Kepatuhan 30
Definisi 30
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan 30
Variabel dalam kepatuhan 31
Landasan Teori 32
Kerangka Konsep 35
Hipotesis 35

Metode Penelitian 37
Jenis Penelitian 37
Lokasi dan Waktu Penelitian 37
Populasi dan Sampel 37
Variabel dan Definisi Operasional 38
Metode Pengumpulan Data 40
Metode Pengukuran 40
Metode Analisis Data 42

Hasil Penelitian dan Pembahasan 43


Gambaran Umum Lokasi Penelitian 43
Geografis 43
Demografis 43
Analisis Univariat 44
Kepatuhan minum obat 44
Karakteristik tidak patuh 44
Deskripsi karakteristik 45
Pengawas menelan obat 46
Pengetahuan 47
Sikap Pasien 48
Motivasi pasien 48
Dukungan petugas kesehatan 49
Dukungan keluarga 49
Analisis Bivariat 50
Hubungan antara karakteristik dengan kepatuhan minum 50
obat
Hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum 51
obat
Hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum 52
obat
Hubungan antara motivasi pasien dengan kepatuhan minum 53
obat

x
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan 53
kepatuhan minum obat
Hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan
minum obat 54

Pembahasan 56
Proporsi Kepatuhan Minum Obat TB Paru 56
Hubungan antara Umur dengan Kepatuhan Minum Obat 57
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat 59
Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat 61
Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat 63
Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat 65
Hubungan antara Sikap pasien dengan Kepatuhan Minum Obat 67
Hubungan antara Motivasi Pasien dengan Kepatuhan Minum Obat 69
Hubungan antara Dukungan Petugas Kesehatan dengan 71
Kepatuhan Minum Obat
Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum 73
Obat
Keterbatasan Penelitian 76

Kesimpulan dan Saran 77


Kesimpulan 77
Saran 78

Daftar Pustaka 79
Lampiran 85

xi
Universitas Sumatera Utara
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Jenis Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama 23

2 Jenis Obat Anti Tuberkulosis Lini Kedua 23

3 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian 40

4 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Wilayah 43


Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

5 Distribusi Proporsi Kepatuhan Minum Obat pada 44


penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan
Deli Tahun 2020

6 Distribusi Proporsi Karakteristik Tidak Patuh Minum 44


Obat pada penderita TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

7 Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Karakteristik 45


Responden yang Menderita TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

8 Distribusi Proporsi PMO pada Penderita TB Paru di 46


Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

9 Distribusi Proporsi Pengetahuan pasien yang Menderita 47


TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun
2020

10 Distribusi Proporsi Sikap Pasien yang Menderita TB Paru 48


di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020.

11 Distribusi Proporsi Motivasi Pasien yang Menderita TB 48


Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun
2020

12 Distribusi Proporsi Dukungan Petugas Kesehatan pada 49


Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan
Deli Tahun 2020

xii
Universitas Sumatera Utara
13 Distribusi Proporsi Dukungan Keluarga pada Penderita 49
TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun
2020

14 Tabulasi Silang antara Karakteristik dengan Kepatuhan 50


Minum Obat pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

15 Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Kepatuhan 52


Minum Obat pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

16 Tabulasi Silang antara Sikap Pasien dengan Kepatuhan 52


Minum Obat pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

17 Tabulasi Silang antara Motivasi Pasien dengan 53


Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

18 Tabulasi Silang antara Dukungan Petugas Kesehatan 54


dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB Paru
di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

19 Tabulasi Silang antara Dukunga Keluarga dengan 54


Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

xiii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Alur diagnosis TB paru 21

2 Teori perilaku Lawrence Green 33

3 Kerangka konsep 35

4 Diagram bar distribusi proporsi kepatuhan minum obat 56


pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas
Medan Deli Tahun 2020

5 Diagram bar tabulasi silang antara umur dengan 58


kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah
kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

6 Diagram bar tabulasi silang antara jenis kelamin dengan 60


kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah
kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

7 Diagram bar tabulasi silang antara pendidikan dengan 62


kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah
kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

8 Diagram bar tabulasi silang antara pekerjaan dengan 64


kepatuhan minum Obat pada Penderita TB paru di
wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

9 Diagram bar tabulasi silang antara pengetahuan dengan 66


kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah
kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

10 Diagram bar tabulasi silang antara sikap pasien dengan 68


kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah
kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

11 Diagram bar tabulasi silang antara motivasi pasien 70


dengan kepatuhan minum obat pada Penderita TB paru di
wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

xiv
Universitas Sumatera Utara
12 Diagram bar tabulasi silang antara dukungan petugas 72
kesehatan dengan kepatuhan minum obat pada penderita
TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun
2020

13 Diagram bar tabulasi silang antara dukungan keluarga 74


dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di
wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

xv
Universitas Sumatera Utara
Daftar Lampiran

No Judul Halaman

1 Informed Consent 85

2 Kuesionel Penelitian 86

3 Master Data 92

4 Output Hasil Penelitian 97

5 Surat Permohonan Izin Penelitian 105

6 Surat Izin Penelitian 106

7 Surat Pelaksanaan dan Selesai Penelitian 107

8 Dokumentasi Penelitian 108

xvi
Universitas Sumatera Utara
Daftar Istilah

AIDS Acquired Immuno Deficiency Syndrome


BCG Bacillus Calmette Guerin
BTA Basil Tahan Asam
CNR Case Notification Rate
FASYANKES Fasilitas Pelayanan Kesehatan
HIV Human Immunodeficiency Virus
MDR Multi Drug Resistance
MOOT Mycobacterium Other Than Tuberculosis
M.tb Mycobacterium tuberculosis
OAT Obat Anti Tuberkulosis
ODHA Orang Dengan HIV AIDS
PMO Pengawas Minum Obat
QA Quality Assurance
RO Resistan Obat
SP Sewaktu-Pagi
SR Success Rate
TB Tuberkulosis
TBC Tuberculosis
TCM Tes Cepat Molekuler
WHO World Helath Organization
XDR Extensively Drug Resistance

xvii
Universitas Sumatera Utara
Riwayat Hidup

Penulis bernama Ella Anggraini berumur 22 tahun, dilahirkan di Medan

pada tanggal 02 Februari 1998. Penulis beragama Islam, anak pertama dari empat

bersaudara dari pasangan Bapak Mirjan dan Ibu Sulihastini.

Pendidikan formal dimulai di Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Alwashliyah

25 Medan Tahun 2004-2010, sekolah menengah pertama di SMP Al-Washaliyah

26 Medan Tahun 2010-2013, sekolah menengah atas di SMA Laksamana

Martadinata Medan Tahun 2013-2016, selanjutnya penulis melanjutkan

pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, September 2020

Ella Anggraini

xviii
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan

Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular sebagai penyebab utama

masalah kesehatan. TB adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian di

seluruh dunia yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.

Seperempat penduduk dunia telah terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis.

Diagnosis dan perawatan tepat waktu rutin minum obat anti tuberkulosis (OAT)

selama enam bulan pertama pada penderita TB dapat disembuhkan dan penularan

infeksi semakin menurun (WHO, 2019).

Epidemi penderita TB di dunia mencapai 10.000.000 orang terinfeksi TB

pada tahun 2018. Tiga negara dengan kejadian TB terbesar adalah India sebesar

(27%), Cina (14%), dan Federasi Rusia (9%). Secara geografis sebagian besar

kasus TB tahun 2018 terbesar di Asia Tenggara sebanyak 44%, Afrika (24%), dan

Pasifik Barat (18%), dengan persentase lebih kecil di Mediterania Timur (8%),

Amerika (3%) dan Eropa (3%). Negara sebagai penyumbang dua pertiga dari total

dunia adalah India sebesar (27%), Cina (9%), dan Indonesia (8%) (WHO, 2019).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh

bacillus mycobacterium tuberculosis, dengan menyebar saat orang yang sakit TB

mengeluarkan bakteri ke udara melalui droplet dahak saat batuk atau bersin yang

mempengaruhi paru-paru. Dari negara berpenghasilan tinggi yang melakukan tes

diagnostik sensitif terdapat 80% kasus terkonfirmasi bakteriologis dari TB paru.

Ditemukan sekitar 70% orang dengan dahak BTA positif TB paru meninggal

1
Universitas Sumatera Utara
2

dalam 10 tahun didiagnosis. Secara global pada tahun 2018 mengalami

peningkatan dari TB paru terkonfirmasi secara bakteriologis dengan tes resisten

rimfapisin menjadi 51% sebelumnya di tahun 2017 sebesar 41%. Menurut WHO,

dari 7.000.000 kasus baru dan kambuh pada penderita TB paru tahun 2018

sebanyak 5,9 juta (85%) yang mengalami TB paru. Persentase kasus TB paru

yang terkonfirmasi secara bakteriologis pada tahun 2018 dengan rata-rata di dunia

sebesar 55%. Secara global diperkirakan 1,3 juta anak < 5 tahun kontak rumah

tangga dari TB paru yang terkonfirmasi. Total kasus baru dan relapse sebesar

6.950.750 orang. Kasus TB menurut jenis kelamin laki-laki (58%) lebih tinggi

dari perempuan (34%). Menurut jenis kelamin perempuan dengan kelompok umur

tertinggi 15-24 tahun sekitar 500.000 orang menderita TB dan jenis kelamin laki-

laki menurut kelompok umur tertinggi pada kelompok umur 25-34 tahun sekitar

750.000 orang (WHO Gobal Report, 2019).

Estimasi dengan beban TB di Asia Tenggara tahun 2018 untuk total kasus

baru sebesar 4.370.000 kasus dengan rate 220 per 100.000 penduduk. Kasus TB

terkonfirmasi pada tahun 2018 untuk kasus baru dan relapse sebesar 3.183.255

kasus. TB paru di Asia Tenggara sebesar 83% dengan terkonfirmasi bakteriologi

sebesar 56%, anak-anak berumur 0-14 tahun terkonfirmasi sekitar 7%, menurut

jenis kelamin laki-laki (58%) lebih besar dari perempuan (35%). Berdasarkan

jenis kelamin perempuan menurut umur tertinggi pada kelompok umur 15-24

tahun sebesar >200.000 orang dan jenis kelamin laki-laki menurut umur tertinggi

pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar >300.000 orang (WHO, 2019).

Universitas Sumatera Utara


Penderita TB di Indonesia pada tahun 2017 berjumlah 420.994 kasus

(Infodatin, 2018). Pada tahun 2018 kasus TB berjumlah 845.000. Proporsi kasus

tuberkulosis menurut kelompok umur pada tahun 2018 tertinggi pada kelompok

umur 45-54 tahun sebesar 14,2% dan terendah pada kelompok umur ≥65 tahun

sebesar 8,1%. Estimasi beban TB di Indonesia pada kasus baru sebesar 846.000

kasus dengan rate 316/100.000 penduduk. Kasus TB terkonfirmasi kasus baru dan

relapse sebesar 563.879 kasus. TB paru di Indonesia terkonfirmasi sebesar 88%

dengan terkonfirmasi bakteriologi sebesar 50%. Pada anak usia 0-14 tahun

sebesar 11% kasus. Jenis kelamin laki-laki (52%) lebih besar dari penderita

berjenis kelamin perempuan (37%). Berdasarkan jenis kelamin menurut umur,

laki-laki dengan kelompok umur tertinggi adalah 45-54 tahun sebesar >500.000

orang dan jenis kelamin perempuan adalah kelompok umur 15-24 tahun sebesar

>400.000 orang (WHO, 2019).

Penderita TB di Sumatera Utara berjumlah 26.361 kasus dengan proporsi

sebesar 0,18% tahun 2017, dengan jumlah kasus terbanyak adalah kota Medan

8.192 kasus dengan proporsi sebesar 1,8% diikuti dengan Deli Serdang sebanyak

3.204 kasus (0,15%). Angka success rate TB menurut Kabupaten/Kota Provinsi

Sumetera Utara Tahun 2017 yang SR-nya belum mencapai target nasional 85%

yaitu Kota Medan sebesar 84,113%, Nias Selatan (83,9%), Padang Sidempuan

(79,47%), Kota Binjai (72,03%, Tanjung Balai (68,36%), dan Kabupaten

Simalungun (63,22%) (Dinkes Sumut, 2017).

TB paru BTA (+) dengan angka case notification rate (kasus baru) di

Sumatera Utara sebanyak 104,3 per 100.000 penduduk. Angka keberhasilan


pengobatan TB (succes rate) tahun 2017 ditingkat provinsi menurun dari tahun

sebelumnya sebesar 92,19% menjadi 91,31%. Persentase kesembuhan TB tahun

2017 sebesar 82,40% menurun dibandingkan pencapaiaan tahun 2016 sebesar

85,52% (Dinkes Provsu, 2017). Jumlah Penderita TB paru BTA (+) di Sumatera

Utara sebesar 14.883 kasus. Jumlah penderita TB paru BTA (+) di kota Medan

sebesar 3.207 kasus. Angka kesembuhan (cute rate) penderita TB paru di kota

Medan sebesar 75,29%, Angka pengobatan lengkap sebesar 8,83% dan angka

keberhasilan pengobatan (success rate) sebesar 84,13%.

Pada tahun 2018 kasus TB paru di Kota Medan sebesar 1.196 kasus.

Angka kesembuhan (cute rate) penderita TB paru di Kota Medan sebesar 88,2%,

Angka pengobatan lengkap sebesar 37,6% dan angka keberhasilan pengobatan

(success rate) sebesar 91,1% (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2018).

Puskesmas Medan Deli merupakan Puskesmas dengan jumlah penderita

TB paru ke-tiga tertinggi di kota Medan tahun 2018 sebesar 131 kasus, dengan

angka kesembuhan TB paru terkonfirmasi yang rendah <85% sebanyak 63 orang

(48,1%). Angka pengobatan lengkap TB paru di Puskesmas Medan Deli sebanyak

7 orang sebesar 4,9% (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2018).

Dampak yang di peroleh penderita TB Paru jika tidak patuh minum obat

anti tuberkulosis adalah bakteri yang menginfeksi tubuh akan kuat dan kebal

terhadap obat anti tuberkulosis jika tidak mematuhi petugas kesehatan dalam

minum OAT sehingga penderita TB paru akan semakin menderita dengan beban

penyakit dan menjadi TB resistan obat seperti resistan terhadap rimfapisin, TB

MDR dan TB XDR .


Berdasarkan latar belakang diatas, perlu dilakukan penelitian tentang

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada penderita

TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020. Penelitan ini

dilakukan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum

obat pada penderita TB Paru di Puskesmas Medan Deli.

Perumusan Masalah

Belum diketahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat

pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun

2020.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan

minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan

Deli tahun 2020.

Tujuan khusus. Tujuan khusus pada penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui distribusi proporsi penderita tuberkulosis paru berdasarkan

karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan), PMO

(pengawas menelan obat), pengetahuan, sikap pasien, motivasi pasien,

dukungan petugas kesehatan, dan dukungan keluarga di wilayah kerja

Puskesmas Medan Deli tahun 2020 .

2. Mengetahui hubungan karakteristik (usia, jenis kelamin, pindidikan, dan

pekerjaan) dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru

di Puskesmas Medan Deli tahun 2020.


3. Mengetahui hubungan pengetahuan pasien yang menderita tuberkulosis

paru dengan kepatuhan minum obat di wilayah kerja Puskesmas Medan

Deli tahun 2020.

4. Mengetahui hubungan sikap pasien yang menderita tuberkulosis paru

dengan kepatuhan minum obat di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli

tahun 2020.

5. Mengetahui hubungan motivasi pasien yang menderita tuberkulosis paru

dengan kepatuhan minum obat di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli

tahun 2020.

6. Mengetahui hubungan dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan

minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas

Medan Deli tahun 2020.

7. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli

tahun 2020.

Manfaat penelitian

1. Sebagai masukan, informasi, acuan perencanaan, dan kebijakan kesehatan

pada penderita tuberkulosis paru bagi puskesmas Medan Deli dalam upaya

kepatuhan dan keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru.

2. Sebagai sarana menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman bagi

peneliti mengenai faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat

pada penderita tuberkulosis paru, menerapkan ilmu yang telah didapat

peneliti selama berada di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Sumatera Utara, dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan

pendidikan sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara .

3. Sebagai bahan informasi untuk peneliti lain yang akan melakukan

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat

pada penderita tuberkulosis paru.


Tinjauan Pustaka

Konsep Tuberkulosis

Definisi. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang juga dikenal sebagai bakteri tahan asam

(BTA). MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) merupakan kelompok

bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa

menimbulkan gangguan pada saluran pernafasan dan dapat mengganggu

penegakan diagnosis pengobatan tuberkulosis (Kementerian Kesehatan, 2018).

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi saluran napas bagian

bawah. Basil mikobakterium tuberkulosa tersebut masuk ke dalam jaringan paru

melalui saluran napas (droplet infection) hingga ke alveoli, kemudian menjadi

infeksi primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening dan

membentuk primer kompleks (rangke). Penyebab tuberkulosis paru adalah

mycobacterium tuberculosis menyebar saat penderita TB mengeluarkan bakteri ke

udara dengan batuk dan mempengaruhi paru-paru (WHO, 2019).

Etiologi. Bakteri penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium

tuberculosis berupa batang lurus dan tipis berukuran sekitar 0,4 × 3μm. Bakteri

pada medium artifisial memiliki bentuk kokoid dan filamentosa yang terlihat

dalam berbagai morfologi dari satu spesies ke spesies lain (Caroll, K.C., dkk,

2018).

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap

pencucian warna dengan asam klorida dan alkohol sehingga disebut basil tahan

asam (BTA) (Aditama,T.J., 2002).

Universitas Sumatera Utara


9

Gejala klinis. Gambaran klinik TB dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala

sistemik dan gejala respiratorik.

Gejala sistemik. Gejala sistemik yang dialami oleh penderita tuberkulosis

berupa demam, malaise, berkeringat pada malam hari, anoreksia, dan berat badan

menurun.

Demam. Demam yang menyerupai demam influenza berlangsung selama

lebih dari tiga minggu. Demam dapat mencapai suhu 40-41 ◦C. Serangan demam

pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali (Aditama,

T.J., 2002).

Malaise. TB paru bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa

tidak enak badan, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, sakit kepala,

pegal-pegal, mudah lelah, dan pada beberapa wanita dapat terjadi gangguan siklus

menstruasi.

Gejala respiratorik. Gejala respiratorik yang dialami oleh penderita

tuberkulosis paru berupa batuk, sesak nafas, dan nyeri dada.

Batuk. Gejala batuk banyak ditemukan pada penderita tuberkulosis paru.

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk diperlukan untuk

membuang dampak dari radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non

produktif) kemudian dengan timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum). Kondisi batuk yang lebih lanjut adalah batuk darah dengan terjadinya

pembuluh darah pecah. Batuk darah lebih sering terjadi pada kavitas tetapi dapat

juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Universitas Sumatera Utara


Sesak nafas. Pada penderita TB paru ringan (baru) belum dirasakan sesak

nafas. Sesak nafas ditemukan saat penyakit sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah

mencapai setengah bagian paru-paru. Kondisi lainnya diikuti dengan wheeze atau

mengi saat bernafas disebabkan oleh bronkitis tuberkulosis atau tekanan kelenjar

limfe pada bronkus.

Nyeri dada. Keadaan ini jarang ditemukan pada tuberkulosis. Nyeri dada

timbul jika infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga dapat menimbulkan

pleuritis atau radang. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu penderita TB menarik

atau melepaskan nafas

Patogenesis. Patogenesis tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi dua yaitu

tuberkulosis primer dan tuberkulosis pasca primer (Setiati,S., dkk, 2014).

Tuberkulosis primer. Penularan tuberkulosis terjadi karena bakteri keluar

menjadi droplet nuklei melalui batuk atau bersin dalam udara sekitar kita. Bakteri

ini dapat hidup dalam udara bebas selama satu sampai dua jam dan mati jika

terkena sinar matahari. Dalam keadaan lembab dan gelap bakteri dapat hidup

berhari-hari maupun berbulan-bulan. Bakteri masuk ke alveolar bila berukuran

<5 mikrometer. Bakteri pertama kali akan dihadapi oleh neutrofil kemudian

makrofag. Bakteri akan lebih banyak mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar

melalui percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya.

Bila bakteri menetap di jarigan paru, berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag, bakteri juga dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Sarang

primer atau afek primer (ghon) merupakan tempat bakteri yang hidup di jaringan

paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil. Sarang primer dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Jika bakteri menjalar sampai ke pleura maka

terjadilah efusi pleura. Bakteri juga dapat masuk dari saluran gastrointestinal,

jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional selanjutnya

bakteri masuk ke dalam vena dan menyebar ke seluruh organ seperti paru, otak,

ginjal dan tulang. Jika masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke

seluruh bagian paru menjadi TB miller.

Dari afek atau sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening

menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga terjadi pembesaran kelenjar getah

bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersamaan

dengan limfadenitis regional akan menjadi kompleks primer (ranke), proses ini

memakan waktu tiga sampai delapan minggu.

Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi beberapa kriteria sebagai

berikut:

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, hal ini yang sering terjadi.

2. Sembuh dengan memberi sedikit bekas berupa garis-garis fibriotik,

klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumoni (radang paru-

paru) dengan luasnya >5 mm dan ± 10% di antaranya dapat terjadi

reaktivasi lagi karena bakteri yang dormant.

3. Berkompilasi menyebar secara perkontinuitatum yaitu menyebar ke

sekitarnya, secara beronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di

sebelahnya, bakteri juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga

menyebar ke usus, secara limfogen, ke organ tubuh lain, dan secara

hematogen ke organ tubuh lainnya.


Tuberkulosis pasca primer. Bakteri yang dormant pada tuberkulosis

primer akan muncul bertahun-tahun kemudian menjadi infeks endogen menjadi

tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer, TB pasca primer, dan TB

sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi

karena daya tahan tubuh menurun seperti malnutrisi, mengkonsumsi alkohol

berlebih, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca

primer dimulai dengan sarang dini yang bertempat di regio atas paru (bagian

apikal posterior lobus superior atau inferior). Invansinya adalah ke bagian

parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini awalnya berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam waktu tiga

sampai sepuluh minggu sarang menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang

terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans (sel besar dengan banyak inti)

yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

TB pasca primer dapat juga berasal dari infeksi eksogen yaitu usia muda

menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Sarang dini dapat di reabsorbsi

kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat, tergantung dari jumlah bakteri,

virulensinya dan imunitas pasien. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera

menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri

menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang menyebar luas sebagai

granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian

tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Jika

jaringan keju keluar melalui droplet batuk maka akan terjadi kavitas. Kavitas

berdinding tipis yang kemudian menjadi menebal karena infiltrasi jaringan


fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik).

Hidrolisi protein lipid dan nukleat oleh enzim yang di produksi oleh makrofag

dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya merupakan penyebab

terjadinya perkijuan dan kavitas. Cryptic disseminate TB yang terjadi pada

imunodefisiensi dan uisa lanjut merupakan bentuk perkujian lain yang jarang.

Pada keadaan ini lesi sangat kecil tetapi berisi sangat banyak bakteri.

Kavitas dapat:

1. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Jika kavitas

dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Kavitas juga

dapat masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan

selanjutnya ke usus jadi TB usus, Sarang ini kemudian mengikuti perjalanan

seperti yang disebutkan terdahulu. TB endobronkial dan TB endotrakeal

juga dapat terjadi bila ruptur ke pleura.

2. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.

Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh atau aktif kembali menjadi

cair dan kembali menjadi kavitas. Komplikasi kronik kavitas yaitu

kolonisasi dari fungus seperti aspergillus dan selanjutnya menjadi

mycetoma.

3. Open healed yaitu bersih dan menyembuh, dapat menyembuh dengan

membungkus diri menjadi kecil. Beberapa berakhir sebagai kavitas yang

terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yaitu, sarang yang

sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi, sarang aktif
eksudatif, sarang ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna, dan sarang

yang berada antara sembuh dan aktif kemudian sarang dapat sembuh secara

spontan, tetapi kemungkinan menjadi eksaserbasi sehingga perlu diberi

pengobatan yang sempurna.

Kalsifikasi tuberkulosis. Klasifikasi dan tipe penderita TB paru

mengikuti klasifikasi baku untuk pasien TB berdasarkan Permenkes RI nomor 67

tahun 2016, terdiri atas :

Klasifikasi berdasarkan lokasi penyakit. Klasifikasi berdasrakan lokasi

penyakit dibedakan berdasarkan paru dan ekstra paru.

Paru. Paru merupakan lokasi penyakit TB jika ditemukan kelainan ada di

dalam parenkim paru, jika ditemukan kelainan di paru maka pasien di registrasi

sebagai pasien TB paru dengan klsifikasi TB paru.

Ektsra paru. Ekstra parulokasi penyakit jika ditemukan kelainan ada pada

organ di luar parenkim paru dengan dibuktikan dengan pemeriksaan bakteriologis

resistan obat untuk sampel pemeriksaan yang diambil di luar parenkim paru.

Riwayat pengobatan sebelumnya. Riwayat pengobatan sebelumnya

diklasifikasikan kedalam beberapa jenis, terdiri atas:

Pasien baru. Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan dengan OAT atau pernah diobati menggunakan OAT kurang dari 1

bulan.

Pengobatan ulangan. Pengobatan ulangan adalah pasien yang

mendapatkan pengobatan ulang yang dikategorikan atas :


1. Kasus gagal pengobatan kategori 1 adalah pasien memperoleh

pengobatan dengan panduan kategori 1 dengan hasil pemeriksaan

dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima

atau lebih selama pengobatan.

2. Kasus gagal pengobatan kategori 2 adalah pasien memperoleh

pengobatan ulangan dengan panduan kategori 2 yang hasil pemeriksaan

dahaknya positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau

lebih selama pengobatan. Hal ini didukung dengan rekam medis dan

riwayat pengobatan TB sebelumnya.

3. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah

mendapatkan pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali sebagai kasus TB rekuren

berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis dari pemeriksaan

dahak mikroskopis, biakan atau tes cepat.

4. Default, Pasien kembali setelah loss to follow up, lalai berobat atau

default adalah pasien yang kembali berobat setelah putus berobat atau

loss to follow up paling sedikit dua bulan dengan pengobatan kategori-1

atau kategori-2 serta hasil pemeriksaan bakteriologis menunjukkan hasil

terkonfirmasi.

5. Pernah diobati tidak diketahui hasilnya yaitu, pasien yang telah

mendapatkan pengobatan TB lebih dari satu bulan tetapi hasil

pengobatannya tidak diketahui.


6. Riwayat pengobatan lainnya adalah pasien TB yang riwayat pengobatan

sebelumnya tidak jelas atau tidak dapat dipastikan.

Epidemiologi tuberkulosis paru. Epidemiologi TB paru dapat diketahui

berdasarkan distribusi dan frekuensi yaitu,

Distibusi dan frekuensi tuberkulosis paru. Distribusi dan frekuensi TB

paru terdiri dari orang, tempat dan waktu.

Berdasarkan orang. Berdasarkan global report WHO 2019 bahwa kasus

TB paru di dunia menurut jenis kelamin laki-laki (58%) lebih tinggi dari

perempuan (34%). Kasus TB paru di Asia tenggara menurut jenis kelamin laki-

laki lebih tinggi dibanding perempuan sebesar 58% kasus berjenis kelamin laki-

laki dan perempuan 35%. TB paru di Indonesia terkonfirmasi laki-laki lebih tinggi

sebesar 52% dibanding perempuan sebesar 37%. Jumlah kasus baru TB di

Indonesia berdasarkan jenis kelamin tahun 2017 lebih banyak laki-laki sebesar

245.298 kasus dan perempuan sebesar 175.696 kasus (Infodatin, 2018). Kasus TB

paru di Sumatera Utara pada tahun 2018 menurut jenis kelamin lebih tinggi laki-

laki sebesar 64,76% dan diikuti oleh perempuan 35,24% (Kementerian Kesehatan,

2018).

Proporsi kasus tuberkulosis menurut kelompok umur di Indonesia pada

tahun 2018 tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 14,2% dan

terendah pada kelompok umur ≥ 65 tahun sebesar 8,1% (WHO, 2019)

Berdasarkan tempat. Proporsi TB tertinggi pada tiga negara dengan

bangsa terbesar dunia adalah India sebanyak 27%, Cina (14%), dan Federasi

Rusia (9%). Secara geografis sebagian besar kasus TB tahun 2018 terbesar di Asia
Tenggara sebanyak 44%, Afrika (24%), dan Pasifik Barat (18%), dengan

persentase lebih kecil di Mediterania Timur (8%), Amerika (3%) dan Eropa (3%).

Negara sebagai penyumbang dua pertiga dari total dunia adalah India sebanyak

(27%), Cina (9%), dan Indonesia (8%) (WHO, 2019).

Proporsi tertinggi di Indonesia pada provinsi Jawa Timur sebesar 15,75%

(Kementerian Kesehatan, 2018). Penderita TB di Sumatera Utara berjumlah

26.361 kasus dengan proporsi sebesar 0,18% tahun 2017, dengan jumlah kasus

terbanyak adalah kota Medan 8.192 kasus dengan proporsi sebesar 1,8% diikuti

dengan Deli Serdang sebanyak 3.204 kasus (0,15%) (Dinas Kesehatan Sumut,

2017).

Berdasarkan waktu. Jumlah kasus baru dan kambuh TB di dunia dari

tahun 2000-2018 cenderung meningkat yaitu >50 per 100.000 penduduk hingga

100 per 100.000 penduduk per tahun. Total insiden TB di Asia Tenggara

cenderung menurun dari tahun 2000-2018 dari 300 per 100.000 penduduk hingga

<300 per 100.000 penduduk. Kasus baru dan kasus kambuh cenderung meningkat

dari tahun 2000-2018 dari <100 per 100.000 penduduk hingga 200 per 100.000

penduduk per tahun.

Penularan tuberkulosis paru. Menurut peraturan menteri kesehatan

nomor 67 tahun 2016 penularan TB paru dikelompokan menjadi dua yaitu sumber

penularan TB paru dan perjalanan alamiah TB pada manusia.

Sumber penularan. Sumber penularan yairu pasien TB khususnya dahak

pasien TB yang mengandung bakteri. Bakteri menyebar saat batuk atau bersin ke

udara dalam bentuk percikan dahak (droplet). Infeksi terjadi jika individu
menghirup udara yang terpapar dan mengandung bakteri Mycobacterium

tuberculosis yang infeksius.

Perjalanan alamiah TB pada manusia. Perjalanan alamiah terdiri dari

empat tahapan yaitu tahap paparan, infeksi, menderita sakit, dan meninggal dunia

sebagai berikut:

Paparan. Paparan memiliki peningkatan peluang terkait dengan, jumlah

kasus menular di masyarakat, peluang kontak dengan kasus menular, tingkat daya

tular dahak sumber penularan, intensitas batuk sumber penularan, kedekataan

kontak dengan sumber penularan, dan lamanya waktu kontak dengan sumber

penularan.

Infeksi. Reaksi imunitas tubuh terjadi 6-14 minggu setelah infeksi. Lesi

biasanya sembuh total tetapi bakteri dapat tetap hidup dalam lesi tersebut

(dormant) dan akan aktif kembali sesuai dengan imunitas tubuh manusia.

Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum

penyembuhan lesi.

Faktor risiko. Faktor risiko menjadi TB melalui, jumlah atau konsentrasi

bakteri yang tehirup, lamanya waktu sejak terinfeksi, usia seseorang yang

terinfeksi, tingkat imunitas yang rendah seperti ODHA (Orang Dengan HIV

AIDS) dan malnutrisi atau gizi buruk.

Meninggal dunia. Faktor risiko kematian karena tuberkulosis sebab

keterlambatan diagnosis, pengobatan yang tidak adekuat, memiliki kondisi

kesehatan yang buruk dan penyakit penyerta, pada penderita TB tanpa pengobatan

dengan 50% mengalami kematian.


Penegakan Diagnosis TB Paru. Penetapan diagnosis TB paru melalui

keluhan, anamnesis, pemeriksaan klinis, pemerikaan laboratorium, dan

pemeriksaan penunjang lainnya.

Pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan adaya tanda dan

gejala pasien yaitu pada gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak

selama ≥2 minggu, batuk disertai dengan bercampur darah, sesak nafas, malaise,

berat badan menurun, berkeringat pada malam hari, demam lebih dari satu bulan.

Gejala dapat dipertemukan pada penyakit paru selain tuberkulosis, seperti

asma, bronkiektasis, bronkitis kronis, kanker paru, dan lain-lain. Tingginya

prevalensi TB di Indonesia maka setiap pasien yang datang ke fasyankes dengan

gejala tersebut dianggap sebagai suspek atau terduga TB, dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Pertimbangan pemeriksaan dengan tanda gejala pada faktor risiko

meliputi, kontak erat dengan pasien, tinggal di daerah padat penduduk, daerah

pengungsian dan orang yang bekerja dengan bahan kimia berisiko menimbulkan

paparan infeksi paru.

Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk

menunjang penegakkan diagnosis TB secara bakteriologi, pemeriksan tes cepat

molekuler dan pemeriksaan biakan. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada sarana

laboratorium yang terpantau mutunya.

1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung, pemeriksaan ini berfungsi untuk

menegakkan diagnosis, menentukan potensi penularan, dan menilai

keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak dilakukan dengan dua sampel


uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP). S (sewaktu)

adalah pengambilan sampel dahak ditampung sewaktu berada di fasilitas

pelayanan kesehatan. P (pagi) adalah pengambilan sampel dahak ditampung

saat pagi setelah bangun tidur, dilakukan di rumah pasien atau di fasilitas

kesehatan rawat inap.

2. Pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM) TB pemeriksaan tes cepat

molekuler menggunakan metode Xpert MTB/RIF. TCM adalah sarana

untuk penegakkan diagnosis, tetapi tidak digunakan untuk evaluasi hasil

akhir pengobatan.

3. Pemeriksaan biakan, pemeriksaan ini dilakukan dengan media padat

(Lowenstein-Jensen), dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator

Tube) untuk mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis.

Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan

dengan foto toraks dan pemeriksaan hispatologi pada kasus TB dicurigai ekstra

paru.

Pemeriksaan uji kepekaan obat. Uji kepekaan obat berfungsi untuk

menentukan ada atau tidaknya resistensi M.tb kepada OAT. Uji kepekaan

dilakukan pada laboratorium yang sudah lulus uji pemanfaatan mutu/Quality

Assurance (QA) dan telah bersertifikat nasional maupun internasional.

Alur diagnosis. Alur diagnosis tuberkulosis dapat dilakukan berdasarkan

fasilitas yang sudah tersedia yaitu fasilitas kesehatan yang memiliki akses

pemeriksaan dengan alat tes cepat molekuler dan fasilitas kesehatan yang
mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan tidak memiliki akses ke tes cepat

molekuler. Berikut adalah alur diagnosis TB :


Suspek TB

Pasien baru, tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)
atau tidak diketahui status HIV nya

Pemeriksaan Klinis dan bakteriologis dengan mikroskop atau TCM TB

Tidak memiliki akses untuk TCM

Pemeriksaan Mikroskopis BTA

(- -)
(+ +)

(+ -)

Foto toraks Terapi antibioka non OAT


TB Terkonfirmasi

Gambaran
Tidak
Mendukung
mendukung
TBTb, Bukan TB cari kemungkinan penyakit lain Pengobatan TB Lini 1

TB Ada perbaikan
Terkonfirmasi klinis Tidak ada perbaikan klinis, ada faktor risiko TB dan pertimbangan dokt
klinis

Bukan TB cari kemungkinan penyakit lain

TB terkonfirmasi klinis

Pengobatan TB Lini 1
Gambar 1. Alur diagnosis TB (Peraturan Menteri Kesehatan, 2016)
Pengobatan tuberkulosis. Pengobatan tuberkulosis bertujuan dalam

penyembuhan pasien sehingga memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup,

mencegah kematian, mencegah kambuhnya penyakit, menurunkan risiko

penularan tuberkulosis, dan mencegah TB RO.

Prinsip pengobatan. OAT merupakan bagian penting dalam pengobatan

tuberkulosis sebagai upaya paling efisien mencegah penyebar bakteri TB.

Prinsip pengobatan TB yaitu diberikan dalam bentuk paduan OAT yang

tepat yang terdiri dari empat jenis obat untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

Dosis yang diberikan harus tepat, OAT konsumsi secara teratur yang diawasi oleh

pengawas minum obat (PMO) hingga pengobatan selesai. Jangka waktu yang

digunakan dalam pengobatan harus tepat terdiri atas dua bagian yaitu bagian awal

dan lanjutan sebagai pengobatan untuk mencegah kekambuhan.

Tahapan pengobatan. Tahapan pengobatan terbagi atas dua bagian atau

tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.

Tahap awal. Pada tahap ini pengobatan dilakukan setiap hari. Paduan obat

dalam pengobatan ini untuk menurunkan dan meminimalisir jumlah serta

pengaruh dari bakteri yang memiliki kemungkinan resistan saat sebelum penderita

mendapat pengobatan. Pengobatan ini dilakukan selama dua bulan sampai tiga

bulan dan kemampuan menularkan mulai menurun setelah pengobatan selama dua

minggu pertama.

Tahap lanjutan. Pada tahap lanjutan dilakukan untuk membunuh bakteri

yang masih ada dalam tubuh. Pengobatan ini membutuhkan waktu empat atau
lima bulan pada tiga hari dalam satu minggu agar mencegah terjadinya

kekambuhan.

Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan fungsi hati, gout arthritis,


gangguan gastrointestinal.
Streptomisin (S) Bakterisidal Terjadi nyeri pada bekas suntikan,
ganguan keseimbangan dan
pendengaran, renjatan anafilaktik,
anemia, agranulositosis, trombositopeni
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, dan
ganguan saraf tepi.

Jenis OAT lini kedua Tabel 2Jenis obat anti tuberkulosis. OAT terbagi

atas dua jenis, yaitu OAT lini pertama dan OAT lini kedua (Peraturan Menteri

Kesehatan, 2016). Berikut jenis obat anti tuberkulosis :

a. Jenis OAT lini pertama

Tabel 1

Jenis Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama

Jenis Sifat Efek samping


Isoniazid (H) Bakterisidal Gangguan saraf tepi, psikokis toksisk,
kejang, gangguan fungsi hati.
Rifampisin (R) Bakterisidal Gejala influenza berat, gangguan
gastrointestinal, gangguan fungsi hati,
urine berwarna merah, trombosipeni,
sesak nafas, anemia hemolitik, skin
rash.
b.

Jenis Obat Anti Tuberkulosis Lini Kedua

Grup Golongan Jenis obat


A Florokuinolon  Levofloksasin (Lfx)
 Moksifloksasin (Mfx)
 Gatifloksasin (Gfx)
(Bersambung)
Tabel 2

Jenis Obat Anti Tuberkulosis Lini Kedua

Grup Golongan Jenis Obat

B OAT suntik  Kanamisin (Km)


 Amikasin (Am)*
C lini kedua  Kapreomisin (Cm)
OAT oral lini Streptomisin (S)**
kedua  Etionamid (Eto)/Protionamid (Pto)*
D D1  Sikloserin (Cs)/Terizidon (Trd)*
 OAT lini 1  Pirazinamid (Z)
 Etambutol (E)
 Isoniazid (H)
dosis tinggi
D2  OAT baru  Bedaquiline (Bdq)
 Delamanid (Dlm)*
 Pretonamid (PA-824)
D3  OAT
tambahan

Upaya pencegahan tuberkulosis paru.

Pencegahan primer. Pencegahan primer adalah pencegahan tingkat

pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan serta faktor pejamu,

(Noor, 2013). Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara :

Meningkatkan daya tahan tubuh. Meningkatkan daya tahan tubuh dapat

dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, memelihara istirahat

yang cukup dan berkualitas, melakukan olahraga setiap hari, meningkatkan

imunitas tubuh dengan imunisasi BCG.

Meningkatkan kesehatan lingkungan. Meningkatkan kesehatan lingkungan

dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rumah, melengkapi rumah dengan

ventilasi yang cukup, dan membuka jendela setiap hari.


Pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang

ditujukan pada suspek penderita TB paru. Strategi pengobatan pasien TB paru

mengacu kepada DOTS dengan demikian penderita TB harus dipantau dalam

pengobatan dan tetap meminum OAT secara tepat dan teratus seuai pasuan OAT

yang diberikan oleh petugas kesehatan sehingga tidak timbulnya TB resitan obat.

Penderita TB MDR harus mematuhi etika bersin dan batuk, menggunakan masker

dan tidak membuang dahak sembarangan.

Konsep Karakteristik

Usia. Menurut Notoatmodjo (2012) bahwa semakin cukup umur maka

tingkat kekuasaan dan kematangan individu akan lebih baik dalam bekeja dan

berfikir. Akibat dari kematangan dan pengalaman jiwa maka semakin dewasa

suatu individu maka pola berfikir akan semakin teratur dan matang dalam

menjalankan sesuatu.

Menurut Zubaidah (2015) bahwa usia dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru memiliki hubungan signifikan dengan hasil uji statistik

p=0,000, dan nilai OR pada penderita muda 0,822 kali dari pada penderita usia

tua. Menurut Yuda (2018) bahwa usia memiliki hubungan dengan kepatuhan

minum obat dengan p=0,006 dan usia >45 tahun cenderung tidak patuh sebesar

28,13%.

Menurut Wulandari (2015) bahwa usia yang lebih dominan adalah 22

sampai 60 tahun (67,1%) sebagai usia produktif.


Jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dari jenis kelamin

perempuan disebabkan perilaku atau kebiasaan merokok dan minum alkohol

sebagai penyebab TB paru (WHO, 2019).

Berdasarkan jenis kelamin pada penderita tuberkulosis paru di Provinsi

Sumatera Utara bahwa laki-laki lebih tinggi 64,76% sedangkan perempuan

(35,24%) (Kementerian Kesehatan, 2018)

Pendidikan. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku

kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat

dibandingkan koeresi. Pendidikan merupakan bentuk upaya dalam berperilaku

kondusif bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah

menerima informasi yang berdampak pada tingginya pengetahuan yang dimiliki

(Makhfudi, 2010).

Pekerjaan. Berdasarkan penelitian bahwa pasien tuberkulosis paru dengan

kategori tidak teratur berobat lebih tinggi dengan mempunyai pekerjaan yang

memberi penghasilan untuk kebutuhan hidup pasien, hasil uji statistik

menunjukan bahwa OR=0,617 kali menunjukkan bawa pekerjaan adalah faktor

risiko terhadap perilaku berobat penderita TB paru (Pare, 2012).

Jenis pekerjaan yang memiliki dampak pada munculnya penyakit yaitu :

1. Faktor lingkungan yang langsung menimbulkan kesakitan seperti, gas

beracun, radiasi, benda fisik yang membuat accident.

2. Pekerjaan dengan beban stres tinggi.

3. Ada atau tidaknya gerak tubuh saat bekerja.


4. Tinggal dan berkumpul di tempat yang relatif kecil dan sempit (Makhfudi,

2010).

Konsep Perilaku.

Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang

merupakan hasil bersama atau resultant antara berbagai faktor baik faktor internal

maupun eksternal (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah

seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, rasa,

penciuman, dan raba. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui

mata dan telinga. Pengatahuan atau ranah kognitif adalah domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Pengetahuan

yang tercakup dalam domain kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu, tahu

(know), memahami (comprehension), aplikasi (aplication), analisis (analysis),

sintesis (syntesis), dan evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo, 2012).

Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat di kelompokkan menjadi

pengetahuan tentang sakit dan penyakit (penyebab penyakit, gejala atau tanda

penyakit, bagaimana cara pengobatan penyakit, bagaimana cara pencegahan

penyakit), pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan (jenis-jenis makanan

bergizi, pentingnya olahraga, pentinnya istirahat cukup), dan pengetahuan tentang

kesehatan lingkungan (manfaat air bersih, manfaat pencahayaan, cara

pembuangan limbah) (Notoatmodjo, 2012).


Sikap. Sikap atau attitude merupakan reaksi atau respons yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu objek. Sikap adalah kesiapan untuk

bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu. Proses terbentuknya sikap dan

reaksi terbagi menjadi dua yaitu, komponen pokok sikap dan tingkatan sikap.

Komponen pokok sikap. Sikap mempunyai tiga komponen pokok dalam

Allport (1954).

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Tiga komponen tersebut secra bersamaan membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Penentuan sikap yang utuh harus berdasarkan pengetahuan,

pikiran, keyakinan, dan emosi sebagai peranan penting.

Tingkatan sikap. Tingkatan sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu,

menerima (receiving), merespons (responding), menghargai (valuing) dan

bertanggung jawab (responsible) (Notoatmodjo, 2012).

Tindakan. Suatu sikap belum tentu dikatakan terwujud dalam suatu

tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan salah satunya adalah

fasilitas. Tindakan atau practice memiliki beberapa tindakan yaitu, respon

terpimpin (guided response), mekanisme (mecanism), adopsi (adoption)

(Notoatmodjo, 2012).
Konsep Motivasi

Motivasi adalah persyaratan utama untuk masyarakat berpartisipasi. Tanpa

motivasi masyarakat sulit untuk untuk berpartisipasi di segala program. Motivasi

muncul harus dari masyarakat itu sendiri (Notoatmodjo, 2012)

Motivasi atau dorongan keluarga adalah bagian terkecil masyarakat yang

terdiri dari dua orang atau lebih. Dengan ikatan persudaraan maka hidup dalam

satu rumah tangga dengan saling berinteraksi dapat mempertahankan satu

kebudayaan (Effendy, 2006).

Teori motivasi. Menurut Notoatmodjo 2012, motivasi dibagi berdasarkan

berbagai pandangan yaitu berdasarkan kebutuhan manusia seperti (motif

kebutuhan biologis, darurat dan motif objektif), berdasarkan atas terbentuknya

motif melalui motif pembawaan yang dibawa sejak lahir dan motif yang dipelajari

seperti dorongan untuk belajar, dan berdasarkan penyebabnya meliputi motif

instrinsik (rangsangan dari dalam diri) dan ekstrinsik (rangsangan dari luar).

Motivasi intrinsik pasien TB terbagi menjadi 4 faktor menurut teori

Victor. H. Vroom yaitu, hasil merupakan hasil yang berkenaan dari pekerjaan itu

sendiri, instrumentalitas merupakan kadar keyakinan seseorang bahwa hasil

tingkat pertama akan menghasilkan hasil tingkat kedua, valensi merupakan

kekuatan atau keinginan seseorang untuk mencapai hasil tertentu, baik

menyangkut hasil tingkat pertama maupun tingkat kedua, dan harapan berkaitan

dengan keyakinan seseorang mengenai kemungkinan suatu perilaku tertentu akan

diikuti hasil tertentu.


Faktor penggerak motivasi. Penggerak yang berpengaruh pada motivasi

dalam mendapat kesehatan yang baik dapat diperoleh melalui motivasi atau

dorongan agar beberapa keinginan sembuh dapat terpenuhi. Berikut faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi motivasi (Rismalinda, 2017).

Faktor individu. Berasal dari dalam diri individu itu sendiri yaitu

pertumbuhan atau kematangan, kepandaian, adanya keinginan sembuh, dan faktor

pribadi.

Faktor kemasyarakatan. Berasal dari individu lainnya yang mampu

memberi dorongan kepada individu yang sakit seperti keluarga atau kondisi

rumah tangga, petugas kesehataan dengan cara penyampaian kepada pasien dan

motivasi kemasyarakatan.

Konsep Kepatuhan

Definisi. Menurut Sarafino (1990) dikutip oleh (Slamet, 2007)

mengartikan kepatuhan atau ketaatan sebagai tingkat penderita melaksanakan cara

pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh petugas kesehatan. Teori Decision

1985 mengatakan bahwa penderita merupakan pengambil kebijakan dan

kepatuhan sebagai hasil dari pengambil kebijakan.

Kepatuhan klien adalah perilaku yang sesuai dengan ketentuan yang

diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan. Kepatuhan menurut

Niven 2008, faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu :


Pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar daan terencana demi

menciptakan suasana yang diinginkan tercapai sesuai harapan. Pendidikan klien

dapat meningkatkan kepatuhan selama pendidikan itu aktif.

Akomodasi. Suatu cara dan usaha yang dilakukan guna memahami ciri

kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan.

Modifikasi faktor lingkungan dan sosial. Modifikasi faktor lingkungan

dan sosial dapat membangun dukungan sosial dari orang terdekat dengan pasien

maupun kelompok-kelompok pendukung guna membantu kepatuhan terhadap

pengobatan.

Perubahan model terapi. Perubahan model terapi adalah cara yang dibuat

paling sederhana dan pasien terlihat aktif dalam menjalankan pengobatan (terapi).

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien. Faktor ini

bertujuan memberi umpan balik pada pasien atau klien setelah mendapat

informasi tentang diagnosis.

Variabel dalam kepatuhan. Beberapa variabel yang berhubungan dengan

kepatuhan terdiri dari lima variabel (Niven, 2008).

Ciri-ciri kesehatan dan pengobatan. Perilaku kepatuhan lebih tinggi pada

penyakit akut dan lebih rendah pada penyakit kronis karena dampak yang

dirasakan tidak terlihat langsung dan cepat.

Ciri-ciri individu. Variabel demografi digunakan untuk menerka

kepatuhan seseorang, seperti sesorang dengan jenis kelamin perempuan

cenderung mematuhi petugas kesehatan.


Komunikasi antara klien dan petugas kesehatan. Aspek komunikasi

yang beragam dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan misalnya informasi dari

pengawas minum obat pada penderita TBC yang cukup serta dukungan yang

cukup.

Variabel sosial. Pada umumnya individu yang menerima perhatian serta

pertolongan yang mereka butuhkan dari individu lainnya cenderung lebih mudah

menerima nasehat medis daripada seseorang yang kurang mendapatkan dukungan

sosial.

Presepsi dan harapan klien. Variabel ini menjelaskan bahwa kepatuhan

berfungsi sebagai keyakinan tentang kesehatan, ancaman yang dirasakan,

pertimbangan mengenai hambatan, presepsi kekebalan, dan keuntungan mengenai

efektivitas pengobatan.

Landasan Teori

Setiap individu memiliki perilaku yang berbeda dengan individu lainnya.

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoadmodjo (2012) perilaku individu

dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, faktor predisposisi (predisposing factor), faktor

pendukung (enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing)

1. Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor yang menjadi

dasar motivasi atau niat seseorang melakukan sesuatu berupa pengetahuan,

sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, presepsi, tradisi dan unsur lain

terdapat dalam diri seseorang.


2. Faktor pendukung (enabling factor) merupakan faktor yang memfasilitasi

perilaku individu, faktor pendukung berupa sarana dan prasarana atau

fasilitas-fasilitas kesehatan.

3. Faktor pendorong (reinforcing) merupakan faktor yang memperkuat atau

mendorong terjadinya perilaku. Faktor ini berupa faktor sikap dan perilaku

tokoh masyarakat, sikap dan perilaku petugas, salah satunya petugas

kesehatan dan dukungan keluarga. Faktor lainnya berupa un

dang-undang, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kesehatan.

Faktor predisosisi (predisposing factor)


1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Variabel demografik
4. Motivasi
5. Keyakinan
6. Nilai-nilai
7. Kepercayaan

Faktor Pendukung (enabling factor) :


1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
2. Aksesbilitas Sumber Daya
kesehatan

Faktor Pendorong (reinforcing) :


1. Petugas Kesehatan
2. Keluarga
3. Tokoh Masyarakat Perilaku Spesifik Individu
4. Teman

Gambar 2. Landasan Teori Perilaku Lawrence Green 1980

Keterangan: Variabel yang diteliti ( )

Dalam perilaku kepatuhan minum obat dengan kejadian tuberkulosis paru

dengan model Precede menjelaskan bahwa kepatuhan minum obat disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu faktor pemudah atau predisposisi seperti pengetahuan

pasien TB paru tentang tuberkulosis paru, OAT baik jenis maupun waktu minum
obat yang nantinya berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam minum obat,

sikap pasien menjadi faktor pemudah dalam kepatuhan minum obat dengan

respon ataupun reaksi mengenai TB paru serta minum obat anti tuberkulosis

secara tepat waktu dan lengkap, motivasi pasien juga menjadi faktor pemudah

untuk patuh dalam minum obat dengan hasil sembuh dari sakit, dan variabel

demoggrafik atau karakteristik penderita TB paru. Faktor lainnya yang menjadi

variabel penelitian adalah faktor pendukung dengan dukungan keluarga serta

dukungan petugas

kesehatan yang mejadi salah satu penyebab dari perilaku kepatuhan minum obat

penderita TB paru untuk mendapat hasil kesembuhan.


Kerangka Konsep

Independen Dependen

Karakteristik Penderita TB Paru

Pengetahuan

Sikap Pasien
Kepatuhan
Minum Obat
Motivasi Pasien

Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan Keluarga

PMO (Pengawas Menelan Obat)

Gambar 3. Kerangka konsep

Hipotesis

1. Ada hubungan antara karakteristik penderita TB Paru dengan kepatuhan

minum obat anti tuberkulosis.

2. Ada hubungan antara pengetahuan TB Paru dengan kepatuhan minum obat

pada penderita TB paru.

3. Ada hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru.
4. Ada hubungan antara motivasi pasien dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru.

5. Ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan minum

obat pada penderita TB paru.

6. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru.
Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

analitik dengan desain cross sectional.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Medan Deli dengan tingginya kasus TB Paru yang merupakan peringkat ketiga

dari seluruh puskesmas di kota Medan dan rendahnya angka kesembuhan (cure

rate) sebesar 48,1% yang merupakan dibawah angka minimal yang harus dicapai

sebesar 85% (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2018).

Waktu penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember

2019 sampai dengan Juni 2020.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi. Populasi pada penelitian ini adalah pasien TB paru yang sudah

menjalani pengobatan minimal 3 bulan di Puskesmas Medan Deli sebanyak 60

orang tahun 2020.

Sampel. Adapun jumlah sampel pada penelitian ini sama dengan jumlah

populasi pasien TB paru yang sudah menjalani pengobatan minimal 3 bulan di

Puskesmas Medan Deli sebanyak 60 orang tahun 2020.

Responden. Dalam penelitian ini, responden adalah pasien TB paru yang

sudah menjalani pengobatan minimal 3 bulan.

37
Universitas Sumatera Utara
38

Variabel dan Defenisi Oprasional

Variabel yang diteliti. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri atas variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen).

Variabel dependen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah

kepatuhan minum obat.

Variabel independen. Variabel independen pada penelitian ini adalah

karaktersitik penderita TB Paru (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan

pekerjaan), pengetahuan, sikap pasien, motivasi pasien, sikap petugas kesehatan,

dukungan keluarga, dan PMO.

Definisi operasional. Defenisi operasional pada penelitian ini meliputi:

Umur. Umur adalah lama hidup penderita yang dihitung berdasarkan

tahun sejak dilahirkan hingga saat dilakukan penelitian.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2018) umur dikategorikan atas dua

yaitu produktif dan tidak produktif,

1. Produktif : 15-64 tahun

2. Tidak Produktif : <15 tahun & ≥65 tahun

Jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan ciri biologis yang dimiliki oleh

responden dan dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.

Pendidikan. Jenjang sekolah formal yang pernah dicapai responden saat

dilakukan penelitian.

Pekerjaan. Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan oleh responden

sebagai sumber pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Universitas Sumatera Utara


PMO. Pengawas menelan obat adalah seseorang yang mengawasi secra

langsung untuk memastikan pasien TB menelan obat secara teratur dan tepat

waktu (Peraturan Menteri Kesehatan, 2016).

Pengetahuan. Hal-hal yang diketahui responden berhubungan dengan

kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru serta pengetahuan

tentang TB paru (Notoadmodjo, 2012).

Sikap pasien. Reaksi atau respon tertutup berupa sikap dari alam diri

penderita TB paru terhadap kepatuhan minum obat tuberkulosis paru dan

merupakan tanda kesiapan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2012).

Motivasi pasien. Motivasi pasien adalah kesadaran atau keinginan pasien

untuk sembuh (Notoatmodjo, 2012).

Dukungan petugas kesehatan. Dukungan petugas kesehatan adalah

dukungan atau motivasi petugas kesehatan saat memberikan pelayanan kesehatan

kepada pasien (Notoatmodjo, 2012).

Dukungan keluarga. Dukungan keluarga adalah dukungan atau motivasi

yang diberikan keluarga kepada pasien selama pengobatan baik moril maupun

materil (Notoatmodjo,2012).

Kepatuhan minum obat. Tindakaan penderita terkait ketaatan pasien

dalam proses pengambilan obat rutin dan konsumsi obat rutin selama pengobatan

tahap intensif dan tahap lanjutan yang ditentukan oleh petugas kesehatan

(Peraturan Menteri Kesehatan, 2016).


Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara pada responden

dengan menggunakan instrumen kuesioner.

Data Sekunder. Data sekunder diperoleh melalui profil kesehatan kota

Medan dan profil Puskesmas Medan Deli.

Metode Pengukuran

Variabel yang diukur dan dianalisa dalam penelitian tertera dalam tabel

berikut yaitu :

Tabel 3

Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Cara dan Hasil Ukur Skala Ukur


Alat Ukur
Umur Wawancara 1. Produktif, jika umur 15-64 tahun Ordinal
(kuesioner) 2. Tidak produktif, jika umur < 15 & ≥ 65
tahun
Jenis kelamin Wawancara 1. Laki-laki Nominal
(kuesioner) 2. Perempuan
Pendidikan Wawancara 1. Tinggi, jika pendidikan terakhir SMA - Ordinal
(kuesioner) Perguruan tinggi
2. Rendah, jika tidak tamat SD -
pendidikan terakhirSMP
Pekerjaan Wawancara 1. Bekerja Ordinal
(kuesioner) 2. Tidak Bekerja
Pengetahuan Wawancara 1. Baik, jika skor > 4 Ordinal
(kuesioner) 2. Kurang, jika skor ≤ 4
Sikap pasien Wawancara 1. Baik, jika skor 15-28 Ordinal
(kuesioner) 2. Kurang, jika skor 7-14
Pengukuran berdasarkan skala likert.
Bila pertanyaan positif (+) :
1. Sangat tidak setuju = 1
2. Tidak setuju = 2
3. Setuju = 3
4. Sangat setuju = 4
Bila pernyataan negatif (-)
1. Sangat setuju = 1
2. Setuju = 2
3. Tidak setuju = 3
4. Sangat tidak setuju = 4

(Bersambung)
Tabel 3

Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur


Motivasi pasien Wawancara 1. Baik, jika ≥70% Ordinal
(kuesioner) 2. Kurang, jika <70%
Pengukuran berdasarkan
skala likert yaitu :
Bila pertanyaan positif (+)
:
5. Sangat tidak setuju = 1
6. Tidak setuju = 2
7. Setuju = 3
8. Sangat setuju = 4
Bila pernyataan negatif (-)
5. Sangat setuju = 1
6. Setuju = 2
7. Tidak setuju = 3
Sangat tidak setuju =
4
Dukungan Wawancara 1. Baik, jika > 70% Ordinal
petugas kesehatan (kuesioner) 2. Tidak baik, jika ≤
70%
Pengukuran berdasarkan
skala likert dengan rentang
1-3:
Selalu = 3
Jarang = 2
Tidak pernah = 1
Dukungan keluarga Wawancara 1. Baik, jika > 70% Ordinal
(kuesioner) 2. Tidak baik, jika ≤
70%
Pengukuran berdasarkan
skala likert dengan rentang
1-3:
Selalu = 3
Jarang = 2
Tidak pernah = 1
Kepatuhan minum obat Wawancara 1. Patuh Ordinal
(kuesioner) 2. Tidak patuh
Patuh, jika jawaban
“tidak” = ≤ 3
Tidak patuh, jika jwaban
“ya” = > 3

PMO Wawancara 1. Ada Ordinal


(Kuesioner) 2. Tidak
Metode Analisis Data

Analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk melihat

karakteristik dan distribusi frekuensi setiap variabel yang meliputi, umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap pasien, motivasi pasien, sikap

petugas kesehatan, dukungan keluarga dan PMO.

Analisis bivariat. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan

antara variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap

pasien, motivasi pasien, sikap petugas kesehatan, dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat pada penderita TB paru. Analisa statistik dengan uji chi-

square, hasil analisa statistik dengan nilai signifikasi p<0,05 dinyatakan

berhubungan.
Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Geografis. Puskesmas Medan Deli terletak di Jalan K.L Yos Sudarso Km.

11,1 Lingkungan III Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli, dengan luas

tanah 397.75m2 dan luas bangunan 232m2. Puskesmas Medan Deli menjadi

Puskesmas rawat inap sejak tahun 2005, kode Pos 20243. Mempunyai wilayah

kerja dengan jumlah 3 kelurahan. secara geografis batas-batas wilayah kerja

Puskesmas Medan Deli sebagai berikut :

Sebelah utara : Kecamatan Medan Labuhan

Sebelah selatan : Kecamatan Medan Timur dan Medan Barat

Sebelah timur : Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

Sebelah barat : Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang

Demografis. Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli

sebanyak 84.789 jiwa, penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 40.159

jiwa dan penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 44.630 jiwa.

Tabel 4

Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Medan


Deli Tahun 2020

Kelurahan Jumlah Penduduk Total


Laki-Laki Perempuan
Kota Bangun 5.923 6.014 11.937
Tanjung Mulia 15.610 19.500 35,110
Tanjung Mulia Hilir 18.626 19.116 37.742
Jumlah 40.159 44.630 84.789
Sumber: Profil Puskesmas Medan Deli 2020

43

Universitas Sumatera Utara


44

Analisis Univariat

Kepatuhan minum obat. Hasil penelitian pada 60 penderita tuberkulosis

paru Puskesmas Medan Deli, diperoleh hasil seperti tabel 5.

Tabel 5

Distribusi Proporsi Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB Paru di Wilayah


Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Kepatuhan Minum Obat n %


Patuh 41 68,3
Tidak Patuh 19 31,7

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa tingkat kepatuhan minum obat sebesar

68,3% (41 orang).

Karakteristik tidak patuh. Tidak patuh diperoleh hasil seperti tabel 6.

Tabel 6

Distribusi Proporsi Tidak Patuh Minum Obat pada Penderita TB Paru di


Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Karakteristik Responden n %
Umur (tahun)
Produktif 13 68,4
Tidak produktif 6 31,6
Jenis Kelamin
Laki-laki 9 47,4
Perempuan 10 52,6
Pendidikan
Tinggi 11 57,9
Rendah 8 42,1
Pekerjaan
Bekerja 7 36,8
Tidak bekerja `12 63,2
PMO
Ada 17 89,5
Tidak 2 10,5
Status PMO
Suami 3 15,8
Istri 2 10,5
Orangtua 9 47,4
Anak 3 15,8
Tidak memiliki 2 10,5

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa proporsi umur lebih banyak ditemukan

pada umur 15-64 tahun (produktif) sebesar 68,4% (13 orang) dan pada umur <15

tahun dan >64 tahun (tidak produktif) sebesar 31,6% (6 orang), dan pada jenis

kelamin perempuan sebesar 52,6% (10 orang). Proporsi pendidikan pada

penderita TB paru yang tidak patuh minum obat lebih banyak pada tingkat

pendidikan tinggi sebesar 57,9% (11 orang) dan penderita TB paru dengan tingkat

pendidikan rendah sebesar 42,1% (8 orang). Proporsi status pekerjaan lebih

banyak pada penderita TB paru yang tidak bekerja sebesar 63,2% (12 orang)

sementara itu yang bekerja sebesar 36,8% (7 orang). Proporsi untuk PMO lebih

banyak pada penderita TB paru yang memiliki PMO sebesar 89,5% (17 orang)

sementara yang tidak memiliki PMO sebesar 10,5% (2 orang). Status PMO

penderita TB paru ditemukan paling banyak pada status orangtua sebesar 47,4%

(9 orang), diikuti status suami dan anak sebesar 15,8% (3 orang), paling kecil

pada status istri sebesar 10,5% (2 orang), dan selebihnya tidak memilki PMO.

Deskripsi karakteristik. Distribusi proporsi karakteristik penduduk di

wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020 diperoleh hasil seperti tabel 7.

Tabel 7

Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Karakteristik Responden yang


Menderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Karakteristik Responden n %
Umur (tahun)
Produktif 50 83,3
Tidak Produktif 10 16,7
Jenis Kelamin
Laki-laki 37 61,7
Perempuan 23 38,3
(Bersambung)
Tabel 7

Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Karakteristik Responden yang


Menderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Karakteristik Responden n %
Pendidikan
Tinggi 32 53,3
Rendah 28 46,7
Pekerjaan
Bekerja 34 56,7
Tidak bekerja 26 43,3

Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa proporsi umur lebih banyak ditemukan

pada umur 15-64 tahun (produktif) sebesar 83,3% (50 orang) dan pada umur <15

tahun dan >64 tahun (tidak produktif) sebesar 16,7% (10 orang), dan pada jenis

kelamin laki-laki sebesar 61,7% (37 orang). Proporsi pendidikan pada penderita

TB paru lebih banyak pada tingkat pendidikan tinggi sebesar 53% (32 orang) dan

penderita TB paru dengan tingkat pendidikan rendah sebesar 46,7% (28 orang).

Proporsi status pekerjaan lebih banyak pada penderita TB paru yang bekerja

sebesar 56,7% (34 orang) sementara itu yang tidak bekerja sebesar 43,3% (26

orang).

Pengawas menelan obat. Distribusi proporsi PMO pada penderita TB paru

di Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8

Distribusi Proporsi PMO pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas


Medan Deli Tahun 2020.

PMO n %
Ada 54 90,0
Tidak 6 10,0
(Bersambung)
Tabel 8

Distribusi Proporsi PMO pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas


Medan Deli Tahun 2020.

PMO n %
Status PMO
Suami 8 13,3
Istri 20 33,3
Orangtua 15 25,0
Anak 9 15,0
Saudara 2 3,3
Tidak ada 6 10,1

Berdasarkan tabel 8 diketahui proporsi untuk PMO lebih banyak pada

penderita TB paru yang memiliki PMO sebesar 90% (54 orang) sementara yang

tidak memiliki PMO sebesar 10,1% (6 orang). Status PMO penderita TB paru

ditemukan paling banyak pada status istri sebesar 33,3% (20 orang), diikuti status

orangtua sebesar 25% (15 orang), status anak 15% (9 orang), status suami 13,3%

(8 orang), paling kecil pada status saudara (abang dan kakak) sebesar 3,3% (2

orang), dan selebihnya tidak memilki PMO.

Pengetahuan. Distribusi proporsi pengetahuan pasien yang menderita TB

paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020 dapat dilihat pada tabel

9.

Tabel 9

Distribusi Proporsi Pengetahuan Pasien yang Menderita TB Paru di Wilayah


Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020.

Pengetahuan n %
Baik 14 23,3
Kurang 46 76,7

Berdasarkan tabel 9 diketahui bahwa proporsi untuk pengetahuan ditemukan

lebih banyak pada penderita TB paru yang berpengetahuan kurang sebesar 76,7%
(46 orang) dan lebih kecil pada penderita TB paru berpengetahuan baik sebesar

23,3% (14 orang).

Sikap pasien. Distribusi proporsi sikap pasien yang menderita TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020 dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10

Distribusi Proporsi Sikap Pasien yang Menderita TB Paru di Wilayah Kerja


Puskesmas Medan Deli Tahun 2020.

Sikap Pasien n %
Baik 39 65,0
Kurang 21 35,0

Berdasarkan tabel 10 diketahui bahwa proporsi untuk sikap pasien lebih

banyak pada penderita TB paru yang bersikap baik sebesar 65% (39 orang) serta

lebih kecil pada sikap pasien yang kurang sebesar 35% (21 orang).

Motivasi pasien. Distribusi proporsi motivasi pasien yang menderita TB

paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun2020 dapat dilihat pada tabel

11.

Tabel 11

Distribusi Proporsi Motivasi Pasien yang Menderita TB Paru di Wilayah Kerja


Puskesmas Medan Deli Tahun 2020.

Motivasi pasien n %
Baik 38 63,3
Kurang 22 36,7

Berdasrkan tabel 11 diketahui bahwa proporsi untuk motivasi pasien lebih

banyak pada motivasi yang baik sebesar 63,3% (38 orang) dibandingkan dengan

motivasi pasien yang kurang sebesar 36,7% (22 orang).


Dukungan petugas kesehatan. Distribusi proporsi dukungan petugas

kesehatan pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun

2020 dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12

Distribusi Proporsi Dukungan Petugas Kesehatan pada Penderita TB Paru di


Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020.

Dukungan Petugas Kesehatan n %


Baik 55 91,7
Kurang 5 8,3

Berdasrkan tabel 12 diketahui bahwa proporsi untuk dukungan petugas

kesehatan ditemukan lebih banyak pada dukungan petugas yang baik sebesar

91,7% (55 orang) dan lebih kecil pada dukungan petugas yang kurang sebesar

8,3% (5 orang).

Dukungan keluarga. Distribusi proporsi dukungan keluarga pada penderita

TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat dilihat pada

tabel 13.

Tabel 13

Distribusi Proporsi Dukungan Keluarga pada Penderita TB Paru di Wilayah


Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020.

Dukungan Keluarga n %
Baik 33 55,0
Kurang 27 45,0

Berdasrkan tabel 13 diketahui bahwa proporsi untuk dukungan keluarga

ditemukan bahwa lebih banyak pada dukungan keluarga yang baik sebesar 55%

(33 orang) dan lebih kecil pada dukungan keluarga yang kurang sebesar 45% (27

orang).
Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang akan diuji yakni hubungan antara karakteristik (umur,

jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan), pengetahuan, sikap pasien, motivasi

pasien, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pada penderita TB paru.

Hubungan antara karakteristik dengan kepatuhan minum obat. Hasil

uji statistik hubungan antara karakteristik dengan kepatuhan minum obat dapat

dilihat pada tabel 14.

Tabel 14

Tabulasi Silang antara Karakteristik dengan Kepatuhan Minum Obat pada


Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Karakteristik Kepatuhan Minum Obat Total P


Patuh Tidak Patuh N %
n % n %
Umur
Produktif 37 74,0% 13 26,0 50 100 0,082
Tidak produktif 4 40,0% 6 60,0 10 100
Jenis kelamin
Laki-laki 28 75,7 9 24,3 37 100 0,206
Perempuan 13 56,5 10 43,5 23 100
Pendidikan
Tinggi 21 65,6 11 34,4 32 100 0,838
Rendah 20 71,4 8 28,6 28 100
Pekerjaan
Bekerja 27 79,4 7 20,6 34 100 0,067
Tidak bekerja 14 53,8 12 46,2 26 100

Berdasarkan tabel 14 hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi

kepatuhan minum obat pada umur produktif sebesar 74% (37 orang) sedangkan

pada umur tidak produktif sebesar 40% (4 orang). Hasil uji chi-square, diperoleh

nilai p> 0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan kepatuhan
minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan

Deli tahun 2020.

Proporsi kepatuhan minum obat pada jenis kelamin laki-laki sebesar 75,7%

(28 orang) sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebesar 56,5% (13 orang).

Hasil uji chi-square, diperoleh nilai p>0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna

antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis

paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Proporsi kepatuhan minum obat pada tingkat pendidikan tinggi sebesar

65,6% (21 orang) sedangkan pada pendidikan rendah sebesar 20% (20 orang).

Hasil uji chi-square, diperoleh nilai p>0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna

antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru

di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Proporsi kepatuhan minum obat pada pasien TB paru yang bekerja sebesar

79,4% (27 orang) sedangkan proporsi kepatuhan minum obat pada penduduk

yang tidak bekerja sebesar 53,8% (14 orang). Hasil uji chi-square, diperoleh nilai

p>0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan kepatuhan

minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan

Deli tahun 2020.

Hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat. Hasil

uji statistik hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat dapat

dilihat pada tabel 15.


Tabel 15

Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat pada


Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Pengetahuan Kepatuhan Minum Obat Total P


Patuh Tidak Patuh N %
n % N %
Baik 4 28,6 10 71,4 14 100 0,001
Kurang 37 80,4 9 19,6 46 100

Berdasarkan tabel 15 hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi

kepatuhan pada pasien TB paru yaang berpengetahuan baik sebesar 28,6% (4

orang) dan pengetahuan kurang sebesar 80,4% (37 orang). Hasil uji chi-square,

diperoleh nilai p<0.05 artinya ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja

Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat. Hasil uji

statistik hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat dapat dilihat

pada tabel 16.

Tabel 16

Tabulasi Silang antara Sikap Pasien dengan Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Sikap Pasien Kepatuhan Minum Obat Total P


Patuh Tidak Patuh N %
n % n %
Baik 31 79,5 8 20,5 39 100 0,025
Kurang 10 47,6% 11 52,4 21 100
Berdasarkan tabel 16 hasil penelitian menunjukan bahwa kepatuhan minum

obat pada sikap pasien TB paru yang baik sebesar 79,5% (31 orang) sedangkan

pada sikap pasien yang kurang sebesar 47,6% (10 orang). Hasil uji chi-square,
diperoleh nilai p<0.05 artinya ada hubungan bermakna antara sikap pasien dengan

kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja

Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Hubungan antara motivasi pasien dengan kepatuhan minum obat. Hasil

uji statistik hubungan antara motivasi pasien dengan kepatuhan minum obat dapat

dilihat pada tabel 17.

Tabel 17

Tabulasi Silang antara Motivasi Pasien dengan Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Motivasi Pasien Kepatuhan Minum Obat Total P


Patuh Tidak Patuh N %
n % N %
Baik 32 84,2 6 15,8 38 100 0,001
Kurang 9 40,9 13 59,1 22 100

Berdasarkan tabel 17 hasil penelitian menunjukan bahwa kepatuhan minum

obat dengan motivasi pasien yang baik sebesar 84,2% (32 orang) sedangkan pada

motivasi pasien yang kurang sebesar 40,9% (9 orang). Hasil uji chi-square,

diperoleh nilai p<0.05 artinya ada hubungan bermakna antara motivasi pasien

dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja

Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan

minum obat. Hasil uji statistik hubungan antara dukungan petugas kesehatan

dengan kepatuhan minum obat dapat dilihat pada tabel 18.


Tabel 18

Tabulasi Silang antara Dukungan Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Minum


Obat pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun
2020

Dukungan Petugas Kepatuhan Minum Obat Total P


Kesehatan Patuh Tidak Patuh N %
n % n %
Baik 38 69,1 17 30,9 55 100 1,000
Kurang 3 60,0 2 40,0 5 100

Berdasarkan tabel 18 hasil penelitian menunjukan bahwa kepatuhan minum

obat pada dukungan petugas kesehatan yang baik sebesar 69,1% (38 orang) dan

pada dukungan petugas kesehatan yang kurang sebesar 60% (3 orang). Hasil uji

chi-square, diperoleh nilai p>0.05 artinya tidak ada hubungan bermakna antara

dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat pada penderita

tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat.

Hasil uji statistik hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat dapat dilihat pada tabel 19 .

Tabel 19

Tabulasi Silang antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat


pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Dukungan Keluarga Kepatuhan Minum Obat Total P


Patuh Tidak Patuh N %
n % n %
Baik 28 84,8 5 15,2 33 100 0,006
Kurang 13 48,1 14 51,9 27 100

Berdasarkan tabel 19 hasil penelitian menunjukan bahwa kepatuhan minum

obat dengan dukungan keluarga yang baik sebesar 84,8% (28 orang) sedangkan
pada dukungan keluarga yang kuramg sebesar 48,1% (13 orang). Hasil uji chi-

square, diperoleh nilai p<0.05 artinya ada hubungan bermakna antara dukungan

keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di

wilayah kerja Puskesmas Medan Deli tahun 2020.


Pembahasan

Proporsi Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 4.

32%

Patuh
Tidak Pa

68%

Gambar 4. Diagram pie distribusi proporsi kepatuhan minum obat pada penderita
TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Berdasarkan gambar 4 hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi

kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja

Puskesmas Medan Deli sebesar 68% (41 orang), sementara untuk proporsi tidak

patuh sebesar 32% (19 orang). Hasil penelitian tidaksejalan dengan penelitian

Herawati, Abdurakhman, dan Rundamintasih (2019) di Puskesmas Kejaksaan

Kota Cirebon dengan desain studi cross sectional menujukan bahwa dari 31

responden terdapat 51,6% (16 orang) tidak patuh minum obat TB dan responden

yang patuh minum obat sebesar 48,4% (15 orang). Semakin cukup umur maka

tingkat kekuasaan dan kematangan individu akan lebih baik dalam

56
Universitas Sumatera Utara
57

bekeja dan berfikir. Akibat dari kematangan dan pengalaman jiwa maka semakin

dewasa suatu individu, maka pola berfikir akan semakin teratur dan matang dalam

menjalankan sesuatu, Notoatmodjo (2012).

Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru juga sejalan pada beberapa

hasil penelitian sebelumnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Basra, Hariadi

dan Murniati (2018) di Puseksmas Maiwa Kabupaten Enrekang menunjukkan

bahwa dari 26 responden yang patuh minum obat sebesar 73,1% (19 orang) dan

tidak patuh minum obat sebesar 26,9% (7 orang).

Penelitian oleh Rojali dan Noviatuzzahra (2018) dengan 35 responden

penderita TB paru BTA positif di Puskesmas Cipondoh Tanggerang Banten yang

mendapat pengobatan dan tercatat di formulir TB-01 menunjukan hasil bahwa

responden yang patuh dalam pengobatan TB paru BTA positif sebesar 80% (28

orang), sedangkan responden yang tidak patuh dalam pengobatan TB paru BTA

positif sebesar 20% (7 orang).

Hubungan antara Umur dengan Kepatuhan Minum Obat

Hubungan antara umur dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB

paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat dilihat pada

gambar 5.

Universitas Sumatera Utara


8074
70
60
Proporsi (%)

60
50
40
40
26 Patuh
30
Tidak Patuh
20
10

0
Produktif Tidak Prduktif
Umur

Gambar 5. Diagram bar tabulasi silang antara umur dengan kepatuhan minum
obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Berdasarkan gambar 5 proporsi kepatuhan minum obat berdasarkan umur

15-64 tahun (produktif) sebesar 74% sedangkan umur <15 tahun dan >64 tahun

(tidak produktif) sebesar 40%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai p=0,082

menunjukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan kepatuhan

minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Wulandari (2015), umur

merupakan faktor resiko terjadinya ketidakpatuhan pada penderita TB paru fase

lanjutan, secara statistik umur di uji dengan chi-square ditemukan nila p=0,0869

lebih besar dari p.value 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara umur dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru.

Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Yuda (2018) pada 32 penderita

tuberkulosis paru di Puskesmas Tanah Kalikedinding didapatkan hubungan yang

bermakna antara umur dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p=0,006.
Tidak ada hubungan antara umur dengan kepatuhan minum obat dalam

penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Wulandari, Rantung,

dan Malianti (2020), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara

umur dengan kepatuhan minum obat pada 23 pasien TBC di wilayah kerja

Puskesmas Parongpong dengan nilai p= 0,083.

Hasil penelitian menunjukan bahwa umur bukanlah faktor penentu dalam

kepatuhan minum obat karena pada umur produktif dan tidak produktif memiliki

motivasi pada setiap individu untuk menjalani hidup sehat dan selalu

memperhatikan kesehatan mereka masing-masing Arifin, Muhyi, Setyaningrum,

dan Rahman (2017). Oleh sebab itu hasil penelitian dan beberapa penelitian

lainnya menegaskan bahwa umur tidak terdapat hubungan dengan kepatuhan

minum obat TB paru.

Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Minum Obat

Hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat

dilihat pada gambar 6.


80 75,7
Proporsi (%) 70

60 56,5
50
40 43,5

Patuh
30 24,3
Tidak Patuh
20
10

0
Laki-laki Perempuan
Jenis Kelamin

Gambar 6. Diagram bar tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
Tahun 2020

Berdasarkan gambar 6 proporsi kepatuhan minum obat berdasarkan jenis

kelamin laki-laki sebesar 75,7% sedangkan jenis kelamin perempuan sebesar

56,5%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai p=0,206 menunjukan bahwa

tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat

pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli tahun 2020. Hal ini terjadi

dikarenakan perbedaan setiap orang dengan jenis kelamin tidak mempengaruhi

keputusan responden untuk patuh dalam minum obat TB paru.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2015) pada 70

responden TB paru di RS Rumah Sehat Terpadu menujukan bahwa tidak ada

hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat dengan nilai

p=0,0592. Hal ini berbeda dengan Wulandari dkk. (2020) pada penderita TBC di

wilayah kerja Puskesmas Parongpong pada 23 responden menujukan bahwa ada


hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat dengan nilai

p=0,037.

Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan minum obat

dalam penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Yuda (2018)

pada 32 responden penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Tanah Kalikedinding

Surabaya menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin

dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p=0,419.

Penelitian ini menunjukan bahwa jenis kelamin tidak terdapat hubungan

dengan kepatuhan minum obat disebabkan karena perbedaan setiap individu

dengan jenis kelamin yang tidak terlalu mempengaruhi keputusan responden

untuk patuh dalam meminum obat. Hal tersebut didasari oleh keputusan yang

diambil oleh setiap individu dalam menjalani pengobatan sesuai dari keinginan

masing-masing individu untuk sembuh sehingga jenis kelamin tidak berhubungan

dengan kepatuhan minum obat.

Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Minum Obat

Hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat

dilihat pada gambar 7.


80
71,4
70 65,6
Proporsi (%)

60
50
40
34,4
28,6 Patuh
30
Tidak Patuh
20
10

0
Tinggi Rendah
Pendidikan

Gambar 7. Diagram bar tabulasi silang antara pendidikan dengan kepatuhan


minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
Tahun 2020

Berdasarkan gambar 7 proporsi kepatuhan minum obat berdasarkan

tingkat pendidikan tinggi sebesar 65,6% sedangkan tingkat pendidikan rendah

sebesar 71,4%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai p=0,838 menunjukan

bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan minum

obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Penelitian sejalan dengan penelitian Wulandari dkk. (2020) di Puskesmas

Parongpong Kabupaten Bandung Barat menunjukan bahwa tidak ada hubungan

antarapendidikan dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p=0,224.

Pendidikan merupakan bentuk upaya dalam berperilaku kondusif bagi

kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka semakin mudah menerima informasi yang berdampak pada tingginya

pengetahuan yang dimiliki (Makhfudi, 2010). Penelitian ini tidak sejalan dengan

Ulfah, Windyaningsih, Abidin, dan Murtiani (2018) di Puskesmas Cipunagara


pada 68 pasien TB Paru menujukan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan

dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p=0,045.

Tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan minum obat

dalam penelitian ini juga didukung oleh penelitian Wulandari (2015) menujukan

bahwa p=0,906 yang berarti tidak terdapat hubunganbermakna antara pendidikan

dengan kepatuhan minum obat.

Pendidikan tidak terdapat hubungan dengan kepatuhan minum obat juga

tidak sejalan dengan Makhfudi (2010) dimana pada penelitian ini tingkat

pendidikan tinggi maupun rendah tidak sepenuhnya dengan mudah menerima

informasi yang berkaitan dengan hasil penelitian bahwa rendahnya tingkat

pengetahuan penderita TB paru . Hal ini disebabkan karena rendahnya

keingintahuan penderita untuk tahu terhadap penyakit TB paru sekaligus terhadap

kepatuhan minum obat.

Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat

Hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat pada penderita

TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat dilihat pada

gambar 8.
90
79,4
80
70
Proporsi (%)

60
50 53,8
40 46,2
30
20 Patuh
10 20,6 Tidak Pa
0

BekerjaTidak Bekerja
Pekerjaan

Gambar 8. Diagram bar tabulasi silang antara pekerjaan dengan kepatuhan minum
obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Berdasarkan gambar 8 proporsi kepatuhan minum obat berdasarkan

pekerjaan dengan status bekerja sebesar 79,4% sedangkan status tidak bekerja

sebesar 53,8%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai p=0,067 menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan kepatuhan minum

obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Penelitian sejalan dengan penelitian oleh Ariani, Rattu, dan Ratag (2015)

41 responden penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Modayag Kabupaten

Bolaang Mongondow Timur menujukan bahwa tidak terdapat hubungan antara

pekerjaan dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p=0,814. Hal ini

bertentangan dengan penelitian Ulfah dkk (2018) di Puskesmas Cipunagara pada

68 pasien TB Paru menujukan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan dengan

kepatuhan minum obat dengan nilai p=0,043.

Pekerjaan yang memiliki dampak pada munculnya penyakit yaitu faktor

lingkungan yang langsung menimbulkan kesakitan seperti, gas beracun, radiasi,


benda fisik yang membuat accident. Kemudian pekerjaan dengan beban stres

tinggi, ada atau tidaknya gerak tubuh saat bekerja dan tinggal serta berkumpul di

tempat yang relatif kecil dan sempit (Makhfudi, 2010).

Penelitian ini didukung oleh penelitian Wulandari dkk. (2020) di RS

Rumah Sehat Terpadu dengan nilai p=0,133 dan Yuda (2018) di Puskesmas

Tanah Kalikedinding dengan nilai p=0,212 menujukan bahwa tidak terdapat

hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat pada penderita

tuberkulosis paru.

Penelitian ini dan beberapa penelitian sebelumnya menujukan bahwa tidak

terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat, hal ini

disebabkan oleh perbedaan setiap individu dalam keinginan memperoleh

kesembuhan yang berkaitan dengan patuh minum obat.Sesuai dari wawancara

yang dilakukan bahwa penderita TB paru yang bekerja ataupun tidak bekerja

mereka memiliki keinginan kesembuhan yang dibantu oleh pengawas menelan

obat sehingga sebagian penderita bekerja ataupun tidak bekerja meminum obat

dengan rutin tanpa diikuti alasan aktivitas yang sibuk untuk tidak meminum obat.

Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat

Hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat

dilihat pada gambar 9.


90
80,4
80 71,4
70
Proporsi (%)

60
50

40 Patuh
30 28,6
20 19,6 Tidak Patuh
10
0

BaikKurang
Pengetahuan

Gambar 9. Diagram bar tabulasi silang antara pengetahuan dengan kepatuhan


minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
Tahun 2020

Berdasarkan gambar 9 proporsi kepatuhan minum obat berdasarkan

tingkat pengetahuan dengan pengetahuan baik sebesar 28,6% sedangkan

pengetahuan kurang sebesar 80,4%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai

p=0,001 menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli

tahun 2020. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Widianingrum (2017) di

wilayah kerja Puskesmas Perak Timur Surabaya memiliki nilai p=0,000 yang

berati bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Sari, Mubasyiroh, dan Supardi

(2016) di 5 RSUD Jakarta didapat nilai p=0,619 menunjukan bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum

obat.
Penelitian ini sejalan dengan Tukayo, Hardyanti, dan Madeso (2020) di

Puskesmas Waena dengan jumlah sampel 66 orang dengan nilai p=0,043 bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum

obat. Penelitian Wulandari dkk. (2020) di wilayah kerja Puskesmas Parongpong

menjukan bahwa nilai p=0,002 yang berarti bahwa terdapat hubungan bermakna

antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat tuberkulosis. Hal tersebut

berhubungan dengan teori Lawrence Green dalam (Notoatmodjo, 2012) yang

memasukan pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang menjadi

dasar motivasi atau niat seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai sebuah

perilaku patuh dalam pengobatan.

Pengatahuan adalah ranah kognitif yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (over behaviour) (Notoatmodjo, 2012). Dengan demikian

pengetahuan yang baik akan berpengaruh terhadap tindakan yang baik salah

satunya adalah kepatuhan minum obat tuberkulosis paru. Penelitian menunjukan

bahwa pengetahuan yang rendah sebesar 76,7% dan sikap yang baik 65% hal ini

didasari dari keinginan untuk sembuh pasien sangat tinggi, ditemukan dalam

wawancara dengan pasien bahwa pasien sangat ingin sembuh walaupun sebagian

besar tidak mengetahui penyebab penyakit TB paru serta pengetahuan yang

kurang akan penyakit TB paru.

Hubungan antara Sikap Pasien dengan Kepatuhan Minum Obat

Hubungan antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat

dilihat pada gambar 10.


90
79,5
80
70
Proporsi (%)

60
50 52,4
40 47,6
30
20 Patuh
10 Tidak Patuh
0 20,5

BaikKurang
Sikap Pasien

Gambar 10. Diagram bar tabulasi silang antara sikap pasien dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
Tahun 2020

Berdasarkan gambar 10 proporsi kepatuhan minum obat berdasarkan sikap

pasien dengan sikap pasien yang baik sebesar 79,5% sedangkan sikap pasien yang

kurang sebesar 47,6%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai p=0,025

menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara sikap pasien dengan

kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli tahun

2020. Hal ini sesuai dengan teori Lawrence Green dalam (Notoatmodjo,

2012)dimana sikap merupakan salah satu faktor predisposisi yang menjadi dasar

motivasi atau niat seseorang melakukan sesuatu, salah satunya berupa patuh

dalam minum obat.

Penelitian tidak sejalan dengan Yuda (2018) di Puskesmas Tanah

Kalidinding dengan nilai p=0,073 yang menujukan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara sikap pasien dengan kepatuhan minum obat.
Penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariani dkk.

(2015) di wilayah kerja Puskesmas Modayang Kabupaten Bolaang Mongondow

Timur menunjukan bahwa nilai p=0,005 yang berarti bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan minum obat. Hal ini sejalan oleh

penelitian Octavienty, Hafiz, dan Khairani (2019) di UPT Puskesmas Simalingkar

Kota Medan dengan 42 responden menujukan nilai p=0,002 dengan demikian

bahwa terdapat hubungan bermakna antara sikap dengan kepatuhan minum obat.

Pada penelitian Tukayo dkk. (2020) di Puskesmas Waena ditemukan nilai

p=0,014 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap

pasien dengan kepatuhan minum obat.

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu objek. Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu (Notoatmodjo, 2012). Dengan demikian sikap dapat

mempengaruhi kesiapan pasien untuk bereaksi dalam patuh minum obat

tuberkulosis di Puskesmas Medan Deli.

Hubungan antara Motivasi Pasien dengan Kepatuhan Minum Obat

Hubungan antara motivasi pasien dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat

dilihat pada gambar 11.


9084,2
80
70
Proporsi (%)

59,1
60

50
40,9
40
30 Patuh
20 Tidak Patuh
10 15,8
0

BaikKurang
Motivasi Pasien

Gambar 11. Diagram bar tabulasi silang antara motivasi pasien dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli
Tahun 2020

Berdasarkan gambar 11 proporsi kepatuhan minum obat berdasarkan

motivasi pasien dengan motivasi pasien yang baik sebesar 84,2% sedangkan

motivasi kurang sebesar 40,9%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai

p=0,001 menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara motivasi pasien

dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas Medan Deli

tahun 2020.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fitriani, Sinaga, dan Syahran

(2019) di Puskesmas Pasundan Kota Samarinda pada 31 responden menujukan

bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara motivasi dengan kepatuhan

minum obat dengan nilai p=0,057.

Hal ini sejalan dengan teori Lawrence Green dalam (Notoatmodjo, 2012)

dimana motivasi merupakan salah satu faktor predisposisi yang menjadi dasar niat

seseorang melakukan sesuatu salah satunya berupa patuh dalam minum obat.
Penelitian sejalan dengan Widianingrum (2017) di wilayah kerja Puskesmas Perak

Timur Surabaya terdapat nilai p=0,000 menujukan bahwa terdapat hubungan

motivasi dengan kepatuhan minum obat. Penelitian Gurning dan Manoppo (2019)

di Poli TB RSUD Scholoo Keyen dengan 105 responden menunjukan bahwa nilai

p=0,001yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dengan

kepatuhan minum obat.

Motivasi adalah persyaratan utama untuk masyarakat berpartisipasi. Tanpa

motivasi masyarakat sulit untuk untuk berpartisipasi di segala program. Motivasi

muncul harus dari masyarakat itu sendiri (Notoatmodjo, 2012). Dengan demikian

motivasi pasien merupakan bentuk persyaratan dalam partisipasi untuk terus patuh

terhadap pengobatan maupun keteraturan minum obat tuberkulosis paru.

Hubungan antara Dukungan Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Minum

Obat

Hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan minum

obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

dapat dilihat pada gambar 12.


80
69,1
70
60
Proporsi (%)

60
50
40
40
30,9
Patuh
30
Tidak Patuh
20
10

0
Baik Kurang
Dukungan Petugas Kesehatan

Gambar 12. Diagram bar tabulasi silang antara dukungan petugas kesehatan
dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja
Puskesmas Medan Deli Tahun 2020

Berdasarkan gambar 12 proporsi kepatuhan minum obat berdasarkan

dukungan petugas kesehatan dengan dukungan yang baik sebesar 69,1%

sedangkan dukungan yang kurang sebesar 60%. Berdasarkan uji chi-square

diperoleh nilai p=1,000 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna

antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat pada penderita

TB paru di Puskesmas Medan Deli tahun 2020.

Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Fadhila dan Gustin (2019) di

wilayah kerja Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman ditemukan bahwa nilai

p=0,469 menujukan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat.

Dukungan petugas kesehatan adalah dukungan atau motivasi petugas

kesehatan saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien (Notoatmodjo,

2012). Penelitian ini tidak sejalan dengn teori Lawrence Greendalam


(Notoatmodjo, 2012) dimana dukungan petugas kesehatan merupakan faktor

pendorong (reinforcing) sebagai faktor yang memperkuat atau mendorong

terjadinya perilaku patuh minum obat.

Tidak ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan

minum obat dalam penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Widiastutik, Makhfudli, dan Wahyuni (2020) di salah satu Puskesmas Kota

Surabaya sebanyak 69 responden ditemukan bahwa nilai p=1,000 menujukan

bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan

kepatuhan minum obat.

Dukungan petugas kesehatan tidak terdapat hubungan dengan kepatuhan

minum obat, sementara ditemukan tingginya dukungan yang baik dari petugas

kesehatan sebesar 91,7%. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dan

pengamatan peneliti selama penelitian berlangsung yang disebabkan dari rasa

ingin tahu pasien terhadap penyakit tuberkulosis paru sangat rendah sehingga

pasien tidak menerima informasi dengan baik saat petugas memberikan edukasi

serta motivasi perihal tuberkulosis paru yang berkaitan dengan kepatuhan minum

obat.

Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat

Hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 dapat

dilihat pada gambar 13.


90 84,8
80
70
Proporsi (%)

60 51,9
50 48,1
40
30 Patuh
20 Tidak Patuh
10 15,2
0

BaikKurang
Dukungan keluarga

Gambar 13. Diagram bar tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas
Medan Deli Tahun 2020

Berdasarkan gambar 13 proporsi kepatuhan minum obat berdasarkan

dukungan keluarga dengan dukungan yang baik sebesar 84,8% sedangkan

dukungan yang kurang sebesar 48,1%. Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai

p=0,006 menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara dukungan

keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di Puskesmas

Medan Deli tahun 2020. Dukungan keluarga berkaitan dengan status PMO pada

penderita TB parupada penelitian ditemukan bahwa terdapat 10% (6 orang) tidak

memiliki PMO, hal ini didasari oleh hilangnya informasi mengenai PMO di

pertengahan pengobatan yang awalnya PMO sudah terdaftar di Puskesmas.

Adapun hal yang mendasari adalah putusnya status hubungan penderita dengan

PMO seperti perceraian atau ketidak pedulian keluarga terhadap pasien sehingga

penderita menganggap tidak memiliki PMO.Penelitian tidak sejalan dengan

penelitian oleh Ulfah (2011) di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Kota


Tanggerang Selatan ditemukan nilaip=1,000 menunjukan bahwa tidak terdapat

hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat.Penelitian ini

sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya oleh Netty, Kasman, dan Ayu

(2018) di wilayah kerja UPT Puskesmas Martapura 1 dengan nilai p=0,019

menujukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat. Penelitian oleh Siregar, Siagian, dan Effendy (2019) di

Kabupaten Tapanuli Utara ditemukan nilai p=0,002 yang menunjukan bahwa

terdapat hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat. Hal inijuga sejalan degan penelitian oleh Herawati dkk. (2020) di UPT

Puskesmas Kejaksaan Kota Cirebon dimana ditemukan nilai p=0,007 menujukan

bahwa terdapat hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat.

Dukungan keluarga adalah dukungan atau motivasi yang diberikan

keluarga kepada pasien selama pengobatan baik moril maupun materil

(Notoatmodjo,2012). Dengan adanya dukungan keluarga membuat pasien

tuberkulosis paru untuk lebih patuh dalam menjalani pengobatan dengan patuh

minum obat tuberkulosis paru.Pada penelitian ini ditemukan tingginya dukungan

keluarga yang baik dengan kepatuhan minum obat sebesar 84,8%, hal ini

disebabkan oleh rasa nyaman dan menambah percaya diri dalam menjalani

pengobatan karena penderita diberi dukungan yang baik oleh keluarga. Dukungan

keluarga juga menyebabkan pasien merasa lebih diperhatikan, dihormati,

dandibantu sehingga penderita tidak merasa sendiri terbebani dengan penyakit

yang dideritanya.
Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun

demikian masih terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian yaitu:

1. Sampel dalam penelitian berjumlah sedikit yaitu sama dengan populasi

sebesar 60 orang yang menderita tuberkulosis paru yang telah menjalani

minimal 3 bulan pengobatan.

2. Kesulitan dalam menemukan alamat responden karena responden

berpindah-pindah tempat tinggal dan adanya responden yang menolak

untuk diwawancarai.

3. Wilayah kerja puskesmas yang cukup besar membuat lamanya waktu

penelitian untuk menemukan alamat responden.

4. Hambatan lainnya yaitu masa pandemi Covid 19 yang menyebabkan

proses administrasi serta pengumpulan data yang lama dikarenakan jadwal

pasien yang seharusnya datang setiap hari selasa (TB Day) diubah

menjadi satu bulan sekali kunjungan ke Puskesmas.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Proporsi Kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah

kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020 adalah sebesar 68,3%.

2. Distibusi proporsi penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli

tahun 2020 lebih tinggi pada kelompok umur produktif (15-64 tahun) sebesar

83,5%, jenis kelamin laki-laki sebesar 61,7%, tingkat pendidikan tinggi

sebesar 53,3%, status pekerjaan dengan status bekerja sebesar 56,7%,

pengawas menelan obat yang memiliki PMO sebesar 90%, motivasi pasien

yang baik sebesar 63,3%, sikap pasien yang baik sebesar 65%, pengetahuan

yang kurang sebesar 76,7%, dukungan petugas kesehatan yang baik sebesar

91,7%, dukungan keluarga yang baik sebesar 55%, dan status pengawas

menelan obat tertinggi pada status istri sebesar 33,3%.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap pasien,

motivasi pasien, dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada

penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli.

4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, dan dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan

minum obat pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas

Medan Deli.

77

Universitas Sumatera Utara


78

Saran

1. Bagi penderita TB paru agar tetap patuh dalam mengkonsusmsi obat secara

teratur dangan jadwal yang sudah ditetapkan oleh petugas kesehatan.

2. Kepada Puskesmas Medan Deli diharapkan melakukan penyuluhan rutin

terhadap pasien TB paru saat TB day untuk memberi informasi mengenai TB

paru dan pentingnya patuh dalam minum obat TB paru, dengan demikian

pengetahuan pasien akan meningkat. Diharapakan agar petugas membuat

pengingat kepada PMO berupa short message atau whatsapp group sebagai

pengingat minum obat serta media edukasi. Selanjutnya kepada petugas

diharapkan untuk follow up kembali status kepemilikan PMO agar kepatuhan

minum obat pada penderita TB paru dapat terus meningkat.

3. Peneliti selanjutnya, diharapkan meneliti variabel lain seperti hubungan

antara PMO dengan kepatuhan minum obat dan efek samping obat, serta

menggunakan desain penelitian yang berbeda seperti cohort atau case

control.

Universitas Sumatera Utara


Daftar Pustaka

Aditama, T.J. (2002). Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya (Edisi ke-
4.). Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Ariani, N.W., Rattu, A.J.M., & Ratag, B. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan keteraturan minum obat penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja
Puskesmas Modayang Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. JIKMU,
5(1). Diakses dari file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor
%20berhub%20dgn%20kepatuhan/7184-14344-1-PB%20(1).pdf
Arifin, S., Muhyi, R., Setyaningrum, R., Rahman, F., & Marlinae, L. (2017).
Development indicators TB pulmonary disease healing wetland in the city
banjarmasin (study of swallowing drug assistance program supervisor at
family core DOTS). International Journal Foundation, 8, 15-23. Diakses
dari hhtp://eprints.ulm.ac.id/5595/1/6.pdf
Basra, Hariadi, Muniarti, R. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan minum obat pada penderita TB paru. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Pencerah, 7 (1). Diakses dari file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20
REAL/faktor%20berhub%20dgn%20kepatuhan/42-Article%20Text-62-1-
10-20190412%20(1).pdf
Carrol, K.C., Hobden, J.A., Miller, S., Morse, S.A., Mietzner, T.A., Detrick, B.,
Mitchell, T.G., McKerrow, J.H., ... Sakarni, J.A. (Ed). (2018). Mikrobiologi
kedokteran Jawezt,Melnick, & Adelberg (Edisi ke-27.). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran.
Crofton, J., Horne, N., & Miller, Fred. (Ed.). (2002). Klinikal tuberkulosis (Edisi
ke-2.). Jakarta: Widya Medika.
Dinas Kesehatan Kota Medan. (2018). Pencapaian penanggulangan TB 2018 di
Kota Medan. Anonim
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Dinkes Provsu). (2018). Profil
kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017. Diakses dari
https://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVI
NSI_2017/02_Sumut_2017.pdf
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Dinkes Provsu). (2015). Profil
kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014. Diakses dari
http://diskes.sumutprov.go.id

Effendy. (2006). Keperawatan keluarga. Jakarta: EGC

79

Universitas Sumatera Utara


80

Fadhila, Ainun., & Gustin, R.K. (2019). Kepatuhan penderita tuberkulosis paru
dalam menjalani pengobatan. Jurnal Kesehatan. 10(01), 47-52. Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/384-1312-2-PB.pdf
Fitriani, N.E., Syahran, A., & Sinaga, T. (2019). Hubungan antara pengetahuan,
motivasi pasien dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis (OAT) pada penderita penyakit TB paru BTA (+) di Puskesmas
Pasundan Kota Samarinda. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(2). Diakses
dari
https://www.researchgate.net/publication/339625685_Hubungan_Antara_Pe
ngetahuan_Motivasi_Pasien_dan_Dukungan_Keluarga_Terhadap_Kepatuha
n_Minum_Obat_Anti_Tuberkulosis_OAT_Pada_Penderita_Penyakit_TB_P
aru_BTA_di_Puskesmas_Pasundan_Kota_Samarinda
Gurning, M., & Manoppo,I.A. (2019). Hubungan pengetahuan dan motivasi
dengan kepatuhan minum obat pada pasien TBC paru di poli TB RSUD
Scholoo Keyen. Wellness and Healthy Magazine, 1(1), 41-47. Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/6-11-2-PB.pdf
Herawati, C., Abdurakhman, R.N., & Rundamintasih, N. (2020). Peran dukungan
keluarga, petugas kesehatan, dan perceived stigma dalam meningkatkan
kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 15(1), 19-23. Diakses dari file:///D:/SKRIPSI
%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/cucu%20herawati%202019%20duk%20ptgs.pdf
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2018, 23 September). Sistem
zonasi jadi landasan wajib belajar 12 tahun. Diakses 23 Feruari 2020, dari
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/09/mendikbud-sistem-zonasi-
jadi-landasan-wajib-belajar-12-tahun
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Pusat Data dan Informasi Tahun 2018.
Diakses dari https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin
/infodatin/infodatin-tuberkulosis-2018.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018.
Diakses dari https://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2018.pdf
Netty, Kasman, & Ayu, A.D. (2018). Hubungan peran petugas dan dukungan
keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis
(TB) paru BTA (+) di Wilayah Kerja UPT.Puskesmas Martapura. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 5(1), 45-50. Diakses dari file:///D:/SKRIPSI
%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/1728-3760-1-PB.pdf

Universitas Sumatera Utara


Makhfudi. (2010). Faktor yang mempengaruhi konversi BTA pada pasien
tuberkulosis paru dengan strategi DOTS kategori 1 di Puskesmas Pegirian
Kecamatan Senampir Kota Surabaya (Disertasi, Universitas Airlangga).
Diakses dari https://fk.unair.ac.id/archives/2012/04/09/faktor-yang-
mempengaruhi-konversi-bta-pada-pasien-tuberkulosis-paru-dengan-strategi-
dots-kategori-1-di-puskesmas-pegirian-kecamatan-semampir-kota-
surabaya.html
Niven, N. (2008) Psikologi Kesehatan : Pengantar uuntuk perawat dan profesional
(Edisi ke-2). Jakarta: EGC
Noor, N.N. (2013). Pengantar epidemiologi 9 penyakit menular. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku (Edisi revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Octavienty, Hafiz, & I., Khairani, T.N. (2019). Hubungan tingkat pengetahuan
terhadap kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru (TB) di UPT
Puskesmas Simalingkar Medan. Jurnal Dunia Farmasi, 3(3), 123-130).
Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/penge%20Octavienty%202019.pdf
Pare, A, L. Hubungan antara pekerjaan, PMO, pelayanan kesehatan, dukungan
keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat (Skripsi, Universitas
Hasanuddin). Diakses dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3282/HUBUNGA
N%20ANTARA%20PEKERJAAN,%20PMO,%20PELAYANAN%20KES
EHATAN,%20%20DUKUNGAN%20KELUARGA%20DAN%20DISKRI
MINASI%20DENGAN%20PERILAKU%20BEROBAT%20PASIEN%20T
B%20PARU.pdf?sequence=1
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang
penanggulangan tuberkulosis.
Prayogo, A, H, E. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum
obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Pamulang
Kota Tanggerang Selatan Provinsi Banten Periode Januari 2013 (Skripsi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Diakses dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26334/1/Akhmad
%20Hudan%20Eka%20Prayogo-fkik.pdf
Profil Puskesmas Medan Deli Tahun 2020
Rismalinda. (2017). Psikologi kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.
Rojali, & Noviatuzzahrah. (2018). Faktor risiko kepatuhan pengobatan pada
penderita TB paru BTA positif. Jurnal Kesehatan, 9(1), 70-79. Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/754-2875-1-PB.pdf
Sari, I.D., Mubasyiroh, R., & Supardi, S. (2016). Hubungan pengetahuan dan
sikap dengan kepatuhan berobat pada pasien TB paru yang rawat jalan di
Jakarta Tahun 2014. Media Litbangkes. 26(4), 243-248.Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/sari,mubasyiroh,supardi%20penge%20tdk%20hub.pdf
Selamet, B. (2007). Psikologi umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., Simardibata, M., Setiyohadi, B., & Syam,A.F.
(2014). Ilmu penyakit dalam (Edisis ke-6). Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam.
Siregar, I., Siagian, P., & Effendy, E. (2019). Dukungan keluarga meningkatkan
kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di Kabupaten
Tapanuli Utara. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 30(4), 309-312. Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/duk%20kel%202019.pdf
Slanga, P. (2015). Hubungan pengetahuan, sikap, dan penyuluhan dengan
kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di Poliklinik DOTS
BLUD (Skripsi Universitas Syiah Kuala). Diakses dari
https://etd.unsyiah.ac.id/baca/index.php?id=18035&page=68

Tokayo, I.J.H., Hardyanti, S., & Madeso, M.S. (2020). Faktor yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada pasien
tuberkulosis paru di Puskesmas Waena. Jurnal Keperawatan Tropis Papua,
03(01), 145-150. Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/tukayo%20pengethn,sikap,%20sikapptg,%20duk%20kel%2
02020.pdf

Ulfah, Windiyaningsih, C., Abidin, Z., & Murtiani, F. (2018). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru.
The Indonesian Journal of Infectious Diseases, 4(1). Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/fak%20berhub%20dg%20kep%202018.pdf

Ulfah, M. (2011). Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat


pada pasien tuberkulosis (TBC) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang
Kota Tanggerang Selatan Tahun 2011 (Skripsi, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta). Diakses dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25594/1/MARIA
%20ULFAH-FKIK.pdf
Widari, N. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan
penderita TB paru di Puskesmas Kecamatan Beringin Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2016 (Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/62614

Widianingrum, T, R. (2017). Hubungan pengetahuan dan motivasi dengan


kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada pasien TB di wilayah Kerja
Puskesmas Perak Timur Surabaya (Skripsi, Universitas Airlangga). Diakses
dari http://repository.unair.ac.id/77638/2/full%20text.pdf
Widiastutik, G.K., Makhfudli, M., & Wahyuni, S.D. (2020). Hubungan dukungan
keluarga, kader, dan petugas kesehatan dengan kepatuhan berobat penderita
TB paru. Indonesian Journal of Community Health Nursing,5(1), 41-47.
Diakses dari
file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub%20dgn
%20kepatuhan/tdk%20berhub%20peran%20petugas.pdf
World Health Organization. (Ed.). (2002). Tuberculosis epidemiology and control
(Edisi ke-1.). New Delhi, India: Regional Office for South-East Asia.
World Health Organization. (2011). Guidelines for the programmatic management
of drug-resistant tuberculosis. Diakses dari
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44597/9789241501583_en
g.pdf;jsessionid=0EA2DC23ABB3525C734BE18E302FB8EA?sequence=1
World Health Organization. (2019). Global tuberculosis report 2019. Geneva,
Switzerland. Diakses dari
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329368/9789241565714-
eng.pdf?ua=1
World Health Organization.(2019). Tuberculosis country profiles 2019. Geneva,
Switzerland. Diakses dari
https://extranet.who.int/sree/Reports?op=Replet&name=%2FWHO_HQ_Re
ports%2FG2%2FPROD%2FEXT%2FTBCountryProfile&ISO2=ID&LAN=
EN&outtype=pdf
Wulandari, I.S.M., Rantung, J., & Malinti, E. (2020). Faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan minum obat pasien TBC di Wilayah Kerja Puskesmas
Parongpong. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 5(1), 128-134. Diakses
dari file:///D:/SKRIPSI%20final/SKRIPSI%20REAL/faktor%20berhub
%20dgn
%20kepatuhan/wulandari,rantung,malinti.pdf
Wulandari, D, H (2015). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan pasien tuberkulosis paru tahap lanjutan untuk minum obat di RS
Rumah Sehat Terpadu Tahun 2015 (Tesis, Universitas Indonesia). Diakses
dari http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/download/2186/724
Yuda, A, A. (2018). Hubungan karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan
penderita tuberkulosis paru dengan kepatuhan minum obat di Puskesmas
Tanah Kalikedinding (Skripsi, Universitas Airlangga). Diakses dari
http://repository.unair.ac.id/85196/4/full%20text.pdf
Zubaidah, T., & Setyaningrum, R. Karakteristik penderita TB paru pengguna obat
anti tuberkulosis (OAT) Di Indonesia. 2, pp. 51-56.
doi:http://dx.doi.org/10.20527/jpkmi.v2i1.2710
Lampiran

Lampiran 1: Imformed Consent

INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)

Pada responden di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli yang terhormat.


Saya Ella Anggraini mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan
ini saya akan melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru
di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli Tahun 2020. Manfaat penelitian ini
adalah diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, motivasi, dukungan
dan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis sehingga dapat meningkatkan
kesembuhan TB dan dapat meningkatkan status kesehatan pasien. Untuk
keperluan di atas saya mohon kesediaan responden untuk bersedia mengisi
kuesioner.
Saya menjamin kerahasiaan dan identitas diri semua data yang
dikumpulkan. Informasi yang diberikan digunakan sebagai sarana untuk
peningkatan keberhasilan pengobatan TB dan tidak ada maksud lain.
Bapak/Ibu/saudara berhak untuk mengundurkan diri apabila tidak berkenan
menjadi responden penelitian.
Sebagai bukti kesediaan Bapak/Ibu/Saudara menjadi responden dalam
penelitian ini, saya mohon kesediannya untuk menandatangaani persetujuan yang
telah saya siapkan. Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara dalam penelitian ini sangat saya
hargai.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa
tekanan dari pihak manapun.
Medan, Juli 2020
Peneliti Responden

(Ella Anggraini) (.............................)

85
Universitas Sumatera Utara
86

Lampiran 2 : Kuesioner

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN

MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS MEDAN DELI TAHUN 2020

No.Responden :

Tanggal pengisian :

A. Karakteristik Responden.

1. Nama Responden :
2. Umur : Tahun
3. Jenis Kelamin :
1. Laki-laki
2. Perempuan
4. Pendidikan Terakhir :
1. Tidak tamat SD
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Akademi/Sarjana
5. Pekerjaan
: 1. Bekerja (.......................)
2. Tidak Bekerja

B. Pengawas Menelan Obat


1. Apakah ada yang mengawasi anda mennelan obat (PMO)?
a. Ada
b. Tidak
2. Siapakah yang menjadi PMO anda? (...............................................)

C. Pengetahuan Penderita Paru TB Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru


Petunjuk Pengisian
a. Bacalah dengan sebaik-baiknya setiap pertanyaan dan setiap jawaban
yang diberikan.
b. Pilih jawaban yang aling sesuai menurut anda dan berikan tanda
silang (x) pada salah satu jawaban yang menurut anda benar
c. Penilaian : Jawaban benar nilai 1
Jawaban salah nilai 0

Universitas Sumatera Utara


1. Menurut Anda apa yang dimaksud dengan penyakit TB Paru?
a. Penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang paru dan masih
bisa disembuhkan
b. Penyakit batuk berdarah yang disebabkan karena keturunan
c. Penyakit yag disebabkan karena guna-guna
2. Apakah penyebab penyakit TB paru?
a. Bakteri Mycobacterium tuberculosis
b. Merokok, kelelahan dan pola makan yang tidak teratur
c. Tidak tahu
3. Menurut Anda mengapa harus periksa dahak sebanyak tiga kali di awal pengobatan?
a. Untuk memastikan bahwa orang tersebut sakit TB atau tidak
b. Untuk membersihkan tenggorokan dari kotoran
c. Untuk membuat dahak jadi lebih bersih
4. Apakah Anda mengetahui berapa jumlah butir obat untuk setiap kali minum?
a. 5 butir
b. 4 butir
c. 3 butir
5. Tahap apa sajakah yang terdapat dalam pengobatan TB Paru yang Anda Ketahui?
a. Tahap awal dan tahap lanjutan
b. Tahap awal dan tahap intensif
c. Tahap pendiagnosaan, tahap awal, dan tahap akhir
6. Berapa lama total pengobatan TB paru yang Anda ketahui?
a. Pengobatan selama 8 bulan disertai minum obat secara teratur
b. Pengobatan selama 2 bulan disertai suntik obat secara teratur
c. Lama pengobatan tidak pasti
7. Apakah akibatnya jika obat TB tidak diminum secara teratur hingga habis?
a. Bakteri menjadi kebalterhadap obat dan penyakit tidak sembuh serta dapat
menuar
b. Penyakit dapat sembuh dengan sendirinya
c. Tidak ada akibatnya
8. Menurut Anda langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan TB
Paru?
a. Menggunakan masker saat berada di luar ruangan dan tidak meludah
sembarangan
b. Mengonsumsi makanan berkuaitas tinggi dan memiliki harga jual yang tinggi
c. Tidak merokok di sembarangan tempat
9. Menurut anda apa pentingnya minum obat secara teratur?
a. Agar cepat sembuh dari TB dan mencegah penyakit untuk bertambah parah
b. Agar tidak menularkan penyakit TB ke orang sekitar
c. Untuk menghilangkan gejala batuk-batuk
10. Menurut Anda apa manfaat dari pemeriksaan dahak dan photo rontgen ?
a. Untuk memastikan status penyakit TB paru, memantau kemajuan pengobatan dan
memastikan kesembuhan
b. Untuk membakar kuman penyakit TB
c. Tidak ada manfaatnya
D. Sikap Penderita.
a. Pilih salah satu jawaban yang paling
sesuai dengan pendapat saudara
b. Berikan tanda contreng (√) pada
jawaban yang anda pilih

No Pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat


Setuju Setuju Tidak
setuju
1. P enyakit TB paru masih dapat
disembuhkan apabila pengobatan yang
disiplin dan teratur
2. Saya yakin pengobatan yang saya
jalani bermanfaat bagi hidup saya

3. Walaupun efek samping OAT sangat


tidak nyaman, saya akan tetap
melakukan terapi obat
4. Walaupun tidak ada PMO, saya akan
tetap meminum OAT

5. Penyakit TB paru saya akan bertambah


parah apabila saya sering lupa minum
obat

6. Pada tahap awal pengobatan, obat


harus diminum setiap hari selama 2-3
bulan

7. OAT harus diminum sebanyak 3x


seminggu selama 4 – 5 bulan pada
tahap pengobatan lanjutan
E. Motivasi Pasien
Isilah tabel di bawah ini dengan memberi tanda centang (√) dalam salah satu
opsi jawaban di sampingngya!
Keterangan
1. SS : Sangat Setuju
2. S : Setuju
3. TS : Tidak Setuju
4. STS : Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan SS S TS STS
1. Minum obat secara terus menerus
dengan membutuhkan waktu yang
lama membuat saya merasa bosan dan
malas untuk minum obat
2. Kondisi saya menjadi lebih baik
dengan minum obat secara teratur
3. Minum obat anti tuberkulosis
berfungsi untuk meredakan batuk saja

4. Penyakit TB harus dihilangkan dari


tubuh saya agar saya bisa sembuh

5. Saya menyadari bahwa untuk


mencapai kesembuhan saya harus
minum obat dengan rutin

6. Saya tidak akan berhenti minum obat


sesuai aturan sampai dokter
menyatakan saya sembuh
7. Pengobatan yang dilakukan selama ini
tidak memberikan hasil apapun

8. Efek samping dari obat membuat


malas untuk minum obat

9. Setelah diberi penjelasan tentang lama


pengobatan, saya tidak yakin kalau
saya mampu berobat sampai 6 bulan
10. Saya merasa tidak nyaman minum obat
setiap hari
F. Dukungan Petugas Kesehatan
Berilah tanda ceklist (√) pada kolom dibawah ini, sesuai dengan apa yang
anda rasakan.

No Pernyataan Selalu Jarang Tidak


Pernah
1. Petugas memberikan penyuluhan tentang TB
dengan baik di Puskesmas maupun di
lapangan
2. Petugas pernah menanyakan
keadaan/kemajuann yang saudara/i rasakan
selama pengobatan
3. Petugas memberikanpenjelasan tentang
pentingnya menjalani pengobatan secara
teratur hingga tuntas
4. Petugas menganjurkan anda supaya minum
obat secara teratur
5. Petugas pernah mengingatkan saudara ketika
lupa mengambil obat

6. Petugas memberikan semangat /motivasi


kepada anda agar cepat sembuh

G. Dukungan Keluarga
Berilah tanda ceklist (√) pada kolom dibawah ini, sesuai dengan apa yang
anda rasakan.

No Pernyataan Selalu Jarang Tidak


Pernah
1. Mengambilkan obat bila saya tidak bisa ambil
sendiri
2. Mendorong saya untuk sembuh dan patuh
dalam pengobatan
3. Mengantar berobat jika saya tidak bisa datang
sendiri
4. Mengingatkan minum obat bila saya lupa

5. Menemani saya saat minum obat

6. Mau mendengarkan keluh kesah saya

7. Membantu membacakan dosis bila saya tidak


mampu
8. Menyediakan obat dalam sebuah wadah bila
saya tidak mampu
H. Kepatuhan Minum Obat
Berilah tanda ceklist (√) pada kolom dibawah ini, sesuai dengan apa yang
anda rasakan

No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah anda pernah lupa untuk minum obat?

2. Apakah anda pernah melewatkan jadwal pengambilan


obat untuk alasan lain selain melupakan?

3. Apakah anda pernah mengurangi atau berhenti minum


obat tanpamemberitahu dokter karena anda merasa
lebih buruk ketika andameminumnya ?

4. Ketika anda berpergian atau meninggalkan rumah,


apakah anda pernah lupa untuk membawa obat anda ?

5. Apakah anda pernah berhenti minum obat saat tidak


ada gejala?

6. Ketika anda merasa seperti gejala efek samping,


apakah anda berhenti meminum obat anda ?

7. Minum obat setiap hari adalah ketidaknyamanan untuk


beberapa orang, apakah anda merasa terganggu pada
masa pengobatan ?
8. Apakah anda pernah kesal dengan rencana pengobatan
anda yang lama?
92

Lampiran 3. Master Data

No.
U UK JK Pd Pk PM PMK Klpd PrKp Kp ToP Pe ToS S ToM M PrDp DP Pr DK DK
R
1 41 1 1 4 1 1 2 1 75 1 6 2 17 1 70 1 83 1 92 1
2 48 1 1 4 1 1 2 1 88 1 6 2 15 1 73 1 78 1 75 1
3 10 2 1 1 2 1 3 2 50 2 6 2 14 2 70 1 89 1 100 1
4 11 2 2 2 2 1 3 2 63 2 6 2 13 2 75 1 89 1 100 1
5 78 2 1 4 2 1 4 1 88 1 6 2 14 2 70 1 83 1 100 1
6 47 1 1 4 1 1 2 1 75 1 6 2 15 1 73 1 89 1 79 1
7 47 1 2 3 1 1 1 2 88 1 7 1 18 1 73 1 78 1 83 1
8 40 1 1 4 1 1 2 1 88 1 6 2 14 2 80 1 72 1 79 1
9 43 1 2 4 1 1 1 1 75 1 6 2 13 2 75 1 89 1 75 1
10 54 1 1 3 1 1 2 2 88 1 7 1 16 1 75 1 89 1 75 1
11 18 1 1 4 2 1 3 1 75 1 6 2 14 2 73 1 89 1 100 1
12 47 1 2 4 2 1 4 1 75 1 7 1 21 1 70 1 89 1 67 2
13 22 1 1 4 2 1 3 1 63 2 9 1 28 1 78 1 61 2 58 2
14 61 1 1 2 2 1 2 2 88 1 3 2 20 1 70 1 61 2 71 1
15 29 1 1 4 1 1 2 1 75 1 10 1 14 2 78 1 89 1 83 1
16 13 2 2 3 2 1 3 2 75 1 5 2 12 2 55 2 89 1 79 1
17 40 1 2 3 2 1 1 2 88 1 5 2 12 2 75 1 78 1 79 1
18 24 1 1 4 1 1 2 1 88 1 6 2 14 2 80 1 72 1 83 1
19 52 1 1 3 1 1 2 2 88 1 5 2 21 1 80 1 89 1 79 1
20 57 1 2 3 1 1 4 2 50 2 6 2 14 2 75 1 89 1 67 2
21 20 1 1 4 2 1 3 1 38 2 8 1 13 2 60 2 94 1 67 2
22 17 1 2 3 2 1 3 2 88 1 4 2 16 1 75 1 89 1 71 1

Universitas Sumatera Utara


23 23 1 2 4 1 1 3 1 88 1 6 2 16 1 75 1 83 1 79 1
24 24 1 2 4 1 1 1 1 88 1 5 2 15 1 70 1 89 1 79 1
25 57 1 2 3 1 1 4 2 25 2 5 2 24 1 60 2 89 1 96 1
26 46 1 1 3 1 1 2 2 88 1 5 2 16 1 75 1 72 1 75 1
27 34 1 2 4 1 1 1 1 25 2 8 1 21 1 68 2 83 1 71 1
28 40 1 2 4 1 2 . 1 25 2 6 2 28 1 68 2 72 1 67 2
29 43 1 1 4 1 1 2 1 88 1 4 2 15 1 80 1 83 1 75 1
30 64 1 2 3 2 1 4 2 75 1 6 2 18 1 73 1 94 1 75 1
31 54 1 1 4 1 1 2 1 88 1 6 2 16 1 75 1 89 1 75 1
32 56 1 1 4 1 2 . 1 50 2 3 2 11 2 53 2 89 1 67 2
33 61 1 1 1 2 1 4 2 88 1 5 2 17 1 73 1 89 1 83 1
34 18 1 1 4 1 1 3 1 88 1 6 2 15 1 75 1 67 2 71 1
35 78 2 2 4 2 1 4 1 13 2 9 1 12 2 68 2 89 1 63 2
36 47 1 2 2 1 1 1 2 25 2 5 2 12 2 65 2 50 2 67 2
37 44 1 2 3 2 2 . 2 75 1 6 2 19 1 75 1 83 1 67 2
38 49 1 1 3 1 2 . 2 88 1 4 2 18 1 70 1 61 2 54 2
39 36 1 1 3 1 1 2 2 100 1 6 2 14 2 60 2 89 1 67 2
40 38 1 1 3 1 1 5 2 100 1 6 2 12 2 70 1 83 1 63 2
41 24 1 2 5 2 1 3 1 50 2 9 1 25 1 65 2 72 1 67 2
42 55 1 1 4 2 1 5 1 75 1 6 2 17 1 73 1 89 1 50 2
43 25 1 2 4 2 1 3 1 63 2 8 1 28 1 80 1 78 1 67 2
44 79 2 2 2 2 1 4 2 88 1 5 2 16 1 70 1 78 1 58 2
45 58 1 1 4 2 1 2 1 63 2 3 2 15 1 75 1 78 1 63 2
46 56 1 1 4 1 2 . 1 75 1 6 2 16 1 73 1 89 1 63 2
47 17 1 1 4 2 1 3 1 75 1 4 2 18 1 63 2 78 1 58 2
48 70 2 2 2 2 1 4 2 88 1 5 2 15 1 65 2 89 1 100 1
49 51 1 1 3 1 1 2 2 75 1 6 2 15 1 63 2 72 1 100 1
50 39 1 1 4 1 1 2 1 50 2 7 1 26 1 63 2 83 1 100 1
51 9 2 1 1 2 1 3 2 63 2 8 1 14 2 68 2 78 1 67 2
52 6 2 1 1 2 1 3 2 50 2 8 1 14 2 65 2 78 1 67 2
53 2 2 1 1 2 1 3 2 63 2 8 1 14 2 63 2 78 1 63 2
54 47 1 2 3 1 1 1 2 88 1 6 2 19 1 68 2 89 1 54 2
55 39 1 1 4 1 1 2 1 88 1 6 2 16 1 78 1 89 1 46 2
56 49 1 2 4 2 1 1 1 63 2 6 2 12 2 68 2 78 1 63 2
57 45 1 1 3 1 2 . 2 88 1 5 2 15 1 58 2 72 1 33 2
58 46 1 1 3 1 1 2 2 88 1 4 2 18 1 75 1 83 1 67 2
59 34 1 1 4 1 1 2 1 88 1 4 2 16 1 58 2 78 1 79 1
60 38 1 1 4 1 1 2 1 88 1 5 2 16 1 63 2 78 1 75 1
Master Data Karakteristik Tidak Patuh
No. R U UK JK Pd Pk PM PMK Kel Pd Pr Kp Kp
3 10 2 1 1 2 1 3 2 50 2
4 11 2 2 2 2 1 3 2 63 2
13 22 1 1 4 2 1 3 1 63 2
20 57 1 2 3 1 1 4 2 50 2
21 20 1 1 4 2 1 3 1 38 2
25 57 1 2 3 1 1 4 2 25 2
27 34 1 2 4 1 1 1 1 25 2
28 40 1 2 4 1 2 . 1 25 2
32 56 1 1 4 1 2 . 1 50 2
35 78 2 2 4 2 1 4 1 13 2
36 47 1 2 2 1 1 1 2 25 2
41 24 1 2 5 2 1 3 1 50 2
43 25 1 2 4 2 1 3 1 63 2
45 58 1 1 4 2 1 2 1 63 2
50 39 1 1 4 1 1 2 1 50 2
51 9 2 1 1 2 1 3 2 63 2
52 6 2 1 1 2 1 3 2 50 2
53 2 2 1 1 2 1 3 2 63 2
56 49 1 2 4 2 1 1 1 63 2
KETERNGAN :

No.R :Nomor Responden


U : Umur
UK :Umur Kategorik
JK : Jenis Kelamin
Pd : Pendidikan
Klpd : Kelompok Pendidikan/Tingkat Pendidikan
Pk : Pekerjaan
PM : PMO (Pengawas Menelan Obat)
PMK : PMO kategori/Status kepemilikan PMO
PrKp : Persen Kepatuhan
KP : Kepatuhan (Tingkat Kepatuhan)
ToP : Total nilai pengetahuan
Pe : Pengetahuan (Tingkat Pengetahuan)
ToS : Total nilai Sikap
S : Sikap (Tingkat sikap pasien)
PrM : Persen motivasi
M : Motivasi (Tingkat motivasi pasien)
PrDP : Persen Dukungan Petugas Kesehatan
DP : Dukungan Petugas Kesehatan (Tingkat dukungan petugas)
PrDK : Persen Dukungan Keluarga
DK : Dukungan Keluarga (Tingkat dukungan keluarga)
97

Lampiran 4 : Output Hasil Penelitian

A. Analisis Univariat

Frequency Table
Umur kategori responden (Tahun)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Produktif
Valid 50 83,3 83,3 83,3
Tidak
10 16,7 16,7 100,0
produktif
Total 60 100,0 100,0

Jenis Kelamin Responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 37 61,7 61,7 61,7
Perempuan 23 38,3 38,3 100,0
Total 60 100,0 100,0

TingkatPendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 32 53,3 53,3 53,3
Rendah 28 46,7 46,7 100,0
Total 60 100,0 100,0

Status pekerjaan responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 34 56,7 56,7 56,7
Tidak Bekerja 26 43,3 43,3 100,0
Total 60 100,0 100,0

Pengawas Menelan Obat


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 54 90,0 90,0 90,0
Tidak Ada 6 10,0 10,0 100,0
Total 60 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Status Pengawas Menelan Obat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Suami 8 13,3 14,8 14,8
Istri 20 33,3 37,0 51,9
Orangtua 15 25,0 27,8 79,6
Anak 9 15,0 16,7 96,3
Saudara 2 3,3 3,7 100,0
Total 54 89,9 100,0
Missing System 6 10,1
Total 60 100,0

Kepatuhan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Patuh 41 68,3 68,3 68,3
tidak patuh 19 31,7 31,7 100,0
Total 60 100,0 100,0

Motivasi
Vali Cumulative
Frequency Percent d Percent Percent
Valid Baik 38 63,3 63,3 63,3
Kurang 22 36,7 36,7 100,0
Total 60 100,0 100,0

Sikap
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 39 65,0 65,0 65,0
Kurang 21 35,0 35,0 100,0
Total 60 100,0 100,0

Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 14 23,3 23,3 23,3
Kurang 46 76,7 76,7 100,0
Total 60 100,0 100,0

Duk_Ptgs
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 55 91,7 91,7 91,7
Kurang 5 8,3 8,3 100,0
Total 60 100,0 100,0
Duk_Kel
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 33 55,0 55,0 55,0
Kurang 27 45,0 45,0 100,0
Total 60 100,0 100,0

Master Data Karakteristik Tidak Patuh

Umur kategori responden (Tahun)


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid produktif 13 68,4 68,4 68,4
Tidak produktif 6 31,6 31,6 100,0
Total 19 100,0 100,0

Jenis Kelamin Responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 9 47,4 47,4 47,4
Perempuan 10 52,6 52,6 100,0
Total 19 100,0 100,0

TingkatPendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 11 57,9 57,9 57,9
Rendah 8 42,1 42,1 100,0
Total 19 100,0 100,0

Status pekerjaan responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 7 36,8 36,8 36,8
Tidak Bekerja 12 63,2 63,2 100,0
Total 19 100,0 100,0

Pengawas Menelan Obat


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 17 89,5 89,5 89,5
Tidak Ada 2 10,5 10,5 100,0
Total 19 100,0 100,0
Status Pengawas Menelan Obat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Suami 3 15,8 17,6 17,6
Istri 2 10,5 11,8 29,4
Orangtua 9 47,4 52,9 82,4
Anak 3 15,8 17,6 100,0
Total 17 89,5 100,0
Missing System 2 10,5
Total 19 100,0

B. Analisis Bivariat

Umur kategori responden (Tahun) * Kepatuhan Crosstabulation


Kepatuhan Total
tida
patuh k patuh
patu
h
Umur kategori Produktif Count 37 13 50
responden % within Umur
(Tahun) kategori responden 74,0% 26,0% 100,0%
(Tahun)
Tidak Count 4 6 10
produkti % within Umur
f kategori responden 40,0% 60,0% 100,0%
(Tahun)
Total Count 41 19 60
% within Umur
kategori responden 68,3% 31,7% 100,0%
(Tahun)

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 4,452(b) 1 ,035
Continuity
3,019 1 ,082
Correction(a)
Likelihood Ratio 4,154 1 ,042
Fisher's Exact Test ,059 ,044
Linear-by-Linear
Association 4,378 1 ,036
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,17.
Jenis Kelamin Responden * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
Patuh tidak patuh Patuh
Jenis Kelamin Laki-laki Count 28 9 37
Responden % within Jenis
Kelamin Responden 75,7% 24,3% 100,0%
Perempuan Count 13 10 23
% within Jenis
Kelamin Responden 56,5% 43,5% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Jenis
Kelamin Responden 68,3% 31,7% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 2,405(b) 1 ,121
Continuity
1,601 1 ,206
Correction(a)
Likelihood Ratio 2,373 1 ,123
Fisher's Exact Test ,157 ,103
Linear-by-Linear
Association 2,365 1 ,124
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,28.
TingkatPendidikan * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
Patuh tidak patuh Patuh
TingkatPendidikan Tinggi Count 21 11 32
% within
TingkatPendidikan 65,6% 34,4% 100,0%
Rendah Count 20 8 28
% within
TingkatPendidikan 71,4% 28,6% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within
TingkatPendidikan 68,3% 31,7% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square ,232(b) 1 ,630
Continuity
,042 1 ,838
Correction(a)
Likelihood Ratio ,233 1 ,629
Fisher's Exact Test ,782 ,420
Linear-by-Linear
Association ,229 1 ,633
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,87.
Status pekerjaan responden * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
Patuh tidak patuh patuh
Status pekerjaan Bekerja Count 27 7 34
responden % within Status
pekerjaan responden 79,4% 20,6% 100,0%
Tidak Bekerja Count 14 12 26
% within Status
pekerjaan responden 53,8% 46,2% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Status
pekerjaan responden 68,3% 31,7% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 4,450(b) 1 ,035
Continuity
3,347 1 ,067
Correction(a)
Likelihood Ratio 4,456 1 ,035
Fisher's Exact Test ,051 ,034
Linear-by-Linear
Association 4,376 1 ,036
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,23.
Pengetahuan * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
patuh tidak patuh Patuh
Pengetahuan Baik Count 4 10 14
% within Pengetahuan 28,6% 71,4% 100,0%
Kurang Count 37 9 46
% within Pengetahuan 80,4% 19,6% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Pengetahuan 68,3% 31,7% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 13,342(b) 1 ,000
Continuity
11,053 1 ,001
Correction(a)
Likelihood Ratio 12,691 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear
Association 13,120 1 ,000
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,43.
Sikap * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
patuh tidak patuh Patuh
Sikap Baik Count 31 8 39
% within Sikap 79,5% 20,5% 100,0%
Kurang Count 10 11 21
% within Sikap 47,6% 52,4% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Sikap 68,3% 31,7% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 6,406(b) 1 ,011
Continuity
5,018 1 ,025
Correction(a)
Likelihood Ratio 6,276 1 ,012
Fisher's Exact Test ,019 ,013
Linear-by-Linear
Association 6,300 1 ,012
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,65.

Motivasi * Kepatuhan Crosstabulation


Kepatuhan Total
patuh tidak patuh Patuh
Motivasi Baik Count 32 6 38
% within Motivasi 84,2% 15,8% 100,0%
Kurang Count 9 13 22
% within Motivasi 40,9% 59,1% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Motivasi 68,3% 31,7% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 12,073(b) 1 ,001
Continuity
10,155 1 ,001
Correction(a)
Likelihood Ratio 12,004 1 ,001
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear
Association 11,872 1 ,001
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,97.
Duk_Ptgs * Kepatuhan Crosstabulation
Kepatuhan Total
patuh tidak patuh Patuh
Duk_Ptgs Baik Count 38 17 55
% within Duk_Ptgs 69,1% 30,9% 100,0%
Kurang Count 3 2 5
% within Duk_Ptgs 60,0% 40,0% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Duk_Ptgs 68,3% 31,7% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square ,175(b) 1 ,676
Continuity
,000 1 1,000
Correction(a)
Likelihood Ratio ,169 1 ,681
Fisher's Exact Test ,648 ,510
Linear-by-Linear
Association ,172 1 ,678
N of Valid Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,58.

Duk_Kel * Kepatuhan Crosstabulation


Kepatuhan Total
patuh tidak patuh patuh
Duk_Kel Baik Count 28 5 33
% within Duk_Kel 84,8% 15,2% 100,0%
Kurang Count 13 14 27
% within Duk_Kel 48,1% 51,9% 100,0%
Total Count 41 19 60
% within Duk_Kel 68,3% 31,7% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (1-sided)
Sig. (2-sided)
Pearson Chi-
Square 9,243(b) 1 ,002
Continuity
Correction(a) 7,625 1 ,006
Likelihood
Ratio 9,455 1 ,002
Fisher's Exact
Test ,005 ,003
Linear-by-
Linear Association 9,089 1 ,003
N of Valid
Cases 60
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,55.
Lampiran 5 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Pelaksanaan Penelitian dan Selesai Penelitian
Lampiran 8 : Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai