Abstract: Autism is a behaviorally defined disorder which occurs within the first three years of life
first described by Leo Kanner. Autism is a life-long, complex, and severe disorder. Children with
autism have many common characteristics. Language delay is one of the most significant and serious
characteristics of students with autism. They also often experience abnormal responses to sensations,
relate to people and object in abnormal ways, and have disturbed social skills. The causes of this
disorder are still unknown but researchers have made significant progress. Past theories of blaming
the parents have been replaced by theories about differences in autistic persons neurological and
brain systems. Educating students with autism presents a challenge to special education teachers.
Many effective technologies have been developed to ensure that these students can function
adequately in society. Overcoming stimulus over selectivity and a lack of motivation are just as
important as teaching these students academic skills.
Keywords: autistic children, special education,adequate function
Autisme merupakan kelainan pertumbuhan seumur hidup yang pertama kali didefinisikan oleh
Leo Kanner pada tahun 1943 walaupun ada bukti
bahwa kelainan ini sudah diketahui jauh sebelumnya. Berdasarkan pengamatannya terhadap
11 anak dengan autisme Kanner menemukan beberapa ciri umum, yaitu: extreme autistic aloneness, keinginan yang obsesif untuk mempertahankan kesamaan, kemampuan menghafal
yang luar biasa, dan terbatasnya jenis aktivitas
yang dilakukan secara spontan.
Pada waktu yang hampir bersamaan Hans
Asperger pada tahun 1944 meneliti empat anak
yang menunjukkan kesulitan dalam interaksi
sosial dan hanya memperlihatkan ekspresi wajah
yang terbatas. Ternyata deskripsinya ini mirip
dengan yang dikemukakan oleh Kanner dan keduanya juga menggunakan istilah autistic untuk
menekankan pada masalah utama anak-anak
tersebut, yaitu kecenderungan menarik diri dari
lingkungan sosial, kesulitan dalam reaksi afektif,
minat yang sempit, dan keterbatasan pengunaan
bahasa secara sosial.
Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab pasti dari gangguan autisme ini, sehingga
belum dapat dikembangkan cara pencegahan
maupun penanganan yang tepat. Autisme diperkirakan sebagai gangguan yang disebabkan oleh
faktor psikologis, yaitu pola pengasuhan orang
Gejala Klinis
Manifestasi dari gejala klinis pada anak
dengan autisme berubah dengan berjalannya
waktu dan bahkan membaik. Berikut ini gejala
autisme yang terdapat pada anak (Gillbert dan
Coleman, 2000; Tuchman & Rapin, 2006).
(1) Autisme Pada Bayi.
Pada bayi biasanya ditemukan gejala yang
tidak begitu spesifik seperti kurang inisiatif,
hiperaktivitas, gangguan tidur dan gangguan
makan. Anak mungkin bisa berbicara sampai
umur dua tahun kemudian berhenti. Lima
belas persen anak dengan autisme sering
mengalami kejang pada tahun pertama dan
diduga kejang ini yang menyebabkan
autisme di masa mendatang.
(2) Masa Pra Sekolah
Pada masa ini perilaku austik mulai tampak.
Diagnosis dapat dibuat pada saat anak berusia 30 bulan atau lebih. Gejala tantrum
sering terjadi karena aktivitas yang berulang.
Anak dengan autis tidak mampu berbicara,
tidak menunjukkan ketertarikan bahkan penolakan terhadap anak lain.
(3) Masa Sekolah
Pada adanya pertumbuhan pada stadium ini
anak mulai lebih mudah diatur, kurang
menyendiri dan lebih bisa diajak kerjasama.
Perkembangan kemampuan berbicara juga
berbeda antara satu anak dengan yang lainnya. Sebagian anak bisa berbicara lebih berarti tetapi sebagian masih tetap seperti anak
berusia 3 tahun. Hiperaktivitas mulai menurun begitu juga dengan temper tantrum.
Anak juga sudah bisa tidur sendiri dan tidak
mengganggu yang lain. Disebut juga periode
tenang.
(4) Masa Remaja
Banyak komplikasi terjadi pada anak dengan
autisme pada masa remaja. Sebagian anak
menjadi epilepsi, dua puluh sampai 32
persen menunjukkan kemunduran kognitif
dan tingkah laku, sering diikuti dengan
regresi dan munculnya pola tingkah laku
pada usia pra sekolah (Gillberg & Coleman,
2000). Pubertas akan mengaktifasi gejala
gejala pada anak dengan autisme, sering
menyakiti badan sendiri, hiperaktivitas dan
gelisah. Peningkatan gejala ini dikarenakan
pertumbuhan fisik dan kekuatan menjadi
dewasa dan gejala ini dirasakan lebih tidak
enak pada saat dewasa dibandingkan pad
anak autis pada saat usia mereka masih muda
antara lain adalah kemampuan untuk melakukan sejumlah tugas secara bersamaan,
berpindah-pindah fokus perhatian, membuat
keputusan tingkat tinggi, membuat perencanaan masa depan, dan menghambat respon
yang tidak tepat (Frith, 2003). Kelainan otak
pada anak dengan autisme diduga pada
sirkuit batang otak-serebelum, sistem limbik,
dan sirkuit korteks serebri (Nash, 2002). Para
peneliti berpendapat bahwa pada saat lahir
bayi autistik memiliki ukuran otak yang
normal. Namun setelah mencapai usia dua
atau tiga tahun, ukuran otak mereka membesar melebihi normal, terutama pada lobus
frontalis dan otak kecil, yang disebabkan
oleh pertumbuhan white matter dan gray
matter yang berlebihan. Sementara sel saraf
yang ada lebih sedikit dibandingkan pada
otak normal dan kekuatannya juga lebih
lemah. Kondisi inilah yang tampaknya berkaitan dengan gangguan pada perkembangan
kognitif, bahasa, emosi dan interaksi sosial.
(4) Gangguan Sensorik
Anak dengan autisme memiliki gangguan
pengolahan sensorik (sensory processing
disorder) sehingga muncul tingkah laku
hiperaktif, bermasalah dalam melakukan
gerakan, memiliki tonus otot yang lemah,
dan sulit berkonsentrasi. Gangguan ini memunculkan sekumpulan simtom yang merupakan respon aversif terhadap stimulus
sensorik yang sebenarnya tidak berbahaya
(Kranowitz, 2005). Masalah dalam memproses input sensorik juga menyebabkan
anak dengan autisme menyaring input-input
yang tidak relevan sehingga seringkali gagal
dalam mengolah informasi penting dan cenderung mudah stres dan cemas. Ayres
mengembangkan teori Integrasi Sensorik (IS)
yang mendasarkan pada pemahaman bahwa
sensasi dari lingkungan dicatat dan diinterpretasikan di otak atau susunan saraf pusat.
Sensasi ini kemudian mempengaruhi gerakan
atau respon motorik yang selanjutnya merupakan umpan balik bagi otak (Rydeen,
2001). Terdapat tiga sistem yang dianggap
paling penting dalam perkembangan keterampilan yang kompleks, yaitu vestibular,
proprioseptif, dan taktil. Di samping itu
terdapat pula sistem visual (penglihatan),
auditori (pendengaran), olfaktori (pembau),
dan gustatori (pengecap).
(2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi (minimal 1): (a) keterlambatan perkembangan
bahasa atau tidak bicara sama sekali; (b)
pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan pada kemampuan memulai
atau mempertahankan percakapan dengan
orang lain; (c) penggunaan bahasa yang stereotip, repetitif atau sulit dimengerti; dan (d)
kurangnya kemampuan bermain pura-pura.
(3) Pola-pola repetitif dan stereotip yang kaku
pada tingkah laku, minat dan aktivitas (minimal 1): (a) mempertahankan 1 minat atau
lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan, baik intensitas dan fokusnya; (b)
terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna; (c) Ada gerakangerakan aneh yang khas dan berulang-ulang.
Seringkali sangat terpukau pada bagianbagian tertentu dari suatu benda. Seorang
anak dapat didiagnosis memiliki gangguan
autistik bila simtom-simtom di atas telah
tampak sebelum anak mencapai usia 36
bulan.
secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga target program pertama tersebut menjadi dasar target program
yang kedua, demikian pula selanjutnya.
(d) Konsisten. Dalam pelaksanaan pendidikan
dan terapi perilaku bagi anak autistik,
prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya: apabila anak berperilaku positif
memberi respon positif terhadap susatu
stimulus maka guru pembimbing harus cepat
memberikan respon positif (reward/ penguatan), begitu pula apabila anak berperilaku
negatif. Hal tersebut juga dilakukan dalam
ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam arti
respon yang diberikan harus sesuai dengan
perilaku sebelumnya. Konsisten memiliki
arti tetap, bila diartikan secara bebas konsisten mencakup tetap dalam berbagai hal,
ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing berarti tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak sesuai
dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu anak autistik.
Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah
tetap dalam mempertahankan dan menguasai
kemampuan sesuai dengan stimulan yang
muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten dalam
pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan perlakukan terhadap
anak sesuai dengan program pendidikan
yang telah disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari
generalisasi pembelajaran di sekolah dan di
rumah (Dikdasmen Depdiknas, 2004).
(e) Kontinyu. Pendidikan dan pengajaran bagi
anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Maka,
prinsip pendidikan dan pengajaran yang
berkesinambungan juga mutlak diperlukan
bagi anak autistik. Kontinyu di sini meliputi
kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan
pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi
juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan di
rumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, terapi perilaku dan pendidikan
bagi anak autistik harus dilaksanakan secara
berkesinambungan, simultan dan integral
(menyeluruh dan terpadu).
Greenspan, SI & Wieder, S. 2007. The Developmental Individual-Difference, Relationship-Based (DIR/Floortime) Model Approach to Autism Spectrum Disorder. Clinical
Manual for the Treatment of Autism.
London: American Psychiatric Publishing,
Inc.
Greenspan, SI; Wieder, S. 2007. The Child With
Special Needs:Encouraging Intellectual
and Emotional Growth Reading, MA,
Perseus Books. dalam Clinical Manual for
the Treatment of Autism. London:
American Psychiatric Publishing, Inc.
Kanner, L. 1968.. "Autistic disturbances of
affective contact". Nerv Child 2: 217 50.
"Reprint". Acta Paedopsychiatr 35 (4):
10036.
Kebijakan Kegiatan Prioritas. 2009. Direktorat
Pendidikan Luar Biasa Diknas.
Kranowitz, C. S. 2005 . The out-of-sync child.
Recognizing and coping withsensory
processing disorder. 2nd ed. New York: A
Skylight Press Book.
Leaf, R. & McEachin, J.A. 2008. Work in
Progress: Behavior Management Strategies and Curriculum for Intensive Behavior
Treatment of Autism. in Effective Practices
for Children With Autism, Educational and
Behavioral Support Interventions. New
York: Oxford University Press.
Lindsley, O.R. 2008. The four operant freedom.
in Effective Practices for Children With
Autism, Educational and Behavioral
Support Interventions. New York: Oxford
University Press, Inc.
Lovaas, O.I. 2008. The Autistic Child:
Languange Training through Behavior
Modification in Effective Practices for
Children With Autism, Educational and
Behavioral Support Interventions. New
York: Oxford University Press, Inc.
Lovaas, O.I., Ackerman, A.B., Alexander, D,
Firestone, Perkins, J., and Young, D. 2008.
Teaching developmentally disabled children in Effective Practices for Children
With Autism, Educational and Behavioral
Support Interventions. New York: Oxford
University Press, Inc.
Lovaas, O.I. 2008. Behavioral Treatment and
Normal Education and Intellectual
Functioning in Young Autistic Children in
Effective Practices for Children With
Autism, Educational and Behavioral