Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
        
Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak
definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan
cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri,
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak
realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.

Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan


yang sampai yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya
tidak hanya mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia
luar tetapi juga kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota
keluarganya.”

Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan


yaitu: kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada
anak autistik adalah: (1) Perkembangan hubungan sosial yang terganggu, (2)
gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-verbal, (3) pola
perilaku yang khas dan terbatas, (4) manifestasi gangguannya timbul pada tiga
tahun yang pertama.

Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1). Faktor
psikososial, karena orang tua “dingin” dalam mengasuh anak sehingga anak
menjadi “dingin” pula; dan (2). Teori gangguan neuro-biologist yang
menyebutkan gangguan neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak. Pada 10-
15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran telah canggih dan penelitian mulai
membuahkan hasil. Penelitian pada kembar identik menunjukkan adanya
kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis karena cenderung terjadi pada
kedua anak kembar.

1
Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa
faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik,
gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan
logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu, kasus autisme juga sering
muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal, seperti: prematur,
postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak yang
dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami
oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.

Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih
banyak pada anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat
pendidikan orang tua, ras, etnik maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal
dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan
berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun keinginannya
yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan
perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara
yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari
lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
‘aut’yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan
‘orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan
sebagai kondisiseseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985
dalam Trevarthendkk, 1998).
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan
masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen,
1993).
Autisme merupakan gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi
anak-anak dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya (Hanafi, 2002).
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berentetan atau pervasive
(Matson dalam APA, 1987).
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut
komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Dan anak autistik adalah anak
yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi
sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi. (Depdiknas, 2002).

B. ETIOLOGI
Faktor penyebab atuisme mesih terus dicari dan masih dalam penelitian parah
ahli. Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika (keturunan
memegang peranan penting dalam proses terjadinya autisme.
a. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor
genetik.Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah
tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-

3
X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan
(fragile) X 4.Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-
linked (X terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak
umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya,
karena tidak bisa digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan
perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana
MH Faradz, Ph.D, 2003)
b. Ganguan pada Sistem Syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada
hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada
otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak
kecil pada autisme. Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan
motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika
sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari
sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan
perilaku.
c. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap
makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum,
daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi. Untuk
memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan
pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme
menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 – 10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah
anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan
diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks,
dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak
yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan
makanan lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak
(1,66 %) alergi terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman,
SpKJ, 2003). Penelitian lain menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan

4
hormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti
opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi.
d. Kemungkinan Lain
Autisme juga diduga dapat disebabkan oleh virus, seperti rubella, toxo,
herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan dan keracunan makanan pada masa
kehamilan yang dapat menghambat pertuimbuhan sel otak yang menyebabkan
fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman
komunikasi dan interaksi (Depdiknas, 2002). Kemungkinan yang lain adalah
faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu
untuk berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak berbicara
sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.

C. KLASIFIKASI
Dalam berinteraksi sosial anak autistik dikelompokan atas 3 kelompok
yaitu:
1. Kelompok menyendiri
 Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya
 Bertedensi kurang menggunakan kata-kata, dan kadang-kadang
sulit berubah meskipun usianya bertambah lanjut. Dan
meskipun ada ada perubahan, mungkin hanya bisa
mengucapkan beberapa patah kata yang sederhana saja.
 Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri, dan kalu
berbuat sesuatu, akan melakukannya berulang-ulang.
 Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-
bunyi aneh, gerakan tangan, tabiat yang mudah marah, melukai
diri sendiri, menyerang teman sendiri, merusak dan
menghancurkan mainannya.
2. Kelompok anak autisme yang pasif
 Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu
bermain dengan kelompok teman bergaul dan sebaya, tetapi
jarang sekali mencari teman sendiri.

5
 Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun
masih agak terlambat bisa berbicara dibandingkan dengan anak
sebaya.
 Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun
kadang-kadang pula dibumbui kata yang kurang dimengerti.
 Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan
dengan anak autisme yang menyendiri dan yang aktif tetapi
menurut kemauannya sendiri.
3. Kelompok anak autisme yang aktif tetapi menurut kemauannya
sendiri
 Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak
autisme yang menyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan
memiliki perbendaharaan kata yang paling banyak
 Meskipun dapat merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja
terselip kata-kata yang aneh dan kurang dimengerti.
 Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.
 Dalam berdialog, seringmengajukan pertanyaan dengan topik
yang menarik, dan bila jawaban tidak memuaskan atau
pertanyaannya dipotong, akan bereaksi sangat marah.

D. PATOFIFIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls
listrik (dendrit).
Sel saraf terdapat di lapisan lar otak yang berwarna kelabu (korteks).
Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna
putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan 3-7 bulan. Pada trimester 3,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit,
dan sinap yang berlanjut sampai anak berusia sekitar 2 tahun.

6
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit dan sinap. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal
sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk anak makin cerdas. Pembentukan akson,
dendrit, dan sinap sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.
Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan
akson, dendrit dan sinap. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan
menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, denrit dan sinap.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses-proses tersebut
sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotopic factor-factor, neurotophin-4,
vasoactive ntestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang
merupajkan zat kimia otak yang bertanggungjawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factor ini penting bagi
pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi growth with
out gwidance dimana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan sel saraf otak yang
lain hampir semua pemeliti melaporkan berkurangnya sel purkinye (sel
saraf tempat keluar hasil pemrosesan indra dan impuls saraf) di otak kecil
pada autisme.
Berkurangnya sel purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia
(jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi
ertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson

7
secara abnormal mematikan sel urkinye. Yang jelas, peningkatan brain
derifed neurotropic factor dan neuroptopin-4 menyebabkan kematian sel
purkinye.
Gangguan pada sel purkinye dapat terjadi secara prider atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel purkinye merupakan
gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu
mengonsumsi makanan yang mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol
berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan otak kecil anak normal mengalami
aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensosi-motori atensi,
proses pengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil
menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi
atau membedakan target, overselektifitas, dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian
depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut Kemper dan Bauman
menemukan berkurangnya sel neuron di hipokampus (bagian besar otak
besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala
(bagian samping otak besar yang berperan dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antaralain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi,
seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak
antaralain alkohol, keracukan timah hitam, alumunium serta metil
merkuri, infeksi yang diderita pada masa kehamilan.

E. MANIFESTASI KLINIS
Autisme ditandai oleh :

8
a. Tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya
b. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
c. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal
d. Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-
ulang.
Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6
gangguan dalam bidang :
a. Interaksi sosial
b. Komunikasi (bicara dan bahasa)
c. Perilaku – emosi
d. Pola bermain
e. Gangguan sensorik – motorik
f. Perkembangan terlambat atau tidak normal
Menurut Depdiknas (2002) mendeskripsikan anak dengan autisme
berdasarkan jenis masalah gangguan yang dialami anak dengan autisme.
Karakteristik dari masing-masing masalah/gangguan itu di deskripsikan sebagai
berikut:
1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi dengan karakteristiknya
sebagai berikut:
a. Perkembangan bahasa anak autistic lambat atau sama sekali tidak
ada. Anak tampak seperti tuli, dan sulit bicara.
b. Kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa yang
tidak dapat dimengerti orang lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi senang meniru atau
membeo (echolalia)
e. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa
yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial dengan karakteristik
berupa:
a. anak autistic lebih suka menyendiri

9
b. anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau
meghindari tatapan muka atau mata orang lain.
c. Tidak tertarik bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua.
d. Bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan menjauh.
3. Masalah/gangguan di bidang sensoris degan karakteristiknya
berupa:
a. Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka
dipeluk.
b. Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup
telinga.
c. Anak autistic senang mencium-cium atau menjilat-jilat mainan
atau benda-benda yang ada disekitarnya.
d. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain karakteristiknya
berupa:
a. Anak autistic tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
b. Anak autistik tidak suka bermain dengan teman sebayanya
c. Anak autistik tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan,
misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar.
5. Masalah/gangguan di bidang perilaku karakteristiknya berupa:
a. Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif
(hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b. Anak autistik memperlihatkan stimulasi diri atau merangsang diri
sendiri seperti bergoyang-goyang mengepakan tangan seperti burung.
c. Anak autistik tidak suka kepada perubahan
d. Anak autistik duduk bengong dengan tatapan kosong.
6. Masalah/gangguan di bidang emosi karakteristiknya berupa:
a. Anak autistic sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-
tawa dan menangis tanpa alasan
b. Anak autistik kadang agresif dan merusak

10
c. Anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri
d. Anak autistik tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan
orang lain yang ada di sekitarnya.

F. TERAPI
Menurut ahli, sebagian besar anak autisme bila diagnosanya cepat di tegakkan
dan di tanggulangi dengan baik oleh penyakit jiwa, bisa tumbuh samapai dewasa
dan masih bisa berbuat dan berguna untuk sesama meskipun mungkin cara hidup
kesehariannya masih autistik (menurut keinginan dan caranya sendiri).Jangan
dikira tidak ada cara pengobatannya. Banyak yang bisa dilakukan terhadap
penderita autisme, antara lain :
1. terutama melalui program pendidikan dan latihan di ikuti
pelayanan dan perlakuan lingkungan yang wajar.
2. untuk mngurangi perilaku anak yang tidak wajar, pengasuh dan
orang tua harus di ajari cara menghadapi anak autisme.
3. pengobatan yang dilakukan adalah untuk membatasi memberatnya
gejala dan keluhan, sejalan dengan pertambahan usia anak.
4. diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan tanggung jawab
terhadap orang sekitarnya.
5. untuk mencapai keadaan tersebut, bimbingan dan pendidikan harus
dilakukan secara perorangan, dan tidak mungkin efektif bila di lakukan
secara kelas.
6. orang tua, saudara atau pelatih sukarela, harus ikut menyediakan
waktu dan perhatian beesama-sama tenaga penolong sehingga anak
tidak mempunyai peluang untuk kembali pada kebiasaannya yang
kurang baik, yang sudah terbiasa dia lakukan sebelumnya.
7. perlunya menegakkan diagnosa autisme secara dini.
Perencanaan pengobatan yang paripurna terhadap anak autisme, termasuk :
 Program pendidikan
 Petunjuk bagi pengasuh dan keluarga dalam menghadapi anak autisme
 Perhatian pada pengaruh langkah pengibatan yang di ambil

11
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tidak seperti penyakit lainya, para dokter tidak bisa mendiagnosis autisme
melalui tes darah atau MRI. Oleh sebab itu, anak-anak kerap kali diarahkan untuk
menjalani berbagai tes termasuk pemeruiksaan cek-up menyeluruh dan
pemeriksaan perkembangan tingkah laku dan mental mereka saat tumbuh.

H. PENATALAKSANAAN
 Terapi perilaku
Dapat membantu melatih anak dalam menjaga sifat dan
perilakunya. Terapi akan mengajari anak untuk melakukan kontak
mata, dan berbagai kemampuan lain. Selama terapi perilaku
dilakukan sistem reward and punishment.
 Terapi wicara
Gangguan berbicara dan berbahasa didapat pada hampirr semua
anak autisme,kecuali pada sindroma asperger kemampuan bahanya
masih baik. Ahli wicara akan melatih anak bicara kata demi kata,
cara ucapan harus diperhatikan, kemudian diajarkan untuk
berdialog sesudah mampu berbicara.
 Terapi okupasi
Terapi okupai perlu diberikan pada anak autisme dengan gangguan
perkembangan motorik halus untuk memperbaiki kekuatan,
koordinasi dan keterampilanya.
 Pendidikan khusus
Dibutuhkan pendidikan individual yang terstruktur bagi anak
autisme selama 4-8 jam perhari.
I. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL

12
1. Kurangnya komunikasi dan interaksi sosial dan
berbagai konteks, yang ditandai dengan beberapa ciri :
 Kurangnya respon sosial dan emosional
 Kurangnya bahasa tubuh dan interaksi sosial
 Kurangnya kemampuan membangun dan mempertahankan
hubungan sosial
2. Pola perilaku aktivitas, atau ketertarikan yang
berulang dan terbatas, ditandai oleh setidaknya :
 Melakukan aktivitas secara berulang, mencakup gerakan atau
ucapan
 Perilaku atau ucapan yang memperlihatkan rutinitas yang sama
 Fokus dan ketertarikan yang abnormal pada sesuatu reaksi yang
berlebihan atau sebaliknya, kurangnya reaksi pada aspek sensorik
terhadap lingkungan
3. Gejala muncul pada perkembangan awal dan semakin terlihat seiring
berjalannya waktu
4. Gejala menyebabkan penderita autisme mengalami gangguan pada
lingkungan kerja, sosial dan lingkup kehidupan lainnya
5. Gejala yang dialami tidak dapat dijelaskan dengan gangguan
perkembangan atau kecacatan

a. Perkembangan anak menurun dan tidak normal, yang mulai terlihat


sejak anak usia 3 tahun, disertai salah satu gejala berikut:
1. Menggunakan bahasa yang tidak wajar dalam berkomunikasi
sehari-hari.
2. Tidak mampu menciptakan hubungan persahabatan yang akrab dan
hangat
3. Tidak mampu berakting (peran), misalnya kadang-kadang berperan
sebagai bapak atau guru dll.

13
b. Paling tidak ditemukan sebanyak enam (6) gejala dari No. 1, 2, dan 3:
Sekurang-kurangnya dua (2) gejala dari No. 1, serta paling tidak satu
(1) gejala dari No.2 dan No. 3. berikut:
1. Secara kualitas interaksi sosial sangat kurang, yang terlihat paling
tidak 2 gejala pada keadaan berikut:
 Tidak mau berpandangan secara kontak mata, raut wajah
gerakan tubuh dan tangan dalam mengekspresikan keakraban
pergaulan sehari-hari.
 Gagal mengembangkan pemkiran yang wajar dalam
menghadapi sejumlah kesempatan, menghadapi teman
sebaya,berbagi perhatian , bebagi kegiatan dan emosi.
 Tidak mampu berbagi rasa terhadap perasaan orang sekitar,
dalam hal hubungan antarteman sepergaulan dan perilaku
berkomunikasi.
 Kurang mampu mencari kegembiraaan bersama-sama dengan
teman sepergaulan dan kurang bisa memperlihatkan atau
menunjuk seseorang yang menjadi perhatiannya.
2. Kurangnya kualitas dalam berkomunikasi, seperti terlihat paling
tidak 1 gejala berikut:
 Terlambat atau tidak mampu sama sekali berbahasa sehingga
kadang-kadang didimbangi dengan bahasa isyarat melalui
gerakan tangan, mimik, dan gerakan tubuh. Keadaan ini
sering dimulai dengan bersungut-sungut.
 Kurang mampu bercakap-cakap dengan teman sepergaulan
meskipun mungkin masih ada kemampuan berbahasa.
 Mengulang-ulang kata atau kalimat-kalimat.
 Tidak bisa spontan mempercayai teman bermain
3. Perilaku dan perhatian yang berulang-ulang, seperti terlihat paling
tidak 1 gejala berikut:

14
 Buah pikiran yang berulang-ulang dan perhatian terbatas baik
itensitas maupun isinya.
 Kegiatan rutin dan gerakan ritual seperti dipaksakan
 Gerakan otot berulang-ulang, seperti melambai-lambaikan
tangan atau memutar-mutar tangan, atau menggerak-
gerakakan tubuh.
 Perhatian terpaku pada atu bahan/benda permainan, (seperti
mencium-cium bau, meraba-raba halusnya permukaan
mainan.

15
BAB III
KESIMPULAN

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
‘aut’yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan
‘orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan
sebagai kondisiseseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985
dalam Trevarthendkk, 1998). Penyebab terjadinya autisme adalah factor genetic,
gangguan pada system syaraf, ketidakseimbangan kimiawi, dan kemungkinan
lainya. Karakteristik menurut power (1989) yaitu adanya 6 gangguan dalam
bidang interaksi social, komunikasi ( bcara dan bahasa), prilaku emosi, pola
bermain, gangguan sensorik – motorik, dan perkembangan terlambat atau tidak
normal.
Untuk mendidik anak autisme diperlukan kerjasama yang
berkesinambungan antara guru, orang tua dan pihak sekolah. Kontribusi yang
perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan ialah: memberikan kesempatan
kepada anak autistik untuk bersosialisai atau diintegrasikan keseolah umum sesuai
dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Selain itu, masyarakat juga perlu
memberikan informasi secara jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan
hasil dan segala sesuatu yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme,
dan membantu usaha sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang
berhubungan dengannya bagi masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.

16
DAFTAR PUSTAKA

 Hadi, Abdul. 2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus –


Autistik. Bandung: Alfabeta Bandung
 Yatim, Faisal. dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada
Anak-anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor
 Santrock, John. W.1995. Live – Span Development :
Perkembangan Masa Hidup Jilid I. Jakarta: Erlangga
 www. Wikipedia.org/autisme ( Diunduh tanggal 25 september
2010 )
 www.autis.info.org/tentang autisme ( Diunduh tanggal 25
september 2010 )

17

Anda mungkin juga menyukai