Anda di halaman 1dari 27

AUTISM SPECTRUM

DISORDER
KELOMPOK 6
NAMA KELOMPOK :
1. TESA OKVIA DAMA AYU P (P27220019134)
2. TIARA RIZKANANDA ISNAINI (P27220019135)
3. TRI WULANDARI (P27220019136)
4. VAZELLA PUTRI CEGAME (P27220019137)
5. YESI ISDIATI (P27220019138)
6. YULIANA NUR KOLIFAH (P27220019139)
BAB I (PENDAHULUAN)
A. LATAR BELAKANG

Manusia dilahirkan dalam keadaan yang berbeda serta membawa keunikan tersendiri dari masing-masing
individu. Beberapa diantara manusia yang ada dilahirkan dengan satu atau lebih kondisi khusus. Salah satu
kekhususan yang ada tersebut adalah autisme atau biasa dikenal Autism Spectrum Disorder (ASD). Anak
Autisme juga merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun secara
akademik. Permasalahan yang ada dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak Autisme
tersebut

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Autism Spectrum Disorder?


2. Apa saja klasifikasi dari Autism Spectrum Disorder?
3. Apa penyebab Autism Spectrum Disorder?
4. Apa manifestasi klinik dari Autism Spectrum Disorder?
5. Apa pemeriksaan penunjang untuk Autism Spectrum Disorder?
6. Bagaimana penatalaksanaan Autism Spectrum Disorder?
7. Bagaimana patofisiologi dari Autism Spectrum Disorder?
8. Bagaimana pathway dari Autism Spectrum Disorder?
9. Bagaimana konsep Auhan Keperawatan dari Autism Spectrum Disorder?
10. Bagimana analisis PICO tentang jurnal Autism Spectrum Disorder?
C. TUJUAN MASALAH
1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa mengerti, memahami, dan mampu membuat Asuhan Keperawatan


terkait penyakit Autism Spectrum Disorder.

2. Tujuan Khusus

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:


-Pengertian Autism Spectrum Disorder.
-Klasifikasi Autism Spectrum Disorder.
-Penyebab Autism Spectrum Disorder.
-Manifestasi klinik Autism Spectrum Disorder.
-Pemeriksaan penunjang Autism Spectrum Disorder.
-Penatalaksanaan Autism Spectrum Disorder.
-Patofisiologi dari Autism Spectrum Disorder.
-Pathway dari Autism Spectrum Disorder.
-Konsep Asuhan Keperawatan Autism Spectrum Disorder.
- Analisis PICO tentang jurnal Autism Spectrum Disorder.
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)
I. TEORI PENYAKIT

A. PENGERTIAN
Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu jenis dari masalah neurologis yang
mempengaruhi pikiran, persepsi dan perhatian. Kelainan ini dapat menghambat, memperlambat atau menggangu
sinyal dari mata, telinga dan organ sensori yang lainnya. Hal ini umumnya memperlemah kemampuan seseorang
untuk berinteraksi dengan orang lain, mungkin pada aktivitas sosial atau penggunaan keterampilan komunikasi
seperti bicara, kemampuan imajimasi dan menarik kesimpulan. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
1. Segi pendidikan 3. Segi psikologi
2. Segi medis 4. Segi sosial
.
B. KLASIFIKASI

1. Berdasarkan saat menculnya kelainan


a. Autisme infantil :
Berasal dari kata “infant” yang berarti bayi sehingga istilah ini digunakan dalam penyebutan anak autis yang
memiliki kelainan sejak lahir.

  b. Autisme fiksasi :
Anak autis pada saat kelahiran dalam keadaan normal, tanda-tanda dan gejala autis muncul setelah beberapa
waktu, biasanya berusia dua hingga tiga tahun.
2. Berdasarkan interaksi social Terdapat kemajuan dalam bidang sosial dan pendidikan
a. Kelompok menyendiri : meski persoalan perilaku tetap ada (1/4 penyandang
Terlihat anak mengucilkan diri, tidak menerima autisme).
pendekatan sosial hingga menimbulkan perilaku dan  
perhatian yang kurang friendly. c. Progonsis baik :
Memiliki kehidupan sosial normal atau bahkan
b. Kelompok pasif : mendekati normal yang berfungsi dengan baik
Anak dapat menerima pendekatan sosial dan mampu dilingkungan sekitar (1/10 dari seluruh penyandang
bergaul dengan teman sebaya namun tidak begitu autisme) yang tergolong individu yang mandiri.
interaktif.  
  Sedangkan menurut Hallahan & Kauffman (2006)
c. Kelompok aktif : terdapat kelainan kelainan yang termasuk dalam autism
Anak akan mendekati anak lain secara spontan, tetapi spectrum disorder (ASD) yang memiliki 3 area
menimbulkan perilaku aneh dan perilaku sepihak untuk gangguan seperti, kemampuan komunikasi, interaksi
dirinya sendiri. sosial, serta pola - pola perilaku yang repetitif dan
  stereotip. Adapun 5 kelainan yang termasuk dalam ASD
3. Berdasarkan prediksi kemandirian diantaranya sebagai berikut:
a. Prognosis buruk : 1. Autisme
Tidak dapat mandiri (jumlah 2/3 penyandang autisme. 2. Asperger Syndrome (AS) / Autisme Ringan
  3. Rett Syndrom
b. Prognosis sedang : 4. Childhood Disintegrative Disorder
5. Pervasive Developmental Disorder not Otherwise
Specified
(PDD-NOS)
 
C. PENYEBAB
• In
Penyebab autisme belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan penyebab gangguan autisme
diantaranya yaitu, multifaktoral, gangguan biokimia, kombinasi makanan, kebersihan lingkungan, dan faktor obat-
obatan. Menurut Hallahan & Kauffman (2006) bahwa para ilmuwan belum secara pasti mengetahui apa yang salah
pada otak individu autis, tetapi yang pasti, penyebabnya lebih kepada neurobiologis, bukan interpersonal.
Berdasarkan penjelasan diatas terdapat dua faktor penyebab gangguan autisme yaitu biologis dan hereditas
(Mangunsong, 2011).

Sedangkan menurut Rinarki (2018) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan autisme
pada anak, hal ini tidak dapat dipastikan dikarenakan dalam taham penelitian oleh para ilmuan. Beberapa faktor
penyebab autisme diantaranya sebagai berikut : Faktor Genetik , Faktor Prenatal, Natal, dan Postnatal, Faktor
Neuro Anatomi , dan Faktor Keracunan Logam Berat.

D. MANIFESTASI KLINIK

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal


a. Kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara.
b. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.
c. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
a. Gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
b. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli.
c. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk.

3. Gangguan dalam bermain


d. Bermain sangat monoton dan aneh.
e. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus
dipegang dibawa kemana saja dia pergi.
f. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.

4. Gangguan Perilaku
g. Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus menempatkan
barang tertentu pada tempatnya.
h. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia
datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah.
i. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang).

5. Gangguan perasaan dan emosi


j. Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata.
k. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu
yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.
l. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Education
Plan a. Perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,
penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
b. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja.
c. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci
rambutnya.

7. Intelegensi

Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.


Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat
gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50
dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan
tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai
kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat
mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat
digunakan untuk mendiagnosa autisme:

1. Childhood Autism Rating Scale (CARS) : Skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat
oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku.

2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT) : Berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita
yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen
di awal tahun 1990-an.

3. The Autism Screening Questionare : Daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan
pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka.

4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old : Tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang
dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu;
bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
F. PENATALAKSANAAN

1. PENATA LAKSANAAN MEDIS :

Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine
(5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang
autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT
pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada
penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan
autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik,
menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur. Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan
yang bisa memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi
pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian
suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding
usus. Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana
anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi.

2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN :
a. Terapi wicara
b. Terapi okupasi
c. Terapi pelaku
G. PATOFISIOLOGI

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik
(akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar
otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di
bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Kelainan
genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel saraf. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth
without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Faktor
lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein,
energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial,
serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada
masa kehamilan.
H. PATHWAY

Gangguan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan


III. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN

Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa, tanggal, jam masuk RS,
nomor registrasi, dan diagnosis medis.

2. RIWAYAT KESEHATAN

a. Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau sama sekali tidak dapat
bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu
singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan
benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila
senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan
barang tertentu pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari
50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
b. Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)

 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.


 Cidera otak

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada
riwayat penyakit bawaan atau keturunan.

3. Status Perkembangan Anak

a. Anak kurang merespon orang lain.


b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
e. Keterbatasan kognitif

4. Pemeriksaan Fisik

f. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).


g. Terdapat ekolalia.
h. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
i. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
j. Peka terhadap bau.
5. Psikososial

a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua.


b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem.
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek.
d. Perilaku menstimulasi diri.
e. Pola tidur tidak teratur.

6. Neurologis

f. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus.


g. Refleks mengisap buruk.
h. Tidak mampu menangis ketika lapar.
Pengkajian SDDTIK
A. Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan
-Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB)
Tujuan: Untuk menentukan status gizi anak, normal, kurus, kurus sekali, atau gemuk.
Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadwal DDTK. Pengukuran dan penilaian BB/TB dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih, yaitu
tenaga kesehatan yang telah mengikuti pelatihan SDIDTK.
-Pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA)
Tujuan pengukuran LKA: Untuk mengetahui lingkaran kepala anak dalam batas normal atau diluar batas normal.
 
B. Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan dilakukan di setiap Tingkat Pelayanan
Skrining/Pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
Tujuan: Untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.
-Tes Daya Dengar (TDD)
Tujuan: Untuk menemukan gangguan pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindaklanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan
bicara anak.
-Tes Daya Lihat (TDL)
Tujuan: Untuk mendeteksi secara dini kelainan daya lihat agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk memperoleh
ketajaman penglihatan menjadi lebih besar.
 
C. Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional
Deteksi ini adalah kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan gangguan secara dini adanya masalah emosional, autisme, dan gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi. Bila penyimpangan mental emosional terlambat diketahui
maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Deteksi ini dilakukan oleh tenaga kesehatan.
-Deteksi Dini Masalah Mental Emosional pada Anak Pra Sekolah
Tujuan: Untuk mendeteksi secara dini adanya penyimpangan / masalah mental emosional pada anak pra sekolah.
-Deteksi Dini Autis pada Anak Pra Sekolah
Tujuan: Untuk mendeteksi secara dini adanya autis pada anak umur 18 bulan sampai 36 bulan.
Jadwal kegiatan dan jenis skrining / deteksi dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah oleh tenaga kesehatan.
B. Diagnosa Keperawatan

1.Gangguan interaksi sosial b.d hambatan


perkembangan
2.Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan
neuromuskuler
 
C. Intervensi

Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
1. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan, ditandai dengan : merasa tidak nyaman dengan situasi sosial, tidak
berminat melakukan kontak emosi dan fisik, gejala cemas berat, kontak mata kurang, ekspresi wajah tidak responsif,tidak kooperatif dalam bermain
dan berteman dengan sebaya, perilaku tidak sesuai usia.
 Tujuan : kuantitas dan/atau kualitas hubungan sosial yang cukup.
Kriteria Hasil :
-Perasaan nyaman dengan situasi sosial meningkat.
-Perasaaan mudah menerima atau mengkomunikasikan perasaan meningkat.
-Responsif pada orang lain meningkat.
-Perasaan tertarik pada orang lain meningkat.
-Minat melakukan kontak emosi meningkat.
Intervensi :
a. Observasi
•Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan sosial.
•Identifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial.
b. Teraupeutik
•Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial.
•Beri umpan balik positif (mis. Pujian atau penghargaan) terhadap kemampuan sosialisasi.
•Libatkan keluarga selama latihan keterampilan sosial, jika perlu.
 c. Edukasi
•Jelaskan tujuan melatih ketrampilan sosial.
•Jelaskan respons dan konsekuensi keterampilan sosial.
•Anjurkan mengungkapkan perasaan akibat masalah yang dialami.
•Anjurkan mengevaluasi pencapaian setiap interaksi.
•Edukasi keluarga untuk dukungan ketrampilan sosial.
•Latih ketrampilan sosial secara bertahap.
 
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler ditandai dengan : pelo, gagap, tidk ada kontak mata, sulit
memahami komunikasi, sulit mempertahankan komunikasi, sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh, sulit menyusun kalimat, disorientasi
orang, ruang, waktu.
Tujuan : kemampuan menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem stabil.
Kriteria Hasil :
-Kemampuan berbicara meningkat.
-kemampuan mendengar meningkat.
-Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat.
-Kontak mata meningkat.
Intervensi :
a. Observasi
•Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara.
•Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara (mis. Memori, pendengran, bahasa).
•Monitoe frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang menggangu bicara.
•Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi.
b.Teraupetik
•Gunakan metode komunikasi alternatif (mis. Menulis, mata berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan
komputer).
•Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis. Berdiri di depan pasien, dengarka dengan sesama, tunjukan satu gagasan atau pemikiran
sekaligus).
•Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan.
•Ulangi apa yang disampaikan pasien.
•Berikan dukungan psikologis.
•Gunakan juru bicara, jika perlu.
 c. Edukasi
•Anjurkan bicara perlahan.
•Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan bicara
•Kolaborasi
•Rujuk ke ahli patofisioligi bicara atau terapis
D. EVALUASI

Data berdasarkan keluhan yang S O Data berdasarkan hasil


disampaikan pasien setelah pengukuran / observasi langsung
dilakukantindakan kepada pasien setelah dilakukan
tindakan.

SOAP

Masalah keperawatan yang Perencanaan keperawatan yang


terjadi akibat perubahan status A P akan dilanjutkan, dihentikan atau
klien dalam data subyektif dan dimodifikasi.
obyektif.
Your Picture Here

You can simply impress your


audience and add a unique
zing and appeal to your
Presentations. Easy to
change colors, photos and
Text. Get a modern
PowerPoint Presentation
that is beautifully designed.

Modern Portfolio Portfolio Presentation

Presentation
Your Picture Here and Sent to Back

BAB III

ANALISIS JURNAL PICO “Animal-


Assisted Therapy Sebagai
Pengobatan Pasien AutismSpectrum
Disorder Pada Anak
1. Identitas Jurnal

Judul : Animal-Assisted Therapy Sebagai Pengobatan Pasien

Autism Spectrum Disorder Pada Anak

Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Persatuan Perawat

Nasional Indonesia Jawa Tengah

Volume : Volume 2 No 3, Hal 163 – 170, November 2019

Penulis : Jessica Sindy Sirait, Shinta Melia Desiana


2. Analisis Jurnal
P C
Autism spectrum disorder (ASD) adalah developmental disability dimana seseorang Tidak ada
mempunyai gangguan pada interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku secara signifikan. Cara
belajar, berpikir, dan kemampuan menyelesaikan masalah pada pasien ASD berbeda
dengan sebagian besar orang serta bervariasi, ada yang berbakat hingga memerlukan
perhatian khusus. Diagnosis ASD sekarang melingkupi beberapa kondisi yang dulunya
merupakan diagnosa yang terpisah: autistic disorder, pervasive developmental disorder not
otherwise specified dan sindrom Asperger.Seluruh kondisi ini sekarang dikenal sebagai ASD.
Walaupun defisit kemampuan komunikasi adalah pusat dari kriteria diagnostik untuk ASD,
anak-anak dapat didiagnosis saat dari umur 12 bulan. Penelitian menunjukkan bayi- bayi
tersebut memperlihatkan defisit tipikal pada kontak mata, ketertarikan sosial, tersenyum, dan
penggunan bahasa tubuh, serta terlihat tidak mengerti percakapan sehari-hari sesuai
perkembangan norma yang berlaku di populasinya.

I O
Animal-assisted therapy (AAT) adalah intervensi yang diarahkan pada tujuan Animal-assisted therapy (AAT) adalah salah satu intervensi yang
dimana hewan yang memenuhi kriteria spesifik menjadi bagian integral dari telah terbukti dapat memberikan kemajuan kepada kemampuan
proses pengobatan. AAT telah menjadi pilihan terapi untuk berbagai populasi, sosial, komunikasi, dan perilaku penderita autism spectrum
mulai dari sekolah, rumah sakit, fasilitas untuk pengobatan jangka panjang, serta disorder (ASD). Hewan yang paling sering digunakan antara lain
rumah pribadi.Menyajikan penelitian mengenai animal- assisted therapy dengan anjing, kuda, dan lumba-lumba. Hasil terapi akan berbeda-beda
fokus pada dog- assisted therapy, equine-assisted therapy, dan dolphin-assisted tergantung beratnya gejala ASD yang dialami.
therapy.
REKOMENDASI
IMPLIKASI & IMPLIKASI
Penelitian pertama memiliki
KEPERAWATAN

REKOMENDASI jumlah sampel sebanyak 10 dan


dilakukan dengan metode
pengambilan data semistructural
Penelitian selanjutnya mampu
interview kepada orang tua dari
menggali aspek lain dalam
setiap keluarga. Keberadaan
pengobatan ASD menggunakan
anjing asisten tidak hanya
AAT serta dapat mencakup
memengaruhi kemampuan
jumlah sampel yang lebih
komunikasi anak, namun juga
signifikan agar mendapat
memiliki efek yang
pengobatan yang paling efektif
menguntungkan pada perilaku
dan hasil yang lebih maksimal.
anak dengan berkurangnya
anxietas dan amarah,
meningkatkan ketenangan,
berkurangnya frekuensi tantrum,
waktu tidur lebih terkendali, serta
meningkatkan rasa aman
sehingga memperbaiki kualitas
dan kuantitas waktu tidur serta
kemandirian anak. Penelitian
kedua memiliki jumlah sampel
sebanyak 42 dan dilakukan
dengan desain penelitian pre-
test dan post-test design.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai