Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Anak dengan Autism


Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Psikiatri

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1 Manja Prihatiningrum
.
2 Nofriyani Rizkia Damasinta
.
3 Nurmatus Saadah
.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
PROGRAM B
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Anak dengan Autism".

Kami menyadari bahwa selesainya penyusunan tugas makalah ini tidak luput dari
dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah
membantu.

Akhir kata kami berharap semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan penyusun. Mohon maaf bila dalam pembuatan tugas makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik sangat kami harapkan.

Mataram, 2023

Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap anak yang terlahir di dunia ini rentan mengalami masalah yang berkaitan
dengan proses pertumbuhan, bila gangguan tersebut tidak segera diatasi maka akan
berkelanjutan pada fase perkembangan berikutnya. Salah satu hambatan perkembangan
yang dialami anak adalah autisme. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai
seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat
membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak
tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993). Autisme merupakan satu
kondisi anak yang mengalami gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat
diketahui sejak umur sebelum 3 tahun yang mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial
serta perilaku. Anak–anak dengan gangguan ASD ( Autistic Spectrum Disorder ) ini
tertinggal dengan anak-anak yang lain dalam memahami dan menerima simulasi materi.
Hal ini di akibatkan oleh ketidakmampuan anak-anak dengan gangguan ASD ini dalam
memusatkan perhatian dan fokus terhadap simulasi yang diberikan, padahal perhatian dan
konsentrasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam penyimpanan informasi.
Di Indonesia sendiri berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk
Indonesia dengan tingkat pertumbuhan 1,14 % dapat diprediksi penderita autism di
Indonesia berkisar 2,4 juta orang dengan peningkatan 500 orang per tahun. Perawat
sebagai salah satu tenaga kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengatasi masalah
tersebut dengan memberikan inovasi intervensi keperawatan dengan memberikan asuhan
keperawatan secara holistik. Asuhan keperawatan secara holistik dapat mendukung
perkembangan positif pada anak autism. Intervensi yang diberikan pada anak autism
bertujuan untuk mengurangi gejala gangguan perilaku

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Autism

C. Tujuan
Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Autism

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Definisi Autism
2. Untuk mengetahui Klasifikasi Autism
3. Untuk mengetahui Etiologi
4. Untuk mengetahui Patofisiologi
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan
8. Untuk mengetahui Diet Untuk Anak Autism
9. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Autism
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Autisme
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme(paham/aliran).
Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam
dunianya sendiri. Beberapa pengertian autism menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,mengalami
kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,2008)
2. Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami
kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami
keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari
Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic
Association, 2000)
3. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,komunikasi, perilaku,
emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak
normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3
tahun). “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
4. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak yang
lain. (Baron-Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun
mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Anak autisme dapat
ditinjau dari beberapa segi yaitu:
1. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak
ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.
2. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak yang
menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis.
3. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi sosial, perilaku,
bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan secara psikologis.
4. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat
dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksisosial, sehingga anak ini memerlukan
bimbingan keterampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak
yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif,bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme mempunyai
dunianya sendiri.

B. Klasifikasi Autisme
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Sering
kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosis. Klasifikasi ini dapat
diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale(CARS). Pengklasifikasiannya adalah
sebagai berikut:
1. Autism Ringan
Pada kondisi ini anak autism masih menunjukkan adanya kontak mata
walaupun tidak berlangsung lama. Anak autism ini dapat memberikan sedikit respon
ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam
berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
2. Autism Sedang
Pada kondisi ini anak autism masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif,
menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak
sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3. Autism Berat
Anak autism yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan
yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autism memukul-mukulkan
kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti.Ketika
orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap
melakukannya, bahkan dalam kondisi berada dipelukan orangtuanya, anak autism
tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan
kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).

C. Etiologi
Autisme dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal meliputi
genetik, psikologis, neorobiologis, prenatal, natal, infeksi virus, dan trauma kelahiran.
Sementara faktor eksternalnya antara lain lingkungan bahan kimia beracun, merkuri,
timbal, kadmium, arsenik, dan aluminium (Handojo, 2008).
Faktor Internal
1. Faktor psikologis
Orang tua yang emosional, kaku, dan obsesif, yang mengasuh anak mereka yang
secara emosional atau akibat sikap ibu yang dingin (kurang hangat).
2. Neurobiologis
Kelainan perkembangan sel-sel otak selama dalam kandungan atau sudah anak lahir
dan menyebabkan berbagai kondisi yang memengaruhi sistem saraf pusat. Hal ini
diduga karena adanya disfungsi dari batang otak dan neurolimbik.
3. Faktor genetik
Adanya kelainan kromosom pada anak autisme, tetapi kelainan itu tidak berada pada
kromosom yang selalu sama. Ditemukan 20 gen yang terkait dengan munculnya
gangguan autisme, tetapi gejala autisme baru bisa muncul jika kombinasi dari banyak
gen.
4. Faktor perinatal
Adanya komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal. Komplikasi yang paling sering
adalah perdarahan setelah trimester pertama, fetal distress, dan penggunaan obat
tertentu pada ibu yang sedang hamil. Komplikasi waktu bersalin, terlambat menangis,
gangguan pernapasan, dan anemia pada janin.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal berasal dari lingkungan yaitu kontaminasi bahan kimia beracun dan
logamlogam berat berikut ini (Yatim, 2008).
1. Merkuri (Hg)
Logam berat merkuri merupakan cairan yang berwarna putih keperakan. Paparan
logam berat Hg dapat berupa metyl mercury dan etyl mercury (thimerosal) dalam
vaksin. Merkuri dapat memengaruhi otak, sistem saraf, dan saluran cerna. Racun
merkuri menyebabkan defisit kognitif dan sosial termasuk kehilangan kemampuan
berbicara atau kegagalan untuk mengembangkan gangguan memori, konsentrasi yang
buruk, kesulitan dalam mengartikan kata-kata dari berbagai macam tingkah laku
autisme.
2. Timbal
Timbal dikenal sebagai neurotoksin yang diartikan sebagai pembunuh sel-sel otak.
Kadar timbal yang berlebihan pada darah anak-anak akan memengaruhi kemampuan
belajar anak, defisit perhatian, dan sindroma hiperaktivitas.
3. Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan bahan alami yang terdapat pada kerak bumi. Logam berat ini
murni berupa logam. Logam berwarna putih perak lunak dapat menyebabkan
kerusakan sel membran sehingga logam berat lain dipercepat atau dipermudah masuk
ke dalam sel.
4. Arsenik (As)
Arsenik banyak digunakan pengusaha atau kontraktor untuk membangun ruang
bermain, geladak kapal, atau pagar rumah. Arsenik dapat diisap, ditelan, dan
diabsorbsi lewat kontak kulit. Arsenik dapat disimpan di otak, tulang, dan jaringan
tubuh, serta akan merusaknya secara serius. Gejalanya yang berlangsung lambat dapat
menyebabkan diabetes dan kanker, juga dapat menyebabkan stroke dan sakit jantung.
Dalam jangka lama dapat merusak liver, ginjal, dan susunan saraf pusat.
5. Aluminium (Al)
Keracunan aluminium adalah keadaan serius yang terjadi bila mengabsorbsi sejumlah
besar aluminium yang sering disimpan di dalam otak. Pemaparan aluminium
didapatkan dari konsumsi aluminium dari produk antasid dan air minum (panic
aluminium). Aluminium masuk ke tubuh lewat sistem digestif, paru-paru, dan kulit
sebelum masuk ke jaringan tubuh

D. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu(korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi
proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson,
dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang
dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson,dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses–proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal
pada penderita autism dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak
(brain-derived neurotrophic factor,neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,
calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab
untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal
pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without guidance, di
mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (selsaraf tempat keluar
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang
jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan
kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder.Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang
terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung
logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang,kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat,
serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi
luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri,infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan.

E. Manifestasi Klinis
Autisme timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun dan sebagian anak memiliki
gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan
anaknya sudah akan melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu
tahun. Hal yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatapan mata.
Sebagian kecil dari penyandang autisme sempat berkembang normal, tetapi sebelum
mencapai umur 3 tahun perkembangan terhenti, kemudian timbul kemunduran dan mulai
tampak gejala-gejala autisme. Faktor pencetusnya misalnya ditinggal oleh orang terdekat
secara mendadak, punya adik, sakit berat, bahkan ada yang gejalanya timbul setelah
mendapatkan imunisasi.
Gejala-gajala akan tampak makin jelas setelah anak mencapai usia tiga tahun, yaitu
meliputi hal berikut (IDAI, 2004).
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal dan nonverbal.
a. Terlambat bicara.
b. Meracau dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain.
c. Bila kata-kata mulai diucapkan, ia tidak mengerti artinya.
d. Bicara tidak dipakai untuk komunikasi.
e. la banyak meniru atau membeo (echolalia).
f. Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada, dan kata-kata tanpa
mengerti artinya. Sebagian dari anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa.
g. Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan
tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial.
a. Menolak atau menghindar untuk bertatap mata.
b. Tak mau menengok bila dipanggil.
c. Sering kali menolak untuk dipeluk.
d. Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih asyik main
sendiri.
e. Bila didekati untuk diajak main, ia malah menjauh.
3. Gangguan dalam bidang perilaku.
a. Perilaku yang berlebihan (excess) dan kekurangan (deficient).
1) Contoh perilaku yang berlebihan adalah adanya hiperaktivitas motorik, seperti tidak
bisa diam, jalan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, melompat lompat, berputar-
putar, memukul-mukul pintu atau meja, mengulang-ulang suatu gerakan tertentu.
2) Contoh perilaku yang kekurangan adalah duduk diam bengong dengan tatap mata
yang kosong, melakukan permainan yang sama atau monoton dan kurang variatif
secara berulang-ulang, sering duduk diam terpukau oleh sesuatu misalnya bayangan
dan benda yang berputar.
b. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti kartu, kertas, gambar,
gelang karet, atau apa saja yang terus dipeganganya dan dibawa ke mana saja.
c. Perilaku ritual (ritualistic).
4. Gangguan dalan bidang perasaan atau emosi.
a. Tidak dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, misalnya melihat anak
menangis, maka ia tidak merasa kasihan, tetapi merasa terganggu dan anak yang
menangis tersebut mungkin didatangi dan dipukul.
b. Kadang tertawa sendiri, menangis, atau marah tanpa sebab yang nyata.
c. Sering mengamuk takterkendali (bisa menjadi agresif dan destruktif).
5. Gangguan dalam persepsi sensori.
a. Mencium atau menggigit mainan atau benda apa saja.
b. Bila mendengar suara tertentu, maka ia langsung menutup telinga.
c. Tidak menyukai rabaan atau pelukan.
d. Merasa sangat tidak nyaman bila dipakaikan pakaian dari bahan yang kasar

F. Pemeriksaan Diagnostik
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari
berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tess ecara behavioral maupun
komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening
yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak
yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan
perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15;anak dievaluasi berdasarkan
hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan,
kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme
pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan,
dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala
item yang digunakan pada anak diatas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan
komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia
2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone diVanderbilt didasarkan pada 3 bidang
kemampuan anak, yaitu; bermain,imitasi motor dan konsentrasi.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan.
1. Penatalaksanaan Medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autism adalah serotonin 5-
hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel
saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autism mempunyai kadar serotonin tinggi
dalam darah. Kadar norepinefrin,dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam
keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang
autism.Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan
gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas,
penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri,agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin
dapat bermanfaat bagi pasien autism. Antipsikotik generasi baru,yaitu antipsikotik
atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe
2 (D2).
1. Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin
5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri
sendiri.
2. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor,
olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan
reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan
bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan,
serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,penyandang autism
perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu.
Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara
lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi
perilaku untuk mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi
wicara,terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat
semua indera, latihan integrasi pendengaran untuk mengurangi hipersensitivitas
terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan
gejala autism, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan
menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian
suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang
berada di dinding usus. Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autism bisa
menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang
mandiri dan berprestasi

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a.Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehinggamembantu
anak berbicara yang lebih baik.
b.Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c.Terapi perilaku:anak autism seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali
tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara,
cahaya dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering mengamuk.
Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latarbelakang dari
perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut
untuk memperbaiki perilakunya.

H. Diet Untuk Anak Autism


Selain tindakan keperawatan harus disesuaikan dengan masalah keperawatan, ada
beberapa aturan diet khusus pada anak autism. Hal ini patut dipertimbangkan, karena
faktor eksternal penyebab autism adalah banyak yang belum dapat dijelaskan dengan
tegas, dan banyak terkait dengan konsumsi makanan yang mengandung logam berat.
Makanan yang Harus Dihindari
1. Gluten, yaitu pada gandum, terigu, mie, spageti, makanan ringan, dan lain-lain. Produk
olahan (gluten), seperti kecap, roti, kue, dan sebagainya.
2. Kasein, yaitu susu sapi, kambing, keju, es krim, mentega, yoghurt, kue kemasan
(cookies).
3. Makanan yang mengandung penyedap rasa.
4. Bahan pemanis dan pewarna buatan, seperti permen, saos tomat, minuman kemasan
(soft drink), dan lain-lain.
5. Makanan yang diawetkan, seperti bakso, pangsit.
6. Makanan cepat saji (fastfood).
7. Buah yang harus dihindari, yakni pisang, apel, anggur, jeruk, tomat.
8. Semua makan yang menjadi alergen.
9. Penurun panas yang ada, misalnya asetil salisilat, asetaminofen, parasetamol.
Makanan yang Boleh
1. Tepung, seperti ketan, beras, kedelai, tapioka, sagu, hunkwe, soun, bihun, kentang.
2. Buah, seperti pepaya, semangka, melon, nanas.
3. Bahan pewarna alami, misalnya daun pandan, kunyit, coklat bubuk.
4. Margarin dari tumbuhan, santan.
5. Obat penurun panas, misal ibuprofen (proris).
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, sukubangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autism dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh
dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak
dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda
tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja
dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya
Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bendapa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQdibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
b. Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
2) Cidera otak
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya pada
anak autism ada riwayat penyakit keturunan.
3. Status perkembangan anak.
a. Anak kurang merespon orang lain.
b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
e. Keterbatasan kognitif.
4. Pemeriksaan fisik
a. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
b. Terdapat ekolalia.
c. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
d. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
e. Peka terhadap bau.
5. Psikososial
a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
d. Perilaku menstimulasi diri
e. Pola tidur tidak teratur
f. Permainan stereotip
g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h. Tantrum yang sering
i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
j. Kemampuan bertutur kata menurun
k. Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
6. Neurologis
a. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulu
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal
Kategori : Relasional
Subkategori : Interaksi Sosial
Kode : D. 0119
Definisi : Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sisitem tombol.

Penyebab
1. Penurunan sirkulasi sereberal
2. Gangguan neuromuskuler
3. Gangguan pendengaran
4. Gangguan muskuloskeletal
5. Kelaian pelatum
6. Hambatan fisik (mis. terpasang trkheostomi, intubasi, krikotirodektomi
7. Hambatan individu (mis. ketakutan, kecemasan, merasa malu, emosional, kurang
privasi)
8. Hambatan pskiologis (mis. gangguan psikotik,gangguan konsep diri,harga diri
rendah, gangguan emosi)
9. hambatan lingkungan (mis.Ketidakcukupan informasi,ketiadaan orang terdekat,
ketidaksesuaian budaya, bahasa asing)
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Tidak mampu berbicara atau mendengar
2. Menunjukan respon tidak sesuai

Gejala dan Tanda Minor :


Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Afasia
2. Disfasia
3. Apraksia
4. Disleksia
5. Disatria
6. Afonia
7. Dislalia
8. Pelo
9. Gagap
10. Tidak ada kontak mata
11. Sulit memahami komunikasi
12. Sulit mempertahankan komunikasi
13. Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
14. Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
15. Sulit menyusun kalimat
16. Verbaliasai tidak
17. Sulit mengungkapkan kata- kata
18. Disorientasi orang,ruang,waktu
19. Defisit penglihatan
20. Delusi

Kondisi klinis Terkait


1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Trauma wajah
4. Peningkatan tekanan intrakranial
5. Hipoksia kronis
6. Tumor
7. Miastenia gravis
8. Sklerosis multipel
9. Distropi meskuler
10. Penyakit Alzheimer
11. Kuadriplegia
12. Labiopalatoskizis
13. Infeksi laring
14. Fraktur rahang
15. Skizofrenia
16. Delusi
17. Paranoid
18. Autisme

2. Gangguan identitas diri


Kategori : Psikologis
Subkategori : Integritas Ego
Kode : D. 0084
Definisi :Tidak mampu mempertahankan keutuhan persepsi terhadap identitas diri
Penyebab
1. Gangguan peran sosial
2. Tidak terpenuhinya tugas perkembangan
3. Gangguan neurologis
4. Ketidakadekuatan stimulasi sensori

Gejala dan Tanda Mayor :


Subjektif
1. Persepsi terhadap diri berubah
2. Bingung dengan nilai-nilai budaya, tujuan hidup, jenis kelamin, dan/atau nila-
nilai ideal
3. Perasaan yang fluktuatif tentang diri
Objektif
1. Perilaku tidak konsisten
2. Hubungan yan tidak efektif
3. Strategi koping tidak efektif
4. Penampilan peran tidak efektif
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)

Kondisi klinis Terkait


1. Gangguan autistik
2. Gangguan orientasi seksual
3. Periode perkembangan remaja

C. Diagnosa, Intervensi Keperawatan Berdasarkan SDKI, SIKI, SLKI

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


SDKI
Kategori : Relasional
1 Setelah dilakuhan Promosi Komunikasi : Defisit
Subkategori : Interaksi Bicara(I.13492)
intervensi
Sosial Observasi :
keperawatan selama
a. Monitoring kecepatan,
… x 24 jam dengan tekanan, kuantitas, volume,
Dx.Keperawatan : luaran Komunikasi dan diksi bicara
Gangguan komunikasi Verbal (L.13118) b. Monitor proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis
verbal ( D. 0119 ) Membaik dengan yang berkaitan dengan
kriteria hasil : bicara(mis, memori,
pendengaran, dan bahasa)
a. Kemampuan
c. Monitor frustasi, marah,
bicara meningkat depresi, atau lain-lain yang
(Skor 5) mengganggu bicara
d. Identifikasi perilaku
b. Kemampuan
emosional dan fisik sebagai
mendengar bentuk komunikasi
meningkat (Skor Terapeutik :
5) a. Gunakan metode
komunikasi alternatif (mis,
c. Kesesuaian
menulis, mata berkedip,
ekspresi papan komunikasi dengan
wajah/tubuh gambar dan huruf isyarat
meningkat (Skor tangan dan computer)
b. Modifikasi lingkungan
5) untuk meminimalkan
bantuan
c. Gunakan juru bicara , jika
perlu
Edukasi :
a. Anjurkan bicara perlahan
b. Anjurkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan bicara
Kolaborasi :
Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
Kategori : Psikologis
2.
Subkategori :
Integritas Ego dilakuhan Orientasi realita (I.09297)
Setelah
Observasi :
intervensi a. Monitor perubahan
keperawatan selama orientasi
Dx.Keperawatan :
… x 24 jam b. Monitor perubahan
Gangguan Identitas kognitif dan perilaku
diharapkan identitas
Diri ( D.0084 ) Terapeutik :
diri pasien a. Perkenanlkan nama saat
(L.09070) Membaik memulai interaksi
dengan kriteria b. Orientasikan oaring,
tempat dan waktu
hasil :
c. Hadirkan realita(mis, beri
a. Perilaku penjelasan alternative,
konsisten hindari perdebatan)
d. Sediakan lingkungan dan
meningkat
rutinitas secara konsisten
(Skor 5) e. Atur stimulus sensorik
b. Strategi kping dan lingkungan
(mis.kunjungan,
efektif
pemandangan, suara,
meningkat pencahayaan, bau, dan
(Skor 5) sentuhan)
c. Penampilan f. Gunakan symbol dalam
mengorientasikan
peran efektif lingkungan (mis.tanda,
d. Perasaan gambar,warna)
fluktuatif g. Libatkan dalam terapi
kelompok orientasi
terhadap diri
h. Berikan waktu istirahat
meningkat dan tidur yang cukup,
(Skor 5) sesuai kebutuhan
i. Fasilitasi akses informasi
(mis.televisi, surat kabar,
radio) jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan perawatan diri
secara mandiri
b. Anjurkan penggunaan alat
bantu (mis.kacamata, alat
bantu dengar, gigi palsu)
c. Ajarkan keluarga dalam
perawatan orientasi realita
Promosi koping (I.09312)
Observasi :
a. Identifikasi kegiatan
jangka pendek dan
panjang sesuai tujuan
b. Identifikasi kemampuan
yang dimiliki
c. Identifikasi sumber daya
yang tersedia untuk
memenuhi tujuan
d. Identifikasi pemahaman
proses penyakit
e. Identifikasi dampak
situasi terhadap peran dan
hubungan
f. Identifikasi metode
penyelesaian masalah
g. Identifikasi kebutuahn
dan keinginan terhadap
dukungan sosial
Terapeutik :
a. Diskusikan perubahan
peran yang dialami
b. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
c. Diskusikan alas an
mengkritik diri sendiri
d. Diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku
sendiri
e. Diskusikan konsekuensi
tidak menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu
f. Diskusikan risiko yang
menimbulkan bahaya
pada diri sendiri
g. Fasilitasi dalam
memperoleh informasi
yang dibutuhkan
h. Berikan pilihan realistis
mengenai aspek-aspek
tertentu dalam perawatan
i. Motivasi untuk
menentukan harapan yang
realistis
j. Tinjau kembali
kemampuan dalam
pengambilan keputusan
k. Hindari mengambil
keputusan saat pasien
verada dibaeah tekanan
l. Motivasi terlibat dalam
kegiatan social
m.Motivasi mengidentifikasi
system pendukung yang
tersedia
n. Damping saat berduka
(mis.penyakit kronis,
kecacatan)
o. Perkenalkan dengan
orang atau kelompok atau
kelompok yang berhasil
mengalami pengalaman
sama
p. Dukung penggunaan
mekanisme pertahanan
yang tepat
q. Kurangi rangsangan
lingkungan yang
mengancam
Edukasi:
a. Anjurkan menjalin
hubungan yang memiliki
kepentingan dan tujuan
yang sama
b. Anjurkan penggunaan
sumber spiritual, jika
perlu
c. Anjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
d. Anjurkan keluarga terlibat
e. Anjurkan membuat tujuan
yang lebih spesifik
f. Anjurkan keluarga terlibat
g. Anjurkan membuat tujuan
yang lebih spesifik
h. Anjurkan cara
memecahkan maslah
secara konstruktif
i. Latih penggunaan teknik
relaksasi
j. Latih kemampuan social,
sesuai kebutuhan
k. Latih mengembangkan
penilaian objektif

D. Implementasi Keperawatan
Setelah rencana keperawatan disusun, selanjutnya menerapkan rencana
keperawatan dalam suatu tindakan keperawatan dalam bentuk nyata agar hasil yang
diharapkan dapat tercapai, sehingga terjalin interaksi yang baik antara perawat, klien dan
keluarga. Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikas prioritas perawatan
klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatan respons
pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia
perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi
dan revisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya. Nursalam,
(2009).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan adalah tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain (Dinarti dan Mulyanti, 2017. p.48). Evaluasi keperawatan bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan perawatan yang dapat dicapai dan memberikan umpan
balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Mufidaturrohmah, 2017)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat
diketahui sejak umur sebelum 3 tahun yang mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial
dan perilakunya serta gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive yaitu
meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial,
sehingga anak autisme mempunyai dunianya sendiri. Penyebab Autisme adalah
multifaktor. Salah satunya genetik maupun lingkungan diduga mempunyai peranan yang
signifikan. Ada beberapa screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk
mendiagnosa autisme yaitu Childhood Autism Rating Scale (CARS), The Checklis for
Autism in Toddlers (CHAT), dan The Autism Screening Questionare. Autisme adalah salah
satu kondisi kronik pada anak. Autisme tidak dapat dipulihkan tetapi untuk penanganan
bisa dilakukan dengan terapi. Adapun terapi yang dapat dilakukan yaitu terapi edukasi,
terapi wicara, dan terapi okupasi.

B. Saran
Perawat harus berupaya dalam memenuhi asuhan padda anak dengan gangguan
autisme ini. Perawat harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai gangguan autism.
Semoga makalah ini dapat membantu perawat atau pembaca dalam mengenali gangguan
autism pada anak
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ah., Fitryasari, Rizky, & Nihayati, Hanik. 2018. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan

Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Handojo, Y. 2008. Autisme: Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk Mengajar Anak

Normal, Autis, dan Perilaku Lain. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Yatim, F. 2008. Autisme: Suatu Gangguan Jiwa pada Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Sulthon, “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus’,. (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2020)

PPNI (2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

PPNI (2017).Standar Luaran Keperawatan Indonesia

PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

https://www. psikologi-pendidikan-anak-khusus/kelompok-11-autis/

https://www.studocu.com/id/document/universitas-muhammadiyah-surakarta/psikologi-

pendidikan-anak-khusus/kelompok-11-autis/42594871.

Anda mungkin juga menyukai