PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Setiap anak tentunya akan melalui masa tumbuh kembang dalam
rentang waktu kehidupannya. Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat
dari perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari masa kemasa
dan peringkat ke peringkat berikutnya, dan perkembangan dapat dilihat dari
perubahan secara kualitas dengan membandingkan sifat terdahulu dengan
sifat yang sudah terbentuk.
1
1. 2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk kita lebih memahami dan
menambah pengetahuan mengenai autisme pada anak beserta asuhan
keperawatannya.
1. 3. Rumusan Masalah
1.3.1. Apa pengertian dari autisme pada anak?
1.3.2. Apa saja etiologi autis pada anak?
1.3.3. Bagaimana tanda dan gejala autis pada anak?
1.3.4. Bagaimana patofisiologi autis pada anak?
1.3.5. Bagaimana penatalaksanaan autis pada anak?
1.3.6. Apa saja komplikasi dari autis?
1.3.7. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan autis?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Lingkungan yang terpapar oleh organisme atau bahan beracun seperti
virus,jamur, rubella, herpes toxoplasma dalam vaksin imunisasi MMR
(Mums, Measles,Rubella), zat aditif yaitu MSG, pewarna, ethil mercury
(Thimerosal) dalam pengawet makanan, serta beberapa logam berat seperti
Arsen (As), Cadmium (Cd),Raksa (Hg), Timbal (Pb), alergi berat, obat-
obatan, jamu peluntur, muntah hebat, perdarahan berat.
2. Adanya gangguan pencernaan dan radang dinding usus karena alergi
sehingga terjadi ketidak sempurnaan pencernaan kasein dan gluten.
3. kelainan otak organik, hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan SSP
yaitu jumlah serat Purkinje Cerebellum yang diikuti oleh dampak
menurunnya jumlah serotonin sehingga jumlah rangsang informasi antar
otak menurun. Pada struktur sistem limbik otak yang mengatur emosi juga
mengalami kelainan.
4. Faktor genesis atau keturunan (yang diperkirakan menjadi penyebab
utama) dankelainan gen yang dapat menyebabkan gangguan proses sekresi
logam berat daritubuh yang dapat berdampak pada keracunan otak. Hal
ini dapat menjadi pencetusautisme jika ada faktor pemicu lain yang ikut
berperan.
Faktor pemicu lain yang berperan dalam timbulnya gejala Autisme adalah:
4
c. Sistem Limbik yang disebut hippocampus dan amygdala, yang
mengganggu fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Amygdala
2. Faktor Genetika
Diperkirakan adanya kelainan kromosom pada anak autisme.
3. Gangguan Kehamilan dan Kelahiran
Gangguan pada ibu saat kehamilan semester pertama
a. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial kedalam
suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan
semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku
seakan-akan orang lain tidak pernah ada.
5
b. Kelemahan kognitif
Sebagian besar (± 70%) anak autis mengalami retardasi mental (IQ < 70)
tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang berkaitan
dengan kemampuan sensori motor. Terapi yang dijalankan anak autis
meningkatkan hubungan sosial mereka tapi tidak menunjukan pengaruh
apapun pada retasdasi mental yang dialami. Oleh sebab itu, retardasi
mental pada anak autis terutama sekali disebabkan oleh masalah kognitif
dan bukan pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial.
c. Kekurangan dalam bahasa
Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya
mengoceh merengek, menjerit atau menunjukkan ecolalia, yaitu
menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang
potongan lagi, iklan TV atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa
tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti dengan cara yang
aneh. Menyebut diri mereka sebagai orang kedua “kamu” atau orang
ketiga “dia”. Intinya anak autism tidak dapat berkomunikasi dua arah
(resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal.
d. Tingkah laku stereotip
Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus-
menerus tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat
dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini
disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya
gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-
narik rambut dan menggigit jari. walaupun sering menangis karena
kesakitan akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah
laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik
pada hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya, pada roda
mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan
dan kebiasaan yang monoton.
6
Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau
tidak,digunakan standar internasional tentang autis. ICD-10 (International
Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical
Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk Autis Infantil yang isinya
sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia. Kriteria tersebut adalah: Untuk hasil
diagnosa, diperlukan total 6 gejala (atau lebih) dari no. (1), (2), dan (3), termasuk
setidaknya 2 gejala dari no. (1) dan masing-masing 1 gejala dari no. (2) dan (3).
7
2. 4. Patofisiologi Autis pada Anak
sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik
(dendrit). Sel saraf terdapat pada lapisan luar otak yang bewarna kelabu (korteks).
Akson di bungkus selaput bernama mielin terletak di bagian otak bewarna putih.
Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinapsis.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan, pada
trisemester ketiga. Pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai pembentukan
akson, dendrite, dan sinapsis yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua
tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrite, dan sinapsis. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factor dan
proses belajar anak.
8
2. 5. Penatalaksanaan Autis pada Anak
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin
ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter
rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi
bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah untuk
mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar dan
perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini
mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu,
diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan
autisme. Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non
medikamentosa dan medika mentosa.
1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial,
keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai
metode penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and
Education of Autistic and related Communication Handicapped
Children) metode ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur
yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode
pengajaran yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang
ditata khusus.
b. Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin
yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak
dipakai adalah ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana
keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan
(terbaik sekitar usia 2 – 5 tahun).
c. Terapi wicara
9
Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk
memperlancar bahasa anak. Menerapkan terapi wicara pasda anak
autisme berbeda daripada anak lain. Oleh karena itu diperlukan
pengetahuan yang cukup mendalam tentang gangguan bicara pada
anak autisme.
d. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol
dan teratur sesuai kebutuhan saat itu.
e. Sensori integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada
(gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan,
pendengaran)untuk menghasilkan respon yang bermakna. Melalui
semua indera yang ada otak menerima informasi mengenai kondisi
fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan
akan dapat teratasi.
f. Pendidikan kebutuhan khusus
Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu
anak. Cara ini paling efektif karena anak sulit memusatkan
perhatiannya dalam suatu kelas yang besar. Secara bertahap anak
dimasukan dalam kelompok kelas untuk dapat mengikuti pembelajaran
secara klasikal. Penggunaan guru pendamping sebaiknya tidak terlalu
dominan, yang diharapkan adalah anak dengan gangguan autisme
dapat secara terus menerus belajar dengan anak-anak lainnya dalam
satu pembelajaran bersama. Pola pendidikan yang terstruktur baik di
sekolah maupun di rumah sangat diperlukan bagi anak ini. Mereka
harus dilatih untuk mandiri, terutama soal bantu diri. Maka seluruh
keluarga di rumah harus memakai pola yang sama Agar tidak
membingungkan anak.
g. Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga
baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk
10
dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak,
mandiri dan dapat bersosialisai dengan lingkungannya. Untuk itu
diperlukan keluarga yang dapat berinteraksi satu sama lain (antar
anggota keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu pengolahan
keluarga dalam kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat
penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat
melaksanakan terapi apapun pada individu dengan autisme.
2. Terapi medikamentosa (obat)
Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme mempunyai
beberapa gejala yang menyertai gangguan autisme, seperti perilaku agresif
atau hiperaktivitas. Pada individu dengan keadaan demikian dianjurkan
untuk menggunakan pemberian obat-obatan secara tepat. Penggunaaan
obat-obat yang digunakan biasanya dilakukan dengan cermat agar
memperoleh pengaruh positif terhadap perkembangan anak.
Diperlukan pemeriksaan fisik dan laboratorium serta dilakukan controlling
obat setiap 6 bulan. Obat-obatan yang digunakan antara lain :
2. 6. Komplikasi Autis
Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita autis antara lain:
1. Masalah sensorik
Pasien dengan autis dapat sangat sensitif terhadap input sensorik. Sensasi
biasa dapat menimbulkan ketidaknyamanan emosi. Kadang-kadang,
pasien autis tidak berespon terhadap beberapa sensai yang ekstrim, antara
lain panas, dingin, atau nyeri.
2. Kejang
11
Kejang merupakan komponen yang sangat umum dari autisme. Kejang
sering dimulai pada anak-anak autis muda atau remaja.
3. Masalah kesehatan mental
Menurut National Autistic Society, orang dengan ASD rentan terhadap
depresi, kecemasan, perilaku impulsif, dan perubahan suasana hati.
4. Tuberous sclerosis
Gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ, termasuk
otak. Hubungan antara sclerosis tuberous dan autisme tidak jelas. Namun,
tingkat autisme jauh lebih tinggi di antara anak-anak dengan tuberous
sclerosis dibandingkan mereka yang tanpa kondisi tersebut.
A. Biodata Anak
1. Nama : An. K
3. Umur : 12 Tahun
5. Anak ke : 1 (Tunggal)
6. Agama : Kristen
12
B. Biodata Orang Tua
Ayah
1. Nama : Tn.S
2. Umur : 47 Tahun
3. Pendidikan : S2
4. Pekerjaan : PNS
5. Agama : Kristen
Ibu
1. Nama : Ny. M
2. Umur : 40 Tahun
3. Pendidikan : S1
4. Pekerjaan : PNS
5. Agama : Kristen
D. Faktor Predisposisi
E. Psikososial
1. Konsep Diri
tubuhnya
- Identitas : anak tidak sulit berbicara akan tetapi anak kurang suka
untuk bersosialisasi
13
- Ideal diri : anak suka melakukan sesuatu yang tidak jelas
- Harga diri : wali kelas dan ibu anak mengatakan bahwa anak
2. Hubungan Sosial
kegiatan
3. Spiritual
F. Status Mental
anak.
14
8. Proses pikir : anak lebih sulit untuk berfikir, sehingga anak tidak focus
pada pembicaraan.
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung : anak belum bisa membaca dan
11. Daya tarik diri : anak tidak tahu apa –apa dengan penyakit yang
dideritanya.
G. Mekanisme koping
I. Kurang pengetahuan
ANALISA DATA
No. Data Masalah Etiologi
1. Ds : Gangguan Ketidakmampuan
- Orang tua anak Interkasi Sosial untuk percaya pada
mengatakan anaknya tidak suka orang lain
bergaul dengan teman –
temannya
- Orang tua anak
15
mengatakan anaknya kurang
interaksi dengan lingkungan.
DO :
- Anak tampak suka
menyendiri
- Anak tampak menarik diri
dari kontak fisik dengan orang
lain.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Interaksi Sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
percaya pada orang lain ditandai dengan anak tampak menarik diri dari
kontak fisik dengan orang lain, dan anak suka menyendiri.
2. Gangguan Identitas Diri berhubungan dengan penilaian yang salah
mengenai dirinya ditandai dengan anak terlihat sibuk dengan tangannya,
dan anak tampak tidak mampu membedakan bagian – bagian dari
tubuhnya.
16
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan interaksi sosial
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata
dalam waktu yang ditentukan dengan kriteria hasil:
17
5) beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk membentuk
18
dengan perawat. Berhati-hati dengan sentuhan sampai kepercayaan
anak telah terbentuk
Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan
sebagai suatu ancaman oleh pasien
5) Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari
batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta
gambar-gambar dari anak
Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh
dangambaran diri pada anak secara tepat.
IMPLEMENTASI
Melakukan tindakan/implementasi sesuai intervensi dalam waktu tertentu.
EVALUASI
1. Mengobservasi anak dalam berinteraksi sosial dengan orang lain,
apakah anak merasa senang dan nyaman.
2. Mengobservasi kemampuan anak dalam menyebutkan bagian-bagian
tubuh dirinya.
3. Mengobservasi kemampuan anak dalam berkomunikasi, apakah ada
hambatan.
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Etiologi pada anak autis adalah lingkungan yang terpapar oleh organisme
atau bahan beracun, adanya gangguan pencernaan dan radang dinding usus karena
alergi, kelainan otak organik, faktor genesis atau keturunan, dsb. Tanda dan gejala
autis pada anak diantaranya isolasi sosial, kelemahan kognitif, kekurangan dalam
bahasa, tingkah laku stereotip.
3.2. Saran
Dalam makalah ini penulis berharap agar mahasiswa keperawatan
mengetahui dan memahami autis pada anak beserta asuhan keperawatannya.
Sehingga mahasiswa keperawatan dapat mengetahui bagaimana autis pada anak
beserta penatalaksanannya, dan asuhan keperawatan.
20
DAFTAR RUJUKAN
21