Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Setiap anak tentunya akan melalui masa tumbuh kembang dalam
rentang waktu kehidupannya. Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat
dari perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari masa kemasa
dan peringkat ke peringkat berikutnya, dan perkembangan dapat dilihat dari
perubahan secara kualitas dengan membandingkan sifat terdahulu dengan
sifat yang sudah terbentuk.

Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui setiap anak


tentunya tidak sama dan memiliki keunikan masing-masing. Permasalahan
yang dihadapi juga berbeda-beda dari satu anak ke anak yang lain.
Permasalahan yang muncul dapat berupa gangguan pada tahap
perkembangan fisik, gangguan bahasa, gangguan emosi maupun gangguan
sensori motorik.

Melihat anak-anak balita tumbuh dan berkembang merupakan


suatu hal yang menarik bagi orang tua. Namun jika dalam masa
perkembangannya anak mengalami suatu gangguan, maka orangtua akan
menjadi sangat sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak-kanak yang
menjadi ketakutan orangtua saat ini adalah autisme. Autisme bukanlah suatu
penyakit melainkan gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya
tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Sebagian dari anak autis
gejalanya sudah ada sejak lahir namun seringkali luput dari perhatian
orangtua. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai “Anak dengan
Kebutuhan Khusus Autis beserta Asuhan Keperawatannya”

1
1. 2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk kita lebih memahami dan
menambah pengetahuan mengenai autisme pada anak beserta asuhan
keperawatannya.

1. 3. Rumusan Masalah
1.3.1. Apa pengertian dari autisme pada anak?
1.3.2. Apa saja etiologi autis pada anak?
1.3.3. Bagaimana tanda dan gejala autis pada anak?
1.3.4. Bagaimana patofisiologi autis pada anak?
1.3.5. Bagaimana penatalaksanaan autis pada anak?
1.3.6. Apa saja komplikasi dari autis?
1.3.7. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan autis?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1. Definisi Autisme pada Anak

”Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai


dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autisme hingga saat ini masih belum
jelas penyebabnya”. Menurut (edoc.site, 2018)

Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan perkembangan pada


anak. Dalam bahasa Yunani dikenal kata autis, “auto” berarti sendiri ditujukan
pada seseorang ketika menunjukkan gejala hidup dalam dunianya sendiri atau
mempunyai dunia sendiri.

Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak-anak yang ditandai


dengan gangguan interaksi sosial seperti pengasingan diri dan ketidakmampuan
berhubungan dengan orang lain, gangguan komunikasi dan bahasa seperti
ecolalia, penggunaan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi,
pembalikan kalimat atau kata, gangguan ketertarikan dan aktivitas seperti adanya
aktivitas bermain yang repetitive dan stereotipe serta keinginan obsesif untuk
mempertahankan keteraturan dan kesamaan di dalam lingkungannya.

2. 2. Etiologi Autis pada Anak


Sampai sekarang, autisme merupakan grey area di bidang kedokteran yang
terus berkembang dan belum diketahui penyebab secara pasti (Marijani, 2003).
Menurut Supratiknya (1995), autisme disebabkan faktor bawaan tertentu atau
pengalaman yang kurang mendukung. Misalnya dibesarkan oleh ibu yang tidak
responsive atau pernah mengalami trauma dengan lingkungan sosialnya. Tetapi
dalam beberapa asumsi menyatakan bahwa penyebab dan faktor pencetus autisme
dapat berasal, dari (Dr. Melly Budhiman, 2002):

3
1. Lingkungan yang terpapar oleh organisme atau bahan beracun seperti
virus,jamur, rubella, herpes toxoplasma dalam vaksin imunisasi MMR
(Mums, Measles,Rubella), zat aditif yaitu MSG, pewarna, ethil mercury
(Thimerosal) dalam pengawet makanan, serta beberapa logam berat seperti
Arsen (As), Cadmium (Cd),Raksa (Hg), Timbal (Pb), alergi berat, obat-
obatan, jamu peluntur, muntah hebat, perdarahan berat.
2. Adanya gangguan pencernaan dan radang dinding usus karena alergi
sehingga terjadi ketidak sempurnaan pencernaan kasein dan gluten.
3. kelainan otak organik, hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan SSP
yaitu jumlah serat Purkinje Cerebellum yang diikuti oleh dampak
menurunnya jumlah serotonin sehingga jumlah rangsang informasi antar
otak menurun. Pada struktur sistem limbik otak yang mengatur emosi juga
mengalami kelainan.
4. Faktor genesis atau keturunan (yang diperkirakan menjadi penyebab
utama) dankelainan gen yang dapat menyebabkan gangguan proses sekresi
logam berat daritubuh yang dapat berdampak pada keracunan otak. Hal
ini dapat menjadi pencetusautisme jika ada faktor pemicu lain yang ikut
berperan.

Faktor pemicu lain yang berperan dalam timbulnya gejala Autisme adalah:

1. Kelainan Otak Organik

Bagian otak yang mengalami kelainan adalah:

a. Lobus Parietalis otak, yang menyebabkan anak cuek terhadap


lingkungannya.

b. Otak kecil (cerebellum) pada lobus VI dan VII yang bertanggung


jawab pada prosessensoris, daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan

proses atensi (perhatian).Juga didapatkan jumlah sel purkinje di otak

kecil yang sangat sedikit, sehinggaterjadi gangguan keseimbangan

serotonin dan dopamin, lalu terjadi kekacauanimpuls di otak.

4
c. Sistem Limbik yang disebut hippocampus dan amygdala, yang
mengganggu fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Amygdala

bertanggung jawab terhadapberbagai rangsang sensoris, Hippocampus

bertanggung jawab terhadap fungsibelajar dan daya ingat, sehingga

terjadilah kesulitan menyimpan informasi baru.

2. Faktor Genetika
Diperkirakan adanya kelainan kromosom pada anak autisme.
3. Gangguan Kehamilan dan Kelahiran
Gangguan pada ibu saat kehamilan semester pertama

a. Faktor pemicunya adalah: infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida),


logam berat (Pb, Al, Hg, Cd), zat aditif (MSG, pengawet, pewarna),
alergi berat, obat-obatan, jamu peluntur, hyperemesis, dan perdarahan
hebat.
a. Kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan
oksigenasi pada janin sertapemakaian forcep.
4. Lingkungan
Terjadi sesudah lahir yaitu infeksi ringan-berat pada bayi oleh karena
imunisasi MMR dan Hepatitis B (masih kontroversi), logam berat, zat
pewarna dan pengawet, protein susu sapi (kasein), protein tepung terigu
(gluten), infeksi jamur akibat pemakaian antibiotik yang berlebihan.

2. 3. Tanda dan Gejala Autis pada Anak


Menurut Acocella dalam (Amazonaws.com) ada banyak tingkah laku yang
tercakup dalam autism da nada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu:

a. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial kedalam
suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan
semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku
seakan-akan orang lain tidak pernah ada.

5
b. Kelemahan kognitif
Sebagian besar (± 70%) anak autis mengalami retardasi mental (IQ < 70)
tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang berkaitan
dengan kemampuan sensori motor. Terapi yang dijalankan anak autis
meningkatkan hubungan sosial mereka tapi tidak menunjukan pengaruh
apapun pada retasdasi mental yang dialami. Oleh sebab itu, retardasi
mental pada anak autis terutama sekali disebabkan oleh masalah kognitif
dan bukan pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial.
c. Kekurangan dalam bahasa
Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya
mengoceh merengek, menjerit atau menunjukkan ecolalia, yaitu
menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang
potongan lagi, iklan TV atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa
tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti dengan cara yang
aneh. Menyebut diri mereka sebagai orang kedua “kamu” atau orang
ketiga “dia”. Intinya anak autism tidak dapat berkomunikasi dua arah
(resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal.
d. Tingkah laku stereotip
Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus-
menerus tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat
dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini
disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya
gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-
narik rambut dan menggigit jari. walaupun sering menangis karena
kesakitan akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah
laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik
pada hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya, pada roda
mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan
dan kebiasaan yang monoton.

6
Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau
tidak,digunakan standar internasional tentang autis. ICD-10 (International
Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical
Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk Autis Infantil yang isinya
sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia. Kriteria tersebut adalah: Untuk hasil
diagnosa, diperlukan total 6 gejala (atau lebih) dari no. (1), (2), dan (3), termasuk
setidaknya 2 gejala dari no. (1) dan masing-masing 1 gejala dari no. (2) dan (3).

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik


- Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata
sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-
gerik kurang tertuju.
- Tidak bisa bermain dengan teman sebaya. Tak ada empati (tak dapat
merasakan apa yang dirasakan orang
lain).
- Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang
timbal balik.
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi
- Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak
tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal. Bila anak bisa
bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi.
- Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
- Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat
meniru.
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam
perilaku, minat, dan kegiatan
- Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas
dan berlebihan.
- Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada
gunanya.
- Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
- Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

7
2. 4. Patofisiologi Autis pada Anak
sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik
(dendrit). Sel saraf terdapat pada lapisan luar otak yang bewarna kelabu (korteks).
Akson di bungkus selaput bernama mielin terletak di bagian otak bewarna putih.
Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinapsis.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan, pada
trisemester ketiga. Pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai pembentukan
akson, dendrite, dan sinapsis yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua
tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrite, dan sinapsis. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factor dan
proses belajar anak.

Makin banyak sinapsis terbentuk, anak makin cerdas, pembentukan akson,


dendrite dan sinapsis sangat tergantung pada stimulasi dan lingkungan. Bagian
otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrite,
dan sinapsis, sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian
sel, berkurangnya akson, dendrite, dan sinapsis. kelainan genetis, keracunan
logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan proses-
proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

8
2. 5. Penatalaksanaan Autis pada Anak
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin
ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter
rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi
bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah untuk
mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar dan
perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini
mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu,
diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan
autisme. Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non
medikamentosa dan medika mentosa.

1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial,
keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai
metode penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and
Education of Autistic and related Communication Handicapped
Children) metode ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur
yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode
pengajaran yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang
ditata khusus.
b. Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin
yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak
dipakai adalah ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana
keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan
(terbaik sekitar usia 2 – 5 tahun).
c. Terapi wicara

9
Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk
memperlancar bahasa anak. Menerapkan terapi wicara pasda anak
autisme berbeda daripada anak lain. Oleh karena itu diperlukan
pengetahuan yang cukup mendalam tentang gangguan bicara pada
anak autisme.
d. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol
dan teratur sesuai kebutuhan saat itu.
e. Sensori integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada
(gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan,
pendengaran)untuk menghasilkan respon yang bermakna. Melalui
semua indera yang ada otak menerima informasi mengenai kondisi
fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan
akan dapat teratasi.
f. Pendidikan kebutuhan khusus
Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu
anak. Cara ini paling efektif karena anak sulit memusatkan
perhatiannya dalam suatu kelas yang besar. Secara bertahap anak
dimasukan dalam kelompok kelas untuk dapat mengikuti pembelajaran
secara klasikal. Penggunaan guru pendamping sebaiknya tidak terlalu
dominan, yang diharapkan adalah anak dengan gangguan autisme
dapat secara terus menerus belajar dengan anak-anak lainnya dalam
satu pembelajaran bersama. Pola pendidikan yang terstruktur baik di
sekolah maupun di rumah sangat diperlukan bagi anak ini. Mereka
harus dilatih untuk mandiri, terutama soal bantu diri. Maka seluruh
keluarga di rumah harus memakai pola yang sama Agar tidak
membingungkan anak.
g. Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga
baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk

10
dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak,
mandiri dan dapat bersosialisai dengan lingkungannya. Untuk itu
diperlukan keluarga yang dapat berinteraksi satu sama lain (antar
anggota keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu pengolahan
keluarga dalam kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat
penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat
melaksanakan terapi apapun pada individu dengan autisme.
2. Terapi medikamentosa (obat)
Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme mempunyai
beberapa gejala yang menyertai gangguan autisme, seperti perilaku agresif
atau hiperaktivitas. Pada individu dengan keadaan demikian dianjurkan
untuk menggunakan pemberian obat-obatan secara tepat. Penggunaaan
obat-obat yang digunakan biasanya dilakukan dengan cermat agar
memperoleh pengaruh positif terhadap perkembangan anak.
Diperlukan pemeriksaan fisik dan laboratorium serta dilakukan controlling
obat setiap 6 bulan. Obat-obatan yang digunakan antara lain :

 Antipsikotik : Untuk mengeblok reseptor dophamine


 Fenfluramine : Untuk menurunkan serotonin
 Naltrexone : Untuk antagonis opioid
 Simpatomimetik : Untuk menurunkan hiperaktifitas
 Clomipramine : Untuk anti depresan
 Clonidine : Untuk menurunkan aktifitas non adrenergic

2. 6. Komplikasi Autis
Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita autis antara lain:

1. Masalah sensorik
Pasien dengan autis dapat sangat sensitif terhadap input sensorik. Sensasi
biasa dapat menimbulkan ketidaknyamanan emosi. Kadang-kadang,
pasien autis tidak berespon terhadap beberapa sensai yang ekstrim, antara
lain panas, dingin, atau nyeri.
2. Kejang

11
Kejang merupakan komponen yang sangat umum dari autisme. Kejang
sering dimulai pada anak-anak autis muda atau remaja.
3. Masalah kesehatan mental
Menurut National Autistic Society, orang dengan ASD rentan terhadap
depresi, kecemasan, perilaku impulsif, dan perubahan suasana hati.
4. Tuberous sclerosis
Gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ, termasuk
otak. Hubungan antara sclerosis tuberous dan autisme tidak jelas. Namun,
tingkat autisme jauh lebih tinggi di antara anak-anak dengan tuberous
sclerosis dibandingkan mereka yang tanpa kondisi tersebut.

2. 7. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Autis


 PENGKAJIAN

A. Biodata Anak

1. Nama : An. K

2. Tempat Tanggal Lahir : 1 Februari 2001

3. Umur : 12 Tahun

4. Jenis Kelamin : Laki – Laki

5. Anak ke : 1 (Tunggal)

6. Agama : Kristen

7. Pendidikan saat ini : SMP Kelas 1 SLB

8. Tanggal Pengkajian : kamis,15 Februari 2013

9. Diagnosa Medik : Autisme

10. Sumber Informasi : Orang Tua (Ibu)

12
B. Biodata Orang Tua

 Ayah

1. Nama : Tn.S

2. Umur : 47 Tahun

3. Pendidikan : S2

4. Pekerjaan : PNS

5. Agama : Kristen

 Ibu

1. Nama : Ny. M

2. Umur : 40 Tahun

3. Pendidikan : S1

4. Pekerjaan : PNS

5. Agama : Kristen

C. Keluhan Utama/Alasan Masuk SLB

Anak datang diantar oleh oarang tua karena anak kesulitan


komunikasi dan keterbatasan kognitif

D. Faktor Predisposisi

a) Wali kelas mengatakan anak mengalami keterbatasan Kognitif

b) Anak tidak memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

E. Psikososial

1. Konsep Diri

- Citra Tubuh : anak tidak mampu membedakan bagian – bagian dari

tubuhnya

- Identitas : anak tidak sulit berbicara akan tetapi anak kurang suka

untuk bersosialisasi

13
- Ideal diri : anak suka melakukan sesuatu yang tidak jelas

- Harga diri : wali kelas dan ibu anak mengatakan bahwa anak

kurang suka bermain dengan teman – temannya.

- Masalah : gangguan interaksi sosial

2. Hubungan Sosial

- Orang terdekat anak adalah ibunya

- Anak tidak pernah atau kurang berperan serta dalam setiap

kegiatan

3. Spiritual

- Nilai dan keyakinan : anak beragama kristen dan anak selalu di

bimbing orang tuanya untuk beribadah

- Kegiatan ibadah : anak selalu ikut dengan ibunya atau ayahnya

kalau pergi ibadah

F. Status Mental

1. Penampilan : anak selalu berpenampilan rapi dan sederhana

2. Pembicaraan : anak sulit untuk diajak berbicara,anak hanya mau

berkomunikasi dengan ibunya

3. Aktivitas motorik : anak lebih suka menyendiri

4. Alam perasaan : anak kadang – kadang terlihat berbicara sendiri

5. Afek : keadaan anak tampak tenang

6. Interaksi selama wawancara : kontak mata kurang,anak lebih suka duduk

lama dan sibuk dengan tangannya,sehingga informasi didapatkan dari ibu

anak.

7. Persepsi : anak tidak mau bergabung dengan teman – temannya

14
8. Proses pikir : anak lebih sulit untuk berfikir, sehingga anak tidak focus

pada pembicaraan.

9. Tingkat kesadaran : anak terlihat compos mentis

10. Tingkat konsentrasi dan berhitung : anak belum bisa membaca dan

berhitung dengan baik

11. Daya tarik diri : anak tidak tahu apa –apa dengan penyakit yang

dideritanya.

G. Mekanisme koping

Anak tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri,anak terlihat


lebih suka dengan kesibukannya sendiri,yaitu sibuk dengan tangannya.

H. Masalah psikososial dan lingkungan

- Menarik diri dan tidak responsive terhadap orang sekitar

- Memiliki sikap menolak

- Perilaku menstimulasi diri

- Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain

- Menolak jika diajak berbicara.

I. Kurang pengetahuan

Keluarga anak belum terlalu tahu tentang pengobatan penyakit


yang diderita anaknya sehingga anaknya menderita autisme berat.

 ANALISA DATA
No. Data Masalah Etiologi
1. Ds : Gangguan Ketidakmampuan
- Orang tua anak Interkasi Sosial untuk percaya pada
mengatakan anaknya tidak suka orang lain
bergaul dengan teman –
temannya
- Orang tua anak

15
mengatakan anaknya kurang
interaksi dengan lingkungan.
DO :
- Anak tampak suka
menyendiri
- Anak tampak menarik diri
dari kontak fisik dengan orang
lain.

2. DS : Gangguan Penilaian yang


- Orang tua anak Identitas Diri salah mengenai
mengatakan anaknya belum bisa dirinya
menyelesaikan masalahnya
sendiri
DO :
- Anak terlihat sibuk
dengan tangannya
- Anak tampak tidak
mampu membedakan bagian –
bagian dari tubuhnya.

 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Interaksi Sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
percaya pada orang lain ditandai dengan anak tampak menarik diri dari
kontak fisik dengan orang lain, dan anak suka menyendiri.
2. Gangguan Identitas Diri berhubungan dengan penilaian yang salah
mengenai dirinya ditandai dengan anak terlihat sibuk dengan tangannya,
dan anak tampak tidak mampu membedakan bagian – bagian dari
tubuhnya.

16
 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan interaksi sosial
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata
dalam waktu yang ditentukan dengan kriteria hasil:

- Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain


- Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-
perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain
- Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Itervensi:

1) Jalin hubungan satu-satu dengan anak untuk meningkatkan


kepercayaan.
Rasional: Interaksi staf dengan pasien yang konsisten
meningkatkanpembentukan kepercayaan

2) Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan,


selimut) untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu
agar anak tidak mengalami distress
Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam
waktu-waktuaman bila anak merasa distress
3) Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika
anak berusahauntuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya
untuk meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan
saling percaya
Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan
pembentukan danmempertahankan hubungan saling percaya
4) Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-
interaksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata,
perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman
, dan pelukan
Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu
rangsanganyang gencar pada pasien yang tidak terbiasa

17
5) beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk membentuk

hubungan dengan orang lain dilingkungannya

Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk

hubungan saling percaya dapat memberikan rasa aman

2. Gangguan Indentitas Pribadi


Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan
bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang
ditentukan untuk mengenali fisik dan emosi diri dengan kriteria hasil:

- Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya


dengan bagian-bagian dari tubuh orang lain
- Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari
lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-
kata yang di dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang
dilihatnya)
Intervensi:

1) Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak


Rasional : Interaksi pasien-perawat meningkatkan
pembentukan data kepercayaan
2) Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama
kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan
kewaspadaan terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang
lain
3) Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian
tubuhnya
Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan
kewaspadaan anak terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari
orang lain
4) Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan
sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien

18
dengan perawat. Berhati-hati dengan sentuhan sampai kepercayaan
anak telah terbentuk
Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan
sebagai suatu ancaman oleh pasien
5) Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari
batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta
gambar-gambar dari anak
Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh
dangambaran diri pada anak secara tepat.

 IMPLEMENTASI
Melakukan tindakan/implementasi sesuai intervensi dalam waktu tertentu.

 EVALUASI
1. Mengobservasi anak dalam berinteraksi sosial dengan orang lain,
apakah anak merasa senang dan nyaman.
2. Mengobservasi kemampuan anak dalam menyebutkan bagian-bagian
tubuh dirinya.
3. Mengobservasi kemampuan anak dalam berkomunikasi, apakah ada
hambatan.

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan perkembangan pada


anak. Dalam bahasa Yunani dikenal kata autis, “auto” berarti sendiri ditujukan
pada seseorang ketika menunjukkan gejala hidup dalam dunianya sendiri atau
mempunyai dunia sendiri.

Etiologi pada anak autis adalah lingkungan yang terpapar oleh organisme
atau bahan beracun, adanya gangguan pencernaan dan radang dinding usus karena
alergi, kelainan otak organik, faktor genesis atau keturunan, dsb. Tanda dan gejala
autis pada anak diantaranya isolasi sosial, kelemahan kognitif, kekurangan dalam
bahasa, tingkah laku stereotip.

Penatalaksanaan autis pada anak dapat dengan terapi medikamentosa dan


non medikamentosa seperti terapi edukasi, perilaku, wicara, okupasi/fisik, terapi
integrasi, pendidikan kebutuhan khusus, intervensi keluarga.

3.2. Saran
Dalam makalah ini penulis berharap agar mahasiswa keperawatan
mengetahui dan memahami autis pada anak beserta asuhan keperawatannya.
Sehingga mahasiswa keperawatan dapat mengetahui bagaimana autis pada anak
beserta penatalaksanannya, dan asuhan keperawatan.

20
DAFTAR RUJUKAN

academia.edu. 2018. Asuhan Keperawatan Autis pada Anak,


(https://www.academia.edu/9502794/asuhan_keperawatan_autis_p
ada_anak) diakses 20 Oktober 2018

upi.edu. 2018. Individu dengan Gangguan Autisme,


(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19
5405271987031MOHAMAD_SUGIARMIN/INDIVIDU_DENGA
N_GANGGUAN_AUTISME.pdf) diakses 20 Oktober 2018

dokumen.tips. 2018. LP dan Askep Autisme, (https://dokumen.tips/documents/lp-


dan-askep-autisme.html) diakses 20 Oktober 2018

uin-malang.ac.id. 2018. Pengertian Autis, (http://etheses.uin-


malang.ac.id/2273/6/08410062_Bab_2.pdf) diakses 20 Oktober
2018

id.scribd.com. 2018. Autisme Komplikasi dan Prognosis,


(https://id.scribd.com/doc/263115038/AUTISM-Komplikasi-Dan-
Prognosis) diakses 20 Oktober 2018

21

Anda mungkin juga menyukai