Anda di halaman 1dari 16

KONSEP PENYAKIT SLE (SYSTEMIC LUPUS

ERYTHEMATOUS)

Makalah
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Keperawatan Medikal Bedah II
Yang dibina Oleh Ibu Tavip Dwi Whayuni, S.kep,Ns,M.kes

Oleh :
Kelompok 1
Muhammad Ferri Hendrawan (P17210171003)
Tazkia Ayu Surroyah (P17210171012)
Dina Muhtahrizah (P17210171016)
Wahyu Wilu I.V.S.S (P17210171010)
Merlinda Ratnasari (P17210172022)
Balgis Barikah (P17210173026)
Akhmad Darul Muttaqin (P17210173033)
Ully Risna Indrayani (P17210173038)

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
September 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Konsep Penyakit SLE (Systemic Lupus Erythematous)”. Kami
menyadari bahwa makalah ini dapat terselesaikan berkat adanya bantuan dan
dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak, sehingga dengan hormat
kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Tavip Dwi Wahyuni, S.Kep Ns, M.Kes selaku dosen pengajar mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II terimakasih kasih atas semua
dukungan, bimbingan, dan masukannya.
2. Bapak, ibu, dan keluarga di rumah terima kasih dukungannya baik materiil
maupun spiritualnya.
3. Teman-teman, terima kasih atas bantuannya, semoga kompak selalu serta
pantang menyerah.
4. Kepada pihak-pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebut satu
persatu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat diterapkan dan bermanfaat bagi kita semua.

Malang, September 2019

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi SLE .................................................................................... 3
2.2 Jenis-jenis SLE ................................................................................. 4
2.3 Penyebab SLE .................................................................................. 4
2.4 Mnifestasi Klinis SLE ...................................................................... 7
2.5 Prevalensi SLE ................................................................................. 8
2.6 Patofisiologi SLE ............................................................................. 9
2.7 Pathway SLE .................................................................................... 10
2.8 Penatalaksanaan SLE ....................................................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 12
3.2 Saran ................................................................................................ 12

DAFTAR RUJUKAN .......................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Lupus eritematosus sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan banyak
organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit Ini dapat
ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan
kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya.
Penyakit sistemik lupus eritematasus (SLE) tampaknya terjadi akibat
terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto antibodi
yang berlebihan, limfadenopati terjadi pada 50% dari seluruh pasien SLE pada
waktu tertentu selama perjalanan penyakit tersebut. Sistemik lupus eritematosus
(SLE) merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan oleh disregulasi
sistim imunitas dan secara garis besar dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu endokrin-
metabolik, lingkungan dan genetik.Gangguan renal juga terdapat pada sekitar 52%
penderita SLE. Pada sebagian pasien, gangguan awal pada kulit dapat menjadi
prekursor untuk terjadinya gangguan yang bersifat lebih sistemik.
Gejala utama lupus eritematosus sistemik adalah kelemahan
umum,anoreksia,rasa mual,demam dan kehilangan berat badan. Sekitar
80%kelainan ginjal, jantung dan sistem saraf,serta 10-30% menyebabkan
thrombosis arteri dan vena yang berhubung dengan antibody antikardiolipin.
Angka kematian karena SLE bervariasi dari 6,8% hingga 20% dengan
survival rate pada tahun 5, 10 dan 15 berturut-turut adalah 96%, 93%, dan 76%.
Angka kematian pasien SLE 5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan populasi umum.
Hal ini terkait dengan penyakit infeksi pada tahuntahun awal dan dalam jangka
panjang terkait penyakit vaskuler aterosklerosis (Perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah ini antara lain:
1. Apa defenisi sistemik lupus eritmatasus?
2. Apa jenis-jenis SLE?

1
3. Apa penyebab terjadinya SLE?
4. Apa saja manifestasi klinis SLE?
5. Bagaimana prevalensi SLE?
6. Bagaimana patofisiologi SLE?
7. Bagaimana pathway SLE?
8. Bagaimana penatalaksanaan SLE?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari makalah ini antara
lain:
1. Untuk mengetahui defenisi sistemik lupus eritmatasus
2. Untuk mengetahui jenis-jenis SLE
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya SLE
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik SLE
5. Untuk mengetahui prevalensi SLE
6. Untuk mengetahui patofisiologi
7. Untuk mengetahui pathway SLE
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan SLE

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian SLE


Lupus Eritematous Sistemik (SLE) atau dikenal dengan lupus adalah suatu
penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda
dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam – macam, bersifat sementara, dan sulit
untuk didiagnosis karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang
oleh penyakit ini sulit diperoleh. SLE menyerang perempuan kira-kira delapan kali
lebih sering daripada laki-laki. Penyakit ini seringkali dimulai pada akhir masa
remaja atau awal dewasa. Di Amerika Serikat, penyakit ini menyerang perempuan
Afrika Amerika tiga kali lebih sering daripada perempuan Kaukasia. Jika penyakit
ini baru muncul pada usia di atas 60 tahun, biasanya akan lebih mudah untuk diatasi
(Sylvia& Lorraine, 2005).
Lupus adalah penyakit peradangan (inflamasi) kronis yang disebabkan oleh
sistem imun atau kekebalan tubuh yang menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh
sendiri. Penyakit seperti ini disebut penyakit autoimun. Lupus dapat menyerang
berbagai bagian dan organ tubuh seperti kulit, sendi, sel darah, ginjal, paru-paru,
jantung, otak, dan sumsum tulang belakang.
Pada kondisi normal, sistem imun akan melindungi tubuh dari infeksi. Akan
tetapi pada penderita lupus, sistem imun justru menyerang tubuhnya sendiri.
Penyebab terjadinya lupus pada seseorang hingga saat ini belum diketahui. Sejauh
ini, diduga penyakit yang lebih menyerang wanita dibandingkan dengan laki-laki
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik dan lingkungan (alodokter.com, 2017)
Semula SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun
1800-an, dan diberi nama lupus karenasifat ruamnya yang berbentuk “kupu-kupu”,
melintasi tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan
serigala (lupus adalah kata dalam bahasa Latin yang berarti serigala). Lupus discoid
adalah nama yang sekarang diberikan pada penyakit ini apabila kelainannya hanya
terbatas pada gangguan kulit. SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan
ikat difusi yang etiologinya tidak diketahui. Kelompok ini meliputi SLE,
scleroderma, polimiositis, artritis rheumatoid, dan sindrom Sjogren. Gangguan –

3
gangguan ini seringkali memiliki gejala yang saling tumpang tindih satu dengan
yang lainnya dan dapat menjadi semakin sulit untuk ditegakkan secara akurat.
(Sylvia & Lorraine, 2005).

2.2 Jenis-jenis Penyakit SLE


Jenis-jenis penyakit ini antara lain:
1. Systemic Lupus Erthematosus (SLE) merupakan jenis lupus yang paling
sering terjadi, menyerang berbagai jaringan, seperti sendi, kulit, otak,
paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah.
2. Discoid Lupus Erthmatosus adalah jenis lupus yang menyerang jaringan
kulit, sehingga menyebabkan ruam-ruam
3. Neonatal lupus adalah penyakit lupus yang menyerang bayi baru lahir.
Penyakit ini dialami oleh bayi yang dilahirkan ibu yang memiliki kelainan
antibodi
4. Lupus akibat obat-obatan, gangguan ini biasanya hanya dialami dalam
waktu yang singkat saja. Jadi beberapa obat-obatan mungkin saja
menimbulkan efek samping yang gejalanya mirip lupus. Kondisi pasien
akan membaik kalau penggunaan obat dihentikan
5. Subacute cutaneous lupus erythematosus, merupakan lupus yang
membuat jaringan kulit luka dan terbakar ketika terpapar sinar matahari.

2.3 Etiologi SLE


Etiologi lupus eritematosis sistemik atau systemic lupus eritematosus (SLE)
disebabkan karena interaksi berbagai faktor yaitu kerentanan genetik, faktor
lingkungan, dan hormonal. Selain itu beberapa kondisi lain juga dapat menjadi
faktor yang memicu timbulnya gejala.
1. Faktor Genetik
Terdapat lebih dari 100 lokus gen yang berhubungan dengan kerentanan
seseorang mengalami SLE. Beberapa diantaranya seperti defisiensi gen
tunggal yang mengkode komplemen C2,C4,C1q. Kekurangan C4
menyebabkan berkurangnya eliminiasi sel B self-reactive, sedangkan
kekurangan C1q menyebabkan gangguan pembersihan debris selular pasca

4
apoptosis. Polimorfisme nukleotida tunggal juga menjadi faktor yang dapat
memicu terjadinya SLE seperti yang ditemukan pada gen STAT4, PTPN22,
CD3, PP2Ac, TNIP1, PRDM1, JAZF1, UHRF1BP1, dan IL10. Selain itu
kelainan jumlah gen C4, FCGR3B dan TLR7 berhubungan dengan ekspresi
penyakit.
Mutasi pada major histocompatibility complex (MHC)
8.1 haplotype termasuk alel HLA-B8, HLA-DR3 dan C4B yang mengatur
diferensiasi sel B untuk memproduksi antibodi anti-dsDNA pada tahap awal
aktivasi sistem imun juga ditemukan pada pasien dengan SLE. Selain itu
kondisi ini juga dapat berhubungan dengan mutasi pada gen pengkode
nuklease seperti TREX1, polimorfisme nukleotida yang mengkode protein
yang memproduksi interferon tipe I, serta mutasi lain yang menyebabkan
gangguan dalam pembentukan sitokin pengatur sinyal aktivasi reseptor
antigen di permukaan sel T dan sel B. Tiap perubahan genetik memiliki
kontribusi dan memberikan efek kumulatif terhadap timbulnya SLE.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berperan dalam SLE di antaranya adalah infeksi virus,
beberapa obat-obatan, paparan sinar UV, dan merokok.
a. Infeksi Virus
Infeksi virus terutama Epstein-Barr Virus (EBV) dapat memicu
timbulnya gejala SLE. Pada penderita SLE, respon sel T terhadap
infeksi EBV tidak normal dan menyebabkan peningkatan sel
mononuklear yang terinfeksi sekaligus meningkatkan jumlah DNA
EBV dalam darah pasien SLE. Kondisi ini menyebabkan aktivasi
sistem imun didapat dan diferensiasi sel B serta produksi autoantibodi
yang spesifik terhadap sekuens asam amino yang dimiliki oleh protein
sel tubuh dan protein yang dihasilkan oleh EBV. EBV juga mengkode
RNA yang menginduksi aktivasi sistem imun melalui ekspresi IFN tipe
I. Antibodi spesifik terhadap antigen nukleus EBV1 (EBNA1) juga
dapat bereaksi silang dengan dsDNA karena kesamaan konformasi
epitope sehingga infeksi EBV juga dapat memicu respon autoimun.
b. Paparan Sinar UV

5
Paparan sinar UV memicu terjadinya kerusakan DNA sehingga
mengubah ekspresi gen, menyebabkan fragmentasi asam nukleat serta
memicu apoptosis atau kematian sel.
c. Obat-Obatan
Beberapa jenis obat menyebabkan metilasi DNA seperti hidralazin.
Hidralazin menghambat jalur sinyal yang menyebabkan penurunan
ekspresi DNA metiltransferase yang memediasi metilasi DNA.
Terganggunya proses metilasi DNA menyebabkan gangguan ekspresi
gen dan memediasi aktivasi sistem imun.
d. Merokok dan Menghirup Silika
Merokok dan menghirup silika memicu respon inflamasi di sel epitel
dan mononuklear di paru. Kondisi ini menyebabkan modifikasi protein
atau memicu proses inflamasi nonspesifik.
3. Hormon dan Jenis Kelamin
Wanita usia reproduksi memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami
SLE. Beberapa faktor yang mendasari hal ini yaitu hormon estrogen yang
terdapat pada perempuan dapat memodulasi aktivasi limfosit. Selain itu pada
penderita SLE terdapat peningkatan kadar serum prolaktin dibandingkan
dengan kontrol, kemungkinan timbulnya gejala SLE dipengaruhi oleh kadar
prolaktin namun mekanismenya belum dapat dijelaskan secara pasti.
4. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko lain yang dapat memicu timbulnya gejala SLE yaitu:
 Bayi lahir prematur (≥ 1 bulan lebih cepat)
 Bayi dengan berat lahir rendah (<2.500 g)
 Anak yang terkena paparan pestisida
 Kehamilan
 Defisiensi vitamin D

2.4 Manifestasi Klinis SLE

6
Gejala lupus sering tidak disadari karena gejala awal biasanya mirip dengan
gejala penyakit lain. Berikut beberapa gejala yang kerap timbul pada penderita
lupus:

1. Keletihan
2. Sakit kepala
3. Nyeri atau bengkak sendi, menyerang 2 sendi atau lebih dan berkepanjangan
4. Anemia (bisa karena kurang hemoglobin atau juga volume darah)
5. Nyeri dada ketika nafas panjang
6. Ruam kemerahan pada pipi dan sekitar hidung, polanya seperti kupu-kupu
(malar rash)
7. Sensitif terhadap cahaya atau cahaya matahari
8. Rambut rontok sampai kebotakan (alopecia)
9. Pendarahan yang tidak biasa
10. Jari-jari berubah pucat atau kebiruan ketika dingin (fenomena raynaud)
11. Sariawan dimulut atau koreng di hidung
12. Demam lebih dari 38oC berkepanjangan tanpa sebab
13. Kejang atau gangguan saraf lainnya
14. Kelainan pada pemeriksaan laboratorium:
1. Anemia
2. Leukositopenia
3. Trombositopenia
4. Hematuria
5. Proteinuria
6. Positif ANA (Anti ds-DNA)
Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit multi sistem dengan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi tergantung pada sistem organ yang terlibat,
dapat berupa kelainan hematologi, artikular dan keterlibatan mukokutan, penyakit
ginjal, atau berupa kelainan sistem saraf pusat, membuat LES dijuluki sebagai the
great imitator.
Pada nefritis lupus, sekitar 50% pasien akan mengalami gangguan hematologi
yaitu anemia sebagai dampak dari penyakit kronis dengan gangguan respon
eritropoeitin dan autoantibody terhadap eritropoeitin.

7
Pada beberapa kasus, penderita juga mengalami trombositopenia sebagai
dampak dari akselerasi destruksi dari autoantibodi terhadap glikoprotein trombosit.
Manifestasi klinis bisa sangat bervariasi tergantung pada organ yang
terlibat.

2.5 Prevalensi SLE


Berdasarkan data sistem informasi rumah sakit (SIRS) online, pada tahun
2016 terdapat 858 rumah sakit yang melaporkan datanya. Jumlah ini meningkat dari
dua tahun sebelumnya. Pertambahan jumlah rumah sakit yang melapor
menunjukkan bahwa pelaporan data dan informasi rumah sakit semakin meningkat.
Berdasarkan rumah sakit yang melaporkan datanya tahun 2016 diketahui
bahwa terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit lupus, dengan
550 pasien diantaranya meninggal dunia. Tren penyakit lupus pada pasien rawat
inap rumah sakit meningkat sejak tahun 2014 – 2016. Jumlah kasus lupus tahun
2016 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2014, yaitu sebanyak
1.169 kasus. Jumlah kematian akibat lupus pada pasien rawat inap di rumah sakit
juga meningkat tinggi dibandingkan dengan tahun 2014. Jumlah pasien meninggal
akibat lupus pada tahun 2015 (110 kematian) menurun jika dibandingkan tahun
2014. Namun jumlah ini meningkat drastis pada tahun 2016, yaitu sebanyak 550
kematian. Tingginya kematian akibat lupus ini perlu mendapat perhatian khusus
karena sekitar 25% dari pasien rawat inap di rumah sakit di indonesia tahun 2016
berakhir pada kematian.
Penyakit lupus kebanyakan menyerang wanita pada usia 15 – 50 tahun (usia
masa produktif). Namun, lupus juga dapat menyerang anak-anak dan pria.
Berdasarkan data SIRS online, proporsi pasien rawat inap lupus di rumah sakit di
indonesia pada tahun 2016 berjenis kelamin laki-laki (54,3%) lebih banyak
dibandingkan pasien perempuan (45,7%). Pada tahun 2014 proporsi pasien
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pasien laki-laki. Namun, proporsi
pasien laki-laki menjadi lebih banyak dibandingkan pasien perempuan pada tahun
2015 dan meningkat pada tahun 2016.
Penyakit lupus banyak ditemui pada kelompok usia produktif. Pasien rawat
inap di rumah sakit di Indonesia pada kurun waktu 2014 – 2016 terbanyak adalah

8
pasien dengan usia 44 – 64 tahun, diikuti oleh kelompok usia lebih dari 65 tahun,
dan kelompok usia 14 – 44 tahun. Jumlah pasien lupus yang berusia 44 – 64 tahun
meningkat sekitar dua kali lipat pada tahun 2016 (932) dibandingkan pada tahun
2015 (479)

2.6 Patofisiologi SLE


Patogenesis SLE terdiri dari tiga fase, yaitu:
1. Fase inisiasi
Inisiasi lupus dimulai dari kejadian yang menginisiasi kematian sel
secara apoptosis dalam konteks proimun. Kejadian ini disebabkan
oleh berbagai agen yang sebenarnya merupakan pajanan yang cukup
sering ditemukan pada manusia, namun dapat menginisiasi penyakit
karena kerentanan yang dimiliki oleh pasien SLE.
2. Fase profagase
Ditandai dengan aktivitas autoantibodi dalam menyebabkan cedera
jaringan. Autoantibodi pada lupus dapat menyebabkan cedera
jaringan dengan cara (1) pembentukan dangen erasi kompleks imun,
(2) berikatan dengan molekul ekstrasel pada organ target dan
mengaktivasi fungsi efektor inflamasi di tempat tersebut, dan (3)
secara langsung menginduksi kematian sel dengan ligasi molekul
permukaan atau penetrasi ke sel hidup.
3. Fase puncak
Merefleksikan memori imunologis, muncul sebagai respon untuk
melawan sistem imun dengan antigen yang pertama muncul.
Apoptosis tidak hanya terjadi selama pembentukan dan homeostatis
sel namun juga pada berbagai penyakit, termasuk SLE. Jadi,
berbagai stimulus dapat memprovokasi puncak penyakit

9
2.7 Pathway SLE

Genetik, Kuman / virus, Sinar


Ultraviolet, Obat – obatan tertentu

Autoimun yan berlebihan

Autoimun menyerang organ –organ


tubuh (sel dan jaringan)

Penyakit Lupus

Produksi antibodi
secara terus – menerus

Mencetus inflamasi kulit organ

Kulit Sendi Darah Paru - paru Ginjal Hati Otak

Supplay
Kerusakan Artritis Protein Terjadi kerusakan O2 ke
Hb Efusi Pleura
Urinari sintesa yang otak
dibutuhkan tubuh

Intoleran Otak tidak


Suplay O2 Ketidakefektifan Tubuh
aktivitas Perb. Nutrisi ada O2
/nutrien pola nafas
kurang keb.
Perb. pertumbuhan tubuh
ATP BB Resti
dan perkembangan
kematian
Keletihan
Perb. Status
kesehatan Kecemasan 10
2.8 Penatalaksanaan SLE
Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah
mengurangi gejala dan melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan atau
tingkat aktifitas autoimun di tubuh. Banyak pasien dengan gejala yang ringan tidak
membutuhkan pengobatan atau hanya obat-obatan anti inflamasi yang intermitten.
Pasien dengan sakit yang lebih serius yang meliputi kerusakan organ dalam
membutuhkan kortikosteroid dosis tinggi yang dikombinasikan dengan obat-obatan
lain yang menekan sistem imunitas. Pasien dengan SLE lebih membutuhkan
istirahat selama penyakitnya aktif. Penelitian melaporkan bahwa kualitas tidur yang
buruk adalah faktor yang signifikan dalam menyebabkan kelelahan pada pasien
dengan SLE. Hal ini memperkuat pentingnya bagi pasien dan dokter untuk
meningkatkan kualitas tidur. Selama periode ini, latihan tetap penting untuk
menjaga tekanan otot dan luas gerakan dari persendian.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kronis,
dimana tubuh melakukan reaksi yang berlebihan terhadap stimulus asing dan
memproduksi banyak antibodi ataupun protein-protein yang melawan jaringan
tubuh. Berdasarkan rumah sakit yang melaporkan datanya tahun 2016 diketahui
bahwa terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit lupus, dengan
550 pasien diantaranya meninggal dunia.
Berdasarkan data SIRS online, Pada tahun 2014 proporsi pasien perempuan
lebih banyak dibandingkan dengan pasien laki-laki. Namun, proporsi pasien laki-
laki menjadi lebih banyak dibandingkan pasien perempuan pada tahun 2015 dan
meningkat pada tahun 2016.
Jenis-jenis penyakit lupus yaitu Systemic lupus erthematosus (SLE), Discoid
lupus erthematosus, Neonatal lupus, Lupus akibat obat-obatan, dan Subacute
cutaneous lupus erythematosus. Etiologidari SLE yaitu ada dari faktor genetik,
lingkungan, hormon dan jenis kelamin, dan faktor risiko lainnya. Patofisiologi SLE
terdiri dari tiga fase yaitu fase inisiasi, fase profagase, dan fase puncak.

3.2 Saran
Dalam makalah ini penulis berharap agar mahasiswa keperawatan
mengetahui dan memahami mengenai konsep penyakit Systemic Lupus
Erythematosus (SLE). Sehingga mahasiswa keperawatan dapat mengetahui
bagaimana konsep penyakit tersebut beserta penatalaksanannya.

12
DAFTAR RUJUKAN

alodokter.com. 2017. Lupus, (https://www.alodokter.com/lupus) diakses 15


September 2019
alodokter.com. 2018. Glaukoma, (https://www.alodokter.com/glaukoma) diakses
15 September 2019
Depkes. 2017. Situasi Lupus di Indonesia, Jakarta: Pusat data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI
hellosehat.com. 2018. Apa itu Glaukoma?,
(https://hellosehat.com/penyakit/glaukoma/) diakses 15 September 2019
Infodatin. 2017. Situasi Lupus di Indonesia. (http://www.depkes.go.id/download.
php?file=download/pusdatin/infodatin/Infodatin-Lupus-2017.pdf), diakses
tanggal 15 September 2019.
Sari, Della P. 2018. Etiologi Lupus Eritematosus Sistemik. Online.
(https://www.alomedika.com/penyakit/alergi-dan-imunologi/lupus-
eritematosus-sistemik/etiologi), diakses pada tanggal 14 September 2019
Sylvia, A.P & Lorraine, M.W 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, EGC, Jakarta.
Wistiani. 2016. Studi Kasus: Manifestasi Klinis Beberapa Penyakit dengan
korfimasi diagnostik lupus Eritematosus Sistemik.
(https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/462/400),
diakses tanggal 15 September 2019.

13

Anda mungkin juga menyukai